• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGUNGSIAKIBAT BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGUNGSIAKIBAT BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR … TAHUN …

TENTANG

PEDOMAN PENANGANAN PENGUNGSIAKIBAT BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA,

Menimbang : a. bahwa penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab semua pihak dan setiap korban bencana berhak mendapatkan perlakuan bantuan pelayanan kemanusiaan yang sama tanpa adanya diskriminasi dalam penanganannya, yang dilakukan secara terpadu, efektif dan efisien; b. bahwa untuk mewujudkan penanganan

pengungsi yang efektif diperlukan suatu pedoman yang baku dan standar yang baku di setiap instansi terkait, baik tingkat pusat maupun daerah yang memiliki sesuai kewenangan kementerian/lembaga terkait. tugas dan fungsi penanganan pengungsi akibat bencana;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a dan angka 2 huruf b diatas, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana tentang Pedoman Penanganan Pengungsi Akibat Bencana;

Mengingat : 1. Nomort (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871);

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

(2)

Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Person With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5251);

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang

Penanganan Konflik Sosial;

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);sebagaimana telah diubah beberapa kali terakir dengan 9 Tahun

2015 tentang Perubahan Atas

55869Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4584);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan Dan Pengelolaan Bantuan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah Dalam Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 44, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4830);

(3)

10. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Penanganan Konflik Sosial;

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69 Tahun 2012 tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai Atas Impor Barang Kiriman Hadiah/Hibah Untuk Kepentingan Penanggulangan Bencana Alam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 491);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGUNGSI AKIBAT BENCANA.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Kepala Badan ini yang dimaksud dengan:

1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

2. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

3. Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disingkat BNPB, adalah lembaga pemerintah nonkementerian setingkat menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disingkat BPBD, adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan bencana di daerah.

Pemerintahan pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia, yang memegang pemerintahan Negara Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

(4)

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat

APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

1. Pemerintahan daerah adalah pemerintahan kabupaten/kota dan pemerintahan provinsi.

2. Korban bencana adalah orang/sekelompok orang yang menderita sakit atau meninggal dunia akibat bencana. orang yang membutuhkan bantuan segera selama fase penanganan darurat bencana.

3. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana.

4. Penanganan pengungsi adalah upaya yang meliputi manajemen pemenuhan kebutuhan dasar, penyelamatan, perlindungan dan pemberdayaan, penempatan pengungsi serta pemberian kompensasi dan pengembalian hak pengungsi.

5.

5. Tempat pengungsian adalah tempat tinggal sementara bagi pengungsi bencana yang dihuni secara komunal atau kolektif yang dapat memberikan ruang pribadi bagi setiap keluarga pengungsi dan ditempati dalam jangka waktu yang terbatas.

6. Hunian tetap adalah tempat tinggal tetap baru untuk pengungsi yang tidak dapat bermukim kembali di tempat asalnya yang dibangun dengan standar yang layak dan dilengkapi dengan utilitas dasar (seperti listrik, air, drainase), fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dibutuhkan.

7. Penanganan pengungsi adalah upaya penyelamatan, perlindungan, dan pemberdayaan pengungsi akibat bencana yang meliputi kegiatan pemberian kebutuhan dasar koordinasi dan manajemen tempat pengungsi dan pelayanan dasar, penempatan, perlindungan dan pemberdayaan serta kompensasi dan pengembalian hak pengungsi. 8.

9. Manajemen informasi adalah pengelolaan data yang didalamnya mencakup proses mencari, menyusun, mengklasifikasikan, serta menyajikan berbagai data yang terkait dengan kegiatan yang dilakukan perusahaan organisasi sehingga dapat dijadikan landasan dalam pengambilan keputusan oleh manajemen.

