Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN
KEBIJAKAN DEREGULASI
SEPTEMBER 2015
7 Oktober 2015
Sumber: BPS 6.3 6.4 6.17 6.11 6.02 5.81 5.62 5.72 5.22 5.12 5.01 5.01 4.72 4.67 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 Q1 2012 Q2 2012 Q3 2012 Q4 2012 Q1 2013 Q2 2013 Q3 2013 Q4 2013 Q1 2014 Q2 2014 Q3 2014 Q4 2014 Q1 2015 Q2 2015
Pertumbuhan Ekonomi (%)
104.00 106.00 108.00 110.00 112.00 114.00 116.00 118.00 120.00 122.00Indeks Harga Konsumen (IHK)
2014 - Juni 2015 (2012=100)
100 105 110 115 120 125Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK), 2014 - Juni 2015
20,14%
7%
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN NASIONAL
Ekonomi Indonesia II/2015 tumbuh 4.67%, melambat dibanding capaian II/2014 yang tumbuh 5.03% dan
Q-I/2015 yang tumbuh 4.72%.
Konsumsi rumah tangga Q-I/2015 tumbuh 4,70% yoy, Q-II/2015 tumbuh 4,97% yoy, menurun dibandingkan dengan
rata-rata tingkat pertumbuhan 5,3% tahun 2014. Padahal porsi kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB
sebesar 55%, sehingga menjadi mesin penggerak perekonomian nasional.
Ekonomi Indonesia II/2015 tumbuh 4.67%, melambat dibanding capaian II/2014 yang tumbuh 5.03% dan
Q-I/2015 yang tumbuh 4.72%.
Konsumsi rumah tangga Q-I/2015 tumbuh 4,70% yoy, Q-II/2015 tumbuh 4,97% yoy, menurun dibandingkan dengan
rata-rata tingkat pertumbuhan 5,3% tahun 2014. Padahal porsi kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB
sebesar 55%, sehingga menjadi mesin penggerak perekonomian nasional.
3
MENURUNNYA PERANAN EKSPOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
Ekspor menurun relatif tajam selama SI/2015 sebesar -11,86% (yoy), sehingga kenaikan surplus perdagangan pada SI/2015
sebesar USD 4,35 Milyar atau meningkat 485,34% (yoy) disebabkan oleh tingginya penurunan impor pada periode yang sama
sebesar -17,81% (yoy).
Ekspor tidak berperan banyak dalam surplus perdagangan, bahkan trend neraca perdagangan non migas selama 2010-2014
adalah -21,17%. Ekspor juga tidak berperan dalam meningkatkan volume perdagangan karena trend volume perdagangan
sebesar 3,53% lebih banyak dikontribusi oleh trend impor sebesar 6,14%.
Share volume perdagangan Indonesia sejak dulu
masih rata-rata 1% dari volume perdagangan dunia.
Rasio Ekspor Non Migas Terhadap PDB Indonesia (%)
32.10 34.10 31.00 29.40
29.80 24.14 24.58 26.36
24.59 23.98 23,78
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
PERTUMBUHAN KONSUMSI PEMERINTAH, RUMAH TANGGA,
DAN PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
Q-I/2012 Q-II/2012 Q-III/2012 Q-IV/2012 Q-I/2013 Q-II/2013 Q-III/2013 Q-IV/2013 Q-I/2014 Q-II/2014 Q-III/2014 Q-IV/2014 Q-I/2015 Q-II/2015 Konsumsi Pemerintah 7.7% 16.8% -2.0% -0.1% 3.0% 3.2% 12.4% 7.9% 6.1% -1.5% 1.3% 2.8% 2.2% 2.3% PMTB 7.0% 10.1% 9.5% 9.8% 7.9% 5.5% 6.0% 2.1% 4.7% 3.7% 3.9% 4.3% 4.3% 3.6% Konsumsi RT 12.0% 13.0% 12.1% 10.8% 11.8% 10.9% 12.9% 13.2% 11.9% 11.7% 8.9% 9.4% 7.9% 8.4% -5.0% 0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0%
5
GAMBARAN PENURUNAN PORSI PERAN KONSUMSI RUMAH
TANGGA DAN PMTB
Q-I/2012 Q-II/2012 Q-III/2012 Q-IV/2012 Q-I/2013 Q-II/2013 Q-III/2013 Q-IV/2013 Q-I/2014 Q-II/2014 Q-III/2014 Q-IV/2014 Q-I/2015 Q-II/2015 Konsumsi Pemerintah 7 9.09 8.3 11.14 6.84 8.65 9.21 11.47 6.79 8.02 9.32 11.58 6.59 8.87 PMTB 31.42 32.29 32.67 34.13 31.25 31.9 31.04 32.39 30.87 31.4 31.05 33.38 32.65 32.28Konsumsi Rumah Tangga 54.34 53.58 54.47 56.08 55.75 55.47 55.70 56.25 56.75 55.84 55.03 56.90 56.04 54.67
PDB 6.11 6.16 6.08 6.03 5.61 5.6 5.57 5.58 5.14 5.08 5.03 5.02 4.72 4.67 0 1 2 3 4 5 6 7 0 10 20 30 40 50 60 RATA-RATA SHARE TERHADAP PDB Konsumsi Pemerintah 8.8% Konsumsi Rumah Tangga 55.5% PMTB 32.1% RATA-RATA PERTUMBUHAN PDB 5.5%
PELUANG INDONESIA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN GLOBAL
Pertumbuhan ekonomi global masih melambat meskipun ekonomi USA telah pulih, namun beberapa maju tahun 2016 akan tumbuh mendekati rata-rata pertumbuhannya dalam 10 tahun terakhir.
Dalam Q-II/2015, pertumbuhan ekonomi Jepang mengalami peningkatan menjadi 0.7% dari sebelumnya -0.8% sedangkan untuk Tiongkok tetap senilai 7% dan Amerika Turun menjadi 2.7% dari sebelumnya 2.9%.
Unemployment rate Q-II/2015, Tiongkok dan Amerika masing – masing menurun menjadi 4.04% dan 5.3% dan Jepang tetap senilai 3.5%.
Pemulihan ekonomi global kedepan menjadi peluang bagi ekspansi ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi negara berkembang
utama berada di bawah rata-rata
angka
pertumbuhan 10 tahun terakhir
Meskipun proyeksi pertumbuhan ekonomi
nasional terkoreksi sebesar 4,7% untuk tahun
2015,
turun
dari
proyeksi
sebelumnya
sebesar 5,2% karena pertumbuhan output riil
melambat menjadi 4,7% yoy pada Q-I/2015
dan 4,67% pada Q-II/2015, laju pertumbuhan
paling
lambat
sejak
2009,
namun
diperkirakan pertumbuhan tahun 2015 dapat
mencapai 4,9% - 5%, dan apabila kebijakan
deregulasi cepat efektif maka pertubuhan
7
RESPON TERHADAP PERLAMBATAN PERTUMBUHAN EKONOMI
DAN DEPRESIASI RUPIAH
Ditengah melemahnya perekonomian dunia yang berdampak kepada perekonomian nasional,
pemerintah telah dan akan terus melakukan upaya menggerakkan ekonomi nasional melalui
berbagai paket kebijakan ekonomi:
I.
Mengembangkan Ekonomi Makro yang Kondusif
Pemerintah bersama-sama dengan Otoritas Moneter (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
melakukan langkah-langkah dalam upaya menciptakan kondisi ekonomi makro yang kondusif,
yaitu
:
1.
Stabilisasi Fiskal dan Moneter (Termasuk Pengendalian Inflasi)
2.
Percepatan Belanja
3.
Penguatan Neraca Pembayaran
II.
Menggerakkan Ekonomi Nasional
Pemerintah melakukan serangkaian kebijakan deregulasi, debirokratisasi dan memberikan insentif
fiskal dalam rangka menggerakan perekonomian nasional (sektor riil). Pada tahap I meliputi:
1.
Mendorong Daya Saing Industri Nasional (Deregulasi, Debirokratisasi, Insentif Fiskal)
2.
Mempercepat Proyek Strategis Nasional
3.
Meningkatkan Investasi di Sektor Properti
III.
Melindungi Masyarakat Berpendapatan Rendah dan Menggerakan Ekonomi Pedesaan
Pemerintah melakukan langkah-langkah untuk melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan
masyarakat pedesaan dari dampak melemahnya ekonomi nasional:
1.
