GUBERNUR ACEH
PERATURAN GUBERNUR ACEH
NOMOR 106 TAHUN 2013
TENTANG
SISTEM DAN PROSEDUR
PENGELOLAAN KEUANGAN ACEH
GUBERNUR ACEH
PERATURAN GUBERNUR ACEH
NOMOR 106 TAHUN 2013
TENTANG
SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN ACEH
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
GUBERNUR ACEH,
Menimbang
: a. bahwa dalam rangka menindaklanjuti Pasal 151 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, Pasal 330 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Pasal 294
Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan
Aceh perlu mengatur sistem dan prosedur pengelolaan keuangan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Sistem dan
Prosedur Pengelolaan Keuangan Aceh;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan
Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan
Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1956 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1103);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5234);
6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4633);
10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah;
12.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan
Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum;
13.
Peraturan
Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Barang Milik Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas
Peraturan Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Barang
Milik Daerah;
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah;
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban
Bendahara serta Penyampaiannya;
18.
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor 76 Tahun 2008 tentang Pedoman
Akuntansi Badan Layanan Umum;
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan
Rancangan Pembangunan Daerah;
20. Qanun Aceh Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan
Aceh (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 1 Tahun
2008).
21. Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal (Lembaran
Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2006).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERATURAN GUBERNUR TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR
PENGELOLAAN KEUANGAN ACEH
.
Pasal 1
1.
Pemerintah Aceh adalah pemerintah daerah provinsi dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sesuai dengan fungsi dan
kewenangan masing-masing.
3
-2.
Pengelolaan Keuangan Aceh adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan Aceh.
3.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh, yang selanjutnya disingkat
APBA adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Aceh yang
dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Aceh dan Dewan
Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan ditetapkan dengan Qanun Aceh.
4.
Kas Umum Aceh yang selanjutnya disingkat KUA adalah tempat
penyimpanan uang Pemerintah Aceh yang ditentukan oleh Gubernur
Aceh untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan
untuk membayar seluruh pengeluaran daerah.
5.
Rekening Kas Umum Daerah Aceh adalah rekening tempat
penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Gubernur Aceh
untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan
untuk membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang
ditetapkan.
6.
Pendapatan Aceh adalah hak Pemerintah Aceh yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
7.
Belanja Aceh adalah kewajiban Pemerintah Aceh yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
8.
Surplus Anggaran adalah selisih lebih antara Pendapatan Aceh dan
Belanja Aceh.
9.
Defisit Anggaran adalah selisih kurang antara Pendapatan Aceh dan
Belanja Aceh.
10.
Pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun
anggaran berikutnya.
11.
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Aceh yang
selanjutnya disingkat DPA-SKPA adalah dokumen yang memuat
pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar
pelaksanaan anggaran oleh Pengguna Anggaran.
12.
Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah
dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan
kegiatan sebagai dasar penerbitan Surat Permintaan Pembayaran.
13.
Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP
adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan kegiatan/bendahara pengeluaran untuk
mengajukan permintaan pembayaran.
14.
SPP Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-UP adalah
dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran/bendahara
pengeluaran pembantu untuk permintaan uang muka kerja yang
bersifat pengisian kembali
(revolving)
yang tidak dapat dilakukan
dengan pembayaran langsung.
15.
SPP Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPP-GU
adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran/
bendahara pengeluaran pembantu untuk permintaan pengganti
uang persediaan yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran
langsung.
16.
SPP Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPP-TU
adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran/
bendahara pengeluaran pembantu untuk permintaan tambahan uang
persediaan guna melaksanakan kegiatan Satuan Kerja Perangkat
Aceh yang bersifat mendesak dan tidak dapat digunakan untuk
pembayaran langsung dan uang persediaan.
4
-17.
SPP Langsung yang selanjutnya disebut SPP-LS adalah dokumen
yang diajukan oleh bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran
pembantu untuk permintaan pembayaran langsung kepada pihak
ketiga atas dasar perjanjian kontrak kerja atau surat perintah kerja
lainnya dan pembayaran gaji dengan jumlah, penerima,
peruntukan, dan waktu pembayaran tertentu yang dokumennya
disiapkan oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan.
18.
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah
dokumen yang digunakan/diterbitkan oleh pengguna anggaran/
kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan Surat Perintah
Pencairan Dana atas beban pengeluaran DPA-SKPA.
19.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D
adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana
yang diterbitkan oleh Bendahara Umum Aceh berdasarkan SPM.
20.
Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya
disingkat SPM-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas
beban pengeluaran DPA-SKPA yang dipergunakan sebagai uang
persediaan untuk mendanai kegiatan.
21.
Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya
disingkat SPM-GU adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas
beban pengeluaran DPA-SKPA yang dananya dipergunakan untuk
mengganti uang persediaan yang telah dibelanjakan.
22.
Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan yang
selanjutnya disebut SPM-TU adalah dokumen yang diterbitkan oleh
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan
SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPA, karena kebutuhan
dananya melebihi dari jumlah batas pagu uang persediaan yang
telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan.
23.
Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disebut
SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/
kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban
pengeluaran DPA-SKPA kepada pihak ketiga.
24.
Satuan Kerja Perangkat Aceh yang selanjutnya disingkat SKPA
adalah perangkat daerah pada Pemerintah Aceh selaku pengguna
anggaran/pengguna barang.
25.
Pejabat Pengelola Keuangan Aceh yang selanjutnya disingkat PPKA
adalah Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Aceh (SKPKA) yang
mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBA dan bertindak
sebagai Bendahara Umum Aceh.
26.
Bendahara Umum Aceh yang selanjutnya disingkat BUA adalah
PPKA yang bertindak dalam kapasitas sebagai Bendahara Umum Aceh.
27.
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang yang selanjutnya disebut
Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan
penggunaan anggaran/penggunaan barang untuk melaksanakan
tugas pokok dan fungsi SKPA yang dipimpinnya.
28.
Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang yang
selanjutnya disebut Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang
diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang dalam melaksanakan sebagian tugas
dan fungsi SKPA.
29.
Kuasa Bendahara Umum Aceh yang selanjutnya disebut Kuasa BUA
adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian
tugas BUA.
30.
Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPA yang selanjutnya disingkat
PPK-SKPA adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha
keuangan pada SKPA.
5
-31.
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK
adalah pejabat yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan
dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya.
32.
Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk
untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang Pendapatan Aceh dalam rangka
pelaksanaan APBA pada SKPA.
33.
Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk
menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja Aceh
dalam rangka pelaksanaan APBA pada SKPA.
Pasal 2
(1)
Keuangan Aceh dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan,
kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
(2)
Secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa
keuangan Aceh dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang
didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3)
Taat pada peraturan perundangan-undangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bahwa pengelolaan keuangan Aceh harus
berpedoman pada peraturan perundangan-undangan.
(4)
Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian
hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan
cara membandingkan keluaran dengan hasil.
(5)
Efisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu
atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran
tertentu.
(6)
Ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
perolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada
tingkat harga yang terendah.
(7)
Transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk
mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya
tentang keuangan Aceh.
(8)
Bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan perwujudan kewajiban seseorang untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber
daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
(9)
Keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/atau
keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan
pertimbangan yang obyektif.
(10)
Kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindakan
atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.
(11)
Manfaat untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah bahwa keuangan Aceh diutamakan untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat.
6
-Pasal 3
Pengelolaan keuangan yang diatur dalam Peraturan Gubernur ini
meliputi :
a.
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Aceh;
b.
Struktur APBA dan Kode Rekening;
c.
Sistem dan Prosedur Perencanaan;
d.
Sistem dan Prosedur Pelaksanaan;
e.
Sistem dan Prosedur Penatausahaan;
f.
Sistem dan Prosedur Akuntansi dan Penyusunan Laporan
Keuangan;
g.
Pembinaan dan Pengawasan.
Pasal 4
Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan tercantum dalam
Lampiran Peraturan Gubernur ini, merupakan satu kesatuan serta
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.
Pasal 5
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Gubernur Aceh ini, semua
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan Aceh sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan
dengan Peraturan Gubernur Aceh ini dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 6
Peraturan Gubernur ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan
Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah
Aceh.
Ditetapkan di Banda Aceh
pada tanggal, 10 Desember 2013
07 Shafar 1435
Diundangkan di Banda Aceh pada tanggal, 10 Desember 2013
07 Shafar 1435 SEKRETARIS DAERAH ACEH
DERMAWAN
BERITA DAERAH ACEH TAHUN 2013 NOMOR 80
GUBERNUR ACEH,
i DAFTAR ISI DAFTAR ISI ... i BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 1.3 Definisi ... 3
BAB II KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN ACEH ... 9
2.1 Pemegang Kekuasaan Pengeloaan Keuangan Kekayaan Aceh ... 9
2.2 Koordinator Pengelolaan Keuangan Aceh ... 10
2.3 Pejabat Pengelola Keuangan Aceh ... 11
2.4 Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang ... 13
2.5 Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang ... 14
2.6 Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan SKPA ... 15
2.7 Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPA ... 15
2.8 Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran ... 16
BAB III STRUKTUR APBA DAN KODE REKENING ... 18
3.1 Struktur APBA ... 18
3.2 Kode Rekening Penganggaran ... 32
BAB IV PERENCANAAN ... 33
4.1 Perencanaan Pembangunan ... 33
4.1.1 Ketentuan Umum Perencanaan Pembangunan ... 33
4.1.2 Prosedur Aktivitas Fungsi SKPA Dalam Perencanaan ... 34
4.1.3 Tahap Perencanaan Pembangunan ... 35
4.1.3.1 Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh (RPJPA) ... 35
4.1.3.2 Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) ... 36
4.1.3.3 Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) ... 37
4.2 Penyusunan APBA ... 38
4.2.1 Kebijakan Umum Penyusunan APBA ... 38
ii
4.2.3 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang Terkait
Dalam Penyusunan APBA ... 40
4.2.4 Dokumen dan Catatan yang Digunakan ... 46
4.2.5 Prosedur Penyusunan APBA ... 67
4.2.5.1 Prosedur Penyusunan KUA & PPAS ... 67
4.2.5.2 Prosedur Penyusunan RKA-SKPA ... 68
4.2.5.3 Prosedur Penyiapan dan Pembahasan Rancangan Qanun APBA, dan Penyusunan Rancangan Peraturan-Gubernur Aceh tentang Penjabaran APBA ... 69
4.2.5.4 Prosedur Evaluasi, Penetapan dan Pembatalan Rancangan Qanun APBA dan Rancangan Peraturan Gubernur Aceh tentang Penjabaran APBA ... 70
4.2.5.5 Prosedur Rancangan Peraturan Gubernur Aceh tentang Penjabaran APBA (DPRA tidak mengambil Keputusan Bersama) ... 71
BAB V PELAKSANAAN ... 72
