• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETAHANAN PANGAN BERPERSPEKTIF GENDER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETAHANAN PANGAN BERPERSPEKTIF GENDER"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KETAHANAN PANGAN BERPERSPEKTIF GENDER

DRS. PURWANTO, SU., M.Phil.

(Di Presentasikan dalam Konggres dan Seminar Nasional II: Madura; Perempuan, Budaya dan Perubahan)

Tanggal 11 Oktober 2016 di UTM Madura Abstrak

World Food Programme (WFT) telah melakukan kampanye besar-besaran guna

mengantisipasi secara sistematis kerawanan pangan global (global food insecurity). Gerakan

tersebut secara signifikan tidak akan tercapai apabila tidak dimulai dari gerakan yang dilakukan oleh masyarakat. Indonesia sebagai negara agraris sudah selayaknya mulai memobilisasi semua komponen bangsa untuk mengatasi kerawanan pangan melalui sebuah kebijakan yang tepat dan adaptif di tingkat masyarakat. Peran masyarakat dalam perspektif gender sangat signifikan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, karena selama ini “penguasaan” pangan masih identik dengan peran laki-laki. Aspek gender yang melihat lebih dalam terkait dengan peran perempuan menjadi tolok ukur keberhasilan pemberdayaan dari aspek kelembagaan ketahanan pangan kerena aspek kultur yang selama ini meminggirkan peran perempuan dalam mengakses pangan.

Tujuan dari penelitian ini adalah, (1) mengidentifikasi peran perempuan dalam rangka pemenuhan pangan dari aspek ketersediaan, keterjangkauan, kemerataan, dan keamanan pangan, (2) mengidentifikasi sumberdaya pangan lokal aternatif sebagai penunjang ketahanan pangan yang adaptif terhadap peran perempuan, (3) meningkatkan pemanfaatan sumber pangan lokal sebagai sumber pangan alternatif bagi masyarakat yang adaptif terhadap peran perempuan, dan (4) pembuatan model pemberdayaan perempuan di daerah rawan pangan berbasis potensi sumber daya pangan lokal sebagai upaya menunjang ketahanan pangan. Untuk mendukung tujuan penelitian tersebut dilakukan kajian dengan menggali data melalui kuesioner, FGD dan wawancara.

Hasil kajian ini menunjukkan pentingnya rekayasa kelembagaan ketahanan pangan dari dimensi ketersediaan, keterjangkauan, kemerataan, dan keamanan pangan pada tingkat masyarakat (keluarga). Hasil kajian ini merupakan data penting terkait dengan peran perempuan dalam peningkatan ketahanan pangan, pemanfaatan sumber pangan lokal yang adaptif terhadap peran perempuan dan model pemberdayaan perempuan dalam peningkatan ketahanan pangan.

Kata kunci: Ketahanan, Pangan, Gender A. PENDAHULUAN

Organisasi pangan sedunia (FAO) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai suatu kondisi dimana semua orang, setiap waktu, mempunyai akses fisik, sosial dan ekonomi pada bahan pangan yang aman dan bergizi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh; sesuai dengan kepercayaannya sehingga bisa hidup secara aktif dan sehat. Undang-undang Pangan Indonesia Nomor 7 tahun 1996 mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Definisi tersebut tidak secara jelas menghubungkan antara ketahanan pangan dengan model intervensi dan tanggung jawab yang harus dilakukan. Bagaimana pemenuhan tersebut apakah lebih mementingkan intervensi dari luar ataukah mengembangkan pemenuhan melalui kekuatan lokal.

(2)

sedangkan tingkat produksi yang sekarang mampu dipenuhi masih dibawah 600 juta ton (Raharjo: 2009). Angka tersebut menunjukan bahwa selama kurun waktu 15 tahun mendatang dunia harus meningkatkan produksi pangan sebesar 200 juta ton. Di Indonesia tanda-tanda kerawanan pangan dan krisis pangan bisa menjadi ancaman serius bila tidak segera diantisipasi. Pembangunan nasional yang bias industri, mengabaikan pengembangan potensi pangan lokal dan pemenuhan kebutuhan warga. Kondisi tersebut menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan pangan lokal melalui kemampuan pangan dalam negeri.

