• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI STUDI 4.1. Batas Administrasi

Kota Bogor terletak pada 106º43’30’’-106º51’00’’ Bujur Timur dan 6º30’30’’-6º41’00’’ Lintang Selatan. Kota Bogor berjarak sekitar 60 km dari Ibu Kota Negara DKI Jakarta. Secara administrasi Kota Bogor termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat dan dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.

Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan, yaitu : Bogor Utara, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Tengah, Bogor Selatan dan Tanah Sereal. Dengan 31 kelurahan dan 37 desa (lima diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu desa Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210 dusun, 623 RW, 2712 RT. Luas wilayah Kota Bogor adalah 11.850 ha atau 118,5 km2. Peta administrasi Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 2.

4.2. Kondisi Fisik

Kondisi fisik daerah penelitian bervariasi atau bergelombang dengan perbedaan ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 200-350 m dpl, titik tertinggi berada di sebelah Selatan dengan ketinggian 350 meter dpl dan titik terendah berada di sebelah Utara dengan ketinggian 190 meter di atas permukaan laut. Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0-15% dan sebagian kecil daerahnya memiliki kemiringan antara 15-30%. Jenis tanah yang dominan di Kota Bogor adalah Latosol coklat kemerahan. Lahan yang relatif datar terletak di bagian

(2)

Selatan dan Barat. Ditinjau dari kondisi fisik untuk wilayah potensial diarahkan ke bagian Utara, Timur dan Barat (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bogor).

Kondisi iklim di Kota Bogor memiliki suhu rata-rata tiap bulan 26˚C dengan suhu terendah 21,8˚C dengan suhu tertinggi 30,4˚C. Kelembaban udara 70%. Curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3500-4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. Secara umum Kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari produk gunung api di bagian Selatan seperti Gunung Salak (berupa lahar, breksi tufaan, lapili, tufa batu apung pasir) dan Gunung Pangrango (lahar dan lava), sedangkan bagian Utara ditutupi oleh endapan permukaan berupa kipas alluvium (lanau, pasir kerikil dan kerakal).

Gambar 2. Peta Administrasi Kota Bogor 4.3. Struktur Tata Ruang

Struktur tata ruang Kota Bogor terbagi menjadi lima bagian, yaitu:

1. Bagian Selatan, yaitu Kecamatan Bogor Selatan cenderung berpotensi sebagai daerah permukiman dengan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) rendah dan ruang terbuka hijau (RTH).

(3)

2. Bagian Utara yaitu Kecamatan Bogor Utara cenderung berpotensi sebagai daerah industri non-polutan dan sebagai penunjangnya adalah permukiman beserta perdagangan dan jasa sedangkan Kecamatan Tanah Sereal cenderung berpotensi sebagai permukiman, perdagangan dan jasa, serta fasilitas pelayanan kota.

3. Bagian Barat, yaitu Kecamatan Bogor Barat cenderung berpotensi sebagai daerah permukiman yang ditunjang oleh obyek wisata.

4. Bagian Timur, yaitu Kecamatan Bogor Timur cenderung berpotensi sebagai daerah permukiman.

5. Bagian Tengah, yaitu Kecamatan Bogor Tengah cenderung berpotensi sebagai pusat perdagangan dan jasa yang ditunjang oleh perkantoran dan wisata ilmiah.

4.4. Kependudukan

Perkembangan penduduk Kota Bogor tergolong di atas rata-rata pertumbuhan penduduk Jawa Barat dan pertumbuhan penduduk nasional. Dalam kurun waktu 1998-2003 laju pertumbuhan penduduk rata-rata adalah 3,76 % per tahun (BPS, 2002). Nilai ini melebihi laju pertumbuhan rata-rata penduduk Jawa Barat, sekitar 2,17 % per tahun dan laju pertumbuhan penduduk nasional sebesar 1,5 % per tahun. Data terakhir tahun 2003 mununjukkan penduduk Kota Bogor telah berjumlah 818.393 jiwa (BPS Kota Bogor, 2003).

Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa kepadatan rata-rata penduduk Kota Bogor adalah 69,94 jiwa per Ha. Secara umum, penduduk Kota Bogor belum tersebar secara merata. Sebagian penduduk masih terkonsentrasi di kawasan pusat kota, hal tersebut ditandai dengan tingginya tingkat kepadatan penduduk di kawasan ini (Kecamatan Bogor Tengah), yakni 122,14 jiwa/Ha. Tingkat kepadatan penduduk terendah terdapat pada Kecamatan Bogor Selatan (54,44 jiwa/Ha).

(4)

Tabel 7. Kepadatan Penduduk Kota Bogor Tahun 2003

Kecamatan

Luas Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk

(Ha) (jiwa) (jiwa/Ha)

Bogor Selatan 2.993 159.658 54,44 Bogor Timur 1.015 83.601 82,37 Bogor Utara 1.772 144.147 81,35 Bogor Tengah 813 99.297 122,14 Bogor Barat 3.285 181.621 55,29 Tanah Sereal 1.884 150.069 79,65 Kota Bogor 11.702 818.393 69,94

Sumber: Hasil Analisis (2009) 4.5 Pemanfaatan Ruang Kota

Pemanfaatan ruang di Kota Bogor ditandai oleh intensitas daerah terbangun (built up area) yang relatif tinggi, yakni sekitar 63,97%, yang terdiri dari penggunaan lahan untuk pemukiman (57,02%), perkantoran dan pergudangan (3,28%), perdagangan dan pertokoan (2,11%), serta industri (1,56%). Intensitas penggunaan lahan lain yang cukup tinggi di Kota Bogor adalah untuk pertanian (sawah dan tegalan) sekitar 25,66%, sedangkan penggunaan lainnya (kuburan, taman, dan sebagainya) memiliki presentase yang tidak terlalu signifikan.

4.6. Penggunaan Lahan di Kota Bogor 4.6.1. Permukiman

Penggunaan lahan permukiman merupakan penggunaan lahan yang paling dominan di Kota Bogor, ditandai dengan tingginya persentase penggunaan untuk kegiatan ini pada setiap kecamatan. Terdapat kecenderungan tumbuhnya pemukiman ke arah pinggiran karena terbatasnya lahan di pusat kota. Kenyataan ini dapat dilihat terutama pada Kecamatan Tanah Sereal, Bogor Utara dan Bogor Barat, dimana permukiman-permukiman baru dengan skala yang cukup besar kebanyakan berlokasi pada ketiga kecamatan ini. Permukiman di kawasan pusat kota pada umumnya merupakan permukiman lama dengan guna lahan campuran. 4.6.2. Pertanian

Walaupun sebagian besar wilayah Bogor merupakan daerah urban, persentase guna lahan pertanian di kota ini masih cukup tinggi. Luas guna lahan

(5)

untuk pertanian (sawah dan tegalan) di Kota Bogor seluruhnya adalah 3040,2 ha. Penggunaan lahan pertanian sebagian besar berada di daerah-daerah pinggiran kota, dengan jumlah terbanyak terdapat pada Kecamatan Bogor Selatan, Tanah Sereal dan Bogor Barat.

4.6.3.Perkantoran

Seperti kecenderungan yang terjadi di kota-kota pada umumnya, penggunaan lahan untuk kegiatan perkantoran berkembang pesat di sepanjang jalan-jalan utama kota. Di Kota Bogor, guna lahan perkantoran baik pemerintah maupun swasta, sebagian besar berlokasi di Jalan Raya Pajajaran, Jalan Sudirman, Jalan Ir. Juanda, Jalan Suryakencana, Jalan Siliwangi, serta Jalan Raya Tajur.

4.6.4.Perdagangan

Adanya daya tarik pusat kota karena letak yang strategis menyebabkan sebagian besar kegiatan perdagangan yang ada di Kota Bogor berlokasi di daerah ini. Kawasan ini, misalnya daerah Merdeka dan Ramayana, memiliki intensitas kegiatan yang sangat besar, dicirikan oleh tingginya kepadatan penduduk dan arus pergerakan kendaraan. Pada keduanya terdapat pasar dengan skala pelayanan kota (Pasar Anyar dan Pasar Bogor), terminal sekunder (Terminal Merdeka dan Terminal Ramayana), serta stasiun Bogor yang melayani pergerakan regional (Depok dan Jakarta).

Selain pada kedua daerah ini, kegiatan perdagangan dengan intensitas yang lebih kecil terdapat di daerah warung jambu (pusat perbelanjaan), Sukasari (pasar dan pusat perbelanjaan), Tajur (pusat perbelanjaan, dealer kendaraan, perbengkelan dan sebagainya), serta kegiatan perdagangan yang tumbuh di sepanjang Jalan Pajajaran (gerai, hotel dan restoran). Pada daerah Tajur terdapat peningkatan kegiatan perdagangan sejak beberapa tahun terakhir yang ditandai dengan menjamurnya gerai-gerai penjualan sepatu dan tas.

4.6.5.Industri

Industri besar yang terdapat di Kota Bogor misalnya industri ban, tekstil dan garmen. Industri ban, yakni PT Good Year, berlokasi di Kecamatan Tanah Sereal, sedangkan industri tekstil atau garmen banyak berlokasi di Kecamatan Bogor Selatan, misalnya PT Unitex dan Garmen Perkasa. Industri kecil dan industri

(6)

sedang di Kota Bogor misalnya industri pengolahan makanan di Kecamatan Bogor Selatan dan Bogor Timur.

4.7. Keadaan Perekonomian

Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Bogor tahun 2003 sebesar 6,07% mengalami peningkatan 0,29% dari tahun 2002 yaitu sebesar 5,78%. Peningkatan LPE tersebut, diperoleh dari kontribusi 9 (sembilan) sektor lapangan usaha. Sedangkan laju inflasi tahun 2003 sebesar 2,80% lebih rendah 0,10% dibandingkan laju inflasi tahun 2002. Menurunnya laju inflasi tersebut disebabkan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi yang berkorelasi atau berhubungan terhadap laju inflasi pada kelompok pengeluaran seperti bahan makanan, makanan jadi, perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan umum.

4.8. Transportasi Kota Bogor (Jaringan Jalan)

Panjang jalan yang ada di Kota Bogor pada tahun 1999 adalah sekitar 617,595 km, terdiri atas jalan Negara sepanjang 29,615 km dengan lebar 18-25 m, jalan provinsi sepanjang 24,343 km dengan lebar 8-13 m, jalan kota sepanjang 256,860 km dengan lebar 3-10 m, jalan lingkungan sepanjang 284,461 km dengan lebar 2-8 m dan jalan non status sepanjang 22,286 km. Jaringan jalan tersebut secara keseluruhan yang sudah beraspal sepanjang 528,077 km atau sekitar 85% dari total panjang ruas jalan Kota Bogor, jalan batu sepanjang 36,707 km dan jalan beton/paving blok sepanjang 37,322 km. Jaringan jalan di Kota Bogor mempunyai pola radial konsentris dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Pada kawasan pusat kota terdapat jaringan jalan melingkari Kebun Raya Bogor (ring). Jaringan jalan yang melingkar tersebut merupakan gabungan dari ruas Jalan Juanda, Jalan Otista, sebagian Jalan Pajajaran, dan Jalan Jalak Harupat.

2. Jaringan jalan yang berasal dari kawasan lainnya terhubung secara konsentris ke jaringan jalan melingkar ini. Beberapa jalan tersebut diantaranya adalah Jalan Suryakencana, Jalan Sudirman, Jalan Pajajaran, Jalan Veteran, serta Jalan Empang.

(7)

3. ada bagian timur Kota Bogor yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor, terdapat Jalan Tol Jagorawi, yang menghubungkan pusat Kota Bogor dan Ciawi dengan Jakarta maupun daerah lainnya.

4. Pada bagian utara Kota Bogor (Kecamatan Tanah Sereal dan Bogor Barat) terdapat jalan lingkar (ring road). Jalan lingkar ini menghubungkan Jalan Sindang Barang (di Kecamatan Bogor Barat) dengan Jalan Raya Bogor (di Kecamatan Tanah Sereal). Pemerintah Kota Bogor juga telah merencanakan pembangunan jalan lingkar dari bagian barat ke bagian selatan kota, yaitu jalan lingkar yang menghubungkan Jalan Sindang Barang ke daerah Rancamaya, selanjutnya terus menuju Ciawi (sebagian jalan lingkar yang direncanakan ini melewati Kabupaten Bogor). Disamping itu juga direncanakan pembangunan jalan lingkar di bagian utara, yang menghubungkan Jalan Raya Bogor dengan Jalan Tol Jagorawi.

Jaringan jalan dengan pola radial konsentris memiliki konsekuensi berupa terakumulasinya seluruh pergerakan ke kawasan pusat kota, sebab kawasan ini merupakan satu-satunya akses untuk mencapai daerah lain. Pergerakan ini tidak hanya berupa pergerakan internal kota saja, tetapi termasuk juga pergerakan internal-eksternal dan eksternal-eksternal yang melintasi Kota Bogor, misalnya dari arah Ciawi (di bagian selatan) ke arah Rangkasbitung dan Ciomas (di bagian barat) atau ke arah Depok dan Cibinong (di bagian utara), maupun arah sebaliknya. Besar pergerakan ini mencapai 675.314 perjalanan orang/hari (DLLAJ Kota Bogor, 2000: 9).

Adanya akumulasi pergerakan ini (baik internal maupun eksternal) akan menyebabkan beban lalu lintas yang tinggi di kawasan pusat kota. Oleh sebab itu, dengan adanya jalan lingkar serta jalan tol tersebut, pergerakan yang memasuki kawasan pusat kota dapat dikurangi.

(8)

Tabel 8. Klasifikasi hirarki jalan utama berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor (revisi)

Arteri Primer Jl Entance-Exit Tol Bogor, Jl Tol Jagorawi, Jl Tol Bogor-Sukabumi Arteri Sekunder Jl Menuju Sentul Selatan, Jl Raya Pajajaran(Cibuluh-Babakan-Bantarjati), Jl Raya Bogor-Jakarta, Jl Menuju Tangerang/Jakarta lewat Parung, Jl Raya Tajur, Jl Raya Cimanggu dan Jl Raya Sukabumi

Kolektor Primer Jl Dr. Semeru, Jl Raya Bogor-Darmaga, Jl Pahlawan-Bondongan, Jl Raya Tanah Baru, Jl Batu Tulis, Jl Raden Saleh Bustaman, Jl Jalak Harupat, Jl Veteran-Kapten Muslihat, Jl Otto Iskandar Dinata, Jl Ir H. Juanda, Jl Jend Sudirman, Jl Suryakencana-Siliwangi, Jl Jend Ahmad Yani, Jl Raya Semplak, Jl Merdeka-Ciwaringin, Jl Raya KPP IPB-Bangbarung Raya

Kolektor Sekunder Jl Pasir Kuda, Jl Ciomas Raya, Jl Muara Pancasan, Jl Aria Suryalaga, Jl RE Abdullah, Jl Tunjung Biru, Jl Manunggal-Ciwaringin, Jl Pulo Empang, Jl Darul Qur’an, Jl Raya Cibereum, Jl Dadali, Jl Kebon Pedes, Jl Pemuda, Jl Cileubut Raya, Jl Sindangbarang-Gunung Batu, Jl Sindangbarang-Dramaga, Jl Raya Cimahpar, Jl Permata, Jl RE Martadinata, Jl ke Cikaret, Jl Cimanggu-Cibuluh, Jl Lawang Gintung, Jl Alternatif Katulampa-Tol Jagorawi

Gambar

Gambar 2. Peta Administrasi Kota Bogor  4.3.  Struktur Tata Ruang
Tabel 7. Kepadatan Penduduk Kota Bogor Tahun 2003
Tabel 8. Klasifikasi hirarki jalan utama berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah  (RTRW) Kota Bogor (revisi)

Referensi

Dokumen terkait

KESIMPULAN Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa factor jumlah jenis infeksi, derajat sepsis sebelumnya, dan pemberian antibiotic memiliki hubungan yang signifikan dengan

Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode Gap Analysis yang bertujuan untuk melakukan analisis dan perbandingan terhadap teknologi yang

Misalnya, perawat UGD yang mengambil sampel laboratorium jika dokter memberi instruksi pemasangan infus pada pasien yang seharusnya adalah analis, pengerjaan sampel

Hasil penelitian Putri (2002) menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengkonsumsi beras organik adalah harga beras organik, harga beras

PENGHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DENGAN METODE FULL COSTING SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL (STUDI KASUS UKM RENGGINANG SARI IKAN DI SUMENEP).. Adalah hasil karya saya

22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan menyatakan tentang sanksi hukum bagi setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dijalan yang tidak memiliki Surat

bahwa kokohnya ketahanan pilar-pilar pembangunan dan daya saing yang tinggi baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan politik, maupun kualitas sumberdaya manusia agar

Maka dari itu, tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui peningkatan kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kritis siswa antara kelas yang menggunakan