• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Peranan

Dalam menjalankan usahanya, pimpinan perusahaan memerlukan alat bantu yang mempunyai peranan dalam mengarahkan dan mengendalikan setiap aktivitas perusahaan. Konsep tentang peranan (role) yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (2000 : 268) adalah sebagai berikut:

1. Peranan mencakup norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Dari ketiga konsep peranan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini yang dimaksud dengan peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

2.2 Auditor Internal

2.2.1 Pengertian Auditor Internal

Sesungguhnya, konsep fungsi audit internal yang banyak dianut selama ini tidaklah sangat tertinggal. Secara perlahan tapi pasti, urgensi dan relevansi fungsi audit internal telah memasuki jiwa banyak professional pengelola bisnis, bisa dibilang bahwa sekarang saatnya fungsi audit internal menjadi primadona yang diandalkan.

Hiro Tugiman (2007 : 3), memberikan penjelasan bahwa :

“Auditor Internal merupakan suatu profesi yang memiliki kumpulan pengetahuan yang berlaku umum.”

(2)

Definisi auditor internal menurut Mulyadi (2002 : 29), adalah sebagai berikut :

“Auditor Internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipenuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi”.

Sedangkan definisi audit internal itu sendiri menurut SPAI (2004 : 5), adalah sebagai berikut :

“Audit Internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance”.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik suatu pengertian secara garis besar bahwa auditor internal merupakan karyawan perusahaan yang bekerja untuk melaksanakan audit bagi kepentingan manajemen perusahaan. Sebagian besar auditor internal menghabiskan hari kerjanya untuk menentukan, memverifikasi, dan atau memastikan apakah sesuatu itu ada atau tidak, menilai, menaksir, atau mengevaluasi pengendalian dan atau operasi berdasarkan kriteria yang sesuai; dan merekomendasikan tindakan korektif kepada manajemen.

Seluruh hal tersebut dilakukan dengan posisi independen dalam organisasi. Pandangan yang sehat tersebut meliputi pula segala hal yang dilakukan sejak memeriksa keakuratan catatan akuntansi, mengkaji pengendalian sistem informasi yang dikomputerisasi, hingga pemberian konsultasi internal.

2.2.2 Fungsi Auditor Internal

Suatu fungsi dapat berbentuk sebuah perusahaan, divisi, departemen, fungsi bisnis, proses bisnis, layanan informasi, sistem, atau proyek. Jika tindakan audit berhasil dalam meningkatkan kinerja unit, berarti menunjang ke arah perbaikan kinerja organisasi secara keseluruhan.

(3)

Audit internal merupakan kegiatan penilaian bebas terhadap aktivitas, dipersiapkan dalam organisasi sebagai suatu jasa terhadap organisasi. Kegiatan audit internal memeriksa dan menilai efektivitas dan kecukupan dari sistem pengendalian internal yang ada dalam organisasi. Tujuannya adalah membantu semua tingkatan manajemen agar tanggung jawabnya dapat dilaksanakan secara efektif. Tanpa fungsi audit internal, dewan direksi dan atau pimpinan unit tidak memiliki sumber informasi internal yang bebas mengenai kinerja organisasi.

Untuk mencapai tujuannya, Auditor Internal berkewajiban melaksanakan kegiatan yang merupakan fungsi audit internal yang dikutip oleh Hiro Tugiman (2006 : 12), yaitu sebagai berikut :

a. menilai kecukupan pengendalian internal “

b. mengevaluasi apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan, rencana, dan prosedur yang telah ditetapkan

c. menilai apakah kekayaan perusahaan dipertanggungjawabkan dengan baik dan dijaga dengan baik ddari segala kemungkinan risiko kerugian dan dimanfaatkan secara optimal dalam perusahaan.

d. meyakinkan tingkat kepercayaan akuntansi dan keandalan data lainya yang digunakan dalam perusahaan

e. menilai kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang telah dibebankan.

f. Menilai tingkat pelayanan kepada masyarakat

g. Menilai dampak sosial dan dampak lingkungan atas setiap kegiatan perusahaan”.

Selain melakukan pemeriksaan tersebut, Unit Audit Internal perlu melaksanakan Social Audit. Social Audit merupakan suatu pemeriksaan yang diarahkan kepada usaha untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengukur, dan memantau dampak sosial. Hal ini dimaksudkan agar audit internal juga menilai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat, dan lebih dari itu mereka hendaknya dapat menilai dampak sosial dan dampak lingkungan yang timbul dari setiap kegiatan perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka auditor internal perlu mengadakan pemeriksaan operasional terhadap efisiensi dan efektivitas pelayanan kepada masyarakat.