Hasil Penelitian Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM tahun 2009, menemukan bukti bahwa pengeluaran terbesar untuk bahan makan keluarga terletak pada kebutuhan lauk, bumbu dan sayur. Di daerah pertanian sawah pengeluaran untuk jenis bahan pangan tersebut mencapai 43 %, di daerah produksi sayur mencapai 26 %, di daerah pesisir mencapai 54 % dan di daerah lahan kering mencapai 41 %. Jumlah pengeluaran tersebut tetap lebih tinggi dibandingkan pengeluaran beras sebagai bahan utama pangan keluarga. Di daerah pertanian pengeluaran beras mencapai 22 %, Di daerah penghasil sayuran mencapai 12 %, di daerah pesisir mencapai 26 % dan di daerah lahan kering mencapai 21 %. Kebutuhan akan lauk pauk, bumbu dan sayur tersebut hanya sedikit saja yang dihasilkan oleh keluarga sendiri dengan memanfaatkan pekarangan rumah. Hal tersebut terjadi karena tipe pemanfaatan pekarangan yang dilakukan oleh masyarakat masih mengandalkan pada tanaman keras.

Pada dasarnya, laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama dalam memilih, mengakses, dan mempunyai kemampuan daya beli yang cukup dalam pengadaan pangan. Dengan demikian ketahanan pangan dapat disebut sebagai hak dan kemampuan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan untuk menentukan dan mengendalikan sistem produksi, sistem distribusi, serta sistem konsumsi pangan. Pada saat belum terpenuhinya hak atas pangan layak, yang menjadi korban adalah kelompok perempuan dan anak perempuan. Masih banyak ditemukan anak perempuan yang menderita kurang gizi, perempuan hamil yang menderita anemia, dan lain-lain. Hal tersebut diperburuk dengan faktor budaya yang melegitimasi budaya patriarki. Studi tentang peran perempuan dalam ketahanan pangan ini, diharapkan bisa meminimalisasi kesenjangan gender dalam ketahanan pangan, sehingga dapat ditemukan faktor-faktor penyebabnya serta langkah-langkah pemecahan masalah secara tepat. Pemberdayaan perempuan dalam rangka menunjang ketahanan pangan keluarga merupakan cara yang tepat untuk mengatasi kerawanan pangan tingkat keluarga yang akan berdampak pada tingkat komunitas, wilayah maupun nasional.

B. METODOLOGI

Pengumpulan data dalam studi ini dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut:

a. Studi pustaka: dilakukan untuk memperkaya dan menyamakan persepsi berkaitan dengan permasalahan pemberdayaan perempuan dalam ketahanan pangan.

b. Kuesioner: dilakukan untuk mengumpulkan data pemenuhan kebutuhan pangan berkait dengan ketersediaan, keterjangkauan dan kemerataan, dan keamanan pangan pada tingkat masyarakat berbasis peran.

c. Observasi: dilakukan untuk mengumpulkan data potensi sumber pangan lokal.

d. Focus Groups Discusion (FGD): dilakukan terhadap kelompok berbeda antara laki-laki dan perempuan untuk menggali persepsi dan peran mereka terhadap kegiatan peningkatan ketahanan pangan dengan penekanan pada pemberdayaan perempuan. Focus Groups Discusion dilakukan dengan panduan pertanyaan yang telah dipersiapkan.

e. Wawancara Mendalam: dilakukan menggunakan pedoman wawancara dengan informasi kunci seperti aparat pemerintah dan tokoh masyarakat untuk mendapatkan informasi mendalam tentang ketahanan pangan setempat dan pelibatan peran masyarakat di wilayah tersebut.