Stabilisasi Harga Pangan
2.
Percepatan Pencairan Dana Desa*
)3.
Penambahan Rastera 13 dan 14*
)*
)Dikoordinasikan oleh Menko PMK
MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI NASIONAL
Perlunya deregulasi untuk melepas tambahan beban bagi industri, percepatan
penyelesaian kesenjangan daya saing industri, dan inisiatif baru untuk mendorong
9
MENURUNNYA PORSI PERAN INDUSTRI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
*) Preliminary; **)
Very Preliminary
Source: Indonesian Statistics Bureau (BPS); http://www.bps.go.id/li nkTabelStatis/view/id/1 202 (accessed 04 October 2015)1.
Industri pengolahan memilki peran terbesar pada pembentukan PDB nasional di setiap tahunnya
namun terus menurun dimana pada tahun 2005 porsi peran Industri sebesar 28,09% sedangkan
pada bulan Mei 2015 menjadi 20.91%.
2.
Subsektor Industri yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB selama 5 tahun terakhir
(2011-2015) secara berurutan adalah: Industri Makanan dan Minuman, Industri Barang Logam,
Industri Alat Angkutan, Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional dan Industri Tekstil dan
Pakaian Jadi.
14.33 8.06 20.91 1.16 0.07 9.86 13.26 4.69 3.11 3.48 3.82 2.85 1.63 3.8 3.36 1.04 1.63Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan dan Asuransi Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
TREND PERTUMBUHAN INDUSTRI PENGOLAHAN NON-MIGAS UTAMA
RELATIF MENURUN
2011 2012 2013 2014 Semester I 2014 Semester I 2015 Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik,
Optik; dan Peralatan Listrik 8.79 11.64 9.22 2.92 0.06 8.91
Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 8.66 12.78 5.10 3.89 4.43 7.78
Industri Alat Angkutan 6.37 4.26 14.95 3.94 3.01 2.65
Industri Makanan dan Minuman 10.98 10.33 4.07 9.54 10.17 8.45
Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 6.49 6.04 6.58 1.53 2.83 -4.09
-10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00
11
PENURUNAN PERTUMBUHAN INDUSTRI PENGOLAHAN NON MIGAS
SEMESTER I TAHUN 2015
Pertumbuhan sektor industri non-migas Indonesia pada SM-I/2015 sebesar 5,26% menurun 0,29% jika dibandingkan
dengan semester yang sama pada tahun 2014, dimana pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
industri Barang logam
sebesar 8.91%,
industri makanan dan minuman
sebesar 8.45%,
industri kimia farmasi
sebsar 7.78% serta
industri
logam dasar
sebesar 7.54%. Sedangkan cabang yang mengalami penurunan adalah
Industri Furniture, Kertas, dan
Tekstil dan Pakaian Jadi
.
8.46 4.6 -4.09 3.99 -0.4 -2.04 7.78 2.69 6.18 7.54 8.91 1.81 2.65 6.55 2.55 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Sumber : BPS diolah Kemenperin
Nilai
1 Industri Makanan dan Minuman 2 Industri Pengolahan Tembakau 3 Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
4 Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki
5 Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya
6 Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman
7 Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional 8 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik 9 Industri Barang Galian bukan Logam 10 Industri Logam Dasar
11 Industri Barang Logam; Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik
12 Industri Mesin dan Perlengkapan 13 Industri Alat Angkutan
14 Industri Furnitur
15 Industri Pengolahan Lainnya; Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan
PERKEMBANGAN UTILISASI INDUSTRI 2010-2013
Sampai dengan tahun 2013 umumnya
utilisasi kapasitas industri relatif baik
(diatas 60%), dimana cabang industri
yang tinggi utilisasinya adalah:
• Industri
Mesin
dan
Perlengkapan
dengan tingkat utilisasi 85,99%;
• Industri kertas dan barang dari kertas,
tetapi
pada
semester
I
2015
pertumbuhannya menurun -2,04;
• Industri kulit, barang dari kulit dan alas
kaki dengan tingkat utilisasi mencapai
82,41%;
• Industri
tekstil
dan
pakaian
jadi
dengan
utilisasi
sebesar
80,71%,
tetapi
pertumbuhannya
menurun
-4,09%.
Dengan menurunnya impor bahan
baku
dan
barang
modal
sampai
dengan
S-I/2015
masing-masing
sebesar -18,69% dan -16,24%, maka
diperkirakan
utilisasi
kapasitas
industri akan jauh menurun.
NO LAPANGAN USAHA NILAI PRODUKSI KAPASITAS TERPASANG
UTILISASI (%)
1 INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN
769,992,617,135 1,052,790,707,858 73.14 2 INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
164,160,209,682 244,335,564,311 67.19 3 INDUSTRI TEKSTIL DAN PAKAIAN JADI
185,634,515,084 230,003,083,675 80.71 4 INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT
DAN ALAS KAKI 45,927,707,561 55,727,737,990 82.41 5
INDUSTRI KAYU, BARANG DARI KAYU DAN GABUS (TIDAK TERMASUK
FURNITUR) 39,996,495,087 58,013,503,150
68.94
6 INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI
KERTAS 104,519,302,570 122,925,559,578 85.03 7 INDUSTRI KIMIA, FARMASI DAN OBAT
TRADISIONAL 375,702,504,646 469,359,938,196 80.05 8 INDUSTRI KARET, BARANG DAIRI KARET
DAN PLASTIK 128,526,367,503 170,674,079,703 75.31 9 INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN
LOGAM 84,524,266,808 105,120,678,560 80.41
10 INDUSTRI LOGAM DASAR
101,653,758,571 158,876,529,557 63.98 11 INDUSTRI BARANG LOGAM, KOMPUTER
DAN PERALATAN LISTRIK 202,275,016,960 268,652,870,776 75.29 12 INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN
25,695,212,555 29,883,269,438 85.99 13 INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA
208,306,528,994 261,447,931,295 79.67 14 INDUSTRI FURNITUR
13
KETIMPANGAN SEBARAN INDUSTRI
*) Angka Sementara Sumber Data: BPS
Industri Mikro Kecil Tahun 2014:
•
Industri Mikro sebanyak 3,2 juta unit dengan
serapan tenaga kerja 6 juta orang, terbanyak di
Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, NTT, Bali,
dan Sulawesi Selatan.
•
Industri Kecil sebanyak 284,5 ribu unit dengan
serapan tenaga kerja sebanyak 2,3 juta orang,
terbanyak di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa
Timur, DKI Jakarta, dan NTB.
•
Industri Mikro Kecil yang mengalami pertumbuhan
negatif pada Q-II/2015 adalah Sumatera Selatan,
NTB, Kalimantan Timur, Riau, Sulawesi Utara, dan
Bangka Belitung.
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013* Luar Jawa 3989 4028 3717 3717 3734 5120 4931 4487 4071 3816 3930 4038 4168 Jawa 17413 17118 16607 16901 16995 24348 23067 21207 20397 19529 19440 19554 19773 Total 21396 21146 20234 20685 20729 29468 27998 25694 24468 23345 23370 23592 23941 0 10,000 20,000 30,000 40,000 Juml ah Ind ust riJumlah Industri Besar dan Sedang di Jawa dan Luar Jawa
Tahun 2001-2013*
Jawa: (82,59%) Luar (17,41%) Luar Jawa: (17,41%)Industri Sedang dan Besar Tahun 2014:
•
Jenis industri terbanyak: makanan (5.793 unit),
tekstil (2.304 unit), pakaian jadi (2.034 unit), karet
dan plastik (1.750 unit), barang galian non logam
(1.584 unit), furniture (1.290 unit), kayu, gabus,
bambu, rotan (1.066 unit), logam non mesin (969
unit), kimia (976 unit), dst.
•
Jenis industri yang menyerap banyak tenaga kerja:
makanan (823,4 ribu), pakaian jadi (473,6 ribu),
tekstil (427,1 ribu), karet dan plastik (357,5 ribu),
pengolahan tembakau (278,9 ribu), kulit alas kaki
(220,7 ribu), dst
•
Jenis industri yang mengalami penurunan index
produksi: kimia, kertas, pakaian jadi, alas kaki,
karet dan plastik.
