• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Hewan Coba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Hewan Coba"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Tabel 2 Bobot badan, konsumsi pakan, dan efisiensi Kelompok Pertambahan bobot

badan (gram/har)i Konsumsi pakan (gram/hari) Efisiensi (%) Normal 0,15 3,59 4,17 100 mg/kg 0,09 3,66 2,45 500 mg/kg 0,14 3,69 3,8 1000 mg/kg 0,16 3,81 4,2

kemudian dengan etanol 95% dan 80% masing-masing selama 1 menit, dan dicuci dengan air mengalir. Kemudian preparat direndam dalam pewarnaan Mayer’s Haemotoxylin selama 8 menit, dicuci dengan air mengalir, dimasukkan ke dalam LiCl selama 30 detik, dan dicuci kembali dengan air mengalir. Kemudian irisan preparat diberi pewarna eosin selama 2-3 menit, lalu dicuci. Setelah itu, irisan hati dicelupkan dalam etanol 95% dan absolut I masing-masing sebanyak 10 kali dan diteruskan dengan etanol absolut II selama 2 menit, xilol I selama 1 menit dan xilol II selama 2 menit. Setelah diangin-anginkan beberapa saat, preparat yang telah diwarnai tersebut kemudian diberi permounting medium dan ditutup dengan kaca penutup. Setelah terbentuk sediaan histologi, kemudian dilakukan analisis dan pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada sel-sel hati dengan menggunakan mikroskop cahaya dan difoto hasil pengamatannya. Pembuatan dan pengamatan histopatologi organ dilakukan oleh BALITVET.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Hewan Coba

Selama perlakuan secara in vivo, salah satu syarat pada perlakuan hewan coba adalah kondisi hewan harus dalam keadaan sehat. Beberapa parameter yang mudah diamati untuk mengetahui kesehatan hewan coba adalah dengan mengamati peningkatan bobot badan dan konsumsi pakan (Lu 1995). Kondisi tikus yang sehat ini menjadi faktor yang penting karena dapat memperkecil nilai galat percobaan yang terukur ketika memasuki tahap percobaan. Gambar 2 menunjukkan grafik bobot badan hewan coba pada masa adaptasi dan masa perlakuan. Selama masa adaptasi, hewan coba memiliki bobot badan 18 gram hingga 20 gram. Memasuki masa perlakuan terjadi kenaikan bobot badan mencit seluruh kelompok. Pada kelompok 500 mg/kg dan 1000 mg/kg mengalami kenaikan yang signifikan pada bulan kedua. Kenaikan bobot badan mencit seluruh kelompok selama

pertumbuhan, khususnya kelompok perlakuan yang mengalami kenaikan lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. Hal ini dipengaruhi pula pada konsumsi pakan dan air minum. Tabel 2 menunjukkan pertambahan bobot badan seluruh kelompok mencit per hari selama masa perlakuan, kelompok dosis 500 mg/kg dan 1000 mg/kg mengalami pertambahan bobot badan sebesar 0,14 gram/ hari dan 0,16 gram/ hari, hal ini tidak berbeda nyata dengan kelompok normal yang memiliki pertambahan bobot badan sebesar 0,15 gram/ hari. Namun kelompok 100 mg/kg mengalami pertambahan bobot badan paling kecil, hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kondisi mencit tersebut yang menyebabkan naik turunnya bobot mencit per hari. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), bahwa rata-rata pertumbuhan bobot mencit sebesar 1 gram/hari. Hasil penelitian Hadian (2004) menunjukkan rata-rata pertambahan bobot badan mencit umur 3-8 minggu sebesar 0,49 g/hari.