Auditor Internal yang sampai saat ini banyak yang bersifat konvensional dan bersikap sebagai “mata telinga” pimpinan organisasi harus berubah sebagai

(4)

mitra dalam organisasi untuk bersama dengan manajer lainnya agar tujuan organisasi tercapai, dengan tugas pokok auditor internal menguji sistem pengendalian internal agar berjalan dengan baik. Dengan kondisi auditor internal di Indonesia sampai saat ini, maka organisasi auditor internal masih menghadapi banyak masalah yang harus diselesaikan untuk menuju auditor internal yang professional sesuai dengan standar dan tuntutan paradigma baru yang dipersyaratkan. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.1

PERBANDINGAN KONSEP KUNCI AUDIT INTERNAL

Sumber : Hiro Tugiman, 2004

Paradigma Lama 1947 Paradigma Baru 1999 1. Fungsi penilaian independen yang

dibentuk dalam suatu organisasi

1.Suatu aktivitas independen yang objektif

2. Fungsi Penilaian 2.Aktivitas pemberian jaminan keyakinan dan konsultasi 3. Mengkaji dan mengevaluasi aktivitas

organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi

3.Dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi. 4. Membantu para anggota agar dapat

menjalankan tanggung jawabnya secara efektif

4.Membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya

5. Memberi hasil analisis, penilaian, rekomendasi, konseling, dan informasi yang berkaitan dengan aktivitas yang dikaji dan

menciptakan pengendalian efektif dengan biaya wajar

5. Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan keefektifan manajemen risiko, pengendalian dan proses pengaturan pengelolaan organisasi

Pertimbangan yang mendasari paradigma baru adalah :

1. Gambaran tentang profesi auditor internal secara lebih baik akan diperoleh dari seberapa baik jasa atau pelayanan yang diberikannya, bila dibandingkan dengan siapa yang melaksanakannya dan apa saja jasa yang dapat diberikan. 2. Agar tetap bertahan, profesi auditor internal harus dapat dianggap sebagai

pemberi nilai tambah bagi organisasi

3. Auditor internal perlu mengadopsi semua sudut pandang dari seluruh rantai nilai (value chain)

(5)

4. struktur konseptual audit internal harus dapat menjangkau hal-hal diluar berbagai proses internal yang dilakukannya, untuk mencerminkan auditor internal sebagai pendorong tersedianya jasa organisasional.

Standar dan pedoman profesi yang lainnya sebaiknya tidak hanya jadi pedoman bagi anggota profesi, namun juga harus dapat mensimbolisasikan kualitas dan keahlian auditor internal kapada pasar. Agar auditor internal dapat berada dalam lingkungan yang kompetitif dalam menghadapi paradigma baru tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan menurut Hiro Tugiman (2002 : 21), yaitu :

1. Auditor Internal wajib bersertifikasi

2. Uncertified Internal Auditor tidak diperbolehkan menandatangani laporan audit

3. Qualified Internal Auditor sangat ditentukan oleh political will

pimpinan organisasi

4. Keberadaan Komite Audit dalam perusahaan tidak dapat dielakan lagi

5. Unit Audit Internal wajib memiliki audit charter”. 2.3 Kualifikasi Auditor Internal

2.3.1 Independensi dan Objektivitas Auditor Internal

Auditor yang independen adalah auditor yang tidak terpengaruh oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam audit. Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, auditor internal bertanggung jawab dalam kapasitas fungsi eksekutif maupun operasi. Bagian ini harus mempunyai wewenang untuk mengkaji dan menilai setiap bagian yang ada dalam perusahaan sehingga dalam melaksanakan kegiatannya auditor internal dapat bertindak secara objektif dan seefisien mungkin. Objektif adalah sikap mental bebas yang harus dimiliki oleh internal auditor dalam melaksanakan pemeriksaan. Oleh karena itu, sebaiknya auditor internal tidak mempunyai wewenang langsung atas setiap bagian atau departemen yang akan diperiksa sehingga dapat mempertahankan independensinya dalam organisasi.

(6)

Dengan adanya independensi dan objektivitas, pelaksanaan audit internal dapat dijalankan dengan efektif dan hasil audit akan objektif, seperti yang dikemukakan oleh Hiro Tugiman (2006 : 20) adalah sebagai berikut :

“Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, hal mana sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya.”

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dijelaskan lebih lanjut mengenai status organisasi dan sikap objektif.

1. Status Organisasi

Status organisasi audit internal harus memadai sehingga memungkinkan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik serta harus mendapatkam dukungan dan persetujuan dari puncak pimpinan. Status yang dikehendaki adalah bahwa bagian audit internal harus bertanggung jawab kepada pimpinan yang memiliki wewenang yang cukup untuk menjamin jangkauan audit yang luas, pertimbangan, dan tindakan yang efektif atas temuan audit dan pemberian saran.

2. Objektivitas

Objektivitas adalah bahwa seorang auditor internal dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya harus mempertahankan sikap mental yang independen dan kejujuran dalam melaksanakan pekerjaannya. Agar dapat mempertahankan sikap tersebut hendaknya auditor internal tidak boleh ditempatkan dalam suatu keadaan yang membuat mereka tidak dapat melaksanakan penilaian profesional yang objektif.