Struktur Industri yang tergantung impor
Ketertinggalan teknologi
Kelemahan infrastruktur, listrik, energi, air, dan kepastian ketersediaan lahan
Ketidakterhubungan antara kegiatan industri dan bahan baku
Inefisiensi biaya logistik dan biaya administrasi (selling and general administration expenses)
Kapasitas, produktivitas, dan hubungan industrial ketenagakerjaan
Beban regulasi, birokrasi, dan penegakan hukum yang menjadi penghambat pengembangan
investasi, efisiensi produksi, kelancaran distribusi, dan kepastian bahan baku
Masalah akses dan beban pembiayaan
Gangguan impor
PERANAN INDUSTRI TERHADAP EKSPOR
Deregulasi mendorong pengembangan produk dan pasar baru bagi ekspor
hasil industri yang berdaya saing dengan memberikan kelancaran dan efisiensi
KOMPOSISI PRODUK EKSPOR NON MIGAS INDONESIA
NO
Sektor
2010
2011
2012
2013
2014
2010-2014
Trend(%)
Jan-Jul
Perub.(%)
2015/2014
Peran.(
%) 2015
2014
2015
I.
PERTANIAN
5.001,90
5.165,80
5.569,20
5.713,00
5.770,60
3,94 3.131,20 3.131,80
0,02
3,99
II.
INDUSTRY
98.010,60 122.187,70 116.123,30 113.029,70 117.329,50
2,86 68.506,30 63.316,70
-7,58
80,73
III.
MINING
26.712,60 34.652,00 31.329,90 31.159,50 22.850,00
-4,1 13.122,50 11.966,10
-8,81
15,26
OTHERS
9,9
13
18,7
16,3
10,3
3,02
7
11,3
61,14
0,01
TOTAL EKSPOR NON-MIGAS
129.739,50 162.019,60 153.043,00 149.918,80 145.960,80
1,59 84.767,20 78.426,30
-7,48
100
Rata-rata ekspor produk industri selama 5 tahun (2010-2014) adalah 113 Miliar USD atau 76,5%
dari total ekspor non migas Indonesia selama periode tersebut, dengan trend 2,86% tetapi selama
Januari-Juli 2015 ekspor produk industri menurun -7,58% (yoy).
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan
17
PERKEMBANGAN PRODUK EKSPOR UTAMA NON MIGAS INDONESIA
NO HS/SEKTOR 2010 2011 2012 2013 2014 2010-2014Trend(%) Jan-Jul Perub.(%) 2015/2014
Peran.( %) 2015
2014 2015
1 15 LEMAK & MINYAK HEWAN/NABATI 16.286,40 21.607,20 21.229,60 19.181,40 21.037,00 4,01 12.166,30 11.210,60 -7,86 14,29 2 27 BAHAN BAKAR MINERAL 18.499,90 27.230,70 26.184,20 24.519,00 20.843,70 1,35 12.752,00 9.967,60 -21,84 12,71 3 85 MESIN/PERLATAN LISTRIK 10.373,20 11.145,40 10.764,80 10.438,40 9.745,70 -1,89 5.620,50 4.939,00 -12,12 6,3 4 71 PERHIAASAN/PERMATA 1.425,10 2.561,70 3.204,90 2.725,50 4.619,40 27,3 2.905,60 3.609,70 24,23 4,6 5 40 KARET DAN BARANG DARI KARET 9.339,70 14.321,10 10.456,00 9.381,10 7.088,30 -9,29 4.435,30 3.500,40 -21,08 4,46 6 87 KENDARAAN DAN BAGIANNYA 2.899,90 3.328,60 4.856,90 4.567,20 5.213,70 16,06 2.790,60 3.153,90 13,02 4,02 7 84 MESIN-MESIN/PESAWAT MEKANIK 4.986,70 5.749,50 6.103,10 5.968,50 5.969,10 4,05 3.476,30 2.995,00 -13,85 3,82 8 64 ALAS KAKI 2.501,80 3.301,90 3.524,60 3.860,40 4.108,40 12,17 2.359,70 2.623,00 11,16 3,34 9 44 KAYU, BARANG DARI KAYU 2.935,40 3.374,70 3.448,50 3.633,00 4.070,50 7,55 2.367,30 2.330,60 -1,55 2,97 10 62 PAKAIAN JADI BUKAN RAJUTAN 3.611,00 4.149,70 3.749,20 3.906,20 3.932,40 1,11 2.399,30 2.329,90 -2,89 2,97 11 48 KERTAS/KARTON 4.186,20 4.169,40 3.937,20 3.756,60 3.743,80 -3,22 2.166,50 2.112,50 -2,49 2,69 12 26 BIJIH, KERAK, DAN ABU LOGAM 8.139,70 7.330,90 5.054,80 6.526,30 1.906,00 -26,06 325,2 1.944,80 498,02 2,48 13 61 BARANG-BARANG RAJUTAN 2.889,90 3.541,10 3.439,80 3.481,40 3.428,30 3,3 2.075,40 1.925,70 -7,22 2,46 14 38 BERBAGAI PRODUK KIMIA 1.806,50 3.577,40 3.751,90 3.710,60 4.060,60 18,02 2.491,00 1.575,80 -36,74 2,01 15 39 PLASTIK DAN BARANG DARI
PLASTIK
2.150,10 2.513,70 2.487,30 2.602,80 2.760,30 5,49 1.595,60 1.367,30 -14,31 1,74 16 55 SERAT STAFEL BUATAN 2.075,20 2.545,90 2.260,90 2.327,80 2.331,50 1,44 1.340,60 1.338,80 -0,13 1,71 17 29 BAHAN KIMIA ORGANIK 2.690,10 3.815,90 2.811,50 2.760,20 3.158,20 -0,03 2.034,30 1.324,00 -34,92 1,69 18 03 IKAN DAN UDANG 1.687,20 2.045,20 2.201,80 2.389,80 2.620,20 10,92 1.452,20 1.231,00 -15,23 1,57 19 73 BENDA-BENDA DARI BESI DAN
BAJA
1.468,00 1.905,80 2.042,40 2.152,00 2.232,90 10,08 1.335,90 1.129,10 -15,48 1,44 20 94 PERABOT, PENERANGAN RUMAH 2.021,90 1.822,20 1.899,40 1.873,60 1.902,10 -0,94 1.129,00 1.078,30 -4,49 1,37 LAIN-LAIN 27.761,20 31.980,40 29.632,00 30.157,00 31.188,30 12,34 17.547,80 16.739,40 -8,08 21,34 TOTAL EKSPOR NON MIGAS 129.739,50 162.019,60 153.043,00 149.918,80 145.960,80 1,59 84.767,20 78.426,30 -7,48 100
Tidak ada perkembangan produk ekspor baru Indonesia selama 5 tahun dalam komposisi produk
utama ekspor Indonesia.