(3)

Lokasi kajian akan dilakukan di beberapa wilayah di Jawa dengan mengambil sampel pada daerah-daerah dengan karakteristik lingkungan yang berbeda yaitu: daerah kering-pantai, daerah kering-pegunungan dan daerah kering-sawah. Masing-masing lokasi desa yang menjadi wilayah kajian adalah:

Tabel 1. Lokasi Kajian

No Kabupaten Spesifikasi Wilayah 1 Gunungkidul Kering Pegunungan

2 Jepara Kering Pantai

3 Kulonprogo Sawah

C. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pendapatan Rumah Tangga

Di desa yang bertipologi desa kering (Desa Tepus), proporsi pendapatan rumah tangga yang berasal dari luar usahatani cukup menonjol (83%), dibandingkan dengan pendapatan dari usahatani yang hanya mencapai 17% saja. Hal tersebut dapat dipahami ketika melihat kondisi alam di Desa Tepus yang banyak berupa lereng bukit yang kering. Kondisi tersebut menuntut para penduduk menjadikan sekitar 2.413 ha lahan di Desa Tepus sebagai lahan tegalan atau ladang.

Fenomena menarik justru terjadi di desa yang memiliki tipologi sawah (Desa Plumbon). Di desa ini, proporsi pendapatan rumah tangga yang berasal dari usahatani cukup minim, yakni sebesar 22%. Adapun sisanya (78%) justru berasal dari luar usahatani. Meskipun data di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk masih memiliki sawah yang luas, namun sebagian besar dari mereka tidak lagi berusia produktif, sehingga sawah tersebut disewakan kepada orang lain untuk ditanami.

Di desa yang memiliki tipologi desa nelayan, proporsi pendapatan rumah tangga dari usahatani nelayan di desa ini (Desa Kedungmalang) lumayan besar, yang mencapai 42%. Adapun proporsi pendapatan yang berasal dari luar usahatani nelayan mencapai 58%. Besarnya proporsi pendapatan yang berasal dari usahatani nelayan ini oleh penduduk desa ini tidak terlepas dari kondisi geografis desa. Desa Kedungmalang sebagai desa nelayan memiliki sumber daya alam ikan laut serta tambak yang cukup berlimpah. Hal tersebut didukung dengan keahlian masyarakat untuk mencari ikan di laut.

3.2 Pengeluaran Rumah Tangga

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Pengeluaran rumah tangga masyarakat desa dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni pengeluaran rumah tangga untuk bahan makanan dan bahan bukan makanan . Secara normatif, pengeluaran rumah tangga khususnya yang berkaitan dengan bahan makanan harus diatur secara bijaksana. Dalam pengaturan ini yang banyak berperan adalah ibu rumah tangga. Seorang ibu harus dapat mengelola pendapatan yang terbatas untuk dapat memenuhi seluruh keperluan bahan makanan, yang biasanya untuk memenuhi keperluan dalam jangka waktu selama satu bulan. Berikut ini proporsi pengeluaran rumah tangga untuk bahan makanan berdasarkan tipologi desa.

Tabel 2. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga untuk Bahan Makanan Berdasarkan Tipologi Desa Variabel Proporsi Berdasarkan Tipologi Desa

Kering Sawah Pantai

Beras 19,30% 7,40% 14,60%

Lauk-pauk 11,50% 9,20% 13,40%

Rokok 8,50% 1,70% 8,40%

(4)

Sayur 6,00% 3,40% 4,10%

Minuman 5,60% 3,30% 6,30%

Bahan bakar 4,00% 2,70% 2,00%

Jumlah 69% 39% 59%

Sumber : data primer

Adanya sifat keterbatasan sumberdaya keluarga atau pendapatan yang tersedia akan mempengaruhi adanya prioritas alokasi pengeluaran keluarga. Keluarga yang berpenghasilan rendah, maka sebagian besar pendapatannya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan bahan makanan, sehingga persentase pengeluaran untuk bahan makanan akan relatif besar. Dalam hal ini perempuan yang tinggal di daerah dengan kriteria rawan pangan kurang leluasa untuk menyediakan pangan yang sesuai dengan kriteria tahan pangan. Dampak positifnya perempuan di wilayah ini lebih kreatif dalam hal produksi maupun pengolahan pangan.

