• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kedisiplinan pada Anak Usia Dini - UMI MARKHAMAH BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kedisiplinan pada Anak Usia Dini - UMI MARKHAMAH BAB II"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kedisiplinan pada Anak Usia Dini

1. Kedisiplinan

a. Pengertian Kedisiplinan

Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Istilah disiplin berasal dari

bahasa latin disciplina yang menunjuk pada kegiatan belajar dan

mengajar. Sedangkan istilah bahasa Inggrisnya adalah discipline yang

berarti:

1. Tertib, taat atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri.

2. Latihan membentuk, meluruskan atau menyempurnakan sesuatu,

sebagai kemampuan mental atau karakter moral.

3. Hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki.

4. Kumpulan atau sistem-sistem peraturan-peraturan bagi tingkah laku

(www.edukasi.com, 2011: 1).

Menurut Hurlock (1999: 82) bahwa disiplin adalah keinginan

seorang untuk belajar dari atau secara sukarela mengikuti seorang

pemimpin. Jadi kedisiplinan adalah perbuatan seseorang yang dilakukan

(2)

Rahmawati (tt: 1) menjelaskan bahwa disiplin secara umum dapat

diartikan sebagai pengendalian diri sehubungan dengan proses

penyesuaian diri dan sosialisasi. Disiplin merupakan faktor positif dalam

hidup, sebagai perkembangan dari pengawasan dari dalam yang menuntut

seseorang ke arah pola perilaku dapat diterima oleh masyarakat dan yang

menunjang kesejahteraan diri sendiri.

Beberapa definisi tersebut dapat memberikan kesimpulan bahwa

kedisiplinan adalah kepatuhan mentaati peraturan dan ketentuan yang

telah ditetapkan yang dilakukan secara sukarela dan teratur tanpa paksaan

dari siapapun, baik tertulis, lisan maupun berupa peraturan-peraturan atau

kebiasaan.

b. Unsur-unsur Disiplin

Unsur-unsur disiplin terdiri dari:

1. Peraturan

Menurut Hurlock (1999: 85) bahwa peraturan adalah pola yang

ditetapkan untuk tingkah laku. Pola tersebut ditetapkan oleh orang tua

dengan tujuan untuk membekali anak dengan pedoman perilaku yang

disetujui dalam situasi tertentu. Pola tersebut mungkin ditetapkan oleh

orang tua, guru atau teman bermain.

Peraturan sekolah yang dijadikan rujukan misalnya peraturan

yang menyatakan kepada anak apa yang harus dan apa yang tidak

(3)

makan sekolah, kamar kecil atau lapangan bermain sekolah.

Sebaliknya mereka tidak mengatakan apa yang tidak boleh dilakukan

di rumah, lingkungan sekitar rumah atau kelompok bermain yang tidak

diawasi guru.

Peraturan di rumah mengajarkan anak apa yang harus dan apa

yang boleh dilakukan di rumah atau dalam hubungan dengan anggota

keluarga seperti tidak boleh mengambil barang milik saudara, tidak

boleh membantah nasehat orang tua, dan tidak boleh lalai melakukan

bagian tugas rumah tangga mereka, misalnya menata meja atau

membersihkan kamar mereka.

Peraturan mempunyai dua fungsi yang sangat penting dalam

membantu anak menjadi makhluk bermoral, yaitu:

a) Peraturan mempunyai nilai pendidikan karena peraturan

memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui anggota

kelompok tersebut. Misalnya anak belajar dari peraturan tentang

memberi dan mendapat bantuan dalam tugas yang dibuatnya

sendiri merupakan satu-satunya metode yang dapat diterima di

sekolah untuk menilai prestasinya.

b) Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan.

Bila merupakan peraturan keluarga menetapkan bahwa tidak

seorang anak pun boleh mengambil mainan atau milik saudaranya

(4)

bahwa hal ini dianggap perilaku yang tidak diterima karena mereka

dimarahi atau dihukum bila melakukan tindakan terlarang ini.