Juta USD
KINERJA NEGATIF EKSPOR PRODUK INDUSTRI
NO HS/KOMODITAS 2010 2011 2012 2013 2014 Trend(%) 2010-2014 Jan-Jul Perub.(%) 2015/2014 Peran.(%) 2015 2014 20151 15 LEMAK & MINYAK HEWAN/NABATI 16.286,40 21.607,20 21.229,60 19.181,40 21.037,00 4,01 12.166,30 11.210,60 -7,86 17,71 2 85 MESIN/PERLATAN LISTRIK 10.373,20 11.145,40 10.764,80 10.438,40 9.745,70 -1,89 5.620,50 4.939,00 -12,12 7,80 3 71 PERHIAASAN/PERMATA 1.425,10 2.561,70 3.204,90 2.725,50 4.619,40 27,3 2.905,60 3.609,70 24,23 5,70 4 40 KARET DAN BARANG DARI KARET 9.339,70 14.321,10 10.456,00 9.381,10 7.088,30 -9,29 4.435,30 3.500,40 -21,08 5,53 5 87 KENDARAAN DAN BAGIANNYA 2.899,90 3.328,60 4.856,90 4.567,20 5.213,70 16,06 2.790,60 3.153,90 13,02 4,98 6 84 MESIN-MESIN/PESAWAT MEKANIK 4.986,70 5.749,50 6.103,10 5.968,50 5.969,10 4,05 3.476,30 2.995,00 -13,85 4,73 7 64 ALAS KAKI 2.501,80 3.301,90 3.524,60 3.860,40 4.108,40 12,17 2.359,70 2.623,00 11,16 4,14 8 44 KAYU, BARANG DARI KAYU 2.935,40 3.374,70 3.448,50 3.633,00 4.070,50 7,55 2.367,30 2.330,60 -1,55 3,68 9 62 PAKAIAN JADI BUKAN RAJUTAN 3.611,00 4.149,70 3.749,20 3.906,20 3.932,40 1,11 2.399,30 2.329,90 -2,89 3,68 10 48 KERTAS/KARTON 4.186,20 4.169,40 3.937,20 3.756,60 3.743,80 -3,22 2.166,50 2.112,50 -2,49 3,34 LAIN-LAIN 39.465,40 48.478,40 44.848,40 45.611,60 47.801,30 21,12 27.818,40 24.512,60 -11,88 38,71 INDUSTRY 98.010,60 122.187,70 116.123,30 113.029,70 117.329,50 2,86 68.506,30 63.316,70 -7,58 80,73
Umumnya ekspor produk utama industri mengalami penurunan selama Januari-Juli 2015
dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014, kecuali alas kaki dan kendaraan bermotor.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan
19
PERBANDINGAN PERAN EKSPOR INDONESIA
Gambaran Peran Sektor Manufaktur terhadap Kinerja Ekspor Indonesia
Keterangan
2010
2011
2012
2013
2014
Ekspor manufaktur Indonesia
58.420
68.418
67.645
67.871
70.951
Total eskpor Indonesia
157.779
203.497
190.032
182.552
176.293
Share ekspor manufaktur
37%
34%
36%
37%
40%
(Juta USD)
Sumber: WTO
Share Manufaktur Indonesia Terhadap Impor Manufaktur Dunia
Keterangan
2010
2011
2012
2013
2014
Ekspor manufaktur Indonesia
58.420
68.418
67.645
67.871
70.951
Impor Manufaktur Dunia
10.353.577 11.978.791 11.999.173 12.399.604 12.788.420
Share Manufaktur Indonesia
1%
1%
1%
1%
1%
Peran sektor industri terlihat kecil, karena perbedaan definisi antara klasifikasi WTO tentang produk
manufaktur dengan BPS untuk produk industri. Namun demikian, pangsa ekspor manufaktur
Indonesia tidak berkembang di kisaran 1% dari total impor dunia terhadap produk manufaktur.
1.1% 1.5% 2.0% 1.8% 1.8% 1.7% 0.4% 0.5% 0.5% 0.5% 0.5% 0.6% 1.5% 1.9% 2.2% 2.2% 2.2% 2.2% 2.6% 3.4% 3.9% 3.9% 4.0% 4.0% 0.0% 1.0% 2.0% 3.0% 4.0% 5.0% 6.0% 7.0% 8.0% 9.0% 10.0% 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Indonesia Philippina Thailand Singapura
KECILNYA PERAN PRODUK UNGGULAN INDONESIA TERHADAP
IMPOR DUNIA
Share ekspor Indonesia relatif kecil terhadap impor dunia.
Beberapa komoditi utama Indonesia sangat sensitif terhadap harga komoditi
tersebut di pasaran Internasional, seperti komoditi pertanian dan pertambangan
sehingga diperlukan peningkatan peran lembaga lindung nilai (hedging) dan bursa
komoditi untuk menjamin kepastian harga yang diterima petani dan penambang.
Sumber : Trademap KODE HS DESKRIPSI
2014
EKSPOR INDONESIA (RIBU USD) IMPOR DUNIA (RIBU USD) SHARE EKSPOR INDONESIA TERHADAP IMPOR DUNIA'2701
Coal; briquettes, ovoids & similar solid fuels manufactured from coal
18.697.800
113.234.229
17%
'1511
Palm oil & its fraction
17.464.905
35.398.365
49%
'2711
Petroleum gases
17.180.283
447.067.462
4%
'2709
Crude petroleum oils
9.271.214
1.502.034.440
1%
'4001
Natural rubber,balata,gutta-percha etc
4.744.753
18.124.040
26%
'8703
Cars (incl. station wagon)
2.641.590
698.781.623
0%
'1513
Coconut (copra),palm kernel/babassu oil & their fractions
2.484.350
6.234.379
40%
'4412
Plywood, veneered panels and similar laminated wood
2.372.471
14.777.695
16%
'3823
Binders for foundry molds or cores; chemical products and residuals
2.367.121
9.284.953
25%
'2713
Petroleum coke, petroleum bitumen & other residues of petroleum
oils
21
BELUM BERKEMBANGNYA JENIS PRODUK EKSPOR INDONESIA
DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN IMPOR DUNIA
Jumlah Komoditi Ekspor Indonesia di pasar dunia sekitar 88%...
HS Code
yang
Diekspor
Indonesia
88%
HS Code
yang Tidak
Diekspor
Indonesia
12%
HS Code
yang
Diekspor
Indonesia
90%
HS Code
yang Tidak
Diekspor
Indonesia
10%
Jumlah Komoditi (HS Code 4 Digit) Di
dunia yang Diekspor Indonesia Thn 2010
Jumlah Komoditi (HS Code 4 Digit) Di
dunia yang Diekspor Indonesia Thn 2014
MENURUNNYA KONTRIBUSI DAERAH UTAMA TERHADAP
EKSPOR NON MIGAS NASIONAL
(dalam juta USD)
PERANAN INDUSTRI TERHADAP INVESTASI
Deregulasi bertujuan untuk mempermudah investasi sektor industri baik untuk
pengembangan cabang-cabang industri maupun untuk meningkatkan ekspor
INVESTASI ASING SEKTOR INDUSTRI MENURUN
P : Jumlah Izin Usaha;
I : Nilai Realisasi Investasi
Sumber : BKPM diolah Kemenperin
Nilai investasi PMDN sektor industri s.d Mei 2015 sebesar Rp 25,56 triliun atau tumbuh sebesar 111,83% dibanding Mei Tahun 2014
sebesar Rp 12,06 triliun. Investasi sektor industri memberikan kontribusi sebesar 59,54% dari total investasi PMDN s.d Mei 2015
sebesar Rp 42,93 triliun. Tetapi nilai investasi PMA sektor industri s.d Mei 2015 mencapai USD 2,50 milyar atau menurun sebesar
-22,05% dibandingkan Mei 2014 sebesar USD 3,21 milyar. Investasi PMA sektor industri memberikan kontribusi sebesar 34,03% dari
NO
SEKTOR
PMDN
PMA
Mei 2014
Mei 2015
% (I)
Mei 2014
Mei 2015
% (I)
P
I
P
I
P
I
P
I
1.
Industri Makanan
120 4.928,9 292 7.972,8 61,76 271 1.287,1304
201,2 -84,372.
Industri Tekstil
17 190,4 64 1.688,7 786,78 89 81,9195
70,6 -13,763.
Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki
1 - 6 5,4 100 37 17,555
55,4 -215,674.
Industri Kayu
2 2,7 25 28,7 952,11 23 2,727
12,3 360,475.
Ind. Kertas & Percetakan
12 1.446,6 32 655,8 -54,67 31 21,454
134,3 5286.
Ind. Kimia dan Farmasi
26 2.510,9 95 7.043,6 180,53 170 468,1193
412,8 -11,837.
Ind. Karet dan Plastik
41 1.171,3 89 1.333,6 13,86 89 239,6158
174,4 -27,238.
Ind. Mineral Non Logam
14 1.436,0 50 2.772,5 93,07 47 164,362
456,0 177,509.
Ind. Logam, Mesin & Elektronik
26 366,8 110 3.337,3 809,95 275 460,4541
609,9 32,4710.
Ind. Instru. Kedokteran, Presisi &
Optik dan Jam
2 2,6 3 - -100 3 -1
--11.
Ind. Kendaraan Bermotor & Alat
Transportasi Lain
3 11,4 27 701,7 6063,92 126 421,6206
373,4 -11,4412.
Industri Lainnya
- 4.928,9 18 22,6 100 70 53,990
8,7 -83,8525
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia Untuk Sektor Industri
Industri PMDN Industri PMA
PENYERAPAN TENAGA KERJA MENURUN DALAM INVESTASI SEKTOR INDUSTRI
Sumber: BKPM
•
PMDN, terjadi penurunan penyerapan TKI dari sebesar 279.099 tahun 2012 menjadi hanya 124.135 tahun
2014 (turun sebesar 56%).