Peningkatan pendapatan rumah tangga menyebabkan timbulnya kebutuhan-kebutuhan lain selain bahan makanan, sementara pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan dalam peningkatannya tidak sebesar pengeluaran bahan bukan makanan. Pengeluaran bahan bukan makanan adalah besarnya uang yang dikeluarkan dan barang yang dinilai dengan uang untuk konsumsi bukan makanan semua anggota keluarga, yang diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th). Hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga untuk Bahan Bukan Makanan Berdasarkan Tipologi Desa

No Variabel Proporsi Berdasarkan Tipologi Desa Kering Sawah Pantai

1 Tabungan 5,50% 5,30% 8,10%

2 Kesehatan 4,00% 5,60% 3,40%

3 Penerangan/ bakar bahan 3,50% 3,40% 3,00% 4 Perbaikan rumah 2,60% 16,00% 11,40% 5 Biaya pendidikan 2,60% 15,70% 2,50% 6 Hiburan/ rekreasi 2,40% 2,20% 1,70%

7 Pajak 2,40% 2,90% 0,50%

8 Pakaian 2,10% 1,90% 3,40%

9 Perabot rumah tangga 1,50% 0,80% 0,90% 10 Kegiatan social 1,20% 6,20% 2,80% 11 Perbaikan sarana 0,80% 1,20% 2,60%

12 Lainnya 2,30% 0,30% 0,50%

Jumlah 31% 61% 41%

Sumber : data primer 3.3 Tingkat Ketahanan Pangan

Tingkat ketahanan pangan rumah tangga dapat diukur dengan besarnya proporsi pengeluaran bahan makanan (pangan) terhadap pengeluaran total. Apabila menggunakan indikator ekonomi, dengan kriteria apabila pangsa atau persentase pengeluaran pangan rendah (≤ 60 % pengeluaran total) maka kelompok rumah tangga tersebut merupakan rumah tangga tahan pangan. Sementara itu apabila pangsa atau pengeluaran pangan tinggi (> 60 % pengeluaran total) maka kelompok rumah tangga tersebut merupakan rumah tangga rawan pangan.

(5)

Rumah tangga tahan pangan adalah rumah tangga yang mempunyai pangsa pengeluaran rendah dan cukup mengkonsumsi energi. Pangsa pengeluaran pangan rendah berarti kurang dari 60 % bagian pendapatan dibelanjakan untuk pangan. Dan ini mengindikasikan bahwa rumah tangga tahan pangan memiliki kemampuan untuk mencukupi konsumsi energi karena mempunyai akses yang tinggi secara ekonomi juga memiliki akses yang tinggi secara fisik. Rumah tangga rawan pangan adalah rumah tangga yang mempunyai pangsa pengeluaran tinggi dan kurang mengkonsumsi energi. Pangsa pengeluaran pangan tinggi berarti lebih dari 60 % bagian pendapatan dibelanjakan untuk pangan. Ini mengindikasikan rendahnya pendapatan yang diterima oleh kelompok rumah tangga tersebut. Dengan rendahnya pendapatan yang dimiliki, rumah tangga rawan pangan dalam mengalokasikan pengeluaran pangannya tidak dapat memenuhi kecukupan energi. Hasil anailis proporsi tersebut di masing-masing wilayah kajian adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total Berdasarkan Tipologi Desa

No Variabel Prosentase Tingkat Ketahanan

Pangan 1 Desa Kering Perbukitan 69% Rawan pangan

2 Desa Sawah 39% Tahan pangan

3 Desa Pantai 59% Tahan pangan

Sumber : data primer

3.4 Peran Perempuan dalam Pendapatan Keluarga

Pendapatan rumahtangga dapat diperoleh dari berbagai aktivitas yang dilakukan, baik oleh perempuan maupun laki-laki dengan cara memanfaatkan sumberdaya alam, keahlian, dan ketrampilan, serta cara mereka dalam mengalokasikan waktu. perempuan mempunyai kontribusi untuk menambah pendapatan rumah tangga yang dirasakan tidak cukup. Peningkatan partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi terjadi karena pertama, adanya perubahan pandangan dan

sikap masyarakat tentang sama pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan dan pria, serta makin disadarinya perlunya kaum perempuan ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Kedua,

adanya kemauan perempuan untuk mandiri dalam bidang ekonomi, dalam arti berusaha untuk membiayai kebutuhan hidupnya dan juga kebutuhan hidup dari orang-orang yang menjadi tanggungannya. Kemungkinan lain yang menyebabkan peningkatan partisipasi perempuan dalam peningkatan pendapatan rumah tangga adalah makin luasnya kesempatan kerja yang bisa menyerap pekerja perempuan. Hasil kajian menunjukkan bahwa kontribusi perempuan cukup besar dalam pendapatan keluarga, sebagai berikut:

Tabel 6. Peran Perempuan dalam Pendapatan Keluarga

No Variabel Tipologi Desa

Kering Sawah Pantai 1 Pendapatan bersama dari usahatani 16,9% 21,9% 41,6% 2 Pendapatan suami dari luar usahatani 30,1% 16,8% 12,2% 3 Pendapatan istri dari luar usahatani 15,0% 23,5% 13,8% 4 Pendapatan bersama dari luar

usahatani 36,4% 32,9% 28,4%

5 Pemberian dari anak/ keluarga lain 1,5% 4,8% 4,0%

Pendapatan Total Keluarga 100% 100% 100%

(6)

3.5 Peran Perempuan dalam Produksi Pangan dan Non Pangan

Dari segala aspek yang melingkupinya, peran kaum perempuan di sektor produksi pangan tentu tidak terbantahkan. Dalam usahatani tanaman pangan misalnya, pembagian kerja antara laki-laki dan perermpuan sangat jelas terlihat, sering dikatakan bahwa laki-laki bekerja untuk kegiatan yang banyak menggunakan otot sedangkan perempuan bekerja untuk kegiatan yang memerlukan ketelitian dan kerapihan atau yang banyak memakan waktu. Oleh karena kaum perempuan terlibat dalam kegiatan ekonomi keluarga (peran produktif), maka kaum perermpuan memiliki peran ganda yakni sebagai ibu rumah tangga yang bertanggungjawab atas peran domestik juga berperan didalam kegiatan produktif yang membantu suami mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarga.

Wanita dianggap ikut berperan karena selain mengurus pekerjaan rumahtangga seperti mengurus, membimbing, dan mendidik anak-anak yang merupakan tanggung jawab utama seorang ibu, wanita tani juga ikut berperan (membantu suami) dalam proses usahatani padi sawah. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam usahatani sawah antara lain menentukan komoditas, menentukan waktu usahatani, menentukan pengadaan faktor produksi, mengatur keuangan usahatani, menjual hasil usahatani, serta beberapa kegiatan bercocok tanam. Hasil kajian menunjukkan bahwa perempuan di desa kering, dsa sawah mapun desa pantai mempunyai peran terbesar (antara 54 % - 70 %) dalam hal mengatur keuangan dan menjual hasil pertanian ataupun perikanan. Disamping itu untuk di desa sawah maupun dea kering perempuan mempunyai peran menentukan komoditas (33 %) dan penanaman (43 %).

Di desa yang memiliki tipologi desa sawah, kaum perempuan memiliki peran yang cukup menonjol di seluruh kegiatan berternak, mulai dari penentuan jenis hewan ternak sampai pada penjualan hasil ternak. Hal tersebut ditunjukkan dengan besaran persentase di setiap kegiatan (48-72%), dan hampir menyamai persentase peran laki-laki. Di sisi lain, peran perempuan cukup menonjol dalam pengaturan keuangan (72%) dan penjualan hasil ternak (52%). Peran perempuan yang menonjol di seluruh kegiatan peternakan dapat dipahami dengan beberapa alasan, pertama

banyaknya waktu kaum perempuan berada di sekitar rumah yang tidak jauh dari tempat hewan ternak. Kedua, banyaknya aktivitas peternakan yang bersifat detail sehingga perlu ditangani

secara detail pula oleh kaum perempuan. Ketiga, banyaknya aktivitas domestik kaum perempuan

yang sejalan dengan kegiatan beternak, seperti pemberian pakan, pembersihan kandang, pemeliharaan kesehatan dan lain-lain.

Di semua tipologi desa, baik desa sawah, kering, maupun pantai, kaum perempuan di desa memiliki peran yang cukup signifikan dalam kegiatan usaha dagang. Hal tersebut ditunjukkan dengan besaran persentase di setiap kegiatan (67-100%). Peran perempuan cukup menonjol hampir di semua kegiatan usaha perdagangan, mulai dari penentuan komoditas yang diperdagangkan, pengaturan waktu usaha, pengadaan modal dan bahan baku, pengadaan peralatan, pengadaan tenaga kerja, pengaturan keuangan, sampai pada pengaturan pemasaran.

