• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Depkes RI (2001), Partisipasi masyarakat atau sering disebut peran serta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Depkes RI (2001), Partisipasi masyarakat atau sering disebut peran serta"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Partisipasi Ibu ke Posyandu

Menurut Depkes RI (2001), Partisipasi masyarakat atau sering disebut peran serta masyarakat, diartikan sebagai adanya motivasi dan keterlibatan masyarakat secara aktif dan terorganinsasi dalam seluruh tahap pembangunan, mulai dari persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi serta pengembangan.

Perilaku masyarakat yang berpengaruh besar terhadap derajat kesehatan menuntut partisipasi aktif masyarakat menciptakan derajat kesehatan yang optimal baginya. Undang-Undang nomor 9 tahun 1960 tenteng pokok – pokok kesehatan, Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan juga Sistem Kesehatan Nasional (SKN) telah dinyatakan arti pentingya partisipasi masyarakat mutlak diperlukan (Depkes,1985).

Bentuk partisipasi masyarakat yang dikemukakan pada SKN adalah partisipasi perorangan dan keluarga, partisipasi masyarakat umum, partisipasi masyarakat penyelengara upaya kesehatan, partisipasi masyarakat profesi keshatan.

Partisipasi masyarakat adalah keadaan dimana individu, keluarga maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga ataupun masyarakat lingkungannya.

Tahap-tahap partisipasi masyarakat dikelompokkan menjadi (1) partisipasi dalam tahap pengenalan dan penentuan perioritas masalah; (2) Partisipasi dalam tahap penentuan cara pemecahan masalah; (3) Partisipasi dalam tahap pelaksanaan termasuk penyediaan sumber daya ; (4) Partisipasi dalam dalam tahap penilaian dan pemantapan.

(2)

Suhendra (2006), partisipasi ditafsirkan sebagai pendekatan dan tekhnik-tekhnik pelibatan masyarakat dalam proses-proses pemikiran yang berlangsung selama kegiatan-kegiatan perencanaan dan pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi program pembangunan masyarakat. Dalam metode partisipasi dikenal lima dasar program yaitu :

a. Penjajakan atau pengenalan program b. Perencanaan kegiatan

c. Pelaksanaan atau pengorganisasian kegiatan d. Pemantauan kegiatan

e. Evaluasi kegiatan

Partisipasi masyarakat pada umumnya bersifat mandiri, dimana individu dalam melakukan kegiatan diatas inisiatif dan keinginan dari yang bersangkutan, karena rasa tanggung jawab untuk mewujudkan kepentingannya, ataupun kepentingan kelompoknya dan ada juga partisipasi yang dilakukan bukan karena kehendak individu sendiri, tetapi karena diminta atau digerakkan oleh orang lain atau kelompoknya.

Depkes RI (2001) menyebutkan bahwa dalam kegiatan posyandu, tingkat partisipasi masyarakat disuatu wilayah dapat diukur dengan melihat perbandingan antara jumlah anak balita didaerah kerja posyandu (S) dengan jumlah balita yang ditimbang pada setiap kegiatan posyandu yang ditentukan (D). Angka D/S menggambarkan kecakupan anak balita yang ditimbang, ini merupakan indikator tingkat partisipasi masyarakat untuk menimbangkan anak balitanya. Sedangkan anggota masyarakat yang menjadi kader, merupakan peran serta masyarakat atau partisipasi dalam kegiatan posyandu. Kader merupakan motor penggerak kegiatan posyandu. 2. 2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi

(3)

Menurut Green (1980), perilaku seseorang dipengaruhi 3 faktor utama yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors).

Faktor-faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Hal di atas dapat dijelaskan dengan contoh yaitu pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil dimana diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang pemanfaatan pemeriksaan hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Disamping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan system nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa kehamilan ke petugas kesehatan.

Sebagai contoh perilaku ibu mengunjungi posyandu membawa anak balitanya, akan dipermudah jika ibu tahu apa manfaat membawa anak ke posyandu. Demikian juga, perilaku tersebut akan dipermudah jika ibu yang bersangkutan mempunyai sikap yang positif terhadap posyandu. Kepercayaan, tradisi sistem, nilai dimasyarakat setempat juga dapat mempermudah (positif) atau mempersulit (negatif) terjadinya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2005).

Faktor-faktor pemungkin mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk perilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang periksa kehamilan ke tenaga kesehatan tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat

(4)

pemeriksaan kehamilan saja, melainkan ibu hamil tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat pemeriksaan kehamilan, misalnya Puskesmas, Polindes, bidan praktek ataupun Rumah Sakit. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin.

Faktor-faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan dan undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas terutama petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan serta kemudahan memperoleh fasilitas pemeriksaan kehamilan, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan.