Kenaikan bobot badan mencit dipengaruhi oleh konsumsi pakan yang meningkat tiap bulannya. Pakan yang digunakan adalah pakan standar tikus berasal dari perusahaan Indofeed Bogor. Menurut Priambodo (1995), kebutuhan pakan bagi seekor tikus putih setiap harinya kurang lebih sebanyak 10% dari bobot tubuhnya, jika pakan tersebut merupakan pakan kering. Konsumsi pakan mencit perhari berdasarkan tabel 2 sebesar 3,8 gram. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), bahwa seekor mencit dewasa dapat mengkonsumsi pakan 3-5 gram/hari. Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa tingkat konsumsi makanan dan minuman pada seekor mencit akan bervariasi menurut suhu kandang, kelembaban, kualitas makanan, kesehatan dan kadar air dalam makanan. Efisiensi penggunaan pakan merupakan perbandingan antara pertambahan bobot badan dengan jumlah konsumsi pakan dalam jangka waktu tertentu. Semakin tinggi pertambahan bobot badan dengan konsumsi pakan yang sedikit akan meningkatkan nilai efisien pakan tersebut, artinya dengan pakan

(2)

7

Gambar 2 Bobot badan mencit selama penelitian, (----) normal, (----) 100 mg/kg, (----) 500 mg/kg, (----) 1000 mg/kg, (A) masa adaptasi, (B) masa perlakuan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 B o b o t B ad an (g) Minggu

Ke-Gambar 3 Jumlah kematian mencit selama perlakuan, ■ bulan ke-1, ■ bulan ke-2,

■ bulan ke-3 0 10 20 30 40 Normal 100 500 1000 Ju m lah k em ati an m e n c it (% ) Dosis (mg/kg) yang sedikit akan dihasilkan pertambahan

bobot badan yang tinggi. Keefisienan pakan mencit berdasarkan tabel 2, kelompok normal sebesar 4,17%, kelompok 100 mg/kg memiliki efisiensi terendah sebesar 2,45% dan kelompok 1000 mg/kg memiliki efisiensi tertinggi sebesar 4,2%. Keefisienan pakan dipengaruhi oleh kondisi mencit, pakan, dan lingkungan.

Potensi toksisitas subkronis (LD50) Ekstrak daun wungu pelarut etanol 70% memiliki kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid (Irwan 2011). Uji toksisitas akut ekstrak daun wungu tidak memberikan efek racun hingga dosis 4000 mg/kg. Nilai LD50 toksisitas akut tidak dapat dihitung, hal ini dikarenakan tidak adanya kematian hewan coba seluruh kelompok selama masa perlakuan (Olagbende-Dada et al. 2011). Sehingga diperlukan uji toksisitas subkronis untuk mengetahui efek racun yang terdapat pada tanaman obat dalam jangka waktu lama. Gambar 3 menunjukkan jumlah kematian mencit selama masa perlakuan, kelompok normal memiliki jumlah kematian lebih banyak dibandingkan dengan kelompok perlakuan. Kondisi beberapa organ mencit kelompok normal pada masa perlakuan berdasarkan hasil histopatologi mengalami gangguan yaitu pada organ ginjal, jantung, dan paru-paru. Organ ginjal mengalami gangguan kongesti dan nekrosis tubulus. Organ jantung mengalami gangguan

degenerasi serabut otot dan kongesti. Dan organ paru-paru mengalami gangguan bronkopneumonia dan infiltrasi sel mononuklear. Gangguan yang terjadi pada organ ginjal dan jantung disebabkan oleh zat toksik (Lu 1995), sedangkan gangguan pada organ paru-paru disebabkan oleh virus (Hunter 2006). Kematian kelompok normal dapat disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada organ jantung dan paru-paru. Kerusakan yang terjadi dapat diakibatkan oleh faktor lingkungan. Menurut Malole dan Pramono (1989) bahwa temperatur kandang yang ideal untuk mencit adalah 18-29oC dengan rataan 22oC dan kelembaban relatif 30-70%. Kandang tidak boleh ditempatkan pada area B

A

(3)

Tabel 3 Hasil pengamatan histopatologi ginjal untuk berbagai kelompok

Kelompok Bulan Ke-

1 2 3

Normal Kongesti Nekrosis

tubulus Kongesti

100 mg/kg TAKS TAKS Kongesti

500 mg/kg Kongesti Nekrosis tubulus Kongesti 1000 mg/kg Kongesti Nekrosis tubulus Kongesti