Meskipun peran perempuan cukup menonjol dalam usaha perdagangan, namun realitas di lapangan menunjukkan adanya beberapa aspek yang menjadi kekurangan mereka dalam rangka peningkatan usaha, antara lain kurang berani bersaing (dalam arti pengembangan diri), terlalu fokus pada beberapa hal kecil yang bersifat detail (dengan melupakan tujuan besar), sering emosionil dalam situasi dan kondisi yang tidak tepat (ketika menjalankan usaha), kurang berani mengambil risiko usaha (cenderung melakukan kegiatan usaha yang aman), kurang agresif, lebih senang bereaksi daripada mengambil inisiatif, dan lebih berorientasi pada tugas dari pada tujuan. 3.6 Perempuan dan Diversifikasi Pangan

Wanita mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya konsumsi bahan pangan pada tingkat rumah tangganya mengingat bahwa di tangan wanita atau seorang ibulah bahan pangan direncanakan, diolah dan dipersiapkan sebagai hindangan bagi keluarganya. Besar kecilnya anggaran dalam merencanakan, mengolah, mempersiapkan dan menghidangkan bahan

(7)

pangan juga menjadi dasar bagi seorang wanita (ibu rumah tangga) dalam upaya memperbaiki kualitas pangan yang dikonsumsi oleh keluarganya.

Berbagai sumber pangan alternatif non beras, di wilayah penelitian mempunyai relasi yang kuat dengan peran perempuan dalam penyediaan pangan keluarga. Perempuan berperan dari proses produksi, pengolahan dan distribusi pangan alternatif tersebut. Sumber pangan tersebut biasanya tumbuh di pekarangan dekat rumah ataupun pekarangan yang mudah dijangkau dari rumah, oleh karena itu setiap saat perempuan bisa memanfaatkan bahan pangan tersebut sebagai pangan pengganti ataupun substitusi pangan utama yaitu beras. Beberapa jenis makanan alternatif tersebut bukan makanan komersial, artinya pangan tersebut lebih banyak digunakan oleh keluarga sebagai cadangan pangan.

Jenis tanaman yang banyak ditanam oleh masyarakat adalah pisang, ketela, jagung, ubi jalar dan sukun. Sedangkan tanaman lain yang ditanam oleh masyarakat, tetapi dengan jumlah sedikit adalah talas, ganyong, garut, juwawut, dan siwalan. Tanaman tersebut, selain jagung dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak dimanfaatkan untuk konsumsi keluarga. Di samping menanam tanaman yang menghasilkan karbohidrat, masyarakat juga menanam tanaman yang menghasilkan vitamin seperti buah dan sayur. Hasil wawancara masyarakat menunjukkan bahwa, masyarakat sudah semakin sedikit menanam tanaman sayuran dan buah-buahan di pekarangan sendiri. Mereka lebih banyak mengusahakan buah dan sayur dari membeli di pasar atau pada pedagang eceran yang setiap hari berkeliling kampung. Tanaman sayur yang masih di tanam oleh warga adalah daun ketela, daun pepaya dan daun melinjo (so). Selain sayur tersebut, seperti bayam, sawi, kol, kacang panjang, kangkung dan lain-lain masyarakat membeli di pasar atau pedagang keliling. Sedangkan buah yang masih ditanam dengan intensitas sedikit adalah manggga, papaya, rambutan. Pada musim-musim tertentu masyarakat memanfaatkan buah tersebut untuk konsumsi sendiri.

D. KESIMPULAN

Untuk menjamin keberlangsungan ketahanan pangan di Indonesia, maka segenap komponen bangsa harus digerakkan untuk menjaga ketahanan pangan tersebut. Keterlibatan perempuan dalam proses produksi, distribusi dan konsumsi, dari kajian ini tidak terbantahkan lagi. Dari sisi produksi, perempuan bersama dengan laki-laki secara bersama bekerja untuk mengolah lahan, menanam, merawat tanaman, memanen. Disamping itu juga perempuan berperan besar dalam diversifikasi tanaman dengan memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam bahan makanan non beras. Dari sisi distribusi perempuan berperan dalam penjualan hasil pertanian maupun hasil perikanan. Sedangkan dari sisi konsumsi perempuan berberan sangat signifikan terutama dalam mengolah makanan baik yang bersumber dari beras ataupun non beras. Perempuan mempunyai peranan penting untuk tetap menjaga kualitas bahan makanan, model sajian dan ketersediaan sajian setiap harinya di dalam keluarga.