Menurut Green dan Marshall (2005), yang di kutip Notoatmodjo (2003), mengatakan Faktor penguat dapat bersifat positif atau negatif, tergantung dari sikap dan perilaku orang didalam lingkungan nya. Sebagai contoh, dalam program posyandu dimana yang menjadi penguat adalah lurah/kepala desa, petugas kesehatan/puskesmas, ketua PKK, ibu bayi/balita, ibu hamil/menyusui, yang dapat saling mempengaruhi

Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Pendidikan Kesehatan

(5)

Sumber : Notoadmodjo (2003)

Menurut Grenly (1980), yang dikutip dari Kresno (2005), menurut model ini keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan di pengaruhi oleh :

1. Komponen Predisposisi (pendorong) seseorang untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Komponen ini disebut predisposing karena faktor-faktor pada komponen ini, menggambarkan karakteristik perorangan yang sudah ada sebelum seseorang itu memanfaatkan pelayanan kesehatan. Komponen ini menjadi dasar atau motivasi bagi seseorang untuk berperilaku dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

2. Komponen Enabling atau kemampuan seseorang untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Faktor biaya dan jarak pelayanan kesehatan dengan rumah terhadap perilaku penggunaan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan.

3. Komponen Need atau kebutuhan seseorang akan pelayanan kesehatan. Perilaku Proses Perubahan Predisposing factors, (pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai,dsb. Enabling factors, (ketersediaan sumber-sumber/fasilitas). Reinforcing factors, (sikap dan perilaku petugas). Komunikasi Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Sosial Training Pendidikan Kesehatan (Promosi Kesehatan)

(6)

Perilaku manusia merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu kegiatan atau aktivitas dari pada manusia itu sendiri seperti berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Menurut Skinner (1938), mengemukakan bahwa perilaku manusia adalah merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon).

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Respon atau reaksi manusia dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat pasif dan bersifat aktif. Bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice).

Perilaku terhadap pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan yang modern maupun pelayanan kesehatan yang tradisional. Perilaku ini menyakut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguna fasilitas, petugas, dan obat-obatan.

Perilaku seseorang di pengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain ; susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya (Notoadmadjo, 2003).

2.2.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap merupakan suatu tindakan atau aktivitas dan sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek atau lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

(7)

terhadap obyek. Sikap tidak dapat dilihat secara langsung tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.

Allport (1954), yang di kutip Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa untuk membentuk sikap seseorang ada 3 komponen pokok yang membentuk, yaitu :

a) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. b) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. c) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Dalam pembentukan sikap yang utuh pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosional memegang peranan penting dalam pembentukan sikap seseorang. Pembentukan sikap seseorang mempunyai tingkatan, yaitu :

1. Menerima (Receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan oleh seseorang (subjek).

2. Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

2.2.3. Pendidikan

Pendidikan merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan yang dapat digunakan untuk mendapat informasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi dan semakin baik pengetahuan yang dimiliki akan lebih mudah penyampaian komunikasi antara anak dengan

(8)

orang tua, berbagai informasi akan mudah diterima jika bahasa yang disampaikan sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya (Hidayat, 2005).

2.2.4. Pengetahuan

Tambunan (2000), Pengetahuan sangat mempengaruhi setiap keputusan yang diambil oleh seseorang. Pengetahuan merupakana hasil dari tahu, dan ini terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Selanjutnya pengetahuan akan sangat penting pengaruhnya terhadap terbentuknya sikap dan tindakan seseorang.

2.2.5. Tingkat Keaktifan Ibu Ke Posyandu.

Tambunan (2000) mengatakan pada umumnya, praktek/tindakan dimulai dari adanya bekal pengetahuan, selanjutnya pengetahuan yang dimiliki tersebut akan membentuk sikap dan pada akhirnya akan terwujud dalam bentuk tindakan. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau sesuatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Fasilitas dimaksud dapat berupa alat/bahan dan keterjangkauan terhadap biaya/jarak. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami, orang tua atau mertua, dan lain-lain.

Notoatmojo S (1997), mengatakan bahwa tingkat keaktifan ibu ke posyandu kemungkinan disebabkan beberapa hal antara lain ibu tidak sempat/terlalu sibuk dengan pekerjaan. Selain faktor pekerjaan, kurangnya penyebaran informasi tentang manfaat penimbangan sehingga ibu kurang/tidak mengerti tentang arti dan manfaat penimbangan, kurangnya dukungan dari pihak keluarga serta keadaan ekonomi keluarga (Manurung, 2009). 2.2.6. Pendapatan Responden.

(9)

Azwar (2000), yang dikutip oleh Manurung (2009, mengatakan pendapatan keluarga adalah jumlah uang yang dihasilkan dan jumlah uang yang akan dikeluarkan untuk membiayai keperluan rumah tangga selama satu bulan. Pendapat keluarga yang memadai akan menunjang perilaku anggota keluarga untuk mendapatkan pelayanan kesehatan keluarga yang lebih memadai.

2.3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi ibu ke posyandu berdasarkan beberapa hasil penelitian.

Menurut Raharjo (2000), dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Antara Karakteristik Ibu dan Keaktifan Menimbangkan Anak di Posyandu Desa Jendi Kecematan Selogiri Kabupaten Wonogiri”, faktor yang berhubungan dengan keaktifan ibu dalam menimbangkan anaknya di posyandu adalah faktor pendidikan ibu, faktor pengetahuan ibu, faktor status pekerjaan dan faktor jumlah tanggungan keluarga.

Menurut Rinaldy (2004), dalam penelitiannya yang berjudul “ Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keikutsertaan Ibu Balita pada Kegiatan Posyandu di Kabupaten Kepulauan Riau”, faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan ibu balita pada kegiatan di posyandu adalah faktor umur balita, faktor jarak ke rumah ke posyandu, faktor dukungan keluarga, dan faktor dukungan tokoh masyarakat seperti kepala desa. Sedangkan faktor kelengkapan sarana posyandu dan pengetahuan ibu tidak ada hubungan dengan keikutsertaan ibu ke posyandu.