(5)

6. Perlindungan pengungsi adalah serangkain kegiatan yang bertujuan untuk memberikan keselamatan, martabat dan hak asasi korban bencana dengan memperhatikan hak asasi paling dasar dalam layanan kemanusiaan

7. Pemberdayaan pengungsi adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan pengungsi untuk membangun diri dan lingkungannya secara mandiri melalui pemberian sumberdaya, kesempatan dalam pengambilan keputusan, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan

8. Penempatan pengungsi adalah serangkaian kegiatan memindahkan pengungsi ke tempat asal mereka (pemulangan) atau ke tempat baru (relokasi)

9. Kompensasi pengungsi adalah serangkaian kegiatan pemberian bantuan kepada pengungsi secara proporsional sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

10. Pengembalian hak pengungsi adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan sebagian atau seluruh hak pengungsi yang hilang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

11. Manajemen tempat pengungsian adalah serangkaian kegiatan layanan kemanusiaan yang berfungsi mengorganisasikan dan mengkoordinasikan perlindungan, mendukung penyusunan program, melakukan pendekatan menyeluruh untuk menegakkan hak asasi manusia dan memenuhi kebutuhan dasar pengungsi di masing-masing tempat pengungsi.

10. Koordinasi dan manajemen tempat pengungsian adalah serangkaian upaya pengawasan, pengorganisasian, pengoordinasian perlindungan, penyusunan program, serta dan melakukan pendekatan menyeluruh untuk menegakkan hak asasi manusia dan memenuhi kebutuhan dasar pengungsi agar tercapai peningkatan standar kehidupan di tempat pengungsi dan memastikan bantuan dan perlindungan yang diberikan sesuai dengan standar dan hukum yang berlaku.

3. Fase penanganan Status keadaan darurat bencana adalah tahapan penanganan darurat yang dapat bencana dimulai sejak siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat ke pemulihan. pada saat status darurat bencana ditetapkan keadaan darurat bencana yang ditetapkan oleh Pemerintah ataupun pemerintah daerah.

4. Siaga darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui dan langkah yang tepat guna.

5. Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang

(6)

ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana dan prasarana.

6. Transisi darurat ke pemulihan adalah penanganan darurat bersifat sementara atau permanen berdasarkan kajian teknis dari instansi yang berwenang dengan bertujuan agar sarana dan prasarana vital serta kegiatan sosial ekonomi masyarakat berfungsi.

11. Status Siaga darurat bencana adalah status penanganan darurat bencana ditetapkan yang diberlakukan pada saat keadaan terdapat potensi becana yang sudah mengarah kepada terjadinya bencana yang ditandai dengan adanya informasi peningkatan eksalasi ancaman berdasarkan sistem peringatan dini yang diberlakukan dan pertimbangan dampak yang terjadi di masyarakat.

12. Status Tanggap darurat bencana adalah status penanganan darurat bencana yang diberlakukan pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak yang ditimbulkan.

13. Status Transisi darurat ke pemulihan adalah status menurunnya eskalasi atau berakhirnya ancaman sebagai tahap awal pemulihan. 14. Kelompok rentan adalah bayi, anak usia dibawah 5 tahun, anak-anak,

ibu hamil atau menyusui, penyandang cacat/orang berkebutuhan khusus, dan lanjut usia.

7. Difabel adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik/orang yang berkebutuhan khusus, mental, intelektual atau kelompok sensorik dalam jangka waktu tertentu atau permanen.

8. 15.

BAB II

ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP Pasal 2

Penanganan pengungsi mencerminkan asas: a. kemanusiaan;

(7)

c. kebangsaan; d. kekeluargaan;

e. kebhinneka-tunggal-ikaan; f. keadilan;

g. kesetaraan gender;

h. ketertiban dan kepastian hukum; i. keberlanjutan;

j. kearifan lokal;

k. tanggung jawab negara; l. partisipatif;

m. tidak memihak; dan

n. tidak membeda-bedakan.

Pasal 3 Penanganan pengungsi bertujuan:

a. menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, tenteram, damai, dan sejahtera;

b. memelihara kondisi damai dan harmonis dalam hubungan sosial kemasyarakatan;

c. meningkatkan tenggang rasa dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara;

d. memelihara keberlangsungan fungsi pemerintahan;

e. melindungi jiwa, harta benda, serta sarana dan prasarana umum; f. memberikan pelindungan dan pemenuhan hak korban; dan

g. memulihkan kondisi fisik dan mental masyarakat serta sarana dan prasarana umum.