•
PMA, terjadi penurunan penyerapan TKI dari sebesar 510.540 tahun 2012 menjadi hanya 222.345 tahun
KEBIJAKAN DEREGULASI TAHAP I
27
1.
Tujuan:
Kebijakan Deregulasi ini
diarahkan untuk mendorong daya saing industri, dengan
a.
Pemulihan Efisiensi: Memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri/utilisasi kapasitas industri,
dan menghilangkan distorsi industri yang membebani konsumen, dengan melepas tambahan
beban regulasi dan birokrasi bagi industri, seperti: mempermudah pengadaan bahan baku hasil
pertanian, perikanan, perkebunan, dan pertambangan; menghilangkan kewajiban pendaftaran
produk jadi; uji teknik produkjadi; mendorong perluasan kegiatan industri baru melalui
pengembangan
kawasan
industri;
kemudahan
investasi
sektor
industri;
memperlancar
pengadaan impor komponen/kelengkapan untuk keperluan ekspor industri; menghilangkan
duplikasi pemeriksaan fisik untuk kelancaran ekspor dan distribusi produk industri, dsb;
b.
Penyelesaian Kesenjangan Daya Saing: Mempercepat penyelesaian kesenjangan daya saing
industri dibandingkan dengan kondisi daya saing negara lain, seperti mempermudah birokrasi
pengadaan lahan, memperkuat sistem pembiayaan usaha, memperkuat fungsi ekonomi
koperasi, meningkatkan kegiatan wisata, membenahi sistem pengupahan, penurunan harga
gas, konversi BBM ke BBG untuk nelayan, percepatan izin investasi listrik 35.000 MW, dsb;
c.
Mendorong Keunggulan: Menciptakan inisiatif baru untuk mendorong keunggulan daya saing
industri, seperti: fasilitas perpajakan untuk mendorong sektor angkutan, pengembangan pusat
logistik berikat, inland FTA, dsb, sehingga industri nasional mampu bertahan di pasar domestik
dan berekspansi ke pasar ekspor.
KEBIJAKAN DEREGULASI I – 9 SEPTEMBER 2015: MENGGERAKKAN EKONOMI NASIONAL
Mendorong Daya Saing Industri Nasional (Deregulasi, Debirokratisasi, Insentif Fiskal)
2.
Bentuk Kebijakan Deregulasi:
a.
Mengurangi Peraturan (Deregulasi)
:
Merasionalisasi peraturan dengan menghilangkan duplikasi/redundansi/irrelevant regulations.
Melakukan keselarasan antar peraturan.
Melakukan konsistensi peraturan.
b.
Mempermudah Pelayanan Birokrasi (Debirokratisasi):
Simplifikasi perizinan
seperti
satu identitas pelaku usaha/profile sharing, sedikit persyaratan
perizinan, dan sebagainya.
Adanya SOP dan SLA yang jelas dan tegas dalam mekanisme dan prosedur perizinan serta
penyediaan help desk dan pengawasan internal yang berkelanjutan.
Menganut sistem pelimpahan kewenangan kepada PTSP (tempat, bentuk, waktu, biaya).
Penerapan Risk Management yang selaras dalam proses perizinan.
Pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik.
c.
Meningkatkan Penegakan Hukum dan Kepastian Usaha:
Adanya saluran penyelesaian permasalahan regulasi dan birokrasi (damage control channel).
Pengawasan, pengamanan dan kenyamanan, serta pemberantasan pemerasan dan pungli.
Membangun ketentuan sanksi yang tegas dan tuntas dalam setiap peraturan.
3.
Cakupan Kegiatan Industri yang Direlaksasi
:
a.
Kemudahan Investasi;
b.
Efisiensi Industri;
c.
Kelancaran Perdagangan dan Logistik;
d.
Kepastian Pengadaan Bahan Baku Sumber Dalam Negeri, terutama untuk sektor pertanian kelautan dan
KEBIJAKAN DEREGULASI I – 9 SEPTEMBER 2015: MENGGERAKKAN EKONOMI NASIONAL
29
RINGKASAN DEREGULASI TAHAP I
KEMUDAHAN
INVESTASI
EFISIENSI
INDUSTRI
KELANCARAN
PERDAGANGAN
DAN LOGISTIK
KEPASTIAN
BAHAN BAKU
SUMBER
DALAM
NEGERI
PP : 10
RPP : 1
Inpres : 1
Permen : 31
Perka : 4
TOTAL 52 PERATURAN
PP : 1
RPP : 2
Perpres : 3
Inpres : 2
Permen : 21
Perdirjen : 1
TOTAL 30 PERATURAN
PP : 5
RPP : 1
Perpres : 3
Permen : 36
Perke : 2
Perdirjen : 1
SE : 1
TOTAL 49 PERATURAN
PP : 1
RPP : 1
Perpres : 1
Permen : 5
TOTAL 8 PERATURAN
KEMUDAHAN
INVESTASI
PENYEDIAAN TANAH:
- Persyaratan HGU, HGB, HPAT
- Pengaturan Kepemilikan Tanah
- Persyaratan dan Perluasan Lingkup Kerja
PPAT
- Pengaturan Penggunaan Tanah Terlantar
- Persyaratan Izin Memiliki Rumah Tinggal
oleh Orang Asing
- Efisiensi Biaya Pengurusan Tanah
- Pengadaan Tanah untuk Umum
- Petunjuk Pengadaan Tanah
KEMUDAHAN SEKTOR
KEHUTANAN:
- Tata Cara Peruntukan Hutan
- Penggunaan Kawasan Hutan
- Pinjam Pakai Kawasan Hutan
- Pembatasan Luas Izin Usaha
- Pemanfaatan Hasil Hutan
KEPASTIAN USAHA
HORTIKULTURA:
- Grandfather Clause
untuk Investasi
Hortikultura
- Wisata Agro
Hortikultura
- Kewajiban Divestasi
Usaha Perkebunan
PENGEMBANGAN UMKM DAN
PENGUATAN FUNGSI EKONOMI
KOPERASI:
- Pengembangan Inkubator
- Wirausaha dan Peningkatan peran
dan skala koperasi sebagai badan
Penguatan fungsi
PTSP dalam
pelayanan
perizinan dan non
perizinan serta
percepatan proyek
strategis nasional
SEKTOR ENERGI:
- Penyediaan penjualan solar
eceran, BBG bagi nelayan,
penurunan harga gas untuk
industri tertentu
- Penggunaan APBN untuk
Kilang Minyak Dalam Negeri
oleh Pertamina
- Perizinan Invetasi Listrik
- Tanggap Darurat Krisis
31
EFISIENSI
INDUSTRI
REVITALISASI BUMN
PENINGKATAN PERAN
PERUMNAS; DAN
Penggabungan PT.Reasuransi
Umum Indonesia ke Dalam PT.
Reasuransi Indonesia Utama
PERIZINAN:
- Penghilangan Rekomendasi,
IP, LS, Wajib SNI barang
tertentu
- API sebagai identitas Importir
- Penegasan Penghilangan
IUOP bagi Kegiatan cut and fill
Pengaturan
Sumber Daya Air
Besaran Rasio
Hutang dan
Modal untuk
Perhitungan PPh
Reformasi
kawasan industri
Inland FTA
Pengaturan Sistem
Pengkajian atau
Pengupahan
Penegasan Harga
Gas Bumi oleh
Pemerintah
Insentif fiskal untuk
sektor
KELANCARAN
PERDAGANGAN
DAN LOGISTIK
API sebagai
Identitas tunggal
Importir dan SIUP
sebagai indentitas
eskportir
Kelancaran ekspor
produk industri dengan
menghilangkan
perizinan, persyaratan
dan duplikasi
pemeriksaan
Kemudahan impor
bahan baku untuk
industri dan
pengawasan impor
barang konsumsi
Fasilitas KITE untuk
IKM
Pusat Logistik
Berikat
Distribusi Dalam Negeri:
Pengawasan Peredaran
Barang yang ber-SNI dan
Label Berbahasa Indonesia
Otomasi
Pengawasan
Peredaran Obat
dan Makanan
KEMUDAHAN
WISATA:
- Penghapusan CAIT
- Perubahan
Ketentuan Bebas
Visa Kunjungan
33
KEPASTIAN
BAHAN BAKU
SUMBER
DALAM
NEGERI
Perikanan dan
Kelautan: garam,
efisiensi usaha
nelayan
PERTANIAN:
Pengadaan langsung
benih holtikultura
PERTAMBANGAN:
Kemudahan
pengadaan scrap
PAKET KEBIJAKAN I – 9 September 2015: Menggerakkan Ekonomi Nasional
Mendorong Daya Saing Industri Nasional (Deregulasi, Debirokratisasi, Insentif Fiskal)
I.2
NO
KEMENTERIAN/LEMBAGA
JUMLAH REGULASI
REGULASI
TOTAL
PP
Perpres
Inpres
Permen
Lainnya
1.
