BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1Karakteristik Responden 5.1.1 Umur responden
Responden adalah ibu-ibu dan bapak-bapak yang umurnya bervariasi antara 20-60 tahun, seperti disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Jumlah responden menurut kelompok umur
Kelompok
Umur (tahun) Kampung Gunung Leutik Jumlah Responden %
20−30 3 15
31−40 3 15
41−50 13 65
51−60 1 5
Jumlah 20 100
Dari Tabel 6 dapat diiketahui bahwa jumlah responden terbanyak secara keseluruhan memiliki kelompok umur 41-50 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok umur responden masih termasuk dalam usia produktif dan ada sebagian yang kurang produktif. Suyono (1991) menjelaskan bahwa usia produktif yaitu usia di atas 10 tahun dan kurang dari 50 tahun.
5.1.2 Pendidikan responden
Sebagian responden hanya tamatan sekolah dasar (SD). Namun ada sebagian responden yang tidak tamat SD sehingga ada yang tidak dapat membaca dan menulis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7 mengenai tingkat pendidikan responden.
Tabel 7 Tingkat pendidikan responden
Tingkat Pendidikan Kampung Gunung Leutik Jumlah Responden %
Tidak Tamat SD 3 15
Tamat SD 8 40
Tamat SLTP 6 30
Tamat SLTA/SMA 3 15
Jumlah 20 100
Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa responden terbanyak mempunyai latar belakang pendidikan tamatan SD, yaitu berjumlah 8 orang atau 40 % dari total responden. Menurut Alikodra (1985) diacu dalam Suyono (1991), latar belakang pendidikan yang rendah dari masyarakat merupakan salah satu faktor penting
terjadinya interaksi dalam masyarakat sekitar dengan sumber daya yang terdapat di alamnya, karena latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap pola berpikir dan pola hidup seseorang. Hal ini akan berpengaruh terhadap pandangan dan pengetahuan responden mengenai tumbuhan obat dan kesehatan keluarga.
5.1.3 Luas kepemilikan lahan responden
Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng merupakan kawasan pedesaan tetapi termasuk pada wilayah kecamatan dengan akses yang kurang ke kota. Fungsi lahan sebagai areal pertanian masih cukup luas bila dibandingkan dengan lahan pemukiman. Lahan yang dimiliki responden untuk penggunaan di bidang pertanian terdapat dua jenis fungsi penggunaan yaitu pekarangan dan kebun. Pekarangan yang dimiliki juga merupakan areal TOGA masing-masing responden. Untuk kebun merupakan usaha responden di bidang pertanian, ada yang mengusahakannya sebagai mata pencaharian pokok tetapi lebih banyak hanya sebagai mata pencaharian sampingan. Jika hasilnya banyak dan berlebih kemudian dijual, Tabel 8 menunjukkan luas kepemilikan lahan responden.
Tabel 8 Luas kepemilikan lahan
Luasan Lahan (m²)
Jenis Fungsi Lahan
Pekarangan Kebun ∑ Responden Kampung
Gunung Leutik (orang)
∑ Responden Kampung Gunung Leutik (orang)
<100 20 −
>100−500 − 5
501−1500 − 2
Pada Tabel 8 terlihat bahwa luasan lahan yang dimiliki responden untuk pekarangan yaitu < 100 m , semua responden memiliki pekarangan. Kemudian untuk kebun luasannya > 100-500 m dan 501-1500 m , tidak semua responden memiliki kebun. Istilah pekarangan dan kebun ini lebih mengacu kepada status lahan saja menurut sang pemiliknya, yaitu fungsinya kadang sulit dibedakan.
5.1.4 Mata pencaharian responden
Mata pencaharian responden dapat dikategorikan atas dua kelompok, yaitu pertanian dan non pertanian. Kategori pertanian adalah usaha pertanian, perkebunan, ternak dan perikanan. Sedangkan kategori non pertanian adalah usaha
selain bidang pertanian, yaitu : berdagang, pegawai negeri atau swasta dan wirausaha lain. Sebagian besar responden memiliki sumber pendapatan yang tidak tetap dan sebagian besar responden tidak memiliki lahan pertanian sehingga pertanian bukanlah sumber pendapatan utama meskipun lokasi penelitian kawasan pedesaan. Rata-rata responden bekerja sebagai pedagang dan wirasawasta. Dalam Tabel 9 menunjukkan jenis mata pencaharian/sumber pendapatan responden dari Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng.
Tabel 9 Mata pencaharian responden
No. Mata Pencaharian Kampung Gunung Jumlah Responden
Leutik %
1 Sektor Pertanian* 4 20
2 Sektor Non Pertanian* 16 80
Jumlah 20 100
Keterangan:
*Sektor Pertanian : Usaha pertanian hasil kebun, sawah, perikanan dan peternakan
*Sektor Non Pertanian : pegawai negeri, swasta, berdagang dan wiraswasta lain
Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa hanya 4 orang responden yang sumber pendapatannya dari sektor pertanian, yaitu 20 % dari total responden. Responden lainnya memiliki sumber pendapatan dari non sektor pertanian dalam hal ini pekerjaan suami dan usaha individu. Usaha di sektor pertanian, pada umumnya juga dilakukan oleh responden yang bermata pencaharian di sektor non pertanian, namun sifatnya hanya sekedar sampingan yang fungsinya tambahan penghasilan rumah tangga. Usaha yang dilakukan adalah hasil kebun, peternakan dan perikanan.
5.1.5 Pendapatan total responden
Pendapatan total responden merupakan rata-rata pendapatan keseluruhan dari sektor pertanian dan sektor non pertanian. Sumber pendapatan sektor pertanian yaitu seperti kebun, sawah, usaha tani pekarangan, peternakan dan perikanan. Sedangkan sumber pendapatan sektor non pertanian yaitu seperti pegawai negeri, berdagang, wirausaha jasa dan buruh bangunan. Hasil wawancara dan kuesioner yang diperoleh, responden memiliki pendapatan terendah sebesar Rp.210.000,-/bulan sampai teringgi Rp. > 2.526.000-/bulan. Pendapatan responden dapat dikelompokkan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10.
Tabel 10 Pendapatan Total Responden Jumlah Pendapatan (Rp/Bulan) Jumlah Responden Kampung Gunung Leutik % 210.000 – 1.368.000 15 75 > 1.368.000 – 2.526.000 4 20 > 2.526.000 1 5 Jumlah 20 100
Pada Tabel 10 terlihat bahwa pendapatan responden Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng rata-rata pada kisaran Rp. 210.000 - Rp. 1.368.000. Kontribusi masing-masing sumber pendapatan responden berasal dari sektor pertanian dan non pertanian.
5.2 Potensi tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng ditemukan 216 spesies tumbuhan obat dari 70 famili. Jumlah spesies tumbuhan obat terbanyak berturut-turut ditemukan di Rukun Tetangga (RT) 01 sebanyak 181 spesies, RT 04 sebanyak 154 spesies, RT 06 sebanyak 150 spesies, RT 02 sebanyak 147 spesies, RT 05 sebanyak 134 spesies dan RT 03 sebanyak 127 spesies.
Rukun Tetangga (RT) 01 memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan obat yang tinggi dibandingkan dengan RT lainnya, banyaknya jumlah spesies yang ditemukan di RT 01 dipengaruhi oleh luasnya lahan terbuka hijau dan banyaknya spesies tumbuhan obat yang sudah dibudidayakan di pekarangan oleh responden di RT 01. Daftar potensi tumbuhan obat yang terdapat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng secara rinci disajikan pada Lampiran 2.
Data potensi tumbuhan tersebut diperoleh dari tumbuhan obat yang ditanam pada lahan milik responden seperti pekarangan rumah, kebun, serta yang tumbuh liar sekitar pinggir jalan setapak, pinggir jalan besar, sawah, saluran irigasi, sungai besar dan lahan kering.