TAKS: Tak ada kelainan spesifik udara yang baik, kelembaban yang baik serta

bebas dari debu. Mencit lebih menyukai tempat yang gelap (Rakhmadi 2008). Alas kandang berupa serbuk kayu merupakan salah satu faktor berkembang baiknya mencit selama penelitian karena alas kandang harus non alergi, bebas debu, nontoksik dan kering untuk mencegah timbulnya gangguan berupa bau dan iritasi selaput lendir. Alas kandang pada mencit berfungsi sebagai tempat untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti tempat tidur, tempat beranak dan tempat membuang kotoran (Malole dan Pramono 1989). Menurut Rakhmadi (2008), bahwa penyediaan sekat alas kandang atau roda kawat pada kandang dapat melatih mencit untuk lebih aktif bergerak dan bermain. Sebaliknya, kondisi mencit pada kandang tanpa sekat terlihat tidak terlalu aktif. Kegiatan mencit lebih banyak digunakan untuk makan dan tidur. Bulu terlihat agak kusam karena bersentuhan langsung dengan alas yang sudah kotor bahkan ada beberapa mencit yang menjadi rontok bulu. Menurut Blackley dan David (1991), kondisi lingkungan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan ternak dapat menurunkan angka mortalilas. Mortalitas mencit dipengaruhi oleh kualitas pakan, kepekaan terhadap penyakit, suhu, kelembaban, dan manajemen pemeliharaan mencit.

Gambar 3 juga menunjukkan bahwa jumlah kematian kelompok dosis 100 mg/kg lebih banyak dibandingkan dengan kelompok dosis 1000 mg/kg. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Guyton dan Hall (1997) bahwa kisaran tingkat dosis yang digunakan yaitu dosis terendah yang hampir tidak mematikan seluruh hewan percobaan dan dosis tertinggi yang dapat menyebabkan kematian seluruh atau hampir seluruh hewan percobaan. Hasil histopatologi menunjukkan bahwa terdapat kerusakan pada organ ginjal, paru-paru, dan jantung khususnya pada kelompok 100 mg/kg dan 500 mg\/kg, yang menyebabkan jumlah kematiannya lebih banyak dibandingkan kelompok 1000 mg/kg. Perhitungan LD50 berdasarkan persamaan garis diperoleh nilai LD50 toksisitas subkronis ekstrak daun wungu pelarut etanol 70% sebesar 0,04 mg/kg (lampiran 5), namun hasil perhitungan ini tidak dapat dijadikan acuan. Hal ini dikarenakan jumlah kematian pada kelompok 100 mg/kg lebih banyak dibandingkan dengan kelompok 1000 mg/kg, serta kelompok normal yang memiliki jumlah kematian lebih banyak dibandingkan kelompok perlakuan.

ekstrak daun wungu pelarut etanol 70% tidak dapat diperoleh.

Gambaran Histopatologi Ginjal Ginjal merupakan organ utama yang terkena efek toksisitas jika tubuh terpapar zat toksik. Fungsi utama ginjal adalah mengeluarkan limbah metabolisme, memusnahkan bahan toksik, mengatur cairan garam, keseimbangan asam basa, serta mengatur tekanan darah (Dellmann & Brown 1992). Hasil pengamatan histopatologi ginjal mencit selama masa perlakuan berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa kondisi ginjal pada kelompok normal mengalami kongesti dan nekrosis tubulus. Kongesti adalah suatu keadaan adanya darah yang berlebihan di dalam pembuluh pada daerah tertentu. Kongesti pada pembuluh darah dapat berlangsung sesaat atau kongesti akut, atau dapat berlangsung lama atau kongesti kronis. Jika kongesti berlangsung sesaat, maka tidak ada pengaruh pada jaringan tersebut. Kongesti kronis, terdapat perubahan-perubahan yang permanen dalam jaringan. Keadaan tersebut memungkinkan terjadinya hipoksia jaringan yang dapat mengakibatkan penyusutan atau hilangnya sel-sel dari jaringan (Price and Wilson 1988). Masuknya suatu substansi toksik ke dalam tubuh dalam waktu yang lama akan menyebabkan nekrosis tubulus ginjal (Runnels et al. 1965). Tubulus proksimal merupakan bagian yang paling mudah mengalami perlukaan akibat iskemia dan zat toksik. Hal ini dikarenakan pada tubulus proksimal terjadi proses absorbsi dan sekresi (Lu 1995).