Sedangkan dalam Standar Profesi Nomor 1100, SPAI (2004 : 8) dijelaskan tersendiri tentang independensi dan objektivitas, yaitu :

“Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus obyektif dalam melaksanakan pekerjaannya.

1. Independensi Organisasi

Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggungjawabnya. Independensi akan

(7)

meningkat jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.

2. Objektivitas Auditor Internal

Auditor internal harus memiliki sikap mental yang obyektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of interest).

3. Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektivitas

Jika prinsip independensi dan obyektivitas tidak dapat dicapai baik secara fakta maupun dalam kesan, hal ini harus diungkapkan kepada pihak yang berwenang. Teknis dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada alasan tidak terpenuhinya prinsip independensi dan obyektivitas tersebut.”

Dengan demikian jelas bahwa status organisasi dan objektivitas bagi auditor internal merupakan hal yang penting untuk mendukung dan menjaga independensi.

2.3.2 Kompetensi Auditor Internal

Kompetensi merupakan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas individual. Maka dapat dikatakan bahwa suatu audit internal harus dilaksanakan secara ahli dengan ketelitian profesional. Kemampuan profesional menurut Hiro Tugiman (2006 : 27) adalah :

“Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit internal dan setiap auditor internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.”

Sedangkan dalam Standar Profesi Nomor 1210, SPAI (2004 : 9) menjelaskan bahwa :

“Auditor Internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi Audit Internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.”

Jadi bagian audit internal haruslah memiliki pengetahuan dan kecakapan yang penting bagi pelaksanaan praktek profesi di dalam organisasi. Sifat-sifat ini

(8)

mencakup kemampuan dalam menerapkan standar pemeriksaan, prosedur, dan teknik-teknik pemeriksaan.

2.4 Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab Auditor Internal

Agar dapat menjalankan fungsi audit internal dengan baik, auditor internal harus mengetahui wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya dengan jelas. Wewenang auditor internal menurut Warren et al (1998 : A2-23) adalah sebagai berikut :

“Management’s express the related authority should provide the internal auditor with full access to all of the organization’s records, properties, and personnel that could be relevant to the subject under review. The internal auditor should be free to review and appraise policies, plans, procedures, and records.”

Berdasarkan pendapat tersebut, wewenang yang dimiliki oleh auditor internal dalam melaksanakan audit yang bebas untuk menelaah dan menilai kebijakan-kebijakan rencana, prosedur, dan sistem yang telah ditetapkan. Wewenang yang diberikan harus dari manajemen dan disetujui oleh dewan direksi.

Tugas auditor internal menurut Mulyadi (1994 : 103) adalah sebagai berikut :

“Tugas auditor internal adalah menyelidiki, menilai pengendalian intern dan efisiensi pelaksanaan fungsi berbagai unit organisasi. Dengan demikian auditor internal merupakan bentuk pengendalian yang fungsinya adalah untuk mengukur dan menilai efektivitas unsur-unsur pengendalian intern yang lain.”

Sedangkan tugas auditor internal menurut SPAI (2004 : 16) adalah sebagai berikut :

“Dalam melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penugasan.”

Karena tugas auditor internal adalah memeriksa dan meneliti keseluruhan kegiatan perusahaan, seorang auditor internal harus menguasai semua aspek ruang

(9)

lingkup perusahaan, baik yang berhubungan dengan prosedur akuntansi, keuangan, produksi, pengembangan, penjualan dan pemasaran.

Tanggung jawab auditor internal menurut Komite SPAP Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Profesional Akuntan Publik (2001 : 322.2) adalah sebagai berikut :

“Auditor internal bertanggung jawab untuk menyediakan jasa analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi, dan informasi lain kepada manajemen satuan usaha dan dewan komisaris atau pihak lain yang setara, wewenang dan tanggung jawabnya. Untuk memenuhi tanggung jawab tersebut, auditor internal mempertahankan objektivitasnya yang berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya”.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan tugas, wewenang dan tanggung jawab auditor internal adalah sebagai berikut:

1. Memberikan saran-saran kepada manajemen dalam melaksanakan tanggung jawab dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan kode etik yang ber-laku agar tercapai tujuan organisasi.

2. Audit internal bertanggung jawab untuk memperoleh persetujuan dari manajemen senior dan dewan terhadap dokumen tertulis yang formal untuk bagian audit internal, menegaskan lingkup pekerjaan yang tidak dibatasi, dan menyatakan bahwa bagian audit internal tidak memiliki kewenangan atau tanggung jawab dalam kegiatan yang mereka periksa.

3. Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi (Standar Profesi no. 1000, SPAI).

