• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORITIS. 1. Belajar dan Pembelajaran Matematika. lain-lain. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hamalik (2014:30)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORITIS. 1. Belajar dan Pembelajaran Matematika. lain-lain. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hamalik (2014:30)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

KERANGKA TEORITIS A. Kajian Teori

1. Belajar dan Pembelajaran Matematika

Proses belajar selalu terjadi pada setiap individu. Proses belajar ini ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti terjadinya perubahan pengetahuan, pengalaman, tingkah laku, keterampilan, kebiasaan dan lain-lain. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hamalik (2014:30) “Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”.

Slameto (2003:2) menyatakan bahwa: “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Jika seseorang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya jika ia tidak belajar maka responnya menurun. Jadi belajar merupakan proses yang ditandai oleh adanya perubahan tingkah laku pada diri seseorang. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan, keterampilan maupun nilai sikap.

Menurut Aunurrahman (2012:35), ada beberapa ciri umum kegiatan belajar, yaitu:

(2)

a. Belajar merupakan kegiatan yang disengaja atau direncanakan oleh pembelajar sendiri dalam bentuk suatu aktivitas tertentu.

b. Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya.

c. Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku pada kebanyakan hal merupakan sesuatu perubahan yang dapat diamati.

Belajar merupakan komponen yang paling penting dalam setiap usaha penyelenggaraan pendidikan. Berhasil atau gagalnya pencapaian pendidikan sangat tergantung pada proses belajar mengajar yang dialami siswa dan guru baik ketika siswa berada di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Dengan kata lain, jika kegiatan belajar telah berhasil maka cara-cara pendekatan siswa dalam menghadapi tugas selanjutnya akan berubah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang secara sadar dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Melaksanakan suatu pembelajaran bukanlah suatu hal yang mudah. Agar suatu proses pembelajaran dapat berlangsung, maka harus ada siswa yang belajar dan guru yang berperan sebagai perancang, pelaksana, fasilitator, pembimbing dan penilai proses hasil pembelajaran. Konsep pembelajaran menurut Corey dalam Sagala (2010:61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus. Dari sini tampak bahwa pembelajaran mengandung arti

(3)

bahwa setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan baru.

Knirk dan Gustafson dalam Sagala (2010:64) menyatakan “Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi”. Siswa tidak lagi dipandang sebagai objek, tetapi sebagai subjek yang aktif. Oleh sebab itu, guru harus mampu merancang dan memilih strategi yang tepat yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran agar hasil yang maksimal dapat dicapai.

Guru perlu memberikan pembinaan dan bimbingan dalam pelajaran matematika kepada siswa, yang bertujuan agar siswa dapat aktif selama proses pembelajaran serta mampu menyelesaikan masalah dan mengkomunikasikan pemecahan tersebut kepada orang lain. Proses pembelajaran ini akan memberi hasil, yang pada umumnya disebut hasil pengajaran atau tujuan pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran lebih menekankan kepada bagaimana upaya guru dalam mengelola suatu kondisi sehingga siswa dapat belajar mandiri dan tercapainya hasil dari proses belajar. Siswa dalam pembelajaran dituntut untuk aktif dalam berfikir. Keterlibatan siswa secara aktif dalam hal fisik maupun mental akan memberikan suatu pencapaian yang maksimal dalam hasil pembelajaran.

Suherman (2003:62), mengemukakan bahwa “Dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah

(4)

pembentukan sifat yaitu pola berpikir kritis dan kreatif. Untuk pembinaan hal-hal tersebut, perlu diperhatikan daya imajinasi dan rasa ingin tahu anak didik. Dua hal tersebut dapat dipupuk dan ditumbuh kembangkan. Siswa harus dibiasakan untuk diberi kesempatan bertanya dan berpendapat, sehingga diharapkan proses pembelajaran matematika lebih bermakna. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika di sekolah guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, model, dan teknik yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.