Agar peraturan dapat memenuhi kedua fungsi tersebut, maka

peraturan dimengerti, diingat, dan diterima oleh anak. Bila peraturan

diberikan dalam kata-kata yang tidak dimengerti atau hanya sebagian

yang dimengerti, maka peraturan itu tidak berharga sebagai pedoman

perilaku dan gagal mengekang perilaku yang tidak diinginkan.

Alamat website www.kafebalita.com (2009: 1) memberikan

penjelasan bahwa membuat peraturan bagi anak merupakan bagian

mendasar dari usaha untuk mendisiplinkan anak. Dalam membuat

peraturan untuk anak ada beberapa hal yang harus orang tua

perhatikan, yaitu orang tua harus tahu dengan jelas apa konsekuensi

yang akan dihadapi oleh anak saat ia melanggar peraturan tersebut.

Hal yang terpenting adalah pastikan bahwa orang tua telah sepakat

akan peraturan dan konsekuensinya. Untuk itu dibutuhkan waktu

khusus bagi orang tua untuk membicarakan tentang hal ini.

Peraturan yang orang tua buat untuk si kecil sebaiknya bisa

bersifat luas dan meliputi segala situasi, misalnya tidak boleh

berbohong, selalu menghormati orang yang lebih tua, tidak boleh

ngambek, tidak boleh bertengkar dengan saudara, tidak boleh berteriak

saat bicara, dan sebagainya. Konsekuensi yang orang tua berikan jika

(5)

dengan pelanggaran yang dibuat. Jangan membuat konsekuensi yang

terlalu kejam untuk dijalani anak. Orang tua hanya cukup memberinya

pelajaran agar tidak mengulangi kesalahannya lagi.

Menurut Zepe (2011: 1-4) bahwa manfaat peraturan bagi anak

anak usia dini adalah:

a) Anak Belajar Bertanggung Jawab

Peraturan buat anak harus dibuat secara bersama, yaitu

antara orang tua dan anak yang disepakati secara bersama. Dengan

adanya peraturan yang telah disepakati bersama, maka anak pun

akan belajar bertanggung jawab.

b) Mempermudah Mendisiplinkan Anak

Tidaklah mudah untuk mendisiplinkan anak. Kadang secara

sadar atau tidak orang tua akan memakai cara kekerasan misalnya

dengan membentak dengan maksud agar orang tua menunjukkan

ketegasannya. Dengan adanya peraturan orang tua akan

meminimalisir hal itu dalam mendisiplinkan anak.

c) Anak Mengerti Arti Konsekuensi (Sebab Akibat)

Apa yang kita tabur, maka itulah yang kita tuai. Bagi seorang

anak tentu akan sangat sulit memaknai kalimat tersebut. Namun

dengan peraturan secara tidak langsung orang tua telah

mengajarkan makna dari kalimat bijak tersebut. Saat orang tua

(6)

menjelaskan sebab-sebab dari dibuatnya peraturan tersebut dan

akibatnya bila anak melanggar. Misalnya mengapa seluruh anggota

keluarga harus tidur di bawah jam 22.00. Si anak sudah tahu kalau

sebabnya adalah agar semua tidak terlambat bangun pagi. Bila

anak melanggarnya apa akibatnya? Orang tua harus memberikan

konsekuensi kepada anak, misalnya dengan mengurangi uang jajan

dan lain-lain. Tentu saja konsekuensi ini tidak hanya berupa

hukuman saja, melainkan juga penghargaan. Penghargaan bisa

orang tua berikan berupa pujian atau memberikan hadiah buat

anak.

d) Anak Belajar Patuh Kepada Orang Tua

Tidak sedikit anak menjadi pribadi yang suka memberontak

karena pola asuh yang salah. Misalnya dengan terlalu sering

menggunakan kekerasan seperti berbicara keras dan main tangan

untuk mendidik dan mendisiplinkan anak. Dengan adanya

peraturan orang tua tidak perlu menggunakan kekerasan, tetapi

anak akan belajar patuh kepada orang tua. Agar anak tahu bahwa

peraturan dibuat demi kebaikannya, maka sebelum membuat

peraturan orang tua harus menjelaskan manfaatnya. Orang tua

menjelaskan kepada anak bahwa peraturan tersebut dibuat karena

(7)

menjadi anak yang baik serta karena orang tua ingin agar si kecil

disayang oleh Tuhan, guru, teman, dan orang tua.