2.5 Pelaksanaan Audit Internal 2.5.1 Ruang Lingkup Audit Internal

Ruang lingkup audit internal meliputi pemeriksaan dan evaluasi ketepatan dan efektivitas struktur pengendalian intern organisasi dan kualitas atau mutu pelaksanaan kerja dalam memikul tanggung jawab yang dibebankan.

(10)

Berikut ini adalah ruang lingkup pekerjaan audit internal menurut Amin (2000 : iii) :

“1. Meneliti dan menilai baik tidaknya penerapan pengendalian akuntansi, keuangan, dan cara-cara pengendalian lainnya, serta meningkatkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang wajar.

2. Meyakinkan sejauh mana kebijakan, rencana-rencana, prosedur-prosedur yang telah ditetapkan untuk ditaati.

3. Memeriksa sejauh mana kekayaan perusahaan dapat dipertanggungjawabkan dan diamankan terhadap segala macam kerugian atau kehilangan.

4. Memeriksa sejauh mana management data yang telah dikembangkan di dalam perusahaan dapat diandalkan.

5. Menilai mutu hasil pekerjaan dalam melaksanakan tanggung jawab atau kewajiban yang diserahkan.

6. Mengajukan rekomendasi atau saran untuk meningkatkan efisiensi operasi”.

Menurut SPAI no. 2220 (2004 : 15 ) dijelaskan tentang ruang lingkup penugasan audit internal sebagai berikut :

“Agar sasaran penugasan tercapai maka Fungsi Audit Internal harus mempunyai ruang lingkup penugasan yang memadai.”

Dengan memperhatikan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa audit internal mempunyai ruang lingkup pekerjaan yang berhubungan dengan aktivitas kepatuhan, pengujian, dan penilaian.

Aktivitas kepatuhan (compliance) dilakukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan terhadap prosedur, rencana, kebijakan, dan prinsip akuntansi yang telah diterapkan oleh manajemen dan terhadap peraturan-peraturan pemerintah.

Aktivitas pengujian (verification) dilakukan untuk menguji keandalan data-data yang disajikan atau dihasilkan oleh tiap-tiap bagian perusahaan yang meliputi pengujian terhadap pengamanan harta perusahaan dari kemungkinan kerugian.

Aktivitas penilaian (evaluating) sangat erat kaitannya dengan kelayakan dan aktivitas pengendalian intern perusahaan seperti penilaian terhadap efisiensi operasi dan prosedur pencatatan serta penilaian terhadap pelaksanaan otorisasi dan tingkat kualifikasi hasil penugasan yang berkaitan satu sama lain.

(11)

2.5.2 Program Audit Internal

Program adalah langkah-langkah yang disusun secara rinci yang kemudian dilaksanakan dalam melakukan suatu pekerjaan. Supaya pelaksanaan audit internal dapat berjalan dengan baik dan lancar, penyusunan program audit harus direncanakan dengan baik. Program audit ini akan berhubungan dengan setiap subjek yang diperiksa dan dapat dipergunakan sebagai alat perencanaan dan pengawasan yang efektif atas kegiatan audit.

Program audit merupakan perencanaan prosedur dan teknik pemeriksaan secara efisien dan efektif. Oleh karena itu, program audit merupakan petunjuk bagi auditor internal dalam melaksanakan audit sehingga auditor internal dapat mengarahkan pekerjaannya kepada tujuan yang telah ditetapkan.

Program audit menurut Standar for Profesional Practice Internal Auditing

tahun 2000 yang dikutip oleh Boynton et al (2001 : 983) adalah sebagai berikut :

“1. Planning the audit, auditor internal harus merencanakan setiap

pelaksanaan audit.

2. Examining and evaluating information, auditor internal

harus mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan, dan mendokumentasikan informasi untuk mendukung hasil audit.

3. Communicating result, auditor internal harus melaporkan hasil

pekerjaan audit mereka.

4. Following up, auditor internal harus melakukan tindak lanjut untuk meyakinkan bahwa tindakan tepat telah diambil dalam melaporkan temuan audit”.

Dalam SPAI no. 2240 (2004 : 15-16), dijelaskan tentang program kerja audit, yaitu :

“Auditor internal harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja dalam rangka mencapai sasaran penugasan. Program kerja harus menetapkan prosedur untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini harus memperoleh persetujuan sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program kerja harus segera mendapat persetujuan.”

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa program pelaksanaan audit dapat dikelompokkan kedalam empat tahapan, yaitu :

1. Perencanaan Audit

(12)

4. Tindak Lanjut Hasil Audit 1. Tahap Perencanaan Audit

Auditor internal bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan tugas pemeriksaan, yang harus disetujui dan ditinjau atau direview oleh pengawas. Perencanaan pemeriksaan internal harus didokumentasikan dan meliputi hal-hal berikut ini :

1. Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan

2. Memperoleh informasi dasar (background information) tentang kegiatan yang akan diperiksa

3. penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan 4. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu

5. Melaksanakan survey secara tepat untuk lebih mengenali kegiatan yang diperlukan, risiko-risiko dan pengawasan-pengawasan, untuk mengidentifikasi area yang ditekankan dalam pemeriksaan, serta untuk memperoleh berbagai ulasan dan sasaran dari pihak yang akan diperiksa

6. Penulisan program pemeriksaan

7. Menentukan bagaimana, kapan, dan kepada siapa hasil-hasil pemeriksaan akan disampaikan

8. Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja pemeriksaan.