Pedoman Penanganan Pengungsi akibat bencana ini dimaksudkan sebagai acuan mengenai pelaksanaan penanganan pengungsi yang dilakukan oleh BNPB dan BPBD Provinsi, BPBD Kabupaten/Kota, Kementerian/Lembaga dan dinas-dinas terkait serta unsur masyarakat

.

Pasal 4

Ruang lingkup penanganan pengungsi meliputi : a. wTanggung jawab dan wewenang;

b. tahap penanganan pengungsi;

c. mekanisme ;

d. pelaksanaan penanganan pengungsi, tata kerja penanganan pengungsi; dan

e. peran serta masyarakat dan pendanaan;

f. Penyelenggaraan penanganan pengungsi yang melintasi perbatasan negara yang diakui secara internasional yang diakibatkan oleh bencana dapat ditangani oleh pemerintah dan pemerintah daerah.

(8)

BAB IV

WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB Pasal 4

Wewenang BNPB dalam penanganan pengungsi berwenang untuk:

a. menyusun regulasi rencana pengembangan dan dukungan terhadap penanganan pengungsi secara nasional dan daerah;

b. mengkoordinasikan penanganan pengungsi baik di tingkat nasional dan maupun berpartisipasi dalam penanganan pengungsi di tingkat internasional atas dasar instruksi presiden;

a. memberikan penguatan dan pendampingan di daerah pada saat status keadaan darurat bencana ditetapkan meliputi siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat.

Pasal 5

Wewenang BPBD provinsi dalam penanganan pengungsi pada tingkatan status bencana /kabupaten/kota meliputi:

a. mengkoordinasikan penanganan pengungsi di tingkat provinsi pada saat siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat sampai dengan pasca bencana;

b. mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana tak terduga pada saat tanggap darurat oleh pemerintah provinsi;

c. melakukan pendampingan pada kabupaten/kota pada saat siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan bencana

Pasal 6

Wewenang BPBD Kabupaten/Kota dalam penanganan pengungsi pada tingkatan status bencana kabupaten/kota meliputi:

a. mengkoordinasikan penanganan pengungsi di tingkat kabupaten/kota pada saat siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat sampai dengan pasca bencana;

b. mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana pasal 7

(1) pemerintah bertanggung jawab terhadap penanganan pengungsi yang tidak mampu ditangani oleh kabupaten/kotadan provinsi;

(2) tanggung jawab pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dilaksanakan oleh BNPB, yaitu melalui pola pendampingan manajerial, teknis dan penganggaran

(9)

pasal 8

(1) Pemerintah provinsi bertanggung jawab sebagai penyelenggara dalam penanganan pengungsi di tingkat provinsi;

(2) Penyelengaraan penanganan pengungsi di tingkat provinsi yang dampak bencananya mencakup satu atau lebih kabupaten/kota di dalam satu provinsi dan keadaan darurat bencananya ditetapkan dengan status keadaan darurat bencana provinsi;

(3)

Pasal 9

(1) Pemerintah kabupaten/kota memiliki tanggung jawab utama dalampenyelenggaraan penanganan pengungsi di tingkat kabupaten/kota;

(2) Penanganan pengungsi di tingkat kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. penentuan, pembukaan, pemeliharaan dan perawatan serta penutupan tempat pengungsian;

b. pembebasan lahan dan perolehan hak guna permukiman sementara, penyelesaian sengketa yang muncul dari perampasan lahan dan pencegahan klaim terhadap individu/lembaga yang bekerja di suatu tempat pengungsian;

c. pelaksanakeamanandan ketertiban, pemeliharaan hukum dan aturan serta perlindungan karakter budaya pengungsi yang hidup di tempat pengungsian;

d. mengeluarkan rekomendasi dokumen, izin, dan surat penting seperti akta kelahiran, kartu identitas dan sebagainya kepada penghuni tempat pengungsian;

e. perlindungan warga dan pencegahan pengusiran;

f. memfasilitasi akses ke tempat pengungsian oleh lembaga-lembaga kemanusiaan;

g. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum;

h. pemulihan kondisi dari dampak bencana;

i. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana tak terduga pada saat tanggap darurat; dan

j. relokasi atau pengalihan ketempat yang lebih aman dengan dukungan pemberdayaan sosial dan ekonomi untuk hidup yang bermartabat.

