• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Peranan

Pengertian “Peranan (Role)” adalah sebagai berikut:

1. Bagian tugas utama yang harus dilakukan oleh seseorang dalam manajemen

2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status 3. Bagian atau fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata

4. Fungsi yang diharapkan oleh seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya

5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat (Komaruddin, 1994).

2.2 Pengendalian Internal

Pengendalian internal merupakan salah satu alat bagi manajemen untuk memastikan bahwa kegiatan perusahaan telah sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ada sehingga operasi perusahaan dapat berjalan lancar, aktiva perusahaan dapat terjamin keamanannya, dan kecurangan serta pemborosan dapat dicegah.

Agar pengendalian dapat berjalan dengan baik, maka harus meliputi prosedur yang dapat menemukan atau memberi isyarat bahwa pengendalian bisa dilaksanakan. Prosedur ini harus dijalankan oleh orang-orang yang bebas dari

(2)

pertanggungjawaban atas transaksi-transaksi atau kekayaan perusahaan yang dipercayakan kepadanya.

2.2.1 Pengertian Pengendalian Internal

Pengertian pengendalian internal adalah sebagai berikut :

“Pengendalian Internal adalah suatu proses-yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini :

a. Keandalan pelaporan keuangan, b. Efektifitas dan efisiensi operasi, dan

c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”

(Arens, 2011).

Selain itu pengertian pengendalian internal adalah sebagai berikut:

“Setiap tindakan yang diambil manajemen untuk meningkatkan kemungkinan tercapainya tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Kontrol bisa bersifat preventif (untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan), detektif (untuk mendeteksi dan memperbaiki hal-hal yang tidak diinginkan yang telah terjadi), atau direktif (untuk menyebabkan atau mengarahkan terjadinya hal yang diinginkan). Konsep sistem kontrol merupakan gabungan komponen kontrol yang terintegrasi dan aktivitas-aktivitas yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasarannya”

(IIA, 2011).

Terdapat beberapa konsep dasar dari pengendalian internal, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Pengendalian internal merupakan suatu proses untuk mencapai suatu tujuan tertentu, bukan tujuan itu sendiri. Pengendalian internal merupakan suatu rangkaian tindakan dan menjadi bagian tidak terpisahkan, bukan hanya sebagai tambahan dari infrastruktur entitas.

2) Pengendalian internal dijalankan oleh orang, bukan hanya terdiri dari pedoman kebijakan dan formulir, namun dijalankan oleh orang dari setiap

(3)

jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris, manajemen dan personel lain.

3) Pengendalian internal dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan memadai, bukan hanya keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan komisaris entitas. Keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian internal dan pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian tujuan pengendalian menyebabkan pengendalian internal tidak dapat memberikan keyakinan mutlak.

4) Pengendalian internal ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan diantaranya pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi (Mulyadi, 2002).

Berdasarkan pengertian-pengertian pengendalian internal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengendalian internal merupakan proses yang terdiri dari kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk dilaksanakan oleh orang-orang untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu yang saling berkaitan yang didesain untuk menyediakan tingkat keyakinan yang layak berkenaan dengan pencapaian sasaran-sasaran (1) efektivitas dan efisiensi operasi, (2) keandalan laporan keuangan, (3) ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.2.2 Tujuan Pengendalian Internal

Tujuan-tujuan umum yang akan dicapai dari pengendalian internal yaitu sebagai berikut :

(4)

1. Meningkatkan susunan, keekonomisan, efisiensi, dan efektivitas operasi serta kualitas barang dan jasa sesuai misi organisasi.

2. Mengamankan sumber daya terhadap kemungkinan kerugian akibat pelepasan, penyalahgunaan, kesalahan pengelolaan, kekeliruan, dan kecurangan.

3. Meningkatkan kepatuhan pada hukum dan arahan manajemen.

4. Membuat data keuangan dan manajemen yang dapat diandalkan serta pengungkapan yang wajar pada pelaporan yang tepat waktu (Sawyer, 2009).

Adapun tujuan pengendalian internal yang dikemukakan oleh Arens (2011), yaitu sebagai berikut :

1. Reliability of Financial Reporting (Keandalan Pelaporan Keuangan) Pihak manajemen bertanggung jawab dalam menyiapkan laporan keuangan bagi investor, kreditur, dan pengguna lainnya. Manajemen mempunyai kewajiban hukum dan profesional untuk menjamin bahwa informasi telah disiapkan sesuai dengan standar pelaporan seperti prinsip yang berlaku umum.

2. Effectiveness And Efficiency of Operations (Efektivitas dan Efisiensi Operasi)

Pengendalian bagi sebuah perusahaan adalah alat untuk mencegah terjadinya pemborosan yang disebabkan kegiatan-kegiatan yang tidak

(5)

perlu dalam segala aspek usaha dan untuk mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan efisien.