Dalam SPAI no. 2010 (2004 : 11) dijelaskan mengenai perencanaan, sebagai berikut :

“Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun perencanaan yang berbasis risiko (risk-based plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan audit internal, konsisten dengan tujuan organisasi.”

2. Tahap Pengujian dan Pengevaluasian Informasi

Auditor Internal haruslah mengumpulkan, menganalisis, mengintepre-tasikan, dan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung hasil pemeriksaaan. Proses pengujian dan pengevaluasian informasi adalah sebagai berikut :

(13)

1. Berbagai informasi tentang seluruh hal yang berhubungan dengan tujuan pemeriksa dan lingkup kerja harus dikumpulkan

2. Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan, dan berguna untuk membuat dasar yang logis bagi temuan pemeriksaan dan rekomendasi

3. Prosedur pemeriksaan, termasuk teknik pengujian dan penarikan contoh yang dipergunakan haruslah terlebih dahulu di seleksi bila memungkinkan, dan di perluas atau di ubah bila keadaan menghendaki demikian

4. Proses pengumpulan, analisis, penafsiran, dan pembuktian kebenaran informasi haruslah diawasi untuk memberikan kepastian bahwa sikap objektif pemeriksa terus dijaga dan sasaran pemeriksaan dapat dicapai

5. Kertas kerja pemeriksaan adalah dokumen pemeriksaan yang harus di buat oleh pemeriksa da ditinjau atau di review oleh mmanajemen bagian audit internal. Kertas kerja ini harus mencantumkan berbagai informasi yang diperoleh dan di analisis yang dibuat serta harus mendukung dasar temuan pemeriksaan dan rekomendasi yang akan dilaporkan.

Dalam SPAI no. 2320 (2004 : 16) dijelaskan mengenai analisis dan evaluasi dalam penugasan audit, sebagai berikut :

“Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil penugasan pada analisis dan evaluasi yang tepat.”

3. Tahap Pelaporan Hasil Audit

Laporan audit internal dibuat setelah selesai melakukan audit. Laporan ini merupakan hal yang penting karena dalam laporan ini auditor internal menuangkan seluruh hasil pekerjaannya dan merupakan realisasi tanggung jawab. Untuk menginformasikan hasil pengukuran aktivitas perusahaan, terutama mengenai penilaian pelaksanaan pengendalian intern perusahaan.

Kriteria suatu laporan audit menurut IIA yang dikutip oleh Boynton et al (2001 : 841), adalah sebagai berikut :

“1. Assigned, written report should be issued after the audit examination is completed. Interim report may be written or oral and may be transmitted

(14)

2. The internal auditor should discuss conclution and recommendation at appropriate levels of management before issuing final written reports. 3. Report should be objective, clear, concise, constructive, and timely. 4. Report should present the purpose, scope, and result of the audit; and

where appropriate, reports should contain an expression of the auditor’s opinion.

5. Reports may include recommendations for potential improvements and

knowledge satisfactory performance and corrective action.

6. The auditee’s view about audit conclutions or recommendation may be

included in the audit report.

7. The director of internal audit or designed should review and approve the final audit report before issuance and should decide to whom the report will be distributed”.

Sedangkan dalam SPAI no. 2440 (2004 : 17) dijelaskan mengenai pelaporan hasil audit (diseminasi hasil-hasil penugasan), sebagai berikut :

“Penanggungjawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan hasil penugasan kepada pihak yang berhak.”

4. Tahap Tindak Lanjut Hasil Audit

Apabila laporan audit sudah diterbitkan, tidak semua tugas auditor internal telah selesai, karena diperlukan suatu tindak lanjut yang berupa evaluasi tindakan-tindakan yang diambil sehubungan dengan saran-saran atau rekomendasi perbaikan yang ditemukan.

Definisi kegiatan korektif atau tindak lanjut menurut Hiro Tugiman (1997 : 75) adalah sebagai berikut :

“Tindak lanjut oleh pemeriksa (audit) internal didefinisikan sebagai suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektifan, dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan (audit) yang dilaporkan.”

Pekerjaan audit internal hanya mungkin efektif apabila pihak manajemen memanfaatkan hasil-hasil pekerjaan tersebut serta memberikan tindak lanjut atas hasil pekerjaan audit internal itu dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.