(3) Penyelenggaraan Penanganan pengungsi di tingkatkabupaten/kota yang bencananya ditetapkan dengan status keadaan darurat bencana kabupaten/kota.

(10)

BAB V

TAHAP PENANGANAN PENGUNGSI Pasal 10

(1) Tahap penanganan pengungsi pada keadaan darurat bencana meliputi: a. siaga darurat;

b. tanggap darurat; dan

c. transisi darurat ke pemulihan.

(2) Tahap Siaga darurat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a meliputi kegiatan:

a. pengelolaan informasi pengungsi;

b. perencanaan pendirian tempat pengungsian; c. evakuasi masyarakat terancam;

d. penyelamatan dan evakuasi harta benda;

e. pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terancam; f. perlindungan dengan prioritas kelompok rentan; g. pengurusan dokumen pengungsi; dan

h. pemberdayaan pengungsi

(3) Tahap Tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kegiatan:

a. pengelolaan informasi pengungsi; b. pendirian tempat pengungsian;

c. penyelamatan dan evakuasi korban;

d. penyelamatan dan evakuasi harta benda;

e. pemenuhan kebutuhan dasar;

f. perlindungan dengan prioritas kelompok rentan; g. pemberdayaan pengungsi;

h. pengurusan dokumen pengungsi; i. persiapan pemulihan darurat.

(4) Tahap transisi darurat ke pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi kegiatan:

a. pengelolaan informasi pengungsi; b. pemenuhan kebutuhan dasar;

c. perlindungan dengan prioritas kelompok rentan; d. pengurusan dokumen pengungsi;

e. relokasi atau pemulangan/repatriasi;

f. pemulihan dini ekonomi masyarakat pengungsi; Pasal 11

Tahap penanganan pengungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan penanganan pengungsi dan jenis bencana

(11)

BAB VI

PELAKSANAANPENANGANANPENGUNGSI Bagian Kesatu

Pengelolaan Informasi Pasal 12

Pengelolaan informasi dalam penanganan pengungsi terdiri atas: pengumpulan data, pengolahan data, dan diseminasi informasi.

Pasal 13

(1) Pengumpulan data dalam penanganan pengungsi terdiri atas : a. penyiapan daftar data; dan

b. kegiatan pengumpulan data;

(2) Pengolahan data dalam penanganan pengungsi terdiri atas : a. verifikasi dan validasi data; dan

b. analisis dan interpretasi data.

(3) Diseminasi informasi dalam penanganan pengungsi terdiri atas : a. penyebaran data ; dan

b. sosialiasi data

Pasal 14

Dalam pelaksanaan pengelolaan informasi sabagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilakukan pengarsipan data dan pemutakhiran data pada tiap tahap penanganan pengungsi.

Pasal 15

Pengolahan data dalam penanganan pengungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) meliputi :

a. p ;

b. verifikasi dan validasi data dilakukan oleh personil di tempat pengungsian, data tersebut disepakati bersama dan disahkan komandan tanggap darurat sebelum dikirim ke media center;

c. data dan informasi yang telah dilakukan verifikasi dan validasi disebarluaskan melalui media center, antara lain : media cetak, media elektronik, dan website;

d. data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diprioritaskan untuk informasi yang menyajikan sekurang-kurangnya mengenai jumlah, usia, status, jenis kelamin pengungsi dan jumlah barang bantuan.

Pasal 16

(1) Data dan informasi mengenai barang bantuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 huruf (c) meliputi :

a. jumlah dan jenis barang bantuan yang akan didistribusikan;

b. rencana kebutuhan distribusi barang bantuan dan penyimpanan barang

c. kualitas dari makanan yang didistribusikan

(12)

aman.