Agar tercipta proses pembelajaran matematika yang baik maka guru sebagai perancang proses pembelajaran bertanggung jawab untuk menciptakan proses pembelajaran yang dapat menimbulkan semangat bagi siswa dalam memahami pelajaran yang diberikan. Guru juga mempunyai tugas untuk mendorong dan membimbing serta memberikan fasilitas belajar bagi siswa.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran matematika siswa dilibatkan secara aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan kemampuannya sendiri sehingga konsep dan prinsip matematika dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Untuk itu, pembelajaran matematika perlu dilaksanakan sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif, misalnya dengan menerapkan pembelajaran kooperatif.

(5)

2. Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2013:15) Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin dalam Isjoni (2013:15) mengemukakan, “in cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material iniatially presented by teacher”. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kaloboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

Tinzmann mengungkapkan dalam Wahab (2013:112) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran dimana peserta didik diorganisasikan untuk bekerja dan belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok-kelompok heterogen. Kelompok heterogen disukai oleh para guru yang telah memakai model cooperative learning karena beberapa alasan:

1. Kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung.

2. Kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar gender.

3. Kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga orang.

(6)

Menurut Johnson dan Sutton dalam Al-tabany (2014:112) terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu :

1. Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain.

2. Interkasi antara siswa yang semakin meningkat. Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa.

3. Tanggung jawab induvidual. Tanggung jawab invidual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal:

a. Membantu siswa yang membutuhkan bantuan,

b. Siswa tidak dapat hanya sekedar “membonceng” pada hasil kerja teman sekelompoknya

4. Ketrerampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya.

5. Proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.

Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang membedakannya dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin dalam Isjoni (2013:22), yaitu:

1. Penghargaan kelompok yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.

2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua naggota kelompok.

(7)

3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan beljar mereka sendiri.

Menurut Suherman, dkk (2003:260) ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif, hal-hal tersebut meliputi:

Pertama, para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai. Kedua, para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu. Ketiga, untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Akhirnya, para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya.

Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum mampu menguasai bahan pelajaran. Model pembelajaran kooperatif akan dapat memberikan nuansa baru di dalam pelaksanaan pembelajaran.

Para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompok. Supaya pembelajaran kooperatif lebih optimal maka keanggotaan sebaiknya heterogen, baik dari kemampuan maupun

(8)

karakteristik lainnya. Berikut ini adalah cara pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan akademis.

Tabel 2.1

Prosedur Pengelompokan Heterogenitas Berdasarkan Kemampuan Akademik Langkah 1 Mengurutkan siswa berdasarkan kemampuan akademis Langkah 2 Membentuk kelompok pertama Langkah3 Membentuk kelompok selanjutnya 1. Ani 2. David 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Yusuf 12. Citra 13.Rini 14. Basuki 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. Slamet 25. Dian 1. Ani 2. David 3. 4. 5. Citra Ani 6. 7. 8. Dian Rini 9. 10. 11. Yusuf 12. Citra 13.Rini 14. Basuki 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. Slamet 25. Dian 1. Ani 2. David 3. 4. 5. Yusuf David 6. 7. 8. Slamet Basuki 9. 10. 11. Yusuf 12. Citra 13. Rini 14. Basuki 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. Slamet 25. Dian Sumber: ( Lie 2010:42)

Dengan pembagian kelompok secara heterogen atau berdasarkan kemampuan akademis siswa serta penataan ruang kelas yang baik, maka

(9)

diharapkan pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Al-tabany (2014:117) menyatakan semua tipe pembelajaran kooperatif dilaksanakan berdasarkan langkah-langkah seperti terlihat pada Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah laku Guru

Fase 1 :

Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik belajar

Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau

masing-masing kelompok

mempresentasi hasl kerjanya

Memberikan penghargaan Guru memberikan penghargaan tertentu atas hasil belajar individu maupun kelompok

Sumber : Al-tabany (2014:117)

Jika tahap-tahap tersebut bisa dijalankan oleh guru dengan baik, maka pembelajaran kooperatif akan sangat berperan dalam mengembangkan pengetahuan siswa. Pembelajaran kooperatif memiliki

(10)

beberapa tujuan seperti yang diungkapkan Arends dalam Jufri (2013:114) yaitu :

1) Untuk meningkatkan hasil belajar akademik.

