• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) adalah daratan yang secara topografi dibatasi oleh igir yang berfungsi menampung dan menyimpan air kemudian disalurkan ke sungai utama. Daerah Aliran Sungai (DAS) dibagi menjadi tiga daerah yaitu hulu, tengah, dan hilir. Daerah hulu memiliki karakteristik merupakan daerah konservasi dengan penggunaan lahan hutan, kerapatan drainase tinggi, penentuan pemakaian air ditentukan pola drainase, dan bukan merupakan daerah banjir. Daerah hilir merupakan daerah pemanfaatan dengan penggunaan lahan pertanian kecuali estuaria yang didominasi hutan bakau/gambut, kerapatan drainase rendah, penentuan pemanfaatan air berdasarkan bangunan air, dan pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan). Daerah tengah merupakan transisi diantara daerah hulu dan daerah hilir (Asdak, 2010).

Air merupakan sumberdaya alam yang yang difungsikan untuk hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu penting untuk menjaga air baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 menjelaskan bahwa pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya.

DAS Bedog adalah salah satu DAS yang mengalami proses perkembangan perkotaan. Adanya perubahan penggunaan lahan telah terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (Yudha, 2013). Perubahan penggunaan lahan menjadi penyebab ketidakseimbangan ion-ion yang akan berpengaruh terhadap kualitas air. Penelitian dilakukan pada penggal Sungai Bedog dengan panjang alur sungai 2,3 meter. Sumber pencemar yang berpotensi mencemari sungai yaitu limbah industri tahu, limbah domestik, dan limbah perikanan. Gambar 1.1 menunjukkan beban pencemar yang dibuang ke badan sungai sehingga akan memperburuk kualitas air. Subekti (2011) mengatakan bahwa limbah cair tahu mengandung bahan organik yang tinggi sehingga apabila langsung dibuang ke sungai akan menurunkan daya dukung lingkungan. Haslinah (2013) mengemukakan dampak buruk dari limbah domestik

(2)

2

berupa kerusakan lingkungan maupun kesehatan masyarakat sekitar. Limbah perikanan mengandung bahan organik yang tentunya akan mencemari lingkungan (Oktavia, dkk., 2012)

Gambar 1.1. Sumber Pencemar Penggal Sungai Bedog (a. limbah industri tahu, b. limbah domestik, c. limbah perikanan)

(Sumber: Survei Lapangan, 2014)

Adanya beban pencemar yang masuk ke sungai menyebabkan terjadinya pencemaran. Perbaikan konsentrasi kualitas air dapat diketahui dengan analisis kemampuan pulih diri (self purification). Self Purification adalah proses pemurnian sendiri sungai dari berbagai limbah secara alami (Ifabiyi, 2008).

Self purification dipengaruhi oleh morfometri sungai yaitu kemiringan dasar sungai, penampang melintang, debit, keadaan aliran (Bilangan Reynolds), tipe aliran, Bilangan Froude, dan jarak. Semakin besar kemiringan dasar sungai maka semakin intensif proses reaerasi sehingga proses self purification berjalan intensif. Kekuatan aliran meningkatkan kecepatan aliran. Kecepatan aliran tertentu dengan karakteristik penampang melintang tertentu menghasilkan nilai debit yang

(3)

3

mempengaruhi aliran. Adanya turbulensi mengakibatkan perpindahan (difusi) oksigen dari udara ke air (Agustinus, dkk., 2012). Semakin jauh jarak maka kemampuan self purification semakin intensif (Hendrasarie & Cahyarani, 2008). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini difokuskan pada pengaruh morfometri sungai terhadap proses self purification di DAS Bedog. Penelitian ini sangat diperlukan untuk pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran di penggal Sungai Bedog.

Perumusan Masalah

Saat ini telah terjadi perubahan penggunaan lahan di DAS Bedog. Proses perkembangan perkotaan mengakibatkan adanya perubahan penggunaan lahan berupa permukiman. Persentase permukiman pada awalnya sebesar 15,29% pada tahun 2004 meningkat menjadi 16,94% pada tahun 2008 dan pada tahun 2010 sebesar 17,72% atau meningkat sebesar 0,4% per tahun (Yudha, 2013). Peningkatan persentase permukiman berupa rumah penduduk maupun industri.

Setiap rumah tangga pasti menghasikan limbah domestik. Limbah domestik yang dihasilkan berupa hasil kegiatan memasak, mencuci maupun mandi. Kegiatan tersebut menghasilkan limbah berupa sisa makanan (karbohidrat, protein, lemak), deterjen, sabun, dan shampoo yang berpotensi mencemari sungai.