5.2.1 Potensi tumbuhan obat berdasarkan familinya
Berdasarkan kelompok familinya, spesies-spesies tumbuhan obat yang ada di Kampung Gunung Leutik dikelompokkan ke dalam 70 macam famili, dimana jumlah spesies tumbuhan obat yang terbanyak termasuk ke dalam famili
Asteraceae dan Euphorbiaceae masing-masing sebanyak 16 spesies serta Fabaceae dan Zingiberaceae masing-masing sebanyak 10 spesies (Lampiran 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa famili Asteraceae dan Euphorbiaceae memiliki keanekaragaman spesies tertinggi dibanding dengan famili lainnya. Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan kelompok famili disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan kelompok familinya
No Nama Famili Jumlah spesies
1. Asteraceae 16 2. Euphorbiaceae 16 3. Fabaceae 10 4. Zingiberaceae 10 5. Araceae 7 6. Solanaceae 7 7. Acanthaceae 6 8. Amaranthaceae 6 9. Malvaceae 6 10. Rutaceae 6 11. Cucurbitaceae 5 12. Liliaceae 5 13. Moraceae 5
14. Famili lainnya (57 famili) 111
5.2.2 Potensi tumbuhan obat berdasarkan tipologi habitat
Potensi tumbuhan obat berdasarkan tipologi habitat dikelompokkan kedalam 9 tipologi habitat yaitu pekarangan rumah, kebun, pinggir jalan setapak, pinggir jalan besar, sawah, saluran irigasi (selokan), sungai besar, lahan kering dan pemakaman. Potensi tumbuhan obat menurut status pembudidayaannya, dibagi kedalam 3 klasifikasi yaitu dibudidayakan, liar serta dibudidayakan dan liar. Tumbuhan obat yang dibudidayakan hidup di pekarangan rumah dan kebun, tumbuhan obat yang liar hidup dipinggir-pinggir jalan desa, sawah, saluran irigasi, sungai besar dan lahan kering di desa, sedangkan tumbuhan obat yang dibudidayakan dan liar umumnya hidup di pemakaman. Berdasarkan pengelompokkan tipologi habitat, tumbuhan obat yang berasal dari pekarangan sebanyak 176 spesies (48 %), kebun sebanyak 59 spesies (16 %), pinggir jalan setapak sebanyak 41 spesies (11), pinggir jalan besar sebanyak 29 spesies (8 %), sawah sebanyak 21 spesies (6 %), saluran irigasi (selokan) sebanyak 16 spesies (4 %), lahan kering sebanyak 9 spesies (3 %), sungai besar sebanyak 8 spesies (2 %), dan pemakaman sebanyak 6 spesies (2 % ). Hal ini membuktikan bahwa peranan pekarangan sebagai penyedia tumbuhan obat masih tinggi di masyarakat
Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng. Spesies tumbuhan obat yang ada di pekarangan rumah ataupun kebun sebagian besar merupakan tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan masyarakat. Persentase tumbuhan obat berdasarkan tipologi habitat dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Potensi tumbuhan obat berdasarkan tipologi habitat.
5.2.3 Data Frekuensi Perjumpaan Tumbuhan Obat
Potensi tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng berdasarkan frekuensi perjumpaan disajikan pada Tabel 12 dan secara rinci disajikan pada Lampiran 4.
Tabel 12 Data frekuensi perjumpaan tumbuhan obat
No Klasifikasi Nama Tumbuhan Obat ∑ Spesies TO Persentase (%)
1 Jarang ( 1-2 RT) Alamanda, anggur, bawang putih, bayam duri, boroco, bunga kertas, bunga lilin, bunga tasbih, bungur kecil, wudani.
63 29,17
2 Sedang ( 3-4 RT) Alpukat, angsana, batrawali, bawang merah, bayam, beluntas, delima, jarak kaliki, jeruk purut, kaliandra.
35 16,20
3 Sering (5-6 RT) Alang-alang, andong, arben hutan, awar-awar, bambu kuning, bandotan, bangle, begonia, belimbing manis, belimbing wuluh.
118 54,62
Tabel 12 Menjelaskan bahwa spesies tumbuhan obat yang sering ditemukan ada 118 spesies atau 54,62 % yang ditemukan dari 5-6 RT, seringnya frekuensi perjumpaan spesies-spesies tersebut dipengaruhi oleh luas lahan terbuka hijau
yang dimiliki dan luas pekarangan rumah masyarakat serta banyaknya spesies tumbuhan obat yang sudah mulai dibudidayakan masyarakat. Spesies tumbuhan obat yang ditemukan sedang ada 35 spesies atau 16,20 % yang ditemukan di 3-4 RT. Spesies-spesies yang ditemukan sedang dipengaruhi oleh tidak terlalu luasnya lahan terbuka hijau dan spesies tersebut tidak terlalu sering dipakai oleh masyarakat. Sedangkan spesies tumbuhan obat yang ditemukan jarang ada 63 spesies atau 29,17 %, terlihat dari frekuensi perjumpaan spesies-spesies tersebut ditemukan yaitu di 1-2 RT. Spesies-spesies tersebut jarang ditemukan karena spesies tersebut sangat jarang dibudidayakan dan pada umumnya masyarakat menganggap spesies tersebut hanya sebagai tanaman hias, buah-buahan dan sayuran, bukan termasuk tumbuhan obat.
5.2.4 Data Potensi Tumbuhan Obat Berdasarkan Kelompok Penyakit
Pengklasifikasian potensi tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng dibagi kedalam 25 kelompok penyakit atau penggunaan (Lampiran 5). Kelompok penyakit terbesar yang mampu diobati adalah saluran pencernaan sebanyak 100 spesies tumbuhan obat. Hal ini menunjukkan bahwa potensi tumbuhan obat memiliki kesesuian dengan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat yaitu gangguan pencernaan. Selain menjaga pola makan yang sehat dengan diketahuinya spesies tumbuhan obat tersebut, diharapkan dapat bermanfaat mencegah penyakit degeneratif (menurunnya fungsi jaringan tubuh) yang berawal dari terganggunya fungsi pencernaan sehingga kesehatan masyarakat meningkat lebih baik. Klasifikasi kelompok penyakit yang bisa diobati berdasarkan jumlah spesies tumbuhan obat terbanyak disajikan dalam Tabel 13.
Tabel 13 Kelompok penyakit yang bisa diobati berdasarkan jumlah spesies tumbuhan obat terbanyak
No Kelompok penyakit Khasiat/ macam penyakit ∑ spesies TO
1 Penyakit saluran pencernaan Maag, kembung, masuk angin, sakit perut, cacingan, mules, peluruhb kentut,
karminatif, muntah, diare, mencret, disentri, sakit usus, kolera, muntaber, berak darah, berak lender, usus buntu, typus
100
2 Penyakit saluran pembuangan Susah kencing, sembelit, wasir, sakit saluran kemih, diuretic, susah buang air besar, ambeien, kencing darah, peluruh keringat, kencing malam
85
3 Penyakit kulit Koreng, bisul, panu, kadas, kurap, eksyim, cacar, campak, borok, gatal-gatal,
bengkak, luka bernanah, kudis, kutu air, dll
66
4 Penyakit saluran pernafasan /
THT Batuk, TBC, pilek, asma, sesak nafas, tenggorokan sakit, gondongan, mimisan, paru-paru
58
5 Penyakit lainnya Kaki gajah, menurunkan berat badan, susah tidur, sakit telinga, limpa bengkak, kanker, beri-beri, sakit kuku, mematikan jentik nyamuk, anti nyamuk perangsang syaraf, dll yang tidak tercantum di atas
36
6 Penyakit mulut Sariawan, mulut bau, dan mengelupas 34 7 Perawatan kehamilan dan
persalinan Keguguran, perawatan sebelum/sesudah melahirkan, nifas, penyubur kandungan, payudara bengkak, memperlancar ASI, dll yang berhubungan dengan hamil dan melahirkan
32
8 Penyakit khusus wanita Keputihan, terlambat haid, darah haid terlalu banyak, tidak dating haid, kanker payudara, nyeri haid, sakit leher rahim, dll yang berhubungan dengan penyakit wanita.
32
9 Penyakit jantung dan pembuluh darah
Sakit jantung, stroke, jantung berdebar-debar, tekanan darah tinggi/hipertensi.
27 10 Pengobatan luka Luka, luka bakar, luka lainnya. 27
Pada umumnya setiap spesies mempunyai kegunaan menyembuhkan lebih dari satu penyakit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tumbuhan untuk digunakan sebagai obat yaitu bagian tumbuhan, cara pemanenan, cara pengolahan dan aturan pemakaian. Bagian dari tumbuhan tersebut mempunyai peranan masing-masing dalam menyembuhkan penyakit, ada spesies tertentu yang seluruh bagiannya dapat digunakan, ada juga yang hanya bagian tertentu yang berpengaruh menyembuhkan penyakit.
