• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN DEREGULASI SEPTEMBER 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN DEREGULASI SEPTEMBER 2015"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN

KEBIJAKAN DEREGULASI

SEPTEMBER 2015

7 Oktober 2015

(2)

Sumber: BPS 6.3 6.4 6.17 6.11 6.02 5.81 5.62 5.72 5.22 5.12 5.01 5.01 4.72 4.67 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 Q1 2012 Q2 2012 Q3 2012 Q4 2012 Q1 2013 Q2 2013 Q3 2013 Q4 2013 Q1 2014 Q2 2014 Q3 2014 Q4 2014 Q1 2015 Q2 2015

Pertumbuhan Ekonomi (%)

104.00 106.00 108.00 110.00 112.00 114.00 116.00 118.00 120.00 122.00

Indeks Harga Konsumen (IHK)

2014 - Juni 2015 (2012=100)

100 105 110 115 120 125

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK), 2014 - Juni 2015

20,14%

7%

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN NASIONAL

Ekonomi Indonesia II/2015 tumbuh 4.67%, melambat dibanding capaian II/2014 yang tumbuh 5.03% dan

Q-I/2015 yang tumbuh 4.72%.

Konsumsi rumah tangga Q-I/2015 tumbuh 4,70% yoy, Q-II/2015 tumbuh 4,97% yoy, menurun dibandingkan dengan

rata-rata tingkat pertumbuhan 5,3% tahun 2014. Padahal porsi kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB

sebesar 55%, sehingga menjadi mesin penggerak perekonomian nasional.

Ekonomi Indonesia II/2015 tumbuh 4.67%, melambat dibanding capaian II/2014 yang tumbuh 5.03% dan

Q-I/2015 yang tumbuh 4.72%.

Konsumsi rumah tangga Q-I/2015 tumbuh 4,70% yoy, Q-II/2015 tumbuh 4,97% yoy, menurun dibandingkan dengan

rata-rata tingkat pertumbuhan 5,3% tahun 2014. Padahal porsi kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB

sebesar 55%, sehingga menjadi mesin penggerak perekonomian nasional.

(3)

3

MENURUNNYA PERANAN EKSPOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

Ekspor menurun relatif tajam selama SI/2015 sebesar -11,86% (yoy), sehingga kenaikan surplus perdagangan pada SI/2015

sebesar USD 4,35 Milyar atau meningkat 485,34% (yoy) disebabkan oleh tingginya penurunan impor pada periode yang sama

sebesar -17,81% (yoy).

Ekspor tidak berperan banyak dalam surplus perdagangan, bahkan trend neraca perdagangan non migas selama 2010-2014

adalah -21,17%. Ekspor juga tidak berperan dalam meningkatkan volume perdagangan karena trend volume perdagangan

sebesar 3,53% lebih banyak dikontribusi oleh trend impor sebesar 6,14%.

Share volume perdagangan Indonesia sejak dulu

masih rata-rata 1% dari volume perdagangan dunia.

Rasio Ekspor Non Migas Terhadap PDB Indonesia (%)

32.10 34.10 31.00 29.40

29.80 24.14 24.58 26.36

24.59 23.98 23,78

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(4)

PERTUMBUHAN KONSUMSI PEMERINTAH, RUMAH TANGGA,

DAN PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

Q-I/2012 Q-II/2012 Q-III/2012 Q-IV/2012 Q-I/2013 Q-II/2013 Q-III/2013 Q-IV/2013 Q-I/2014 Q-II/2014 Q-III/2014 Q-IV/2014 Q-I/2015 Q-II/2015 Konsumsi Pemerintah 7.7% 16.8% -2.0% -0.1% 3.0% 3.2% 12.4% 7.9% 6.1% -1.5% 1.3% 2.8% 2.2% 2.3% PMTB 7.0% 10.1% 9.5% 9.8% 7.9% 5.5% 6.0% 2.1% 4.7% 3.7% 3.9% 4.3% 4.3% 3.6% Konsumsi RT 12.0% 13.0% 12.1% 10.8% 11.8% 10.9% 12.9% 13.2% 11.9% 11.7% 8.9% 9.4% 7.9% 8.4% -5.0% 0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0%

(5)

5

GAMBARAN PENURUNAN PORSI PERAN KONSUMSI RUMAH

TANGGA DAN PMTB

Q-I/2012 Q-II/2012 Q-III/2012 Q-IV/2012 Q-I/2013 Q-II/2013 Q-III/2013 Q-IV/2013 Q-I/2014 Q-II/2014 Q-III/2014 Q-IV/2014 Q-I/2015 Q-II/2015 Konsumsi Pemerintah 7 9.09 8.3 11.14 6.84 8.65 9.21 11.47 6.79 8.02 9.32 11.58 6.59 8.87 PMTB 31.42 32.29 32.67 34.13 31.25 31.9 31.04 32.39 30.87 31.4 31.05 33.38 32.65 32.28

Konsumsi Rumah Tangga 54.34 53.58 54.47 56.08 55.75 55.47 55.70 56.25 56.75 55.84 55.03 56.90 56.04 54.67

PDB 6.11 6.16 6.08 6.03 5.61 5.6 5.57 5.58 5.14 5.08 5.03 5.02 4.72 4.67 0 1 2 3 4 5 6 7 0 10 20 30 40 50 60 RATA-RATA SHARE TERHADAP PDB Konsumsi Pemerintah 8.8% Konsumsi Rumah Tangga 55.5% PMTB 32.1% RATA-RATA PERTUMBUHAN PDB 5.5%

(6)

PELUANG INDONESIA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN GLOBAL

 Pertumbuhan ekonomi global masih melambat meskipun ekonomi USA telah pulih, namun beberapa maju tahun 2016 akan tumbuh mendekati rata-rata pertumbuhannya dalam 10 tahun terakhir.

 Dalam Q-II/2015, pertumbuhan ekonomi Jepang mengalami peningkatan menjadi 0.7% dari sebelumnya -0.8% sedangkan untuk Tiongkok tetap senilai 7% dan Amerika Turun menjadi 2.7% dari sebelumnya 2.9%.

Unemployment rate Q-II/2015, Tiongkok dan Amerika masing – masing menurun menjadi 4.04% dan 5.3% dan Jepang tetap senilai 3.5%.

 Pemulihan ekonomi global kedepan menjadi peluang bagi ekspansi ekonomi Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi negara berkembang

utama berada di bawah rata-rata

angka

pertumbuhan 10 tahun terakhir

Meskipun proyeksi pertumbuhan ekonomi

nasional terkoreksi sebesar 4,7% untuk tahun

2015,

turun

dari

proyeksi

sebelumnya

sebesar 5,2% karena pertumbuhan output riil

melambat menjadi 4,7% yoy pada Q-I/2015

dan 4,67% pada Q-II/2015, laju pertumbuhan

paling

lambat

sejak

2009,

namun

diperkirakan pertumbuhan tahun 2015 dapat

mencapai 4,9% - 5%, dan apabila kebijakan

deregulasi cepat efektif maka pertubuhan

(7)

7

RESPON TERHADAP PERLAMBATAN PERTUMBUHAN EKONOMI

DAN DEPRESIASI RUPIAH

Ditengah melemahnya perekonomian dunia yang berdampak kepada perekonomian nasional,

pemerintah telah dan akan terus melakukan upaya menggerakkan ekonomi nasional melalui

berbagai paket kebijakan ekonomi:

I.

Mengembangkan Ekonomi Makro yang Kondusif

Pemerintah bersama-sama dengan Otoritas Moneter (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

melakukan langkah-langkah dalam upaya menciptakan kondisi ekonomi makro yang kondusif,

yaitu

:

1.

Stabilisasi Fiskal dan Moneter (Termasuk Pengendalian Inflasi)

2.

Percepatan Belanja

3.

Penguatan Neraca Pembayaran

II.

Menggerakkan Ekonomi Nasional

Pemerintah melakukan serangkaian kebijakan deregulasi, debirokratisasi dan memberikan insentif

fiskal dalam rangka menggerakan perekonomian nasional (sektor riil). Pada tahap I meliputi:

1.

Mendorong Daya Saing Industri Nasional (Deregulasi, Debirokratisasi, Insentif Fiskal)

2.

Mempercepat Proyek Strategis Nasional

3.

Meningkatkan Investasi di Sektor Properti

III.

Melindungi Masyarakat Berpendapatan Rendah dan Menggerakan Ekonomi Pedesaan

Pemerintah melakukan langkah-langkah untuk melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan

masyarakat pedesaan dari dampak melemahnya ekonomi nasional:

1.