3. Compliance With Applicable Laws And Regulation (Ketaatan Pada Hukum dan Perundang-Undangan)

Perusahaan pada umumnya harus taat pada aturan dan perundang- undangan yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dengan dibentuknya pengendalian internal tersebut maka diharapkan perusahaan tidak melanggar aturan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai pihak yang berwenang.

Berdasarkan tujuan di atas bahwa pengendalian internal ditujukan untuk mencapai tiga kategori tujuan yang memungkinkan organisasi untuk fokus pada aspek pengendalian internal yang berbeda, yang mencakup tujuan-tujuan operasi, tujuan-tujuan pelaporan, dan tujuan-tujuan kepatuhan

2.2.3 Unsur-unsur Pengendalian Internal

Pengendalian internal menguraikan lima unsur-unsur pengendalian internal yang dirancang dan diimplementasikan oleh manajemen untuk memberikan kepastian yang layak bahwa tujuan pengendalian internal akan tercapai. Menurut COSO (Committee of Sponsoring Organizations) dalam Arens (2011:321) unsur-unsur pengendalian internal adalah sebagai berikut:

1. Lingkungan Pengendalian

(6)

Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua unsur pengendalian internal, yang membentuk disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian mencakup hal-hal berikut ini:

a) Integritas dan nilai etika

b) Komitmen terhadap kompetensi

c) Partisipasi dewan komisaris atau komite audit d) Struktur organisasi

e) Pemberian wewenang dan tanggung jawab f) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia 2. Penaksiran Risiko

Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola. Kemudian Mulyadi (2002) menambahkan bahwa penaksiran risiko untuk tujuan pelaporan keuangan adalah identifikasi, analisis, dan pengelolaan risiko entitas yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Risiko dapat timbul atau berubah karena keadaan berikut ini:

a. Perubahan dalam lingkungan operasi b. Personel baru

c. Sistem informasi yang baru atau yang diperbaiki d. Teknologi baru

(7)

e. Lini produk, produk, atau aktivitas baru f. Restrukturisasi korporasi

g. Operasi luar negeri h. Standar akuntansi baru 3. Aktivitas Pengendalian

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur ini memberikan keyakinan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk mengurangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas. Aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan diterapkan di berbagai tingkat organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan hal-hal berikut ini:

a. Review terhadap kinerja b. Pengolahan informasi c. Pengendalian fisik d. Pemisahan tugas 4. Informasi dan Komunikasi

Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka. Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang meliputi sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan

(8)

melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) dan untuk memelihara akuntabilitas bagi aset, utang, dan ekuitas yang bersangkutan.

Komunikasi mencakup penyampaian informasi kepada semua personel yang terlibat dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas mereka berkaitan dengan pekerjaan orang lain, baik yang berada di dalam maupun di luar organisasi. Pedoman kebijakan, pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan, daftar akun, dan memo juga merupakan bagian dari komponen informasi dan komunikasi dalam pengendalian internal.

5. Pemantauan

Pemantauan adalah proses penentuan kualitas kinerja pengendalian internal sepanjang waktu. Pemantauan ini mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi. Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan yang berlangsung secara terus menerus, evaluasi secara terpisah, atau dengan berbagai kombinasi dari keduanya.

2.2.4 Keterbatasan Pengendalian Internal

Pengendalian internal yang baik sekalipun, tidak dapat dianggap sepenuhnya efektif, karena selalu ada kemungkinan bahwa data yang dihasilkannya tidak akurat akibat adanya beberapa keterbatasan yang melekat pada sistem tersebut. Keterbatasan pengendalian internal yaitu sebagai berikut :

1. Kesalahan dalam pertimbangan (Mistake in Judgement)

Seringkali manajemen dan personel lain dapat salah dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil dalam melaksankan

(9)

tugasnya karean tidak memahami informasi, keterbatasan waktu atau tekanan lain.

2. Gangguan (Breakdown)

Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena personel secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan. Perubahan yang bersifat sementara atau permanen dalam sistem dapat mengakibatkan gangguan.

3. Kolusi (Collusion)

Tindakan bersama individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi. Kolusi dapat mengakibatkan lemahnya pengendalian internal yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas dan tidak terdeteksinya kecurangan.

4. Pengabaian oleh manajemen (Management Override)

Manajemen bisa saja mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi manajemen, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan atau kepatuhan semu.

5. Biaya dan manfaat (Cost vs Benefit )

Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian internal sebaiknya tidak melebihi manfaat yang diharapkan. Karena pengukuran secara tepat baik biaya maupun manfaat biasanya tidak mungkin dilakukan, manajemen harus memperkirakan dan mempertimbangkan

(10)

secara kuntitatif dan kualitatif dalam mengevaluasi biaya dan manfaaat suatu pengendalian internal (Mulyadi, 2002).

Berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa pengendalian internal memiliki keterbatasan yang menyebabkan tujuan perusahaan tidak tercapai. Dengan demikian berarti bahwa penerapan pengendalian internal bukan ditujukan untuk menghilangkan semua kecurangan dan kesalahan yang terjadi, melainkan menguranginya seminimal mungkin, sehingga apabila terjadi kecurangan dan kesalahan dapat diketahui dan diatasi dengan cepat dan baik.

2.3 Pengertian Efektivitas

Pengertian efektivitas adalah merupakan tingkat keberhasilan suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya atau merupakan ukuran dari output (Bhayangkara, 2008).

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa efektivitas lebih menitik beratkan tingkat keberhasilan organisasi dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian efektivitas didasarkan atas sejauh mana tujuan organisasi dapat dicapai. Jadi, efektivitas merupakan derajat tingkat keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai target yang telah ditentukan.

2.4 Persediaan

Persediaan merupakan suatu elemen yang penting bagi perusahaan karena sebagian besar aktiva perusahaan tertanam dalam perusahaan. Persediaan harus dikelola dengan baik karena sangat sensitif terhadap kekunoan, pencurian, pemborosan, kelebihan maupun kekurangan persediaan sebagai akibat salah urus.

(11)

2.4.1 Pengertian Persediaan

Persediaan menurut Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2008) didefinisikan sebagai berikut:

Persediaan adalah aset:

a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa b) dalam proses produksi atau penjualan tersebut

c) dalam bentuk badan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa (IAI, 2008).

Persediaan merupakan elemen aktiva yang disimpan untuk dijual dalam kegiatan bisnis yang normal atau barang-barang yang akan dikonsumsi dalam pengelolaan produk yang akan dijual (Mulyadi, 2002).

Persediaan adalah istilah yang diberikan untuk aktiva yang akan dijual dalam kegiatan normal perusahaan atau aktiva yang dimasukkan secara langsung atau tidak langsung kedalam barang yang akan diproduksi dan kemudian dijual (Stice dan Skousen, 2009).

Kesimpulannya adalah bahwa persediaan merupakan suatu istilah yang menunjukkan segala sesuatu dari sumber daya yang ada dalam suatu proses yang bertujuan untuk mengantisipasi terhadap segala kemungkinan yang terjadi baik karena adanya permintaan maupun ada masalah yang lain.

2.4.2 Penggolongan Persediaan

Dalam perusahaan manufaktur persediaan terdiri dari: persediaan produk jadi, persediaan produk dalam proses, persediaan bahan baku, persediaan bahan penolong, persediaan bahan baku habis pakai pabrik, persediaan suku cadang.

(12)

Dalam perusahaan dagang, persediaan hanya terdiri dari suatu golongan saja yaitu persediaan barang dagangan.

Jenis-jenis persediaan akan berbeda sesuai dengan bidang atau kegiatan normal usaha perusahaan tersebut. Berdasarkan bidang usaha perusahaan dapat terbentuk perusahaan industri (manufacture), perusahaan dagang, ataupun perusahaan jasa. Untuk perusahaan industri maka jenis persediaan yang dimiliki adalah persediaan yang dimiliki adalah persediaan bahan baku (raw material), barang dalam proses (work in process), persediaan barang jadi (finished goods), serta bahan pembantu yang akan digunakan dalam proses produksi. Dan perusahaan dagang maka persediaannya hanya satu yaitu barang dagang.

Persediaan dalam operasi normal setiap perusahaan merupakan komponen yang sangat aktif, yang dibeli dan dijual kembali secara terus menerus. Pada perusahaan dagang biasanya persediaan barang dagangan dalam bentuk yang siap pakai untuk dijual kembali kepada pembeli dan melaporkan harga perolehan dari barang dagangan yang belum terjual sebagai persediaan (Mulyadi, 2001).

2.4.3 Fungsi-Fungsi Persediaan

Efisiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi penting persediaan. Pertama, harus diingat bahwa persediaan adalah sekumpulan produk phisikal pada berbagai tahap proses transformasi dari bahan mentah ke barang dalam proses, dan kemudian barang jadi. Persediaan ini mungkin tetap tinggal di ruang penyimpanan, gudang, pabrik, atau toko-toko pengecer. Fungsi-fungsi persediaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Fungsi “Decoupling”

(13)

Fungsi paling penting persediaan adalah memungkinkan operasi-operasi perusahaan internal dan eksternal mempunyai “kebebasan” (independence).

Persediaan “decouples” ini memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan langganan tanpa tergantung pada supplier.

Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman.

Persediaan barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan proses-proses individual perusahaan terjaga “kebebasan”nya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para langganan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock.

2. Fungsi “Economic Lot Sizing”

Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumber daya-sumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit. Persediaan “lot size” ini perlu mempertimbangkan

“penghematan-penghematan” (potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih murah dan sebagainya) karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, resiko, dan sebagainya).

3. Fungsi Antisipasi

Perusahaan sering menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu

(14)

permintaan musiman. Hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman (seasonal inventories).

Perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang-barang selama periode persamaan kembali, sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman (safety inventories). Persediaan pengaman merupakan pelengkap fungsi “decoupling” yang telah diuraikan diatas. Persediaan antisipasi ini penting agar kelancaran proses produksi tidak terganggu (Handoko, 2001).

2.4.4 Tujuan Pengendalian Internal Persediaan Barang Dagangan

Terdapat enam rincian yang harus dipenuhi oleh pengendalian internal untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam jurnal dan catatan perusahaan:

1. Transaksi benar-benar terjadi dan dilaksanakan (eksistensi)

Menyatakan bahwa transaksi yang dicatat adalah transaksi yang benar- benar terjadi dalam perusahaan.

2. Transaksi yang terjadi diindetifikasikan dan dicatat secara lengkap (kelengkapan).

Menyatakan bahwa transaksi telah dicatat dengan lengkap sehingga mencegah penghilangan transaksi dari catatan.

3. Transaksi yang terjadi telah dicatat dengan benar (akurasi).

Menyatakan bahwa transaksi telah dicatat dengan benar. Tujuan ini menyangkut keakuratan informasi untuk transaksi akuntansi.

4. Transaksi yang terjadi diklasifikasikan dengan benar (klasifikasi).

(15)

Menyatakan bahwa transaksi yang telah terjadi, diklasifikasikan pada perkiraan yang benar.

5. Transaksi yang terjadi dicatat pada saat yang tepat (ketepatan waktu).

Menyatakan bahwa transaksi dicatat pada waktu yang tepat, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan benar-benar dapat bermanfaat.

6. Transaksi dimasukan ke dalam catatan tambahan dan diikhtisarkan dengan benar (posting dan pengikhtisaran).

Menyatakan bahwa setiap transaksi yang terjadi di dalam perusahaan dicatat dengan tepat ke dalam catatan tambahan dan diikhtisarkan dengan benar (Arens, 2003).

2.5 Pembahasan Pengelolaan Persediaan Barang Dagang yang Efektif.

Dalam perusahaan dagang secara luas fungsi pengelolaan persediaan meliputi pengarahan arus dan penanganan barang secara wajar mulai dari penerimaan sampai pergudangan dan penyimpanan, sampai berada di tangan pelanggan (Willson, 1997).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pengelolaan barang dagangan terdiri dari:

1. Prosedur Pesanan Pembelian Persediaan Barang Dagangan.

Biasanya dilakukan oleh departemen pembelian yang dipimpin oleh kepala pembelian umum. Dalam keadaan apapun prosedur sistematis harus dinyatakan dalam bentuk tertulis untuk menetapkan tanggung jawab dan untuk memberi informasi yang lengkap mengenai penggunaan seluruh barang yang diterima (Willson, 1997).

(16)

2. Prosedur Penerimaan Persediaan Barang Dagangan.

Kegiatan dalam prosedur penerimaan persediaan barang dagangan yang diterima dan mengirimkannya kepada bagian gudang. Jenis dan kuantitas barang yang diterima harus diverifikasi secara hati-hati. Verifikasi ini dalam perusahaan besar dilakukan dua kali, pertama pada waktu barang diterima oleh bagian penerimaan dan yang kedua pada waktu barang diterima oleh bagian gudang untuk disimpan (Willson, 1997).

3. Prosedur Penyimpanan Persediaan Barang Dagangan.

Prosedur penyimpanan barang dimulai dari penerimaan dari departemen penerimaan yang dilampirkan dengan laporan penerimaan yang diteruskan ke gudang. Tujuan penyimpanan barang di gudang adalah untuk mencegah dan mengurangi kerugian yang timbul akibat pencurian dan kerusakan barang. Yang bertanggungjawab disini adalah kepala gudang. Artinya barang harus disimpan dalam gudang agar terjaga baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Persediaan barang dagangan yang ada di gudang harus dikelompokkan menurut jenis, ukuran dan sifat sehingga akan memudahkan bila diperlukan (Willson, 1997).

4. Prosedur Pengeluaran Persediaan Barang Dagangan.

Kepala gudang sebagai pejabat bagian penyimpanan biasanya menerima instruksi tertulis yang didalamnya tercantum ketentuan mengenai pengeluaran barang yaitu bahwa barang hanya boleh dikeluarkan berdasarkan bon permintaan barang dari bagian yang memerlukan barang dagangan tersebut. Kepala gudang bertanggung jawab atas pelaksanaan

(17)

pengeluaran barang maupun kelengkapan dokumen yang menyertainya.

Surat permintaan barang merupakan dokumen permintaan barang yang ditujukan kepada bagian gudang agar mengeluarkan dan mengangkat barang ke tempatyang telah ditentukan dan menyerahkan kepada personel yang mengajukan dengan prosedur yang sesuai. Bagian gudang kemudian mengeluarkan bukti pengeluaran barang yang didistribusikan kepada bagian akuntansi, bagian yang meminta pengeluaran barang, serta arsip untuk bagian gudang sendiri (Willson, 1997).

