• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Persediaan

a. Pengertian Persediaan

Menurut Kieso (2007:368) “ Persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki perusahaan untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam produksi barang yang akan dijual”. Selanjutnya istilah persediaan menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2008:14.2) didefenisikan sebagai “ Aset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa; dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa”.

Dari defenisi-defenisi tersebut mengenai persediaan maka pada prinsipnya adalah sama, yaitu jenis-jenis persediaan yang dimiliki perusahaan berbeda-beda tergantung dengan aktivitas perusahaan yang bersangkutan.

b. Pengklasifikasian Persediaan

Berdasarkan jenis perusahaan, persediaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

(2)

a) Persediaan Perusahaan Dagang

Sebuah perusahaan dagang biasanya membeli barang dalam bentuk yang siap untuk dijual. Persediaan dagang ini melaporkan biaya yang terkait dengan unit-unit yang belum terjual dan masih di tangan sebagai persediaan barang dagang.

b) Persediaan Perusahaan Manufaktur

Perusahaan yang bergerak dibidang industri (manufaktur) umumnya memiliki tiga jenis persediaan, yaitu:

1. Persediaan bahan baku, yaitu barang yang dibeli oleh perusahaan untuk digunakan dalam pembuatan barang jadi. 2. Persediaan barang dalam proses, yaitu semua barang yang ada

dalam proses produksi.

3. Persediaan barang jadi, yaitu semua barang yang telah selesai diproduksi tetapi belum terjual.

2. Biaya-biaya dalam Persediaan

Istilah biaya didefinisikan oleh Hansen (2000:38) yaitu “biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan membawa keuntungan masa ini dan masa datang untuk organisasi”. Biaya persediaan meliputi seluruh pengeluaran yang terjadi secara langsung untuk mendapatkan persediaan tersebut untuk kemudian dijual atau digunakan dalam proses produksi.

(3)

Tujuan manajemen persediaan adalah untuk menyediakan jumlah material yang tepat, lead time yang tepat, dan biaya rendah. Biaya persediaan merupakan keseluruhan biaya operasi atas sistem persediaan. Biaya persediaan didasarkan parameter ekonomis yang relevan dengan jenis biaya menurut Yamit (2005:9) adalah sebagai berikut:

a) Biaya pembelian (purchase cost)

Biaya pembelian adalah harga per unit apabila item dibeli dari pihak luar, atau biaya produksi per unit apabila diproduksi dalam perusahaan.

b) Biaya pemesanan (order cost/setup cost)

Biaya pemesanan adalah biaya yang berasal dari pembelian pesanan dari suplier atau biaya persiapan (setup cost) apabila item diproduksi di dalam perusahaan.

c) Biaya simpan (carrying cost/holding cost)

Biaya simpan adalah biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupun investasi sarana fisik untuk menyimpan persediaan.

d) Biaya kekurangan persediaan (stockout cost)

Biaya kekurangan persediaan adalah konsekuensi ekonomis atas kekurangan dari luar maupun dari dalam perusahaan. Kekurangan dari luar terjadi apabila pesanan konsumen tidak dapat dipenuhi. Sedangkan kekurangan dari dalam terjadi apabila departemen tidak dapat memenuhi kebutuhan departemen yang lain.

3. Perencanaan dan Pengawasan Persediaan

a. Pengertian dan Tujuan Perencanaan Persediaan

Perencanaan merupakan penetapan tujuan yang diinginkan dan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki perusahaan guna mencapai tujuan. Perencanaan yang efektif didasarkan pada analisa atas fakta-fakta yang dikumpulkan. Untuk itu manajemen bertanggung jawab menyediakan metode-metode perencanaan dan pengawasan yang harus digunakan diseluruh bagian pengadaan persediaan yang dimulai dari pengadaan

(4)

bahan baku, bahan pembantu, pengolahan, hingga menghasilkan barang jadi.

Perencanaan menurut Nafarin (2007:4) yaitu “perencanaan merupakan tindakan yang dibuat berdasarkan fakta dan asumsi mengenai gambaran kegiatan yang dilakukan di masa mendatang untuk mencapai tujuan yang diinginkan”.

Sedangkan menurut Munandar (2007:1), “rencana yaitu suatu penentuan terlebih dahulu atau penentuan di muka, tentang suatu aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan di waktu yang akan datang”.