e) Melatih Daya Ingat Anak

Memunculkan peraturan secara tidak langsung akan

mendidik anak untuk belajar melatih daya ingat. Anak akan

berusaha untuk mengingat peraturan-peraturan yang ada untuk

mematuhinya dan agar mendapatkan penghargaan dari orang tua.

f) Mencegah Pengaruh Buruk dari Luar

Bila orang tua membiasakan anak untuk patuh pada

peraturan, maka sang anak pun akan merasa aneh bila

melanggarnya dan menanyakan hal itu kepada orang tua.

Banyak sekali manfaat dari peraturan anak. Akan lebih baik bagi

orang tua mulai membuat peraturan sedini mungkin, agar anak tidak

melakukan kesalahan-kesalahan yang selalu diulang dan berubah

menjadi kebiasaan. Hal yang perlu diingat dalam membuat peraturan

adalah harus diimbangi dengan teladan yang baik dari orang tua.

Jangan sampai orang tua membuat peraturan, tetapi orang tua sendiri

sering melanggarnya. Hal yang tidak kalah penting dalam membuat

peraturan adalah dengan memperbanyak konsekuensi yang positif atau

(8)

2) Hukuman

Hurlock (1999: 86-87) menjelaskan bahwa hukuman berasal

dari kata kerja bahasa Latin, yaitu punire yang artinya menjatuhkan

hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau

pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Walaupun tidak

dikatakan secara jelas, tetapi tersirat di dalamnya bahwa kesalahan

perlawanan atau pelanggaran ini disengaja dalam arti bahwa orang itu

mengetahui bahwa perbuatan itu salah, tetapi tetap melakukannya.

Hukuman mempunyai dua peran penting, yaitu:

a) Menghalangi

Hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak

diinginkan oleh masyarakat. Bila anak menyadari bahwa bila

melakukan tindakan tertentu akan dihukum, maka anak biasanya

urung melakukan tindakan tersebut. Nilai penghalangnya juga

penting bagi anak yang belum belajar tentang apa yang benar dan

salah.

b) Mendidik

Hukuman adalah mendidik. Sebelum anak mengerti

peraturan mereka dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar dan

yang lain salah dengan mendapat hukuman karena melakukan

tindakan yang salah dan tidak menerima hukuman bila mereka

(9)

usia mereka belajar peraturan, terutama lewat pengajaran verbal.

Mereka juga belajar dari pengalaman bahwa jika mereka gagal

mematuhi peraturan, maka sudah barang tentu mereka akan

dihukum. Hal ini memperkuat pengajaran verbal.

Aspek edukatif lain dari hukuman yang sering kurang

diperhatikan adalah mengajar anak membedakan besar kecilnya

kesalahan yang diperoleh mereka. Kriteria yang diterapkan pada

anak-anak adalah frekwensi dan beratnya hukuman. Jika hukuman,

maka mereka akan selalu dihukum untuk tindakan yang salah.

Beratnya hukuman membuat mereka mampu membedakan

kesalahan yang serius dari yang kurang serius.

c) Memberi Motivasi

Tujuan dari memberi motivasi adalah untuk menghindari

perilaku yang tidak diterima masyarakat. Pengetahuan tentang

akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai motivasi untuk

menghindari kesalahan tersebut. Bila anak mapu

mempertimbangkan tindakan alternatif dan akibat masing-masing

alternatif mereka harus belajar memutuskan sendiri apakah suatu

tindakan yang salah cukup menarik untuk dilakukan. Jika mereka

memutuskan tidak, maka mereka akan mempunyai motivasi untuk

(10)

Dalam http://id.wikipedia.org (2012: 1) dikatakan bahwa fungsi

dari hukuman adalah:

a) Membatasi perilaku. Dalam hal ini hukuman menghalangi

terjadinya pengulangan tingkah laku yang tidak diharapkan.

b) Bersifat mendidik.

c) Memperkuat motivasi untuk menghindarkan diri dari tingkah laku

yang tidak diharapkan.

