• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular, yang dapat menimbulkan masalah sangat komplek. Bukan hanya segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi. Stigmatisasi di masyarakat hingga kini juga masih menjadi ganjalan utama dalam upaya memutus rantai penularan kusta. Akibatnya, meski secara signifikan terjadi penurunan angka prevalensi, namun kasus-kasus baru masih selalu bermunculan. (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO) dalam Weekly Epidemiological Recordbahwa di Indonesia ditemukan 21.538 kasus kusta, sedangkan didunia kasus yang dilaporkan 312.036, dan jumlah kasus baru pada pertengahan tahun 2008 dilaporkan dari 121 negara sebanyak 249.007 kasus (Weekly Epidemiological Record, 2009). Tahun 2006,The International Federations of Anti Leprosy Associations (ILEP) dan WHO mengeluarkan strategi global untuk menurunkan beban penyakit dan kesinambungan program pemberantasan penyakit kusta (tahun 2006-2010). Sejak pertengahan tahun 2006 strategi tersebut dipakai dalam kebijakan pemberantasan penyakit kusta di Indonesia. Menurut WHO, diperkirakan jumlah penderita kusta baru di dunia pada tahun 2005 (di luar regional Eropa) adalah sekitar 296.499 orang. Dari jumlah tersebut terbanyak terdapat di regional Asia Tenggara : 201.635 kasus, diikuti regional Afrika : 42.814 kasus, regional Amerika : 47.780 kasus dan sisanya berada pada regional lain di dunia. Awal tahun 2006, di dunia terdapat 219.826 kasus dengan perincian regional Asia Tenggara 133.422 kasus, regional Afrika : 40.830 kasus dan regional Amerika 32.904 kasus, sedangkan sisanya berada di regional lainnya.

(2)

Tahun 2005 di Indonesia tercatat 21.537 penderita kusta terdaftar, jumlah kasus baru sebanyak 19.695 penderita, 8,74 % penderita mengalami cacat tingkat 2 serta 9,09 % di antaranya adalah penderita kusta anak. Tahun 2005 terdapat 1.696 penderita kusta, semakin meningkat pada tahun 2006 terdapat 1.989 penderita kusta terdaftar, dan tahun 2007 di Jawa Tengah terdapat 1.850 penderita kusta terdaftar (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005, 2006, 2007).

Data tahun 2009Di Jawa Tengah hanya ada 2 Rumah Sakit yang memberikan pelayanan khusus kepada penderita kusta yaitu RSU Tugurejo di Semarang, dan RS Kelet Donorejo di Jepara. Hal tersebut disebabkan penyakit kusta tidak tersebar di semua daerah. Penyebaran penyakit kusta meliputi Kabupaten Brebes dengan 228 kasus, Kabupaten Tegal 215 kasus, Kabupaten Pekalongan 138 kasus, Kabupaten Pemalang 103 kasus, Kabupaten Jepara 96 kasus, Kabupaten Kudus 84 kasus, Kabupaten Blora 71 kasus, Kabupaten Rembang 70 kasus, dan Kabupaten Pati 64 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009).

Purba, 2009 menjelaskan bahwa penyakit kusta adalah penyakit yang lekat dengan pandangan negatif dan diskriminasi, baik yang muncul dari dalam diri sendiri maupun dari masyarakat, anggota keluarga maupun dari penderita kusta itu sendiri, misalnya menghindari kontak langsung hingga dikucilkan dan dibuang oleh masyarakat dari tempat tinggalnya. Stigma yang ada dalam masyarakat membuat penyandang kusta hidup dalam ketakutan dan malu berada di tengah-tengah masyarakat. Disamping berbagai nama tentang kusta yang menggambarkan betapa bahaya dan menjijikkan penyakit ini. Hal lain, adanya berbagai kepercayaan tentang asal usul penyakit ini menyebabkan para penyandang kusta merasa bersalah, pasrah dan malu (Purba, 2009).

Tekanan yang dihadapi oleh penderita yang berlangsung secara terus menerus juga memberi tekanan mental yang berat bagi penderita sehingga

(3)

menimbulkan gangguan psikologis yang lain yang di sebut stress (Suliswati, Maruhawa, Sianturi, Sumijatun., Payapo, 2005). Salah satu dampak psikologis yang sering terjadi pada penderita kusta memberi pengaruh pada konsep diri penderita, penderita merasa bahwa diri mereka di nilai negatif di mana mereka berada. Berdasarkan penelitian Josephine (2001) yang berjudul “Coping Behaviour terhadap Sikap Warga Medang dan Ngampel pada Mantan Penderita Kusta di Wireskat-Blora” terbukti bahwa 28 orang dari 30 orang warga disekitar Wireskat (Wisma Rehabilitasi Sosial Katolik) memiliki sikap negatif terhadap mantan penderita kusta. 6 dari 8 orang mantan penderita kusta mempunyai sikap negatif juga terhadap masyarakat. Serta berdasarkan hasil kuisioner yang dilakukan oleh Petra Christian kepada 50 responden yang berdomisili di Blora, 34 orang mengetahui keberadaan Wireskat (Wisma Rehabilitasi Sosial Katolik) dan 6 orang diantara mereka tidak menyukai keberadaan para mantan penderita kusta tersebut, serta 25 diantaranya merasa “biasa saja” dengan keberadaan Wireskat di kota mereka (Josephine, 2001).