Dalam SPAI no. 2510 (2004 : 18) dijelaskan mengenai penyusunan prosedur tindak lanjut, sebagai berikut :

(15)

“Penanggungjawab fungsi audit internal harus menyusun prosedur tindak lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa manajemen telah melaksanakan tindak lanjut secara efektif, atau menanggung risiko karena tidak melakukan tindak lanjut.”

2.6 Efektivitas Penjualan 2.6.1 Pengertian Efektivitas

Pengertian efektivitas menurut Mardiasmo (2002 : 4) adalah sebagai berikut :

“Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan”.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa efektivitas menitikberatkan pada tingkat keberhasilan organisasi dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini berarti penilaian efektivitas didasarkan pada sejauh mana tujuan suatu organisasi dapat dicapai. Jadi efektivitas merupakan gambaran tingkat keberhasilan dalam mencapai target yang telah ditetapkan. Dalam melakukan audit internal, auditor akan merumuskan hal-hal yang dapat meningkatkan efektivitas manajemen perusahaan untuk tindakan perbaikan di masa yang akan datang.

2.6.2 Pengertian Penjualan

Penjualan merupakan salah satu aktivitas yang ada dalam perusahaan, melalui aktivitas ini pendapatan utama perusahaan diperoleh.

Kotler (2000 : 120) mendefinisikan penjualan sebagai berikut :

“Sales is business transaction involving the delivery (i.e giving) of commodity, an item of merchandise…in exchange for (the receipt of) cash, a promise to pay or money equivalent, or for combination of these item; it is recorded and reported in terms of amount of it such cash, promise to pay…”

Secara yuridis formal, pengetian penjualan dapat diambil dari Kamus Bisnis Perbankan (Guritno, 1992 : 350) sebagai berikut :

(16)

“Penjualan adalah perbuatan atau hal menjual, khususnya berupa pengalihan kepemilikan dan hak suatu milik (property) dari seseorang kepada orang lain dengan harga tertentu”.

2.6.3 Tujuan Penjualan

Dalam suatu perusahaan kegiatan penjualan adalah kegiatan yang penting karena dengan adanya kegiatan penjualan tersebut akan terbentuk laba yang dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan.

Menurut Winardi (1990 : 124) tujuan umum yang dimiliki perusahaan, yaitu sebagai berikut :

“1. Mencapai volume penjualan tertentu.

2. Mendapat laba maksimal dengan modal sekecil-kecilnya.

3. Mempertahankan kelangsungan hidupnya secara terus-menerus (going concern).

4. Menunjang pertumbuhan perusahaan.”

Tujuan umum perusahaan dalam kegiatan penjualan adalah mencapai volume tertentu dari penjualan, mendapat laba maksimal, dan mempertahankan atau bahkan berusaha meningkatkan serta menunjang pertumbuhan perusahaan.

Kemampuan perusahaan di dalam menjual barang dan jasanya di pasaran dapat dijadikan suatu tolak ukur penilaian keberhasilan perusahaan. Untuk mencapai tujuan penjualan tersebut harus ada kerjasama yang baik, antara bagian-bagian dalam perusahaan.

Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Penjualan yang dicatat adalah untuk pengiriman aktual kepada pelanggan non

fiktif (keabsahan);

2. Transaksi penjualan yang telah dicatat (kelengkapan);

3. Penjualan yang dicatat adalah untuk jumlah barang yang dikirim dan ditagih serta dicatat dengan benar (penilaian);

4. Transaksi penjualan diklasifikasikan dengan pantas (klasifikasi); 5. Penjualan dicatat dalam waktu yang tepat (tepat waktu);

6. Transaksi penjualan dimasukkan dalam berkas induk dan ikhtisar dengan benar (posting dan pengikhtisaran).

(17)

2.6.4 Kebijakan Penjualan

Menurut La Midjan (1999 : 174 ) suatu transaksi penjualan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Penjualan secara tunai, yaitu penjualan bersifat cash and carry pada umumnya terjadi secar kontan.

2. Penjualan secara kredit, yaitu penjualan dengan tenggang rata-rata di atas satu bulan.

3. Penjualan secara tender, yaitu penjualan yang dilaksanakan melalui prosedur tender untuk memenuhi permintaan pembeli yang membuka tender tersebut. 4. Penjualan ekspor, yaitu penjualan yang dilaksanakan dengan pihak luar negeri

yang mengimpor barang dari suatu badan usaha dalam negeri.

5. Penjualan secara konsinyasi, yaitu menjual barang secara “titipan” kepada pembeli yang juga sebagai penjual.

6. Penjualan melalui grosir, yaitu penjualan yang tidak langsung kepada pembeli, tetapi melalui pedagang antara. Grosir berfungsi menjadi perantara antara pabrik atau importer dengan pedagang toko/eceran.

Pada umumnya kebijakan penjualan yang ada dalam perusahaan yaitu penjualan tunai dan penjualan kredit. Penjualan tunai adalah penjualan dimana pembayaran dari pembeli dilakukan secara kontan/cash. Sedangkan penjualan kredit adalah penjualan dimana pembeli membayar dengan diberi tenggang waktu. Lamanya tenggang waktu yang diberikan kepada pembeli tergantung dari kebijakan perusahaan.