Lebih jauh Hurlock (1999: 89) bahwa bentuk hukuman yang

baik adalah:

a) Hukuman harus disesuai dengan pelanggaran dan harus mengikuti

pelanggaran sedini mungkin, sehingga anak akan mengasosiasikan

keduanya.

b) Hukuman yang diberikan harus konsisten, sehingga anak

mengetahui bahwa kapan saja peraturan dilanggar, maka hukuman

tidak dapat dihindari.

c) Apapun bentuk hukuman yang diberikan sifatnya harus

impersonal, sehingga anak itu tidak akan menginterprestasikannya

sebagai kejahatan si pemberi hukuman.

d) Hukuman harus konstruktif, sehingga memberi motivasi untuk

yang disetujui secara sosial di masa mendatang.

(11)

harus menyertai hukuman agar anak itu akan melihatnya sebagai

hal yang adil dan benar.

f) Hukuman harus mengarah pada pembentukan hati nurani untuk

menjamin pengendalian perilaku dari dalam di masa mendatang.

g) Hukuman tidak boleh membuat anak merasa terhina atau

menimbulkan rasa permusuhan.

Purwanto (2002: 188-189) menguraikan bahwa berhasil atau

tidaknya suatu hukuman tergantung pada pribadi si pendidik, pribadi

anak, dan bahan atau cara yang dipakai dalam menghukum anak.

Selain itu ditentukan atau dipengaruhi pula oleh hubungan antara

pendidik serta suasana atau saat ketika hukuman diberikan.

Setiap hukuman pedagogis mengandung maksud yang sama,

yaitu bertujuan untuk memperbaiki watak dan kepribadian anak didik

meskipun hasilnya belum tentu dapat diharapkan. Beberapa dampak

dari hukuman adalah:

a) Menimbulkan perasaan dendam pada si terhukum. Hal ini adalah

akibat dari hukuman yang sewenang-wenang dan tanpa tanggung

jawab. Akibat semacam inilah yang harus dihindari oleh pendidik.

b) Menyebabkan anak menjadi lebih pandai menyembunyikan

pelanggaran. Hal ini pun akibat yang tidak baik, kadang-kadang

bisa juga menimbulkan akibat yang tidak disukai.

(12)

bercakap-cakap di dalam keloas karena mendapat hukuman

mungkin pada akhirnya berubah juga kelakuannya.

d) Mengakibatkan si pelanggar menjadi kehilangan perasaan salah

karena kesalahannya dianggap telah dibayar dengan hukuman yang

telah dideritanya.

e) Akibat yang lain adalah memperkuat kemauan si pelanggar untuk

menjalakan kebikan. Biasanya ini adalah akibat dari hukuman

normatif.

3) Penghargaan

Demikian pula Hurlock (1999: 90) mendefinisikan bahwa

penghargaan berarti setiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang

baik. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa

kata pujian, senyuman atau tepukan di punggung. Sifat dari

penghargaan adalah suatu hal yang menyusul hasil yang dicapai.

Penghargaan mempunyai tiga fungsi, yaitu:

a) Penghargaan mempunyai nilai mendidik.

b) Sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara

sosial.

c) Penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui

secara sosial.

Jenis penghargaan yang dapat diberikan kepada anak, yaitu

(13)

Ilmawati (2011: 1-2) menjelaskan bahwa ada beberapa yang

perlu diperhatikan ketika pendidik memberikan penghargaan (reward)

kepada anak. Penghargaan semestinya diberikan jika anak berhasil

melakukan sesuatu sesuai dengan standar prestasi atau pencapaian

tertentu berdasarkan kemampuan dan keadaan anak. Sebaiknya standar

prestasi itu dibuat berdasarkan kesepakatan yang menantang bukan

yang menekan agar anak tidak stres, nyaman, dan senang

melakukannya. Penghargaan juga bisa diberikan saat pendidik

mempunyai harapan tertentu terhadap perilaku anak. Walau anak tidak

melakukan dengan sempurna, tetapi bisa memenuhi harapan pendidik,

maka memberikan penghargaan menjadi langkah yang tepat.