Terdapat beberapa industri tahu di sekitar daerah penelitian. Industri tahu tersebut menghasilkan limbah padat maupun limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan secara langsung dibuang ke sungai tanpa melalui perlakuan terlebih dahulu. Terdapat bau yang tidak sedap di sekitar lokasi pembuangan. Adanya bau tak sedap juga tercium di sekitar lokasi pembuang limbah yang menunjukkan bahwa air tersebut telah tercemar yang ditandai dengan berkurangnya kadar oksigen terlarut akibat digunakan mikroorganisme untuk memecah buangan bahan organik. Permasalahan pencemaran harus diatasi agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan maupun gangguan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, analisis kualitas air diperlukan dalam mengatasi permasalahan pencemaran air di penggal Sungai Bedog. Self purification adalah kemampuan sungai dalam mempertahankan dan membersihkan diri dari polutan yang ada di dalam sungai (Syafi’i & Ali, 2014).

(4)

4

Faktor morfometri sungai dapat menghambat maupun mendukung terjadinya proses self purification. Proses self purification berjalan secara optimal pada sungai yang memiliki kemiringan dasar sungai yang tinggi, kecepatan aliran yang tinggi, aliran turbulensi, dan jarak yang semakin jauh sehingga mendorong proses reaerasi. Reaerasi adalah perpindahan difusi oksien dari udara ke air (Agustiningsih, dkk., 2012).

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan muncul pertanyaan: 1. Bagaimana karakteristik morfometri penggal Sungai Bedog (debit, kemiringan

dasar sungai, penampang melintang, keadaan aliran (Bilangan Reynolds), tipe aliran, Bilangan Froude, dan jarak)?

2. Bagaimana kemampuan penggal Sungai Bedog dalam proses self purification limbah yang masuk ke sungai berdasarkan parameter fisika (suhu, warna) dan parameter kimia (BOD, COD)?

3. Bagaimana pengaruh morfometri sungai terhadap proses self purification di penggal Sungai Bedog?

Permasalahan-permasalahan tersebut akan dibahas secara mendalam dalam penelitian yang berjudul “KAJIAN MORFOMETRI SUNGAI TERHADAP PROSES PULIH DIRI (SELF PURIFICATION) DI PENGGAL SUNGAI BEDOG, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui karakteristik morfometri penggal Sungai Bedog (debit, kemiringan dasar sungai, penampang melintang, keadaan aliran (Bilangan Reynolds), tipe aliran, Bilangan Froude, danjarak).

2. Mengetahui kemampuan penggal Sungai Bedog dalam proses self purification limbah yang masuk ke dalam sungai berdasarkan parameter fisika (suhu, warna) dan parameter kimia (BOD dan COD).

3. Mengetahui pengaruh morfometri sungai terhadap proses self purification di penggal Sungai Bedog.

(5)

5

Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan kepada pemerintah maupun masyarakat dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS).

2. Memberi masukan dalam pengelolaan lingkungan, khususnya dalam hal pencegahan terjadinya pencemaran.

Telaah Pustaka

1.5.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) dibagi menjadi tiga bagian (Soewarno,1991), yaitu:

A. Bagian Hulu

Bagian hulu merupakan daerah dengan erosi yang intensif. DAS bagian hulu dicirikan dengan kontur rapat yang mencerminkan kemiringan yang cukup besar. Alur sungai di bagian hulu memiliki kecepatan aliran yang tinggi apabila dibandingan di bagian hilir sehingga pada saat kejadian banjir material yang terangkut tidak hanya partikel sedimen yang halus saja melainkan juga pasir, kerikil ataupun batu.

B. Bagian Tengah

Bagian tengah dicirikan dengan kontur yang tidak begitu rapat apabila dibandingkan dengan bagian hulu. Kemiringan dasar sungai relatif lebih landai apabila dibandingkan dengan bagian hulu. Daerah ini merupakan daerah perpaduan antara proses erosi dan pengendapan.

Aliran sungai yang berasal dari daerah gunungapi yang membawa pasir lepas terkadang terendapkan di seberang tempat sepanjang alur sungai yang tergantung pada kecepatan aliran. Proses tersebut membuat alur sungai pada bagian tengah DAS memiliki pola berjalin (braided). Keadaan yang seperti itu akan menyulitkan proses pengukuran aliran.

C. Bagian Hilir

Bagian hilir dicirikan dengan kontur yang renggang yang mencirikan kemiringan yang landai. Daerah ini biasanya melalui daerah yang datar yang

(6)

6

terbentuk dari endapan pasir halus hingga kasar, lumpur, endapan organik, dan jenis endapan lain yang labil. Bagian hilir dicirikan dengan alur sungai yang berbelok-belok (meander).

1.5.2. Morfometri Sungai A. Debit

Debit adalah volume aliran yang mengalir melalui penampang melintang sungai per satuan waktu (Asdak, 2010). Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengukuran debit secara langsung dilakukan dengan velocity area method, metode pelampung, maupun dengan zat pewarna. Pengukuran debit secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan rumus manning (Sutjipto, dkk., 2012).