5.1 Pelaksanaan Anggaran SKPA ... 72
5.1.1 Ketentuan Umum ... 72
5.1.2 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang Terkait Dalam Pelaksanaan Anggaran SKPA ... 73
5.1.3 Dokumen dan Catatan yang digunakan dalam Pelaksanaan ... 76
5.1.4 Prosedur Penyiapan, Penyusunan dan Pengesahan Rancangan DPA-SKPA dan Rancangan Anggaran Kas ... 100
5.2 Pelaksanaan Anggaran Lanjutan SKPA ... 103
5.2.1 Ketentuan Umum ... 103
5.2.2 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang terkait Dalam Pelaksanaan Anggaran Lanjutan ... 103
5.2.3 Dokumen yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Anggaran Lanjutan SKPA ... 105
5.2.4 Prosedur Pengesahan Rancangan DPA-L SKPA ... 108
5.3 Pelaksanaan Perubahan APBA ... 109
iii
5.3.2 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang Terkait
Dalam Pelaksanaan Perubahan APBA ... 110
5.3.3 Dokumen dan Catatan yang Digunakan dalam Pelaksanaan Perubahan APBA ... 116
5.3.4 Prosedur Penyusunan KUA dan PPAS Perubahan APBA ... 138
5.3.5 Prosedur Penyiapan Pedoman dan Penyusunan RKA-SKPA Perubahan APBA ... 139
5.3.6 Prosedur Persiapan Rancangan Qanun Perubahan APBA ... 140
5.3.7 Prosedur Pembahasan, Evaluasi, Penetapan Rancangan Qanun Perubahan APBA ... 141
5.3.8 Prosedur Pembatalan Qanun Perubahan APBA dan Peraturan Gubernur Aceh tentang Penjabaran Perubahan APBA ... 143
5.3.9 Prosedur Penyusunan, dan Pembahasan Rancangan DPPA-SKPA ... 144
5.3.10 Pengesahan Rancangan DPPA-SKPA ... 145
BAB VI PENATAUSAHAAN ... 146
6.1 Penatausahaan Pendapatan ... 146
6.1.1 Ketentuan Umum ... 146
6.1.2 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang Terkait dengan Penatausahaan Penerimaan ... 147
6.1.3 Mekanisme Penyetoran Pajak Melalui Bank ... 149
6.1.4 Dokumen dan Catatan yang digunakan dalam Penatausahaan Penerimaan ... 151
6.1.5 Prosedur Pelaksanaan dan Penatausahaan Pendapatan Aceh ... 168
6.1.5.1 Prosedur Pelaksanaan Pendapatan Aceh Melalui Bendahara Penerimaan/ Bendahara Penerimaan Pembantu ... 168
6.1.5.2 Prosedur Pelaksanaan Pendapatan Aceh Melalui Bank Lain ... 6.1.5.3 Prosedur Penatausahaan Penerimaan ... 170
6.1.5.4 Prosedur Penatausahaan Dengan Bendahara Pembantu ... 171
iv
6.2 Penatausahaan Belanja ... 172
6.2.1 Kentuan Umum ... 172
6.2.2 Surat Penyediaan Dana (SPD) ... 172
6.2.2.1 Ketentuan Umum ... 172
6.2.2.2 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang Terkait Dalam Penyediaan Dana ... 173
6.2.2.3 Dokumen dan Catatan yang digunaka Digunakan ... 174
6.2.2.4 Prosedur Penyediaan Uang ... 180
6.2.3 Mekanisme Uang Persediaan (UP) ... 181
6.2.3.1 Ketentuan Umum ... 181
6.2.3.2 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang terkait dalam Uang Persediaan ... 182
6.2.3.3 Dokumen dan Catatan yang Digunakan ... 185
6.2.3.4 Prosedur Mekanisme Uang Persediaan ... 210
6.2.3.4.1 Prosedur Pengajuan SPP-UP .... 210
6.2.3.4.2 Prosedur Penerbitan SP2D-UP ... 211
6.2.3.4.3 Prosedur Pembelanjaan Dana UP ... 212
6.2.4 Mekanisme Ganti Uang (GU) ... 213
6.2.4.1 Ketentuan Umum ... 213
6.2.4.2 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang Terkait dalam Ganti Uang ... 213
6.2.4.3 Dokumen dan Catatan yang Digunakan ... 217
6.2.4.4 Prosedur Ganti Uang ... 245
6.2.4.4.1 Prosedur Pengajuan SPP-UP .... 245
6.2.4.4.2 Prosedur Penerbitan SP2D-GU .... 246
6.2.4.4.3 Prosedur Pembelanjaan Dana GU ... 247
6.2.5 Mekanisme Tambah Uang (TU) ... 248
6.2.5.1 Ketentuan Umum ... 248
6.2.5.2 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang Terkait Dalam Tambah Uang ... 250
6.2.5.3 Dokumen dan Catatan yang Digunakan ... 253
6.2.5.4 Prosedur Mekanisme Tambah Uang ... 283
v
6.2.5.4.2 Prosedur Penerbitan SP2D
TU ... 284 6.2.5.4.3 Prosedur Pembelanjaan Dana
TU ... 285 6.2.6 Mekanisme Langsung (LS) ... 286 6.2.6.1 Ketentuan Umum ... 286 6.2.6.2 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang
Terkait Dalam LS pengadaan barang
dan jasa ... 286
6.2.6.3 Dokumen dan Catatan yang
Dipergunakan ... 292 6.2.6.4 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang
Terkait Dalam LS Gaji dan Tunjangan ... 299
6.2.6.5 Dokumen dan Catatan yang
Dipergunakan ... 303 6.2.6.6 Prosedur Mekanisme LS ... 327
6.2.6.6.1 Prosedur Pengajuan SPP-LS
Gaji dan Tunjangan ... 327 6.2.6.6.2 Prosedur Penerbitan
SP2D-LS Gaji dan Tunjangan ... 328
6.2.6.6.3 Pembelanjaan Dana Gaji
dan Tunjangan ... 329 6.2.7 Mekanisme Langsung untuk Belanja PPKA ... 330 6.2.7.1 Ketentuan Umum ... 330
6.2.7.2 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi
yang terkait LS PPKA yang meliputi Belanja Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, Bantuan Keuangan, Belanja Tidak
Langsung ... 330 6.2.7.3 Dokumen yang Digunakan ... 333 6.2.7.4 Prosedur Mekanisme Langsung ... 341
6.2.7.4.1 Prosedur Pengajuan Surat
Permintaan Pembayaran
Langsung PPKA ... 341 6.2.7.4.2 Prosedur Penerbitan
SP2D-LS PPKA ... 342 6.2.7.4.3 Prosedur Belanja PPKA ... 343
vi
6.2.8 Mekanisme Tambahan Uang Persediaan (TU)
untuk Belanja Tidak Terduga dan Belanja
Bantuan Sosial ... 343
6.2.8.1 Ketentuan Umum ... 343
6.2.8.2 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang Terkait dalam Mekanisme Belanja Tidak Terduga dan Belanja Bantuan Sosial ... 344
6.2.9 Pembentukan Dana Cadangan ... 346
6.2.9.1 Ketentuan Umum ... 346
6.2.9.2 ProsedurAktivitas Fungsi-fungsi yang Terkait Dalam Pembentukan Dana Cadangan ... 347
6.2.9.3 Prosedur Pembentukan Dana Cadangan ... 348
6.2.10 Retur SP2D ... 349
6.3 Penatausahaan Surat Pertanggungjawaban ... 349
6.3.1 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang Terkait dalam Pembuatan SPJ ... 349
6.3.2 Dokumen dan Catatan yang Digunakan ... 351
6.3.3 Prosedur Pembuatan SPJ ... 355
6.3.4 Prosedur SPJ Dengan Bendahara Pengeluaran Pembantu ... 356