(2) Pemberi bantuan berhak mendapatkan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (b) dan (d) dari pengelola tempat pengungsian;

(3) Pemberi bantuan wajib memberikan informasisebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (a) dan (c) kepada pengelola tempat pengungsian; (4) Pemberi bantuan dapat memberikan bantuan secara langsung kepada

pengungsi setelah berkoordinasi dengan Pos Komando. Bagian Kedua

Perlindungan Pengungsi Pasal 17

(1) Perlindungan pengungsi diprioritaskan pada perlindungan dibidang hukum dan hak asasi manusia,bidang keamanan, bidang sosial, bidang kesehatan, bidang pendidikan, danbidangekonomi, bidang keselamatan. (2) Perlindungan pengungsi pada tahap siaga darurat berupa kegiatan:

a. pemenuhan kebutuhan dasar meliputi bantuan penyediaan kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, kesehatan dan psikososial;

b. pemenuhan tempat pengungsian.

(3) Perlindungan pengungsi pada tahap tanggap darurat berupa kegiatan: a. pengelolaan tempat pengungsian;

b. pemenuhan kebutuhan dasar; c. penugasan personal;

d. pendataan pengungsi;

e. penyelamatan dan evakuasi; f. keamanan dan ketertiban; g. disabilitas dan gender; dan

h. pelayanan kesehatan, sosial, dan ekonomi

(4) Perlindungan pengungsi pada tahap transisi darurat ke pemulihan berupa kegiatan:

a. keamanan saat pemulangan atau relokasi;

b. keamanan dari kekerasan terhadap kelompok rentan; dan c. pendataan untuk pemulangan atau relokasi.

Pasal 18

Perlindungan pengungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan dalam aspek sebagai berikut:

a. pencarian dan penyelamatan; b. keamanan;

c. perlindungan hak pengungsi; d. kesehatan;

(13)

f. sarana dan prasarana; g. pendidikan; dan h. pemulihan dini. Bagian Ketiga Pemberdayaan Pengungsi Pasal 19

(1) Kementerian/lembaga serta badan/dinas pada setiap tingkatan mendorong pemberdayaan pengungsi selama masa pengungsian.

(2) Pemberdayaan pengungsi dilakukan untuk mengembalikan kehidupan pengungsi ke kondisi sebelum terjadinya bencana.

Pasal 20

(1) Pemberdayaan pengungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 pada tahap siaga darurat meliputi kegiatan:

a. menjalin komunikasi dengan dunia usaha terkait pemberdayaan ekonomi;

b. pendataan mata pencarian pengungsi;

c. persiapan dan pelaksanaan untuk pendidikan dan pelatihan di pengungsian; dan

d. pengembangan jejaring komunikasi pengungsi.

(2) Pemberdayaan pengungsi pada tahap tanggap darurat meliputi kegiatan: a. pemberdayaan fisik dan layanan psikososial;

b. pemberdayaan ekonomi melalui pelatihan keterampilan; c. pelibatan pengungsi dalam beragam aktivitas;dan

d. pelibatan dunia usaha dan pemangku kepentingan terkait.

(3) Pemberdayaan pengungsi pada tahap transisi darurat meliputi kegiatan: a. pemberdayaan fisik dan mental;

b. pemberdayaan ekonomi melalui pelatihan keterampilan; dan c. pelibatan pengungsi dalam beragam aktivitas.

Bagian Keempat Penempatan Pengungsi

Pasal 21

Kementerian/lembaga dan badan/dinas pada setiap tingkatandapat mengusahakan penempatan pengungsi maupun pemulangan pengungsi.

Pasal 22

(1) Penempatan pengungsi pada tahap siaga darurat meliputi kegiatan: a. lokasi potensial untuk relokasi

b. studi kelayakan untuk pemulangan; c. karakteristik penduduk calon pengungsi; d. fasilitas umum dan sosial; dan

(14)

e. ruang untuk mata pencaharian.

(2) Penempatan pengungsi pada tahap tanggap darurat meliputi kegiatan: a. verifikasi data pengungsi untuk pemulangan atau relokasi;

b. identifikasi kebutuhan hunian tetap; dan

c. penyiapan lahan dan pengurusan izin lahan untuk pemulangan atau relokasi.