Perencanaan persediaan memiliki tujuan untuk mengetahui berapa besar kuantitas persediaan yang harus dipesan, sehingga persediaan yang ada tidak terlalu besar atau terlalu kecil. Selain itu perencanaan persediaan bertujuan agar perusahaan dapat meminimumkan biaya-biaya persediaan dan agar perusahaan dapat bekerja secara efisien.

Perencanaan persediaan pada dasarnya terdiri dari serangkaian kegiatan yang ditetapkan sebelum aktivitas dilaksanakan sehingga tujuan operasi secara keseluruhan dapat tercapai.

b. Pengertian dan Tujuan Pengawasan Persediaan

Pengertian pengawasan (control) atau pengendalian menurut Apandi (1999:22) adalah “proses yang digunakan oleh manajemen untuk memastikan organisasi melaksanakan strateginya secara efektif dan efisien”. Dapat pula dikatakan tindakan pengendalian, pengarahan dan

(5)

pengawasan yang dijalankan agar setiap kegiatan berjalan sesuai rencana untuk mencapai hasil/sasaran yang ditetapkan.

Fungsi pengawasan mempunyai tugas antara lain menentukan apakah ada penyimpangan dalam pelaksanaan. Untuk dapat menentukan adanya penyimpangan perlu diketahui tahap perencanaan norma-norma ataupun ukuran-ukuran yang menjadi dasar hasil pelaksanaan yang diharapkan, selain kebijakan dalam pelaksanaan. Salah satu cara pengawasan ialah dengan menerapkan yang disebut sistem pengawan intern.

Pengawasan persediaan berkaitan dengan menjaga dan memelihara agar rencana persediaan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Menurut Assauri (1999:176), pengawasan persediaan yaitu “salah satu kegiatan dari urutan kegiatan-kegiatan yang bertautan erat satu sama lain dalam seluruh operasi produksi perusahaan tersebut sesuai dengan apa yang telah direncanakan lebih dahulu baik waktu, jumlah kualitas maupun biayanya”.

Untuk dapat mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimum yang dapat memenuhi kebutuhan bahan-bahan dalam jumlah, mutu dan pada waktu yang tepat serta jumlah biaya yang rendah seperti yang diharapkan maka diperlukan suatu sistem pengawasan persediaan yang harus memenuhi persyaratan yang menurut Assauri (1999:176) adalah sebagai berikut:

a) terdapat gudang yang cukup luas dan teratur dengan pengaturan tempat bahan/barang yang tetap dan identifikasi barang tertentu, b) sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang

(6)

c) suatu sistem pencatatan dan pemeriksaan atas penerimaan bahan/barang,

d) pengawasan mutlak atas pengeluaran bahan/barang,

e) pencatatan yang cukup teliti yang menunjukkan jumlah yang dipesan, yang dibagikan/dikeluarkan dan yang tersedia digudang,

f) pemeriksaan fisik bahan/barang yang ada dalam persediaan secara langsung,

g) perencanaan untuk menggantikan barang-barang yang telah dikeluarkan, barang-barang yang telah lama dalam gudang, dan barang-barang yang sudah usang dan ketinggalan zaman,

h) pengecekan untuk menjamin dapat efektifnya kegiatan rutin.

Adapun tujuan dari pengawasan persediaan menurut Assauri (1999:177) yaitu “menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi, menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar dan berlebih-lebihan serta pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar”.

Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan pengawasan persediaan adalah untuk mendapatkan jumlah dan kualitas yang tepat dari persediaan sehingga menjamin tersedianya persediaan pada tingkat yang optimal agar produksi maupun penjualan dapat berjalan dengan lancar dengan biaya persediaan yang minimal.

4. Teknik Perencanaan dan Pengawasan Persediaan a. Perencanaan Persediaan dengan Anggaran

Nafarin (2007:11) mendefenisikan anggaran sebagai “suatu kuantitatif (satuan jumlah) periodik yang disusun berdasarkan program

(7)

yang telah disahkan”. Anggaran (budget) merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang dan untuk jangka waktu tertentu. Anggaran merupakan alat manajemen untuk mencapai tujuan.

Sedangkan anggaran menurut Mulyadi (2001:488) yaitu “anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain, yang mencakup jangka waktu satu tahun”.