Menurut Wahyuni (1994) dalam penelitiannya yang berjudul “Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Ibu Balita dalam Kegiatan Penimbangan di Posyandu Desa Sidorejo Bendosari Sukoharjo”, faktor yang berhubungan dengan partisipasi ibu balita dalam kegiatan penimbangan di posyandu adalah faktor usia ibu, faktor pendidikan, faktor pengetahuan, faktor jumlah tanggungan keluarga dan faktor penghasilan keluarga.

(10)

Menurut Sinaga (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu Menimbangkan Anak ke Posyandu di Desa Simantin Pane Dame Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun”, mengatakan faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu menimbangkan anak ke posyandu adalah faktor pendidikan ibu, faktor pengetahuan ibu, faktor pekerjaan ibu dan faktor sikap ibu. Sementara faktor keterjangkauan ke posyandu, faktor dukungan keluarga, faktor dukungan petugas kesehatan, dan faktor dukungan kepala desa tidak terbukti secara signifikan ada hubungan antara perilaku ibu menimbangkan anak ke posyandu.

Menurut Manurung (2009), dalam penelitiannya yang berjudul “Keaktifan Ibu dan Pola Pertumbuhan Balita di Kelurahan Perdagangan I Kabupaten Simalungun”, faktor pekerjaan ibu, faktor pengetahuan, faktor pendidikan, dan faktor keterjangkauan ibu ke posyandu mempengaruhi keaktifan ibu ke posyandu.

Menurut Moelyani (2009), dalam penelitiannya yang berjudul ”Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Kegiatan Posyandu dengan Partisipasi Ibu Balita di Posyandu Wilayah Puskesmas Patuk I Patuk Gunung Kidul” mengatakan sikap dan pengetahuan ibu balita tentang kegiatan diposyandu sangat berpengaruh dengan partisipasi ibu balita di posyandu.

Menurut Sambas (2002), dalam penelitiannya yang berjudul ”Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Kunjungan Ibu – Ibu Anak Balita ke Posyandu di Kelurahan Bojongherang Kabupaten Cianjur” mengatakan variabel yang berhubungan yaitu : kepemilikan KMS, bimbingan dari petugas kesehatan, bimbingan dari kader posyandu.

Menurut Yudianingsih (2005), dalam penelitiannya yang berjudul ”Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kehadiran Ibu Menimbangkan Anaknya di Posyandu Desa Nambangan

(11)

Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri” mengatakan variabel tingkat pendidikan, pekerjaan, keterlibatan dalam organisasi masyarakat, pengetahuan ibu, jumlah penyuluhan perorangan dimeja 4, jumlah anak, dan umur anak yang berhubungan dengan kehadiran ibu menimbangkan anaknya di posyandu.

Menurut Kusniati (2009), dalam penelitiannya yang berjudul ”Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Rendahnya Kunjungan Ibu-Ibu Balita ke Posyandu di Desa Ujan Mas Baru dalam Wilayah Kerja Puskesmas Ujan Mas Kabupaten Muara Einim” mengatakan faktor yang berhubungan dengan rendahnya kunjungan ibu-ibu balita ke posyandu adalah faktor tingkat pengetahuan ibu, tingkat pendidikan, tingkat sikap ibu terhadap kegiatan di posyandu.

Menurut Marwatik (2007), dalam penelitiannya yang berjudul ”Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Tingkat Partisipasi Ibu Anggota Posyandu di Desa Bajo Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora” mengatakan faktor yang berhubungan adalah faktor sikap ibu, pengetahuan ibu dan pendidikan ibu yang berhubungan dengan partisipasi ibu ke posyandu. 2.4. Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanaan kesehatan dasar, utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak bayi.

Syarat berdirinya posyandu di suatu daerah meliputi jumlah penduduk, RW paling sedikit terdapat 100 orang balita, terdiri dari 120 Kepala Keluarga (KK), disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa) dan jarak antara kelompok rumah dan jumlah KK dalam suatu tempat, kelompok tidak terlalu jauh ( Depkes RI, 2006).

(12)

Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan lokasi posyandu yaitu berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat, ditentukan oleh masyarakat itu sendiri, dapat merupakan ruangan/tempat tersendiri dan bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan dirumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW, atau pos lainnya (Effendy, 1998).

Data yang tersedia di posyandu dapat dibagi menjadi dua kelompok sesuai dengan fungsinya, yaitu :

1. Kelompok data yang dapat digunakan untuk pemantauan pertumbuhan balita, baik untuk : a) Penilaian pertumbuhan individu (N atau T dan BGM), dan b) Penilaian keadaan pertumbuhan balita di suatu wilayah (% N/D)

2. Kelompok data yang digunakan untuk tujuan pengelolaan program / kegiatan di posyandu (% D/S dan % K/S) (Depkes RI, 2002).