(3) Penempatan pengungsi pada tahap transisi darurat meliputi kegiatan: a. pembangunan huniantetap untuk pemulangan atau relokasi;

b. pemindahan pengungsi ke lokasi hunian tetap melalui penyediaan transportasi dan logistik;dan

c. kebutuhan barang non pangan.

Bagian Kelima

Kompensasi dan Pengembalian Hak Pengungsi Pasal 23

(1) Kementerian/lembaga dan badan/dinas pada setiap tingkatan dapat mengusahakan pemberian kompensasi dan pengembalian hak pengungsi berdasarkan azas kemanusiaan dan keadilan.

(2) Dalam hal penyediaan dan kompensasi sebagaimana dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh dunia usaha dan masyarakat;

(3) Kompensasi dan pengembalian hak pengungsi dilakukan sejak pengungsi berada di tempat pengungsian sampai dengan dipulangkan atau direlokasi.

Pasal 24

(1) Kegiatan kompensasi dan pengembalian hak pengungsi pada tahap siaga darurat meliputi:

a. pengkajian rencana kontinjensi;

b. inisiasi koordinasi dengan kementerian/lembaga; c. identifikasi dampak bencana terhadap pengungsi;dan d. pengkajian standar kompensasi.

e. Pemberian kompensasi bagi masyarakat yang rumahnya terancam berdasarkan rekomendasi dan validasi dari lembaga/dinas teknis terkait

(2) Kegiatan kompensasi dan pengembalian hak pengungsi pada tahap tanggap darurat meliputi:

a. pemberian santunan bencana;

b. inisiasi rencana penempatan kembali pengungsi;

c. inisiasi rencana pemberian kompensasi bencana; dan d. inisiasi pengembalian hak pengungsi.

(3) Kegiatan kompensasi dan pengembalian hak pengungsi pada tahap transisi darurat meliputi:

a. pengembalian hak pengungsi yang mencakup hak kepemilikan harta;

(15)

c. pelaksanaan dan pemantauan mekanisme pengembalian hak pengungsi; dan.

BAB VII

TATA KERJA PENANGANAN PENGUNGSI Bagian Kesatu

Tingkat Nasional Pasal 25

Pada saat sebelum terjadi bencana, BNPB melakukan:

Peningkatan kapasitas bagi BPBD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait koordinasi dan pengelolaan tempat pengungsi;

pengembangan sistem informasi penanganan pengungsi bagi BPBD tingkat provinsi dan kabupaten/kota serta kementerian/lembaga terkait di tingkat pusat;

Pasal 26

Pada saat ditetapkan status darurat bencana oleh bupati/walikota atau gubernur, BNPB melakukan:

a. penguatan dan pendampingan bagi pelaksanaan penanganan darurat bagi BPBD dan instansi/lembaga terkait di kabupaten/kota dan/atau provinsi yang terkena bencana, termasuk pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai;

b. pengkoordinasian bantuan internasional;

c. penguatan dan pendampingan penempatan (pemulangan/repatriasi dan relokasi) pengungsi oleh pemerintah daerah pada fase transisi darurat ke pemulihan;

d. penguatan dan pendampingan pemberian kompensasi dan pengembalian hak bagi pengungsi oleh pemerintah daerah terkait pada fase transisi darurat ke pemulihan.

Pasal 27

Pada saat ditetapkan status bencana oleh Pemerintah Pusat, BNPB melakukan:

a. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai;

b. pengkoordinasian pelaksanaan penanganan pengungsi dan bantuan internasional melalui sistem komando penanganan darurat nasional yang melibatkan kementerian/lembaga terkait; dan

(16)

Bagian Kedua Tingkat Provinsi

Pasal 28

Pada saat sebelum terjadi bencana, BPBD provinsi melakukan:

a. Peningkatan kapasitas bagi BPBD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait koordinasi dan pengelolaan tempat pengungsi;

b. sosialisasi sistem informasi penanganan pengungsi bagi BPBD tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait serta dinas/badan terkait di tingkat provinsi; dan

c. pengembangan dan dukungan rencana dan peraturan daerah tingkat provinsi untuk penanganan pengungsi.