Anggaran dipergunakan untuk perencanaan maupun untuk keperluan pengawasan. Pemakaian anggaran, terutama dalam hubungannya dengan kegiatan pengawasan oleh manajemen perusahaan sering disebut budgetary control. Hasil-hasil yang diharapkan, sebagaimana yang dibayangkan sebelumnya oleh pembuat rencana didalam anggaran, dijabarkan dalam satuan-satuan unit bahan, produk jadi yang hendak diproduksikan, dijual dan sebagainya.

Munandar (2007:259) mendefenisikan anggaran persediaan sebagai “budget yang merencanakan secara sistematis dan lebih terperinci tentang jumlah persediaan barang dari waktu ke waktu (bulan ke bulan) selama periode tertentu yang akan datang, yang didalamnya meliputi rencana tentang jenis, jumlah barang, serta nilai (harga) barang yang tersedia”.

Anggaran persediaan untuk perusahaan dagang berbeda dengan anggaran persediaan pada perusahaan industri. Pada perusahaan dagang, penyusunan anggaran persediaannya didasarkan pada anggaran penjualan

(8)

dan anggaran pembelian barang dagangan. Pada perusahaan industri, penyusunan anggaran persediaannya didasarkan pada anggaran produksi kerja serta anggaran pemakaian dan pembelian bahan baku.

Didalam membuat anggaran tidak ada bentuk standar yang harus digunakan. Dengan kata lain masing-masing perusahaan bebas untuk menentukan bentuk serta data formatnya sesuai dengan keadaan perusahaan masing-masing.

Fungsi anggaran menurut Mulyadi (2001:502) adalah sebagai berikut:

a) anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja,

b) anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan perusahaan di masa yang akan datang,

c) anggaran berfungsi sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit organisasi dalam perusahaan dan yang menghubungkan manajer bawah dengan manajer atas, d) anggaran berfungsi sebagai tolak ukur yang dipakai sebagai

pembanding hasil operasi sesungguhnya,

e) anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan manajemen menunjuk bidang yang kuat dan lemah bagi perusahaan,

f) anggaran berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi dan memotivasi manajer dan karyawan agar senantiasa bertindak secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan organisasi.

Selain kegunaan tersebut, anggaran juga memiliki beberapa kelemahan. Menurut Nafarin (2007:20), kelemahan tersebut antara lain:

a) anggaran dibuat berdasarkan taksiran dan asumsi, sehingga mengandung unsur ketidakpastian,

b) menyusun anggaran yang cermat memerlukan waktu, uang dan tenaga yang tidak sedikit, sehingga tidak semua perusahaan mampu menyusun anggaran secara lengkap (komprehensif) dan akurat,

(9)

c) pihak yang merasa dipaksa untuk melaksanakan anggaran dapat menggerutu dan menentang, sehingga pelaksanaan anggaran dapat menjadi kurang efektif.

Perencanaan dalam persediaan dapat dijabarkan dengan menggunakan anggaran biaya standar. Anggaran menyatakan biaya-biaya yang tidak boleh dilampaui dan biaya standar menyatakan berapa besar biaya tersebut seharusnya pada suatu operasi yang efisien. Jadi biaya standar merupakan alat bantu penyusunan anggaran dan dapat disusun berdasarkan pada pengalaman di masa lalu atau melalui penafsiran maupun riset.

b. Perencanaan Persediaan dengan Menggunakan Model-model dan Analisa Persediaan

Model-model persediaan dapat digunakan untuk peminimalan biaya atau untuk tujuan-tujuan manajemen tertentu lainnya. Berbagai model yang dapat digunakan antara lain:

a) Economic Order Quantity (jumlah pesanan yang ekonomis)

Hansen (2005:527), mengartikan economic order quantity (jumlah pesanan yang ekonomis) sebagai “jumlah yang seharusnya dipesan (atau diproduksi) untuk meminimalkan pesanan total (atau penyetelan) dan biaya penggudangan”.

Menurut Nafarin (2007:256), “EOQ adalah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal”.

(10)

EOQ dapat juga disebut sebagai jumlah suatu order dimana biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bahan atau barang dagangan serta biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang terkecil. Dengan kata lain EOQ bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah yang paling ekonomis dalam setiap kali pemesanan.

