• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara teratur, atau dengan mengkonsumsi vitamin tertentu. Bagi mereka yang mengalami gangguan kesehatan, usaha penyembuhan akan dilakukan baik dengan menggunakan obat konvensional

maupun obat yang berasal dari alam atau obat tradisional.1

Pada jaman sekarang penggunaan obat tradisional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik digunakan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan maupun untuk pengobatan suatu penyakit. Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, semakin banyak hasil penelitian obat tradisional dapat diakses melalui berbagai media elektronik, sehingga dengan banyaknya informasi semakin menumbuhkan keinginan menggunakan obat tradisional.

Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku. Cara Pem buatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang

1

Tepy Usia. Vol. 12 No. 3 Mei – Juni 2011. Mari Minum Obat Bahan Alam dan Jamu dengan Baik dan Benar hlm 1.

(2)

menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantun g dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.

Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen puncak bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu.

Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat tradisional dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pemastian Mutu mencakup CPOTB ditambah dengan faktor lain di luar Persyaratan Teknis ini, seperti desain dan pengembangan produk.

(3)

Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi industri obat tradisional hendaklah memastikan bahwa:

1. desain dan pengembangan obat tradisional dilakukan dengan cara

yang memperhatikan persyaratan CPOTB dan Cara Berlaboratorium Pengawasan Mutu yang Baik;

2. semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan

CPOTB diterapkan;

3. tanggung jawab managerial diuraikan dengan jelas dalam uraian

jabatan;

4. pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan

bahan awal dan pengemas yang benar;

5. semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan

selama-proses (in-process controls) lain serta validasi;

6. pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses,

pengemasan dan pengujian bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan, hasil pengujian dan/atau pengawasan selama-proses, pengkajian dokumen produksi termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir;

7. obat tradisional tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala

(4)

produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan obat tradisional;

8. tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat

mungkin, obat tradisional disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/ simpan obat tradisional;

9. tersedia prosedur inspeksi diri yang secara berkala mengevaluasi

efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu;

10. pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui

untuk memastikan mutu bahan memenuhi Spesifikasi yang telah ditentukan oleh perusahaan;

11. penyimpangan dilaporkan, diinvestigasi dan dicatat;

12. tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada

mutu produk;

13. prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui; dan

14. evaluasi berkala mutu obat tradisional dilakukan untuk verifikasi

konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

CPOTB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan

(5)

dalam izin edar dan Spesifikasi produk. CPOTB mencakup produksi dan pengawasan mutu. Persyaratan dasar dari CPOTB adalah:

1. semua proses pembuatan obat tradisional dijabarkan dengan jelas,

dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat tradisional yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan;

2. tahap proses yang kritis dalam proses pembuatan, pengawasan dan

sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi;

3. tersedia semua sarana yang diperlukan untuk CPOTB termasuk:

a. personil yang terkualifikasi dan terlatih;

b. bangunan dan sarana dengan luas yang memadai;

c. peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;

d. bahan, wadah dan label yang benar;

e. prosedur dan instruksi yang disetujui; dan

f. tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.

4. prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa

yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia;

5. operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara

benar;

6. pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama

pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan

(6)

benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;

7. catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan

penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses;

8. penyimpanan dan distribusi obat tradisional yang dapat memperkecil

risiko terhadap mutu obat tradisional;

9. tersedia sistem penarikan kembali obat tradisional mana pun dari

peredaran; dan

10. keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu

diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.

Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar. Untuk itu sistem mutu dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Sehubungan dengan tujuan penerapan CPOTB untuk menghasilkan obat tradisional yang senantiasai memenuhi persyaratan yang berlaku, maka dibutuhkan suatu manajemen sistem pembuatan dan pengendalian secara menyeluruh, terpadu dan terpantau secara cermat sedini mungkin terhadap seluruh faktor yang dapat mempengaruhi mutu obat tradisional.

Setiap industri obat tradisional hendaklah mempunyai fungsi jaminan mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang

(7)

memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan.