5. Prosedur Pencatatan Persediaan Barang Dagangan.

Persediaan dapat dicatat dengan dua cara yaitu:

a. Perpetual Inventory System b. Periodic Inventory System Berikut Penjelasannya:

a. Perpetual Inventory System

Dalam sistem ini pembelian barang dagangan untuk dijual kembali atau bahan baku untuk diproduksi didebet pada perkiraan persediaan.

Biaya pengangkutan, pengembalian barang dan potongan pembelian dicatat pada perkiraan persediaan, harga pokok barang diperoleh untuk setiap penjualan dengan mendebit perkiraan harga pokok barang dan mengkredit persediaan. Persediaan harga pokok barang diperlukan untuk mengakumulasi cost dari barang yang dijual. Saldo dari perkiraan persediaan pada akhir tahun akan menunjukkan nilai persediaan akhir yang dimiliki. Perpetual inventory system

(18)

menyediakan catatan yang kontinyu dari saldo perkiraan persediaan dan harga pokok barang.

Adapun ayat jurnal untuk metode perpetual adalah:

Aktivitas pembelian

Dr. Persediaan barang dagangan Rp.XXX

Cr. Kas/Hutang Dagang Rp.XXX

Aktivitas penjualan

Dr. Harga pokok barang yang dijual Rp.XXX

Cr. Persediaan barang dagangan Rp.XXX Dr. Kas/Piutang dagang Rp.XXX

Cr. Penjualan Rp.XXX

b. Periodic Inventory System

Pada sistem ini pembelian yang terjadi didebet ke perkiraan pembelian. Jadi dengan menggunakan sistem ini perkiraan persediaan tidak akan terpengaruh atau tetap sampai akhir periode akuntansi karena tidak ada jurnal yang berhubungan dengan perkiraan persediaan saat terjadi pembelian dan penjualan. Pada akhir akuntansi, seluruh persediaan yang ada dihitung dan nilainya ditetapkan sebesar cost, dimana nilai ini akan dimasukkan sebagai jumlah persediaan akhir yang ada. Harga pokok barang yang akan dijual pada akhir periode ditentukan dengan cara persediaan awal ditambah pembelian lalu dikurangi dengan persediaan akhir. Jika perusahaan menggunakan

(19)

sistem ini maka salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui persediaan fisik setahun sekali.

Adapun ayat jurnal untuk metode periodik adalah:

Aktivitas pembelian

Dr. Pembelian barang dagangan Rp. XXX

Cr. Kas/Hutang dagang Rp. XXX

Metode penilaian persediaan merupakan faktor penting dalam menetapkan hasil operasi dan kondisi keuangan karena berkaitan dengan menentukan harga barang yang dijual. (Horngren, 2002).

6. Prosedur Penilaian Persediaan Barang Dagangan.

Metode penilaian persediaan yang bisa dipergunakan perusahaan antara lain:

1. Specific Indetinfication Method

Metode ini menelusuri arus fisik aktual dari barang. Masing-masing jenis persediaan ditandai, diberi label, ataupun diberi kode sesuai dengan spesifik biaya per unitnya. Pada akhir periode, biaya spesifik dari persediaan yang masih menjadi persediaan merupakan biaya total dari persediaan akhir. Sebagai contoh dalam Kieso, dkk (2007:334), diasumsikan Southland Company membeli 3 set televisi 46 inch dengan harga masing-masing $700, $750, dan $800. Selama tahun berjalan 2 set televisi tersebut terjual dengan harga $1.200 per unit. Pada tanggal 31 Desember, televisi denganharga $750 masih belum terjual.

(20)

Persediaan akhirnya adalah $750 dengan harga pokok penjualannya adalah $1.500 ($700 + $800).

2. First-in, First-Out methode (FIFO)

Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang pertama kali dibeli adalah barang yang pertama kali dijual. FIFO bahkan paralel dengan arus fisik aktual persediaan barang dagang karena umumnya merupakan praktik bisnis yang sehat untuk menjual pertama kali barang yang dibeli lebih dulu. Dengan metode FIFO, harga pokok barang yang lebih dulu dibeli merupakan biaya yang pertama kali diakui sebagai harga pokok penjualan.

3. Last-in, First-out method (LIFO)

Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang terakhir dibeli adalah barang yang pertama kali ditetapkan dalam menghitung harga pokok penjualan.

4. Average method (Metode rata-rata)

Metode ini mengasumsikan bahwa barang yang tersedia untuk dijual memiliki biaya per unit yang sama (rata-rata). Pada umumnya barang yang dijual adalah identik. Berdasarkan metode tersebut, harga pokok barang tersedia untuk dijual dialokasikan pada dasar biaya rata-rata tertimbang per unit. Rumus dan contoh perhitungan dari biaya rata-rata tertimbang per unit adalah sebagai berikut:

Biaya rata-rata tertimbang per unit = Harga pokok barang tersedia untuk dijual

(21)

Total unit yang tersedia untuk dijual (Kieso, 2007).