Pasal 29

Pada saat ditetapkan status darurat bencana oleh bupati/walikota, BPBD provinsi melakukan:

a. penguatan dan pendampingan dalam pelaksanaan penanganan darurat bagi BPBD dan instansi/lembaga terkait di kabupaten/kota yang terkena bencana, termasuk pengalokasian anggaran dana bantuan tak terduga; dan

b. pengkoordinasian bantuan dari BNPB dan kebutuhan dari BPBD kabupaten/kota yang terkena bencana.

Pasal 30

Pada saat ditetapkan status darurat bencana oleh gubernur, BPBD provinsi melakukan:

a. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana bantuan tak terduga;

b. pengkoordinasian pelaksanaan penanganan pengungsi dan bantuan internasional melalui Sistem Komando Penanganan Darurat Nasional yang melibatkan kementerian/lembaga terkait

Pasal 31

(1) Pada saat setelah terjadi bencana di kabupaten/kota, BPBD provinsi melakukan pengalokasian anggaran melalui APBD untuk penanganan pengungsi;

(2) Untuk bencana yang ditangani BPBD provinsi, BPBD mengalokasian anggaran melalui APBD untuk penanganan pengungsi; dan

(3) klaster/sektor yang diaktifkan pada saat penanganan pengungsi dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan provinsi.

(17)

Bagian ketiga

Mekanisme Kerja di Tingkat Kabupaten/Kota Pasal 32

Pada saat sebelum terjadi bencana, BPBD kabupaten/kota melakukan: a. peningkatan kapasitas bagi BPBD kabupaten/kota terkait koordinasi dan

pengelolaan tempat pengungsi;

b. sosialisasi sistem informasi penanganan pengungsi bagi BPBD tingkat kabupaten/kota terkait serta dinas/badan terkait;

c. penyusunan rencana kontinjensi danuntuk pelaksanaan operasi tanggap darurat bencana; dan

d. pengembangan dan dukungan rencana dan peraturan daerah tingkat kabupaten/kota untuk penanganan pengungsi.

Pasal 33

Pada saat ditetapkan status darurat bencana oleh bupati/walikota, BPBD kabupaten/kota melakukan:

a. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana tak terduga; dan

b. pelaksanaan penanganan pengungsi melalui sistem komando penanganan darurat.

Pasal 34

Pada saat ditetapkan status darurat bencana oleh provinsi, BPBD kabupaten/kota melakukan:

a. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana tak terduga pada status tanggap darurat; dan

pelaksanaan penanganan pengungsi melalui sistem komando penanganan darurat yang berlaku dan.

b.

Pasal 35

Klaster/sektor yang diaktifkan pada saat penanganan pengungsi dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan provinsi.

Bagian keempat Monitoring dan Evaluasi

Pasal 36

(18)

(2) Monitoring dilakukan oleh BPBD dan bekerja sama dengan dinas/bidang terkait;

(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebagai berikut:

a. keseuaian informasi dengan rencana bantuan/program; b. sasaran program;

c. sumber daya/instansi yang terlibat; d. koordinasi; dan

e. pendanaan.

Pasal 37

Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan tujuan:

a. membantu pihak yang berkepentingan untuk menentukan dari dampak tindakan yang diambil;

b. menilai kualitas intervensi pencegahan dan penanganan penghungsi; c. melihat kekurangan dari program/bantuan yang sudah dilakukan; d. menjadi bahan masukan untuk proses pengungsi;

e. mengantisipasi kekurangan-kekurangan; dan f. pengawasan pada pelanggaran yang terjadi.

Pasal 38

(1) Monitoring dilakukan pada saat perumusan kebijakan, tahap implementasi kebijakan, dan tahap akhir implementasi kebijakan.

(2) Hasil monitoring menjadi bahan masukan perbaikan program yang sedang berlangsung.