EOQ dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

EOQ = PT

CR 2

EOQ = Economic Order Quantity C = biaya pemesanan tiap kali pesan

R = kuantitas yang diperlukan selama periode tertentu P = biaya pembelian per unit

T = persentase total biaya simpan per tahun.

Model EOQ tersebut menurut Yamit (2005:51) dapat dilakukan dengan menggunakan asumsi sebagai berikut:

1) kebutuhan bahan baku dapat ditentukan, relatif tetap, dan terus menerus,

2) tenggang waktu pemesanan dapat ditentukan dan relatif tetap, 3) tidak diperkenankan adanya kekurangan persediaan,

4) pemesanan datang sekaligus dan akan menambah persediaan, 5) struktur biaya tidak berubah,

6) kapasitas gudang dan modal cukup untuk menampung dan membeli pesanan,

7) pembelian adalah satu jenis item.

b) Reorder Point dan Safety Stock

Melalui metode EOQ, manajemen dapat mengetahui berapa unit yang dipesan untuk memperoleh biaya persediaan yang minimum tetapi tidak diketahui kapan pemesanan dapat dilakukan. Untuk itu dapat digunakan metode reorder point. Pengertian reorder point atau pemesanan

(11)

kembali menurut Nafarin (2007:258) yaitu “saat pemesanan kembali adalah saat harus dilakukan pesanan kembali bahan yang diperlukan, sehingga kedatangan bahan yang dipesan tersebut tepat pada waktu persediaan di atas persediaan keamanan sama dengan nol”.

Dari kutipan tersebut, untuk mengetahui titik pemesanan kembali tersebut harus diketahui tenggang waktu pengadaan bahan (lead time) dan safety stock. Menurut Hansen (2005:474), “lead time (tenggang waktu) adalah waktu yang diperlukan untuk menerima kuantitas pesanan ekonomis setelah pesanan dilakukan atau persapan dimulai”. Biasanya lead time diukur dalam hari, yang diperlukan sejak pengesahan pemesanan sampai dengan penerimaan barang. Jangka waktu lead time tergantung dari jenis atau sifat barang yang dipesan, kuantitas barang serta jarak antara pemesanan dan penjual. Untuk mengetahui jumlah persediaan yang harus ada tersedia sehingga tidak mengganggu kelancaran produksi akibat adanya biaya-biaya tambahan, maka perusahaan harus menyediakan safety stock.

Istilah safety stock (persediaan pengaman) menurut Hansen (2005:474) adalah “persediaan ekstra yang disimpan sebagai jaminan atas fluktuasi permintaan”. Penggunaan safety stock akan menambah biaya penyimpanan dan mengurangi biaya-biaya akibat kehabisan persediaan. Tingkat optimum dari safety stock yang digunakan ditentukan dengan meminimalkan biaya-biaya penyimpanan dan biaya-biaya kehabisan persediaan yang ditaksirkan.

(12)

Reorder point dapat dihitung sebagai berikut : Reorder Point = (PR x Lead Time) + Safety Stock

c) Inventory Turnover (analisa perputaran persediaan)

Teknik perencanaan pesediaan lain yang sering digunakan adalah dengan menghitung tingkat perputaran persediaan (inventory turnover). Menurut Kasmir (2008:180), “perputaran persediaan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam persediaan (inventory) berputar dalam satu periode”.

Rumus untuk mencari inventory turn over menurut Garrison (2008:730) yaitu:

d) Just In Time (JIT)

Istilah just in time (JIT) didefenisikan Yamit (2005:193) sebagai berikut, “just in time adalah usaha-usaha untuk meniadakan pemborosan dalam segala bidang produksi, sehingga dapat menghasilkan dan mengirimkan produk akhir tepat waktu untuk dijual”.

Falsafah dalam just in time adalah berusaha untuk mendapatkan kesempurnaan dengan berusaha melakukan perbaikan terus menerus untuk mendapatkan yang terbaik, menghilangkan pemborosan dan ketidakpastian. Tujuan utama dari JIT adalah menghilangkan pemborosan dan konsisten dalam meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu penggunaan istilah JIT sering kali diartikan dengan zero inventories.