Pengukuran debit menggunakan rumus manning dilakukan dengan mengukur parameter hidraulik sungai yaitu kemiringan sungai, kedalaman sungai, lebar sungai, dan koefisien manning. Pemilihan lokasi pengukuran debit dengan metode manning pada ruas saluran aliran banjir yang tertampung pada saluran berbentuk mendekati trapesium dan biasanya pada sungai daerah pegunungan yang kasar, terjal, dan terdapat air terjun di atas bebatuan tidak pilih (Sutjipto,dkk., 2012). Metode manning menerapkan anggapan bahwa: (1) Perubahan elevasi muka air menggambarkan adanya kehilangan energi akibat kekasaran dasar sungai, (2) Kecepatan beserta kedalaman aliran ditentukan oleh bentuk penampang, kemiringan dasar sungai, dan kekasaran dasar sungai.

B. Penampang Melintang

Pengukuran penampang sungai dilakukan dengan memilih ruas saluran sedapat mungkin tegak lurus dengan arah aliran dari segmen hulu ke segmen hilir. Masing-masing penampang melintang dukur setiap titik koordinat jarak horizontal dan elevasi dasar saluran yang diketahui elevasinya. Titik pengukuran dasar saluran sebisa mungkin cukup banyak sehingga didapatkan garis lurus yang mencerminkan geometri penampang melintang yang sebenarnya (Sutjipto, 2012).

(7)

7

Alur sungai bermeander memiliki sifat tidak stabil karena terdapat gerusan tebing di bagian hilir tikungan yang berbentuk cekung. Terbentuknya palung (pool) pada kelokan bagian luar karena adanya kecepatan aliran yang tinggi. Kedalaman pada bagian luar lebih dalam apabila dibandingkan bagian yang memotong (Stewart, dkk., 1996). Penampang melintang palung terlihat jelas pada Gambar 1.2

Gambar 1.2.Karakteristik Penampang Melintang (cross section) jeram (riffle) dan palung (pool) (Sumber: Charlton, 2008)

C. Kemiringan Dasar Sungai

Kemiringan dasar sungai merupakan perbandingan antara beda elevasi dengan panjang sungai utama. Kemiringan dasar sungai memperlihatkan tingkat kecuraman sungai. Semakin curam maka semakin tinggi kecepatan aliran airnya (Rahayu, dkk., 2009). Kemiringan dasar sungai akan mempengaruhi proses reaerasi (Harsono, 2010). Proses reaerasi adalah proses penambahan kandungan oksigen yang ada di dalam air akibat adanya turbulensi sehingga terjadi perpindahan (difusi) oksigen dari udara ke air (Agustinus, dkk., 2012). Kemiringan dasar sungai yang tinggi akan meningkatkan proses self purification, sebaliknya kemiringan dasar sungai yang rendah akan memperlambat proses self purification (Wicaksono, 2008).

Sungai bagian hulu memiliki karakteristik kemiringan dasar sungai yang tinggi dan memiliki alur sungai lurus. Sungai bagian tengah memiliki karakteristik kemiringan dasar sungai yang lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah hulu dan memiliki alur berlekuk (sinuos). Sungai bagian hilir memiliki karakteristik kemiringan dasar sungai yang kecil serta memiliki alur sungai bermeander. Gambar 1.3 menunjukkan skema klasifikasi alur sungai dan karakteristiknya yaitu penampang membujur, cross section, dan penampang mendatar.

(8)

8

Gambar 1.3. Skema Klasifikasi Alur Sungai

(Sumber:Rosgen,1996 dalam Lord,dkk., 2009)

D. Keadaan Aliran dan Tipe Aliran 1. Keadaan Aliran

Keadaan aliran pada saluran terbuka dipengaruhi oleh kekentalan dan gravitasi sehubungan dengan gaya inersia aliran. Aliran dapat bersifat turbulen, laminer maupun transisi dipengaruhi oleh kekentalan sehubungan dengan kelembamannya (inersia). Aliran laminer terjadi apabila gaya kekentalan relatif besar dibandingkan dengan gaya kelembaman sehingga butir-butir seolah bergerak menuju lintasan tertentu teratur dan lurus. Aliran turbulen terjadi apabila gaya kekentalan lebih lemah bila dibandingkan dengan gaya kelembamannya, air bergerak menurut lintasan yang tidak teratur, tidak tetap, dan tidak lancar walaupun butir tersebut tetap menunjukkan gerakan maju. Aliran transisi adalah aliran dalam keadaan peralihan di antara aliran laminar dan turbulen (Chow, 1985). Aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan angka tertentu yaitu Bilangan Reynolds. Aliran yang melalui saluran terbuka bersifat turbulen apabila Bilangan Reynolds Re>1000, dan laminer apabila Bilangan Reynolds<500 (Triadmojo, 2010).