Kemenko Perekonomian
2
2
2.
Kementerian Perindustrian
1
14
15
3.
Kementerian Perdagangan
30
2
32
4.
Kementerian Keuangan
4
6
10
5.
Kementerian Pertanian
1
1
5
7
6.
Kementerian ESDM
2
7
1
1
11
7.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang
6
1
3
10
8.
Kementerian Lingkungan dan
Kehutanan
2
2
9.
Kementerian Ketenagakerjaan
2
1
3
10.
Kementerian Perhubungan
5
5
11.
Kementerian PU PR
1
1
12.
Kementerian Kesehatan
1
1
13.
Kementerian Pariwisata
2
2
14.
Kementerian KUKM
29
29
15.
BKPM
2
2
16.
BPOM
2
2
Total Regulasi
17
11
2
96
8
134
KEBIJAKAN DEREGULASI TAHAP II
POKOK – POKOK KEBIJAKAN DEREGULASI II - 29 SEPTEMBER 2015
1. Kemudahan Layanan Investasi 3 Jam
• Memberikan layanan cepat dalam bentuk pemberian izin investasi dalam waktu
tiga jam
• Pemegang Izin Investasi sudah bisa langsung melakukan kegiatan investasi di
Kawasan Industri.
2. Pengurusan Tax Allowance dan Tax Holiday Lebih Cepat
•
Tax Allowance
Pemerintah memberikan atau menolak tax allowance kepada investor, setelah
25 hari syarat dan aplikasi dipenuhi .
•
Tax Holiday
Pemerintah mengesahkan pemberian tax holiday, maksimun 45 hari setelah
semua persyaratan dipenuhi.
3. Pemerintah Tak Pungut PPN Untuk Alat Transportasi
• Tidak memungut PPN untuk beberapa alat transportasi, terutama adalah
galangan kapal, kereta api, pesawat, dan termasuk suku cadangnya
• Kebijakan ini telah tertuang dalam PP No. 69/ 2015 tentang impor dan
penyerahan alat angkutan tertentu dan penyerahan jasa kena pajak, terkait
angkutan tertentu yang tidak dipungut PPN.
37
4. Insentif fasilitas di Kawasan Pusat Logistik Berikat
•
Pembangunan dua pusat logistik berikat, di Cikarang terkait sektor manufaktur dan di Merak
terkait BBM, yang direncanakan siap beroperasi menjelang akhir tahun.
•
Manfaat: perusahaan manufaktur tidak perlu impor dan tidak perlu mengambil barang dari luar
negeri, cukup mengambil dari gudang berikat.
5. Insentif pengurangan pajak bunga deposito
•
Pengurangan pajak bunga deposito diberikan kepada Eksportir yang berkewajiban melaporkan
devisa hasil ekspor (DHE) ke BI.
•
DHE yang disimpan dalam bentuk deposito: (i) 1 bulan diturunkan 10 persen, (ii) 3 bulan menjadi
7,5 persen, (iii) 6 bulan menjadi 2,5 persen dan (iv) di atas 6 bulan 0 persen.
•
Jika dikonversi ke rupiah: (i) 1 bulan 7,5 persen, (ii) 3 bulan 5 persen, dan (iii) 6 bulan langsung 0
persen.
6. Perampingan Izin Sektor Kehutanan
•
Mempercepat Izin investasi dan produksi sektor kehutanan dengan mengurangi dari 14 izin
menjadi 6 izin
KEMUDAHAN LAYANAN INVESTASI 3 JAM DI KAWASAN INDUSTRI
Regulasi yang telah diterbitkan:
1.
Peraturan Kepala BKPM Nomor 14 tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal.
2.
Peraturan Kepala BKPM Nomor 15 tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan
Penanaman Modal.
3.
Peraturan Kepala
BKPM Nomor
16 tahun 2015
tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Fasilitas
Penanaman Modal.
4.
Peraturan Kepala BKPM Nomor 17 tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan
Penanaman Modal.
Pokok – Pokok Kebijakan;
•
Kriteria untuk mendapatkan layanan cepat investasi 3 jam adalah para investor memiliki rencana investasi minimal Rp
100 miliar dan atau rencana penyerapan tenaga kerja Indonesia di atas 1,000 (seribu) orang.
•
Permohonan disampaikan langsung oleh calon pemegang saham ke PTSP Pusat di BKPM. Satu calon pemegang
saham boleh mewakili calon pemegang saham lainnya sepanjang membawa lampiran surat kuasa.
•
Layanan cepat Pendirian Badan Hukum Investasi melalui PTSP Pusat di BKPM ini meliputi izin penanaman modal
(investasi), akta pendirian perusahaan, dan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM sebagai badan hukum
Indonesia, serta NPWP.
•
Izin investasi yang diberikan sekaligus akan berfungsi sebagai izin konstruksi untuk memulai kegiatan
investasi di Kawasan Industri.
Tapi sebelumnya, perusahaan tersebut harus memenuhi norma/standar dalam
berinvestasi yang harus dipenuhi sesuai ketentuan Kawasan Industri, antara lain pajak, TDP, Izin Gangguan/SITU,
IMB, Izin Lokasi, Pertimbangan Teknis Pertanahan, HGB, Izin Lingkungan dan Amdal, Amdal Lalin, ketenagakerjaan,
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, dan lain-lain.
KEBIJAKAN DEREGULASI TAHAP III
Kemudahan Usaha Jasa Keuangan, Pembiayaan Ekspor,
dan Pengurangan Beban Usaha
POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP III – 7 OKTOBER 2015
I.
Paket Kebijakan Otoritas Jasa Keuangan
1.
Relaksasi ketentuan persyaratan kegiatan usaha dan penitipan valuta asing dan pengelolaan (trust)
bank.
2.
Rancangan skema asuransi pertanian.
3.
Rmodal ventura.
4.
Pembentukan konsorsium pembiayaan industri berorientqsi ekspor dan ekonomi kreatif serta usaha
mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
5.
Pemberdayaan lembaga pembiayaan ekspor Indonesia.
6.
Penegasan implementasi one project concept dalam penetapan kualitas kredit.
II.
Penurunan Harga BBM, Listrik Dan Gas
1
Harga BBM
•
Harga Avtur, LPG 12 kg, Pertamax, dan Pertalite efektif turun sejak 1 Oktober 2015.
•
Harga BBM jenis solar diturunkan sebesar Rp 200 per liter, sehingga harga eceran BBM jenis
solar bersubsidi akan menjadi Rp 6.700 per liter. Penurunan harga BBM jenis solar juga akan
berlaku untuk BBM jenis solar non-subsidi. Keputusan ini berlaku 3 hari sejak pengumuman ini.
41
POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP III – 7 OKTOBER 2015
III.
PENURUNAN HARGA BBM, LISTRIK DAN GAS
2
Harga Gas
•
Harga gas untuk pabrik dari lapangan gas baru ditetapkan sesuai dengan kemampuan daya beli
industri pupuk, yakni sebesar US$ 7 mmbtu (Million British Thermal Unit). Sedangkan harga gas untuk
industri lainnya (seperti petrokimia, keramik, dsb) akan diturunkan sesuai dengan kemampuan industri
masing-masing. Penurunan harga gas dimungkinkan dengan melakukan efisiensi pada sistem
distribusi gas serta pengurangan penerimaan negara atau PNBP gas. Meski demikian, penurunan
harga gas ini tidak akan mempengaruhi besaran penerimaan yang menjadi bagian perusahaan gas
Kontrak Kerja Sama.