(13)

c. Teknik Pengawasan Persediaan a) Pengawasan fisik persediaan

Pengawasan fisik untuk persediaan sangat penting karena persediaan barang dagangan maupun persediaan bahan baku merupakan barang berwujud yang beraneka ragan yang sangat rawan terhadap pencurian, kerusakan, kebakaran dan bencana lainnya sehingga perlu dijaga yaitu dengan mempunyai fasilitas tempat penyimpanan (gudang) dan harus selalu diperhatikan kejujuran maupun integritas dari pengelola gudang serta susunan barang yang ada didalam gudang. Perusahaan yang cukup besar biasanya memperkerjakan orang-orang tertentu untuk menjaga persediaan tersebut. Selain itu persediaan juga perlu diasuransikan untuk menghindari resiko pencurian maupun kebakaran. Ada kalanya pegawai dari kantor administrasi mengadakan stock opname. Hal ini untuk melihat apakah catatan persediaan telah sesuai dengan fisiknya.

Hasil perhitungan fisik dibandingkan dengan saldo perkiraan persediaan dalam buku besar atau kartu persediaan dalam buku pembantu akan dapat menunjukkan apakah ada selisih atau tidak. Jika saldo perkiraan buku besar dan buku persediaan tidak cocok dengan hasil perhitungan fisik, maka saldo perkiraan-perkiraan tersebut dikoreksi agar sesuai dengan jumlah fisik barang dalam gudang. Selisih persediaan yang dicatat dalam bukti memorial dan bukti fisik ini menjadi dasar untuk pencatatan dalam jurnal.

(14)

b) Pengawasan Akuntansi

1) Pengawasan terhadap prosedur pemesanan, penerimaan, penyimpanan,dan penjualan kepada konsumen

Fungsi bagian pembelian, pengadaan, atau penyediaan sangat penting karena barang yang dipesan kelak akan dijual dan penjualan tersebut harus mencapai keuntungan yang direncanakan. Apabila bagian penjualan telah menetapkan rencana penjualan barang (jumlah, jenis, dan harga penjualan), maka rencana tersebut digunakan oleh fungsi penyediaan produksi untuk melakukan pemesanan yang terbaik dan ekonomis. Fungsi penyediaan akan mengeluarkan surat pemesanan (purchase order) yang dikirimkan kepada supplier yang dipilih. Purchase order dibuat tembusannya kepada bagian akuntansi dan keuangan, bagian penerimaan dan bagian gudang.

Setelah barang yang dipesan tiba, bagian penerimaan barang akan menyesuaikan dengan purchase order tersebut. Bila ternyata telah sesuai dengan yang dipesan, maka bagian penerimaan membuat laporan penerimaan yang tembusannya kepada bagian pembelian dan penggudangan yang menyangkut tanda terima barang.

Supplier mengirimkan faktur pembelian kepada bagian pembelian. Tembusan dari bagian penerimaan dicocokkan oleh fungsi pembelian, lalu bila telah sesuai kemudian dikirimkan ke

(15)

bagian akuntansi dan keuangan untuk mencatat dan mengurus pembayarannya nanti.

Bagian penjualan dalam kegiatannya menerima surat permintaan dari langganan untuk mengirimkan barang. Sehubungan dengan itu bagian penjualan membuat surat perintah pengiriman barang ke bagian gudang dan tembusannya ke bagian akuntansi dan keuangan untuk membukukannya.

Bagian gudang sehubungan dengan pengeluaran barang dari gudang, membuat berita acara laporan pengeluaran barang dan selanjutnya barang diserahkan ke bagian pengiriman. Tembusan surat pengeluaran barang dikirim ke bagian pengiriman, bagian pembelian, bagian akuntansi dan keuangan.

Perintah pengiriman dari bagian penjualan diberikan ke bagian pengiriman dan penggudangan. Bila bagian pengiriman telah melakukan tugas pengiriman maka bagian pengiriman membuat berita acara pengiriman kebagian penjualan dan langganan.

2) Pengawasan terhadap kartu-kartu gudang dan catatan persediaan Setiap gudang dilengkapi dengan kartu gudang yang biasanya hanya memuat jenis dan unit barang. Catatan persediaan biasanya diselesaikan dan dimuat di kantor administrasi. Kartu barang digudang digunakan untuk mencatat mutasi barang atau pada setiap peti barang atau diarsip pegawai bagian gudang.