Beberapa spesies yang mempunyai banyak kegunaan untuk obat antara lain bawang putih (Allium sativum L.), sambiloto (Andrographis paniculata (Burn. F)
Ness), semanggi gunung (Hydrocotyle sibthorpioides Lam.). Spesies-spesies tersebut potensial sebagai bahan obat karena selain banyak berkhasiat untuk bermacam-macam penyakit, juga hampir seluruh bagiannya dapat berkhasiat obat. Adapun spesies-spesies yang berkhasiat mengobati penyakit yang sulit disembuhkan atau beresiko tinggi, seperti kelompok penyakit diabetes, ginjal, gangguan peredaran darah, kuning dan malaria, antara lain mengkudu(Morinda citrifolia L.), tempuyung (Sonchus arvensis L.), keladi tikus (Typhonium divaricatum (L). Dence.), ki koneng (Arcangelisia flava (L.) Merr.), meniran (Phyllanthus urinaria Linn.). Selain spesies tersebut di atas banyak spesies lain yang berguna sebagai obat untuk kelompok penyakit lainnya (Lampiran 2).
5.2.5 Potensi tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan
Berdasarkan bagian dari tumbuhan obat yang digunakan, potensi spesies tumbuhan obat yang ada di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng dapat dikelompokkan ke dalam 14 macam, yaitu daun, akar, buah, bunga, biji, semua bagian, batang, kulit batang, umbi, herba, getah, cabang/ranting/tangkai, rimpang dan air buah. Daun merupakan bagian tumbuhan yang berpotensi paling banyak digunakan sebagai obat, yaitu sebesar 123 spesies (31,86 %), sedangkan air buah merupakan bagian tumbuhan yang berpotensi paling sedikit digunakan sebagai obat, yaitu sebanyak 1 spesies ( 0,25 %), seperti tersaji pada Tabel 14.
Bagian tumbuhan obat yang berupa akar, batang, kulit kayu, dan umbi membutuhakan upaya konservasi yang lebih besar dibandingkan bagian tumbuhan lainnya yang dimanfaatkan, karena jika tidak dibatasi dapat menimbulkan kematian pada tumbuhan tersebut . Hal ini sesuai dengan pernyataanCunningham (1991) dalam Swanson (1995) yang menyatakan bahwa pemanfaatan bagian tumbuhan seperti akar, batang, kulit kayu, dan umbi untuk pengobatan perlu dibatasi, karena penggunaan bagian-bagian tumbuhan ini dapat langsung mematikan tumbuhan. Sedangkan pemanfaatan daun sebagai obat tidak berdampak buruk bagi kelangsungan hidup tumbuhan. Jika penggunaan daun lebih besar dari pada bagian lainnya, hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan tumbuhan obat dilakukan secara lestari, karena pada umumnya pengambilan tumbuhan tersebut tidak memberikan dampak/pengaruh yang besar pada
tumbuhan tersebut. Upaya konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan budidaya tumbuhan obat untuk mencegah kelangkaan dari tumbuhan obat tersebut.
Tabel 14 Jumlah dan persentase spesies berdasarkan bagian yang digunakan
No Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat tumbuhan obat Jumlah spesies Persentase (%)
1 Daun 123 31,86
2 Akar 60 15,54
3 Buah (daging buah dan kulit buah) 48 12,43
4 Bunga 30 7,77
5 Biji (selaput biji) 28 7,25
6 Semua bagian 20 5,18
7 Batang 19 4,92
8 Kulit batang (kulit kayu dan kulit dalam) 18 4,66
9 Umbi 13 3,36 10 Herba 10 2,59 11 Getah 9 2,33 12 Cabang/ranting /tangkai 4 1,03 13 Rimpang 3 0,77 14 Air buah 1 0,25
5.2.6 Potensi tumbuhan obat berdasarkan habitus
Berdasarkan habitus (perawakan), spesies-spesies tumbuhan obat yang terdapat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng dapat dikelompokkan ke dalam 6 (enam) macam habitus, yaitu herba, pohon, perdu, semak, liana dan bambu. Informasi tentang habitus masing-masing spesies tumbuhan obat secara rinci disajikan pada Lampiran 2, sedangkan rekapitulasi jumlah dan persentase spesies tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng berdasarkan nama habitusnya tersaji pada Tabel 15.
Tabel 15 Rekapitulasi jumlah dan persentase spesies tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik berdasarkan nama habitusnya
No. Habitus Jumlah Spesies Persentase (%)
1 Herba 87 40,27 2 Pohon 45 20,83 3 Perdu 42 19,44 4 Semak 38 17,59 5 Liana 3 1,38 6 Bambu 1 0,46
Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa spesies tumbuhan obat yang termasuk ke dalam habitus herba mempunyai jumlah spesies dan persentase yang lebih tinggi dibandingkan habitus lainnya, yaitu sebanyak 67 spesies (31,01%). Hal tersebut menunjukkan habitus herba mempunyai keanekaragaman spesies paling tinggi
diantara habitus lainnya. Adanya keanekaragaman bentuk hidup tumbuhan di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng menunjukkan kealamian dan mendukung kelestarian plasma nutfah sumberdaya yang terkandung di dalamnya.. Habitus suatu spesies sangat penting dilindungi hal ini terkait dengan upaya konservasi dalam hal perlindungan dan pemanfaatan, jika suatu habitus tidak dilindungi maka keberadaan spesies-spesies tumbuhan obat tersebut akan terancam langka. Salah satu usaha untuk melindungi spesies tumbuhan obat agar tidak langka maka perlu dilakukan budidaya dan pemanfaatan yang lestari.
5.3 Jenis penyakit masyarakat
Jumlah penderita penyakit berdasarkan kelas umur menunjukkan bahwa, pada kelas umur 0-14 tahun jenis penyakit yang banyak diderita yaitu common cold, pada kelas umur 15-44 tahun penyakit yang banyak diderita yaitu Gasteritis, pada kelas umur 45-64 tahun penyakit yang banyak diderita yaitu penyakit pulpa dan pada kelas umur lebih dari 65 tahun penyakit yang banyak diderita yaitu penyakit hipertensi (Lampiran 9). Sedangkan secara keseluruhan penyakit yang sering diderita oleh masyarakat berdasarkan pengelompokkan jenis penyakit di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng ada 16 penyakit utama yang disajikan dalam Tabel 16.
Tabel 16 Penyakit yang banyak diderita masyarakat
No Jenis penyakit
1 Commond cold ( Flu, salesma )
2 Gangguan pencernaan ( Gasteritis/maag )
3 ISPA ( Infeksi Saluran Pernafasan Akut ) 4 Penyakit gigi dan jaringan ( penyakit pulpa ) 5 Hipertensi/ darah tinggi
6 Diare 7 Demam
8 Gangguan penyakit kulit ( Dermatitis/ Eksim, scabies /penyakit gatal-gatal )
9 Batuk
10 Faringitis ( Radang tenggorokan )
11 Tonsilitis ( Radang amandel )
12 Sakit kepala
13 Abse s ( Pengumpulan nanah dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan
jaringan )
14 Myalgia ( Nyeri otot )
15 Diabetes
16 Rhematism ( Rematik)
5.4 Pendapat, Pengetahuan, Pemanfaatan dan Budidaya Tumbuhan Obat 5.4.1 Pendapat terhadap TOGA
Pendapat responden sebagai sampel penelitian ini dapat dikatakan hampir keseluruhan responden yang diwawancara berpendapat baik/positif terhadap tumbuhan obat keluarga (TOGA) dan berpendapat TOGA memberikan manfaat karena TOGA sudah menjadi suatu tradisi (kebiasaan) keluarga secara turun temurun, sebagai pengobatan tradisional, murah dan mudah memperolehnya, sudah terpercaya khasiatnya dan merupakan pengobatan alami yang tidak berbahaya, aman dikonsumsi. Namun, tidak semua responden ikut memanfaatkan tumbuhan obat dari TOGA sebagai sarana pengobatan dan pemeliharaan kesehatan, karena sebagian lebih cenderung menggunakan obat-obatan modern dengan alasan lebih praktis, tidak repot seperti obat tradisional, lebih aman menggunakan obat dari dokter atau warung yang sudah jelas dosis dan aturan pakainya meskipun sebagian dari responden menyadari bahwa obat-obatan modern mempunyai efek samping. Tindakan berobat yang dilakukan oleh responden disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17 Tindakan berobat yang dilakukan oleh responden jika sakit
No. Tindakan Pengobatan Kampung Gunung Leutik Jumlah Responden %
1 Membuat obat sendiri secara tradisional dari
pekarangan/kebun /hutan 9 45
2 Membeli obat ke warung 6 30
3 Berobat ke puskesmas/ klinik 5 25
Jumlah 20 100
Keterangan : obat-obatan warung (kimia) yang dibeli oleh responden: Rheumacyl, Oskadon, Konidin, Bintang Tujuh Puyer, Minyak Angin Mamo, Waisan, Neo Entrostop, Bodrex, Mixagrip, Paramex, Bodrexin, Promag, Inza, Procold, Neo Nafasin, Bodrex Flu, Mylanta.