(9)

9 2. Tipe Aliran

Tipe aliran pada saluran terbuka (Chow, 1959) digolongkan menjadi : a. Aliran Tetap

1). Aliran seragam (uniform flow)

Aliran disebut seragam apabila kedalaman sama di setiap penampang saluran. 2). Aliran berubah (varied flow)

Aliran disebut berubah apabila kedalaman berbeda di setiap penampang saluran.

a). Aliran berubah lambat laun (rapidly varied)

Aliran disebut berubah lambat laun apabila kedalaman berubah secara lambat pada penampang saluran dengan jarak yang jauh.

b). Aliran berubah tiba-tiba (gradually varied)

Aliran disebut berubah tiba apabila kedalaman berubah secara tiba-tiba pada penampang saluran dengan jarak yang pendek.

b. Aliran Tidak Tetap

1). Aliran seragam tidak tetap (jarang)

Aliran seragam tidak tetap terjadi apabila permukaan air berfluktuasi sepanjang waktu dan tetap sejajar dasar saluran.

2). Aliran tak tetap (aliran berubah tak tetap)

Aliran tak tetap ialah aliran yang berubah tak tetap. a). Aliran tak tetap berubah lambat laun

b). Aliran tak tetap berubah tiba-tiba E. Bilangan Froude

Aliran melalui saluran terbuka dibedakan menjadi tipe aliran sub-kritis (mengalir) dan super kritis (meluncur). Aliran pada keadaan diantara kedua aliran tersebut disebut aliran kritis. Aliran sub-kritis apabila terdapat gangguan yang terjadi pada suatu titik dapat menjalar ke arah hulu. Aliran sub-kritis bergantung pada kondisi daerah hilir yang nantinya mempengaruhi keadaan hulu. Apabila aliran cukup besar sehingga mengakibatkan gangguan tidak menjalar ke hulu maka aliran disebut super kritis. Keadaan aliran super kritis ini memungkinkan kondisi

(10)

10

hulu akan mempengaruhi aliran di sebelah hilir. Penentuan tipe aliran sub-kritis maupun super kritis didasarkan pada nilai Froude (Triadmodjo, 2010).

F. Jarak

Kemampuan self purification dipengaruhi oleh jarak. Jarak yang lebih panjang/ jauh akan mengakibatkan kemampuan self purification sungai semakin baik dengan kondisi sungai tanpa ada input dari luar (Hendrasarie & Cahyarani, 2008). Hal tersebut terjadi karena jarak yang panjang akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut dalam air yang berasal dari udara. Selain itu, kondisi tersebut diiringi dengan penurunan konsentrasi bahan organik yang telah mengalami dekomposisi (Agustiningsih, dkk., 2012).

1.5.3. Pencemaran Air

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 menyebutkan bahwa:

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya”

Air mengalami pencemaran apabila telah mengalami penyimpangan dari keadaan normal. Keadaan normal yang dimaksudkan adalah bergantung pada faktor penentu, yaitu asal sumber air dan fungsinya. Air yang tidak tercemar diukur berdasarkan kemurniannya (Wardana, 2001).

1.5.4. Sumber Pencemar

Sastrawijaya (2009) membagi sumber pencemar menjadi dua, yaitu: A. Domestik

Sumber pencemar domestik berasal dari perkampungan, pasar, kota, terminal, rumah sakit, dan lain-lain. Sumber pencemar tersebut nantinya akan menghasilkan limbah domestik. Limbah domestik adalah semua buangan yang bersumber dari kamar mandi, dapur, buangan cuci pakaian, rumah sakit, apotek,

(11)

11

dan rumah makan. Limbah domestik mengandung zat organik tersebut terdiri atas bahan organik yaitu berupa cair atau padat, bahan berbahaya, bahan beracun, garam terlarut, dan bakteri.

B. Non Domestik

Sumber pencemar non domestik adalah sumber pencemar yang berasal dari pabrik, industri, peternakan, transportasi, pertanian, perikanan, dan lain-lain. Limbah pertanian terdiri atas bahan padat sisa tanaman yang bersifat organis, pestisida, pupuk yang mengandung nitrogen, fosfor, sulfur, mineral K dan Ca. Sedangkan limbah hasil pertanian dan peternakan berasal dari hasil samping pengelolaan perikanan dan pertanian.

1.5.5. Baku Mutu Air

Kualitas air pada dasarnya diketahui untuk menentukan peruntukkannya. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta disebutkan bahwa mutu air diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu:

A. Air kelas satu adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

B. Air kelas dua adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

C. Air kelas tiga adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

D. Air kelas empat adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

(12)

12

Ketentuan pada pasal 55 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 menyatakan apabila baku mutu air pada sumber air belum atau tidak ditetapkan maka berlaku kriteria mutu air untuk kelas II. Lampiran Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 20 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta disajikan pada Lampiran 1.

1.5.6. Indikator Pencemaran A. Parameter Fisika

1. Suhu

Suhu badan air dipengaruhi musim, ketinggian dari permukaan air laut (altitude), lintang (latitude), sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, kedalaman air, dan waktu dalam hari (Effendi, 2003). Semakin tinggi suhu air akan berpengaruh terhadap semakin sedikit oksigen terlarut (Wardhana, 2001). Hal tersebut berakibat menurunkan kemampuan organisme akuatis untuk hidup. Kenaikan suhu perairan pada umumnya disebabkan adanya penebangan di sepanjang alur sungai sehingga banyak cahaya yang masuk ke permukaan perairan dan berakibat meningkatnya suhu perairan sungai (Asdak, 2010).