Unaradjan (2003: 16) mengatakan bahwa beberapa fungsi

penghargaan dalam disiplin yang berperan dalam mengajari anak

untuk berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat adalah:

a) Penghargaan yang memiliki nilai mendidik, yaitu imbalan yang

diberikan setelah anak berperilaku tertentu, sehingga anak tahu

bahwa perilaku itu adalah perilaku yang baik.

b) Penghargaan menyediakan suatu motivasi untuk mengulangi

perilaku yang diterima masyarakat.

c) Imbalan menyediakan penguat (reinforcement) bagi perilaku yang

(14)

4) Konsistensi

Ezra (2011: 1) menerangkan bahwa konsistensi adalah sebuah

kekuatan. Konsistensi merupakan salah satu faktor kesuksesan.

Konsisten adalah tindakan yang dilakukan terus menerus untuk

mencapai tujuan. Konsisten adalah tekad yang disertai tujuan yang

jelas. Ada 2 hal yang bisa membuat seseorang konsisten, yaitu visi dan

nilai (value).

Kelebihan dari konsistensi bagi seseorang adalah:

a) Orang yang konsisten akan mendapat kepercayaan.

b) Orang yang konsisten akan mendapat hasil akhir yang baik.

c) Orang yang konsisten akan mendapat banyak kesempatan

d) Orang yang konsisten akan mempunyai keberuntungan (luck

factor).

Beberapa hal yang diperlukan agar seseorang bisa konsisten

adalah:

a) Mempunyai arah yang tepat dan jelas (visi).

b) Komitmen terhadap nilai-nilai.

c) Ada apresiasi sebab kalau tidak ada apresiasi akan berhenti di

tengah jalan.

d) Didikan, penghargaan (reward), dan hukuman (punishment).

(15)

Halangan dan rintangan seringkali menggoyahkan konsistensi.

Jika hal ini terjadi hendaklah tetap konsisten. Ibarat pesawat terbang

yang sudah didesain dengan tepat kordinatnya, maka meski terjadi

guncangan pesawat akan sampai ke tujuan. Begitu juga dalam hidup,

yaitu kalau tujuan dan visi yang kita desain sudah jelas dan kuat, maka

meski ada halangan dan rintangan kita akan tetap konsisten mencapai

tujuan tersebut.

Hurlock (1999: 91-92) menjelaskan bahwa

konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Konsistensi

tidak sama dengan ketetapan yang berarti tidak adanya perubahan,

tetapi suatu kecenderungan menuju kesamaan. Konsistensi harus

menjadi ciri semua aspek disiplin. Harus ada konsistensi dalam cara

peraturan yang digunakan sebagai pedoman perilaku, konsistensi

dalam cara peraturan ini diajarkan dan dipaksakan, dalam hukuman

yang diberikan kepada mereka yang tidak menyesuaikan pada standar,

dan dalam penghargaan bagi mereka yang menyesuaikan.

Peran konsistensi dalam disiplin adalah:

a) Konsistensi mempunyai nilai mendidik yang besar.

b) Konsistensi mempunyai nilai motivasi yang kuat

c) Konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan

(16)

Demikian pula Unaradjan (2003: 16) menjelaskan bahwa

konsistensi berarti keseuaian atau stabilitas (uniformity or stability).

Konsistensi harus menjadi ciri dari seluruh segi penanaman disiplin.

Hukuman diberikan bagi pelaku yang tidak sesuai dan hadiah untuk

yang sesuai.