7. Prosedur Pengendalian Persediaan Barang Dagangan.

Dalam berbagai perusahaan terdapat beberapa macam cara pengendalian tergantung dari jenis pengendalian. Berikut ini pendapat dari beberapa pakar mengenai pengendalian terhadap persediaan barang dagangan:

1. Economic Order Quantity (EOQ)

Adalah jumlah pesanan yang secara ekonomis menguntungkan yaitu besarnya pesanan yang menyebabkan biaya pemesanan dan biaya pengiriman yang minimal. Sebenarnya penggunaan rumus EOQ banyak diterapkan dalam menetapkan jumlah pembelian setiap kali untuk perusahaan industri. Meskipun demikian rumus ini dapat pula dipakai untuk menetapkan jumlah tiap kali pembelian yang tepat untuk pedagang perantara.

Rumus EOQ adalah:

I P

S EOQ R

. .

 2

Keterangan:

R = Jumlah (dalam unit) yang dibutuhkan dalam satu periode tertentu S = Biaya pesanan setiap kali pesan

P = Harga per unit yang dibayarkan

I = Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, dinyatakan dalam persentase dari nilai rata-rata dalam rupiah dari persediaan

2. Reorder Point (ROP) dan Safety Stock (SS)

(22)

Reorder point adalah titik dimana harus diadakan pemesanan kembali sehingga kedatangan barang yang dipesan tepat pada waktunya, dimana persediaan atas safety stock sama dengan nol.

Masalah pesanan ini tergantung pada tiga faktor yaitu:

a. Waktu yang diperlukan untuk penyimpanan b. Tingkat pemakaian barang

c. Persediaan minimal atau penyelamat (safety stock)

Perkiraan atau penaksiran lead time dari pesanan biasanya menggunakan rata-rata hitung beberapa hari pesanan lead time pesanan sebelumnya.

Tingkat pemakaian barang juga diperhatikan untuk menentukan waktu pemesanan yang tepat. Salah satu dasar untuk memperkirakan kuantitas barang dalam periode tertentu, khususnya selama periode pemesanan adalah rata-rata pemakaian kuantitas barang masa sebelumnya atau selama periode waktu. Sedangkan persediaan minimal adalah sejumlah unit yang ditambahkan dalam pembelian persediaan yang ekonomis untuk penjagaan atau permintaan langganan yang tidak umum.

Rumus Reorder Point:

ROP = (Lead time x average inventory usage rate) + safety stock 3. Budgetary Control (Pengendalian Budget)

Pengendalian melalui penyusunan anggaran merupakan suatu cara yang dilakukan untuk membandingkan antara keadaan yang sebenarnya

(23)

dengan keadaan yang direncanakan. Dalam penyusunan anggaran, perlu dimulai dengan menetapkan terlebih dahulu berapa jumlah yang harus dijual. Jumlah ini ditetapkan lebih dulu melalui suatu estimasi atau taksiran dari pihak pimpinan kemudian berdasarkan rencana penjualan dan rencana persediaan barang dagangan dan anggaran lainnya.

4. Inventory Turn Over (Rasio Perputaran Persediaan)

Perputaran persediaan merupakan angka yang menunjukkan kecepatan pergantian dalam periode tertentu, biasanya dalam waktu satu tahun. Angka tersebut diperoleh dengan membagi semua harga persediaan atau barang yang dipergunakan selama periode tertentu dengan jumlah rata-rata persediaan selama periode tertentu.

Perhitungan inventory turn over dapat dilakukan untuk semua persediaan yang ada dalam perusahaan. Untuk persediaan barang dagangan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Merchandise Inventory Turn Over =

2.6 Syarat-syarat Pengelolaan Persediaan Barang Dagangan yang Efektif Menurut Willson dan Campbell (2001: 430-431) mengungkapkan mengenai syarat-syarat pengelolaan persediaan barang dagang yang efektif adalah sebagai berikut:

(24)

1. Penetapan tanggung jawab dan kewenangan yang jelas terhadap persediaan

2. Sasaran dan kebijakan yang dirumuskan dengan baik 3. Fasilitas pergudangan dan penanganan yang memuaskan 4. Klasifikasi dan identifikasi persediaan yang layak 5. Standarisasi dan simplikasi persediaan

6. Catatan dan laporan yang cukup 7. Tenaga kerja yang memuaskan

Adapun ketujuh syarat pengelolaan persediaan barang dagang yang efektif adalah sebagai berikut:

1. Penetapan tanggungjawab dan kewenangan yang jelas terhadap persediaan.

Tanggung jawab didefenisikan sebagai penugasan pekerjaan dan kewajiban spesifik untuk dilaksanakan oleh seseorang dengan sebaik- baiknya. Tanggung jawab ini harus disertai kewenangan yang diperlukan yaitu hak untuk membuat keputusan-keputusan dan untuk meminta atau memperoleh ketaatan terhadap instruksi-instruksi yang ada hubungannya dengan pelaksanaan permintaan.