(16)

Buku persediaan yang ada pada bagian akuntansi biasanya terdiri dari empat kolom, yaitu kolom debet, kolom kredit, kolom sisa debet dan kolom sisa kredit. Diatas setiap kartu memuat persediaan minimum dan maksimum yang harus dipertahankan. Sistem periodik biasanya tidak mempunyai pencatatan pada buku persediaan karena pencatatan pada saat pembelian dibukukan pada pembelian.

c) Pengawasan mutu

Menurut Assauri (1999:210), “pengawasan mutu adalah kegiatan untuk memastikan apakah kebijaksanaan dalam hal mutu (standar) dapat tercermin dalam hasil akhir”. Dengan kata lain pengawasan mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu/kualitas barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan perusahaan.

Pengawasan mutu dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan membandingkan proses pengerjaannya ataupun dengan membandingkan bentuk dan ukuran bahan yang digunakan dan barang yang akan dihasilkan. Untuk itu diperlukan adanya suatu standar sebagai pembandingnya. Standar yang digunakan perusahaan kecil dan menengah biasanya ditetapkan sendiri berdasarkan pengalaman, sedangkan untuk perusahaan besar menggunakan Standar Industri Indonesia (SII) yang telah ditentukan pemerintah.

(17)

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Mengingat pentingnya suatu perencanaan dan pengawasan persediaan bagi perusahaan membuat penelitian-penelitian mengenai analisis perencanaan dan pengawasan persediaan telah banyak dilakukan dengan objek dan tahun yang berbeda-beda. Berikut ini akan dijelaskan mengenai penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini.

1. Lamtiur D. Simamora (2005) menganalisis perencanaan dan pengawasan persediaan bahan baku pada PT. Toba Pulp Lestari Tbk Porsea. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dalam bentuk studi kasus. Letak perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu peneliti sebelumnya meneliti mengenai persediaan bahan baku pada perusahaan industri yang bergerak dibidang pengolahan hasil hutan, sedangkan peneliti akan meneliti persediaan minyak kelapa sawit pada perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan. Hasil penelitian yang dapat disimpulkan adalah:

a. perencanaan produksi disusun berdasarkan ramalan penjualan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi antara lain kebutuhan pasar yang jumlahnya besar, kapasitas produksi, kuantitas dan kualitas karyawan serta penyediaan bahan,

b. perencanaan persediaan bahan baku menggunakan bahan baku anggaran sebagai alat perencanaan dan sekaligus merupakan alat pengawasan dimana perusahaan menetapkan standar bahan baku

(18)

berdasarkan pengalaman periode sebelumnya, jumlah pemakaian bahan baku untuk menghasilkan satu unit barang jadi dan rencana pimpinan,

c. pengawasan persediaan bahan baku yang dilakukan oleh PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Porsea meliputi pengawasan terhadap anggaran, fisik dan mutu persediaan bahan baku serta pengawasan terhadap prosedur pengeluaran bahan baku, dimana pengawasan yang sudah terlaksana dengan baik adalah pengawasan fisik dan prosedur.

2. Donny Yushera Pohan (2007) melakukan penelitian mengenai perencanaan dan pengawasan persediaan minyak kelapa sawit (CPO) pada PTPN IV Pabatu. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti terletak pada objek penelitian atau perusahaan yang akan diteliti. Perbedaan lainnya terdapat pada data tahun penelitian. Peneliti juga melihat bahwa peneliti terdahulu kurang fokus dalam meneliti persediaan minyak kelapa sawit. Hal ini dapat dilihat dari analisis data yang dilakukan dimana peneliti terdahulu juga banyak membahas mengenai persediaan bahan baku pada PTPN IV Pabatu yang berupa tandan buah segar (TBS). Hasil penelitian yang dapat disimpulkan yaitu:

a. struktur organisasi PTPN IV Pabatu terdiri dari para karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana,

(19)

b. perencanaan persediaan minyak kelapa sawit telah dilakukan dengan cermat yang didasarkan anggaran belanja yang dibuat masing-masing bagian yang terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan, berdasarkan hasil analisis data, dan juga pertimbangan keadaan ekonomi dn tujuan perusahaan,

c. anggaran pada PTPN IV Pabatu dirasakan kurang baik karena terlihat dari penyimpangan yang tidak menguntungkan dan tidak mengalami peningkatan untuk tahun berikutnya,