Fungsi konsistensi yang penting dalam disiplin adalah:

a) Konsistensi dapat meningkatkan proses belajar untuk disiplin.

b) Konsistensi memiliki nilai motivasional yang kuat untuk

melakukan tindakan yang baik di masyarakat dan menjauhi

tindakan yang buruk.

c) Konsistensi membantu perkembangan anak untuk hormat pada

aturan-aturan dan masyarakat sebagai otoritas. Anak-anak yang

telah berdisiplin secara konsisten mempunyai standar yang berlaku

dibanding dengan anak-anak yang berdisiplin secara tidak

konsisten.

c. Fungsi Disiplin

Unaradjan (2003: 16-17) menjelaskan bahwa di balik keteraturan

dan keterarahan hidup manusia terhadap keadamaian, keberhasilan, dan

kebahagiaan yang merupakan dambaan setiap insan. Sepanjang hidupnya

manusia membutuhkan suasana yang aman dan harmonis. Kebutuhan dan

dan harapan akan keadaan tersebut mendorong manusia untuk berdisiplin

(17)

maka manfaat disiplin diri tersebut dirasakan oleh pribadi yang

bersangkutan maupun orang-orang di sekitarnya.

Unaradjan (2003: 20) melanjutkan penjelasannya bahwa fungsi

disiplin secara umum terbagi menjadi dua, yaitu:

1) Bagi Diri Sendiri

Disiplin dapat memungkinkan seseorang mencapai keberhasilan

usaha. Setiap orang yang belajar tentu mengharapkan supaya dirinya

berhasil. Contohnya seorang pelajar sangat menginginkan

keberhasilan ujian akhir maupun ujian semester atau seorang

mahasiswa yang berharap agar skripsi atau tesis atau atau disertasinya

dapat selesai pada waktunya. Untuk mencapai keberhasilan, maka

berbagai macam tuntutan dan persyaratan harus dipenuhi. Dalam hal

ini pengendalian diri dari berbagai kecenderungan yang dapat

menghambat kelancaran usaha tersebut atau pengaturan waktu sangat

penting. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keinginan untuk

mencapai keberhasilan dalam suatu karya mendorong seseorang

berdisiplin diri.

Setiap manusia sebetulnya mendambakan kebebasan. Kebebasan

merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Kebebasan yang

sungguh-sungguh memenuhi hasrat hati manusia adalah kebebasan

sejati. Kebebasan inilah yang menentukan manusia mewujudkan diri

(18)

membuat manusia merasa bahagia karena keharmonisan realisasinya

baik dengan sesama, Tuhan, dan dengan dirinya sendiri. Kebebasan

sejati merupakan buah dari pengendalian diri tanpa paksaan dan

tekanan dari pihak lain. Oleh karena itu seseorang merasa terdorong

untuk berdisiplin guna memperoleh kebebasan seperti itu.

Setiap pribadi yang mampu mengontrol dan mengekang diri

akan dihargai dalam masyarakat. Kebutuhan akan penghargaan ini

merupakan salah satu kebutuhan psikologis manusia yang penting.

Wujud penghargaan antara lain berupa pengakuan akan hak dan

kewajiban manusia. Setiap individu tentu mengharapkan hak-haknya

diakui oleh orang lain. Sebaliknya dia pun diharapkan memiliki sikap

yang sama. Dapat dikatakan bahwa penghargaan merupakan salah satu

kebutuhan psikologis yang wajib diakui oleh manusia. Supaya hak dan

kewajiban dapat dihayati secara seimbang, maka pengaturan dan

pengontrolan diri yang sadar dari setiap pribadi sangat berguna.

2) Bagi Orang Lain

Hakekat manusia sebagai makhluk individu dan sosial membuat

disiplin juga berfungsi ganda. Selain berguna untuk diri sendiri

disiplin juga berguna untuk orang lain. Sebagai anggota masyarakat

pola hidup disiplin dari sesorang akan ditiru oleh orang lain terutama

(19)

karena itu dapat dikatakan bahwa disiplin berguna bagi setiap individu

maupun masyarakat di mana dirinya menjadi anggotanya.

Dalam kaitannya dengan hal ini dapat dikatakan bahwa disiplin

diri berhubungan erat dengan disiplin nasional karena disiplin nasional

merupakan sikap mental suatu bangsa yang nyata dalam tingkah laku

terpola. Suatu bangsa adalah sejumlah orang yang mendiami wilayah

atau daerah. Oleh karena itu kalau setiap orang menghayati disiplin

dengan baik, maka disiplin nasional juga akan terjamin. Dengan

demikian tujuan pembangunan yang menjadi aspirasi seluruh rakyat

dapat tercapai.