Sebagian responden masih menggunakan jamu dan obat tradisional dengan membuat sendiri dengan bahan baku dari TOGA yang ada di pekarangan. Alasan mereka menggunakan obat tradisional umumnya karena percaya khasiatnya yang dapat menjaga kesehatan dan menyembuhkan penyakit, selain itu mereka tidak perlu mengeluarkan biaya yang tinggi untuk pengobatan. Responden umumnya menanam tumbuhan obat sebagai TOGA di lahan pekarangan karena kesadaran pentingnya apotek hidup di pekarangan rumah berdasarkan informasi yang
diperoleh dari sebagian responden. Beberapa responden menyatakan pemeliharaan dan pengobatan alami sudah biasa dilakukan sebagai pengobatan awal sebelum membeli obat ke warung dan pergi ke puskesmas atau dokter. Berdasarkan hasil wawancara ada 16 penyakit yang pernah diderita oleh responden dan sebagian besar dari 16 penyakit tersebut telah diobati dengan menggunakan obat tradisional ( Tabel 18)
Tabel 18 Kelompok penyakit umum yang sering diobati dengan tumbuhan obat pada responden Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng
Kelompok
Penyakit Penyakit Nama
Tumbuhan obat yang
sering digunakan
Pembuatan Ramuan responden yang Jumlah sakit
Gangguan Sistem Pernafasan
Batuk - Daun suji - Akar alang-alang - Pegagan - Ceplukan - Sidaguri - Daun sirih
Direbus dan diminum
airnya 1
Paru-paru - Kunyit besar
(herbal) Diparut sebagai borehan 1 Gigi dan
Mulut Gigi - Putri malu Direbus dan dikumur-kumur 1 Sariawan - Saga
- Dadap serep Daun saga dan dadap dicuci bersih, diremas, diambil airnya, di minum. 1 Gangguan peredaran darah Darah rendah - - 1 Penyakit
kulit Alergi/gatal-gatal - - 1
Penyakit kepala dan demam Sakit kepala - - 10 Demam - - 2 Penyakit
Jantung Hipertensi - Mahkota dewa
Diiris daging buahnya,
dijemur dan diseduh 1 Gangguan
Ekskresi Ginjal - Daun tempuyung - Kunyit
- Kumis kucing - Ceplukan
Daun tempuyung direbus dicampur dengan parutan kunyit dan diminum airnya bersama ampas rebusannya.
Direbus dan diminum airnya
Kelompok
Penyakit Penyakit Nama
Tumbuhan obat yang
sering digunakan
Pembuatan Ramuan responden yang Jumlah sakit - Akar alang-alang Gangguan Sistem Pencernaan Diare - Kunyit
- Bandotan Kunyit diparut, diambil airnya dicampur dengan air dari bandotan yang telah diremas, diminum.
2
- Daun papaya rente
- Lempuyang
Daun pepaya rante ditumbuk dicampur dengan parutan lempuyang, diperas, diseduh dan ditambah kuning telur ayam kampung diminum. Maag - Pegagan
- Meniran - Ceplukan
Daun pegagan dicampur dengan akar
ceplukan, daun dan batang meniran, direbus dan diminum airnya. 15 Typus - - 1 Gangguan Otot dan Tulang
Rematik - Jahe Diparut dicampur cuka
dibalur/diboreh 3 Asam urat - Kumis kucing Dijemur sampai kering,
digodog 3 L air = 4 gelas.
11
Sakit
pinggang - Daun sembung
- Ciplukan - Alpukat
Daun sembung dicuci, dipotong-potong,
direbus, diminum airnya.
Semua bagian ceplukan dijemur, dicampur dengan daun alpukat, digodog, diambil airnya, diminum.
1
Pada Tabel 18 terlihat penyakit yang banyak diderita oleh responden paling tinggi adalah penyakit maag/ kelompok gangguan sistem pencernaan sebanyak 15 orang dan kelompok penyakit gangguan otot dan tulang /asam urat sebanyak 11 orang, serta penyakit sakit kepala sebanyak 10 orang. Tumbuhan obat yang sering digunakan oleh responden untuk mengobati penyakit pencernaan ada 9 spesies tumbuhan obat (Tabel 18). Sedangkan potensi yang ada untuk mengobati penyakit Lanjutan Tabel 18
pencernaan ada 100 spesies tumbuhan obat, jadi masih ada 91 spesies tumbuhan obat yang belum dimanfaatkan oleh responden. Dalam mengobati penyakit asam urat, responden menggunakan daun sembung (Blumea balsamifera). Berdasarkan Adi (2006) spesies tumbuhan obat sembung (Blumea balsamifera) memiliki khasiat dan manfaat dapat mengobati penyakit asam urat. Jadi antara pengetahuan masyarakat yang diperoleh dari turun temurun terdapat kesesuian dengan informasi ilmiah. Dengan adanya kesesuian antara pengetahuan masyarakat dengan pengetahuan ilmiah, harapannya akan semakin memperkuat keyakinan masyarakat dalam penggunaan spesies tumbuhan obat tradisional. Kurangnya pemanfaatan spesies tumbuhan obat selama ini, disebabkan kurangnya pengetahuan responden terhadap spesies tumbuhan yang memiliki khasiat obat. Sehingga dibutuhkan transfer informasi supaya responden mengetahui potensi yang ada secara optimal untuk mencegah dan mengobati penyakit yang umumnya diderita oleh masyarakat agar masyarakat sehat mandiri.
5.4.2 Pengetahuan terhadap tumbuhan obat keluarga (TOGA)
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, sebanyak 121 spesies tumbuhan obat telah diketahui. Spesies tumbuhan obat yang diketahui oleh responden dan ditemukan di lapangan selama penelitian sebanyak 98 spesies atau 45,37 % dari total potensi tumbuhan obat yang ada di lokasi penelitian. Sebanyak 23 spesies telah diketahui oleh responden, namun tidak ditemukan pada waktu penelitian (Lampiran 2). Dari jumlah spesies, perbedaan potensi tumbuhan obat yang diketahui responden melalui wawancara tetapi tidak ditemukan pada waktu di lapangan sebesar 10,64 % dari total potensi tumbuhan obat yang ada di lokasi penelitian. Pengetahuan tumbuhan obat keluarga (TOGA) yang diketahui oleh responden didapatkan dari pengalaman turun temurun, saling tukar menukar informasi dengan tetangga, dan penyuluhan yang pernah diadakan di lingkungan setempat. Spesies tumbuhan obat yang diketahui oleh responden disajikan pada Tabel 19 dan secara rinci disajikan pada Lampiran 6.
Tabel 19 Tingkat pengetahuan responden terhadap spesies tumbuhan obat
No Klasifikasi Nama Tumbuhan Obat ∑ Spesies TO
1 Kurang (1-5 orang) Mentimun, selasih, salak, lidah buaya, salam, sosor bebek, sirsak, pare, tomat, kamboja.
92
2 Sedang (6-10 orang) Alang-alang, alpukat, asam jawa, bangle, beluntas, jahe, jarak pagar, keji beling, kencur, kunyit.
19
3 Baik (11-16 orang) Ceplukan, dadap serep, daun sendokan, jambu biji, jawer kotok, kumis kucing, sirih, papaya, pegagan, sembung.
10
Pada Tabel 19 terlihat bahwa 10 spesies tumbuhan obat termasuk ke dalam klasifikasi pengetahuan baik dengan jumlah responden yang mengetahui 11-16 orang, 19 spesies tumbuhan obat termasuk ke dalam klasifikasi sedang dengan jumlah responden yang mengetahui 6-10 orang, sedangkan 92 spesies tumbuhan obat termasuk ke dalam klasifikasi kurang dengan jumlah responden yang mengetahui 1-5 orang. Biasanya pengetahuan masyarakat dipengaruhi oleh tingkat kemudahan mendapatkan spesies tumbuhan obat tersebut dan khasiat dari tumbuhan obat tersebut yang sudah terpercaya dapat mencegah dan menyembuhkan penyakit.