BAB VII AKUNTASI KEUANGAN ACEH ... 7.1 Akuntansi SKPA ... 357
7.1.1 Ketentuan Umum ... 357
7.1.2 Prosedur Aktivitas Fungsi-fungsi yang Terkait dalam Akuntansi SKPA ... 358
7.1.3 Akutansi Pendapatan SKPA ... 359
7.1.4 Akuntansi Belanja SKPA ... 360
7.1.4.1 Akuntansi Belanja UP/GU/TU ... 360
7.1.4.2 Akuntansi Belanja LS ... 361
7.1.5 Akuntansi Aset SKPA ... 364
7.1.6 Akuntansi Selain Kas ... 366
7.1.6.1 Jurnal Terkait Transaksi yang Bersifat Akrual dan Prepayment ... 366
vii
7.1.7 Dokumen dan Catatan yang Digunakan pada
Akuntansi SKPA ... 370
7.1.8 Prosedur Akuntansi SKPA ... 374
7.1.9 Penyusunan Laporan Keuangan SKPA ... 375
7.1.10 Dokumen dan Catatan yang Digunakan pada Penyusunan Laporan Keuangan SKPA ... 377
7.1.11 Prosedur Penyusunan Laporan Keuangan SKPA ... 385
7.2 Akuntansi PPKA ... 386
7.2.1 Ketentuan Umum ... 386
7.2.2 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang Terkait dalam Akuntansi PPKA ... 387
7.2.3 Akuntansi Pendapatan PPKA ... 388
7.2.4 Akuntansi Belanja PPKA ... 388
7.2.5 Akuntansi Pembiayaan ... 389
7.2.6 Akuntansi Aset ... 391
7.2.7 Akuntansi Hutang ... 391
7.2.8 Akunansi Selain Kas ... 392
7.2.9 Dokumen dan Catatan yang Digunakan pada Akuntansi PPKA ... 393
7.2.10 Prosedur Akuntansi PPKA ... 397
7.2.11 Penyusunan Laporan Keuangan PPKA ... 398
7.2.12 Dokumen dan Catatan yang Digunakan pada Penyusunan Laporan Keuangan PPKA ... 400
7.2.13 Prosedur Penyusunan Laporan Keuangan PPKA ... 409
7.3 Akuntansi SKPKA ... 410
7.3.1 Prosedur Aktivitas Fungsi-Fungsi yang Terkait dalam Akuntansi SKPA ... 410
7.3.2 Akuntansi Konsolidator ... 411
7.3.3 Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Aceh ... 413
7.3.4 Dokumen dan Catatan yang Digunakan pada Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Aceh ... 416
7.3.5 Prosedur Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Aceh ... 427
7.3.6 Prosedur Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBA ... 428
7.3.7 Prosedur Pembahasan Laporan Keuangan Pemerintah Aceh ... 429
viii
BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ... 430
8.1 Pembinaan ... 430
8.2 Pengawasan ... 430
1
LAMPIRAN - PERATURAN GUBERNUR ACEH.
NOMOR : 106 TAHUN 2013
SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN ACEH BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Aceh, Gubenur Aceh mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan Aceh yang dipimpinnya dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan. Ketentuan ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 134. Sejalan dengan hal tersebut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 330 menggariskan dalam tahap pelaksanaan tata usaha keuangan daerah diperlukan pedoman sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah mencakup tata cara penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan dan akuntansi, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah.
Pedoman Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Aceh merupakan informasi minimal yang dapat digunakan sebagai salah satu pedoman bagi Pemerintah Aceh yang substansinya tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disesuaikan dengan kondisi daerah. Pedoman ini merupakan
dokumen yang dinamis (live documents), yang artinya akan
senantiasa diperbaharui (up date).
Diharapkan dengan adanya sistem dan prosedur pengelolaan keuangan ini, akan didapatkan kesamaan pandangan pada semua SKPA dan SKPKA dalam mengimplementasikan pengelolaan keuangan pada Pemerintah Aceh sehingga akan mempercepat dan memperlancar proses pelaksanaan pengelolaan keuangan Aceh.
2
1.2 Tujuan
Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Aceh dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan berikut :
1. untuk memastikan proses penatausahaan keuangan Aceh
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
2. sebagai pedoman bagi pengelola anggaran dalam
mengimplementasikan anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan keuangan yang berlaku baik di tingkat SKPA maupun SKPKA;
3. untuk menjamin kepastian hukum bahwa penatausahaan
keuangan Aceh dilaksanakan secara konsisten;
4. untuk memastikan bahwa semua pengeluaran dan
penerimaan kas Aceh telah dijustifikasi, diotorisasi dan disetujui sesuai dengan undang-undang, peraturan dan kebijakan Pemerintah Aceh;
5. untuk menetapkan pengendalian dan menjamin kepatuhan
terhadap batas otoritas untuk semua pengeluaran dan penerimaan kas Aceh;
6. untuk memudahkan bagi pelaksana kegiatan penatausahaan
keuangan dalam menggunakan anggaran sesuai dengan prinsip efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas serta transparansi pengelolaan keuangan Aceh;
7. untuk memudahkan bagi pengelola dan pelaksanaan
anggaran dalam menjaga tertib administrasi dan disiplin anggaran sesuai peraturan keuangan Aceh yang berlaku;
8. mengendalikan pengeluaran Aceh untuk memastikan
penyesuaian terhadap standar, serangkaian tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan keuangan Aceh.
3
1.3 Definisi
1. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
2. Pemerintah Aceh adalah unsur penyelenggara pemerintahan
Aceh yang terdiri atas Gubernur dan perangkat daerah Aceh. 3. Gubernur adalah Gubernur Aceh.
4. Wakil Gubernur adalah Wakil Gubernur Aceh. 5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Aceh.
6. Qanun Aceh adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh DPRA dengan persetujuan bersama Gubernur Aceh.
7. Pengelolaan Keuangan Aceh adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan Aceh.
8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh, selanjutnya disingkat APBA adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Aceh yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan ditetapkan dengan Qanun Aceh.