•
Penurunan harga gas untuk industri tersebut akan efektif berlaku mulai 1 Januari 2016. “Karena masih
harus mengubah aturan tentang PNBP-nya,” ujar Darmin .
3
Harga Listrik
•
Tarif listrik untuk pelanggan industri I
3dan I
4akan mengalami penurunan tarif mengikuti turunnya
harga minyak bumi (
Automatic Tariff Adjustment
).
•
Diskon tarif hingga 30% untuk pemakaian listrik mulai tengah malam pukul 23:00 hingga pagi hari
pukul 08:00, pada saat beban sistem ketenagalistrikan rendah.
•
Penundaan pembayaran tagihan rekening listrik hingga 60% dari tagihan selama setahun dan
POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP III – 7 OKTOBER 2015
IV.
PERLUASAN WIRAUSAHAWAN PENERIMA KUR
•
Dalam rangka meningkatkan akses wirausahawan kepada kredit perbankan, melalui program Kredit
Usaha Rakyat (KUR), pemerintah telah menurunkan tingkat bunga KUR dari sekitar 22% menjadi 12%
persen. Pada paket kebijakan ini, para keluarga yang memiliki penghasilan tetap atau pegawai,
dipertegas dapat menerima KUR untuk sektor usaha produktif. Menurut Darmin Nasution, “Melalui
perluasan penerima KUR ini, pemerintah berharap akan muncul para wirausahawan baru.”
V.
PENYEDERHANAAN IZIN PERTANAHAN DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL
1.
Untuk menunjang perekonomian di bidang pertanahan, Kementerian ATR/BPN merevisi Permen Nomor
2 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan dalam
Kegiatan Penanaman Modal.
2.
Beberapa substansi pengaturan baru yang mencakup beberapa hal seperti:
a)
Pemohon mendapatkan informasi tentang ketersediaan lahan (semula 7 hari menjadi 3 jam);
b)
Seluruh permohonan didaftarkan sebagai bentuk kepastian bagi pemohon terhadap ketersediaan dan
43
POKOK-POKOK PAKET KEBIJAKAN TAHAP III – 7 OKTOBER 2015
c)
Kelengkapan perijinan prinsip
•
Proposal, pendirian perusahaan, alas Hak Tanah menjadi persyaratan awal untuk dimulainya
kegiatan lapangan;
•
Ada persyaratan yang dapat menyusul sampai dengan sebelum diterbitkannya Keputusan
tentang Hak Penggunaan Lahan
c)
Jangka Waktu pengurusan (Persyaratan harus lengkap):
•
Hak Guna Usaha (HGU) dari 30 – 90 hari
20 hari kerja (s/d 200 ha) atau 45 hari kerja (> 200
ha)
•
Perpanjangan/ pembaruan HGU dari 20 – 50 hari
7 hari kerja (s/d 200 ha) atau 14 hari kerja
(> 200 ha)
•
Permohonan Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai dari 20 – 50 hari kerja
20 hari kerja (s/d 15
ha) atau 30 hari kerja (>15 ha)
•
Perpanjangan/ pembaruan Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai dari 20 – 50 hari kerja
5 hari
kerja (s.d 15 ha) atau 7 hari kerja (>15 ha)
•
Hak Atas Tanah dari 5 hari kerja
1 hari kerja
•
Penyelesaian pengaduan dari 5 hari kerja
2 hari kerja
e)
Dalam perpanjangan hak penggunaan lahan yang didasarkan pada evaluasi tentang pengelolaan
dan penggunaan lahan, termasuk audit luas lahan, oleh yang bersangkutan tidak lagi memakai
persyaratan seperti awal permohonan.
REKAPITULASI PERIZINAN DEREGULASI
JENIS REGULASI
JUMLAH IZIN
YANG DIHILANGKAN
SISA IZIN
(per 6 Okt 2015)
RENCANA
REALISASI
Peraturan Pemerintah
41
19
22
Peraturan Presiden
4
4
Instruksi Presiden
Peraturan Menteri Perindustrian
38
17
13
25
Peraturan Menteri Perdagangan
125
47
28
97
Peraturan Menteri Keuangan
6
6
Peraturan Menteri Pertanian
11
3
8
Peraturan Menteri ESDM
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
4
4
Peraturan Menteri Perhubungan
7
7
Peraturan Menteri Kesehatan
1
1
Peraturan Menteri Koperasi dan UKM
14
14
Peraturan Kepala BKPM
5
5
Peraturan Kepala BPOM
45
REKAPITULASI PERIZINAN DEREGULASI
KLASIFIKASI REGULASI
JUM49H IZIN
YANG DIHILANGKAN
SISA IZIN
(per 6 Okt 2015)
RENCANA
REALISASI
Kemudahan Investasi
44
5
0
44
Efisiensi Industri
49
22
16
33
Kelancaran Perdagangan dan
Logistik
150
52
22
128
Kepastian Bahan Baku
Sumber Dalam Negeri
13
7
3
10
47
KEMUDAHAN INVESTASI
NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI
1. PP Kawasan Industri 19 14 5 Mendorong keunggulan
2 PP yang melaksanakan UU Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Hortikultura, untuk
memberikan grandfather clause bagi investasi perkebunan hortikultura
Pemulihan efisiensi
3 PP yang merevisi PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah
1
Izin peralihan Hak Pakai atas tanah negara
- 1
Izin peralihan Hak Pakai atas tanah negara
Penyelesaian kesenjangan daya saing
4 PP yang merevisi PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
- - - Pemulihan efisiensi
5 PP yang merevisi PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT
- - - Pemulihan efisiensi
6 PP yang merevisi PP Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar 1 Izin Peruntukan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah negara bekas tanah terlantar
- 1
Izin Peruntukan
penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah negara
Pemulihan efisiensi
7 PP yang merevisi PP Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di
KEMUDAHAN INVESTASI
NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI
8 PP yang merevisi PP Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional
- - - Pemulihan efisiensi
9 PP perubahan keempat PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, untuk debirokratisasi dengan memperpendek jangka waktu proses pengajuan
perpanjangan IUP, IUPK, KK, dan PKP2B
6 - Ijin Usaha
Pertambangan (IUP) - IUP Eksplorasi - IUP Operasi Produksi - Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) - IUPK Eksplorasi - IUPK Operasi Produksi - 6
- Ijin Usaha Pertambangan (IUP)
- IUP Eksplorasi - IUP Operasi Produksi - Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK)
- IUPK Eksplorasi - IUPK Operasi Produksi
Pemulihan efisiensi
10 PP tentang PPN Jasa Kepelabuhanan, untuk memberikan insentif PPN bagi angkutan laut luar negeri
Mendorong keunggulan
11 PP yang merevisi PP No 146 Tahun 2000 tentang Impor dan/ atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN, untuk insentif, PPN dibebaskan bagi alat angkut tertentu (Kapal Laut, Kereta Api, Pesawat)
Mendorong keunggulan
49
KEMUDAHAN INVESTASI
NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI
13 PP tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkut Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut PPN, untuk insentif, PPN tidak dipungut bagi alat angkut tertentu (Kapal Laut, Kereta Api, Pesawat)
Mendorong keunggulan
14 Perpres Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
Penyelesaian kesenjangan daya saing
15 Perpres yang merevisi Perpres Nomor 30 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
- - - Penyelesaian kesenjangan
daya saing
16 Peraturan Presiden tentang Pelaksanaan Pembangunan Kilang Minyak di Dalam Negeri, sebagai pedoman akselerasi pembangunan kilang minyak (termasuk produk turunannya) melalui dana APBN dan penugasan kepada Pertamina
KEMUDAHAN INVESTASI
NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI
17 Peraturan Presiden tentang percepatan pembangunan infratstruktur ketenaga listrikan, untuk deregulasi dan debirokratisasi proses perizinan investasi listrik
Penyelesaian kesenjangan daya saing
18 Perpres Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis
Pemulihan efisiensi
19 Inpres Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis
Pemulihan efisiensi 20 Revisi Perka BKPM Nomor 5 Tahun 2003 jo
Perka BKPM Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan untuk menyesuaikan seluruh jenis izin usaha harus disamakan nomenklatur dengan peraturan perundang-undangan sektor.