2. Sasaran dan kebijakan yang dirumuskan dengan baik.

Mereka yang bertanggung jawab untuk melaksanakan keinginan pimpinan dalam hubungannya dengan persediaan, harus memahami dengan jelas aturan-aturan bertindak yang akan menjadi pedoman bagi mereka. Tidak ada yang demikian dan merusak moral dan dapat menimbulkan

(25)

kebingungan pelimpahan suatu tugas tetapi tidak mengetahui harapan dari tugas yang diharapkan dati tugas itu.

3. Fasilitas pergudangan dan penanganan yang memuaskan.

Faktor ketiga yang penting dalam pengendalian persediaan adalah fasilitas-fasilitas pergudangan dan penyelengaraan yang cukup. Tidak ada prosedur yang sekalipun telah direncakan dengan sangat baik dapat berhasil dalam suatu bidang pergudangan atau penyimpanan yang tidak terorganisir, atau dilengkapi dengan tindakan yang tidak baik.

4. Klasifikasi dan identifikasi persediaan secara layak.

Klasifikasi ini harus dikenal dalam menetapkan anggaran dan pengendalian serta memperoleh keyakinan bahwa persediaan perlu dicatat sebagaimana mestinya. Pengendalian akuntansi menjadi betul-betul tidak berguna apabila barang yang diminta dilaporkan sebagai barang lain.

Klasifikasi dan identifikasi persediaan secara wajar adalah perlu bagi suatu pengendalian persediaan yang efektif.

5. Standarisasi dan simplikasi persediaan.

Standarisasi merupakan suatu istilah yang lebih lazim yang berhubungan dengan penetapan standar. Dalam hal persediaan, standarisasi berhubungan dengan pengurangan suatu garis produk menjadi beberapa jenis, ukuran, karakteristik tetap yang dianggap sebagai standar.

Tujuannya adalah untuk mengurangi banyaknya unsur atau jenis barang, untuk menetapkan standar kualitas bahan. Dengan adanya dengan

(26)

banyaknya jenis atau unsur persediaan yang mungkin diselenggarakan, maka masalah pengendalian dapat dipermudah. Simplikasi hanya menyangkut eliminasi jenis dan ukuran produk yang berlebihan. Eliminasi produk-produk yang tidak dijual dapat dengan cepat memberikan kontribusi besar untuk mengurangi persediaan yang harus dilaksanakan.

6. Catatan dan laporan yang cukup.

Perencanaan dan pengendalian persediaan didasarkan pada suatu anggapan pendahuluan yaitu adanya pengetahuan mengenai fakta-fakta dan ketersediaan fakta-fakta memerlukan catatan dan laporan persediaan yang cukup. Catatan-catatan persediaan harus berisi informasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para staf pembelian, produksi, penjualan, dan keuangan.

7. Tenaga kerja yang memuaskan.

Pengelolaan persediaan tidak dicapai melalui penetapan prosedur dan penyelenggaraan catatan pembukuan, tapi diperoleh melalui tindakan manusia, dan tidak ada yang menggantikan kecakapan dan pertimbangan manusia. Seseorang harus mempunyai perhatian dan inisiatif yang cukup untuk menelaah catatan dan merekomndasikan atau mengambil tindakan perbaikan. Kecakapan ini tidak dapat hanya berada di jenjang pimpinan yang tinggi, tetapi harus sampai pada mereka yang diberi tanggung jawab khusus terhadap pengendalian persediaan. (Tjintjin Fenix, 2001)

(27)

Berdasarkan defenisi di atas, suatu pengelolaan persediaan barang dagangan dikatakan efektif jika telah memenuhi ketujuh persyataran di atas.

2.7 Kerangka Pemikiran

2.7.1 Peranan Pengendalian Internal Dalam Menunjang Efektivitas Pengelolaan Persediaan Barang Dagangan

Persediaan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas produksi suatu perusahaan dalam menghasilkan produk yang bermutu tinggi. Oleh karena itu, biasanya perusahaan mempunyai persediaan lebih dari 40% dari keseluruhan jumlah modal yang diinvestasikan.

Untuk mengelola persediaan dalam jumlah besar tersebut diperlukan suatu penanganan yang terstruktur dan terencana, agar keberadaan persediaan benar- benar dapat menguntungkan perusahaan. Untuk memaksimalkan keberadaan persediaan tersebut, maka pengendalian perlu dilakukan.