Stabilisasi Harga Pangan

2.

Percepatan Pencairan Dana Desa*

)

3.

Penambahan Rastera 13 dan 14*

)

*

)

Dikoordinasikan oleh Menko PMK

(8)

MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL

Perlunya deregulasi untuk melepas tambahan beban bagi industri, percepatan

penyelesaian kesenjangan daya saing industri, dan inisiatif baru untuk mendorong

(9)

9

MENURUNNYA PORSI PERAN INDUSTRI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

*) Preliminary; **)

Very Preliminary

Source: Indonesian Statistics Bureau (BPS); http://www.bps.go.id/li nkTabelStatis/view/id/1 202 (accessed 04 October 2015)

1.

Industri pengolahan memilki peran terbesar pada pembentukan PDB nasional di setiap tahunnya

namun terus menurun dimana pada tahun 2005 porsi peran Industri sebesar 28,09% sedangkan

pada bulan Mei 2015 menjadi 20.91%.

2.

Subsektor Industri yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB selama 5 tahun terakhir

(2011-2015) secara berurutan adalah: Industri Makanan dan Minuman, Industri Barang Logam,

Industri Alat Angkutan, Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional dan Industri Tekstil dan

Pakaian Jadi.

14.33 8.06 20.91 1.16 0.07 9.86 13.26 4.69 3.11 3.48 3.82 2.85 1.63 3.8 3.36 1.04 1.63

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

(10)

TREND PERTUMBUHAN INDUSTRI PENGOLAHAN NON-MIGAS UTAMA

RELATIF MENURUN

2011 2012 2013 2014 Semester I 2014 Semester I 2015 Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik,

Optik; dan Peralatan Listrik 8.79 11.64 9.22 2.92 0.06 8.91

Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 8.66 12.78 5.10 3.89 4.43 7.78

Industri Alat Angkutan 6.37 4.26 14.95 3.94 3.01 2.65

Industri Makanan dan Minuman 10.98 10.33 4.07 9.54 10.17 8.45

Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 6.49 6.04 6.58 1.53 2.83 -4.09

-10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

(11)

11

PENURUNAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PENGOLAHAN NON MIGAS

SEMESTER I TAHUN 2015

Pertumbuhan sektor industri non-migas Indonesia pada SM-I/2015 sebesar 5,26% menurun 0,29% jika dibandingkan

dengan semester yang sama pada tahun 2014, dimana pertumbuhan tertinggi dicapai oleh

industri Barang logam

sebesar 8.91%,

industri makanan dan minuman

sebesar 8.45%,

industri kimia farmasi

sebsar 7.78% serta

industri

logam dasar

sebesar 7.54%. Sedangkan cabang yang mengalami penurunan adalah

Industri Furniture, Kertas, dan

Tekstil dan Pakaian Jadi

.

8.46 4.6 -4.09 3.99 -0.4 -2.04 7.78 2.69 6.18 7.54 8.91 1.81 2.65 6.55 2.55 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Sumber : BPS diolah Kemenperin

Nilai

1 Industri Makanan dan Minuman 2 Industri Pengolahan Tembakau 3 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi

4 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki

5 Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya

6 Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman

7 Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 8 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 9 Industri Barang Galian bukan Logam 10 Industri Logam Dasar

11 Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik

12 Industri Mesin dan Perlengkapan 13 Industri Alat Angkutan

14 Industri Furnitur

15 Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan

(12)

PERKEMBANGAN UTILISASI INDUSTRI 2010-2013

Sampai dengan tahun 2013 umumnya

utilisasi kapasitas industri relatif baik

(diatas 60%), dimana cabang industri

yang tinggi utilisasinya adalah:

• Industri

Mesin

dan

Perlengkapan

dengan tingkat utilisasi 85,99%;

• Industri kertas dan barang dari kertas,

tetapi

pada

semester

I

2015

pertumbuhannya menurun -2,04;

• Industri kulit, barang dari kulit dan alas

kaki dengan tingkat utilisasi mencapai

82,41%;

• Industri

tekstil

dan

pakaian

jadi

dengan

utilisasi

sebesar

80,71%,

tetapi

pertumbuhannya

menurun

-4,09%.

Dengan menurunnya impor bahan

baku

dan

barang

modal

sampai

dengan

S-I/2015

masing-masing

sebesar -18,69% dan -16,24%, maka

diperkirakan

utilisasi

kapasitas

industri akan jauh menurun.

NO LAPANGAN USAHA NILAI PRODUKSI KAPASITAS TERPASANG

UTILISASI (%)

1 INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN

769,992,617,135 1,052,790,707,858 73.14 2 INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU

164,160,209,682 244,335,564,311 67.19 3 INDUSTRI TEKSTIL DAN PAKAIAN JADI

185,634,515,084 230,003,083,675 80.71 4 INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT

DAN ALAS KAKI 45,927,707,561 55,727,737,990 82.41 5

INDUSTRI KAYU, BARANG DARI KAYU DAN GABUS (TIDAK TERMASUK

FURNITUR) 39,996,495,087 58,013,503,150

68.94

6 INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI

KERTAS 104,519,302,570 122,925,559,578 85.03 7 INDUSTRI KIMIA, FARMASI DAN OBAT

TRADISIONAL 375,702,504,646 469,359,938,196 80.05 8 INDUSTRI KARET, BARANG DAIRI KARET

DAN PLASTIK 128,526,367,503 170,674,079,703 75.31 9 INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN

LOGAM 84,524,266,808 105,120,678,560 80.41

10 INDUSTRI LOGAM DASAR

101,653,758,571 158,876,529,557 63.98 11 INDUSTRI BARANG LOGAM, KOMPUTER

DAN PERALATAN LISTRIK 202,275,016,960 268,652,870,776 75.29 12 INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN

25,695,212,555 29,883,269,438 85.99 13 INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA

208,306,528,994 261,447,931,295 79.67 14 INDUSTRI FURNITUR

(13)

13

KETIMPANGAN SEBARAN INDUSTRI

*) Angka Sementara Sumber Data: BPS

Industri Mikro Kecil Tahun 2014:

Industri Mikro sebanyak 3,2 juta unit dengan

serapan tenaga kerja 6 juta orang, terbanyak di

Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, NTT, Bali,

dan Sulawesi Selatan.

Industri Kecil sebanyak 284,5 ribu unit dengan

serapan tenaga kerja sebanyak 2,3 juta orang,

terbanyak di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa

Timur, DKI Jakarta, dan NTB.

Industri Mikro Kecil yang mengalami pertumbuhan

negatif pada Q-II/2015 adalah Sumatera Selatan,

NTB, Kalimantan Timur, Riau, Sulawesi Utara, dan

Bangka Belitung.

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013* Luar Jawa 3989 4028 3717 3717 3734 5120 4931 4487 4071 3816 3930 4038 4168 Jawa 17413 17118 16607 16901 16995 24348 23067 21207 20397 19529 19440 19554 19773 Total 21396 21146 20234 20685 20729 29468 27998 25694 24468 23345 23370 23592 23941 0 10,000 20,000 30,000 40,000 Juml ah Ind ust ri

Jumlah Industri Besar dan Sedang di Jawa dan Luar Jawa

Tahun 2001-2013*

Jawa: (82,59%) Luar (17,41%) Luar Jawa: (17,41%)

Industri Sedang dan Besar Tahun 2014:

Jenis industri terbanyak: makanan (5.793 unit),

tekstil (2.304 unit), pakaian jadi (2.034 unit), karet

dan plastik (1.750 unit), barang galian non logam

(1.584 unit), furniture (1.290 unit), kayu, gabus,

bambu, rotan (1.066 unit), logam non mesin (969

unit), kimia (976 unit), dst.

Jenis industri yang menyerap banyak tenaga kerja:

makanan (823,4 ribu), pakaian jadi (473,6 ribu),

tekstil (427,1 ribu), karet dan plastik (357,5 ribu),

pengolahan tembakau (278,9 ribu), kulit alas kaki

(220,7 ribu), dst

Jenis industri yang mengalami penurunan index

produksi: kimia, kertas, pakaian jadi, alas kaki,

karet dan plastik.