Penelitian Azizah (2008) di Kecamatan Brondong Lamongan. Seseorang berpeluang terkena kusta apabila tinggal di daerah endemis kusta. Salah satu daerah endemis kusta di JATIM (Jawa Timur) adalah Lamongan dengan tingkat prevalensi pada tahun 2008 sebesar 4,25/10.000 penduduk. Keberadaan penderita penyakit kusta pada umumnya masih dikucilkan masyarakat sekitar. Perlakuan yang tidak adil tersebut menimbulkan masalah sosial khususnya interaksi sosial penderita kusta. Penelitian ini membuktikan bahwa dari 50 sampel yang digunakan rata-rata interaksi sosial seseorang setelah didiagnosa menderita kusta untuk dimensi kerja sama, asimilasi, konflik dan daya saing secara rata-rata turun yang masing-masing menjadi 2,6 satuan, 3,1 satuan, 1,3 satuan dan 2,8 satuan, sedangkan interaksi sosial setelah didiagnosa menderita kusta untuk dimensi akomodasi dan kontravensi secara rata-rata naik yang masing-masing sebesar 4 dan 2,8 satuan (Azizah, 2008).

(4)

Panelitian Khabib (2008) tentang “Hubungan Antara Tingkat Kecacatan dengan Konsep Diri Pada Penderita Kusta di Wilayah Kerja Pukesmas Keling Kabupaten Jepara”. Faktor kemiskinan menjadi pendorong seseorang berpotensi terserang penyakit kusta. Umumnya mereka tinggal didaerah terisolir sehingga sulit terdeteksi oleh petugas kesehatan. Dampak penyakit kusta sangatlah kompleks, salah khususnya adalah konsep diri. Terbukti bahwa dari 159 sampel yang digunakan sebagai responden di Pukesmas Keling sebanyak 143 orang (89,9%) mengalami kecacatan berat, memiliki konsep diri yang negatif, dan sebanyak 16 orang (10,1%) sisanya yang mengalami kecacatan ringan, memiliki konsep diri yang positif (Khabib, 2008).

Data awal di RSUD Kusta Donorojo tahun 2010 terdapat 330 penderita yang dirawat di ruang rawat inap. Bulan Januari sampai November 2011 terdapat 298 penderita. Dari hasil wawancara yang saya lakukan pada bulan November 2011 dengan 6 dari 14 penderita di ruang rawat inap RSUD Kusta Donorojo, saya menemukan 4 diantaranya meresa malu saat ditanya tentang penyakitnya. (Data awal RSUD Kusta Donorojo, 2011)

Banyaknya masalah yang dihadapi penderita kusta, baik dari diri sendiri, keluarga, dan masyarakat, memberi pengaruh pada aspek psikis penderita kusta seperti konsep diri yang akan mempengaruhi dalam interaksi sosial, maka dengan alasan ini peneliti ingin mengetahui hubungan konsep diri dengan interaksi sosial pada penderita kusta di RSUD Kusta Donorojo.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, begitu kompleknya masalah yang dihadapi penderita kusta dalam berbagai aspek. Dengan demikian dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu adakah hubungan antara konsep diri dengan interaksi sosial pada penderita kusta di RSUD Kusta Donorojo.

(5)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara Konsep Diri dengan Interaksi penderita kusta dengan orang lain.

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan citra tubuh penderita kusta. b. Mendiskripsikan ideal diri penderita kusta. c. Mendiskripsikan harga diri penderita kusta. d. Mendiskripsikan peran diri penderita kusta. e. Mendiskripsikan identitas diri penderita kusta. f. Mendiskripsikan interaksi sosial pasien kusta.

g. Menganalisis hubungan citra tubuh dengan interaksi sosial penderita kusta.

h. Menganalisis hubungan ideal diri dengan interaksi sosial penderita kusta.

i. Menganalisis hubungan harga diri dengan interaksi sosial penderita kusta.

j. Menganalisis hubungan peran diri dengan interaksi sosial penderita kusta.

k. Menganalisis hubungan identitas diri dengan interaksi sosial penderita kusta.

D. Manfaat Penelitian 1. Teori

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan ilmiah dan bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya untuk lebih mengetahui konsep diri penderita kusta dalam menemukan bentuk interaksi dengan orang lain.

2. Praktis

a. Menjadi bahan masukan bagi pengambil kebijakan yang menangani penderita kusta baik Rumah Sakit maupun Dinas Kesehatan yang

(6)

terkait mengenai perlunya penerimaan masyarakat yang memberi dukungan psikis penderita kusta terhadap konsep diri dan interaksi social penderita kusta, agar bisa diterima keberadaan mereka di masyarakat.

b. Menambah wawasan bagi institusi pendidikan dalam penyajian materi yang terkait dengan hubungan konsep diri dengan interaksi sosial penderita kusta.

c. Bagi Peneliti, ingin meneliti lebih dalam mengenai konsep diri penderita kusta dan interaksi sosial yang dilakukan para penderita kusta.