2.4.1 Sasaran Posyandu

Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya ; a. Bayi.

b. Anak Balita

c. Ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui d. Pasangan Usia Subur (PUS) (Depkes RI, 2006) 2.4.2. Kegiatan Utama Posyandu

2.4.2.1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) a. Ibu Hamil

Pelayanan diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup ;

a) Peningkatan berat badan dan pemberian tablet besi yang dilakukan oleh kader kesehatan. Jika ada petugas puskesmas ditambah dengan pengukuran tekanan darah dan pemberian

(13)

imunisasi Tetanus Toksoid. Bila tersedia ruang pemeriksaan ditambah dengan pemeriksaan tinggi fundus/usia kehamilan. Apabila ditemukan ada kelainan, segera rujuk ke puskesmas.

b) Untuk lebih meningkatkan kesehatan ibu hamil, perlu diselenggarakan kelompok ibu hamil pada setiap hari buka posyandu atau pada hari lain sesuai dengan kesepakatan. Kegiatan kelompok ibu hamil antara lain sebagai berikut ;

1. Penyuluhan : tanda bahaya kepada ibu hamil, persiapan persalianan, persiapan menyusui, KB dan Gizi.

2. Perawatan payudara dan pemberian ASI 3. Peragaan pola makan ibu hamil

4. Peragaan perawatan bayi baru lahir 5. Senam ibu hamil

b. Ibu nifas dan menyusui

Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup ;

a) Penyuluhan kesehatan, KB, ASI, dan gizi, ibu nifas, perawatan kebersihan jalan lahir. b) Pemberian vitamin A dan tablet besi.

c) Perawatan payudara d) Senam ibu nifas

e) Jika ada tenaga puskesmas dan tersedia ruangan, dilakukan pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara

f) Pemeriksaan tinggi fundus dan pemeriksaan lochia. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke puskesmas.

(14)

Pelayanan posyandu untuk anak balita harus dilakukan secara menyenangkan dan memacu kreativitas tumbuh kembang anak. Jika ruangan memadai, pada waktu menunggu giliran pelayanan, anak balita sebaiknya tidak digendong sebaiknya dilepaskan bermain sesama balita dengan pengawasan orang tua dibawah bimbingan kader.

Untuk itu perlu disediakan sarana permainan yang sesuai dengan umur balita. Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan posyandu untuk balita mencakup :

1. Penimbangan berat badan 2. Penentuan status pertumbuhan 3. Penyuluhan

4. Jika ada tenaga kesehatan puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke puskesmas (Depkes RI, 2006).

2.4.2.2. Keluarga Berencana (KB)

Pelayanan KB di posyandu yang dapat diselenggarakan oleh kader adalah pemberian kondom dan pemberian pil ulangan. Jika ada tenaga kesehatan puskesmas dilakukan suntikan KB, dan konseling KB. Apabila tersedia ruangan dan peralatan yang menunjang dilakukan pasangan IUD (Depkes RI,2006).

2.4.2.3. Imunisasi

Pelayanan imunisasi di posyandu hanya akan dilaksanakan apabila ada petugas puskesmas. Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan program, baik terhadap bayi dan balita maupun terhadap ibu hamil (Depkes RI,2006).

(15)

Pelayanan gizi di posyandu dilakukan oleh kader. Sasarannya adalah bayi, balita, ibu hamil dan WUS. Jenis pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan gizi, pemberian PMT, pemberian vitamin A dan pemberian sirup Fe. Khusus untuk ibu hamil dan ibu nifas ditambah dengan pemberian tablet besi serta kapsul yodium untuk yang bertempat tinggal di daerah gondok endemik. Apabila setelah 2 kali penimbangan tidak ada kenaikan berat badan , segera dirujuk ke puskesmas (Depkes RI,2006).. 2.4.2.5. Pencegahan dan Penanggulangan Diare

Pencegahan diare di posyandu dilakukan antara lain dengan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penanggulangan diare di posyandu dilakukan antara lain penyuluhan, pemberian larutan gula garam yang dapat dibuat sendiri oleh masyarakat atau pemberian oralit yang disediakan (Depkes RI,2006).

2.4.3. Penyelenggaraan Posyandu 2.4.3.1. Waktu Penyelenggaraan

Penyelenggaraan posyandu pada hakekatnya dilaksanakan dalam 1 (satu) bulan kegiatan, baik pada hari buka posyandu maupun diluar hari buka posyandu. Hari buka posyandu sekurang – kurangnya satu hari dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih, sesuai dengan hasil kesepakatan. Apabila diperlukan, hari buka posyandu dapat lebih dari satu kali dalam satu bulan (Depkes RI,2006).

2.4.3.2. Tempat Penyelenggaraan

Tempat penyelenggaraan kegiatan posyandu sebaiknya berada pada lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempat penyelenggaraan tersebut dapat disalah satu rumah warga, halaman rumah, balai desa/kelurahan, balai RT/RW/dusun, salah satu kios di pasar, salah satu

(16)

ruangan perkantoran, tempat khusus yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat yang dapat disebut dengan nama “Wisma Posyandu” atau sebutan lainnya (Depkes RI,2006).