Berdasarkan Tabel 19 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat terhadap potensi spesies tumbuhan obat yang ada di desa masih kurang, setengahnya dari potensi tumbuhan obat di desa belum mereka ketahui. Adanya perbedaan potensi yang terjadi antara pengetahuan tumbuhan obat yang diketahui oleh responden dengan potensi tumbuhan obat yang ada di desa, disebabkan kurangnya informasi pengetahuan mengenai spesies tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai obat di masyarakat. Oleh karena itu, penjelasan informasi mengenai tumbuhan obat yang ada di sekitar mereka menjadi penting, salah satunya melalui program TOGA.
5.4.3 Pemanfaatan tumbuhan obat keluarga (TOGA)
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui ada 47 (21,76 %) spesies tumbuhan obat dari 23 famili yang sudah dimanfaatkan dari potensi tumbuhan obat yang ada di lokasi penelitian. Sebanyak 169 atau 78,24 % spesies tumbuhan obat dari total potensi yang ada di lokasi penelitian belum dimanfaatkan
oleh responden. Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan responden berdasarkan tingkat penggunaannya secara rinci disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20 Spesies tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan responden
No Klasifikasi Nama Tumbuhan Obat ∑ Spesies TO
1 Kurang ( 1-3 orang ) Daun sendokan, kencur, kaca piring, tempuyung, mahkota dewa, beluntas, mahoni, keji beling, alang-alang, singkong, karuk, temulawak, mengkudu, angsana, sidaguri, kenikir, som jawa, sambiloto, jarak pagar, meniran, katuk, tekokak, sereh, temu kunci, lempuyang, lidah buaya, pacing, salam, sosor bebek, jawer kotok, kembang sepatu.
31
2 Sedang ( 4-6 orang) Suji, pegagan, papaya, ceplukan, bangle, jambu biji, alpukat, bandotan, saga, lamak daging.
10
3 Sering (7-9 orang) Kunyit, jahe, sirih, kumis kucing, dadap
serep, sembung. 6
Jumlah 47
Pada Tabel 20 berdasarkan klasifikasi pemanfaatannya dapat dilihat bahwa 31 spesies tumbuhan obat termasuk ke dalam klasifikasi kurang dengan jumlah responden yang sering menggunakan tumbuhan obat 1-3 orang, 10 spesies tumbuhan obat termasuk ke dalam klasifikasi sedang dengan jumlah responden yang sering menggunakan tumbuhan obat 4-6 orang, sedangkan 6 spesies tumbuhan obat termasuk ke dalam klasifikasi sering dengan jumlah responden yang sering menggunakan tumbuhan obat 7-9 orang.
Spesies-spesies tumbuhan obat yang intensitas penggunaannya sering biasanya terkait dengan manfaat dari spesies tumbuhan obat itu yang multi fungsi, dan khasiat dari tumbuhan obat tersebut sudah dirasakan dan dipercaya dapat menyembuhkan penyakit. Spesies tumbuhan obat yang sering digunakan sebagian besar mereka peroleh dengan mengambil langsung di pekarangan rumah atau sekitar pemukiman mereka tinggal, karena spesies tersebut sudah banyak ditanam atau dibudidayakan oleh masyarakat. Namun intensitas masyarakat menggunakan tumbuhan sebagai obat tidaklah sering, terkadang mereka lebih sering memakai obat modern ketika sakit, karena dinilai lebih efisien, atau pergi ke puskesmas karena mudah dan cepat penanganannya. Beberapa spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh responden Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng tersaji pada Gambar 3.
(a) (b) (c) Gambar 3 Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat sekitar
Kampung Gunung Leutik, Desa Bentenn : (a) Kunyit (Curcuma longa ( Linn.), (b) Sirih (Piper betle (L.), (c) Kumis kucing (Orthosiphon aristatus (Bl.) Miq)
Spesies tumbuhan obat yang sering digunakan oleh responden seperti kunyit berkhasiat mencegah dan mengobati demam, diare, perut kembung, tidak nafsu makan, keputihan, terlambat haid. Sirih berkhasiat sebagai antibiotik yang dapat mengobati batuk, menghilangkan bau badan, mata merah dan gatal, luka pendarahan gusi/ bau mulut, keputihan dan kumis kucing yang sudah banyak diketahui berkhasiat mengobati penyakit ginjal.
Berdasarkan Tabel 20 tersebut diketahui bahwa responden Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng masih belum optimal memanfaatkan spesies potensi tumbuhan obat yang ada di kampung. Sedikitnya spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh responden, dipengaruhi oleh pengetahuan responden terhadap spesies tumbuhan yang memiliki khasiat obat masih kurang. Padahal apabila TOGA dimanfaatkan secara optimal kesehatan keluarga akan terjaga seperti yang dinyatakan oleh Sukmaji (2006) TOGA dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki gizi keluarga mengingat jenis tumbuhan obat dapat berupa sayuran dan buah-buahan.
Melimpahnya spesies tumbuhan obat yang ada di desa, jika dimanfaatkan optimal oleh setiap keluarga sebagai upaya pencegahaan dan mengobati penyakit maka spesies tumbuhan obat yang ada akan lebih berkembang. Sehingga dengan banyaknya masyarakat memanfaatkan spesies tumbuhan obat, secara tidak langsung masyarakat telah membantu upaya konservasi. Sehingga semakin banyaknya khasiat tumbuhan obat yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit,
semakin tinggi pula kepedulian masyarakat akan melestarikan dan menjaga spesies tumbuhan obat tersebut serta pengetahuan tradisionalnya.
5.4.4 Budidaya tumbuhan obat keluarga (TOGA)
Budidaya merupakan salah satu upaya penting dalam menjaga kelestarian manfaat dari suatu spesies tumbuhan obat, dengan demikian spesies tumbuhan obat yang dibudidayakan dan banyak dimanfaatkan akan tetap terjaga kelestariannya. Spesies tumbuhan obat yang sudah dibudidayakan oleh responden sebanyak 58 spesies tumbuhan obat dari 31 famili atau 26,85 % total potensi spesies tumbuhan obat yang terdapat di lokasi penelitian. Berikut tumbuhan obat yang ditanam responden pada lahan pekarangan dan kebunnya. Spesies tumbuhan obat yang dibudidayakan disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21 Spesies tumbuhan obat yang di budidayakan
No Klasifikasi Nama Tumbuhan Obat Spesies ∑ TO
Persentase (%)
1 Kurang (1-3 orang) Som jawa, mawar, euphorbia, kumis kucing, keji beling, alpukat, sembung, daun dewa, zodia, mangkokan, lidah mertua, yodium, kembang sepatu, beluntas, temulawak, jambu air, tempuyung, pulai, pisang, jahe, kencur, jarak pagar, belimbing wuluh, meniran, bandotan, salam, petai cina, rosella, dadap serep, lamak daging, ceplukan, temu kunci, lengkuas, jambu biji, papaya, tapak dara, pacing, kamandilan, nanas kerang, tapak liman, katuk, wijaya kusuma, kenikir, nanas.
44 75,86
2 Sedang (4-6 orang ) Daun sendokan, lempuyang, pandan wangi, karuk, pegagan, suji, sereh, cabai rawit..
8 13,79
3 Banyak (7-9 orang) Kunyit, saga, mahkota dewa, jawer kotok, sirih, bangle.
6 10,34
Jumlah 58 100
Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa ada 6 spesies tumbuhan obat termasuk ke dalam klasifikasi yang banyak dibudidayakan. Hal ini terkait dengan manfaat obat tersebut yang sudah dipercaya masyarakat efektif dalam mencegah dan mengobati penyakit, seperti saga (Abrus precatorius L.) yang berkhasiat mengobati sariawan dan kunyit (Curcuma longa Linn.) yang multi fungsi, yaitu sebagai bumbu dapur/ rempah, kunyit juga dipakai sebagai obat saluran
pencernaan/ maag serta dapat digunakan sebagai pewarna alami. Selain dilihat dari khasiatnya, spesies tumbuhan obat tersebut sangat mudah dibudidayakan dan tidak membutuhkan perawatan yang banyak.
