• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BERITA DAERAH KOTA DEPOK

NOMOR 14 TAHUN 2013

PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2013

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN IZIN PEMANFAATAN RUANG DAN RENCANA TAPAK (SITE PLAN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DEPOK,

Menimbang : a. bahwa dengan pesatnya pembangunan fisik, menumbuhkan konsekuensi bagi Pemerintah Kota Depok

untuk mengendalikan, menata dan mengembangkan secara tertib, terarah dan terpadu;

b. bahwa untuk pengendalian, penataan, penertiban tata ruang termasuk didalamnya pendirian bangunan perlu adanya ketentuan yang mengatur sehingga perkembangan pembangunan di wilayah Kota Depok sejalan dengan nilai– nilai keindahan dan ketertiban;

c. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 15 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan Ruang, maka perlu dijabarkan Tata cara Pengajuan Izin Pemanfaatan Ruang dan Rencana Tapak (Site Plan);

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan

(2)

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

2. Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau

Kuasanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 2106);

3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214);

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828);

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

(3)

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5059);

(4)

12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor );

14. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

(5)

18. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin

Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5285);

21. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;

22. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri;

23. Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur;

24. Peraturan Menteri Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi;

25. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 09 Tahun 2009 tentang Penyerahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di Daerah;

(6)

27. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah;

28. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 03 Tahun 2006

tentang Bangunan dan Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2006 Nomor 03,

Tambahan Lembaran Daerah Kota Depok Nomor 58);

29. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 07 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Wajib dan Pilihan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Depok (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2008 Nomor 07);

30. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 03 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perizinan dan Pendaftaran Usaha Bidang Perindustrian dan Perdagangan (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2011 Nomor 03);

31. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 04 Tahun 2011 tentang Izin Pembuangan dan Pemanfaatan Air Limbah (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2011 Nomor 04); 32. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 08 Tahun 2008

tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2008 Nomor 08) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 19 Tahun 2012 tentang Perubahan

Ketiga Atas Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 08 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah

(7)

33. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 15 Tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan Ruang (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2011 Nomor 15);

34. Peraturan Walikota Depok Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pengolahan Air Limbah Domestik (Berita Daerah Kota Depok Tahun 2012 Nomor 17);

35. Peraturan Walikota Depok Nomor 35 Tahun 2012 tentang Zonasi Pendirian Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2012 Nomor 35);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG TATA CARA PENGAJUAN

IZIN PEMANFAATAN RUANG DAN RENCANA TAPAK (SITE PLAN).

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan :

1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Depok sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

2. Kota adalah Kota Depok.

3. Walikota adalah Walikota Depok.

4. Dinas Tata Ruang dan Permukiman adalah Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kota Depok.

(8)

6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

7. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional yang telah ditetapkan.

8. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang selanjutnya disebut RTRW Kota adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah kota yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah.

9. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disebut RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kota.

10. Rencana tapak atau yang bisa disebut site plan adalah hasil perencanaan terhadap lahan yang dimohonkan dan berisi pengaturan ruang yang akan menampung aktivitas kegiatan yang diusulkan.

11. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

12. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

(9)

14. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha, dan lembaga atau suatu organisasi yang kegiatannya dibidang bangunan, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli yang berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan.

15. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

16. Badan Hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh Warga Negara Indonesia yang kegiatannya dibidang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. 17. Pemohon adalah perseorangan dan/atau badan hukum. 18. Perseorangan adalah yang berkaitan dengan orang secara

pribadi.

19. Perusahaan adalah badan hukum yang telah memperoleh izin untuk melakukan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(10)

21. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan hukum untuk menggunakan tanah dengan luas tertentu yang dimaksudkan agar penggunaan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang atau setidak-tidaknya tercapai keserasian dan optimasi pemanfaatan ruang.

22. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah suatu ijin untuk mendirikan, memperbaiki, mengubah atau merenovasi suatu bangunan termasuk ijin bagi bangunan yang sudah berdiri yang dikeluarkan oleh Walikota.

23. Kawasan adalah wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan lingkup pengamatan fungsi tertentu.

24. Kawasan Perdagangan dan Jasa adalah kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan, yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada satu kawasan perkotaan. 25. Kawasan Peruntukan Industri adalah kawasan tempat

pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang. Kawasan peruntukan industri meliputi industri kecil/mikro, industri menengah dan industri besar.

26. Kawasan Permukiman adalah kawasan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung bagi peri kehidupan dan penghidupan.

(11)

28. Pengembang perumahan yang selanjutnya disebut pengembang adalah lembaga berbadan hukum penyelenggara pembangunan perumahan dan permukiman. 29. Persil adalah sebidang tanah yang diatasnya tidak terdapat

bangunan atau terdapat bangunan sebagai tempat tinggal atau tempat kegiatan lainnya milik pribadi atau Badan termasuk parit, selokan, pagar, riol dan lain sebagainya; 30. Jalan adalah jalur yang direncanakan atau digunakan untuk

lalu lintas kendaraan dan orang.

31. Lahan adalah bidang tanah untuk maksud pembangunan fisik.

32. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan perumahan dan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

33. Sarana adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya.

34. Utilitas adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan, yang membutuhkan pengelolaan berkelanjutan dan profesional agar dapat memberikan pelayanan memadai kepada masyarakat.

35. Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas adalah penyerahan berupa tanah dengan bangunan dan/atau tanah tanpa bangunan dalam bentuk aset dan tanggung jawab pengelolaan dari pengembang kepada pemerintah daerah. 36. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai

(12)

37. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah vertikal maupun horizontal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

38. Satuan Ruang Parkir, yang selanjutnya disebut SRP adalah ukuran luas efektif untuk meletakkan kendaraan (mobil penumpang, bus/truk, atau sepeda motor) termasuk ruang bebas dan lebar buka pintu. Untuk hal-hal tertentu bila tanpa penjelasan, SRP adalah SRP mobil penumpang.

39. Right of Way, yang selanjutnya disebut ROW adalah ruang milik jalan yaitu sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang.

BAB II RUANG LINGKUP

Pasal 2

Ruang Lingkup yang diatur dalam Peraturan Walikota ini yaitu : a. Tata cara pengajuan Izin Pemanfaatan Ruang (IPR);

(13)

BAB III

TATA CARA PENGAJUAN IZIN PEMANFAATAN RUANG (IPR) Bagian Kesatu

Umum Pasal 3

(1)Setiap orang pribadi atau badan yang akan memanfaatkan ruang untuk kegiatan tertentu terlebih dahulu harus memperoleh IPR dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk. (2)IPR berlaku selama lokasi tersebut dipakai sesuai dengan

pemanfaatannya dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

(3)IPR disahkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

(4)IPR merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Pasal 4

(1)Objek IPR adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi bangunan yang diajukan.

(2)Fungsi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. fungsi hunian; b. fungsi keagamaan; c. fungsi sosial budaya; d. fungsi usaha; dan e. fungsi khusus.

(3)Fungsi hunian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a antara lain meliputi:

(14)

c. rumah tinggal sementara; dan d. rumah susun.

(4)Fungsi keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, antara lain meliputi :

a. Masjid, langgar/mushola; b. gereja;

c. pura;

d. vihara;dan

e. kelenteng, lithang.

(5)Fungsi sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, antara lain meliputi :

a. pendidikan; b. kebudayaan;

c. pelayanan kesehatan; d. laboratorium; dan e. pelayanan umum.

(6)Fungsi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d antara lain meliputi:

a. perkantoran;

b. perdagangan dan jasa; c. industri;

d. wisata dan rekreasi; e. terminal; dan

f. penyimpanan.

(7)Fungsi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e antara lain meliputi:

a. bangunan untuk reaktor nuklir; b. instalasi militer; dan

(15)

Pasal 5

(1) Bangunan yang memiliki 2 (dua) atau lebih fungsi bangunan, maka fungsi bangunan yang dipergunakan adalah fungsi bangunan utama.

(2) Apabila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan utamanya.

Bagian Kedua

Tata Cara dan Persyaratan Pengajuan IPR Pasal 6

(1) Setiap orang atau badan mengajukan permohonan IPR secara tertulis kepada Walikota melalui Kepala OPD yang menangani bidang Perizinan.

(2) Untuk permohonan IPR fungsi hunian non tunggal, pemohon harus berbadan hukum.

Pasal 7

Permohonan IPR diajukan dengan melampirkan persyaratan umum sebagai berikut :

a. fotokopi surat bukti kepemilikan/penguasaan tanah, yang berupa sertifikat/girik/surat bukti penguasaan tanah;

b. fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terakhir;

c. fotokopi Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku;

d. Surat Kuasa (bermaterai) apabila permohonan pengurusan izin dilakukan oleh bukan pemilik lahan;

(16)

f. dokumen pengelolaan lingkungan;

g. denah lokasi tanah/rute jalan menuju lokasi; h. foto lokasi yang dimohon;

i. Akta Pendirian Perusahaan/Yayasan dan perubahannya bagi pemohon yang berbadan hukum;

j. NPWP bagi pemohon yang berbadan hukum.

Pasal 8

Persetujuan warga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e, diatur sebagai berikut :

a. Untuk bangunan rumah tinggal tunggal, dimintakan persetujuan warga yang berbatasan langsung dengan lokasi

bangunan dimohon dan diketahui oleh Ketua RT dan Ketua RW setempat.

b. Untuk bangunan selain rumah tinggal tunggal, dimintakan persetujuan warga yang berbatasan langsung dengan lokasi bangunan dimohon dan diketahui oleh Ketua RT, Ketua RW, Kepala Kelurahan dan Kepala Kecamatan setempat.

Pasal 9

Selain Persyaratan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, terdapat persyaratan khusus atau tertentu untuk hal-hal sebagai berikut :

(17)

b. permohonan untuk bidang tanah dengan status tanah girik harus melampirkan :

1. berita acara penegasan batas tanah yang ditandatangani oleh pemohon dan pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah dimohon;

2. fotokopi dokumen yang dilegalisir oleh Kepala Kelurahan setempat, berupa :

a) girik;

b) surat pernyataan tidak sengketa;

c) Surat penguasaan fisik secara sporadik; d) surat keterangan riwayat tanah.

c. permohonan untuk bidang tanah dengan surat tanah lebih dari satu harus melampirkan peta rincik dan daftar surat tanah;

d. permohonan untuk bidang tanah yang tidak memiliki akses jalan, harus melampirkan surat pernyataan dari pemilik tanah yang dipakai untuk jalan diketahui oleh RT/RW setempat dan fotocopy surat tanah yang menjadi akses jalan tersebut;

e. Permohonan untuk bidang tanah dengan akses jalan melalui sungai/saluran harus melampirkan rekomendasi teknis jembatan dari OPD yang membidangi Sumber Daya Air;

(18)

g. permohonan untuk bidang tanah dengan nama pemohon dan nama pemilik tanah sesuai surat tanah yang berbeda, namun masih dalam hubungan keluarga inti, harus melampirkan kartu keluarga, surat pernyataan tidak keberatan pengurusan IPR atas nama salah satu dari ahli waris dan surat pernyataan tidak sengketa dari pihak yang bersangkutan;

h. permohonan untuk bidang tanah fungsi keagamaan wajib melampirkan rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Pasal 10

Tata cara permohonan IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, sebagai berikut :

a. pemohon mengajukan permohonan IPR dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan/atau Pasal 9 kepada Kepala OPD yang membidangi Perizinan; b. terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

dilakukan pemeriksaan administrasi terhadap kelengkapan persyaratan pengajuan IPR;

c. dalam hal berkas permohonan dinyatakan lengkap secara administrasi, selanjutnya didaftarkan di loket pendaftaran dan dibuatkan tanda terima berkas;

d. setelah berkas didaftarkan, dilakukan pemeriksaan dan penelitian oleh Tim teknis, dan dilanjutkan dengan peninjauan lapangan (survei);

(19)

f. berdasarkan Berita Acara Hasil Peninjauan Lapangan sebagaimana dimaksud pada huruf e, dilakukan penggambaran/pemetaan terhadap obyek yang dimohon; g. hasil pemeriksaan teknis, peninjauan lapangan dan

penggambaran/pemetaan sebagai dasar untuk menerima atau menolak permohonan IPR yang dituangkan dalam Rekomendasi;

h. apabila berdasarkan hasil Rekomendasi, permohonan IPR ditolak, maka dibuatkan surat jawaban penolakan permohonan kepada pemohon dengan disertai alasan penolakan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk;

i. apabila berdasarkan hasil Rekomendasi, permohonan IPR diterima, maka IPR disahkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk;

j. dokumen IPR yang disahkan sebagaimana dimaksud pada huruf i, diberikan kepada pemohon dan selanjutnya dijadikan sebagai salah satu persyaratan dalam pengajuan siteplan dan IMB.

Bagian Ketiga Perubahan IPR

Pasal 11

(20)

(2) Tata cara pengajuan perubahan IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10 dengan disertai IPR Asli yang diperoleh sebelumnya.

Bagian Keempat

Jangka Waktu Proses Pengesahan IPR Pasal 12

(1) Jangka waktu proses IPR ditetapkan 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak pemohon mendapat nomor pendaftaran dari OPD yang membidangi Perizinan.

(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan apabila pada saat pemeriksaan teknis dan peninjauan lapangan terdapat permasalahan.

BAB IV

TATA CARA PENGAJUAN RENCANA TAPAK (SITE PLAN) Bagian Kesatu

Umum Pasal 13

(21)

Bagian Kedua

Tata Cara dan Persyaratan Pengajuan Rencana Tapak (Site plan)

Pasal 14

Setiap orang atau badan mengajukan permohonan rencana tapak (site plan) secara tertulis kepada Walikota melalui Kepala OPD yang membidangi Perizinan.

Pasal 15

(1) Permohonan rencana tapak (site plan) diajukan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut :

a. fotokopi dokumen IPR yang telah diperoleh;

b. gambar rencana tapak (site plan) yang dibuat dan ditandatangani oleh pemohon terdiri dari:

1. tata letak; dan

2. tata drainase dan tata hijau.

c. surat pernyataan penyerahan sarana, prasarana dan utilitas disertai titik koordinat lahan sarana dan taman yang akan diserahkan bagi kegiatan bangunan hunian rumah deret/perumahan.

(2) Gambar rencana tapak (site plan) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b secara umum memuat hal-hal sebagai berikut :

a. nama objek rencana tapak dan lokasi; b. nama perusahaan dan alamat;

c. peta orientasi lokasi, arah mata angin dan skala; d. legenda peta;

e. pemanfaatan ruang/jenis kegiatan;

(22)

g. nomor IPR;

h. nomor rekomendasi teknis; dan

i. tanda tangan pejabat yang berwenang.

(3) Khusus untuk Gambar tata letak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat juga hal-hal khusus sebagai berikut :

a. perencanaan tata bangunan meliputi denah, tampak depan dan tampak samping bangunan, kecuali untuk bangunan fungsi hunian deret;

b. perencanaan tata kavling khusus untuk bangunan fungsi hunian deret;

c. sirkulasi yang menggambarkan akses keluar masuk bangunan dengan penampang jalannya;

d. penataan parkir;

e. perhitungan luas lahan dan prosentasenya untuk efektif kavling beserta parkir, jalan dan taman; dan

f. titik tempat sampah beserta penampangnya.

(4) Khusus untuk gambar peta tata drainase dan hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat juga hal-hal khusus sebagai berikut :

a. arah aliran dan penampang saluran drainase;

b. penempatan taman/RTH termasuk penempatan pohon; c. titik septictank beserta penampangnya;

d. titik sumur resapan beserta penampangnya; e. titik IPAL beserta penampangnya; dan

(23)

(5) Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dibuat dengan mengacu pada dokumen lingkungan yang telah disahkan.

Pasal 16

(1) Rencana tapak (site plan) dicetak pada kertas kalkir ukuran A1 dengan skala peta yang disesuaikan dengan ukuran kertas.

(2) Luasan lahan di rencana tapak harus sama dengan luas lahan yang ada di dokumen IPR.

Pasal 17 Untuk jenis kegiatan bangunan :

a. hunian rumah deret/perumahan; b. hunian rumah susun;

c. perdagangan/komersial dan jasa; d. perkantoran;

e. pendidikan; f. industri; g. gudang;dan

h. keagamaan/sarana ibadah.

selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 juga memenuhi ketentuan khusus sebagai berikut :

1. kegiatan hunian rumah deret/perumahan meliputi :

(24)

b) Dari kewajiban 40 (empat puluh) persen untuk PSU sebagaimana dimaksud pada huruf a) :

1) minimal 5 (lima) persen dipergunakan sebagai sarana RTH/taman;

2) minimal 5 (lima) persen dipergunakan sebagai sarana sosial (tempat ibadah, balai warga, lapangan olahraga);dan

3) maksimal 30 (tiga puluh) persen dipergunakan sebagai prasarana jalan dan saluran.

c) lokasi sarana RTH dan sarana sosial harus mudah dijangkau oleh penghuni perumahan, bukan merupakan lahan sisa, dapat dimanfaatkan oleh penghuni;

d) ROW jalan minimum 5 (lima) meter dengan saluran tertutup dan minimal 6 (enam) meter dengan saluran terbuka;

e) sarana RTH/taman ditanami pohon pelindung dan tidak dapat dialihfungsikan;

f) setiap kavling harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sampah, septictank, sumur resapan dan pohon buah;

g) pengembang wajib menyerahkan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) kepada Pemerintah Kota Depok, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;

h) rencana tapak (site plan) menjadi dasar pemecahan kavling;

(25)

2. kegiatan hunian rumah susun, meliputi:

a. pembangunan rumah susun harus memperhatikan faktor-faktor kenyamanan, kesehatan, ekonomis, efisien, keamanan dan disesuaikan dengan perencanaan menyeluruh dari perencanaan lingkungan rumah susun; b. rumah susun harus dilengkapi sarana lingkungan yang

berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, termasuk sarana perniagaan, sarana ibadah, sarana kesehatan, sarana pemerintahan dan pelayanan umum serta pertamanan (ketentuan teknis tentang penyediaan sarana prasarana hunian susun diatur dalam tabel lampiran 1);

c. dilengkapi dengan sarana parkir minimal 1 SRP tiap satu unit/kamar;

d. dilengkapi dengan alat transportasi bangunan, akses jalan masuk untuk kendaraan pemadam kebakaran, pintu dan tangga darurat kebakaran, alat dan sistem alarm kebakaran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir, dan jaringan-jaringan air bersih, saluran pembuangan air hujan, saluran pembuangan air limbah, tempat pewadahan sampah, tempat jemuran, kelengkapan pemeliharaan bangunan, jaringan listrik, generator listrik, gas, tempat untuk kemungkinan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya, yang memenuhi persyaratan teknis; dan

(26)

3. kegiatan perdagangan/komersial dan jasa meliputi :

a. pendirian pasar tradisional wajib menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) buah kendaraan roda empat untuk setiap 100 (seratus) meter persegi luas lantai penjualan;

b. pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern termasuk minimarket wajib menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 (enam puluh) meter persegi luas lantai penjualan;

c. pendirian hotel wajib menyediakan areal parkir paling sedikit 1 (satu) unit kendaraan roda empat untuk setiap 2 (dua) unit kamar hotel;

d. lahan parkir dalam 1 (satu) persil dimanfaatkan menjadi tempat parkir bersama dan tidak boleh di pagar; dan

e. untuk semua kegiatan perdagangan dan jasa, ruang terbuka hijau (RTH) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Kegiatan perkantoran meliputi :

a. perkantoran harus dilengkapi dengan sarana parkir minimal 1,5 SRP tiap 100 (seratus) m² luas lantai;

b. lahan parkir dalam 1 (satu) persil dimanfaatkan menjadi tempat parkir bersama dan tidak boleh di pagar;

c. perkantoran dilengkapi dengan pedestrian, sistem pemadam kebakaran, tempat ibadah dan pos keamanan; dan

(27)

5. Kegiatan pendidikan meliputi :

a. dilengkapi dengan sarana parkir; dan

b. ketentuan mengenai penyediaan sarana dan prasarana minimum pada masing-masing tingkat pendidikan mengikuti peraturan perundang-undangan.

6. Kegiatan industri meliputi :

a. menyediakan ruang terbuka hijau; b. mempergunakan air baku;

c. penyediaan tempat parkir; d. kegiatan bongkar muat; e. instalasi pengolahan limbah;

f. penyediaan tempat sampah sementara; g. penyediaan hidran;

h. akses jalur evakuasi; dan i. sarana pendukung lainnya. 7. Kegiatan gudang meliputi :

a. menyediakan sarana parkir;

b. menyediakan ruang terbuka hijau; c. kegiatan bongkar muat;

d. penyediaan tempat sampah sementara; e. penyediaan hidran;

f. akses jalur evakuasi; dan g. sarana pendukung lainnya.

8. Kegiatan keagamaan/sarana ibadah meliputi: a. menyediakan sarana parkir; dan

(28)

Pasal 18

Tata cara pengajuan rencana tapak (site plan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 meliputi:

a. pemohon mengajukan permohonan rencana tapak (site plan) dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16 dan/atau Pasal 17 kepada Kepala OPD yang membidangi Perizinan;

b. terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilakukan pemeriksaan administrasi terhadap kelengkapan persyaratan pengajuan rencana tapak (site plan);

c. dalam hal berkas permohonan dinyatakan lengkap secara administrasi, selanjutnya didaftarkan di loket pendaftaran dan dibuatkan tanda terima berkas;

d. setelah berkas didaftarkan, dilakukan pemeriksaan dan penelitian oleh Tim teknis dan dilanjutkan dengan peninjauan lapangan (survei);

e. berdasarkan hasil peninjauan lapangan sebagaimana dimaksud dalam huruf d dituangkan dalam Berita Acara Hasil Peninjauan Lapangan;

f. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan teknis dan peninjauan lapangan diperlukan perbaikan terhadap rencana tapak (site plan) yang diajukan pemohon maka Tim Teknis menyampaikan kepada pemohon melalui OPD yang membidangi Perizinan untuk diperbaiki;

(29)

h. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan teknis dan peninjauan lapangan rencana tapak (site plan) yang diajukan telah sesuai dengan ketentuan, maka Tim Teknis mengeluarkan Rekomendasi;

i. berdasarkan rekomendasi dari Tim Teknis sebagaimana dimaksud pada huruf h, rencana tapak (site plan) disahkan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

Bagian Ketiga

Perubahan Rencana Tapak (Site plan) Pasal 19

(1) Rencana tapak yang telah disahkan dapat diubah dengan ketentuan sebagai berikut :

a. penambahan luas lahan;

b. perubahan bentuk dan luasan kavling; c. penambahan atau pengurangan bangunan; d. perubahan nama objek; dan

e. perubahan dan penggantian lahan PSU, setelah mendapatkan persetujuan dari warga masyarakat dan tim teknis, yang lokasinya terintegrasi dengan lokasi sebelumnya.

(30)

Bagian Keempat

Jangka Waktu Pengesahan Rencana Tapak (Site plan) Pasal 20

(1) Jangka waktu pengesahan ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak pemohon mendapat nomor pendaftaran dari OPD yang membidangi Perizinan.

(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan apabila pada saat pemeriksaan teknis dan peninjauan lapangan rencana tapak (site plan) perlu dilakukan perbaikan.

BAB V

KETENTUAN LAIN LAIN Pasal 21

(1) Contoh format dalam pengajuan IPR dan rencana tapak (site plan) sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Walikota ini.

(2) Contoh format sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 22

(1) Terhadap IPR yang telah terbit tetapi belum mengajukan rencana tapak (site plan) sebelum Peraturan Walikota ini ditetapkan, maka pengajuan rencana tapak (site plan) tetap dapat diajukan.

(31)

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 23

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, maka Keputusan Walikota Depok Nomor 13 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Izin Pemanfaatan Ruang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 24

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Depok.

Ditetapkan di Depok

pada tanggal 15 April 2013 WALIKOTA DEPOK,

ttd.

H. NUR MAHMUDI ISMA’IL Diundangkan di Depok

pada tanggal15 April 2013

SEKRETARIS DAERAH KOTA DEPOK,

ttd.

Hj. ETY SURYAHATI

Referensi

Dokumen terkait

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh dan

Hal ini menunjukkan bahwa solvabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan sub sektor otomotif yang terdaftar di Bursa Efek

Hal ini menunjukkan bahwa shift kerja tidak mempengaruhi permasalahan pada keluhan fisik, namun dapat diakibatkan dari jenis pekerjaan dan beban kerja pada shift

(2) Setiap orang atau badan dilarang menjajakan barang dagangan, membagikan selebaran atau melakukan usaha tertentu dengan harapan imbalan di jalan, trotoar, jalur hijau, taman

Dari hasil angket bagian II di atas kemudian dianalisis berdasarkan norma yang ditetapkan, yaitu jumlah permasalahan di atas 20% untuk persentase jawaban kurang dan

Pemberian clopidogrel dan simvastatin secara bersamaan dapat menghambat efek dari clopidogrel sebagai agen antiplatelet dengan cara menghambat metabolisme clopidogrel

Seiring dengan perkembangan pariwisata di Bali, maka pura dan sekitarnya (kawasan suci) dikomodifikasikan menjadi daya tarik wisata. Manfaat keberadaan Pura Uluwatu

Berdasarkan hasil analisis secara spasial, ternyata karang tersebar di lokasi Desa Waha, Desa Sombu, dan Pulau Kapota yang memiliki persentase tutupan karang