Berbicara ketahanan pangan terutama ketahanan pangan pada tingkat mikro (keluarga dan individu), peran perempuan sangatlah menentukan. Oleh karena itu setiap akses kebijakan, pengambilan keputusan kebijakan pangan, keterlibatan perempuan dalam pelatihan pangan harus semakin ditingkatkan oleh semua stake holder penentu kebijakan pangan di negeri ini. Jadikan

perempuan sebagai subyek pangan untuk menjaga keberlangsungan ketahanan pangan. DAFTAR PUSTAKA

Dillon, H.S., 1999, Pertanian Membangun Bangsa, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

Fakultas Teknologi Pertanian, 2003, Penyusunan Model Ketahanan Pangan pada KegiatanPeningkatan Ketahanan Pangan Masyarakat Kabupaten Tegal (laporan akhir), Fak.

(8)

Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM, 2005, Penelitian Pemodelan Desa Mandiri Pangan Provinsi Jawa Tengah (laporan akhir), Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM,

Yogyakarta

_________, 2009, Ketahanan Pangan di Berbagai Tipologi Area Provinsi DIY (laporan akhir),

Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM, Yogyakarta

Pusat Studi Wanita UGM, 2010, Pengentasan Kemiskinan Melalui Kearifan Lokal yang Berperspektif Gender di Daerah rawan Bencana, Pusat Studi Wanita UGM, Yogyakarta

Raharjo, 1999, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Gadja Mada Perss, Yogyakarta

Subejo, 2009, Kedaulatan Pertanian dan Pangan: Potensi Sumberdaya dan Ancaman Global Pembangunan Pertanian di Indonesia, Makalah Seminar Lustrum ke 2 MM Agribisnis UGM,

Yogyakarta

Suryana, Ahmad, 2001, Kapita Selekta Ketahanan Pangan, Badan Bimas Ketahanan Pangan

Departemen Pertanian, Jakarta

Usman, Sunyoto, 2004, Politik Pangan, Cired, Yogyakarta

Wahono, Francis, 2008, Runtuhnya Kedaulatan Pangan dan Rapuhnya Ketahanan Bangsa,

Majalah Basis NI 15-08, hal 13-15, Yogyakarta Internet

Gambar

Tabel 2. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga untuk Bahan Makanan Berdasarkan Tipologi Desa  Variabel  Proporsi Berdasarkan Tipologi Desa
Tabel 3. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga untuk Bahan Bukan Makanan  Berdasarkan Tipologi Desa
Tabel 4. Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total  Berdasarkan Tipologi Desa

Referensi

Dokumen terkait

Qusyairi juga memberikan gambaran lain tentang penyelewengan para sufi yang terjadi pada kurun ketiga dan kelima hijriah dengan mengatakan: ”Jalan kesufian ini telah sampai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui macam pupuk dan frekuensi penyiraman POC yang efisien pada budidaya tanaman tomat cherry dalam polybag,

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tentang Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Negara pada

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA DEPARTEMEN DALAM NEGERI2. NO JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN

Bagi Tenaga Kesehatanhendaknya dapat menjalin hubungan yang baik dengan petugas kesehatan, pasien dan keluarga sehingga terjalin kepercayaan dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi reaksi yang optimum pada reaksi konversi senyawa dalam tanaman selasih hijau dengan metode MAOS dengan pelarut etilen

Beberapa faktor yang dapat mendukung berhasilnya sistem akustika dalam suatu ruang adalah dapat memantulkan suara, dapat menghasilkan kualitas suara yang dapat didengar,

Dalam strategi pengembangan TOGA perlu dilakukan analisis spesies tumbuhan obat yang bisa dikembangkan dengan kriteria sebagai berikut : spesies tumbuhan obat yang ada di desa