(1) Pasal 39Evaluasi dilakukan oleh BPBD bersama dengan dinas/bidang terkait.

(2) Evaluasi dilakukan setelah pengungsi ditempatkan pada tujuan akhir,

baik dipulangkan maupun dipindahkan ke tempat yang baru.

(3) Evaluasi dilakukan dengan sebagai berikut:

a. mengidentifikasi praktek baik yang berasal pelajaran dari pengalaman operasional dan dapat membantu meningkatkan kinerja;

b. mendorong transparansi dan meningkatkan akuntabilitas penanganan pengungsi, khususnya terkait bantuan dan donor; dan

c. melakukan peningkatan kualitas penanganan pengungsi pada masa

mendatang.

BAB VIII

PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 40

(19)

(1) BNPB, BPBD provinsi, dan BPBD kabupaten/kota mengikutsertakan masyarakat dalam penanganan pengungsi.

(2) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tokoh masyarakat, adat, dan agama;

b. organisasi kemasyarakatan; dan c. masyarakat internasional.

Pasal 41

Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat berupa:

a. pembiayaan; b. bantuan teknis;

c. penyediaan kebutuhan dasar bagi korban bencana; dan/atau d. bantuan tenaga dan pikiran.

Pasal 42

(1) Peran serta masyarakat dalam bentuk penyediaan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf c dapat berupa:

a. pangan; b. sandang;

c. pelayanan kesehatan; d. pelayanan pendidikan; dan e. pelayanan psikososial.

f.

(2) Peran serta masyarakat dalam bentuk bantuan tenaga dan pikiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf d dapat berupa:

a. pemberian bantuan perbaikan sarana dan prasarana; b. penyediaan relawan di pos pengungsian;

c. pendirian pos pengungsian; dan

d. penyelenggaraan kegiatan lain yang mendukung upaya pemulihan korban bencana.

Pasal 43

(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) harus direncanakan dan dilaksanakan sesuai tahapan penanganan pengungsi.

(2) Peran serta masyarakat perlu memperhatikan struktur sosial, nilai-nilai budaya, dan kapasitas komunitas pengungsi.

BAB IX PENDANAAN

(20)

Pendanaan untuk penanganan pengungsi bersumber dari: a. APBN;

b. APBD; c.

d. bantuan internasional dan; dan/atau

e. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 44

Ketentuan lebih lanjut dalam Pedoman Penanganan Pengungsi diatur dengan Petunjuk Teknis, Petunjuk Pelaksanaan dan Standar Operasional Prosedur

(SOP). BAB XI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 455

Peraturan Kepala BNPB ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala BNPB ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

5

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal …

KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA, WILLEM RAMPANGILEI Diundangkan di Jakarta pada tanggal … DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

(21)

WIDODO EKATJAHYANA

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proses ini terdapat tiga elemen yang harus dipenuhi yaitu penulis (writer), karya tulis (piece of literature) dan pembaca (reader). Dalam proses ini

Mungkin dari latar keluarga yang berbeda-beda sehingga motivasi yang dimiliki siswa untuk belajar yang lebih giat lagi itu kurang, sehingga kami para guru

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melepasliarkan 1.000 ekor ikan Capungan Banggai atau yang biasa dikenal sebagai Banggai Cardinal Fish (BCF) dan 25 ekor

Forecasting Human resource requirements Comparison of Requirements And availability Surplus of workers Restricted hiring, Reduced hours Early retirement, Lay off Shortage of

Tujuan penelitian untuk mengetahui efektivitas model discovery learning berbasis digital (powerpoint dan video animasi pembelajaran) terhadap pemahaman konsep peserta didik

Berdasarkan penelitian yang dilakukan setelah hujan reda hama lalat buah paling banyak menyerang tanaman cabe,dan paling banyak pula terperangkap dalam cairan

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah; 11.. Peraturan Daerah Kota

 Reaktor yang digunakan untuk mengkaji efektivitas kinerja simbiosis alga-bakteri dalam menguraikan polutan organik mempunyai efisiensi yang berbeda ketika dilakukan aerasi dan