Tumbuhan obat yang termasuk ke dalam klasifikasi sedang ada 8 spesies, hal ini terkait dengan tumbuhan obat tersebut tidak terlalu sering dimanfaatkan dan biasanya tumbuhan obat tersebut sudah hampir banyak ditemukan atau tumbuh liar. Sedangkan tumbuhan obat yang termasuk klasifikasi kurang dibudidayakan ada 45 spesies tumbuhan obat. Tumbuhan obat tersebut kurang dibudidayakan karena manfaat dari obat tersebut belum banyak diketahui secara pasti oleh masyarakat, spesies tumbuhan obat tersebut tersedia melimpah di lingkungan pemukiman sebagai tanaman hias dan tanaman buah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, spesies tumbuhan obat yang dibudidayakan masih sedikit. Semakin sedikit responden yang membudidayakan spesies tumbuhan obat sedangkan yang memanfaatkan spesies tumbuhan obat banyak, maka akan berdampak negatif terhadap pengembangan TOGA dan akan mengancam kelestarian spesies tumbuhan obat. Untuk menjaga spesies tumbuhan obat tetap lestari meskipun digunakan dalam jumlah yang cukup banyak, maka perlu dilakukan pengembangan potensi tumbuhan obat dengan cara budidaya. Adapun program budidaya yang dibuat harus mempertimbangkan kearifan tradisional, keseimbangan ekologi, pelestarian plasma nutfah dan kesejahteraan bagi masyarakat.
5.5 Permasalahan, Keinginan Masyarakat dan Strategi Pengembangan TOGA
5.5.1 Permasalahan dan Keinginan Masyarakat dalam pengembangan TOGA
Ada beberapa permasalahan dan kendala yang dihadapi responden masyarakat Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng dalam pengembangan Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA), yaitu :
1. Pengetahuan masyarakat mengenai spesies tumbuhan yang memiliki khasiat obat masih kurang, sehingga berpengaruh pada pemanfaatan spesies tumbuhan obat di masyarakat kurang.
2. Proses pembuatan dan pengolahan spesies tumbuhan obat yang baik oleh sebagian masyarakat belum diketahui.
3. Kecenderungan masyarakat melakukan pengobatan dengan obat-obatan modern mulai meningkat. Hal ini karena, tidak diketahuinya spesies tumbuhan obat yang memiliki khasiat yang penting dan unggulan.
4. Sebagian besar spesies tumbuhan obat penting belum dibudidayakan, pemanfaatan spesies tumbuhan obat masih membeli dari pasar dan mengambil dari tumbuhan liar.
5. Orientasi pengembangan tumbuhan obat selain untuk kesehatan dan tujuan pengobatan, proritas ekonomi/pasar (laku dan harga menarik) untuk meningkatkan pendapatan masyarakat menjadi dasar dalam mengembangkan tumbuhan obat, karena harga tumbuhan obat relatif lebih murah.
6. Belum adanya sistem kelembagaan yang mantap dan efisien, sehingga masyarakat belum mempunyai “bargaining position” yang baik. Akibatnya masyarakat kurang bersungguh-sungguh dalam menangani budidaya tumbuhan obat.
Dalam rangka optimalisasi pengembangan TOGA yang tepat dan sesuai dengan keinginan responden masyarakat Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng. Berdasarkan penilaian (evaluasi) melalui wawancara dengan responden dapat diketahui bahwa responden masyarakat Kampung Gunung Leutik menginginkan adanya arahan dan tanggapan yang positif, serta timbal balik dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta maupun perguruan tinggi kepada masyarakat dalam hal informasi pengetahuan. Dengan demikian, sebaiknya dibentuk suatu wadah kegiatan yang dapat dibina oleh berbagai pihak terkait. Oleh karena itu, perlu dibuat rancangan program atau kerjasama antara masyarakat (responden) dengan berbagai pihak terkait dalam rangka pengembangan TOGA melalui peran serta masyarakat.
Beberapa keinginan masyarakat dalam optimalisasi pengembangan TOGA yang tepat dan sesuai, yaitu :
1. Setelah potensi tumbuhan obat yang ada di Kampung Gunung leutik, Desa Benteng, baik yang liar maupun yang budidaya diamati dan dikaji, kemudian
diinformasikan kembali kepada masyarakat mengenai pengetahuan potensi tumbuhan obat yang ada di desa mereka.
2. Memasyarakatkan kembali penggunaan TOGA dan kesehatan keluarga meliputi pengenalan spesies TOGA dan khasiatnya bagi kesehatan keluarga, serta nilai estetika dalam mengoptimalkan lahan pekarangan sebagai usaha mengembangkan TOGA.
3. Adanya demo pemanfaatan dan pengolahan obat meliputi takaran dan cara meramu obat tradisional untuk pencegahan dan menyembuhkan penyakit, terutama penyakit yang sering diderita oleh masyarakat.
4. Adanya demo membuat makanan dan minuman bergizi dan sehat bagi keluarga dengan menggunakan TOGA yang ada di pekarangan .
5. Mengembangkan cara menanam atau budidaya yang kreatif, inovasi dan mudah pada lahan pekarangan yang sempit seperti penanaman organik.
6. Membangun pembibitan dan persemaian tumbuhan obat dalam jumlah yang banyak sehingga Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng ke depan menjadi produsen bibit tumbuhan obat dengan produk yang bersifat organik. Selain itu, masyarakat dapat memperoleh bibit secara mudah.
7. Pembentukan kelompok TOGA. Setelah dibentuk kelompok TOGA, harapannya setiap anggota dapat bekerjasama dalam upaya pengembangan kembali pekarangan. Selain tujuan utama untuk memelihara kesehatan, TOGA di pekarangan masyarakat juga dapat menambah pendapatan keluarga. Hal ini dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan konsumen memiliki pasar yang jelas dan menjanjikan untuk menjual daun tumbuhan obat dari TOGA di pekarangan.
8. Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng dapat menjadi penghasil jamu atau obat tradisional atau penyedia bahan baku jamu atau obat tradisional. Dengan demikian, TOGA di pekarangan masyarakat dapat menambah pendapatan keluarga.
5.5.2 Strategi dalam Pengembangan TOGA
Berdasarkan permasalahan dan keinginan responden (masyarakat) dalam pengembangan TOGA, maka diperlukan solusi agar program pengembangan TOGA oleh masyarakat dapat berjalan. Dalam hal ini dibutuhkan suatu strategi pengembangan TOGA. Dalam strategi pengembangan TOGA perlu dilakukan analisis spesies tumbuhan obat yang bisa dikembangkan dengan kriteria sebagai berikut : spesies tumbuhan obat yang ada di desa dan sudah dibudidayakan oleh masyarakat, tumbuhan obat tersebut memiliki khasiat dan manfaat penting, secara nyata dalam kehidupan memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan mudah dipasarkan di masyarakat.
Gambar 4 Strategi pengembangan tumbuhan obat keluarga.
Berdasarkan strategi pengembangan tumbuhan obat keluarga pada Gambar 4 tersebut, maka beberapa spesies tumbuhan obat yang merupakan potensi Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng yang dapat dikembangkan di sajikan pada Tabel 22.
Potensi tumbuhan obat Desa
Nilai Kerelaan budidaya dan penggunaan Nilai Manfaat
Tabel 22 Spesies tumbuhan obat yang dapat dikembangkan
No Spesies tumbuhan obat Khasiat dan manfaat
1 Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) Rasa sedikit pahit, berkhasiat sebagai
antiradang, antisembelit, tonikum, diuretik. Khasiat temulawak sebagai antiradang diperoleh dari kandungan kurkuninoidnya. 2 Kunyit (Curcuma domestica) berkhasiat antiradang dan meringankan nyeri
pada rematik
3 Brotowali (Tinosporacrispa) Memiliki rasa pahit dan sejuk. Berkhasiat
sebagai analgetik, menghilangkan rasa sakit, antipiretik/menurunkan panas, dan melancarkan meridian atau cairan limfa
4 Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) Mengobati rematik gout dan menurunkan asam
urat darah pada jenis komplikasi batu urat di saluran kencing, sebagai diuretic, melarutkan batu di saluran kencing, anti-bakteri.
5 Pegagan (Centella asiatica) Memiliki rasa manis dan sejuk. Berkhasiat
sebagai antirematik, antitoksik, pembersih darah, penghenti pendarahan/hemostatis, peluruh kencing/ diuretic ringan, penenang/sedatif.
6 Jahe merah (Zingiber officinale) Mengurangi rasa sakit, memperkuat khasiat
obat lain yang dicampurnya dan merangsang selaput lender perut besar dan usus. Khasiat lain adalah obat flu, menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans,
perangsang aktivitas saraf pusat, merangsang ereksi, merangsang keluarnya ASi, merangsang kekebalan tubuh, merangsang regenerasi sel normal.
7 Sambiloto (Andrographis paniculata) Memiliki rasa pahit, dan berkhasiat sebagai
antiradang, penghilang nyeri/analgesik, dan penawar racun.
8 Mengkudu (Morinda citrifolia) Berkhasiat sebagai penghilang hawa lembap
pada tubuh, penambah kekuatan tulang, pembersih darah, peluruh kencing, peluruh haid, pelembut kulit, obat batuk, obat cacing, pencahar.