2. Warna

Warna perairan disebabkan adanya bahan organik dan bahan anorganik, keberadaan plankton, humus, dan ion logam, serta bahan lain. Perairan alami tidak berwarna. Air yang berasal dari rawa-rawa biasa berwarna kuning kecoklatan hingga kehitam-hitaman (McNeely et al., 1979 dalam Effendi, 2003).

B. Parameter Kimia

1. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (Biochemical Oxygen Demand/ BOD) Kebutuhan oksigen biokimiawi adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme dalam air untuk memecah bahan buangan organik yang ada dalam lingkungan air (Wardana, 2001). BOD merupakan indikator yang menentukan ada atau tidaknya pencemaran di suatu perairan yang dicirikan dengan angka BOD yang tinggi menunjukkan konsentrasi bahan organik yang ada di perairan juga tinggi (Asdak, 2010). Bahan organik dapat berupa hasil pembusukan tumbuhan dan

(13)

13

hewan yang telah mati atau hasil buangan limbah industri dan domestik (Effendi, 2003).

2. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/ COD)

Kebutuhan oksigen kimiawi adalah jumlah oksigen yang diperlukan supaya bahan buangan yang ada di air dapat teroksidasi melalui proses kimia (Wardana, 2001). Keberadaan bahan organik tersebut dapat berasal dari alam maupun aktivitas rumah tangga dan industri, seperti pabrik bubur kertas (pulp), pabrik kertas, dan makanan. Nilai COD yang tinggi tidak baik diperuntukkan bagi perikanan dan pertanian (Effendi, 2003).

1.5.7. Pulih Diri (Self Purification) A. Definisi Self Purification

Self purification adalah kemampuan memperbaiki kualitas air secara alami (Irsanda, dkk., 2014). Definisi lain self purification adalah kemampuan sungai dalam mempertahankan serta membersihkan diri dari limbah yang ada di dalam sungai (Syafi’i & Ali, 2014). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa self purification adalah kemampuan untuk memurnikan kembali limbah/ polutan yang ada di dalam sungai secara alami sehingga kualitas air membaik. B. Zona Self Purification

Menurut (Spellman & Drinan, 2001) zona self purification (Gambar 1.4) dibagi menjadi 4 zona sebagai berikut.

1. Zona Bersih

Zona bersih adalah zona yang tidak mengandung polutan/ zat pencemar. Berdasarkan Gambar 1.4 terlihat jelas bahwa pada zona bersih kandungan DO normal. Zona bersih memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.

a. Kandungan DO tinggi b. Kandungan BOD rendah c. Jumlah bakteri rendah

d. Jumlah bahan organik rendah

(14)

14 f. Dasar sungai bersih dan bebas dari lumpur 2. Zona Degradasi/ Dekomposisi

Zona degradasi berada pada titik pembuangan limbah yang dicirikan dengan tingkat kekeruhan yang tinggi serta kadar DO yang menurun. Adanya limbah akan meningkatkan kadar BOD sehingga mempercepat tumbuhnya bakteri dan jamur. Zona degradasi memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Kadar DO bergantung pada bahan organik b. Kandungan BOD tinggi

c. Jumlah bakteri tinggi

d. Terdapat keanekaragaman spesies yang rendah e. Munculnya jamur di dasar sungai

f. Terdapat minyak di permukaan air g. Adanya gelembung yang meningkat h. kandungan bahan organik meningkat 3. Zona Pemulihan

Zona pemulihan memiliki karakteristik sebagai berikut. a. DO meningkat

b. BOD menurun

c. Ammonia menjadi NO3 (proses nitrifikasi)

d. Rotifera, krustasea (crustacean), dan beberapa jenis ikan mulai tampak e. Ganggang tumbuh subur dengan bertambahnya stabilisasi material organik 3. Zona Bersih

Zona bersih memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Zona ini ditandai dengan adanya kehidupan air seperti semula b. DO kembali normal

c. BOD berkurang

d. Bertambahnya senyawa organik (NO3, PO4, dan garam terlarut lainnya) e. Memungkinkan eutrofikasi berlebihan

(15)

15

Gambar 1.4. Zona Self Purification

(Sumber:Spellman & Drinan, 2011)

1.6. Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan di Indonesia dengan topik self purification banyak ditemukan. Penelitian tersebut antara lain dilakukan di Sungai Serang (Wicaksono, 2008), Kali Surabaya (Hendrasarie & Cahyarani, 2008), Sungai Citarum (Harsono, 2010), Sungai Blukar (Agustiningsih, dkk., 2010), dan Sungai Celeng (Haqi, 2013). Penelitian yang dilakukan di Kali Surabaya, Sungai Citarum, dan Sungai Celeng bertujuan untuk mengetahui kemampuan self purification. Penelitian yang dilakukan di Sungai Blukar bertujuan untuk menganalisis kualitas air dan strategi pengendalian pencemaran air. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Sungai Serang yaitu bertujuan untuk mengetahui hubungan morfometri sungai terhadap proses self purification Sungai Serang, DAS Serang Hilir.

