• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme nabati yang disebut fitobenthos dan organisme hewani yang disebut zoobenthos. Nybakken (1992) menggolongkan benthos berdasarkan ukurannya ke dalam tiga golongan, yaitu:

1. Makrobenthos, dengan ukuran lebih dari 1 mm. 2. Meiobenthos, dengan ukuran 0,1-1 mm.

3. Mikrobenthos, dengan ukuran lebih kecil dari 0,1 mm.

Benthos juga dapat dikelompokkan berdasarkan kebiasaan makan yaitu suspension feeder dan deposit feeder. Suspension feeder adalah benthos yang menyaring partikel-partikel yang melayang-layang di perairan, sedangkan deposit feeder adalah benthos yang mempunyai sifat memakan detritus di dasar perairan sebagai makanan (Odum 1993).

Hewan bentos hidup relatif menetap sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu, karena hewan bentos terus-menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah (Wetzel 2001). Di antara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok makro avertebrata. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobenthos (Nybakken 1992).

Informasi keberadaan organisme benthos di suatu perairan sangat penting untuk diketahui terutama dalam bidang ekologi dan perikanan. Kaitan dengan perikanan, benthos termasuk makanan alami yang disukai ikan-ikan (Nybakken 1992). Dalam komunitas perairan, makrozoobenthos memiliki peranan yang penting dalam mendaur ulang bahan organik sehingga dapat digunakan dalam menduga tingkat kesuburan perairan. Menurut Odum (1993), organisme bentik mempunyai hubungan yang erat sekali dengan sumberdaya perikanan melalui hubungan rantai makanan. Hubungan ini berdasarkan atas rantai makanan detritus yang dimulai dari organisme mati. Organisme mati ini diuraikan oleh

(2)

mikroorganisme, kemudian mikroorganisme beserta hancurannya dimakan oleh pemakan detritus (detrivor). Detrivor ini selanjutnya dimakan oleh beberapa jenis ikan dan udang.

Dibandingkan dengan menggunakan parameter fisika dan kimia, indikator biologis dapat lebih menggambarkan kondisi suatu perairan. Hal ini karena komunitas biota perairan (flora atau fauna) menghabiskan seluruh hidupnya di lingkungan tersebut, sehingga bila terjadi pencemaran akan bersifat akumulatif atau penimbunan. Di samping itu, indikator biologis merupakan petunjuk yang mudah untuk memantau terjadinya pencemaran. Adanya pencemaran lingkungan akan menyebabkan penurunan keanekaragaman spesies dan rantai makanannya menjadi lebih sederhana, kecuali bila terjadi penyuburan (Hynes 1978).

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan makrozoobenthos dapat dijadikan indikator biologis, beberapa di antaranya dinyatakan oleh Forbes (1913) in Whitton (1975) yaitu:

1. Memiliki kepekaan yang berbeda terhadap berbagai jenis bahan zat pencemar.

2. Kemampuan bermigrasi rendah apabila kondisi perairan tidak sesuai, tidak seperti ikan.

3. Mudah ditangkap dan dipisahkan ke dalam beberapa jenis serta memiliki kelangsungan hidup yang panjang.

4. Mudah diidentifikasi dan dianalisis bila dibandingkan dengan organisme mikroskopis.

Gaufin (1958) in Whitton (1975) mengelompokkan benthos berdasarkan kepekaan terhadap derajat pencemaran yang disebabkan oleh bahan organik, yaitu:

1. Intoleran adalah benthos yang dapat bertahan hidup pada perairan dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai pada perairan kaya bahan organik. Jika kualitas lingkungan menurun maka mereka akan digantikan oleh organisme yang kurang sensitif.

2. Fakultatif adalah benthos yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi lingkungan yang lebih luas dibandingkan dengan organisme intoleran. Walaupun organisme ini mampu bertahan di daerah yang kaya bahan organik namun tidak dapat menolerir tekanan lingkungan yang tinggi.

(3)

3. Toleran adalah benthos yang dapat tumbuh dan berkembang pada kisaran kualitas lingkungan yang sangat luas dan sering dijumpai di perairan yang tercemar. Umumnya organisme ini kurang sensitif dan dapat melimpah dalam perairan yang tercemar bahan organik yang tinggi.