2) Mengembangkan penerimaan terhadap keberagaman atau perbedaan individual untuk membentuk sikap saling menerima dan menghargai pendapat, etnis, status sosial dan kemampuan akademik antar anggota kelompok. 3) Mengembangkan keterampilan sosial, bekerja sama dan

berfikir kritis.

Berdasarkan beberapa kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu model pembelajaran kelompok dapat dikatakan sebagai model pembelajaran kooperatif apabila semua anggota dalam masing-masing kelompok melakukan aktivitas belajar selama pembelajaran berlangsung, saling bertukar idedan pendapat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat berbagai bentuk atau tipe yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divission (STAD).

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divission (STAD)

Model pembelajaran tipe Student Teams Achievement Divission (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Shoimin (2014:185) mengemukakan bahwa Student Teams Achievement Divission (STAD) dikembangkan oleh Robert Slavin dan koleganya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar

(11)

kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

Student Teams Achievement Divisions (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi guru yang baru menggunakan pendekatan dengan cara kooperatif. STAD terdiri atas lima komponen utama antara lain presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual dan rekognisi tim (Slavin, 2005: 143).

Menurut Istarani (2012:19) Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

Slavin dan Nur dalam Al-tabany (2014:118) menyatakan bahwa pada model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.

(12)

Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling bantu.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam Rusman (2014:215) yaitu:

a. Penyampaian tujuan dan motivasi

Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan motivasi siswa untuk belajar.

b. Pembagian kelompok

Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri dari 4-6 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, ras atau etnik. c. Presentasi dari guru

Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Dijelaskan tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya.

d. Kegiatan belajar dalam Tim (Kerja Tim)

Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama

(13)

tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.

e. Kuis (Evaluasi)

Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60, 75, 84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.

f. Penghargaan Prestasi Tim

Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0–100. Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut.

1. Menghitung Skor Individu

Menurut Slavin dalam Trianto (2009:55) untuk menghitung perkembangan skor individu dihitung sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.3 sebagai berikut:

(14)

Tabel 2.3

Penghitungan Perkembangan Skor Individu

No Nilai Tes Skor

Perkembangan 1 Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar 0 poin 2 10 sampai 1 poin dibawah skor dasar 10 poin 3 Skor 0 sampai 10 poin diatas skor dasar 20 poin 4 Lebih dari 10 poin diatas skor dasar 30 poin 5 Pekerjaan sempurna (tanpa memerhatika

skor dasar)

30 poin Sumber : Trianto (2009:55)

2. Menghitung Skor Kelompok

Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua skor perkembangan individu anggota kelompok tersebut. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh skor kelompok sebagaimana dalam tabel 2.4 sebagai berikut:

Tabel 2.4

Penghitungan Perkembangan Skor Kelompok

No Rata-rata Skor Kualifikasi

1 0 ≤ 𝑁 ≤ 5

-2 6 ≤ 𝑁 ≤ 15 Tim yang Baik (Good Team)

3 16 ≤ 𝑁 ≤ 20 Tim yang baik sekali (great

team)

4 21 ≤ 𝑁 ≤ 30 Tim yang Istimewa (super

team) Sumber : Trianto (2009:55)

g. Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok

Setelah masing-masing kelompok atau tim memperoleh predikat, guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan prestasinya (kriteria tertentu yang ditetapkan guru).

(15)

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ini didasarkan pada langkah-langkah kooperatif yang terdiri atas enam langkah atau fase. Fase-fase dalam pembelajaran ini seperti disajikan dalam tabel 2.5 (Al-tabany, 2014:121)

Tabel 2.5

Langkah–Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik belajar

Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau

masing-masing kelompok

mempresentasi hasl kerjanya

Memberikan penghargaan Guru memberikan penghargaan tertentu atas hasil belajar individu maupun kelompok

Menurut Istarani (2012:20) ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) yaitu:

Kelebihan dari Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD) adalah:

(16)

a. Arah pelajaran akan lebih jelas karena pada tahap awal guru terlebih dahulu menjelaskan uraian materi yang dipelajari

b. Membuat suasana belajar lebih menyengkan karena siswa dikelompokan dalam kelompok yang heterogen. Jadi siswa tidak cepat bosan sebab mendapat kawan atau teman baru dalam pembelajaran.

c. Pembelajaran lebih terarah sebab guru terlebih dahulu menyajikan materi sebelum tugas kelompok dimulai

d. Dapat meningkatkan kerjasama antara siswa, dalam pembelajarannya siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi dalam suatu kelompok.

e. Dengan adanya pernyataan model kuis yang akan dapat meningkatkan semangat siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan

f. Dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menyerap materi ajar, sebab guru memberikan pertanyaan kepada seluruh siswa, dan sebalum kesimpulan diambil guru terlebih dahulu melakukan evaluasi pembelajaran

Kekurangan dari Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) adalah:

a. Tidak mudah bagi guru dalam menentukan kelompok yang heterogen

b. Karena kelompok ini bersifat heterogen siswa dalam satu kelompok, sebab siswa yang lemah merasa minder ketika digabungkan dengan siswa yang kuat. Atau adanya siswa yang merasa tidak pas, jika digabungkan dengan yang dianggapnya bertentangan dengannya.

c. Dalam diskusi adakalanya hanya dikerjakan oleh beberapa siswa saja, sementara yang laiinya hanya sekedar pelengkap saja.

d. Dalam evaluasi seringkali siswa menyontek dari temannya sehingga tidak murni berdasarkan kemampuannya sendiri.

4. Minat Belajar Matematika Siswa

Minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat juga diartikan sebagai rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh Slameto (2003: 180). Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut maka semakin besar minat. Minat adalah sesuatu

(17)

pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungan.

Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal dari pada hal lainnya, dapat pula dimenifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu cendrung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.

Minat besar pengaruhnya dalam belajar, karena bila bahan pembelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik bagi siswa untuk belajar, siswa tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran itu. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan yang mengarahkan manusia terhadap bidang-bidang yang ia sukai dan tekuni tanpa adanya keterpaksaan dari siapapun. Minat pula yang mengarahkan manusia untuk berprestasi dalam berbagai hal atau bidang yang ia sukai dan tekuni. Seseorang yang mempunyai minat terhadap suatu hal atau bidang tertentu, maka ia akan senantiasa mengarahkan dirinya terhadap bidang tersebut dan senang menekuninya dengan sungguh- sungguh tanpa adanya paksaan. Apabila seorang guru ingin berhasil dalam melakukan kegiatan belajar mengajar harus dapat memberikan rangsangan kepada murid agar ia berminat dalam mengikuti proses belajar mengajar tersebut. Apabila murid sudah merasa berminat mengikuti pelajaran, maka ia akan dapat mengerti dengan mudah dan sebaliknya apabila murid

(18)

merasakan tidak berminat dalam melakukan proses pembelajaran ia akan merasa tersiksa mengikuti pelajaran tersebut.

Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada. Disamping memanfaatkan minat yang telah ada, Tanner dalam Slameto (2010:182) menyarankan agar para pengajar juga berusaha membentuk minat-minat baru pada diri siswa. Ini dapat dicapai dengan jalan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, menguraikan kegunaannya bagi siswa dimasa yang akan datang, selain itu diusahakan agar siswa memiliki minat yang lebih besar dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya dengan bahan pelajaran yang dipelajari siswa.

Sardiman (2003:45) mengemukakan minat muncul karena adanya kebutuhan, proses belajar akan berjalan lancar apabila disertai dengan minat. Membangkitkan minat siswa adalah dengan cara berikut :

a. Membangkitkan karna adanya suatu kebutuhan

b. Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau c. Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik d. Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.

Menurut Slameto (2003:58) siswa yang berminat dalam belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

(19)

a) Mempunyai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus menerus.

b) Ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang diminati.

c) Memperoleh suatu kebanggaan dan kepuasan pada sesuatu yang diminati. Ada rasa keterikatan pada sesuatu aktivitas-aktivitas yang diminati.

d) Lebih menyukai suatu hal yang menjadi minatnya daripada yang lainnya.

e) Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan.