Penelitian tentang kualitas air dan self purification pernah dilakukan di luar negeri. Penelitian tersebut antara lain dilakukan di Sungai Tajan, Iran (Mehrdadi, dkk., 2006) dan Sungai Bagmati, Nepal (Kannel, dkk., 2007). Tujuan penelitian di Sungai Tajan adalah mengetahui kualitas dan kemampuan pulih diri (self purification), sedangkan tujuan penelitian di Sungai Bagmati, Nepal adalah mengetahui dampak beban pencemar sehingga dapat diketahui beban pencemar maksimum. Tabel 1.1 disajikan beberapa penelitian terkait self purification yang pernah di lakukan di dalam maupun di luar negeri.

(16)

16

Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Dilakukan

No Peneliti Lokasi,

Tahun

Judul

Penelitian Tujuan Metode Hasil

1. N.Mehrdadi, M.Ghobadi, T.Nasrabadi, dan H.Hoveidi Sungai Tajan, Iran, 2006 Evaluasi Kualitas dan Self Purification Sungai Tajan menggunakan Model Qual2E Mengetahui kualitas dan kemampuan pulih diri (self purification). Kuantitatif, menggunakan software Qual2E. Berdasarkan parameter TDS, kualitas air dapat diterima pada saat musim dingin, namun dimusim semi dan musim

panas nilai parameter

meningkat sehingga

menyebabkan adanya

perkecualian penggunaan air untuk irigasi tanaman yang sensitif, kualitas air memburuk ketika musim dingin hasil

kegiatan pertanian yang

menghasilkan COD tinggi,

sumber non point source

berkontribusi terhadap

kerusakan Sungai Tajan.

2. Prakash Raj Kannel,

S.Lee, Y.-S.Lee, S.R.Kanel dan G.J.Pelletier Sungai Bagmati, Nepal, 2007 Aplikasi Qual2Kw untuk Model Kualitas Air dan Menejemen di Sungai Bagmati, Nepal Mengetahui dampak beban pencemar sehingga dapat diketahui beban pencemar maksimum. Kuantitatif, Model Qual2Kw.

Oksigenasi lokal efektif untuk menjaga konsentrasi DO jauh di atas tingkat minimum.

Kombinasi modifikasi air

limbah, aliran tambahan dan oksigenasi lokal cocok untuk memenuhi kriteria kualitas air

dalam batas yang dapat

(17)

17

Lanjutan Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Dilakukan

No Peneliti Lokasi,

Tahun

Judul

Penelitian Tujuan Metode Hasil

3. Aditya Wicaksono Sungai

Serang, DAS Serang, 2008 Hubungan Morfometri Sungai Terhadap Proses Self Purification. Mengetahui hubungan morfometri sungai

terhadap proses self

purification. Kuantitatif, pengukuran kualitas air, gradien, penentuan tipe aliran, dan sinuositas.

Sungai Serang yang terdapat di DAS Serang Hilir mampu

melakukan proses self

purification, morfometri

sungai berpengaruh terhadap

proses self purification

4. Novirina Hendrasarie dan Cahyarani Kali Surabaya, 2008 Kemampuan Self Purification Kali Surabaya, Ditinjau dari Parameter Organik Berdasarkan Model Matematis Kualitas Air Menentukan model matematis yang mendekati kondisi Kali Surabaya berdasarkan parameter organik DO dan BOD. Kuantitatif, Model Matematis self purification dengan perhitungan Model Streeter – Phelps, menghitung Koefisien Dispersi Longitudinal, dan menghitung model O'Connor Dobbin's. Parameter hidrogeometik

(kedalaman, lebar, debit dan kecepatan arus sungai) dan parameter fisik kimia (DO, BOD, derajat keasaman (pH) dan temperatur serta koefisien penelitian (koefisien reaerasi,

koefisien deoksigenasi,

koefisien dispersi longitudinal, DO jenuh) sangat berpengaruh

dalam memperkiraan

perhitungan model matematis

pemurnian alami (self

purification) dan model yang lebih mendekati kondisi di Kali

Surabaya adalah Model

(18)

18

Lanjutan Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Dilakukan

No Peneliti Lokasi,

Tahun

Judul

Penelitian Tujuan Metode Hasil

5. Eko Harsono Sungai

Citarum Hulu, 2010 Evaluasi Kemampuan Pulih Diri Oksigen Terlarut Air Sungai Citarum Hulu Mengetahui kemampuan pulih diri DO dan alternatif yang layak secara teknis untuk dikembangkan lebih lanjut dalam perbaikan DO air Sungai Citarum Hulu. Kuantitatif, membuat model lengkung kelenturan DO (DO-Sag Curve).