(14)

Struktur Industri yang tergantung impor

Ketertinggalan teknologi

Kelemahan infrastruktur, listrik, energi, air, dan kepastian ketersediaan lahan

Ketidakterhubungan antara kegiatan industri dan bahan baku

Inefisiensi biaya logistik dan biaya administrasi (selling and general administration expenses)

Kapasitas, produktivitas, dan hubungan industrial ketenagakerjaan

Beban regulasi, birokrasi, dan penegakan hukum yang menjadi penghambat pengembangan

investasi, efisiensi produksi, kelancaran distribusi, dan kepastian bahan baku

Masalah akses dan beban pembiayaan

Gangguan impor

(15)

PERANAN INDUSTRI TERHADAP EKSPOR

Deregulasi mendorong pengembangan produk dan pasar baru bagi ekspor

hasil industri yang berdaya saing dengan memberikan kelancaran dan efisiensi

(16)

KOMPOSISI PRODUK EKSPOR NON MIGAS INDONESIA

NO

Sektor

2010

2011

2012

2013

2014

2010-2014

Trend(%)

Jan-Jul

Perub.(%)

2015/2014

Peran.(

%) 2015

2014

2015

I.

PERTANIAN

5.001,90

5.165,80

5.569,20

5.713,00

5.770,60

3,94 3.131,20 3.131,80

0,02

3,99

II.

INDUSTRY

98.010,60 122.187,70 116.123,30 113.029,70 117.329,50

2,86 68.506,30 63.316,70

-7,58

80,73

III.

MINING

26.712,60 34.652,00 31.329,90 31.159,50 22.850,00

-4,1 13.122,50 11.966,10

-8,81

15,26

OTHERS

9,9

13

18,7

16,3

10,3

3,02

7

11,3

61,14

0,01

TOTAL EKSPOR NON-MIGAS

129.739,50 162.019,60 153.043,00 149.918,80 145.960,80

1,59 84.767,20 78.426,30

-7,48

100

Rata-rata ekspor produk industri selama 5 tahun (2010-2014) adalah 113 Miliar USD atau 76,5%

dari total ekspor non migas Indonesia selama periode tersebut, dengan trend 2,86% tetapi selama

Januari-Juli 2015 ekspor produk industri menurun -7,58% (yoy).

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan

(17)

17

PERKEMBANGAN PRODUK EKSPOR UTAMA NON MIGAS INDONESIA

NO HS/SEKTOR 2010 2011 2012 2013 2014 2010-2014Trend(%) Jan-Jul Perub.(%) 2015/2014

Peran.( %) 2015

2014 2015

1 15 LEMAK & MINYAK HEWAN/NABATI 16.286,40 21.607,20 21.229,60 19.181,40 21.037,00 4,01 12.166,30 11.210,60 -7,86 14,29 2 27 BAHAN BAKAR MINERAL 18.499,90 27.230,70 26.184,20 24.519,00 20.843,70 1,35 12.752,00 9.967,60 -21,84 12,71 3 85 MESIN/PERLATAN LISTRIK 10.373,20 11.145,40 10.764,80 10.438,40 9.745,70 -1,89 5.620,50 4.939,00 -12,12 6,3 4 71 PERHIAASAN/PERMATA 1.425,10 2.561,70 3.204,90 2.725,50 4.619,40 27,3 2.905,60 3.609,70 24,23 4,6 5 40 KARET DAN BARANG DARI KARET 9.339,70 14.321,10 10.456,00 9.381,10 7.088,30 -9,29 4.435,30 3.500,40 -21,08 4,46 6 87 KENDARAAN DAN BAGIANNYA 2.899,90 3.328,60 4.856,90 4.567,20 5.213,70 16,06 2.790,60 3.153,90 13,02 4,02 7 84 MESIN-MESIN/PESAWAT MEKANIK 4.986,70 5.749,50 6.103,10 5.968,50 5.969,10 4,05 3.476,30 2.995,00 -13,85 3,82 8 64 ALAS KAKI 2.501,80 3.301,90 3.524,60 3.860,40 4.108,40 12,17 2.359,70 2.623,00 11,16 3,34 9 44 KAYU, BARANG DARI KAYU 2.935,40 3.374,70 3.448,50 3.633,00 4.070,50 7,55 2.367,30 2.330,60 -1,55 2,97 10 62 PAKAIAN JADI BUKAN RAJUTAN 3.611,00 4.149,70 3.749,20 3.906,20 3.932,40 1,11 2.399,30 2.329,90 -2,89 2,97 11 48 KERTAS/KARTON 4.186,20 4.169,40 3.937,20 3.756,60 3.743,80 -3,22 2.166,50 2.112,50 -2,49 2,69 12 26 BIJIH, KERAK, DAN ABU LOGAM 8.139,70 7.330,90 5.054,80 6.526,30 1.906,00 -26,06 325,2 1.944,80 498,02 2,48 13 61 BARANG-BARANG RAJUTAN 2.889,90 3.541,10 3.439,80 3.481,40 3.428,30 3,3 2.075,40 1.925,70 -7,22 2,46 14 38 BERBAGAI PRODUK KIMIA 1.806,50 3.577,40 3.751,90 3.710,60 4.060,60 18,02 2.491,00 1.575,80 -36,74 2,01 15 39 PLASTIK DAN BARANG DARI

PLASTIK

2.150,10 2.513,70 2.487,30 2.602,80 2.760,30 5,49 1.595,60 1.367,30 -14,31 1,74 16 55 SERAT STAFEL BUATAN 2.075,20 2.545,90 2.260,90 2.327,80 2.331,50 1,44 1.340,60 1.338,80 -0,13 1,71 17 29 BAHAN KIMIA ORGANIK 2.690,10 3.815,90 2.811,50 2.760,20 3.158,20 -0,03 2.034,30 1.324,00 -34,92 1,69 18 03 IKAN DAN UDANG 1.687,20 2.045,20 2.201,80 2.389,80 2.620,20 10,92 1.452,20 1.231,00 -15,23 1,57 19 73 BENDA-BENDA DARI BESI DAN

BAJA

1.468,00 1.905,80 2.042,40 2.152,00 2.232,90 10,08 1.335,90 1.129,10 -15,48 1,44 20 94 PERABOT, PENERANGAN RUMAH 2.021,90 1.822,20 1.899,40 1.873,60 1.902,10 -0,94 1.129,00 1.078,30 -4,49 1,37 LAIN-LAIN 27.761,20 31.980,40 29.632,00 30.157,00 31.188,30 12,34 17.547,80 16.739,40 -8,08 21,34 TOTAL EKSPOR NON MIGAS 129.739,50 162.019,60 153.043,00 149.918,80 145.960,80 1,59 84.767,20 78.426,30 -7,48 100

Tidak ada perkembangan produk ekspor baru Indonesia selama 5 tahun dalam komposisi produk

utama ekspor Indonesia.

Juta USD

(18)

KINERJA NEGATIF EKSPOR PRODUK INDUSTRI

NO HS/KOMODITAS 2010 2011 2012 2013 2014 Trend(%) 2010-2014 Jan-Jul Perub.(%) 2015/2014 Peran.(%) 2015 2014 2015

1 15 LEMAK & MINYAK HEWAN/NABATI 16.286,40 21.607,20 21.229,60 19.181,40 21.037,00 4,01 12.166,30 11.210,60 -7,86 17,71 2 85 MESIN/PERLATAN LISTRIK 10.373,20 11.145,40 10.764,80 10.438,40 9.745,70 -1,89 5.620,50 4.939,00 -12,12 7,80 3 71 PERHIAASAN/PERMATA 1.425,10 2.561,70 3.204,90 2.725,50 4.619,40 27,3 2.905,60 3.609,70 24,23 5,70 4 40 KARET DAN BARANG DARI KARET 9.339,70 14.321,10 10.456,00 9.381,10 7.088,30 -9,29 4.435,30 3.500,40 -21,08 5,53 5 87 KENDARAAN DAN BAGIANNYA 2.899,90 3.328,60 4.856,90 4.567,20 5.213,70 16,06 2.790,60 3.153,90 13,02 4,98 6 84 MESIN-MESIN/PESAWAT MEKANIK 4.986,70 5.749,50 6.103,10 5.968,50 5.969,10 4,05 3.476,30 2.995,00 -13,85 4,73 7 64 ALAS KAKI 2.501,80 3.301,90 3.524,60 3.860,40 4.108,40 12,17 2.359,70 2.623,00 11,16 4,14 8 44 KAYU, BARANG DARI KAYU 2.935,40 3.374,70 3.448,50 3.633,00 4.070,50 7,55 2.367,30 2.330,60 -1,55 3,68 9 62 PAKAIAN JADI BUKAN RAJUTAN 3.611,00 4.149,70 3.749,20 3.906,20 3.932,40 1,11 2.399,30 2.329,90 -2,89 3,68 10 48 KERTAS/KARTON 4.186,20 4.169,40 3.937,20 3.756,60 3.743,80 -3,22 2.166,50 2.112,50 -2,49 3,34 LAIN-LAIN 39.465,40 48.478,40 44.848,40 45.611,60 47.801,30 21,12 27.818,40 24.512,60 -11,88 38,71 INDUSTRY 98.010,60 122.187,70 116.123,30 113.029,70 117.329,50 2,86 68.506,30 63.316,70 -7,58 80,73