Struktur komunitas makrozoobenthos dapat pula digunakan untuk menduga kondisi suatu perairan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kondisi perairan berdasarkan keberadaan kelompok intoleran, fakultatif, dan toleran dalam struktur komunitas makrozoobenthos di suatu perairan (Whitton 1975)

Kondisi perairan Struktur Komunitas

Bersih Komunitas makrozoobenthos yang seimbang dengan beberapa

spesies intoleran yang hidup dengan diselingi populasi fakultatif, tidak ada spesies yang mendominasi.

Tercemar sedang Penghilangan atau pengurangan sejumlah spesies intoleran dan beberapa kelompok fakultatif, serta satu atau dua spesies toleran yang mulai mendominasi

Tercemar Komunitas makrozoobenthos dengan jumlah terbatas diikuti oleh penghilangan dari kelompok intoleran dan fakultatif. Kelompok toleran mulai melimpah merupakan tanda perairan tercemar bahan organik

Tercemar berat Penghilangan hampir seluruh hewan makroinvertebrata, kemudian diganti oleh perkembangan cacing Oligochaeta dan organisme yang mampu bernapas di udara

Warren (1971) in Ravera (1978) menyatakan bahwa pada suatu lokasi yang memiliki karakteristik fisika-kimia yang tidak terlalu ekstrim, tumbuhan dan hewan memiliki kesempatan untuk berkolonisasi akan membentuk suatu kumpulan spesies setelah beberapa waktu. Hubungan yang kompleks antar spesies (complex interrelationships) akan berkembang di antara spesies tersebut dan kondisi dari lokasi dimana spesies tersebut tinggal. Setelah beberapa waktu, jika kondisinya tidak terlalu berubah, kumpulan spesies ini akan membentuk suatu karakteristik yang pasti. Selanjutnya karakter tersebut dapat dianggap sebagai sebuah komunitas biologis.

(4)

Perubahan komunitas adalah gambaran dari perubahan populasi yang menyusun komunitas. Ravera (1978) mengatakan bahwa dalam lingkungan yang dinamis, analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas hewan bentos dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas perairan. Karena adanya keterkaitan yang kompleks, perubahan lingkungan atau sumberdaya yang terjadi dalam komunitas akan menyebabkan perubahan satu atau lebih populasi yang ada di dalamnya. Hal ini memungkinkan terjadinya pergantian populasi oleh kelompok organisme lain yang dapat dibedakan sebagai sebuah komunitas lain yang baru sehingga organisme suatu populasi akan menjadi indikator bagi perubahan lingkungan.

2.2. Substrat Dasar Perairan

Substrat merupakan tempat tinggal tumbuhan dan hewan yang hidup di dasar perairan atau di permukaan benda yang ada di kolom perairan. Substrat juga berguna sebagai habitat, tempat mencari makan, dan memijah bagi sebagian besar organisme akuatik (Tonkes et al. 2000). Menurut Hynes (1978), faktor utama yang menentukan penyebaran, kepadatan, dan komposisi jenis bentik adalah substrat dasar perairan, yaitu lumpur, pasir tanah liat berpasir, kerikil, dan batu. Tipe substrat suatu perairan akan mempengaruhi penyebaran, kepadatan, dan komposisi benthos. Penyebaran dan kepadatan makrozoobenthos berhubungan dengan diameter rata-rata butiran sedimen, kandungan debu dan liat, serta cangkang-cangkang biota yang telah mati, yang secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar ukuran butiran berarti semakin kompleks substrat, sehingga semakin beragam pula jenis makrozoobenthosnya (Welch 1980).

Menurut Sverdrup (1961) in Didin (1999) terdapat hubungan antara kandungan bahan organik dengan partikel sedimen. Pada sedimen halus persentase bahan organik lebih tinggi daripada sedimen yang kasar. Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang sehingga memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan organik ke dasar perairan. Sedangkan sedimen kasar kandungan bahan organiknya lebih rendah karena arusnya lebih deras sehingga partikel yang lebih halus tidak sempat mengendap.

Odum (1993) menyatakan bahwa substrat dasar yang berupa batu-batu pipih dan batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang baik bagi organisme bentik yang

(5)

memiliki kepadatan dan keanekaragaman yang besar dibandingkan dengan perairan yang berpasir dan berlumpur halus.

2.3. C-organik Substrat

Kandungan bahan organik substrat dipengaruhi oleh tekstur substrat. Tingginya bahan organik di substrat perairan ini berasal dari hewan atau tumbuhan yang membusuk dan aliran sungai-sungai yang membawa bahan organik tersuspensi yang kemudian mengendap di dasar perairan. Bahan organik akan berubah menjadi detritus yang dapat menjadi bahan makanan bagi makrozoobenthos, dalam jumlah yang cukup akan menyokong kehidupan, akan tetapi dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan gangguan karena terjadi pembusukan (Wotton 1994).

Bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan bagi hewan bentik, sehingga jumlah dan laju pertambahan bahan organik dalam sedimen mempunyai pengaruh yang besar terhadap populasi organisme dasar. Sedimen yang kaya akan bahan organik sering didukung oleh melimpahnya fauna yang didominasi oleh deposit feeder. Sebaliknya, suspension feeder mendominasi sedimen dasar bersubstrat pasir yang miskin akan bahan organik. Jumlah dan laju pertambahan kandungan bahan organik memiliki pengaruh yang besar terhadap populasi organisme dasar (Wood 1987).

2.4. Parameter Fisika 2.4.1. Suhu

Suhu merupakan pengatur utama proses fisik dan kimia yang terjadi di perairan. Suhu air secara tidak langsung akan mempengaruhi kelarutan oksigen dan secara langsung mempengaruhi proses kehidupan organisme seperti pertumbuhan dan reproduksi (Huet dan Timmermans 1971 in Effendi 2003).

Suhu yang layak untuk kehidupan organisme air tawar berkisar antara 20-30 0C dengan suhu optimum berkisar antara 25-28 0C (Huet dan Timmermans 1971 in Effendi 2003). Suhu antara 35-40 0C sudah merupakan lethal temperature bagi makrozoobenthos (Welch 1980).

(6)

2.4.2. Kekeruhan

Kekeruhan perairan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air (Davis dan Cornwell 1991 in Effendi 2003). Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya (Effendi 2003). Banyak organisme akuatik, khususnya filter feeder, tidak dapat mentolerir konsentrasi bahan inorganik dalam jumlah yang besar (Wetzel 2001). Baku mutu kekeruhan bagi makrozoobenthos menurut Pescod (1971) adalah 30 NTU.

2.4.3. Kedalaman

Pada umumnya beberapa jenis makrozoobenthos dapat ditemukan pada kedalaman yang berbeda (Odum 1993). Menurut Basmi (2000), kedalaman dasar perairan dari permukaan air yang dangkal umumnya mempunyai variasi habitat yang lebih besar daripada dasar perairan yang lebih dalam. Dasar perairan yang dangkal cenderung mempunyai makrozoobenthos yang beranekaragam dan interaksi kompetisi yang lebih kompleks. Perairan yang dangkal juga memungkinkan bagi partikel-partikel tersuspensi untuk mengendap yang merupakan sumber makanan bagi makrozoobenthos.

2.4.4. Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid, TSS)

Padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi dan tidak larut dalam air serta tersaring pada kertas saring Millipore dengan ukuran pori-pori 0,45 µm (APHA 1995). Menurut Fardiaz (1992), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air, sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis dan kekeruhan air juga semakin meningkat. Sedimentasi yang terjadi akan melapisi substrat tempat hidup makrozoobenthos sehingga keanekaragaman dan kelimpahannya menurun (Hawkes dan Davies 1979). Baku mutu TSS menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas III yaitu air yang diperuntukkan bagi kegiatan perikanan adalah 400 mg/l.

(7)

2.4.5. Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS)

Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid, TDS) adalah bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 µm (Rao 1992 in Effendi 2003). Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan (Effendi 2003). Baku mutu TDS menurut PP RI no. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas III yaitu air yang diperuntukkan bagi kegiatan perikanan adalah 1000 mg/l.

2.5. Parameter Kimia 2.5.1. pH

Nilai pH menyatakan intensitas keasaman dari suatu contoh air dan mewakili konsentrasi ion hidrogennya. Konsentrasi ion hidrogen ini akan berdampak langsung terhadap keanekaragaman dan distribusi organisme serta menentukan reaksi kimia yang akan terjadi (Boyd 1982).

Effendi (2003) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7,0-8,5. Umumnya danau memiliki pH sekitar 6-9 (Goldman dan Horne 1983). Hynes (1978) menerangkan bahwa nilai pH di bawah 5 atau di atas 9 sangat tidak menguntungkan bagi kehidupan makrozoobenthos. Nilai pH yang optimum bagi kehidupan makrozoobenthos yaitu antara 6,5-8,0.