Peningkatan kemiringan dasar

sungai, penurunan konsentrasi

karbon oranik, penurunan laju oksidasi karbon organik di sungai dan penurunan konsentrasi karbon organik serta nitrogen organik dapat meningkatkan kemampuan pulih diri DO Sungai Citarum Hulu padakondisi aliran rendah hingga reratanya.

6. Dyah

Agustiningsih, Setia Budi Sasongko, dan Sudarno Sungai Blukar, Kabupaten Kendal, 2012 Analisis Kualitas Air dan Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal Menganalisis kualitas air Sungai Blukar serta merumuskan prioritas strategi pengendalian pencemaran air sungai. Kuantitatif, pengukuran kualitas air berdasarkan parameter kimia, fiika, dan mikrobiologi.

Kualitas air Sungai Blukar dari hulu ke hilir telah mengalami penurunan kualitas air sungai yang ditunjukkan dengan parameter BOD dan COD melebihi baku mutu pada beberapa titik.

(19)

19

Lanjutan Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Dilakukan

No Peneliti Lokasi, Tahun Judul

Penelitian

Tujuan Metode Hasil

7. Fatnarinka Beta Haqi Sungai Celeng, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, 2013 Karakteristik Self Purification Sungai Celeng Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul

Mengetetahui kualitas air sungai berdasarkan parameter BOD, COD, DO dan mengetahui persebaran titik potensi pencemaran dan mengetahui

kemampuan sungai dalam memurnikan limbah. Kuantitatif, observasi sumber pencemar, pengukuran debit, dan pengukuran parameter kualitas air.

Bagian hilir sungai mengalami

penurunan kandungan BOD dan COD, sedangkan kandungan DO mengalami kenaikan; jenis pencemar

dan besar kecilnya pencemar

mempengaruhi fluktuasi kualitas air sungai; Sungai Celeng memiliki kemampuan memurnikan limbah yang masuk ke dalam sungai.

8. Cut Ayu Tiara Sutari Penggal Sungai Bedog, 2015 Kajian morfometri sungai terhadap Proses Self Purification penggal Sungai Bedog Mengetahui karakteristik morfometri penggal Sungai Bedog, Mengetahui kemampuan penggal Sungai Bedog

dalam proses self

purification limbah yang masuk ke dalam sungai, Mengkaji pengaruh morfometri sungai

terhadap proses self

purification di penggal Sungai Bedog Kuantitatif, pengukuran kualitas air, pengukuran debit, kemiringan dasar sungai, penampang melintang, keadaan aliran (Bilangan Reynolds), tipe aliran, Bilangan Froude, dan jarak

Hasil penelitian menunjukkan penggal

Sungai Bedog mengalami self

purification secara intensif. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya penurunan suhu titik 1 hingga titik 2, penurunan nilai BOD pada titik 1 hingga titik 3, dan penurunan nilai COD dan warna yang jernih di seluruh titik kecuali pada titik 4 karena tingginya beban pencemar. Sungai Bedog memiliki variasi morfometri sungai. Morfometri sungai yang

mempengaruhi proses self purification

adalah kemiringan dasar sungai, kecepatan aliran, Bilangan Froude, keadaan aliran (Bilangan Reynolds), dan jarak..

(20)

20

1.7. Kerangka Pemikiran

Aktivitas manusia akan menghasilkan limbah seperti limbah domestik maupun limbah industri. Aktivitas manusia yang menghasilkan limbah domestik antara lain sisa makanan, cuci piring, air seni, dan air cuci pakaian yang mengandung deterjen. Aktivitas industri yang menghasilkan limbah adalah hasil samping dari kegiatan industri tersebut. Limbah-limbah tersebut tentunya akan mencemari sistem sungai yang nantinya akan menurunkan kualitas air. Penurunan kualitas air akan menurunkan nilai guna air tersebut dalam memenuhi kebutuhan manusia.

Kualitas air diukur dengan menggunakan beberapa parameter fisika dan kimia. Parameter fisika yang digunakan yaitu suhu dan warna. Parameter kimia yang digunakan dalam penelitian ini BOD dan COD. Konsentrasi setiap parameter tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai baku mutu sehingga diketahui karakteristik kualitas air penggal Sungai Bedog.

Self purification adalah proses pemulihan kembali ke kondisi awal dari limbah yang masuk ke dalam badan sungai. Proses self purification dapat diketahui melalui perubahan konsentrasi parameter kualitas air di setiap titik sampel terhadap jarak titik sampel tersebut. Sungai yang memiliki kemampuan self purification adalah sungai yang mampu memurnikan limbah yang masuk ke dalam sungai yang ditandai dengan semakin jauh jarak titik sampel maka terjadi penurunan nilai BOD dan COD.