9. Satuan Kerja Perangkat Aceh yang selanjutnya disingkat SKPA adalah perangkat daerah pada Pemerintah Aceh selaku pengguna anggaran/pengguna barang.
10.Satuan Kerja Perangkat Aceh yang selanjutnya disingkat SKPA adalah perangkat Aceh pada Pemerintah Aceh selaku pengguna anggaran/pengguna anggaran.
11.Satuan Kerja Pengelola Keuangan Aceh yang selanjutnya
disingkat SKPKA adalah perangkat daerah pada Pemerintah Aceh selaku pengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakan pengelolaan keuangan Aceh.
4
12.Pejabat Pengelola Keuangan Aceh yang selanjutnya disingkat PPKA adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan Aceh yang selanjutnya disebut dengan kepala SKPKA yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBA dan bertindak sebagai bendahara umum Aceh.
13.Bendahara Umum Aceh yang selanjutnya disingkat BUA
adalah PPKA yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum Aceh.
14.Pengguna Anggaran/Pengguna Barang yang selanjutnya disebut Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran/penggunaan barang untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPA yang dipimpinnya.
15.Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang yang
selanjutnya disebut Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan Penggunaan Anggaran/Penggunaan Barang dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPA.
16.Pejabat pengguna anggaran adalah pejabat yang bertugas
sebagai pengguna anggaran/PPKA atau yang dikuasakan.
17.Kuasa Bendahara Umum Aceh yang selanjutnya disingkat
Kuasa BUA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas BUA.
18.Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPA yang selanjutnya
disingkat PPK-SKPA adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPA.
19.Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya. 20.Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk
untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan Aceh dalam rangka pelaksanaan APBA pada SKPA.
5
21.Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja Aceh dalam rangka pelaksanaan APBA pada SKPA.
22.Tim Anggaran Pemerintah Aceh yang selanjutnya disingkat TAPA adalah tim yang dibentuk dengan keputusan Gubernur yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah Aceh yang mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan Gubernur dalam rangka penyusunan APBA yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana Aceh, PPKA dan pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan serta dapat dibantu oleh tenaga ahli atau pihak ketiga yang mempunyai keahlian dalam bidang keuangan publik dan pemerintahan.
23.Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh yang
selanjutnya disingkat RPJMA adalah dokumen perencanaan Aceh untuk periode 5 (lima) tahun.
24.Rencana Pembangunan Tahunan Aceh, selanjutnya disebut
Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA), adalah dokumen perencanaan Aceh untuk periode 1 (satu ) tahun.
25.Kebijakan Umum APBA yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.
26.Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS adalah rancangan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPA untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPA sebelum disepakati dengan DPRA.
27.Rencana Kerja dan Anggaran SKPA yang selanjutnya disingkat RKA-SKPA adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPA serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBA,
6
28.Kas Umum Aceh adalah tempat penyimpanan uang Pemerintah Aceh yang ditentukan oleh Gubernur Aceh untuk menampung seluruh penerimaan Aceh dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran Aceh.
29.Rekening Kas Umum Aceh adalah rekening tempat
penyimpanan uang Pemerintah Aceh yang ditentukan oleh Gubernur Aceh untuk menampung seluruh penerimaan Aceh dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran Aceh pada bank yang ditetapkan.
30.Pendapatan Aceh adalah hak Pemerintah Aceh yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
31.Belanja Aceh adalah kewajiban Pemerintah Aceh yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
32.Surplus Anggaran adalah selisih lebih antara Pendapatan Aceh dan Belanja Aceh.
33.Defisit Anggaran adalah selisih kurang antara Pendapatan Aceh dan Belanja Aceh.
34.Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.
35.Pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar
kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
36.Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Aceh yang selanjutnya disingkat DPA-SKPA adalah dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran. 37.Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah
dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP.
7
38.Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan/bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran.
39.SPP Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-UP adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan uang muka kerja yang bersifat pengisian kembali
(revolving) yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung.
40.SPP Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-GU adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan pengganti uang persediaan yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung.
41.SPP Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat
SPP-TU adalah dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran pembantu untuk permintaan tambahan uang persediaan guna melaksanakan kegiatan SKPA yang bersifat mendesak dan tidak dapat digunakan untuk pembayaran langsung dan uang persediaan.
42.SPP Langsung yang selanjutnya disingkat SPP-LS adalah
dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan pembayaran langsung kepada pihak ketiga atas dasar perjanjian kontrak kerja atau surat perintah kerja lainnya dan pembayaran gaji dengan jumlah, penerima, peruntukan, dan waktu pembayaran tertentu yang dokumennya disiapkan oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan.
43.Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM
adalah dokumen yang digunakan/diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPA.
44.Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh BUA berdasarkan SPM.
8
45.Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPA yang dipergunakan sebagai uang persediaan untuk mendanai kegiatan.
46.Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan yang
selanjutnya disingkat SPM-GU adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPA yang dananya dipergunakan untuk mengganti uang persediaan yang telah dibelanjakan.
47.Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan yang
selanjutnya disingkat SPM-TU adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPA, karena kebutuhan dananya melebihi dari jumlah batas pagu uang persediaan yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan.
48.Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disingkat SPM-LS adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPA kepada pihak ketiga.
49.Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah SKPA/unit kerja pada SKPA di lingkungan Pemerintah Aceh yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
KEKUASAAN PENGELOLAAN
KEUANGAN ACEH
9
BAB II
KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN ACEH
2.1 Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Aceh
1. Gubernur selaku kepala Pemerintah Aceh adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan Aceh dan mewakili Pemerintah Aceh dalam kepemilikan kekayaan Aceh yang dipisahkan.
2. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Aceh mempunyai
kewenangan:
a) menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBA; b) menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang Aceh; c) menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang;
d) menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara
pengeluaran;
e) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan Aceh;
f) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang Aceh;
g) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah;
h) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian
atas tagihan dan memerintahkan pembayaran.
3. Gubernur selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan
Aceh melimpahkan kekuasaannya kepada:
a) Sekretaris Daerah, selaku koordinator pengelolaan keuangan Aceh;
b) Kepala Dinas Keuangan sebagai kepala SKPKA selaku PPKA;
c) Kepala SKPA selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna
barang.
4. Pelimpahan ditetapkan dengan keputusan Gubernur
berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima atau mengeluarkan uang.