2.4.3.3. Penyelenggaraan Kegiatan

Kegiatan rutin posyandu diselenggarakan dan dimotori oleh kader posyandu dengan bimbingan teknis dari puskesmas dan sektor terkait. Jumlah minimal kader untuk setiap posyandu adalah 5 (lima) orang. Jumlah ini sesuai dengan kegiatan utama yang dilaksanakan oleh posyandu, yakni yang mengacu pada sistem 5 meja. Untuk melaksanakan fungsinya dengan baik, sesuai dengan pedoman yang berlaku, maka jumlah kader disetiap posyandu minimal 5 orang kader. Jumlah ini sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakan yang dikenal dengan sistem 5 meja dari Depkes RI, 2000, yaitu :

1. Meja 1 : - Pendaftaran

- Pencatatan bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur. 2. Meja 2 : Penimbangan bayi, balita dan ibu hamil.

3. Meja 3 : Pencatatan hasil penimbangan ke KMS balita dan ibu hamil. 4. Meja 4 : Penyuluhan seperti :

a. Pada ibu yang mempunyai bayi dan balita berdasarkan hasil penimbangan berat badan bayi/ balitanya naik/turun, diikuti dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), oralit dan vitamin A dosis tinggi.

b. Terhadap ibu hamil yang berresiko tinggi diikuti dengan pemberian tablet besi. c. Terhadap Pasangan Usia Subur (PUS) agar menjadi peserta KB.

5. Meja 5 : Pelayanan kesehatan dasar berupa pemberian imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, pelayanan KB.

(17)

Posyandu menangani semua anggota masyarakat terutama ibu hamil, ibu menyusui, bayi, dan anak balita serta Pasangan Usia Subur (PUS). Posyandu sebaiknya berada pada tempat yang mudah didatangi oldeh masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Dengan demikian kegiatan posyandu dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang telah ada, rumah penduduk, balai desa, tempat pertemuan RK/RT atau tempat khusus yang dibangun oleh masyarakat.

Adapun kegiatan posyandu dilakukan oleh kader yang terlatih kegiatan 5 (lima) meja merupakan kegiatan pelayanan pada hari buka posyandu yang dilakukan sekurang – kurangnya satu hari dalam sebulan. Meja 1 sampai 4 dilaksanakan oleh para kader, sedangkan meja 5 dilaksanakan oleh petugas kesehatan dianataranya ; dokter, bidan, perawat, juru imunisasi, dan sebagainya. (Effendy Nasrul, 1998)

2.4.4. Manfaat Posyandu

Manfaat penyelenggaraan posyandu adalah sebagai berikut (Depkes, 2006) :

1. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan bagi balita dan ibu.

2. Pertumbuhan anak balita terpantau sehingga tidak menderita gizi kurang atau gizi buruk. 3. Bayi dan anak balita mendapat kapsul vitamin A.

4. Bayi memperoleh imunisasi lengkap.

5. Bayi dan anak balita mendapat makanan tambahan.

6. Ibu hamil terpantau berat badannya dan memperoleh tablet tambah darah serta imunisasi Tetanus Toxoid.

7. Ibu nifas memperoleh kapsul vitamin A dan tablet tambah darah.

(18)

9. Apabila terdapat kelainan pada anak balita, ibu hamil, ibu nifas, dan ibu menyusui dapat segera diketahui dan dirujuk ke puskesmas.

10. Dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang kesehatan ibu dn anak balita (Depkes RI,2006).

2.5. Penimbangan Balita

Kegiatan penimbangan berat badan adalah bentuk kegiatan yang penting di posyandu, dan juga merupakan salah satu cara pengukuran yang digunakan untuk mengetahui status gizi dan pertumbuhan anak. Pengukuran berat badan secara teratur dapat menggambarkan keadaan gizi anak, sehingga dapat dipakai sebagai salah satu alat pemantauan pertumbuhan fisik anak.

Pada tingkat puskesmas atau lapangan penilaian status gizi yang umum dilakukan adalah hanya dengan menimbang balita ( berat badan menurut umur).

Penimbangan BB/U, TB/U dan BB/TB banyak digunakan untuk penilaian status perorangan maupun masyarakat, karena indikator tersebut mempunyai beberapa kelebihan antar lain :

- Pelaksanaan operasionalnya lebih mudah dan relatif akurat. - Sensitif, karena dipengaruhi oleh perubahan status gizi.

- Praktis dan ketelitian pengukuran tak tergantung pada keterampilan pengukur sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja dengan bekal latihan yang sederhana. (Supariasa, 2001). 2.6. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran dan bentuk tubuh misalnya bertambah berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, tubuh, mulai tanggalnya gigi-gigi susu dan perubahan bagian tubuh lainnya (BKKBN Jakarta, 1998).

(19)

Pertumbuhan sering di kaitkan dengan kata perkembangan sehingga ada istilah tumbuh– kembang. Ada yang mengatakan pertumbuhan merupakan bagian dari perkembangan. Sementara pengertian pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dari waktu ke waktu. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya fungsi tubuh yaitu pendengaran , penglihatan, kecerdasan, dan tanggung jawab.

Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat badan, tinggi badan atau ukuran tubuh lainnya tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak yang sedang berada dalam proses tumbuh. Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan, maka disebut gizi seimbang atau gizi baik. Bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan disebut gizi kurang, sedangkan bila jumlah asupan zat gizi melebihi dari jumlah yang dibutuhkan disebut gizi lebih. Dalam keadaan gizi baik dan sehat atau bebas dari penyakit, pertumbuhan seorang anak akan normal, sebaliknya bila dalam keadaan gizi tidak seimbang , pertumbuhan seorang anak akan terganggu.