Kondisi ginjal pada kelompok perlakuan tidak berbeda nyata dengan kondisi ginjal kelompok normal (Gambar 4), terjadi kongesti dan nekrosis tubulus selama perlakuan. Kongesti dan nekrosis tubulus dapat disebabkan oleh perlakuan dengan sediaan uji. Kelompok 100 mg/kg tidak ada kelainan spesifik pada organ ginjal hingga bulan kedua

(4)

9

Gambar 4 Histopatologi ginjal mencit bulan pertama, (1) glomerulus, (2) tubulus proksimal, () kongesti

masa perlakuan, pada bulan ketiga terjadi kongesti. Kelompok 500 mg/kg dan 1000 mg/kg mengalami kongesti dan nekrosis tubulus, nekrosis tubulus organ ginjal diindikasikan sebagai salah satu faktor penyebab kematian mencit, hal ini ditunjukkan pada gambar 3 bahwa jumlah kematian terbanyak terjadi pada bulan kedua masa perlakuan. Pada kerusakan sel epitel tubuli terjadi akibat masuknya toksin yang menyebabkan kerusakan membran sel, yang ditandai dengan penurunan ATP untuk penyediaan energi. Dalam hal ini ATP dibutuhkan untuk proses reabsorpsi zat-zat dan cairan dalam tubulus. Kerusakan pada membran sel akan menurunkan produksi ATP yang dihasilkan di mitokondria dan pengurangan pompa sodium, sehingga keseimbangan pengaturan ion sodium-potasium intraselular terganggu (Cheville 2006). Kegagalan dalam mengatur keseimbangan ion sodium intraselular mengakibatkan masuknya sejumlah cairan secara berlebih ke dalam sel. Peningkatan cairan intraselular tersebut menyebabkan

kebengkakan pada sel, termasuk mitokondria dan retikulum endoplasmik kasar (Jones et al. 2006). Pada sel yang mengalami kerusakan tersebut dinamakan degenerasi hidropis epitel tubuli. Adanya gangguan pada tubuli mengakibatkan daya selektifitas tubuli menurun sehingga mempengaruhi homeostasis tubuh (Hatzios 2005). Sehingga, semakin lama pemberian ekstrak daun wungu dan semakin besar dosis yang digunakan, akan memberikan efek kerusakan pada organ ginjal.

Gambaran Histopatologi Hati Hati merupakan salah satu organ yang terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat dan toksikan. Organ ini paling umum mengalami kerusakan karena racun. Hal ini disebabkan hati menerima suplai darah dari vena porta sekitar 80% yang mengalir dari saluran pencernaan (Maclachlan & Cullen 1995). Hasil uji histopatologi hati mencit selama perlakuan berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa kondisi hati kelompok normal tidak mengalami kelainan spesifik

(5)

10

Tabel 4 Hasil pengamatan histopatologi hati untuk berbagai kelompok Kelompok Bulan ke-

1 2 3

Normal TAKS TAKS TAKS 100 mg/kg PMN TAKS PMN 500 mg/kg PMN TAKS TAKS 1000 mg/kg PMN TAKS TAKS TAKS : Tak ada kelainan spesifik PMN : Polimorfonuklear

Gambar 5 Histopatologi hati mencit bulan pertama, (1) polimorfonuklear, (2) vena centralis, (3) portal tract

selama perlakuan. Kondisi hati pada kelompok perlakuan tidak memberikan kerusakan yang berarti terhadap organ, namun terjadi efek yang diakibatkan pemberian ekstrak daun wungu, yaitu terdapatnya sel polimorfonuklear (Gambar 5). Bulan pertama perlakuan pada seluruh kelompok perlakuan terdapat sel polimorfonuklear. Sel ini timbul diakibatkan oleh masuknya zat asing ke dalam tubuh seperti ekstrak daun wungu yang menyebabkan terjadinya radang akut hingga terjadinya luka pada organ hati. Sel polimorfonuklear termasuk sel neutrofil, yaitu sel pertahanan pertama terhadap kontaminasi mikroba pada peradangan. Fungsi neutrofil adalah membersihkan daerah luka dari benda asing, bakteri (Singer dan Clark 1999) fungi, protozoa, virus dan sel-sel yang rusak atau mati (McGavin dan Zachary 2007). Neutrofil dibentuk di dalam sumsum tulang belakang (Tizard 1988). Bulan kedua dan ketiga seluruh kelompok perlakuan tidak ada kelainan spesifik pada organ hati. Pemberian ekstrak daun wungu pelarut etanol 70% tidak memberikan kerusakan yang berarti pada organ hati, hal ini didukung dengan kondisi

organ hati kelompok normal yang tidak mengalami kelainan spesifik.