3. Willy Susanto (2009) menganalisis peranan perencanaan dan pengawasan persediaan didalam proses pengambilan keputusan pada PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu peneliti terdahulu meneliti persediaan pada perusahaan yang bergerak dibidang distributor obat-obatan dan alat-alat kesehatan, sedangkan peneliti meneliti persediaan minyak kelapa sawit pada perusahaan perkebunan. Hasil penelitian yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:

a. perencanaan dan pengawasan pada PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan secara umum telah memenuhi kebutuhan pada perusahaan tersebut sehingga dapat bermanfaat didalam pengambilan keputusan tetapi masih perlu diupayakan untuk terus mencari dan mengembangkan teknik-teknik perencanaan

(20)

dan pengawasan persediaan lainnya sehingga akan mampu meminimalkan biaya persediaan tersebut,

b. kebijakan akuntansi persediaan pada PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan menggunakan sistem periodical yang dilakukan tiap bulan. Meskipun demikian perusahaan tetap melakukan perhitungan fisik persediaan setiap hari yang dimuat dalam kartu persediaan di gudang,

c. realisasi yang lebih besar daripada anggaran persediaan akibat dari kurang akuratnya data dalam perencanaan persediaan merupakan hal yang harus diperhatikan perusahaan agar dapat mengurangi kerugian perusahaan.

Secara ringkas penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan perencanaan dan pengawasan persediaan dapat dilihat dalam tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1

Ringkasan Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Lamtiur D. Simamora (2005) Perencanaan dan Pengawasan Persediaan Bahan Baku pada PT. Toba Pulp Lestari Tbk Porsea

Perusahaan telah menerapkan perencanaan dan pengawasan bahan baku. Anggaran pemakaian bahan baku yang disusun perusahaan berbeda dengan realisasi pemakaian bahan baku, dimana realisasi lebih kecil dari anggarannya.

(21)

Donny Yushera Pohan (2007) Perencanaan dan Pengawasan Persediaan Minyak Kelapa Sawit (CPO) pada PTPN IV Pabatu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggaran sebagai alat perencanaan dan pengawasan pada PTPN IV Pabatu dirasakan kurang memadai dengan banyaknya penyimpangan yang tidak menguntungkan dan tidak mengalami peningkatan untuk tahun berikutnya. Willy Susanto (2009) Peranan Perancanaan dan Pengawasan Persediaan didalam Proses Pengambilan Keputusan pada PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa persediaan yang terlihat menumpuk karena perencanaan persediaan yang kurang memperhatikan keadaan ekonomi

masyarakat. Perusahaan mengalami kesulitan karena

sering terjadi ramalan masa depan yang tidak tepat akibat kurangnya analisa terhadap pengalaman masa lalu.

Referensi

Dokumen terkait

31 tahun 1997 merumuskan bahwa yang dimaksud dengan pemeriksaan tanpa hadirnya terdakwa dalam pengertian In absentia adalah pemeriksaan yang dilaksanakan supaya perkara

Dalam syariat Islam, hewan yang ketika disembelih dengan tidak mengucapkan kalimat Allah l, maka tidak akan halal daging tersebut untuk Selain mendekatkan diri kepada Allah

Pelajar dapat mengemukakan, menghurai dan menganalisis aktiviti utama yang dilaksanakan bersesuaian dengan konteks dalam 4 aspek dan mencapai tahap maksimum

Kejujuran merupakan salah satu bagian yang teramat penting bagi kelangsungan hidup manusia di dalam keluarga. Kejujuran di dalam Kehidupan keluarga sangatlah penting

Sekiranya ruang makan khusus tidak dapat disediakan, ruang yang sesuai di luar bangunan seperti di serambi boleh dijadikan sebagai ruang makan dengan dibina 2

(4) Terhadap alat UTTP yang ditera ulang atas permintaan sendiri atau berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan Retribusi

Dari konfigurasi bentuk sistem hibrid model 1 dan model 2 (baik seri maupun parallel), dapat disimpulkan bahwa kinerja dari kedua model pada perinsipnya memiliki

hal ini Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Sulawesi Selatan perlu melakukan langkah konkrit untuk meningkatkan kompetensi kapasitas aparatur melalui