Persyaratan dasar dari pengawasan mutu adalah bahwa:

1. sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan

prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOTB;

2. pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara,

produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang disetujui oleh Pengawasan Mutu;

Industri obat tradisional atau herbal mencatatkan prestasi yang cukup menggembirakan dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut terlihat dari omzet yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2013, penjualan mencapai Rp 14 triliun, dan pada 2014 diperkirakan mencapai Rp 15 triliun. Saat ini, terdapat 1.247 industri jamu yang terdiri dari 129 Industri Obat Tradisional (IOT) dan selebihnya termasuk golongan Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) yang

tersebar di berbagai wilayah di Indonesia terutama di Pulau Jawa.2

Menurut Menteri Perindustrian, Mohamad S Hidayat3, dengan

terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dapat

2

“Menperin Dorong Pengembangan Obat Tradisional”, at

http://www.beritasatu.com/kesehatan/166922-menperin-dorong-pengembangan-obat-tradisional.html, diakses 4 Mei 2014.

3 Ibid.

(8)

mendorong pertumbuhan industri nasional termasuk industri obat tradisional baik skala besar maupun skala kecil dan menengah. Undang-Undang tersebut mengamanatkan peraturan turunan berupa 16 Peraturan Pemerintah, 5 Peraturan Presiden, dan 12 Peraturan Menteri Perindustrian. Selanjutnya, dalam rangka penguatan industri nasional dan mengakomodasi penyusunan peraturan turunan tersebut, diperlukan adanya partisipasi aktif dunia usaha

termasuk industri obat tradisional. Menghadapi pemberlakuan ASEAN

Economic Community (Masyarakat Ekonomi ASEAN/AEC) pada 2015, industri obat tradisional juga harus dapat bersaing dengan produk impor yang memasuki pasar domestik.

Keamanan merupakan persyaratan mutlak yang harus dipenuhi oleh suatu bahan alam dan jamu. Faktor keamanan merupakan hal yang sangat penting, karena berbeda dengan obat konvensional yang biasanya diperoleh melalui resep dokter atau disertai dengan berbagai peringatan, obat bahan alam dan jamu dapat diperoleh secara bebas oleh masyarakat. Umumnya tidak disertai informasi ataupun peringatan yang cukup dan digunakan dalam jangka waktu cukup lama.

Kenyataan bahwa dalam menggunakan obat tradisional secara umum tidak dapat memberikan efek peyembuhan seketika sering tidak dimengerti oleh masyarakat dan kemudian dimanfaatkan oleh industri obat tradisional yang tidak bertanggungjawab dengan cara mencampurkan Bahan Kimia Obat (BKO). Perbuatan tersebut jelas melanggar peraturan yang berlaku di Indonesia yang mempersyaratakan bahwa obat tradisional tidak

(9)

diperbolehkan mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). Hal ini sangat berbahaya karena obat tradisional sering digunakan dalam jangka waktu lama dan dengan takaran dosis yang tidak dapat dipastikan. Efek samping yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan Bahan Kimia Obat (BKO) diantaranya diare, pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri dada

sampai pada kerusakan organ tubuh parah.4

Untuk melindungi konsumen dari akibat penggunaan obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan, maka Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DIY melakukan pengawasan terhadap cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) pada produsen obat tradisonal. Untuk memperoleh mutu obat tradisional yang baik, industri obat tradisional harus menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), meliputi semua aspek produksi mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi yang menerapkan higienis dan sanitasi yang terjamin sampai pada penyimpanan dan sitribusi produk secara baik dan benar. Dengan adanya pengawasan dari Balai Besar POM DIY diharapkan BBPOM mampu mengawal keamanan mutu, khasiat atau manfaat obat tradisonal. Tidak hanya kepada Balai Besar POM namun produsen dan konsumen juga diharapkan untuk bertanggungjawab pada produknya serta konsumen yang berdaya untuk melindungi diri dari produk obat tradisional berisiko terhadap kesehatan.

4

(10)

Berdasar uraian latar belakang tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti masalah yang berkaitan dengan pengawasan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB), khususnya di Kabupaten Sleman dalam skripsi dengan judul: “PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK (CPOTB) DI KABUPATEN SLEMAN OLEH BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PROVINSI YOGYAKARTA”.

B. Pembatasan Masalah

Dengan terbatasnya kemampuan, waktu dan tenaga yang tersedia maka perlu diadakan pembatasan masalah. Oleh karena itu masalah dalam

penelitian ini dibatasi pada bagaimana pelaksanaan pengawasan pada

pre-market terhadap cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) di kabupaten Sleman oleh BBPOM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan permasalahan yang timbul yaitu:

1. Bagaimana pelaksanaan pengawasan terhadap CPOTB di kabupaten

Sleman oleh BBPOM Provinsi Yogyakarta?

2. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan pengawasan terhadap Cara

Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) di kabupaten Sleman oleh BBPOM Provinsi Yogyakarta?