2.6.5 Prosedur Penjualan

Prosedur penjualan adalah serangkaian langkah yang dipakai dalam kegiatan penjualan guna melaksanakan tugas yang selaras dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Prosedur penjualan tergantung pada bentuk usaha, cara penjualan dan jenis barang atau jasa yang digunakan.

Fungsi-fungsi yang terkait dalam siklus penjualan menurut Arens et al (2006 : 412 ) adalah :

(18)

1. Processing costumer orders 2. Granting credit

3. Shipping goods

4. Billing customer and recording sales 5. Processing and recording cash receipts

6. Processing and recording sales return and allowances 7. Charging off uncollectible accounts receivable

8. Providingfor bad debts”.

Berikut ini uraian dari fungsi yang terlibat dalam siklus penjualan di atas secara singkat :

1. Pemrosesan order pelanggan.

Permintaan barang oleh pelanggan merupakan titik awal keselurahan siklus. Biasanya permintaan ini diperoleh dari penawaran membeli barang dengan keperluan tertentu.

2. Persetujuan penjualan secara kredit.

Sebelum barang dikirim, seseorang yang berwenang dalam perusahaan harus menyetujui penjualan secara kredit. Karena sering menyebabkan besarnya piutang tak tertagih dan piutang usaha menjadi tak tertagih.

3. Pengiriman barang.

Fungsi kritis ini merupakan titik pertama dari siklus ini di mana terjadi penyerahan aktiva perusahaan. Kebanyakkan perusahaan mengakui penjualan pada saat barang dikirimkan. Nota pengiriman disiapkan pada saat pengiriman dan secara otomatis dilakukan oleh komputer berdasarkan informasi order penjualan (untuk penjualan yang sudah menggunakan komputer dalam melaksanakan aktivitas penjualannya).

4. Penagihan ke pelanggan dan pencatatan penjualan

Penagihan ke pelanggan merupakan alat pemberitahuan ke pelanggan mengenai jumlah yang ditagih atas barang tersebut dan penagihan ini harus dilaksanakan tepat waktu. Aspek penting dalam penagihan ini adalah meyakinkan bahwa seluruh pengiriman yang dilakukan telah ditagih dalam jumlah yang benar.

(19)

Dalam pemprosesan dan penerimaan kas, perhatian paling utama adalah kemungkinan dicuri. Pencurian dapat terjadi sebelum penerimaan dicatat atau sesudahnya. Pertimbangan utama dalam penanganan penerimaan kas adalah seluruh kas harus disetor ke bank dalam jumlah yang benar dan tepat waktu dan dicatat pada berkas transaksi penerimaan kas, yang digunakan untuk membuat jurnal penerimaan kas dan memutahirkan berkas induk piutang usaha.

6. Pemrosesan dan pencatatan retur dan pengurangan harga penjualan.

Jika pelanggan merasa tidak puas dengan barang yang diterima, penjual seringkali menerima pengembalian barang atau memberikan pengurangan harga atas jumlah yang harus dibayar. Retur dan pengurangan harga dalam rangka pengendalian dan memudahkan pencatatan.

7. Penghapusan piutang tak tertagih.

Jika suatu perusahan berkesimpulan bahwa suatu jumlah akan tidak tertagih, jumlah tersebut harus dihapuskan. Biasanya ini terjadi pada pelanggan pailit. 8. Penyisihan piutang tak tertagih.

Penyisihan piutang tak tertagih harus cukup untuk mencerminkan bagian dari penjualan periode sekarang yang diperkirakan tidak dapat ditagih dari masa depan. Pada perusahaan, penyisihan umumnya menggambarkan nilai perhitungan atas perhitungan piutang tak tertagih.

2.6.6 Audit Penjualan

Audit penjualan dikatakan efektif apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Adanya kualifikasi auditor internal. 2. Adanya program audit internal. 3. Adanya pelaksanaan audit internal. 4. Adanya laporan hasil audit internal.

(20)

Jadi peranan auditor internal dalam efektivitas penjualan meliputi audit terhadap semua aspek struktur pengendalian intern penjualan, sehingga dapat diketahui keefektifan struktur pengendalian intern penjualan.

Kegiatan penjualan dapat dikatakan efektif apabila sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Apabila terjadi ketidakefektifan penjualan yang telah diperiksa, kemudian diberikan saran dan dilaporkan kepada manajemen. Selanjutnya manajemen melakukan tindak lanjut, kemudian tindak lanjut tersebut diperiksa sehingga berhasil, sehingga auditor internal dapat berperan dalam meningkatkan efektivitas penjualan.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Efektivitas Penjualan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara meningkatkan kuantitas atau volume penjualan berdasarkan kebijakan dan strategi yang diterapkan dalam perusahaan.