E. Bidang Ilmu

Penelitian ini merupakan penelitian bidang ilmu keperawatan jiwa, bidang ilmu keperawatan komunitas dan bidang ilmu keperawatan medikal bedah.

F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Peneliti Tahun Judul Hasil

1. Akram 2010 Self Concept And Social

Adjustment Among

Physically Handicapped Persons

Konsep diri dan

penyesuaian sosial

menunjukkan arah

hubungan yang positif dengan (p-value) sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) dan r = 0.76. Ternyata penyesuaian sosial itu dipengaruhi konsep diri

2. Hartiyani 2011 Hubungan Konsep Diri Dan Kepercayaan Diri Dengan Interaksi Sosial Remaja Panti Asuhan Nur Hidayah.

Menunjukan hasil p-value 0,022 < 0,05 dengan r = 0,432. Ternyata ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dan kepercayaan diri dengan interaksi social

(7)

No Peneliti Tahun Judul Hasil 3 Rahmania

P.N

2012 Hubungan Antara Self-esteem

Dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder Pada Remaja Putri

Menunjukan hasil (p-value) sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) dengan nilai r = -0,405. Menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara self-esteem dengan kecenderungan body dysmorpihc disorder pada remaja putri. Ternyata self-esteem atau harga diri dipengaruhi oleh rasa tidak puas karena keadaan tubuh dan penampilan fisik yang tidak sesuai harapan. Hal ini menjadikan seseorang merasa tidak percaya diri kemudian menarik diri dari orang lain.

4 Ary, W.B 2009 Hubungan Konsep Diri

Dengan Penyesuaian Sosial Siswa Kelas Akselerasi Di SMP Negeri 2 Dan SMP PL Domenico Savio Semarang

Penilaian yang negatif terhadap diri sendiri akan mengarah pada penolakan diri, sehingga individu akan cenderung

mengembangkan perasaan tidak mampu, rendah diri, dan kurang percaya diri. Individu merasa tidak percaya diri ketika harus berpartisipasi dalam suatu aktivitas sosial dan memulai hubungan baru dengan orang lain. Penolakan diri juga dapat memicu munculnya sikap agresif dan perilaku negatif, sehingga individu menjadi tertutup dan kurang tertarik untuk menjalin hubungan sosial dengan orang lain.

(8)

No Peneliti Tahun Judul Hasil 5 Azizah 2008 Analisis Dampak Penyakit Kusta

Terhadap Interaksi Sosial Penderita di Kecamatan Brondong, Lamongan

Rata-rata interaksi sosial seseorang setelah didiagnosa menderita kusta untuk dimensi kerja sama, asimilasi, konflik dan daya saing secara rata-rata turun yang masing-masing menjadi 2,6 satuan, 3,1 satuan, 1,3 satuan dan 2,8 satuan, sedangkan interaksi sosial setelah didiagnosa menderita kusta untuk dimensi akomodasi dan kontravensi secara rata-rata naik yang masing-masing sebesar 4 dan 2,8 satuan

6 Khabib 2008 Hubungan Antara Tingkat Kecacatan dengan Konsep Diri Pada Penderita Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Keling Kabupaten Jepara

Dari 159 sampel yang digunakan di Pukesmas Keling sebanyak 143 orang (89,9%) mengalami kecacatan berat, memiliki konsep diri yang negatif, dan sebanyak 16 orang (10,1%) sisanya yang mengalami kecacatan ringan, memiliki konsep diri yang positif

Gambar

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

 Pertambahan panjang mutlak dan laju pertumbuhan transplant karang batu Acropora sp pada terumbu buatan besi menunjukan nilai yang lebih tinggi dari pada di

Pada bulan Juli 2010 di perairan Aceh seperti terlihat pada Gambar 1b, daerah yang memiliki klorofil-a dengan kategori subur terdeteksi di sebelah utara pulo Aceh, di sekitar

pseudomagnoliarium yang termikosis terus mengalami peningkatan setiap harinya, akan tetapi persentase mikosis tertinggi terjadi pada perlakuan P5 kerapatan spora 10 9

Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) merupakan salah satu program yang dirancang oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemendikbud, untuk memantau mutu

Proses penugasan dan penjadwalan tenaga sukarelawan ke daerah bencana dapat dimodelkan dalam goal programming dengan fungsi objektif meminimumkan biaya penalti yang diakibatkan

a) Variabel Kepemilikan manajerial pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014-2017 yang diukur dengan jumlah

Nama Jalan Status Jalan Fungsi Jalan Rumija (Terhitung dari Pagar Kiri Jalan ke Kanan Jalan) GSB Minimal (Terhitung Dari Dinding Terluar Bangunan ke As Jalan) GSS

Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Robert Gates juga memberikan pernyataan secara terbuka bahwa “kami tidak ingin Iran mengembangkan nuklir di negaranya karena dapat membuat