Menurut Slameto (2010:180) beberapa indikator minat belajar yaitu: perasaan senang, ketertarikan, penerimaan, dan keterlibatan siswa. Dari beberapa definisi yang dikemukakan mengenai indikator minat belajar tersebut diatas, dalam penelitian ini menggunakn indikator minat yaitu: a. Perasaan senang

Apabila seorang siswa memiliki perasaan senang terhadap pelajaran tertentu maka tidak akan ada rasa terpaksa untuk belajar. Contohnya yaitu senang mengikuti pelajaran, tidak ada perasaan bosan, dan hadir saat pelajaran.

b. Keterlibatan Siswa

Ketertarikan seseorang akan obyek yang mengakibatkan orang tersebut senang dan tertarik untuk melakukan atau mengerjakan kegiatan dari obyek tersebut. Contoh: aktif dalam diskusi, aktif bertanya, dan aktif menjawab pertanyaan dari guru.

(20)

c. Ketertarikan Siswa

Berhubungan dengan daya dorong siswa terhadap ketertarikan pada sesuatu benda, orang, kegiatan atau bias berupa pengalaman afektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri. Contoh: antusias dalam mengikuti pelajaran, tidak menunda tugas dari guru.

d. Perhatian Siswa

Minat dan perhatian merupakan dua hal yang dianggap sama dalam penggunaan sehari-hari, perhatian siswa merupakan konsentrasi siswa terhadap pengamatan dan pengertian, dengan mengesampingkan yang lain. Siswa memiliki minat pada obyek tertentu maka dengan sendirinya akan memperhatikan obyek tersebut. Contoh: mendengarkan penjelasan guru dan mencatat materi.

Dari seluruh indikator minat belajar diatas diharapkan dapat mengungkapkan minat belajar siswa yang sesungguhnya.

5. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Abdurrahman,2003:38). Tujuan pembelajaran telah terpenuhi jika dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa setelah diberikan materi pelajaran. Hasil belajar merupakan perubahan prilaku berupa pengetahuan, keterampilan, sikap atau informasi baru yang diperoleh siswa setelah berinteraksi dengan lingkungan dalam suasana atau kondisi pembelajaran.

(21)

Hasil belajar diperoleh setelah melakukan evaluasi. Hasil evaluasi kemudian diolah oleh guru, hasil belajar merupakan tolak ukur untuk melihat seseorang sudah melakukan proses belajar. Sudjana (2009:22) mengatakan: “Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.

Hasil belajar diklasifikasikan menjadi 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Menurut Benyamin Bloom dalam Sudjana (2009:22) menyatakan bahwa:

a. Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni: Pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

b. Ranah Afektif adalah berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.

c. Ranah psikomotor adalah berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

(22)

Berdasarkan beberapa pendapat tentang hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif dan psikomotor dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu. Hasil belajar yang diperoleh merupakan suatu tingkat penguasaan terhadap apa yang telah dipelajarinya di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilan.

6. Pembelajaran Konvensional

Konvensional menurut Poerwadarminta (2006:614) adalah “Menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan”. Jadi pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang sering dilakukan sebagian besar guru dalam proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berorientasi pada guru, dimana hampir seluruh pembelajaran didominasi oleh guru. Menurut Nasution (2000:209) pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

e. Bahan tidak dirumuskan secara spesifik ke dalam kelakuan yang dapat di ukur.

f. Bahan pembelajaran diberikan kepada kelompok atau kelas secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual.

g. Bahan pembelajaran umum disajikan dalam bentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis dan media lain menurut pertimbangan guru. h. Berorientasi pada kegiatan guru dan mengutamakan kegiatan

mengajar.

i. Siswa kebanyakan bersikap pasif mendengar uraian. j. Semua siswa harus belajar menurut kecepatan guru.

k. Penguatan umumnya sebagai penyebar dan penyalur informasi utama.

l. Siswa biasanya mengikuti beberapa tes atau ulangan mengenai bahan yang dipelajari dan berdasarkan angka hasil tes atau ulangan itulah nilai rapor yang diisikan.