9 Sembung (Blumea balsamifera) Astringent, obat sakit perut, karminatif, obat
batuk, obat bronchitis, dan tonikum. 10 Katuk (Saoropus androginus (L)
Merr.)
Demam, pelancar ASI, suara parau, lepra (obat luar), memperlancar keluarnya air seni. 11 Takokak (Solanum torvum Swartz) Bersifat rasa pedas, sejuk, agak beracun.
khasiatnya melancarkan sirkulasi, menghilangkan darah beku, menghilangkan sakit gigi, menghilangkan batuk (antitusif), tonikum, memperlancar keluarnya air seni, perawatan darah tinggi (hipertensi).
Dilihat dari kondisi sarana dan prasarana kesehatan di desa, umumnya masih belum berkembang dengan akses pelayanan kesehatan yang jaraknya cukup jauh. Selain itu dilihat dari kondisi umum lapangan, Kampung Gunung Leutik
memiliki lahan ruang terbuka hijau yang cukup memadai untuk dilakukan pengembangan TOGA melalui budidaya. Sehingga melalui pengembangan TOGA ini, masyarakat benar-benar dapat memanfaatkan TOGA dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya serta pendapatannya meningkat lebih baik. Untuk mendukung pengembangan TOGA oleh masyarakat, maka dibutuhkan stimulus kepada masyarakat Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng. Hal ini dibutuhkan karena menurut Zuhud (2007), masyarakat tradisional atau masyarakat yang memiliki kearifan lokal ternyata memiliki sikap dan perilaku pro-konservasi alam. Ada tiga stimulus yang hendaknya dimiliki masyarakat dalam pengembangan TOGA, yaitu stimulus alamiah, stimulus manfaat dan stimulus religius.
Stimulus alamiah yaitu nilai-nilai kebenaran dari alam, kebutuhan keberlanjutan sumberdaya alam hayati sesuai dengan karakter bioekologinya (Zuhud 2007). Upaya pengembangan TOGA melalui peran serta masyarakat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng yang biasa dilakukan oleh responden (masyarakat) yaitu responden telah membudidayakan tumbuhan obat dan memahami sifat-sifat ekologis TOGA yang dibudidayakan meskipun masih belum optimal, selain itu responden juga telah mendapatkan penyuluhan tentang budidaya tumbuhan obat dengan baik. Pengembangan TOGA melalui peran serta masyarakat agar lebih optimal, dapat diwujudkan dengan meningkatkan pengetahuan dan minat budidaya masyarakat terhadap potensi tumbuhan obat supaya masyarakat mampu mengembangkan sendiri. Penyuluhan tentang budidaya tumbuhan obat melalui pola swadaya, mengingat kebutuhan konsumsi bahan obat yang terbatas. Dalam pengembangan tumbuhan obat secara pola swadaya ini, pola di lahan pekarangan perlu mendapatkan perhatian dan prioritas khusus. Pola pengembangan ini paling cocok untuk sifat kebutuhan tumbuhan obat dan untuk beberapa aspek tujuan pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, karena:
1. Sifat kebutuhan bahan obat dari tumbuhan relatif rendah, volume dan dosis pemakaiannya.
2. Pengembangan di lahan pekarangan sejalan dengan pola pengembangan TOGA dan program kesejahteraan keluarga (PKK) yang melibatkan ibu-ibu.
Spesies-spesies tumbuhan yang dapat dimasukkan dalam pola pekarangan perlu dicari cocok atau toleran lingkungan pekarangan yang bernaungan pohon. Pola tanam yang dapat diterapkan pada pekarangan adalah pola tumpangsari dan tanaman campuran. Spesies yang dapat dikembangkan di lahan pekarangan cukup banyak, yaitu kumis kucing (Orthosiphon sp.), kelompok temu-temuan seperti temulawak (Curcuma xanthorrhiza), kunyit (Curcuma domestica), sambiloto (Andrographies paniculata), sembung (Blumea balsamifera). Pola pemanfaatan lahan pekarangan dipandang paling sesuai sepanjang spesies tumbuhannya sesuai untuk lingkungan tersebut. Karena sebagian besar spesies tumbuhan obat belum dibudidayakan, maka untuk kelompok komoditas ini pengembangannya bergantung dari ketersediaannya di desa.
Program pengembangan spesies tumbuhan obat melalui budidaya dilakukan dengan cara :
1. Penerapan budidaya tumbuhan obat dengan teknik ramah lingkungan
Penerapan ramah lingkungan dengan program organik harus dilakukan supaya kestabilan lingkungan terjaga, dengan mengurangi penggunaan pupuk pestisida atau buatan. Penerapan organik yang dilakukan, yaitu dengan menggunakan pestisida yang berasal dari ekstrak tumbuhan lain sehingga lebih kecil kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan. Contoh pestisida organik adalah biji srikaya yang dapat mengendalikan hama belalang.
2. Kegiatan pembuatan pupuk organik
Pupuk yang digunakan diusahakan tidak menggunakan pupuk kimia karena akan menimbulkan dampak negatif pada lingkungan terutama pada spesies tumbuhan obat yang akan dibudidayakan. Bahan baku yang dapat digunakan untuk pupuk kompos yaitu cacahan daun bambu dicampur dengan rumput segar, campur an abu daun dan batang pisang atau dapat menggunakan pupuk kandang.
3. Kegiatan pendidikan dan pelatihan budidaya tumbuhan obat
Upaya pembudidayaan tumbuhan obat untuk keperluan sehari-hari menunjukkan bahwa masyarakat masih sangat peduli dengan upaya konservasi alam. Pendidikan dan pelatihan budidaya tumbuhan obat tidak hanya untuk kalangan orang tua tetapi remaja dan anak-anak pun perlu mendapatkan
pendidikan dan pelatihan, hal ini dimaksudkan agar sedikit demi sedikit dapat mengenal dan mengetahui tumbuhan bermanfaat untuk kesehatan.
4. Prioritas spesies tumbuhan yang mudah dan murah dalam budidaya dan pemanfaatannya, yang dapat menciptakan produk unggulan.
Stimulus manfaat adalah stimulus yang didasarkan pada nilai-nilai kepentingan manusia seperti manfaat obat, manfaat ekonomi, manfaat biologis atau ekologis dan manfaat lainnya (Zuhud 2007). Latar belakang yang memberi stimulus kepada masyarakat dalam pengembangan tumbuhan obat melalui peran serta masyarakat Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng berdasarkan stimulus manfaat yaitu berawal dari biaya berobat ke dokter/ obat-obatan modern yang harganya tinggi, Puskesmas yang ada aksesnya cukup jauh sehingga memberatkan dalam biaya transportasi, serta adanya keinginan responden (masyarakat) dapat sembuh dari penyakit yang diderita dan sehat mandiri. Dari latar belakang tersebut stimulus manfaat di masyarakat dapat terwujud dalam rangka pengembangan TOGA. Dengan adanya khasiat dari tumbuhan obat yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit dan masyarakat memanfaatkan tumbuhan obat yang ada disekitar mereka, maka dapat memberikan manfaat bagi kesehatan dan manfaat ekonomi.
Stimulus manfaat untuk kesehatan mandiri dapat terwujud dengan dikembangkannya 11 spesies tumbuhan obat penting dari 216 potensi spesies tumbuhan obat yang hidup dan ada di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng. Berdasarkan besarnya potensi spesies tumbuhan obat yang ada di desa, maka potensi spesies tumbuhan obat keluarga (TOGA) harus dimanfaatkan seoptimal mungkin mengingat banyaknya ragam penyakit yang diderita masyarakat dan untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Salah satu fungsi TOGA adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat yang meliputi upaya preventif (pencegahan), upaya promotif (meningkatkan derajat kesehatan) dan upaya kuratif (penyembuhan penyakit).
Stimulus sehat mandiri ini terkait dengan pemanfaatan yang terbatas pada upaya pengobatan saja, sehingga dalam rangka peningkatan dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat maka obat tradisional perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya. Dalam hubungan ini antara lain diprioritaskan pengembangan tumbuhan
obat sesuai dengan penyakit yang sering diderita masyarakat. Spesies tumbuhan obat di desa yang berpotensi untuk mencegah dan dapat mengobati penyakit perlu dikembangkan.
Program yang dapat membantu masyarakat dalam upaya pengembangan tumbuhan obat agar potensi yang ada bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin yaitu dengan kegiatan sebagai berikut :
1. Penyuluhan mengenai pengenalan spesies tumbuhan obat yang ada di desa untuk menjaga kesehatan (TOGA) serta memberikan pelatihan tumbuhan obat. Pelatihan tumbuhan obat yang diberikan meliputi pengenalan tumbuhan obat dan pemanfaatannya, membahas beberapa kasus penyakit dan cara pengobatannya, memberikan pelatihan (demo) cara meracik ramuan tumbuhan obat yang sederhana (skala rumah tangga) dan praktek membuat makanan dan minuman sehat seperti keripik bayam, keripik beluntas, cendol lidah buaya, jamu instan, teh pegagan, manisan calingcing
2. Pembinaan kader TOGA yang nantinya dapat menjadi wadah informasi bagi masyarakat lainnya untuk berbagi wawasan dan keterampilan yang berhubungan dengan TOGA.
3. Kunjungan kader TOGA ke kebun percontohan tumbuhan obat yang sudah maju. Mengenal spesies tumbuhan obat dengan buku panduan didampingi oleh para pemandu yang berpengalaman di bidangnya. Program kunjungan tumbuhan obat ialah melihat, memetik, dan belajar menanam aneka tumbuhan obat pada lahan pekarangan, yang diharapkan masyarakat akan termotivasi untuk mengembangkan TOGA di pekarangan maupun kebun yang nantinya selain kesehatan masyarakat meningkat, masyarakat juga dapat memperoleh nilai ekonomi dari usahanya.
4. Sosialisasi TOGA yang dapat dilakukan lebih intensif dan merata ke setiap masyarakat. Sosialisasi dapat melalui pembuatan poster atau iklan-iklan layanan masyarakat yang berkaitan dengan TOGA dan pemeliharaan kesehatan secara alami serta memberikan buku lengkap tentang tumbuhan obat yang berkhasiat agar dapat dipelajari.
5. Diskusi masalah kesehatan dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan masyarakat. Diskusi ini dijalankan minimal setiap 3 bulan sekali, terutama saat
musim-musim rentan penyakit seperti pancaroba. Selain memberikan solusi kesehatan, dengan adanya diskusi ini pengetahuan masyarakat bertambah dalam hal tindakan yang harus dilakukan sebelum mereka sakit (preventif).
Dalam pengembangan nilai ekonomi, pengembangan tumbuhan obat yang dipilih untuk diterapkan di masyarakat adalah pengembangan tumbuhan obat yang sederhana. Fokus pengembangan tumbuhan obat dengan skala home industry diharapkan dapat berkelanjutan, yang akhirnya dari kegiatan ini dapat memberikan manfaat yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, masyarakat sekitar dan berdampak pada kesejahteraan hidup yang lebih baik. Stimulus dari segi manfaat ekonomi dilakukan analisis pengembangan tumbuhan obat berdasarkan pasar, harga dan untuk tujuan peningkatan pendapatan masyarakat menurut Sudiarto et al. (1992) dapat ditempuh melalui:
1. Peningkatan produksi dan mutu tumbuhan obat 2. Prioritas komoditas yang dikembangkan
3. Peluang pemasaran baik di dalam kampung maupun di luar daerah 4. Diversifikasi produk
Stimulus Religius adalah stimulus yang berkaitan dengan nilai-nilai kebaikan, terutama ganjaran dari sang pencipta alam, nilai spiritual, nilai agama yang universal, pahala, kebahagiaan, kearifan, budaya dan tradisional, kepuasan batin, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan kerelaan dalam melakukan sesuatu (Zuhud 2007). Stimulus religius merupakan stimulus yang sangat penting dalam pengembangan tumbuhan obat melalui peran serta masyarakat, karena stimulus kerelaan dalam berkorban ini merupakan stimulus utama. Wujud kecintaan pada nilai-nilai kebaikan tidak akan mudah hilang jika dibandingkan dengan nilai keduniawian. Stimulus religius yang bisa dikembangkan oleh masyarakat Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng yaitu peran serta masyarakat dalam pengembangan TOGA sebagai sarana untuk mengkonservasi tumbuhan obat. Masyarakat dengan sukarela mau mempelajari, memahami arti penting dari nilai-nilai kebaikan, dan mengembangkan kerelaan masyarakat dalam menggunakan dan membudidayakan tumbuhan obat yang nantinya akan bermanfaat bagi keluarga dan lingkungan sosial sekitarnya. Dalam hal ini masyarakat bersedia membantu orang lain tanpa pamrih seperti tetangga yang
sakit dengan memberikan tumbuhan obat tersebut untuk mengobati penyakitnya. Namun stimulus religius ini di masyarakat masih lemah, karena ada sebagian masyarakat yang mengharapkan imbalan dari orang yang membutuhkan tumbuhan obat tersebut.
Dari ketiga stimulus, stimulus religius merupakan stimulus utama dan paling mendasar yang memiliki nilai paling tinggi, sehingga stimulus ini perlu dilestarikan di masyarakat. Jika masyarakat sudah memahami dan sadar dengan pentingnya nilai dari stimulus religius, maka pengembangan TOGA melalui peran serta masyarakat akan berjalan. Hal ini karena penilaian stimulus religius hubungannya dengan sang pencipta atau merupakan sebuah amalan bagi seseorang yang sukarela membantu orang yang membutuhkan, sehingga dipandang memiliki nilai ibadah.
Selain tiga stimulus itu dimiliki oleh masyarakat, partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat, sistem pembangunan yang terencana dan terintegrasi memungkinkan pencapaian tujuan pengembangan tumbuhan obat secara maksimal. Keterlibatan antar insitusi seperti dinas kesehatan, pendidikan, kehutanan, pertanian, dan perguruan tinggi sangat diperlukan. Dalam konteks implementasi praktis, masyarakat dapat mengembangkan spesies tumbuhan obat dengan membudidayakan tumbuhan obat keluarga (TOGA) secara mandiri dan memanfaatkannya, sehingga akan terwujud prinsip kemandirian dalam pengobatan keluarga.
Program yang akan dilaksanakan diharapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan rasa kepemilikan masyarakat terhadap program menjadi lebih tinggi. Rancangan program yang dibuat diharapkan dapat membantu masyarakat kuat dan mandiri dalam menjaga kesehatan keluarga dengan pemanfaatan potensi alam yang ada di ligkungan sekitar. Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan yaitu peningkatan pengetahuan, perbaikan sikap/perilaku dan peningkatan keterampilan. Tabel 23 menjelaskan strategi pengembangan tumbuhan obat keluarga (TOGA) di Kampung Gunung Leutik Desa Benteng, Kecamatan Ciampea.
Tabel 23 Strategi pengembangan tumbuhan obat keluarga
No Tujuan Sasaran Program
1 Pelestarian sumberdaya tumbuhan obat 1. Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang prospek, potensi dan manfaat SDA tumbuhan obat
1. Penyuluhan mengenai pengenalan spesies TO yang ada di Desa
2. Pembinaan kader TOGA yang nantinya dapat
menjadi wadah informasi bagi masyarakat lainnya.
3. Program kunjungan kader TOGA ke kebun percontohan tumbuhan obat yang sudah maju.
4. Sosialisasi TOGA yang dapat dilakukan
lebih intensif dan merata ke setiap masyarakat.
5. Diskusi masalah kesehatan.
2. Melindungi dan
melestarikan tumbuhan yang obat yang ada.
1. Penerapan budidaya tumbuhan obat dengan teknik ramah lingkungan
3. Mengelola
pekarangan dengan pola swadaya dan kebun serta lahan tidur untuk pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat.
2. Kegiatan pembuatan pupuk organik.
3. Kegiatan pendidikan dan pelatihan budidaya
tumbuhan obat.
4. Prioritas spesies tumbuhan yang mudah
dan murah dalam budidaya dan pemanfaatannya yang dapat menciptakan produk unggulan. 2. Pemanfaatan sumberdaya tumbuhan obat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat 1. Membangun dukungan semua stakeholder untuk penggunaan/ pemanfaatan sumberdaya
tumbuhan obat dalam peningkatan
kesejahteraan masyarakat
1. Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang budidaya, manfaat dan cara penggunaan tumbuhan obat.
2. Pengembangan dan penguatan kader
TOGA. 3. Pengembangan tumbuhan obat skala rumah tangga (Home industry) 1. Pengembangan tumbuhan obat skala rumah tangga berbasis pemberdayaan masyarakat.
1. Pengembangan budidaya tumbuhan obatunggulan.
2. Pengembangan
lembaga koperasi desa.
2. Pengembangan pengolahan tumbuhan obat skala rumah tangga.
3. Pengembangan pemasaran produk