- - - Pemulihan efisiensi
21 Perka BKPM yang merevisi Perka BKPM No 3 Tahun 2012, agar dalam pengendalian pelaksanaan penanaman modal, pengawasan terutama perubahan investasi dapat
dilaksanakan dengan baik, sehingga K/L terkait dan asosiasi industri mendapatkan informasi perubahan. 5 - Pendaftaran penanaman modal - Izin prinsip - Izin usaha
- Izin usaha perwakilan perusahaan
perdagangan asing - Izin kantor perwakilan
perusahaan asing - 5 - Pendaftaran penanaman modal - Izin prinsip - Izin usaha
- Izin usaha perwakilan perusahaan perdagangan asing
- Izin kantor perwakilan perusahaan asing
51
KEMUDAHAN INVESTASI
NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI
22 Perka BKPM tentang Izin Prinsip Penanaman Modal
Pemulihan efisiensi 23 Perka BKPM tentang Fasilitas Penanaman
Modal
Pemulihan efisiensi
24 Permentan yang merevisi Permentan Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, untuk merubah pasal 14 yang mewajibkan divestasi kepada koperasi pekebun setempat
- - - Pemulihan efisiensi
25 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang merevisi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.16/Menhut-II/2014 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
1 Izin pinjam pakai kawasan hutan
- 1
Izin pinjam pakai kawasan hutan
KEMUDAHAN INVESTASI
NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI
26 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengubah Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.8/Menhut-II2014 tentang Pembatasan Luas Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Dalam Hutan Alam, IUPHHK Hutan Tanaman Industri atau IUPHHK Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi.
3
- Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri - Izin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu pada Hutan dalam Hutan Alam - Izin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam
- 3
- Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri
- Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan dalam Hutan Alam
- Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam
Pemulihan efisiensi
27 Permen ATR/Kep. BPN Nomor 6 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Permen Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah
- - - Pemulihan efisiensi
28 Permen ATR/Kep. BPN yang merevisi Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.
Pemulihan efisiensi
29 Permen ATR/Kep. BPN yang merevisi Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
Pemulihan efisiensi
30 Kepmen Koperasi dan UKM yang merevisi Kepmen Koperasi dan UKM Nomor 145/KEP/M/1998 tentang Petunjuk Penanaman Modal Penyertaan Pada Koperasi, agar Koperasi dapat membangun modal penyertaan sebagai instrumen modal yang sebagai surat berharga yang dapat diperjualbelikan sehingga dapat
mengembangkan pemupukan modal
Penyelesaian
53
KEMUDAHAN INVESTASI
NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI
31 Kepmen Koperasi dan UKM yang merevisi Kepmen Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Nomor 19/KEP/M/III/1998 tentang Pedoman Kelembagaan dan Usaha Kecil, untuk mendukung koperasi berani masuk ke sektor lain
Penyelesaian
kesenjangan daya saing
32 Kepmen Koperasi dan UKM yang merevisi Kepmen Koperasi dan UKM Nomor 91/KEP/M.KUM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah, agar selaras dengan UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta meningkatkan kepatuhan KSP dan pembiayaan syariah
5 - Permohonan
pengesahan akta pendirian Koperasi Jasa Keuangan Syariah - Permohonan Pendirian
Koperasi Jasa Keuangan Syariah
- Permohonan
pengesahan Unit Jasa Keuangan Syariah - Permohonan persetujuan pembukaan Kantor Cabang - Permohonan ijin perubahan pola operasional menjadi sistem syariah untuk konversi data keuangan
5
- Permohonan pengesahan akta pendirian Koperasi Jasa Keuangan Syariah - Permohonan Pendirian Koperasi Jasa Keuangan Syariah
- Permohonan pengesahan Unit Jasa Keuangan Syariah
- Permohonan persetujuan pembukaan Kantor Cabang - Permohonan ijin perubahan
pola operasional menjadi sistem syariah untuk konversi data keuangan
Penyelesaian
kesenjangan daya saing
33 Permen Koperasi dan UKM yang merevisi Permen Koperasi dan UKM Nomor
118/PER/M.KUKM/X/2004 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Bagi Koperasi dan UKM, untuk mengakomodir UU No 20 tahun 2008 tentang UMKM dan diklat pengembangan kompetesi usaha mikro
Penyelesaian
KEMUDAHAN INVESTASI
NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG
DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI
34 Kepmen Koperasi dan UKM yang merevisi Kepmen Negara Urusan Koperasi dan UKM Nomor 123/Kep/M.KUKM/X/2004 tentang Penyelenggaraaan Tugas Pembanguan Dalam Rangka Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi Pada Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk
menyelaraskan dengan UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan mendukung pembentukan Koperasi
2
- Menunjuk gubernur sebagai pejabat untuk dan atas nama Menteri Koperasi dan UKM dlm pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, dan pembubaran koperasi yang anggotanya berdomisili lebih dari 1 kab/kota dalam propinsi - Menunjuk bupati untuk dan atas
nama Menteri Koperasi dan UKM dlm pengesahan akta sebagai pejabat dlm pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, dan pembubaran koperasi yang anggotanya berdomisili di wilayah bersangkutan
-Merevisi ketentuan yang memberi wewenang gubernur dan bupati dalam dlm pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, dan pembubaran koperasi
2 pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, dan pembubaran koperasi adalah wewenang pemerintah pusat
Penyelesaian
kesenjangan daya saing
35
Kepmen Koperasi dan UKM yang
merevisi Kepmen Koperasi dan UKM
Nomor 124/Kep/M.UKM/X/2004 tentang
Penugasan Pejabat Yang Berwenang
untuk memberikan Pengesahan Akta
Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar
dan Pembubaran Koperasi di Tingkat
Nasional, untuk menyelaraskan dengan
UU No 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dan mendukung
pembentukan Koperasi
1
Menugaskan Deputi
Kelembagaan Kemen
Koperasi dan UKM sebagai
pejabat untuk dan atas nama
Menteri Koperasi dan UKM
dlm pengesahan akta
pendirian, perubahan
anggaran dasar, dan
pembubaran koperasi yang
anggotanya berdomisili lebih
dari 1 propinsi
-Merevisi ketentuan
yang Menugaskan
Deputi Kelembagaan
Kemen Koperasi dan
UKM dalam dlm
pengesahan akta
pendirian, perubahan
anggaran dasar, dan
pembubaran koperasi
1
pengesahan akta
pendirian, perubahan
anggaran dasar, dan
pembubaran koperasi
adalah wewenang
pemerintah pusat
Penyelesaian
55
KEMUDAHAN INVESTASI
NO REGULASI JUMLAH IZIN IZIN YANG
DIHILANGKAN SISA KLASIFIKASI
36
Permen Koperasi dan UKM yang merevisi
Permen Koperasi dan Pengusaha Kecil
Menengah Nomor 01/PER/MENEG/I/2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan,
Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan
Anggaran Dasar Koperasi, untuk menyelaraskan
dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dan mendukung
pembentukan Koperasi
1 Pejabat di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota berwewenang untuk menerbitkan Surat Keputusan pengesahan akta pendirian koperasi-Merevisi ketentuan
yang memberi
wewenang Pejabat di
tingkat Propinsi dan
Kabupaten/Kota
berwewenang untuk
menerbitkan
Surat Keputusan
pengesahan akta
pendirian koperasi
1
pengesahan akta
pendirian, perubahan
anggaran dasar, dan
pembubaran koperasi
adalah wewenang
pemerintah pusat
Penyelesaian
kesenjangan daya saing
37
Permen Koperasi dan UKM yang merevisi
Permen Koperasi dan Pengusaha Kecil
Menengah Nomor 03/PER/M.KUKM/I/2007
tentang Pedoman Penilaian
Provinsi/Kabupaten/Kota/Penggerak Koperasi,
untuk menyelaraskan dengan UU No 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah dan
mendukung pemberdayaan Koperasi
Penyelesaian
kesenjangan daya saing
38
Permen Koperasi dan UKM yang merevisi
Permen Koperasi dan Pengusaha Kecil
Menengah Nomor 35.2/PER/M.KUKM/X/2007
tentang Pedoman Standar Operasional
manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah
dan Unit Jasa Keuangan Syariah, untuk
menyesuaikan dengan UU No 21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah serta meningkatkan
kepatuhan KSP dan pembiayaan syariah
Penyelesaian