Morfometri sungai yang dikaji dalam penelitian ini meliputi debit, kemiringan dasar sungai, penampang melintang, keadaan aliran (Bilangan Reynolds), tipe aliran, Bilangan Froude, dan jarak. Semakin besar kemiringan dasar sungai akan meningkatkan kecepatan aliran sehingga berpengaruh terhadap proses self purification. Nilai kecepatan aliran dengan luas penampang tertentu nantinya akan menghasilkan debit yang tentunya mempengaruhi aliran air. Peningkatan kekuatan aliran akan mendistribusikan air secara merata pada alur sungai sehingga kemampuan self purification juga meningkat. Keadaan aliran bersifat turbulen akan meningkatkan proses self purification. Semakin besar Bilangan Froude dan Bilangan Reynolds maka kecepatan aliran juga semain tinggi sehingga self

(21)

21

purification berlangsung secara intensif. Semakin jauh jarak akan meningkatkan proses self purification karena proses reaerasi juga berlangsung secara intensif yaitu adanya difusi oksigen dari udara ke air sungai. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini mengkaji hubungan morfometri sungai terhadap proses self purification. Gambar 1.5 ditunjukkan kerangka pikir teoritik penelitian.

Gambar 1.5. Diagram Alir Kerangka Pikir Teoritik

1.8. Batasan Istilah

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggung gunung yaitu ketika hujan jatuh di daerah tersebut akan mengalir menuju sungai utama pada satu titik/ stasiun yang ditinjau (Triadmojo, 2008).

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001).

Sumber pencemar domestik adalah sumber pencemar yang dihasilkan dari buangan dapur, kamar mandi, deterjen, apotek, dan rumah makan (Sastrawijaya, 2009).

(22)

22

Sumber pencemar non domestik adalah sumber pencemar yang dihasilkan oleh pabrik, pertanian, perikanan, industri, transportasi, dan lain-lain (Sastrawijaya, 2009).

Suhu adalah derajat panas atau dingginnya air yang dinyatakan dalam derajat celcius (0C) (Siregar, dkk., 2004).

Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (Biochemical Oxygen Demand atau BOD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk memecah kandungan organik dalam air (Wardana, 2001).

Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand atau COD) adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar material buangan yang terdapat dalam air dapat teroksidasi (Wardana, 2001).

Self purification adalah kemampuan sungai dalam mempertahankan dan membersihkan dari limbah yang ada di sungai (Syafi’i & Ali, 2014).

Debit adalah volume aliran yang mengalir melalui penampang melintang sungai per satuan waktu (Asdak, 2010).

Kemiringan dasar sungai adalah perbandingan beda elevasi dengan panjang sungai (Rahayu, dkk., 2009).

Bilangan Reynoldsmenunjukkan keadaan aliran (Chow, 1989).

Bilangan Froude merupakan indeks yang menunjukkan sifat aliran pada saluran (Sutjipto, dkk., 2012).

Gambar

Gambar 1.1. Sumber Pencemar Penggal Sungai Bedog   (a. limbah industri tahu, b. limbah domestik, c
Gambar 1.2. Karakteristik Penampang Melintang (cross section) jeram (riffle) dan  palung (pool)   ( Sumber:  Charlton, 2008)
Gambar 1.3. Skema Klasifikasi Alur Sungai
Gambar 1.4.  Zona Self Purification
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan kajian ini dijalankan adalah untuk mengkaji penilaian kurikulum program SPF dan SPC dari segi program, kekuatan dan kelemahan kandungan pelajaran, keberkesanan pengajaran

Sehubungan dengan hal ini, Dahar (1996) mengemukakan dua prasyarat terjadinya belajar bermakna, yaitu: (1) materi yang akan dipelajari harus bermakna secara

(2003) menekankan bahwa prinsip yang paling penting dalam menentukan mekanisme pembayaran dan imbal jasa lingkungan adalah keterlibatan jangka panjang masyarakat

Ada sebuah kisah yang disampaikan oleh Syaikh Sulaiman Al-Mufarraj –-semoga Allah memberinya taufik–, bahwa seseorang telah bercerita kepada Syaikh perihal kisah ajaib

35 Elok Kamila Hayati, M.Si Karakterisasi dan sosialisasi pemanfaatan kandungan unsur hara makro Si dan Na abu vulkanik pasca erupsi Gunung Kelud di tanah pertanian di

Untuk indikator asam-basa dari kunyit, akan memberikan warna kuning tua ketika dilarutkan indikator asam-basa dari kunyit, akan memberikan warna kuning tua ketika dilarutkan

Gaya  Lorentz   adalah gaya yang ditimbulkan oleh muatan listrik yang  bergerak atau oleh arus listrik yang berada dalam suatu medan magnet (B). Arah gaya ini akan mengikuti

Begitupun konseli jarang menjaga kebersihan tubuh dalam hal mandi tidak memakai sabun mandi dan ketika konseli hendak berwudlu konselor mendapati tidak sesuai yang pertama di basuh