10
2.2 Koordinator Pengelolaan Keuangan Aceh
1. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan Aceh mempunyai peran dan fungsi dalam membantu Gubernur menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan Pemerintah Aceh termasuk pengelolaan keuangan Aceh.
2. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan Aceh mempunyai tugas koordinasi di bidang:
a) penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan
APBA;
b) penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan
barang Aceh;
c) penyusunan rancangan APBA dan rancangan perubahan
APBA;
d) penyusunan Rancangan Qanun APBA, perubahan APBA,
dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBA;
e) tugas-tugas pejabat perencana Aceh, PPKA, dan pejabat
pengawas keuangan Aceh;
f) penyusunan laporan keuangan Aceh dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBA.
3. Selain mempunyai tugas koordinasi, Sekretaris Daerah
mempunyai tugas:
a) memimpin TAPA;
b) menyiapkan pedoman pelaksanaan APBA;
c) menyiapkan pedoman pengelolaan barang Aceh;
d) memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPA/DPPA-SKPA;
e) melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan
keuangan Aceh lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh Gubernur.
4. Koordinator pengelolaan keuangan Aceh bertanggung jawab
11
2.3 Pejabat Pengelola Keuangan Aceh
1. PPKA adalah Kepala Dinas Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBA dan bertindak sebagai BUA. 2. Kepala Dinas Keuangan selaku PPKA mempunyai tugas:
a) menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan
keuangan Aceh;
b) menyusun rancangan APBA dan rancangan perubahan APBA; c) melaksanakan fungsi BUA;
d) menyusun laporan keuangan Pemerintah Aceh dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBA;
e) melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang
dilimpahkan oleh Gubernur.
3. PPKA dalam melaksanakan fungsinya selaku BUA berwenang: a) menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBA;
b) mengesahkan DPA-SKPA/DPPA-SKPA;
c) melakukan pengendalian pelaksanaan APBA;
d) memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas Aceh;
e) menetapkan SPD;
f) melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Aceh;
g) menyiapkan informasi keuangan Aceh.
4. PPKA selaku BUA menunjuk pejabat Kuasa BUA yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur.
5. PPKA mengusulkan bendahara pengeluaran dan bendahara penerimaan yang ditempatkan di SKPA di lingkup Pemerintah Aceh kepada Gubernur.
6. Kepala Dinas Keuangan selaku BUA yang melakukan perjalanan dinas, pendidikan, cuti, sakit atau karena suatu hal berhalangan hadir maka:
a) bila melebihi 10 (sepuluh) hari sampai selama-lamanya 1 (satu) bulan, Kepala Dinas Keuangan selaku BUA tersebut
wajib memberikan surat kuasa kepada pejabat yang ditunjuk/pemegang nota dinas untuk melaksanakan tugas-tugas BUA atas tanggung jawab BUA;
12
b) bila melebihi 1 (satu) bulan selama-lamanya 3 (tiga) bulan, Gubernur menunjuk pejabat sementara BUA dan diadakan berita acara serah terima keadaan fisik keuangan.
7. PPKA bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
8. Kepala Dinas Keuangan selaku pengguna anggaran PPKA yang melakukan perjalanan dinas, cuti, sakit atau karena suatu hal berhalangan, maka:
a) bila melebihi 10 (sepuluh) hari sampai selama-lamanya 1 (satu) bulan, Kepala Dinas Keuangan selaku pengguna
anggaran PPKA tersebut wajib menunjuk pejabat yang menandatangani SPM melalui nota dinas Sekretaris Daerah atas nama Gubernur;
b) bila melebihi 1 (satu) bulan selama-lamanya 3 (tiga) bulan, Gubernur dapat menunjuk pejabat sementara PPKA yang melaksanakan fungsi BUA sebagaimana point 3 dan diadakan berita acara serah terima keadaan fisik keuangan. 9. Untuk melaksanakan pemungutan Pajak Aceh yang telah
ditetapkan dengan qanun/peraturan Gubenur Aceh dilakukan oleh Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh.
10. Khusus untuk retribusi Aceh dilaksanakan oleh SKPA. 11. Kuasa BUA mempunyai tugas sebagai berikut:
a) menyiapkan anggaran kas; b) menyiapkan SPD;
c) menyiapkan SP2D;
d) memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBA
oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk;
e) mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam
pelaksanaan APBA; f) menyimpan uang Aceh;
g) melaksanakan penempatan uang Aceh dan mengelola/
menatausahakan investasi Aceh;
h) melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat
13
12. Dalam hal Kuasa BUA berhalangan sementara:
a) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja, Kuasa BUA wajib memberikan surat kuasa kepada pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas-tugas Kuasa BUA atas tanggungjawab Kuasa BUA dengan diketahui oleh BUA;
b) melebihi 10 (sepuluh) hari kerja sampai dengan 1 (satu) bulan, kuasa BUA wajib memberikan surat kuasa kepada pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas-tugas Kuasa BUA atas tanggungjawab Kuasa BUA dengan diketahui oleh BUA dan disetujui Sekretaris Daerah atas nama Gubernur;
c) melebihi 1 (satu) bulan sampai dengan 3 (tiga) bulan,
Gubernur menunjuk pejabat sementara Kuasa BUA atas usulan BUA dan diadakan berita acara serah terima posisi kas;
d) melebihi 3 (tiga) bulan, maka dianggap yang bersangkutan telah mengundurkan diri atau berhenti dari jabatan sebagai Kuasa BUA, oleh karena itu segera diusulkan
penggantinya oleh PPKA dan ditetapkan dalam keputusan Gubernur.
2.4 Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
1. Kepala SKPA selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna
barang mempunyai tugas:
a) menyusun RKA-SKPA;
b) menyusun DPA-SKPA;
c) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
d) melaksanakan anggaran SKPA yang dipimpinnya;
e) melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran;
f) melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
g) mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;
14
i) mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang
menjadi tanggung jawab SKPA yang dipimpinnya;
j) menandatangani dan menyampaikan laporan keuangan SKPA yang dipimpinnya kepada PPKA;
k) mengawasi pelaksanaan anggaran SKPA yang dipimpinnya;
l) melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna
barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh Gubernur;
m) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada
Gubernur melalui Sekretariat Daerah.