(11)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada maka dapat diketahui tujuan penulisan hukum ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan terhadap Cara Pembuatan

Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) di kabupaten Sleman oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan pengawasan

pengawasan terhadap Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) di kabupaten Sleman oleh BBPOM Provinsi Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penulisan hukum yang telah diketahui, maka manfaat penulisan hukum antara lain :

1. Bagi penulis

Penelitian yang dilakukan penulis akan memberikan manfaat bagi penulis sendiri yaitu menambah wawasan pengetahuan untuk penulis terkait pengawasan pengawasan terhadap Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) di kabupaten Sleman oleh BBPOM Provinsi Yogyakarta

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran yang bermanfaat dalam perkembangan hukum secara umum dan khususnya memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Sleman

(12)

dalam pengawasan terhadap Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) di kabupaten Sleman oleh BBPOM Provinsi Yogyakarta.

3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi masyarakat untuk lebih mengetahui pelaksanaan pengawasan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) di kabupaten Sleman oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Yogyakarta.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan internet, penulisan hukum yang berkaitan dengan judul “Pelaksanaan pengawasan terhadap Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) di kabupaten Sleman oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Yogyakarta” belum pernah dilakukan. Adapun penulisan hukum mengenai Pengawasan terhadap obat yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Berjudul “Pelaksanaan Pengawasan Harga Eceran Tertinggi (HET)

Obat Generik oleh Dinas Kesehatan di Kota Yogyakarta” oleh Angger Sigit Pramukti, NIM 10/297275/HK/18373, Hukum Administrasi Negara tahun 2013.

(13)

Adapun rumusan masalahnya5:

a. Bagaimanakah penerapan harga eceran tertinggi obat generik di

Kota Yogyakarta ditinjau dari Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 092/Menkes/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012?

b. Bagaimana pengawasan harga eceran tertinggi obat generik yang

dilakukan oleh Dinas Kesehatan di Kota Yogyakarta?

2. Berjudul “Efektifitas Pelaksanaan Pengawasan Oleh BPOM (Badan

Pengawasan Obat dan Makanan) Atas Beredarnya Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat yang Beredar di Yogyakarta” oleh Norita Palita Silalahi, NPM 07059675, program kekhususan

Hukum Ekonomi Bisnis tahun 2011. Adapun rumusan masalahnya6:

a. Bagaimana pelaksanaan pengawasan oleh BPOM terhadap obat

tradisional yang mengandung bahan kimia obat (BKO)?

b. Bagaimana mekanisme pengawasan oleh BPOM terhadap obat

tradisional yang mengandung bahan kimia obat di Yogyakarta?

c. Apa hambatan yang dihadapi oleh BPOM dalam pelaksanaan

pengawasan?

5

Angger Sigit P, 2013, Pelaksanaan Pengawasan Harga Eceran Tertinggi (HET) Obat Generik oleh Dinas Kesehatan di Kota Yogyakarta, skripsi, FH UGM

6

Norita Palita Silalahi, 2011, Efektifitas Pelaksanaan Pengawasan Oleh BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) Atas Beredarnya Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat yang Beredar di Yogyakarta, skripsi, FH UAJY

Referensi

Dokumen terkait

– Komunikasi antar node tidak exclusive menempati 1 kanal dedicated – Data disampaikan dalam blok-blok yang disebut dengan packets. ● Mendukung protokol standar untuk

Pelaksanaan dharma pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk membangun kerjasama dan kemitraan dengan masyarakat sebagai perwujudan dari pengembangan

Dari data di atas maka dapat diketahui bahwa efisiensi rata-rata penggunaan bahan bakar premium yang paling maksimal adalah ketika menggunakan manifold 4 dan dengan penambahan

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengatasi masalah yang terjadi yaitu merancang dan menghasilkan sebuah sistem informasi sewa lapangan futsal yang lebih efisien

Relas Pemberitahuan untuk mempelajari berkas perkara yang dibuat oleh PARULIAN HASIBUAN, S.H Panitera pada Pengadilan Negeri Simalungun Nomor:

Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian aktivitas antimalaria ekstrak etanol dan senyawa andrografolida dari herba sambiloto secara in vitro terhadap tahapan perkembangan

Dengan menentukan jumlah sirip yang sesuai dengan kebutuhan penggunaan, diharapkan traktor dapat meningkatkan traksi yang dihasilkan dan traktor dapat mengembangkan tenaga

Agama Buddha, pertama dibabarkan oleh Sang Buddha sendiri dan kemudian bersama dengan murid-murid Beliau yang telah mencapai tingkat Arahat. Selama dua ratus tahun