Dalam penelitian ini penulis meneliti efektivitas penjualan dari ketiga hal dibawah ini :

1. Target dan Realisasi Penjualan

Menurut Komarudin (1994 : 845) yang dimaksud dengan target adalah : “a. Tujuan yang akan dicapai

b. Suatu tujuan atau tujuan yang lebih terperinci yang ingin dicapai yang lazimnya dapat dinyatakan atau diukur secara kuantitatif. Target tersebut mungkin merupakan jumlah akhir yang ingin dicapai atau jumlah bagian tertentu yang berada dalam proses keseluruhan

c. Objek kritisme”.

Sedangkan Realisasi menurut Komarudin (1994 : 746) adalah :

a. Penjualan suatu aktiva perusahaan hingga menjadi uang kas kadang disebut pencairan

b. Memperoleh sesuatu dengan menjual, investasi, dan usaha

c. Mengubah sesuatu agar menjadi uang. Di mana dalam setiap periode perusahaan memiliki target yang telah ditenttukan sebagai tolak ukur tercapai atau tidaknya tujuan perusahaan”.

2. Kepuasan Konsumen

Selain mencari laba, tujuan perusahaaan juga yaitu untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Jika kebutuhan konsumen terpenuhi, dalam hal ini produk berkualitas dan tepat waktu, maka tujuan perusahaan telah tercapai. Kepuasan konsumen menurut Kotler (2000 : 36), yaitu :

(21)

“Satisfaction is a persons feeling of pleasure or dissapointment resulting from comparing a products perceived performance (or outcome) in relation to his or her expectations”.

Definisi tersebut dapat diartikan sebagai berikut :

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.

3. Perluasan Pangsa Pasar

Di berbagai pasar, kenaikan pangsa pasar dalam jumlah kecil berarti peningkatan penjualan yang amat besar. Secara rata-rata diketahui bahwa kemampuan menaikan laba perusahaan dipengaruhi oleh peningkatan pangsa pasar. Atas dasar temuan ini, banyak perusahaaan berusaha memperluas pangsa pasarnya untuk memperbaiki kemampuan untuk menghasilkan laba.

2.7 Peranan Auditor Internal dalam Mengevaluasi Efektivitas Penjualan Apabila manajemen perusahaan benar-benar mengharapkan suatu pendapatan yang diharapkan, maka aktivitas penjualan dalam pelaksanaannya tidak akan terlepas dari kegiatan pengendalian. Dalam kaitannya dengan pengendalian atas penjualan, manajemen memerlukan adanya laporan-laporan untuk menganalisis aktivitas tersebut yang mengungkapkan penyimpangan-penyimpangan dari tujuan, standar, atau kriteria yang ditetapkan agar segera diambil suatu tindakan perhatian. Untuk memeriksa dan menilai keefektifan penjualan dalam suatu perusahaan, maka diperlukan auditor internal.

Hasil audit dari auditor internal akan mengurangi atau mencegah penyelewengan, kesalahan dalam pengendalian. Karena auditor internal akan mengecek secara rutin dan terus-menerus untuk ketepatan dan perbaikan dari pengendalian intern perusahaan.

Jadi dengan adanya audit internal atas penjualan maka dapat membantu tercapainya efektivitas penjualan pada perusahaan, yang meliputi audit atas semua

(22)

aspek pengendalian intern penjualan. Jika terjadi ketidakefektifan penjualan, maka kemudian berikan saran dan laporkan kepada manajemen, selanjutnya manajemen melakukan tindak lanjut, kemudian tindak lanjut tersebut diperiksa hingga berhasil. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, auditor internal dapat memberikan pengaruh positif dalam mengevaluasi efektivitas penjualan.

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan adalah pada jenis penelitiannya yaitu menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan metode pra eksperimental, variabel

Pemetaan level kebisingan di wilayah perencanaan dilakukan dengan penambahan titik-titik tambahan sejauh 200 meter, 400 meter, dan 600 meter kearah menjauhi titik pengambilan

Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi

Dari masalah diatas, kami tertarik untuk membuat usaha plakat custom yang saat ini pesaingnya tidak terlalu banyak dan pasar untuk produk ini masih terbuka secara luas... 4 BAB II

In turn, Islamic Microfinance-based groups emerged in the hope of further empowering the poor and ensure that financial services can be viable for them and they are able to

Dalam sejarah tentang akhlaq tasawuf, banyak sekali pembahasan-pembahasan yang menyangkut tentang akhaq manusia, baik dari masyarakat islam terdahulu ataupun

Berdasarkan analisis pada hasil focus group discussion dan analisis instrumen ditemukan ada beberapa pandangan terkait dengan upaya pencegahan kekerasan dalam rumah

Dalam kasus jarak utama dengan persamaan  persamaan ini telah telah diselesaikan dengan menyusun sebuah potongan yang diindikasikan dengan OA pada