2.5.2. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)

Oksigen terlarut adalah konsentrasi oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen sangat penting bagi pernapasan dan merupakan salah satu komponen utama bagi metabolisme ikan dan organisme lainnya yang dapat berasal dari proses fotosintesis fitoplankton dan tanaman air serta difusi udara (APHA 1995).

Menurunnya kandungan oksigen akan menyebabkan kematian spesies-spesies yang peka terhadap penurunan oksigen dan digantikan oleh spesies-spesies-spesies-spesies yang lebih adaptif. Kandungan oksigen terlarut sangat penting bagi makrozoobenthos, terutama dalam proses respirasi dan dekomposisi bahan organik (Odum 1993). Welch (1980) menambahkan bahwa meskipun oksigen terlarut

(8)

sangat rendah, tapi benthos mempunyai daya toleransi yang tinggi. Benthos dapat bertahan hidup pada konsentrasi oksigen 1 mg/l.

2.5.3. Kebutuhan oksigen biologi (Biological Oxygen Demand, BOD)

Kebutuhan oksigen biologi atau Biological Oxygen Demand adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik (terutama proses respirasi pada keadaan aerob). Proses dekomposisi bahan organik di perairan tidak terjadi sekaligus, tapi tergantung dari kadar bahan organik yang akan diuraikan (APHA 1995). Menurut Sugiharto (1987), jika bahan organik yang belum terolah dibuang ke badan air maka bakteri akan menggunakan oksigen untuk proses pembusukannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa nilai BODyang besar pada dasarnya tidak baik untuk perairan karena menunjukkan bahwa perairan tersebut telah tercemar bahan organik dan mengalami penurunan kualitas. Tingginya nilai BOD menunjukkan aktivitas organisme yang semakin tinggi dalam menguraikan bahan organik (APHA 1995). Baku mutu nilai BOD menurut PP RI no. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas III yaitu air yang diperuntukkan bagi kegiatan perikanan adalah 6 mg/l.

2.5.4. Kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD)

Kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan ujicoba selama tiga menit untuk menentukan kebutuhan langsung oksigen dari contoh yang disebabkan oleh zat anorganik yang dapat dioksidasi maupun zat organik yang telah dioksidasi oleh potassium permanganat. Ujicoba ini dengan cepat menunjukkan kebutuhan langsung oksigen yang disebabkan oleh zat-zat anorganik yang dapat dioksidasi, seperti nitrit, sulfida, sulfit, dan sebagainya; maupun oleh zat-zat organik yang dapat dioksidasi dengan mudah (Mahida 1981). Mahida (1981) menyatakan bahwa COD juga digunakan secara luas sebagai suatu ukuran kekuatan pencemaran dari air limbah domestik maupun sampah industri. Ujicoba ini secara khusus bernilai apabila BOD tidak dapat ditentukan karena terdapatnya bahan-bahan beracun. Manfaat lain adalah waktunya yang singkat (hanya tiga jam). Ujicoba ini tidak membedakan antara zat organik yang stabil dan tidak stabil.

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa objek penelitian dalam analisis kekuatan massa batuan pada batugamping di daerah Gunung Sudo, Kabupaten Gunung Kidul terdiri dari : kondisi topografi dan

Dapat disimpulkan bahwa istilah hasil belajar merupakan perubahan diri pada peserta didik,menciptakan karakteristik baru pada peserta didik itu sendiri sehingga dapat suatu

satu bentuk dari adanya otonomi desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan asset desa di Desa Sitirejo, otonomi apa saja yang terlihat, serta faktor

Pemberian nutrisi bayi berat lahir rendah (BBLR) tidak sama dengan pemberian pada  Pemberian nutrisi bayi berat lahir rendah (BBLR) tidak sama dengan pemberian pada  bayi cukup

Membuat dan menyelesaikan model matematika dari masalah n Membuat dan menyelesaikan model matematika dari masalah n yata yang berkaitan yata yang berkaitan dengan persamaan

Penjelasan yang sampaikan Pak Ishak dan Pak Djunaidi bahwa aset yang dimiliki oleh UMMU yaitu aset yang bernilai ekonomi dan dimanfaatkan untuk mewujudkan dakwah Muhammadiyah di

Wibowo dan Untung (2005: 2-7) menyebutkan beberapa pendapat terkait bunga bank, pertama; alasan yang mendukung penerapan bunga bank. a) bunga atas pinjaman adalah

Dimana peluang usaha adalah kesempatan yang bisa di dapat oleh semua orang dengan mengandalkan kemampuan atau potensi diri yang ada pada dirinya dengan