Pengamatan Histopatologi Organ Pendukung

Otak adalah bagian dari susunan saraf pusat yang terletak di dalam cavum cranii (rongga tengkorak). Berdasarkan strukturnya, fungsi otak secara umum berkaitan dengan fungsi vital somatik, otonomik, reflek, dan suatu fungsi vegetatif agar dapat bertahan hidup dan memelihara kehidupan (Mardiati 1996). Hasil pengamatan histopatologi otak mencit berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa kondisi otak pada kelompok normal

(6)

11

Gambar 6 Histopatologi otak bulan pertama, (1) nefron.

Gambar 7 Histopatologi usus bulan pertama, (1) sel goblet, (2) vili mukosa Tabel 6 Hasil pengamatan histopatologi

usus untuk berbagai kelompok

Kelompok Bulan ke-

1 2 3 Normal Sel goblet TAKS (-) 100 mg/kg Sel goblet Payer patches TAKS 500 mg/kg Sel goblet TAKS (-) 1000 mg/kg Sel goblet TAKS Payer patches TAKS: Tak ada kelainan spesifik

(-): Tidak dilakukan Tabel 5 Hasil Pengamatan histopatologi

otak untuk berbagai kelompok

Kelompok Bulan ke-

1 2 3

Normal TAKS TAKS TAKS 100 mg/kg TAKS TAKS TAKS 500 mg/kg TAKS TAKS TAKS 1000 mg/kg TAKS TAKS TAKS TAKS: Tak ada kelainan spesifik

tidak mengalami kelainan spesifik selama perlakuan. Kondisi otak pada kelompok perlakuan tidak berbeda nyata dengan kelompok normal (gambar 6). Pemberian ekstrak daun wungu pelarut etanol 70% tidak memberikan kerusakan yang berarti terhadap organ otak.

Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan yang berfungsi mencerna dan menyerap zat-zat makanan seperti asam amino, lipid dan monosakarida (Banks 1993). Fungsi utama usus halus adalah absorbsi mikronutrien, mineral dan vitamin. Beda lokasi usus halus, berbeda pula jenis mikronutrien yang diabsorbsi (Kandi 2008). Pengamatan histopatologi organ usus mencit kelompok normal selama perlakuan berdasarkan tabel 6, timbulnya sel goblet pada bulan pertama, dan tidak ada kelainan spesifik pada bulan kedua dan ketiga.

Kondisi usus pada kelompok perlakuan tidak mengalami kerusakan yang berarti, namun terjadi beberapa efek yang diakibatkan pemberian ekstrak daun wungu pelarut etanol 70% (gambar 7). Efek yang ditimbulkan

seperti terjadinya sel goblet dan payer patches. Kelompok perlakuan di bulan pertama terdapat banyak sel goblet. Sel goblet timbul akibat dari pemberian ekstrak daun wungu pelarut etanol 70%. Salah satu komponen pertahanan usus halus dan usus besar adalah sel goblet, yang menghasilkan mukus dan berfungsi untuk mengeluarkan benda atau zat asing yang masuk (Ardyanti 2006). Bulan kedua pada kelompok 100 mg/kg terdapat payer patches. Payer patches adalah sekelompok sel goblet yang berada pada folikel getah bening dan membentuk daun payer (Murray et al. 1999). Bulan ketiga pada kelompok 100 mg/kg tidak ada kelainan spesifik. Sel Goblet dan payer patches merupakan respon usus terhadap senyawa toksik, hal ini bersifat sementara, karena pada bulan ketiga tidak terdapat sel goblet dan