(23)

Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan di SMP N 46 Sijunjung. Proses pembelajaran yang berlangsung di SMP N 46 Sijunjung adalah setelah kegiatan pendahuluan, kegiatan pembelajaran dimulai dengan penyajian materi pelajaran dengan metode ceramah atau ekspositori kemudian dilanjutkan dengan pemberian contoh soal oleh guru. Setelah guru merasa siswa telah mengerti dengan materi dan contoh soal yang telah diberikan, siswa akan diberi latihan. Beberapa siswa akan mengerjakan latihan di papan tulis kemudian guru mengulas kembali pekerjaan siswa sampai akhirnya guru merasa yang telah dijelaskan dapat dimengerti oleh siswa. Di akhir pembelajaran guru memberikan tugas untuk dikerjakan siswa dirumah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan di SMP N 46 Sijunjung lebih menitik beratkan pada keaktifan guru.

B. Penelitian Relevan

Untuk menghindari pengulangan penelitian dengan pokok permasalahan yang sama, maka penulis memiliki referensi pendukung berupa penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dan relevan dengan penelitian yang akan penulis lakukan.

Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan penulis lakukan ini adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Amalina (2012) dengan judul penelitian “Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe student teams

(24)

achievement division untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa SMPN 3 Padang” dengan hasil penelitian yaitu aktivitas belajar siswa meningkat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah peneliti menerapkan tipe Student Team

Achievemen Division (STAD) dalam pembelajaran matematika dalam

upaya meningkatkan minat belajar dan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 46 Sijunjung untuk membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Dengan menerapkan tipe STAD, siswa mampu memahami materi sehingga siswa dapat memecahkan masalah yang diberikan serta dapat meningkatkan hasil belajar.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Herbet Siburian (2013) dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Materi Lingkaran Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Langsa Tahun Pelajaran 2012/2013” dengan hasil penelitian yaitu pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD hanya untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Langsa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah peneliti menerapkan tipe Student Team Achievemen Division (STAD) dalam pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan minat belajar dan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 46 Sijunjung untuk membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Dengan menerapkan tipe STAD, siswa mampu memahami materi sehingga siswa

(25)

dapat memecahkan masalah yang diberikan serta dapat meningkatkan hasil belajar.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Melia Wardani (2012) dengan judul penelitian “Peningkatan hasil belajar matematika siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe student teams achievement division” dengan hasil penelitian yaitu hasil belajar siswa meningkat dengan menggunakan model kooperatif tipe student teams achievement division. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah peneliti menerapkan tipe

Student Team Achievemen Division (STAD) dalam pembelajaran

matematika dalam upaya meningkatkan minat belajar dan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 46 Sijunjung untuk membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Dengan menerapkan tipe STAD, siswa mampu memahami materi sehingga siswa dapat memecahkan masalah yang diberikan serta dapat meningkatkan hasil belajar.

4. Penelitian Mariani, SPd (Jurnal penelitian guru Indonesia, No. 1, Oktober 2016) dengan judul: “Peningkatan Aktivitasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII.1 SMPN 7 Kubung dengan menggunakan Model pembelajaran Kooperatif tipe STAD” dengan hasil penelitian yaitu pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD cukup meningkatkan aktivitasi dan hasil belajar siswa. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah peneliti menerapkan tipe Student Team

Achievemen Division (STAD) dalam pembelajaran matematika dalam

(26)

kelas VIII SMP N 46 Sijunjung untuk membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Dengan menerapkan tipe STAD, siswa mampu memahami materi sehingga siswa dapat memecahkan masalah yang diberikan serta dapat meningkatkan hasil belajar.

5. Penelitian Sang Ayu Kade Swintari, M. Tawil Made Ali dan I nyoman (Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 04 Nomor 01 September 2016) dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Garis Bilangan untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Perkalian Dan Pembagian Bilangan Bulat Kelas VII SMP Advent Palu” dengan hasil penenlitian yaitu kemampuan pemahaman siswa pada pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD secara keseluruhan berada pada kualifikasi baik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah peneliti menerapkan tipe Student Team Achievemen Division (STAD) dalam pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan minat belajar dan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 46 Sijunjung untuk membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Dengan menerapkan tipe STAD, siswa mampu memahami materi sehingga siswa dapat memecahkan masalah yang diberikan serta dapat meningkatkan hasil belajar.