2. Pengguna anggaran yang melakukan perjalanan dinas,
pendidikan, cuti, sakit atau karena suatu hal berhalangan hadir maka:
a) melebihi 10 (sepuluh) hari sampai selama-lamanya 1 (satu) bulan, pengguna anggaran tersebut wajib
memberikan surat kuasa kepada pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran atas tanggungjawab pengguna anggaran;
b) melebihi 1 (satu) bulan selama-lamanya 3 (tiga) bulan, Gubernur menunjuk pejabat sementara pengguna anggaran dan diadakan berita acara serah terima.
2.5 Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang
1. Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam
melaksanakan tugas-tugas dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit kerja pada SKPA selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang yang ditetapkan melalui keputusan Gubernur.
2. Pelimpahan sebagian kewenangan berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPA, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
3. Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang.
15
4. Apabila kuasa pengguna anggaran berhalangan sementara maka kewenangannya dapat dialihkan kepada kuasa pengguna anggaran lainnya atas persetujuan pengguna anggaran dengan
terlebih dahulu diatur dalam keputusan Gubernur tentang
penunjukan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. 2.6 Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan SKPA
1. Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dan/atau kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja SKPA selaku PPTK.
2. Penunjukan pejabat berdasarkan pertimbangan kompetensi
jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
3. Penunjukan PPTK dapat berasal dari pejabat struktural maupun non struktural dalam unit kerja SKPA berkenaan.
4. PPTK bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada
pengguna anggaran/ pengguna barang. 5. PPTK mempunyai tugas mencakup:
a) mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
b) melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan;
c) menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran
pelaksanaan kegiatan.
6. Dokumen anggaran mencakup dokumen administrasi kegiatan
maupun dokumen administrasi yang terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
2.7 Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPA
1. Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPA, kepala SKPA menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPA sebagai PPK-SKPA.
2. PPK-SKPA mempunyai tugas:
a) meneliti kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan jasa
yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran dan diketahui/disetujui oleh PPTK;
16
b) meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS Gaji, SPP Nihil dan tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran;
c) melakukan verifikasi SPP; d) menyiapkan SPM;
e) melakukan verifikasi harian atas penerimaan; f) melaksanakan akuntansi SKPA;
g) menyiapkan laporan keuangan SKPA.
3. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, PPK-SKPA dapat dibantu oleh pelaksana yang berfungsi sebagai verifikator, penyiapan SPM, serta tenaga akuntansi dan pelaporan keuangan. 4. PPK-SKPA yang melakukan perjalanan dinas, cuti, sakit atau
karena suatu hal berhalangan hadir maka:
a) melebihi dari 3 (tiga) hari sampai selama-lamanya 1 (satu) bulan, PPK-SKPA tersebut wajib memberikan surat kuasa kepada pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas-tugas PPK-SKPA atas tanggungjawab PPK-SKPA dengan diketahui oleh kepala SKPA selaku pengguna anggaran;
b) melebihi 1 (satu) bulan selama-lamanya 3 (tiga) bulan, Kepala SKPA menunjuk pejabat sementara PPK-SKPA dan diadakan berita acara serah terima keadaan fisik keuangan;
c) melebihi 3 (tiga) bulan, maka dianggap yang bersangkutan telah mengundurkan diri atau berhenti dari jabatan sebagai PPK-SKPA, oleh karena itu segera diusulkan penggantinya dan ditetapkan dalam keputusan kepala SKPA.
5. PPK-SKPA tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.
2.8 Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
1. Gubernur atas usul PPKA menetapkan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada SKPA. 2. Usulan penetapan bendahara penerimaan dan bendahara
17
3. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran adalah pejabat fungsional dan tidak boleh rangkap jabatan.
4. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/ penjualan, serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi.
5. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh bendahara penerimaan pembantu dan bendahara pengeluaran pembantu, bendahara pengeluaran pembantu bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala SKPA melalui bendahara pengeluaran dan fungsinya lebih ditekankan untuk perbendahaaraan.
6. Bendahara penerimaan/bendahara pengeluaran yang melakukan perjalanan dinas, cuti, sakit atau karena suatu hal berhalangan hadir maka:
a) melebihi dari 3 (tiga) hari sampai selama-lamanya 1 (satu) bulan, bendahara tersebut wajib memberikan surat kuasa kepada pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas-tugas bendahara atas tanggungjawab bendahara dengan diketahui oleh pengguna anggaran;
b) melebihi 1 (satu) bulan selama-lamanya 3 (tiga) bulan, Gubernur menunjuk pejabat sementara bendahara dan diadakan berita acara serah terima keadaan fisik keuangan; c) melebihi 3 (tiga) bulan, maka dianggap yang bersangkutan
telah mengundurkan diri atau berhenti dari jabatan sebagai bendahara, oleh karena itu segera diusulkan penggantinya oleh pengguna anggaran dan ditetapkan dalam keputusan Gubernur.
7. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKA selaku BUA dan secara administratif bertanggung jawab pada kepala SKPA terkait.
STRUKTUR APBA DAN
KODE REKENING
18
BAB III
STRUKTUR APBA DAN KODE REKENING 3.1 Struktur APBA
Struktur APBA merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: 1. Pendapatan Aceh
Pendapatan Aceh meliputi semua penerimaan uang melalui rekening Kas Umum Aceh, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan Aceh dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan. Pendapatan Aceh terdiri dari:
a) Pendapatan Asli Aceh
Kelompok Pendapatan Asli Aceh dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
(1) Pajak Aceh
Jenis Pajak Aceh dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
(a) Pajak Kendaraan Bermotor;
(b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; (c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; (d) Pajak Air Permukaan;
(e) Pajak Rokok. (2) Retribusi Aceh
Jenis Retribusi Aceh dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
(a) Retribusi Jasa Umum; (b) Retribusi Jasa Usaha;
(c) Retribusi Perizinan Tertentu.