Gangguan perumbuhan dapat terjadi dalam waktu singkat dan dapat terjadi pula dalam waktu yang cukup lama. Gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat sering terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat dari menurunnya nafsu makan, sakit seperti diare, dan infeksi saluran pernafasan, atau kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan pertumbuhan yang berlangsung dalam waktu yang lama dapat dilihat pada hambatan pertambahan tinggi badan (Depkes RI, 2002).

Pertumbuhan merupakan sebagai indikator perkembangan status gizi, karena pertumbuhan merupakan gambaran dari keseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi.

(20)

Pemantauan pertumbuhan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan) dan teratur. Dengan pemantauan pertumbuhan, setiap ada gangguan keseimbangan gizi pada seorang anak akan dapat diketahui secara dini melalui pertumbuhannya. Dengan diketahuinya gangguan gizi secara dini maka tindakan penanggulangannya dapat dilakukan dengan segera, sehingga keadaan gizi yang memburuk dapat dicegah. Adapun tujuan dari pemantauan pertumbuhan adalah sebagai berikut :

1. Mencegah memburuknya keadaan gizi. 2. Upaya meningkatkan keadaan gizi, dan 3. Mempertahankan gizi yang baik.

Usaha yang dilakukan agar pertumbuhan anak bertambah dengan baik : 1. Meningkatkan kesehatan ibu yang sedang hamil dengan cara :

a Periksakan kehamilan sekurang-kurangnya 4x selama hamil. b Imunisasi Tetanus pada waktu hamil.

c Menjaga kebersihan diri. d Makan makanan bergizi.

e Mempersiapkan ASI dan memahami manfaat ASI. f Tidak minum obat-obatan kecuali bila sedang perlu. g Mengenali tanda dini adanya gangguan kehamilan.

2. Setelah bayi lahir timbang secara berkala setiap bulannya sampai anak berusia 59 bulan. 3. Berikan kepada anak makanan yang mengandung zat gizi.

4. Berikan imunisasi lengkap seperti ; DPT, Polio, BCG, dan Campak sesuai jadwal pemberiannya.

(21)

5. Miliki pengetahuan terhadap cara-cara penanggulangan gejala dini penyakit pada anak. Setelah anak sembuh dari sakit, segera beri makanan bergizi untuk memulihkan kesehatan dan meningkatkan pertumbuhannya (BKKBN Jakarta, 1998).

2.6.1. Pertambahan Pertumbuhan Balita

Masa Pertumbuhan yang terentang antara usia satu tahun sampai usia remaja, karena pertumbuhan fisik berlangsung tidak sederamatis ketika masih berstatus bayi. Di tahun pertama kehidupan, panjang bayi bertambah sebanyak 50%, tetapi tidak bertambah samapai usia 4 tahun.

Anak yang berumur 1-3 tahun akan mengalami pertambahan berat badan sebanyak 2-2,5 kg, dan tinggi sebesar rata-rata 12 cm setahun (tahun kedua 12 cm, ketiga 8-9 cm). Berat badan baku dapat pula mengacu pada baku berat badan dan tinggi badan dari WHO/NCHS, atau rumus perkiraan berat badan anak : berat anak usia 1-6 tahun = [usia x 2 + 8]. Dengan demikian, berat badan anak 1 sampai 3 tahun masing-masing 10, 12, dan 14 kg.

Dengan baku rujukan WHO-NCHS, rata-rata berat anak usia 1, 2, dan 3 tahun berturut-turut 10,2; 12,6; dan 14,7 kg untuk anak pria, sementara wanita 9,5; 11,9; dan 13,9 kg. Tinggi badan pria masing-masing 76,1; 87,6; dan 96,5 cm. Tinggi badan wanita berturut-turut 74,3; 86,5 dan 95,6.

Pertambahan berat anak usia pra sekolah berkisar antara 0,7-2,3 kg dan tinggi 0,9-1,2 cm/tahun sehingga menyebabkan tubuh mereka tampak “kurus”. Sementara berat badan pada usia 7-10 tahun bertambah sekitar 2 kg dan tinggi badan 5-6 cm setiap tahun. Menjelang puber pertambahan berat badan dapat mencapai 4-4,5 kg setahun (Arisman, 2007).

(22)

Pendekatan teori yang dipakai dalam mengamati partisipasi ibu untuk menimbangkan anaknya yang berusia 12-59 bulan ke posyandu adalah teori Lowren Green (1980). Dimana teori ini menggambarkan dalam perubahan perilaku kesehatan individu maupun sebuah masyarakat dapat dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu perilaku itu sendiri dan faktor diluar perilaku tersebut. Faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor yaitu ; faktor predisposisi, faktor pendukung (enabling factor), serta faktor pendorong (reinforcing factor). Ketiga faktor ini dapat mengambarkan perilaku masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh beberapa hal baik yang berasal dari dalam individu, dari luar berupa lingkungan dan sarana/prasarana serta dukungan dari petugas kesehatan dan petugas lain.