(27)

C. Kerangka Konseptual

Proses belajar mengajar yang selama ini dilaksanakan dalam pembelajaran matematika belum mampu mengoptimalkan minat siswa untuk belajar maksimal, sehingga berimbas pada pemahaman siswa dalam memahami materi pelajaran. Dalam matematika, kesalahan dalam mempelajari suatu konsep terdahulu akan berpengaruh terhadap penguasaan konsep berikutnya karena matematika merupakan pelajaran yang terstruktur. Oleh karena itu, guru sebagai komponen utama dalam proses pembelajaran dituntut untuk mampu menarik minat siswa dan menumbuhkan motivasi dalam pembelajaran matematika dan mampu menyajikan materi sehingga lebih mudah dipahami siswa.

Untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan siswa harus memiliki minat terhadap pelajaran serta mampu memahami konsep materi pelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru berusaha melibatkan siswa secara aktif dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bersama dalam tim dan saling membantu satu sama lainnya. Untuk menciptakan suasana seperti ini, salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan model pembelaran kooperatif tipe STAD. Ketika belajar bersama dalam Tim siswa dibekali dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisikan ringkasan materi ajar, contoh soal dan soal-soal latihan sebagai bahan diskusi.

Melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa diharapkan mendapatkan pemerataan kesempatan dalam mengeluarkan pendapat baik

(28)

dalam bertanya, ditanya, menjelaskan dan mengerjakan tugas atau kuis, selain itu masing-masing siswa dapat menghargai pendapat temannya yang lain dan tidak terjadi peranan yang dominan dalam satu kelompok saat siswa belajar dalam kelompok. Dalam pembelajaran ini siswa juga dituntut untuk memiliki rasa tanggung jawab kepada diri sendiri dan kelompoknya, karena masing-masing siswa perwakilan kelompok akan diminta untuk menampilkan hasil diskusi kelompok mereka di depan kelas dan setelah itu siswa diberikan kuis untuk dikerjakan secara individu. Skor kuis tersebut akan mempengaruhi skor tim, sehingga setiap anggota tim harus benar-benar menguasai materi. Jika siswa sudah termotivasi dan berminat untuk belajar maka dengan sendirinya siswa akan belajar dengan baik dengan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, dengan demikian hasil belajar siswa akan meningkat.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah: Hasil belajar matematika siswa setelah diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dari pada hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas VIII SMP N 46 Sijunjung tahun ajaran 2017/2018.

Referensi

Dokumen terkait

Penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian laporan yaitu dosen utama, dosen pembimbing, dan terutama

Saudara diminta untuk menyiapkan seluruh data/dokumen penawaran dan kualifikasi perusahaan yang asli dan sah sesuai yang disampaikan dalam penawaran dan dapat

Kepada seluruh peserta Pengadaan Jasa Konsultansi yang merasa keberatan atas ditetapkannya pemenang tersebut di atas, dapat mengajukan sanggahan secara online kepada Pokja

Dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh sistem akan diperoleh nilai bobot dari hasil training yang akan digunakan untuk testing dan prediksi data.. Sistem prediksi

Setelah IPR diperoleh, untuk pemanfaatan ruang yang peruntukannya hunian perumahan lebih dari 3 (tiga) bangunan, komersial, jasa, perkantoran, pendidikan, industri,

Pendapat tersebut dapat dilihat melalui penelitian ini dimana terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi masyarakat tentang menguras, mengubur, dan menutup (3M)

Hasil uji statistik menyimpulkan bahwa ada kontribusi fungsi sosial keluarga terhadap perilaku remaja merokok p=0,000, dengan nilai OR=3,7 , artinya keluarga

Oleh karena itu, Islam mewajibkan umatnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja keras untuk mencapai kesejahteraan ekonomi, mereka juga diperintahkan untuk memilih