(3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Aceh yang Dipisahkan
Jenis Hasil Pengelolaan Kekayaan Aceh yang Dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
19
(a) Bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milik daerah/BUMA;
(b) Bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan milik pemerintah/BUMN;
(c) Bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan patungan/ milik swasta. (4) Lain-Lain Pendapatan Asli Aceh yang Sah
Lain-lain Pendapatan Asli Aceh yang Sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan Aceh yang tidak termasuk dalam jenis pajak Aceh, retribusi Aceh dan hasil pengelolaan kekayaan Aceh yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
(a) Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Tidak
Dipisahkan; (b) Jasa Giro;
(c) Pendapatan Bunga;
(d) Tuntutan Ganti Kerugian (TGR);
(e) Komisi, Potongan dan Keuntungan Selisih Nilai Tukar Rupiah;
(f) Pendapatan Denda atas Keterlambatan
Pelaksanaan;
(g) Pendapatan Denda Pajak; (h) Pendapatan Denda Retribusi;
(i) Pendapatan Hasil Eksekusi atas Jaminan; (j) Pendapatan dari Pengembalian;
(k) Pendapatan dari Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum;
(l) Pendapatan dari Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan;
(m) Pendapatan dari Angsuran/Cicilan Penjualan; (n) Hasil Pengelolaan Dana Bergulir;
(o) Pendapatan BLUD;
20
(5) Zakat dan Infaq/Shadaqah
Jenis zakat dan infaq/shadaqah dinilai menurut objek pendapatan yang mencakup:
(a) Zakat;
(b) Infaq/Shadaqah. b) Dana Perimbangan
Kelompok dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
(1) Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
Jenis dana bagi hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:
(a) Bagi hasil pajak;
(b) Bagi hasil bukan pajak/sumber daya alam. (2) Dana Alokasi Umum
Jenis dana alokasi umum hanya terdiri atas objek pendapatan dana alokasi umum.
(3) Dana Alokasi Khusus
Jenis dana alokasi khusus hanya terdiri atas objek pendapatan dana alokasi khusus.
(4) Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi Jenis tambahan dana bagi hasil minyak dan gas bumi terdiri atas objek pendapatan dana tambahan bagi hasil minyak dan gas bumi.
c) Lain-lain Pendapatan Aceh yang Sah
Kelompok Lain-lain Pendapatan Aceh yang Sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup:
(1) Pendapatan Hibah berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lainnya, badan/lembaga/ organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat;
(2) Dana darurat dari pemerintah dalam rangka
penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam;
21
(3) Dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya;
(4) Dana Penyesuaian, dan Otonomi Khusus;
(5) Bantuan keuangan dari Provinsi atau dari Pemerintah Daerah lainnya.
2. Belanja Aceh
Belanja Aceh meliputi semua pengeluaran dari rekening Kas Umum Aceh yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja Aceh dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, objek dan rincian objek belanja.
Belanja Aceh dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Aceh atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
1) Belanja Penyelenggaraan Urusan Wajib
Diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
Klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup: (a) Pendidikan;
(b) Kesehatan;
(c) Pekerjaan Umum;
(d) Perencanaan Pembangunan;
22
(f) Lingkungan Hidup;
(g) Kependudukan dan Catatan Sipil;
(h) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;
(i) Sosial;
(j) Ketenagakerjaan;
(k) Koperasi dan Usaha Kecil Menengah;
(l) Penanaman Modal;
(m) Kebudayaan;
(n) Kepemudaan dan Olah Raga;
(o) Kesatuan Bangsa dan Politik dalam Negeri;
(p) Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi
Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian;
(q) Ketahanan Pangan;
(r) Pemberdayaan Masyarakat dan Desa; (s) Kearsipan.
2) Belanja Penyelenggaraan Urusan Pilihan
Urusan Pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan mencakup: (a) Pertanian;
(b) Kehutanan;
(c) Energi dan Sumber Daya Mineral; (d) Kelautan dan Perikanan;
(e) Industri.
3) Klasifikasi belanja menurut fungsi
(digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara).
Sebagai rekapitulasi realisasi Belanja Aceh untuk keselarasan dan keterpaduan urusan Pemerintah Aceh dan fungsi dalam kerangka Pengelolaan Keuangan Negara. Terdiri dari:
23
(a) Pelayanan Umum;
(b) Ketertiban dan Ketentraman; (c) Ekonomi;
(d) Lingkungan Hidup;
(e) Perumahan dan Fasilitas Umum; (f) Kesehatan;
(g) Pariwisata dan Budaya; (h) Pendidikan;
(i) Perlindungan Sosial.
4) Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi Pemerintah Aceh.
5) Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan
disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Aceh.
6) Belanja menurut kelompok belanja (a) Belanja Tidak Langsung
merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
(1) Belanja Pegawai
- merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
- uang representasi dan tunjangan pimpinan dan Anggota DPRA serta gaji dan tunjangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta penghasilan dan penerimaan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dianggarkan dalam belanja pegawai.
24
(2) Belanja Bunga
Belanja bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
(3) Belanja Subsidi
Belanja Subsidi dianggarkan sesuai dengan keperluan perusahaan/ lembaga penerima subsidi dalam qanun tentang APBA yang peraturan pelaksanaannya lebih lanjut dituangkan dalam peraturan Kepala Daerah.
(4) Belanja Hibah
Belanja Hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.
(5) Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bantuan Sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bantuan sosial diberikan tidak secara terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya.
(6) Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/ Kota dan Pemerintah Desa
Digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau
25
pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah Iainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(7) Belanja Bantuan Keuangan kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa - digunakan untuk menganggarkan bantuan
keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan; - bantuan keuangan yang bersifat umum
peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah/ pemerintah desa penerima bantuan;
- bantuan keuangan yang bersifat khusus peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah
pemberi bantuan;
- Bantuan kepada partai politik diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang.
(8) Belanja Tidak Terduga
Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun sebelumnya yang telah ditutup.
26
(b) Belanja Langsung
merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan (1) Belanja Pegawai
- belanja pegawai untuk pengeluaran
honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Dikecualikan dalam hal ini adalah jasa nara sumber atau tenaga ahli diluar Pemerintah Aceh;
- belanja honorarium panitia pengadaan untuk memperoleh aset tetap
(2) Belanja Barang dan Jasa
- belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan Aceh;
- belanja administrasi pembelian/pembangunan untuk memperoleh aset tetap;
- Pembelian/pengadaan barang dan/atau
pemakaian jasa mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah gedung/ gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai;