BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI
Penelitian tentang “Pengaruh Profitabilitas, Kepemilikan Publik, Debt to
Equity Ratio, dan Dividend Payout Ratio terhadap Praktik Perataan Laba” membutuhkan kajian teori sebagai berikut:
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori agensi merupakan teori yang sangat berkaitan dengan tindakan
manajemen laba atau praktik perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan.
Iskandar dan Suardana (2016) mengatakan ada dua pihak yang memiliki
kepentingan berdasarkan teori agensi yaitu internal sebagai agen dan
eksternal sebagai prinsipal. Manajer sebagai pihak internal dan pemegang
saham, kreditur, pemerintah, karyawan, pemasok, konsumen dan masyarakat
umum lainnya sebagai pihak eksternal. Menurut Jensen dan Meckling (1976)
teori keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor
(principal). Agar hubungan kontraktual antara principal dengan agent dapat
berjalan lancar dan terciptanya harmonisasi, pemilik akan mendelegasikan
pembuatan keputusan kepada manajer. Pembuatan kontrak yang tepat
bertujuan agar kepentingan kedua belah pihak dapat selaras dalam hal konfik
dan kepentingan merupakan inti dari agency theory.
Menurut Sari dan Kristanti (2015) teori ini menjelaskan hubungan
atau kesepakatan kerja antara pihak yang memberi wewenang (principal)
(agent) yaitu manajer perusahaan. Dalam hubungan kerja yang terjadi antara
pihak pemegang saham dan manajemen diharapkan pihak manajemen dapat
memaksimumkan kekayaaan pemegang saham dan manajemen dapat
memiliki kepuasan tersendiri (reward).
Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata
termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik
kepentingan antara principal dan agent. Pihak principal termotivasi
mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan laba yang selalu
meningkat sehingga akan dapat memicu agent untuk melakukan tindakan
yang tidak semestinya yaitu dengan perataan laba. Ketika manajer
mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan pihak eksternal, maka
akan ada asimetri informasi antara agent dan principal. Agen atau manajer
sebagai pihak internal lebih mengetahui keadaan perusahaan daripada
pemilik. Manajer kemudian lebih memiliki kesempatan untuk melakukan
disfunctional behavior, yakni menggunakan informasi yang diketahuinya
untuk memanipulasi pelaporan keuangan dalam usaha memaksimalkan
kemakmurannya (Putra dan Suardana, 2016) Maka pihak manajer akan
mengambil kesempatan untuk menguntungkan diri sendiri sebelum
memaksimumkan kekayaan pemegang saham.
2. Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)
Teori akuntansi positif memiliki ciri pemecahan masalah yang
disesuaikan dengan realitas praktik akuntansi. Pendekatan yang digunakan
akuntansi positif adalah teori yang memprediksi tindakan pemilihan
kebijakan akuntansi oleh manajer dan bagaimana manajer akan merespon
kebijakan akuntansi baru yang diusulkan (Scott, 2006).
Teori akuntansi positif berupaya menjelaskan sebuah proses yang
menggunakan kemampuan, pemahaman, dan pengetahuan akuntansi serta
penggunaan kebijakan akuntansi yang paling sesuai untuk menghadapi
kondisi tertentu dimasa mendatang. Teori akuntansi positif pada prinsipnya
beranggapan bahwa tujuan dari teori akuntansi adalah untuk menjelaskan dan
memprediksi praktik-praktik akuntansi dengan, kata lain apa yang dilakukan
dan untuk apa dilakukan (Hery, 2009).
Menurut Watts dan Zimmerman (1990) tujuan teori akuntansi adalah
untuk menjelaskan dan memprediksi praktik akuntansi. Teori akuntansi
positif yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan perataan laba yang
dirumuskan Watts dan Zimmerman (1990), yaitu :
a. Hipotesis rencana bonus(Bonus Plan Hypothesis)
Dalam hipotesis ini pada perusahaan yang memiliki rencana
pemberian bonus, manajer perusahaan akan lebih memilih metode
akuntansi yang dapat menggeser laba dari periode mendatang ke periode
saat ini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dilakukan karena
manajer lebih menyukai pemberian bonus yang lebih tinggi untuk masa
kini. Bonus yang disajikan pemilik kepada manajer perusahaan tidak
hanya memotivasi untuk bekerja lebih baik tetapi juga memotivasi untuk
b. Hipotesis perjanjian hutang(Debt Covenant Hypothesis)
Dalam hipotesis ini diasumsikan bahwa perusahan yang
mempunyai hutang tinggi, manajer perusahaan cenderung menggunakan
metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Hal ini
karena perusahaan dengan hutang yang tinggi akan mengalami kesulitan
dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditur bahkan perusahaan
terancam melanggar perjanjian utang.
c. Hipotesis biaya politik (Political Cost Hypotesis)
Dalam hipotesis ini semua hal-hal lain dianggap tetap, ketika
perusahaan mengeluarkan biaya untuk kepentingan politik dengan jumlah
yang besar maka perusahaan tersebut cenderung menggunakan metode
akuntansi yang dapat membuat laporan laba pada periode berjalan lebih
rendah daripada laporan laba sesungguhnya. Semakin besar perusahaan
maka biaya politik yang terjadi cenderung semakin besar pula sehingga
perusahaan akan melakukan perataan laba untuk meminimalkan biaya
politik pada perusahaan yang besar.
3. Praktik Perataan Laba
Definisi awal mengatakan bahwa perataan laba (income smoothing)
menurut Belkaoui (2006) merupakan pengurangan fluktuasi laba dari tahun
ke tahun dengan memindahkan pendapatan dari tahun-tahun yang tinggi
pendapatannya ke periode-periode yang kurang menguntungkan. Definisi
yang lebih akhir mengenai perataan laba melihatnya sebagai fenomena proses
membuat laporan laba menjadi kurang bervariasi, sambil sekaligus tidak
meningkatkan pendapatan yang dilaporkan selama periode tersebut
(Belkaoui, 2006).
Harahap (2011) mengatakan bahwa biasanya laba yang stabil di mana
tidak banyak fluktuasi dari satu periode ke periode lain dinilai sebagai
presentasi baik. Upaya menstabilkan laba ini disebut Income Smoothing.
Harahap (2011) juga mengatakan bahwa income smoothing biasanya
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
1. Mengatur waktu kejadian transaksi
2. Memilih prinsip atau metode alokasi
3. Mengatur penggolongan antara laba operasi normal dan laba yang bukan
dari operasi normal
Praktik perataan laba yang dilakukan perusahaan dapat diukur dengan
menggunakan indeks eckel. Suatu perusahaan dapat dikatakan tidak
melakukan income smoothing apabila indeks eckel memiliki nilai lebih dari
satu, sedangkan perusahaan yang memiliki indeks eckel kurang dari satu
dapat digolongkan sebagai perusahaan yang melakukan praktik income
smoothing (Christiana, 2012).
4. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan ukuran penting untuk menilai kinerja
perusahaan yang dapat mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan
(Oktyawati dan Agustia, 2014). Menurut Sartono (2010) profitabilitas adalah
penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor
jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini
misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar
akan diterima dalam bentuk dividen.
Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan dimana
masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total
aktiva dan modal sendiri. Syamsuddin (2009) menyebutkan beberapa
pengukuran profitabilitas sebagai berikut:
a. Gross Profit Margin
Merupakan persentase dari laba kotor (sales-cost of goods sold)
dibandingkan dengan sales. Semakin besar gross profit margin semakin
baik keadaan operasi perusahaan, karena menunjukan bahwa cost of
goods sold relative lebih rendah dibandingkan dengan sales. Demikian
pula sebaliknya, semakin rendah gross profit margin semakin kurang baik
operasi perusahaan.
b. Net Profit Margin
Merupakan ratio antara laba bersih (net profit) dibandingkan
dengan penjualan. Semakin tinggi net profit margin, semakin baik operasi
suatu perusahaan.
c. Return On Asset (ROA) atau Return On Invetment (ROI)
Merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara
keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Semakin tinggi
ratio ini, semakin baik keadaan suatu perusahaan.
d. Return On Equity (ROE)
Merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang
tersedia bagi para pemilik perusahaan atas modal yang mereka
investasikan di dalam perusahaan. Semakin tinggi return atau penghasilan
yang diperoleh semakin baik kedudukan pemilik perusahaan.
e. Earning Per Share (EPS)
Merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam
mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti
manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham.
Sebaliknya dengan rasio yang tinggi, maka kesejahteraan pemegang
saham meningkat dengan pengertian lain, bahwa tingkat pengembalian
yang tinggi.
5. Kepemilikan Publik
Kepemilikan publik (public ownership) adalah kepemilikan oleh satu
unit atau badan suatu organisasi (Soegoto, 2009). Kepemilikan publik adalah
tingkat kepemilikan saham perusahaan oleh publik atau masyarakat umum
diluar lingkungan perusahaan. Kepemilikan publik akan menggambarkan
jumlah saham yang beredar di masyarakat.
Pengukuran untuk kepemilikan publik dihitung dengan
membandingkan saham publik dengan jumlah saham keseluruhan beredar.
manajemen agar menyajikan informasi perusahaan secara tepat waktu (Putra
dan Suardana, 2016). Putra dan Suardana (2016) juga berpendapat
Kepemilikan publik yang tinggi akan meningkatkan pengelolaan laba yang
dilakukan pihak manajemen perusahaan.
6. Debt to Equity Ratio
Debt to equity ratio adalah rasio antara total hutang dengan total
modal. Rasio ini digunakan untuk mengukur permodalan perusahaan, dan
secara tidak langsung juga untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban membayar utang (Tambunan, 2007).
Menurut Suryani dan Damayanti (2015), tingkat hutang yang lebih
besar dari modal sendiri mengindikasikan perusahaan tersebut memiliki
risiko keuangan yang besar. Penggunaan hutang yang besar pada akhirnya
akan menurunkan laba yang diakibatkan beban tetap yang ditanggung
perusahaan meningkat. Kondisi inilah yang menyebabkan manajer
melakukan perubahan metode akuntansi ataupun transaksi yang dapat
meningkatkan laba perusahaan.
Nilai DER yang tinggi, akan menyebabkan perusahaan meratakan
labanya karena perusahaan tidak dapat melunasi kewajibannya sesuai dengan
tempo yang telah ditentukan. Apabila perusahaan dapat melunasi
kewajibannya pada saat jatuh tempo maka perusahaan tersebut akan memiliki
7. Dividend Payout Ratio
Menurut Tambunan (2007) dividend payout ratio adalah persentase
dividen yang dibayarkan yang diambil dari laba bersih. Dividend payout ratio
yang mengecil dapat berakibat merugikan para investor tetapi dari aspek
keuangan di dalam perusahaan tentunya akan semakin tangguh (solid).
Ginantra dan Putra (2015) mengatakan jika kucuran dari hasil keuntungan
perusahaan stabil tentunya akan berakibat pada dukungan dividen dengan
tingkat yang lebih besar daripada kucuran hasil keuntungan yang lebih
bervariasi. Sedangkan menurut Noviana dan Yuyetta (2011) jika terjadi
fluktuasi di dalam laba, perusahaan yang menerapkan kebijakan dividen
dengan tingkat dividend payout ratio yang tinggi memiliki resiko yang lebih
besar dibandingkan dengan perusahaan yang menerapkan kebijakan tingkat
dividend payout ratio yang rendah. Dengan demikian suatu perusahaan yang
menerapkan kebijakan tingkat dividend payout ratio yang tinggi lebih
cenderung memacu manajemen untuk melakukan praktik perataan laba.
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Ringkasan dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai profitabilitas,
kepemilikan publik, debt to equity ratio, dividend payout ratio terhadap praktik
perataan laba dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Hasil Penelitian
1 Murtini, Umi dan Denny, Aditya (2012)
Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Financial Leverage, Dividend Payout Ratio dan
Ukuran perusahaan dan profitabilitas
Kecenderungan Perataan Laba
Financial Leverage tidak berpengaruh negatif terhadap tindakan perataan laba
Dividend payout ratio tidak berpengaruh positif terhadap tindakan
perataan laba 2 Manuari, Ida Ayu
Ratih dan Yasa, Gerianta Wirawan (2014)
Praktik Perataan Laba dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya
Net profit margin berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba
Dividend payout ratio, financial leverage dan kepemilikan publik tidak berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba
Profitabilitas tidak berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba
3 Dwiputra, I Made Arya dan
Suryanawa, I Ketut (2016)
Pengaruh Return On Assets, Net Profit Margin, Debt To Equity, Size pada Perataan Laba
Return on asset dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.
Net profit margin dan debt to equity ratio berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba.
4 Pratiwi, Herlina dan Handayani, Bestari Dwi (2014) Pengaruh Profitabilitas, Kepemilikan
Manajerial dan Pajak terhadap Praktik Perataan Laba
Profitabilitas
berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba
Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba.
Pajak tidak berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba.
5 Djoko BS, Dominicus dan
Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Tahu, Gregorius Paulus (2017)
Leverage, ROA, dan Net Profit Margin terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan
Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba
Return on assets dan NPM berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba
6 Ramanuja, I Gede Victor dan
Mertha, I Made (2015)
Pengaruh Varian Nilai Saham,
Kepemilikan Publik, DER Dan
Profitabilitas, Terhadap Perataan Laba
Varian nilai saham dan kepemilikan publik tidak berpengaruh positif terhadap perataan laba DER dan profitabilitas berpengaruh positif terhadap perataan laba 7 Putra, Rizky
Anggriawan Susanta dan Suardana, Ketut Alit (2016) Pengaruh Varian Nilai Saham, Kepemilikan Publik, Dan Debt To Equity Ratio Pada Praktik Perataan Laba
Varian nilai saham tidak berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba
Kepemilikan publik dan DER berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba
8 Oktyawati, Dianila dan Agustia, Dian (2014)
Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Dan Nilai Perusahaan
Terhadap Income Smoothing Dan Return Saham Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Profitabilitas dan leverage berpengaruh positif
terhadap income smoothing.
Nilai perusahaan tidak berpengaruh
terhadap income smoothing.
9 Suryani, Ayu Dewi dan Damayanti, I Gusti Ayu Eka (2015)
Pengaruh Ukuran Perusahaan, Debt to Equity Ratio, Profitabilitas dan Kepemilikan Institusional pada Perataan Laba
Debt to equity ratio berpengaruh positif pada perataan laba
Profitabilitas dan Kepemilikan Institusional tidak berpengaruh positif pada perataan laba
10 Ginantra, I Komang Gede dan Putra, I Nyoman Wijana Asmara (2015) Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Publik, Dividend Payout Ratio Dan Net Profit Margin Pada
Perataan Laba
Profitabilitas, financial leverage, ukuran
perusahaan, kepemilikan publik dan dividend payout ratio tidak berpengaruh positif terhadap perataan laba Net profit margin berpengaruh positif terhadap perataan laba 11 Astuti, Tutut
Dewi (2010)
Analisis Pengaruh DER, DPR, dan ROI terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan
Manufaktur yang terdaftar di BEJ
DER dan ROI
berpengaruh negatif pada praktik perataan laba DPR tidak berpengaruh positif pada praktik perataan laba
12 N Widana, I Nyoman Ari dan Yasa, Gerianta Wirawan (2013)
Perataan Laba Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Di Bursa Efek Indonesia
Profitabilitas
berpengaruh negatif terhadap tindakan perataan laba. Net profit margin berpengaruh positif terhadap tindakan perataan laba. Ukuran perusahaan, dividend payout ratio, dan financial leverage tidak berpengaruh positif terhadap tindakan
perataan laba. 13 Wijoyo, Dewi
Sari (2014) Variabel-variabel yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Publik
Profitabilitas dan kualitas audit berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba
Kepemilikan publik tidak berpengaruh positif terhadap praktik perataan laba
Ukuran perusahaan, sektor industri dan leverage keuangan tidak berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba
H2 (+)
H1 (+)
H3 (+)
H4 (+)
(2013) ROA, NPM, DER dan SIZE terhadap Praktik Perataan Laba (Studi kasus pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI Periode 2007-2011
positif terhadap praktik perataan laba
NPM, DER dan SIZE tidak berpengaruh negatif terhadap praktik perataan laba
C. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu profitabilitas,
kepemilikan publik, debt to equity ratio, dividend payout ratio dan variabel
dependen adalah praktik perataan laba. Maka pengaruh profitabilitas,
kepemilikan publik, debt to equity ratio dan dividend payout ratio terhadap
praktik perataan laba dapat digambarkan dalam kerangka sebagai berikut :
Gambar 2.1 kerangka pemikiran
D. Hipotesis
1. Pengaruh profitabilitas terhadap praktik perataan laba
Menurut Sartono (2010) profitabilitas adalah kemampuan perusahaan
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun Profitabilitas (X1)
Kepemilikan Publik (X2)
Praktik Perataan Laba (Y)
Debt to Equity Ratio (X3)
modal sendiri. Jika profitabilitas perusahaan tinggi, ini berarti perusahaan
tersebut juga memperoleh laba yang tinggi. Perusahaan yang mempunyai laba
tinggi akan melakukan tindakan menurunkan laba agar tingkat laba yang
dihasilkan terlihat stabil. Dengan tingkat laba yang stabil akan meningkatkan
kepercayaan investor kepada perusahaan karena laba yang dihasilkan
perusahaan dinilai baik oleh investor (Dwiputra dan Suryanawa, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian N Widana dan Yasa (2013), Ramanuja
dan Mertha (2015) dan Oktyawati dan Agustia (2014) memberikan bukti
empiris bahwa profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap praktik
perataan laba. Hipotesis yang dapat dikembangkan berdasarkan uraian diatas
adalah
H1 : Profitabilitas Berpengaruh Positif Terhadap Praktik Perataan Laba
2. Pengaruh kepemilikan publik terhadap praktik perataan laba
Kepemilikan publik (public ownership) adalah kepemilikan oleh satu
unit atau badan suatu organisasi (Soegoto, 2009). Ginantra dan Putra (2015)
mengatakan proporsi kepemilikan publik tinggi dalam suatu perusahaan
membuat manajemen harus selalu dituntut untuk menunjukkan kredibilitas
yang baik dengan cara menampilkan performa laporan keuangan yang sesuai
dengan keinginan investor seperti menstabilkan rasio-rasio keuangan yang
dapat mempengaruhi keputusan investor. Hal ini dilakukan agar investor mau
terus menginvestasikan dana pada perusahaan, karena kondisi tersebut
manajemen cenderung melakukan perataan laba agar selalu dapat
yang selalu baik akan mempengaruhi para keputusan investor untuk
berinvestasi.
Berdasarkan hasil penelitian Putra dan Suardana (2016) memberikan
bukti empiris bahwa kepemilikan publik berpengaruh positif signifikan
terhadap praktik perataan laba. Hipotesis yang dapat dikembangkan
berdasarkan uraian diatas adalah
H2 : Kepemilikan Publik Berpengaruh Positif Terhadap Praktik Perataan Laba
3. Pengaruh debt to equity ratio terhadap praktik perataan laba
Debt to equity ratio merupakan bagian dari leverage ratio
(syamsuddin, 2009). Tingkat debt to equity ratio yang tinggi
mengindikasikan bahwa sebagian besar modal perusahaan terdiri dari hutang,
sehingga mendorong pihak manajemen untuk melakukan praktik perataan
laba. Perataan laba membuat kinerja manajemen terlihat lebih baik. Penilaian
kinerja yang terlihat lebih baik inilah yang direspon positif oleh pihak
investor sehingga pihak investor bersedia menanamkan modalnya kepada
perusahaan (Putra dan Suardana, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian Ramanuja dan Mertha (2015) dan Elania
dan Amanah (2017) memberikan bukti empiris bahwa debt to equity ratio
berpengaruh positif signifikan terhadap praktik perataan laba. Hipotesis yang
dapat dikembangkan berdasarkan uraian diatas adalah
H3 : Debt to Equity Ratio Berpengaruh Positif Terhadap Praktik Perataan
4. Pengaruh dividend payout ratio terhadap praktik perataan laba
Dividend payout ratio merupakan perbandingan antara dividen yang
dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan. Menurut Noviana dan
Yuyetta (2011) jika terjadi fluktuasi di dalam laba, perusahaan yang
menerapkan kebijakan dividen dengan tingkat dividend payout ratio yang
tinggi memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan
yang menerapkan kebijakan tingkat dividend payout ratio yang rendah.
Dengan demikian suatu perusahaan yang menerapkan kebijakan tingkat
dividend payout ratio yang tinggi lebih cenderung untuk melakukan tindakan
perataan laba.
Berdasarkan hasil penelitian Noviana dan Yuyetta (2011) dan Gayatri
dan Wirakusuma (2013) memberikan bukti empiris bahwa Dividend Payout
Ratio (DPR) berpengaruh positif signifikan terhadap praktik perataan laba.
Hipotesis yang dapat dikembangkan berdasarkan uraian diatas adalah
H4 : Dividend Payout Ratio Berpengaruh Positif Terhadap Praktik Perataan