Umumnya ekspor produk utama industri mengalami penurunan selama Januari-Juli 2015

dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014, kecuali alas kaki dan kendaraan bermotor.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan

(19)

19

PERBANDINGAN PERAN EKSPOR INDONESIA

Gambaran Peran Sektor Manufaktur terhadap Kinerja Ekspor Indonesia

Keterangan

2010

2011

2012

2013

2014

Ekspor manufaktur Indonesia

58.420

68.418

67.645

67.871

70.951

Total eskpor Indonesia

157.779

203.497

190.032

182.552

176.293

Share ekspor manufaktur

37%

34%

36%

37%

40%

(Juta USD)

Sumber: WTO

Share Manufaktur Indonesia Terhadap Impor Manufaktur Dunia

Keterangan

2010

2011

2012

2013

2014

Ekspor manufaktur Indonesia

58.420

68.418

67.645

67.871

70.951

Impor Manufaktur Dunia

10.353.577 11.978.791 11.999.173 12.399.604 12.788.420

Share Manufaktur Indonesia

1%

1%

1%

1%

1%

Peran sektor industri terlihat kecil, karena perbedaan definisi antara klasifikasi WTO tentang produk

manufaktur dengan BPS untuk produk industri. Namun demikian, pangsa ekspor manufaktur

Indonesia tidak berkembang di kisaran 1% dari total impor dunia terhadap produk manufaktur.

1.1% 1.5% 2.0% 1.8% 1.8% 1.7% 0.4% 0.5% 0.5% 0.5% 0.5% 0.6% 1.5% 1.9% 2.2% 2.2% 2.2% 2.2% 2.6% 3.4% 3.9% 3.9% 4.0% 4.0% 0.0% 1.0% 2.0% 3.0% 4.0% 5.0% 6.0% 7.0% 8.0% 9.0% 10.0% 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Indonesia Philippina Thailand Singapura

(20)

KECILNYA PERAN PRODUK UNGGULAN INDONESIA TERHADAP

IMPOR DUNIA

Share ekspor Indonesia relatif kecil terhadap impor dunia.

Beberapa komoditi utama Indonesia sangat sensitif terhadap harga komoditi

tersebut di pasaran Internasional, seperti komoditi pertanian dan pertambangan

sehingga diperlukan peningkatan peran lembaga lindung nilai (hedging) dan bursa

komoditi untuk menjamin kepastian harga yang diterima petani dan penambang.

Sumber : Trademap KODE HS DESKRIPSI

2014

EKSPOR INDONESIA (RIBU USD) IMPOR DUNIA (RIBU USD) SHARE EKSPOR INDONESIA TERHADAP IMPOR DUNIA

'2701

Coal; briquettes, ovoids & similar solid fuels manufactured from coal

18.697.800

113.234.229

17%

'1511

Palm oil & its fraction

17.464.905

35.398.365

49%

'2711

Petroleum gases

17.180.283

447.067.462

4%

'2709

Crude petroleum oils

9.271.214

1.502.034.440

1%

'4001

Natural rubber,balata,gutta-percha etc

4.744.753

18.124.040

26%

'8703

Cars (incl. station wagon)

2.641.590

698.781.623

0%

'1513

Coconut (copra),palm kernel/babassu oil & their fractions

2.484.350

6.234.379

40%

'4412

Plywood, veneered panels and similar laminated wood

2.372.471

14.777.695

16%

'3823

Binders for foundry molds or cores; chemical products and residuals

2.367.121

9.284.953

25%

'2713

Petroleum coke, petroleum bitumen & other residues of petroleum

oils

(21)

21

BELUM BERKEMBANGNYA JENIS PRODUK EKSPOR INDONESIA

DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN IMPOR DUNIA

Jumlah Komoditi Ekspor Indonesia di pasar dunia sekitar 88%...

HS Code

yang

Diekspor

Indonesia

88%

HS Code

yang Tidak

Diekspor

Indonesia

12%

HS Code

yang

Diekspor

Indonesia

90%

HS Code

yang Tidak

Diekspor

Indonesia

10%

Jumlah Komoditi (HS Code 4 Digit) Di

dunia yang Diekspor Indonesia Thn 2010

Jumlah Komoditi (HS Code 4 Digit) Di

dunia yang Diekspor Indonesia Thn 2014

(22)

MENURUNNYA KONTRIBUSI DAERAH UTAMA TERHADAP

EKSPOR NON MIGAS NASIONAL

(dalam juta USD)

(23)

PERANAN INDUSTRI TERHADAP INVESTASI

Deregulasi bertujuan untuk mempermudah investasi sektor industri baik untuk

pengembangan cabang-cabang industri maupun untuk meningkatkan ekspor

(24)

INVESTASI ASING SEKTOR INDUSTRI MENURUN

P : Jumlah Izin Usaha;

I : Nilai Realisasi Investasi

Sumber : BKPM diolah Kemenperin

Nilai investasi PMDN sektor industri s.d Mei 2015 sebesar Rp 25,56 triliun atau tumbuh sebesar 111,83% dibanding Mei Tahun 2014

sebesar Rp 12,06 triliun. Investasi sektor industri memberikan kontribusi sebesar 59,54% dari total investasi PMDN s.d Mei 2015

sebesar Rp 42,93 triliun. Tetapi nilai investasi PMA sektor industri s.d Mei 2015 mencapai USD 2,50 milyar atau menurun sebesar

-22,05% dibandingkan Mei 2014 sebesar USD 3,21 milyar. Investasi PMA sektor industri memberikan kontribusi sebesar 34,03% dari

NO

SEKTOR

PMDN

PMA

Mei 2014

Mei 2015

% (I)

Mei 2014

Mei 2015

% (I)

P

I

P

I

P

I

P

I

1.

Industri Makanan

120 4.928,9 292 7.972,8 61,76 271 1.287,1

304

201,2 -84,37

2.

Industri Tekstil

17 190,4 64 1.688,7 786,78 89 81,9

195

70,6 -13,76

3.

Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki

1 - 6 5,4 100 37 17,5

55

55,4 -215,67

4.

Industri Kayu

2 2,7 25 28,7 952,11 23 2,7

27

12,3 360,47

5.

Ind. Kertas & Percetakan

12 1.446,6 32 655,8 -54,67 31 21,4

54

134,3 528

6.

Ind. Kimia dan Farmasi

26 2.510,9 95 7.043,6 180,53 170 468,1

193

412,8 -11,83

7.

Ind. Karet dan Plastik

41 1.171,3 89 1.333,6 13,86 89 239,6

158

174,4 -27,23

8.

Ind. Mineral Non Logam

14 1.436,0 50 2.772,5 93,07 47 164,3

62

456,0 177,50

9.

Ind. Logam, Mesin & Elektronik

26 366,8 110 3.337,3 809,95 275 460,4

541

609,9 32,47

10.

Ind. Instru. Kedokteran, Presisi &

Optik dan Jam

2 2,6 3 - -100 3 -

1

-

-11.

Ind. Kendaraan Bermotor & Alat

Transportasi Lain

3 11,4 27 701,7 6063,92 126 421,6

206

373,4 -11,44

12.

Industri Lainnya

- 4.928,9 18 22,6 100 70 53,9

90

8,7 -83,85

(25)

25

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia Untuk Sektor Industri

Industri PMDN Industri PMA

PENYERAPAN TENAGA KERJA MENURUN DALAM INVESTASI SEKTOR INDUSTRI

Sumber: BKPM

PMDN, terjadi penurunan penyerapan TKI dari sebesar 279.099 tahun 2012 menjadi hanya 124.135 tahun

2014 (turun sebesar 56%).

PMA, terjadi penurunan penyerapan TKI dari sebesar 510.540 tahun 2012 menjadi hanya 222.345 tahun

(26)

KEBIJAKAN DEREGULASI TAHAP I

(27)

27

1.

Tujuan:

Kebijakan Deregulasi ini

diarahkan untuk mendorong daya saing industri, dengan

a.