Peneliti ingin menggali secara mendalam mengenai keadaan yang mempengaruhi partisipasi ibu untuk menimbangkan anaknya ke posyandu di Desa Penanggalan. Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku ibu untuk menimbangkan anaknya ke posyandu, namun karena peneliti menduga ada beberapa faktor yang paling dominan dan juga keterbatasan waktu, maka penelitian ini hanya dibatasi pada beberapa faktor/variable penelitian saja. Apabila ada faktor lain diluar dugaan peneliti, peneliti berharap dapat menemukannya pada saat pengambilan data dengan metode wawancara mendalam

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

FaktorPredisposing • Pendidikan Ibu • Pengetahuan Ibu • Pekerjaan Ibu • Pendapatan Keluarga • Sikap Ibu

(23)

2.8. Hipotesa Penelitian

1. Ada hubungan antara faktor predisposing/ predisposisi (mempermudah) yang meliputi pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pendapatan, sikap ibu dan dukungan keluarga dengan partisipasi ibu menimbangkan anaknya ke posyandu.

2. Ada hubungan antara faktor enabling (pendukung) yang meliputi jarak posyandu dan kelengkapan peralatan posyandu dengan partisipasi ibu menimbangkan anaknya ke posyandu.

3. Ada hubungan antara faktor reinforcing (Penguat) yang meliputi dukungan petugas kesehatan, dukungan kader posyandu dan dukungan Kepala Desa dengan partisipasi ibu menimbangkan anaknya ke posyandu.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah metode penelitian survey analitik dengan desain penelitian Faktor Enabling • Jarak Posyandu • Kelengkapan peralatan Posyandu Faktor Reinforcing • Dukungan Petugas Kesehatan • Dukungan Kader Posyandu • Dukungan Kepala Desa Partisipasi Ibu Menimbangkan anaknya ke Posyandu

(24)

bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan partisipasi ibu balita untuk menimbangkan anaknya ke posyandu di Desa Penanggalan, Kecamatan Penanggalan Kota Madya Subulussalam pada tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Penanggalan Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam. Desa Penanggalan merupakan desa yang tingkat cakupan pelayanan posyandu yang paling rendah dari 10 desa yang ada di kecamatan Penanggalan, sementara lokasi ini berada di ibu kota kecamatan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 - Maret 2010. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak balita yang berusia 12 – 59 bulan yang namanya terdaftar dalam posyandu serta mempunyai KMS dan tidak mempunyai anak bayi. Jumlah ibu yang mempunyai anak balita yang ada diwilayah kerja posyandu di Desa Penanggalan Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam yaitu sebanyak 271 orang ibu. Jumlah ibu balita yang mempunyai KMS sebanyak 258 orang ibu.

3.3.2. Sampel

Untuk menentukan sampel dipergunakan rumus yang dikutip dari Notoatmodjo, 2005 sebagai berikut :

N

n =

(25)

N = Besar populasi n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan.

Untuk menentukan besar sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 258 n = 1+ 258 (0,12) 258 = 1 + 3,58 = 72,07

Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 72 orang dan penentuan sampel dengan cara random sampling atau secara acak dengan cara undian.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan responden dalam hal ini adalah ibu – ibu yang mempunyai anak balita yang berusia 12 – 59 bulan dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan.

Pengumpulan data primer dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan posyandu dan apabila responden tidak datang ke posyndu maka responden akan dikunjungi ke rumahnya.

(26)

Data sekunder di peroleh dari puskesmas dan posyandu yang meliputi, jumlah balita yang berusia 12-59 bulan yang terdaftar di posyandu, laporan penimbangan posyandu yang diperoleh dari KMS dan register posyandu. Sedangkan data mengenai gambaran umum lokasi penelitian di peroleh dari kator Geucik (kepala desa) Penanggalan.

3.5. Instrumen Penelitian 1. Kuesioner

2. KMS

3. Register posyandu (Catatan Penimbangan kader) 3.6. Defenisi Operasional Variabel

1. Pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang pernah ditempuh ibu.

2. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui ibu menyangkut posyandu, penimbangan anak dan pertumbuhan anak.

3. Pekerjaan ibu adalah kegiatan ibu yang dilakukan responden untuk mendapatkan imbalan berupa uang untuk memenuhi kebutuhannya.

4. Pendapatan keluarga adalah penghasilan keluarga baik yang diperoleh dari suami maupun dari isteri dalam satu bulan.

5. Sikap adalah tanggapan ibu terhadap posyandu, penimbangan anak dan pertumbuhan anak. 6. Jarak ke posyandu adalah jarak yang harus ditempuh ibu dari rumahnya menuju ke posyandu. 7. Kelengkapan peralatan posyandu adalah tersedianya peralatan posyandu seperti ; dacin,

microtoise, KMS, meja dan kursi.

8. Dukungan keluarga adalah ada tidaknya dukungan yang diberikan anggota keluarga dari anak balita kepada pelaksanaan posyandu.

(27)

9. Dukungan petugas kesehatan/bidan desa adalah ada tidaknya dukungan yang diberikan petugas kesehatan/bidan desa kepada pelaksanaan posyandu.

10. Dukungan kepala desa adalah ada tidaknya dukungan yang diberikan kepala desa kepada pelaksanaan posyandu.

11. Dukungan kader posyandu adalah ada tidaknya dukungan yang diberikan oleh kader posyandu, yaitu ; keatkifan dalam pelaksanaan posyandu baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan posyandu

12. Partisipasi ibu menimbang anak adalah frekuensi kehadiran ibu datang ke posyandu menimbangkan anaknya pada hari-hari pelaksanaan posyandu dalam periode satu bulan (Maret 2009 - Februari 2010), yang dilihat dari Kartu Menuju Sehat (KMS) balita dan register posyandu.