(7)

jantung mencit untuk berbagai kelompok

Kelompok Bulan ke-

1 2 3 Normal De-generasi serabut otot Kongesti De-generasi serabut otot 100 mg/kg TAKS De-generasi serabut otot De-generasi serabut otot 500 mg/kg De-generasi serabut otot De-generasi serabut otot De-generasi serabut otot 1000

mg/kg TAKS TAKS TAKS

TAKS: Tak ada kelainan spesifik

Gambar 8 Histopatologi jantung bulan pertama, (1) degenerasi serabut otot, (2) serabut otot kelompok 500 mg/kg tidak mengalami

kelainan spesifik pada organ usus. Kelompok 1000 mg/kg tidak mengalami kelainan spesifik pada bulan kedua dan pada bulan ketiga terjadi payer patches di organ usus. Pemberian ekstrak daun wungu pelarut etanol 70% berbagai dosis tidak memberikan kerusakan yang berarti pada usus namun memberikan efek dari pemberian ekstrak, hal ini mengakibatkan munculnya sel goblet dan payer patches yang sifatnya sementara.

Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada, dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke posisi kiri sternum. Jantung terdapat di dalam sebuah kantong longgar berisi cairan yang disebut perikardium. Keempat ruang jantung adalah atrium kiri dan kanan serta ventrikel kiri dan kanan (Corwin 2001). Pengamatan histopatologi jantung mencit berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa kondisi jantung kelompok normal mengalami degenerasi serabut otot dan kongesti (gambar 8). Degenerasi merupakan perubahan morfologi tidak berakibat fatal dan masih dapat pulih. Degenerasi menyebabkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak pada sel (MacKenzie & Alison 1990). Kongesti adalah keadaan di mana terdapat darah secara berlebihan di dalam pembuluh darah pada daerah tertentu (Ressang 1984).

Kondisi jantung pada kelompok 100 mg/kg dan 500 mg/kg mengalami degenerasi serabut otot selama perlakuan, namun kelompok 1000 mg/kg tidak mengalami kelainan spesifik pada organ jantung. Pemberian ekstrak daun wungu pelarut etanol 70% dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada organ jantung. Jantung yang mengalami kelemahan karena degenerasi otot tidak dapat berkontraksi secara normal sehingga menyebabkan pemompaan darah tidak sempurna. Akibatnya, pembuluh darah jantung tidak terisi cukup darah sehingga tekanan darah turun. Penurunan tekanan darah secara cepat mengakibatkan berkurangnya

suplai darah sehingga menimbulkan kondisi hipoksia, yang akhirnya menyebabkan daya kerja jantung semakin melemah (Carlton & McGavin 1995). Menurut Lu (1995), jantung mudah dirusak oleh berbagai jenis zat kimia karena merupakan salah satu organ sasaran. Zat kimia bekerja secara langsung atau tidak langsung pada otot jantung melalui susunan saraf atau pembuluh darah. Suatu toksikan dapat mempengaruhi salah satu dari pembuluh darah dan akibat yang ditimbulkan tergantung dari seberapa penting organ yang disuplai darah oleh pembuluh darah yang terkena.

Limpa adalah jaringan limfoid yang membentuk organ paling besar dalam tubuh hewan (Hartono 1992). Fungsi utama limpa ialah menyimpan darah yang tidak ikut dalam peredaran darah (Ressang 1984). Pengamatan histopatologi limpa mencit berdasarkan tabel 8 menunjukkan kondisi limpa kelompok normal tidak ada kelainan spesifik selama masa perlakuan. Kondisi limpa kelompok perlakuan juga tidak ada kelainan spesifik, namun pada kelompok 500 mg/kg di bulan ketiga terjadi deplesia. Deplesia pulpa merah adalah nekrosis yang terjadi pada bagian pulpa merah. Kondisi limpa kelompok

(8)

13

Gambar 9 Histopatologi paru-paru bulan pertama, (1) alveol, (2) pneumonia dan infiltrasi sel mononuklear, (3) infiltrasi sel mononuklear

Tabel 9 Hasil pengamatan histopatologi paru-paru mencit untuk berbagai kelompok

Kelompok Bulan ke-

1 2 3

Normal TAKS

Bronko pneumonia dan infiltrasi sel

mononuklear TAKS 100 mg/kg Pneumonia dan infiltrasi sel mononuklear Pneumonia dan infiltrasi sel mononuklear Edema, hiperemia, dan infiltrasi sel

mononuklear

500 mg/kg Infiltrasi sel

mononuklear Edema pulmonum

Edema pulmonum dan infiltrasi sel

mononuklear

1000 mg/kg TAKS TAKS Edema

TAKS: Tak ada kelainan spesifik

Tabel 8 Hasil pengamatan histopatologi limpa mencit untuk berbagai kelompok

Kelompok Bulan ke-

1 2 3

Normal TAKS TAKS TAKS 100 mg/kg (-) TAKS TAKS 500 mg/kg (-) TAKS Deplesia pulpa merah 1000 mg/kg (-) TAKS TAKS

TAKS : Tak ada kelainan spesifik (-) : Tidak dilakukan

perlakuan tidak berbeda nyata dengan kelompok normal yang tidak ada kelainan spesifik. Pemberian ekstrak daun wungu pelarut etanol 70% tidak memberikan efek kerusakan yang berarti terhadap organ limpa.

Pengamatan histopatologi organ paru-paru mencit berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa kondisi paru-paru kelompok normal mengalami bronkopneumonia dan infiltrasi sel mononuklear. Bronkopneumonia adalah terjadinya pneumonia pada bagian bronkiolitis. Pneumonia terjadi akibat respon inflamasi terhadap mikroorganisme pada parenkim paru normal (Hunter 2006).

Infiltrasi sel mononuklear merupakan salah satu sistem pertahanan dari zat asing yang dimiliki organ paru-paru. Infiltrasi sel mononuklear muncul akibat adanya bronkopneumonia.

Kondisi paru-paru kelompok perlakuan mengalami pneumonia, infiltrasi sel mononuklear, edema, dan hiperemia (gambar 9). Efek kerusakan yang terjadi pada kelompok perlakuan dapat disebabkan oleh pemberian ekstrak daun wungu pelarut etanol 70%. Kelompok 100 mg/kg mengalami pneumonia hingga bulan kedua perlakuan. Mikroorganisme pneumonia akan merusak kapiler alveolar, sehingga dapat menyebabkan kesulitan bernapas. Hal ini dapat diperparah oleh kelemahan jantung, sehingga paru-paru semakin kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian. Bulan ketiga pada kelompok 100 mg/kg mengalami edema dan hiperemia. Edema merupakan pengumpulan cairan abnormal pada kompartemen ekstrasel yang ditandai dengan meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler disertai dengan penimbunan cairan di sela-sela jaringan atau rongga serosa (Spector dan Spector 1993). Hiperemia adalah keadaan di mana terdapat darah secara berlebihan di dalam pembuluh darah pada daerah tertentu

Gambar

Tabel 2 Bobot badan, konsumsi pakan, dan efisiensi
Gambar 3 Jumlah kematian mencit selama  perlakuan,  ■  bulan ke-1,  ■  bulan ke-2,
Gambar 4 Histopatologi ginjal mencit bulan pertama, (1) glomerulus, (2) tubulus proksimal,  () kongesti
Tabel 4 Hasil pengamatan histopatologi  hati untuk berbagai kelompok
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kutai Kartanegara peserta KG... Paser

Tujuan dari sudut pengambilan kamera ini bertujuan untuk memfokuskan penonton pada ekspresi Sucipto dan dialog yang diucapkannya “Kalau aku meninggal anakku nanti

Di tengah ketidakpastian ekonomi dan mengantisipasi fluktuasi harga CPO yang sangat labil maka Perseroan memutuskan melanjutkan kebijakan lindung harga untuk produksi

menunjukkan keselamatan perangkat atau prosedur harus d keselamatan perangkat atau prosedur harus digunakan untuk igunakan untuk mencegah kejadian mencegah kejadian yang

Gelombang ultrasonik ini melalui udara dengan kecepatan kurang lebih 344 meter per detik, Tranduser ultrasonik mengeluarkan pulsa atau memancarkan gelombang ultrasonik

Setiap bulannya mahasiswa wajib melaporkan perkembangan (progress) dari Magang yang dilakukannya kepada Dosen Pembimbing Magang/DPM, sehingga para Dosen Pembimbing

Pengembangan kapasitas pegawai Non PNS melalui pendidikan masih belum dapat berjalan dengan baik. Hak untuk memperoleh tugas belajar untuk pegawai Non PNS hanya

Menurut Raksaka dalam penelitian Sukaesih (2008:2) konsep money follows function pengalokasian anggaran harus didasarkan pada fungsi masing-masing unit/satuan kerja yang