Pemulihan Efisiensi: Memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri/utilisasi kapasitas industri,

dan menghilangkan distorsi industri yang membebani konsumen, dengan melepas tambahan

beban regulasi dan birokrasi bagi industri, seperti: mempermudah pengadaan bahan baku hasil

pertanian, perikanan, perkebunan, dan pertambangan; menghilangkan kewajiban pendaftaran

produk jadi; uji teknik produkjadi; mendorong perluasan kegiatan industri baru melalui

pengembangan

kawasan

industri;

kemudahan

investasi

sektor

industri;

memperlancar

pengadaan impor komponen/kelengkapan untuk keperluan ekspor industri; menghilangkan

duplikasi pemeriksaan fisik untuk kelancaran ekspor dan distribusi produk industri, dsb;

b.

Penyelesaian Kesenjangan Daya Saing: Mempercepat penyelesaian kesenjangan daya saing

industri dibandingkan dengan kondisi daya saing negara lain, seperti mempermudah birokrasi

pengadaan lahan, memperkuat sistem pembiayaan usaha, memperkuat fungsi ekonomi

koperasi, meningkatkan kegiatan wisata, membenahi sistem pengupahan, penurunan harga

gas, konversi BBM ke BBG untuk nelayan, percepatan izin investasi listrik 35.000 MW, dsb;

c.

Mendorong Keunggulan: Menciptakan inisiatif baru untuk mendorong keunggulan daya saing

industri, seperti: fasilitas perpajakan untuk mendorong sektor angkutan, pengembangan pusat

logistik berikat, inland FTA, dsb, sehingga industri nasional mampu bertahan di pasar domestik

dan berekspansi ke pasar ekspor.

KEBIJAKAN DEREGULASI I – 9 SEPTEMBER 2015: MENGGERAKKAN EKONOMI NASIONAL

Mendorong Daya Saing Industri Nasional (Deregulasi, Debirokratisasi, Insentif Fiskal)

(28)

2.

Bentuk Kebijakan Deregulasi:

a.

Mengurangi Peraturan (Deregulasi)

:

Merasionalisasi peraturan dengan menghilangkan duplikasi/redundansi/irrelevant regulations.

Melakukan keselarasan antar peraturan.

Melakukan konsistensi peraturan.

b.

Mempermudah Pelayanan Birokrasi (Debirokratisasi):

Simplifikasi perizinan

seperti

satu identitas pelaku usaha/profile sharing, sedikit persyaratan

perizinan, dan sebagainya.

Adanya SOP dan SLA yang jelas dan tegas dalam mekanisme dan prosedur perizinan serta

penyediaan help desk dan pengawasan internal yang berkelanjutan.

Menganut sistem pelimpahan kewenangan kepada PTSP (tempat, bentuk, waktu, biaya).

Penerapan Risk Management yang selaras dalam proses perizinan.

Pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik.

c.

Meningkatkan Penegakan Hukum dan Kepastian Usaha:

Adanya saluran penyelesaian permasalahan regulasi dan birokrasi (damage control channel).

Pengawasan, pengamanan dan kenyamanan, serta pemberantasan pemerasan dan pungli.

Membangun ketentuan sanksi yang tegas dan tuntas dalam setiap peraturan.

3.

Cakupan Kegiatan Industri yang Direlaksasi

:

a.

Kemudahan Investasi;

b.

Efisiensi Industri;

c.

Kelancaran Perdagangan dan Logistik;

d.

Kepastian Pengadaan Bahan Baku Sumber Dalam Negeri, terutama untuk sektor pertanian kelautan dan

KEBIJAKAN DEREGULASI I – 9 SEPTEMBER 2015: MENGGERAKKAN EKONOMI NASIONAL

(29)

29

RINGKASAN DEREGULASI TAHAP I

KEMUDAHAN

INVESTASI

EFISIENSI

INDUSTRI

KELANCARAN

PERDAGANGAN

DAN LOGISTIK

KEPASTIAN

BAHAN BAKU

SUMBER

DALAM

NEGERI

PP : 10

RPP : 1

Inpres : 1

Permen : 31

Perka : 4

TOTAL 52 PERATURAN

PP : 1

RPP : 2

Perpres : 3

Inpres : 2

Permen : 21

Perdirjen : 1

TOTAL 30 PERATURAN

PP : 5

RPP : 1

Perpres : 3

Permen : 36

Perke : 2

Perdirjen : 1

SE : 1

TOTAL 49 PERATURAN

PP : 1

RPP : 1

Perpres : 1

Permen : 5

TOTAL 8 PERATURAN

(30)

KEMUDAHAN

INVESTASI

PENYEDIAAN TANAH:

- Persyaratan HGU, HGB, HPAT

- Pengaturan Kepemilikan Tanah

- Persyaratan dan Perluasan Lingkup Kerja

PPAT

- Pengaturan Penggunaan Tanah Terlantar

- Persyaratan Izin Memiliki Rumah Tinggal

oleh Orang Asing

- Efisiensi Biaya Pengurusan Tanah

- Pengadaan Tanah untuk Umum

- Petunjuk Pengadaan Tanah

KEMUDAHAN SEKTOR

KEHUTANAN:

- Tata Cara Peruntukan Hutan

- Penggunaan Kawasan Hutan

- Pinjam Pakai Kawasan Hutan

- Pembatasan Luas Izin Usaha

- Pemanfaatan Hasil Hutan

KEPASTIAN USAHA

HORTIKULTURA:

- Grandfather Clause

untuk Investasi

Hortikultura

- Wisata Agro

Hortikultura

- Kewajiban Divestasi

Usaha Perkebunan

PENGEMBANGAN UMKM DAN

PENGUATAN FUNGSI EKONOMI

KOPERASI:

- Pengembangan Inkubator

- Wirausaha dan Peningkatan peran

dan skala koperasi sebagai badan

Penguatan fungsi

PTSP dalam

pelayanan

perizinan dan non

perizinan serta

percepatan proyek

strategis nasional

SEKTOR ENERGI:

- Penyediaan penjualan solar

eceran, BBG bagi nelayan,

penurunan harga gas untuk

industri tertentu

- Penggunaan APBN untuk

Kilang Minyak Dalam Negeri

oleh Pertamina

- Perizinan Invetasi Listrik

- Tanggap Darurat Krisis

(31)

31

EFISIENSI

INDUSTRI

REVITALISASI BUMN

PENINGKATAN PERAN

PERUMNAS; DAN

Penggabungan PT.Reasuransi

Umum Indonesia ke Dalam PT.

Reasuransi Indonesia Utama

PERIZINAN:

- Penghilangan Rekomendasi,

IP, LS, Wajib SNI barang

tertentu

- API sebagai identitas Importir

- Penegasan Penghilangan

IUOP bagi Kegiatan cut and fill

Pengaturan

Sumber Daya Air

Besaran Rasio

Hutang dan

Modal untuk

Perhitungan PPh

Reformasi

kawasan industri

Inland FTA

Pengaturan Sistem

Pengkajian atau

Pengupahan

Penegasan Harga

Gas Bumi oleh

Pemerintah

Insentif fiskal untuk

sektor

(32)

KELANCARAN

PERDAGANGAN

DAN LOGISTIK

API sebagai

Identitas tunggal

Importir dan SIUP

sebagai indentitas

eskportir

Kelancaran ekspor

produk industri dengan

menghilangkan

perizinan, persyaratan

dan duplikasi

pemeriksaan

Kemudahan impor

bahan baku untuk

industri dan

pengawasan impor

barang konsumsi

Fasilitas KITE untuk

IKM

Pusat Logistik

Berikat

Distribusi Dalam Negeri:

Pengawasan Peredaran

Barang yang ber-SNI dan

Label Berbahasa Indonesia

Otomasi

Pengawasan

Peredaran Obat

dan Makanan

KEMUDAHAN

WISATA:

- Penghapusan CAIT

- Perubahan

Ketentuan Bebas

Visa Kunjungan

(33)

33

KEPASTIAN

BAHAN BAKU

SUMBER

DALAM

NEGERI

Perikanan dan

Kelautan: garam,

efisiensi usaha

nelayan

PERTANIAN:

Pengadaan langsung

benih holtikultura

PERTAMBANGAN:

Kemudahan

pengadaan scrap

(34)

PAKET KEBIJAKAN I – 9 September 2015: Menggerakkan Ekonomi Nasional

Mendorong Daya Saing Industri Nasional (Deregulasi, Debirokratisasi, Insentif Fiskal)

I.2

NO

KEMENTERIAN/LEMBAGA

JUMLAH REGULASI

REGULASI

TOTAL

PP

Perpres

Inpres

Permen

Lainnya

1.

Kemenko Perekonomian

2

2

2.

Kementerian Perindustrian

1

14

15

3.

Kementerian Perdagangan

30

2

32

4.

Kementerian Keuangan

4

6

10

5.

Kementerian Pertanian

1

1

5

7

6.

Kementerian ESDM

2

7

1

1

11

7.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang

6

1

3

10

8.

Kementerian Lingkungan dan

Kehutanan

2

2

9.

Kementerian Ketenagakerjaan

2

1

3

10.

Kementerian Perhubungan

5

5

11.

Kementerian PU PR

1

1

12.

Kementerian Kesehatan

1

1

13.

Kementerian Pariwisata

2

2

14.

Kementerian KUKM

29

29

15.

BKPM

2

2

16.

BPOM

2

2

Total Regulasi

17

11

2

96

8

134

(35)

KEBIJAKAN DEREGULASI TAHAP II

(36)

POKOK – POKOK KEBIJAKAN DEREGULASI II - 29 SEPTEMBER 2015

1. Kemudahan Layanan Investasi 3 Jam

• Memberikan layanan cepat dalam bentuk pemberian izin investasi dalam waktu

tiga jam

• Pemegang Izin Investasi sudah bisa langsung melakukan kegiatan investasi di

Kawasan Industri.

2. Pengurusan Tax Allowance dan Tax Holiday Lebih Cepat

Tax Allowance

Pemerintah memberikan atau menolak tax allowance kepada investor, setelah

25 hari syarat dan aplikasi dipenuhi .

Tax Holiday

Pemerintah mengesahkan pemberian tax holiday, maksimun 45 hari setelah

semua persyaratan dipenuhi.

3. Pemerintah Tak Pungut PPN Untuk Alat Transportasi

• Tidak memungut PPN untuk beberapa alat transportasi, terutama adalah

galangan kapal, kereta api, pesawat, dan termasuk suku cadangnya

• Kebijakan ini telah tertuang dalam PP No. 69/ 2015 tentang impor dan

penyerahan alat angkutan tertentu dan penyerahan jasa kena pajak, terkait

angkutan tertentu yang tidak dipungut PPN.

(37)

37

4. Insentif fasilitas di Kawasan Pusat Logistik Berikat

Pembangunan dua pusat logistik berikat, di Cikarang terkait sektor manufaktur dan di Merak

terkait BBM, yang direncanakan siap beroperasi menjelang akhir tahun.

Manfaat: perusahaan manufaktur tidak perlu impor dan tidak perlu mengambil barang dari luar

negeri, cukup mengambil dari gudang berikat.

5. Insentif pengurangan pajak bunga deposito

Pengurangan pajak bunga deposito diberikan kepada Eksportir yang berkewajiban melaporkan

devisa hasil ekspor (DHE) ke BI.

DHE yang disimpan dalam bentuk deposito: (i) 1 bulan diturunkan 10 persen, (ii) 3 bulan menjadi

7,5 persen, (iii) 6 bulan menjadi 2,5 persen dan (iv) di atas 6 bulan 0 persen.

Jika dikonversi ke rupiah: (i) 1 bulan 7,5 persen, (ii) 3 bulan 5 persen, dan (iii) 6 bulan langsung 0

persen.

6. Perampingan Izin Sektor Kehutanan

Mempercepat Izin investasi dan produksi sektor kehutanan dengan mengurangi dari 14 izin

menjadi 6 izin

(38)

KEMUDAHAN LAYANAN INVESTASI 3 JAM DI KAWASAN INDUSTRI

Regulasi yang telah diterbitkan:

1.

Peraturan Kepala BKPM Nomor 14 tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal.

2.

Peraturan Kepala BKPM Nomor 15 tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan

Penanaman Modal.

3.

Peraturan Kepala

BKPM Nomor

16 tahun 2015

tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Fasilitas

Penanaman Modal.

4.

Peraturan Kepala BKPM Nomor 17 tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan

Penanaman Modal.

Pokok – Pokok Kebijakan;

Kriteria untuk mendapatkan layanan cepat investasi 3 jam adalah para investor memiliki rencana investasi minimal Rp

100 miliar dan atau rencana penyerapan tenaga kerja Indonesia di atas 1,000 (seribu) orang.

Permohonan disampaikan langsung oleh calon pemegang saham ke PTSP Pusat di BKPM. Satu calon pemegang

saham boleh mewakili calon pemegang saham lainnya sepanjang membawa lampiran surat kuasa.

Layanan cepat Pendirian Badan Hukum Investasi melalui PTSP Pusat di BKPM ini meliputi izin penanaman modal

(investasi), akta pendirian perusahaan, dan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM sebagai badan hukum

Indonesia, serta NPWP.

Izin investasi yang diberikan sekaligus akan berfungsi sebagai izin konstruksi untuk memulai kegiatan

investasi di Kawasan Industri.

Tapi sebelumnya, perusahaan tersebut harus memenuhi norma/standar dalam

berinvestasi yang harus dipenuhi sesuai ketentuan Kawasan Industri, antara lain pajak, TDP, Izin Gangguan/SITU,

IMB, Izin Lokasi, Pertimbangan Teknis Pertanahan, HGB, Izin Lingkungan dan Amdal, Amdal Lalin, ketenagakerjaan,

BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, dan lain-lain.

(39)

KEBIJAKAN DEREGULASI TAHAP III

Kemudahan Usaha Jasa Keuangan, Pembiayaan Ekspor,

dan Pengurangan Beban Usaha

(40)

POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP III – 7 OKTOBER 2015

I.

Paket Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan

1.

Relaksasi ketentuan persyaratan kegiatan usaha dan penitipan valuta asing dan pengelolaan (trust)

bank.

2.

Rancangan skema asuransi pertanian.

3.

Rmodal ventura.

4.

Pembentukan konsorsium pembiayaan industri berorientqsi ekspor dan ekonomi kreatif serta usaha

mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

5.

Pemberdayaan lembaga pembiayaan ekspor Indonesia.

6.

Penegasan implementasi one project concept dalam penetapan kualitas kredit.

II.

Penurunan Harga BBM, Listrik Dan Gas

1

Harga BBM

Harga Avtur, LPG 12 kg, Pertamax, dan Pertalite efektif turun sejak 1 Oktober 2015.

Harga BBM jenis solar diturunkan sebesar Rp 200 per liter, sehingga harga eceran BBM jenis

solar bersubsidi akan menjadi Rp 6.700 per liter. Penurunan harga BBM jenis solar juga akan

berlaku untuk BBM jenis solar non-subsidi. Keputusan ini berlaku 3 hari sejak pengumuman ini.

(41)

41

POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP III – 7 OKTOBER 2015

III.

PENURUNAN HARGA BBM, LISTRIK DAN GAS

2

Harga Gas

Harga gas untuk pabrik dari lapangan gas baru ditetapkan sesuai dengan kemampuan daya beli

industri pupuk, yakni sebesar US$ 7 mmbtu (Million British Thermal Unit). Sedangkan harga gas untuk

industri lainnya (seperti petrokimia, keramik, dsb) akan diturunkan sesuai dengan kemampuan industri

masing-masing. Penurunan harga gas dimungkinkan dengan melakukan efisiensi pada sistem

distribusi gas serta pengurangan penerimaan negara atau PNBP gas. Meski demikian, penurunan

harga gas ini tidak akan mempengaruhi besaran penerimaan yang menjadi bagian perusahaan gas

Kontrak Kerja Sama.

Penurunan harga gas untuk industri tersebut akan efektif berlaku mulai 1 Januari 2016. “Karena masih

harus mengubah aturan tentang PNBP-nya,” ujar Darmin .

3

Harga Listrik

Tarif listrik untuk pelanggan industri I

3

dan I

4

akan mengalami penurunan tarif mengikuti turunnya

harga minyak bumi (

Automatic Tariff Adjustment

).

Diskon tarif hingga 30% untuk pemakaian listrik mulai tengah malam pukul 23:00 hingga pagi hari

pukul 08:00, pada saat beban sistem ketenagalistrikan rendah.

Penundaan pembayaran tagihan rekening listrik hingga 60% dari tagihan selama setahun dan

(42)

POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP III – 7 OKTOBER 2015

IV.

PERLUASAN WIRAUSAHAWAN PENERIMA KUR

Dalam rangka meningkatkan akses wirausahawan kepada kredit perbankan, melalui program Kredit

Usaha Rakyat (KUR), pemerintah telah menurunkan tingkat bunga KUR dari sekitar 22% menjadi 12%

persen. Pada paket kebijakan ini, para keluarga yang memiliki penghasilan tetap atau pegawai,

dipertegas dapat menerima KUR untuk sektor usaha produktif. Menurut Darmin Nasution, “Melalui

perluasan penerima KUR ini, pemerintah berharap akan muncul para wirausahawan baru.”

V.

PENYEDERHANAAN IZIN PERTANAHAN DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL

1.

Untuk menunjang perekonomian di bidang pertanahan, Kementerian ATR/BPN merevisi Permen Nomor

2 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan dalam

Kegiatan Penanaman Modal.

2.

Beberapa substansi pengaturan baru yang mencakup beberapa hal seperti:

a)

Pemohon mendapatkan informasi tentang ketersediaan lahan (semula 7 hari menjadi 3 jam);

b)

Seluruh permohonan didaftarkan sebagai bentuk kepastian bagi pemohon terhadap ketersediaan dan

(43)

43

POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP III – 7 OKTOBER 2015

c)

Kelengkapan perijinan prinsip

Proposal, pendirian perusahaan, alas Hak Tanah menjadi persyaratan awal untuk dimulainya

kegiatan lapangan;

Ada persyaratan yang dapat menyusul sampai dengan sebelum diterbitkannya Keputusan

tentang Hak Penggunaan Lahan

c)

Jangka Waktu pengurusan (Persyaratan harus lengkap):

Hak Guna Usaha (HGU) dari 30 – 90 hari

20 hari kerja (s/d 200 ha) atau 45 hari kerja (> 200

ha)

Perpanjangan/ pembaruan HGU dari 20 – 50 hari

7 hari kerja (s/d 200 ha) atau 14 hari kerja

(> 200 ha)

Permohonan Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai dari 20 – 50 hari kerja

20 hari kerja (s/d 15

ha) atau 30 hari kerja (>15 ha)

Perpanjangan/ pembaruan Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai dari 20 – 50 hari kerja

5 hari

kerja (s.d 15 ha) atau 7 hari kerja (>15 ha)

Hak Atas Tanah dari 5 hari kerja

1 hari kerja

Penyelesaian pengaduan dari 5 hari kerja

2 hari kerja

e)

Dalam perpanjangan hak penggunaan lahan yang didasarkan pada evaluasi tentang pengelolaan

dan penggunaan lahan, termasuk audit luas lahan, oleh yang bersangkutan tidak lagi memakai

persyaratan seperti awal permohonan.

(44)

REKAPITULASI PERIZINAN DEREGULASI

JENIS REGULASI

JUMLAH IZIN

YANG DIHILANGKAN

SISA IZIN

(per 6 Okt 2015)

RENCANA

REALISASI

Peraturan Pemerintah

41

19

22

Peraturan Presiden

4

4

Instruksi Presiden

Peraturan Menteri Perindustrian

38

17

13

25

Peraturan Menteri Perdagangan

125

47

28

97

Peraturan Menteri Keuangan

6

6

Peraturan Menteri Pertanian

11

3

8

Peraturan Menteri ESDM

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

4

4

Peraturan Menteri Perhubungan

7

7

Peraturan Menteri Kesehatan

1

1

Peraturan Menteri Koperasi dan UKM

14

14

Peraturan Kepala BKPM

5

5

Peraturan Kepala BPOM

(45)

45

REKAPITULASI PERIZINAN DEREGULASI

KLASIFIKASI REGULASI

JUM49H IZIN

YANG DIHILANGKAN

SISA IZIN

(per 6 Okt 2015)

RENCANA

REALISASI

Kemudahan Investasi

44

5

0

44

Efisiensi Industri

49

22

16

33

Kelancaran Perdagangan dan

Logistik

150

52

22

128

Kepastian Bahan Baku

Sumber Dalam Negeri

13

7

3

10

(46)
(47)

47

KEMUDAHAN INVESTASI

NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI

1. PP Kawasan Industri 19 14 5 Mendorong keunggulan

2 PP yang melaksanakan UU Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura, untuk

memberikan grandfather clause bagi investasi perkebunan hortikultura

Pemulihan efisiensi

3 PP yang merevisi PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah

1

Izin peralihan Hak Pakai atas tanah negara

- 1

Izin peralihan Hak Pakai atas tanah negara

Penyelesaian kesenjangan daya saing

4 PP yang merevisi PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

- - - Pemulihan efisiensi

5 PP yang merevisi PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT

- - - Pemulihan efisiensi

6 PP yang merevisi PP Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar 1 Izin Peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar

- 1

Izin Peruntukan

penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan

pemanfaatan tanah negara

Pemulihan efisiensi

7 PP yang merevisi PP Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di

(48)

KEMUDAHAN INVESTASI

NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI

8 PP yang merevisi PP Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional

- - - Pemulihan efisiensi

9 PP perubahan keempat PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, untuk debirokratisasi dengan memperpendek jangka waktu proses pengajuan

perpanjangan IUP, IUPK, KK, dan PKP2B

6 - Ijin Usaha

Pertambangan (IUP) - IUP Eksplorasi - IUP Operasi Produksi - Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) - IUPK Eksplorasi - IUPK Operasi Produksi - 6

- Ijin Usaha Pertambangan (IUP)

- IUP Eksplorasi - IUP Operasi Produksi - Izin Usaha

Pertambangan Khusus (IUPK)

- IUPK Eksplorasi - IUPK Operasi Produksi

Pemulihan efisiensi

10 PP tentang PPN Jasa Kepelabuhanan, untuk memberikan insentif PPN bagi angkutan laut luar negeri

Mendorong keunggulan

11 PP yang merevisi PP No 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/ atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN, untuk insentif, PPN dibebaskan bagi alat angkut tertentu (Kapal Laut, Kereta Api, Pesawat)

Mendorong keunggulan

(49)

49

KEMUDAHAN INVESTASI

NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI

13 PP tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkut Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut PPN, untuk insentif, PPN tidak dipungut bagi alat angkut tertentu (Kapal Laut, Kereta Api, Pesawat)

Mendorong keunggulan

14 Perpres Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional

Penyelesaian kesenjangan daya saing

15 Perpres yang merevisi Perpres Nomor 30 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

- - - Penyelesaian kesenjangan

daya saing

16 Peraturan Presiden tentang Pelaksanaan Pembangunan Kilang Minyak di Dalam Negeri, sebagai pedoman akselerasi pembangunan kilang minyak (termasuk produk turunannya) melalui dana APBN dan penugasan kepada Pertamina

(50)

KEMUDAHAN INVESTASI

NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI

17 Peraturan Presiden tentang percepatan pembangunan infratstruktur ketenaga listrikan, untuk deregulasi dan debirokratisasi proses perizinan investasi listrik

Penyelesaian kesenjangan daya saing

18 Perpres Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis

Pemulihan efisiensi

19 Inpres Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis

Pemulihan efisiensi 20 Revisi Perka BKPM Nomor 5 Tahun 2003 jo

Perka BKPM Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan untuk menyesuaikan seluruh jenis izin usaha harus disamakan nomenklatur dengan peraturan perundang-undangan sektor.

- - - Pemulihan efisiensi

21 Perka BKPM yang merevisi Perka BKPM No 3 Tahun 2012, agar dalam pengendalian pelaksanaan penanaman modal, pengawasan terutama perubahan investasi dapat

dilaksanakan dengan baik, sehingga K/L terkait dan asosiasi industri mendapatkan informasi perubahan. 5 - Pendaftaran penanaman modal - Izin prinsip - Izin usaha

- Izin usaha perwakilan perusahaan

perdagangan asing - Izin kantor perwakilan

perusahaan asing - 5 - Pendaftaran penanaman modal - Izin prinsip - Izin usaha

- Izin usaha perwakilan perusahaan perdagangan asing

- Izin kantor perwakilan perusahaan asing

(51)

51

KEMUDAHAN INVESTASI

NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI

22 Perka BKPM tentang Izin Prinsip Penanaman Modal

Pemulihan efisiensi 23 Perka BKPM tentang Fasilitas Penanaman

Modal

Pemulihan efisiensi

24 Permentan yang merevisi Permentan Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, untuk merubah pasal 14 yang mewajibkan divestasi kepada koperasi pekebun setempat

- - - Pemulihan efisiensi

25 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang merevisi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.16/Menhut-II/2014 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

1 Izin pinjam pakai kawasan hutan

- 1

Izin pinjam pakai kawasan hutan

(52)

KEMUDAHAN INVESTASI

NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI

26 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengubah Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.8/Menhut-II2014 tentang Pembatasan Luas Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Dalam Hutan Alam, IUPHHK Hutan Tanaman Industri atau IUPHHK Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi.

3

- Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri - Izin Usaha Pemanfaatan

Hasil Hutan Kayu pada Hutan dalam Hutan Alam - Izin Usaha Pemanfaatan

Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam

- 3

- Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri

- Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan dalam Hutan Alam

- Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam

Pemulihan efisiensi

27 Permen ATR/Kep. BPN Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Permen Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah

- - - Pemulihan efisiensi

28 Permen ATR/Kep. BPN yang merevisi Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.

Pemulihan efisiensi

29 Permen ATR/Kep. BPN yang merevisi Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.

Pemulihan efisiensi

30 Kepmen Koperasi dan UKM yang merevisi Kepmen Koperasi dan UKM Nomor 145/KEP/M/1998 tentang Petunjuk Penanaman Modal Penyertaan Pada Koperasi, agar Koperasi dapat membangun modal penyertaan sebagai instrumen modal yang sebagai surat berharga yang dapat diperjualbelikan sehingga dapat

mengembangkan pemupukan modal

Penyelesaian

(53)

53

KEMUDAHAN INVESTASI

NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI

31 Kepmen Koperasi dan UKM yang merevisi Kepmen Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Nomor 19/KEP/M/III/1998 tentang Pedoman Kelembagaan dan Usaha Kecil, untuk mendukung koperasi berani masuk ke sektor lain

Penyelesaian

kesenjangan daya saing

32 Kepmen Koperasi dan UKM yang merevisi Kepmen Koperasi dan UKM Nomor 91/KEP/M.KUM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah, agar selaras dengan UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta meningkatkan kepatuhan KSP dan pembiayaan syariah

5 - Permohonan

pengesahan akta pendirian Koperasi Jasa Keuangan Syariah - Permohonan Pendirian

Koperasi Jasa Keuangan Syariah

- Permohonan

pengesahan Unit Jasa Keuangan Syariah - Permohonan persetujuan pembukaan Kantor Cabang - Permohonan ijin perubahan pola operasional menjadi sistem syariah untuk konversi data keuangan

5

- Permohonan pengesahan akta pendirian Koperasi Jasa Keuangan Syariah - Permohonan Pendirian Koperasi Jasa Keuangan Syariah

- Permohonan pengesahan Unit Jasa Keuangan Syariah

- Permohonan persetujuan pembukaan Kantor Cabang - Permohonan ijin perubahan

pola operasional menjadi sistem syariah untuk konversi data keuangan

Penyelesaian

kesenjangan daya saing

33 Permen Koperasi dan UKM yang merevisi Permen Koperasi dan UKM Nomor

118/PER/M.KUKM/X/2004 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Bagi Koperasi dan UKM, untuk mengakomodir UU No 20 tahun 2008 tentang UMKM dan diklat pengembangan kompetesi usaha mikro

Penyelesaian

(54)

KEMUDAHAN INVESTASI

NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG

DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI

34 Kepmen Koperasi dan UKM yang merevisi Kepmen Negara Urusan Koperasi dan UKM Nomor 123/Kep/M.KUKM/X/2004 tentang Penyelenggaraaan Tugas Pembanguan Dalam Rangka Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi Pada Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk

menyelaraskan dengan UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan mendukung pembentukan Koperasi

2

- Menunjuk gubernur sebagai pejabat untuk dan atas nama Menteri Koperasi dan UKM dlm pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, dan pembubaran koperasi yang anggotanya berdomisili lebih dari 1 kab/kota dalam propinsi - Menunjuk bupati untuk dan atas

nama Menteri Koperasi dan UKM dlm pengesahan akta sebagai pejabat dlm pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, dan pembubaran koperasi yang anggotanya berdomisili di wilayah bersangkutan

-Merevisi ketentuan yang memberi wewenang gubernur dan bupati dalam dlm pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, dan pembubaran koperasi

2 pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, dan pembubaran koperasi adalah wewenang pemerintah pusat

Penyelesaian

kesenjangan daya saing

35

Kepmen Koperasi dan UKM yang

merevisi Kepmen Koperasi dan UKM

Nomor 124/Kep/M.UKM/X/2004 tentang

Penugasan Pejabat Yang Berwenang

untuk memberikan Pengesahan Akta

Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar

dan Pembubaran Koperasi di Tingkat

Nasional, untuk menyelaraskan dengan

UU No 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah dan mendukung

pembentukan Koperasi

1

Menugaskan Deputi

Kelembagaan Kemen

Koperasi dan UKM sebagai

pejabat untuk dan atas nama

Menteri Koperasi dan UKM

dlm pengesahan akta

pendirian, perubahan

anggaran dasar, dan

pembubaran koperasi yang

anggotanya berdomisili lebih

dari 1 propinsi

-Merevisi ketentuan

yang Menugaskan

Deputi Kelembagaan

Kemen Koperasi dan

UKM dalam dlm

pengesahan akta

pendirian, perubahan

anggaran dasar, dan

pembubaran koperasi

1

pengesahan akta

pendirian, perubahan

anggaran dasar, dan

pembubaran koperasi

adalah wewenang

pemerintah pusat

Penyelesaian

(55)

55

KEMUDAHAN INVESTASI

NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG

DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI

36

Permen Koperasi dan UKM yang merevisi

Permen Koperasi dan Pengusaha Kecil

Menengah Nomor 01/PER/MENEG/I/2006

tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan,

Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan

Anggaran Dasar Koperasi, untuk menyelaraskan

dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah dan mendukung

pembentukan Koperasi

1 Pejabat di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota berwewenang untuk menerbitkan Surat Keputusan pengesahan akta pendirian koperasi

-Merevisi ketentuan

yang memberi

wewenang Pejabat di

tingkat Propinsi dan

Kabupaten/Kota

berwewenang untuk

menerbitkan

Surat Keputusan

pengesahan akta

pendirian koperasi

1

pengesahan akta

pendirian, perubahan

anggaran dasar, dan

pembubaran koperasi

adalah wewenang

pemerintah pusat

Penyelesaian

kesenjangan daya saing

37

Permen Koperasi dan UKM yang merevisi

Permen Koperasi dan Pengusaha Kecil

Menengah Nomor 03/PER/M.KUKM/I/2007

tentang Pedoman Penilaian

Provinsi/Kabupaten/Kota/Penggerak Koperasi,

untuk menyelaraskan dengan UU No 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah dan

mendukung pemberdayaan Koperasi

Penyelesaian

kesenjangan daya saing

38

Permen Koperasi dan UKM yang merevisi

Permen Koperasi dan Pengusaha Kecil

Menengah Nomor 35.2/PER/M.KUKM/X/2007

tentang Pedoman Standar Operasional

manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah

dan Unit Jasa Keuangan Syariah, untuk

menyesuaikan dengan UU No 21 tahun 2008

tentang Perbankan Syariah serta meningkatkan

kepatuhan KSP dan pembiayaan syariah

Penyelesaian

Referensi

Dokumen terkait

Nama Paket Pekerjaan : Belanja Modal Peralatan dan Mesin - Pengadaan Alat Kantor Lainnya (Pengadaan LCD Proyektor, Handycam, Kamera Digital) dan Belanja Modal

Oleh karena itu sejak mengalami jalan buntu pada tahun 2004 lalu, maka setelah melalui proses negosiasi yang cukup panjang dan penuh dinamika antara pemerintah

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, penulis ucapkan karena skripsi dengan judul “ Perancangan Sub Sistem Pembelian dan Produksi Pada PT Sentosa dengan Pendekatan RAD”

Chicharito ­VILLAREA Dos Santos Uche

Pemberian kuis yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan strategi yang diberikan oleh guru terhadap peserta didik dengan memberikan soal-soal pada proses

Pada tahun 1991 NIOSH merevisi RWL dengan dengan menambahkan faktor pengali asimetri dan faktor pengali frekuensi (Waters, et al) Faktor-faktor pengali yang

Manfaat dari penelitian tindakan kelas melalui model Contextual Teaching And Learning (CTL) dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran

Peta anomali Bouguer memperlihatkan Tinggian Semitau anomali 40-60 mGal yang terbentuk di selatan dan dibagian utara dan Cekungan Ketungau terbentuk pada anomali 4-40 mGal