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dilakukan pada semua variabel untuk dikategorikan dan mempunyai skala ordinal, yaitu:

1. Partisipasi ibu menimbang anak ke posyandu, dikategorikan menjadi (Depkes RI, 2002) : a. Baik, jika frekuensi penimbangan > 8 kali dalam satu tahun

b. Kurang, jika frekuensi penimbangan < 8 kali dalam satu tahun 2. Pendidikan, dikategorikan menjadi :

a. Tinggi : Tamat PT/ Diploma b. Menengah : Tamat SLTA

c. Rendah : Tidak Tamat SD, Tamat SD dan Tamat SLTP 3. Pekerjaan, dikategorikan menjadi :

(28)

b. Tidak bekerja : Ibu Rumah Tangga

4. Pendapatan, dikategorikan menjadi (Dinas Pendapatan, Keuangan dan Aset Daerah Kota Subulussalam) :

a. Rendah : < Rp. 650.000,00 perbulan b. Sedang : Rp. 650.000,00 s/d 2.000.00,00 c. Tinggi : > Rp. 2.000.000,00

5. Pengetahuan, dikategorikan menjadi (Menurut Pratomo Hadi, 1986): a. Baik : jika jawaban benar >75% dari total nilai skor tertinggi b. Sedang : jika jawaban benar 40-75% dari total nilai skor tertinggi c. Kurang: jika jawaban benar <40% dari total nilai skor tertinggi 6. Sikap, dikategorikan menjadi (Menurut Pratomo Hadi, 1986) :

a. Baik : jika jawaban benar >75% dari total nilai skor tertinggi b. Sedang : jika jawaban benar 40-75% dari total nilai skor tertinggi c. Kurang: jika jawaban benar <40% dari total nilai skor tertinggi

7. Jarak ke Posyandu, dikategorikan menjadi (Menurut Pratomo Hadi, 1986) :

a. Dekat, mudah terjangkau, jika waktu tempuh ke posyandu kurang dari 30 menit b. Jauh, sulit terjangkau, jika waktu tempuh lebih dari 30 menit

8. Dukungan keluarga, dikategorikan menjadi :

a. Ada dukungan terhadap ibu untuk datang ke posyandu b. Tidak ada dukungan terhadap ibu untuk datang ke posyandu 9. Dukungan petugas kesehatan/bidan desa, dikategorikan menjadi :

a. Ada dukungan terhadap ibu untuk datang ke posyandu b. Tidak ada dukungan terhadap ibu untuk datang ke posyandu

(29)

10. Dukungan kepala desa, dikategorikan menjadi :

a. Ada dukungan terhadap ibu untuk datang ke posyandu b. Tidak ada dukungan terhadap ibu untuk datang ke posyandu 11. Dukungan kader posyandu, dikategorikan menjadi :

a. Ada dukungan terhadap ibu saat datang ke posyandu b. Tidak ada dukungan terhadap ibu saat datang ke posyandu 12. Kelengkapan peralatan posyandu, dikategorikan menjadi :

a. Lengkap : Apabila ada dacin dan sarung timbang, microtoise, KMS, meja dan kursi untuk petugas.

b. Tidak lengkap : Apabila salah satu atau lebih peralatan tidak tersedia. 3.7. Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dilakukan editing, coding, dan tabulasi serta diolah dengan software SPSS 15,0. Data selanjutnya disajikan secara deskriptif dan dalam bentuk tabel dan teks, sedangkan untuk melihat hubungan dua variable digunakan uji Chi -Square dengan tingkat kepercayaan 95%.

Referensi

Dokumen terkait

Dianugrahkan sebagai Pemimpin Terbaik Indonesia Tahun 2006 di Jakarta atas Jasa dan Prestasi Serta Andil Terhadap Bangsa Negara Republik Indonesia (Certificate Of Merit

Abstrak. Perbankan pada saat ini diperlukan untuk lebih meningkatkan layanan, sedangkan pelanggan semakin meningkatkan mobilitas dan kebutuhan mereka. Layanan di

Dari hasil perhitungan mengunakan metoda bola bergulir dengan jenis terminasi udara non konvensional radius proteksi yang didapat lebih besar dari radius proteksi

Sugiono sebagaimana dikutip dalam Imam Machali mengartikan penelitian kuantitatif sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk

Hasil pengukuran erosi di lokasi penelitian pada penanaman menurut kontur lebih tinggi dibanding penanaman dalam strip (Tabel 4).Legowo (2005) melaporkan bahwa DAS Limboto berada

Dengan menggunakan studi kasus, tulisan ini melihat secara positif bahwa model-model baru hijab tidak hanya telah memberikan sejumlah alternatif gaya berbusana muslimah, tetapi

analisis “ “ baru baru ” ” hasil hasil pengembangan pengembangan , , atau atau metode yang di modifikasi(. metode yang di modifikasi terhadap suatu terhadap suatu

Dalam pemberian pelayanan kesehatan harus dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan aturan yang telah ditetapkan, diantaranya pelaksanaan