Pengendalian internal merupakan metode dan tindakan yang dilaksanakan oleh perusahaan dan dipakai sebagai alat pengendali yang berfungsi untuk mengamankan persediaan barang dagangan sejak mendatangkan, menerima, menyimpan, mengeluarkannya, baik fisik maurpun kuantitas dan pencatatannya, termasuk penilaiannya. Hal ini berarti dengan adanya pengendalian internal persediaan barang dagangan yang memadai, maka pengelolaan persediaan barang dagangan yang efektif diharapkan dapat tercapai.

Syarat-syarat pengelolaan persediaan barang dagang yang efektif adalah sebagai berikut:

(28)

1. Penetapan tanggung jawab dan kewenangan yang jelas terhadap persediaan

2. Sasaran dan kebijakan yang dirumuskan dengan baik 3. Fasilitas pergudangan dan penanganan yang memuaskan 4. Klasifikasi dan identifikasi persediaan yang layak 5. Standarisasi dan simplikasi persediaan

6. Catatan dan laporan yang cukup

Tenaga kerja yang memuaskan (Willson, 2001).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mencapai pengendalian internal persediaan barang dagangan yang efektif yaitu pengendalian persediaan barang dagangan yang memadai. Pengendalian internal yang efektif selalu terikat dengan unsur-unsur pengendalian internal, sehingga berfungsi atau tidaknya pengendalian internal dapat dilihat dari bagaimana menerapkan unsur-unsur pengendalian internal tersebut dalam aktivitas pengelolaan persediaan barang dagangan. Adapun unsur- unsur pengendalian internal persediaan barang dagangan yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan.

Pengendalian internal persediaan barang dagangan dapat berperan jika dapat mencapai tujuannya untuk mencapai pengelolaan persediaan barang dagangan yang efektif. Dengan diterapkannya unsur-unsur dan tujuan pengendalian internal persediaan barang dagangan tersebut, diharapkan dapat menciptakan pengendalian internal persediaan barang dagangan yang memadai. Efektif tidaknya pengelolaan persediaan barang dagangan dapat diukur dari sejauh mana perusahaan dapat melaksanakan unsur-unsur pengelolaan persediaan barang dagangan yang efektif.

(29)

Dengan demikian pengendalian internal persediaan barang dagangan yang merupakan salah satu alat untuk mencapai syarat-syarat pengelolaan persediaan barang dagang yang efektif yaitu penetapan tanggung jawab dan kewenangan yang jelas terhadap persediaan, sasaran dan kebijakan yang dirumuskan dengan baik, fasilitas pergudangan dan penanganan yang memuaskan, klasifikasi dan identifikasi persediaan secara layak, standarisasi dan simplikasi persediaan, catatan dan laporan yang cukup serta tenaga kerja yang memuaskan.

Hasil Penelitian Radiani (2004) menunjukkan bahwa pengendalian internal telah berperan dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan persediaan barang dagangan. Pengendalian internal persediaan yang memadai dapat berperan dalam memberikan informasi yang akurat mengenai nilai dan posisi persediaan barang dagangan yang dapat menunjang efektivitas dalam pengelolaan persediaan barang dagangan, hal ini didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dan berkualitas, adanya sistem informasi yang baik, serta adanya kegiatan pengendalian yang dilakukan secara tepat dan akurat.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Efektivitas Pengelolaan Persediaan Barang Dagangan Pengendalian Internal

(30)

2.8 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Pengendalian internal persediaan barang dagangan di Toserba X telah dilaksanakan secara efektif

H2 : Pengelolaan persediaan barang dagangan di Toserba X telah dilaksanakan secara efektif

H3 : Pengendalian internal berperan dalam menunjang efektivitas pengelolaan persediaan barang dagangan di Toserba X

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

[r]

kandungnya, demikian juga orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari anak angkatnya. 3) anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua

Terlihat bahwa variabel yang paling dominan mempengaruhi tingkat kepatuhan ibu terhadap pemberian imunisasi dasar di wilayah Kelurahan Ngestiharjo adalah variabel dukungan

Pada tahun 1990, pemerintah melakukan liberalisasi ekonomi, termasuk di dalamnya dalam sector pertanian. Pemerintah menghapus subsidi untuk sarana

Menurut Ibnu Hazm penyewaan tanah tidak boleh dalam bentuk apapun, baik untuk pertanian, bangunan, atau untuk sesuatu yang lain, demikian juga dari segi waktu. Baik untuk

Berbeda dengan media yang disajikan saat UNDK, sosialisasi kali ini dilakukan dengan memutar video dan komik tentang “Kampanye BAB Sehat dan Fasilitas Mandi Cuci Kakus

Pada tahap ketiga dari perencanaan transportasi ini sering ditemui berbagai kendala/hambatan berupa sulit dan rumitnya memodelkan realita yang terjadi di dunia nyata sebagai

Sistem yang dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri dalam menyetujui pembiayaan yang diajukan nasabah dapat melalui 10 tahap proses yang menyangkut semua aspek dari perusahaan