Dalam www.kaskus.us (2011: 1-8) disebutkan beberapa fungsi dari

disiplin bagi seorang anak, yaitu:

1) Menumbuhkan kepekaan. Anak tumbuh menjadi pribadi yang peka

atau berperasaan halus dan percaya kepada orang lain. Sikap-sikap

seperti ini akan memudahkan dirinya mengungkapkan perasaannya

kepada orang lain termasuk orang tuanya. Hasilnya adalah anak akan

mudah menyelami perasaan orang lain juga.

2) Menumbuhkan kepedulian. Anak menjadi peduli pada kebutuhan dan

kepentingan orang lain. Disiplin membuat anak memiliki integritas

selain dapat memikul tanggung jawab, mampu memecahkan masalah

(20)

3) Mengajarkan keteraturan. Anak jadi memiliki pola hidup yang teratur

dan mampu mengelola waktunya dengan baik.

4) Menumbuhkan ketenangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

bayi yang tenang atau jarang menangis ternyata lebih mampu

memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan baik. Di tahap

selanjutnya ia bisa cepat berinteraksi dengan orang lain.

5) Menumbuhkan sikap percaya diri. Sikap ini tumbuh saat anak diberi

kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang mampu ia kerjakan

sendiri.

6) Menumbuhkan kemandirian. Dengan kemandirian anak dapat

diandalkan untuk bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Anak juga

dapat mengeksplorasi lingkungannya dengan baik. Disiplin merupakan

bimbingan pada anak agar sanggup menentukan pilihan bijak.

7) Menumbuhkan keakraban. Anak jadi cepat akrab dan ramah terhadap

orang lain karena kemampuannya beradaptasi lebih terasah.

8) Membantu perkembangan otak. Pada usia tiga tahun pertama

pertumbuhan otak anak sangat pesat. Di usia ini ia menjadi peniru

perilaku yang sangat piawai. Jika ia mampu menyerap disiplin yang

dicontohkan orang tuanya, maka disiplin sejak dini akan membentuk

kebiasaan dan sikap yang positif.

9) Membantu anak yang hiperaktif. Dengan menerapkan disiplin, maka

(21)

10)Menumbuhkan kepatuhan. Hasil nyata dari penerapan disiplin adalah

kepatuhan. Anak akan menuruti aturan yang diterapkan orang tua atas

dasar kemauan sendiri.

Hurlock (1999: 83) menyebutkan bahwa beberapa kebutuhan masa

kanak-kanak yang dapat diisi dengan kedisiplinan sebagai berikut:

1) Disiplin memberi anak rasa aman dengan memberitahukan apa yang

boleh dan yang tidak boleh dilakukan.

2) Dengan disiplin membantu anak menghindari perasaan bersalah

dan rasa malu akibat perilaku yang salah, yaitu perasaan yang pasti

mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang buruk.

Dengan disiplin memungkinkan anak hidup menurut standar yang

disetujui kelompok sosial, sehimgga memperoleh persetujuan sosial.

3) Dengan disiplin anak belajar bersikap menurut cara yang akan

mendatangkan pujian yang akan ditafsirkan anak sebagai tanda kasih

sayang dan penerimaaan. Hal ini esensial bagi penyesuaian yang

berhasil dan membahagiakan hati anak.

4) Disiplin yang sesuai dengan perkembangan berfungsi sebagai motivasi

pendorong ego untuk mencapai apa yang diharapkan dari anak.

5) Disiplin membantu mengembangkan hati nurani.

d. Penanaman Disiplin Sebagai Bentuk Pengendalian

Setiap sekolah memiliki peraturan dan tata tertib yang harus

(22)

sekolah merupakan kebijakan sekolah yang tertulis dan berlaku sebagai

standar untuk tingkah laku siswa, sehingga siswa mengetahui

batasan-batasan dalam bertingkah laku. Dalam disiplin terkandung pula ketaatan

dan mematuhi segala peraturan dan tangung jawab. Dalam hal ini sikap

patuh siswa ditunjukkan pada peraturan yang telah ditetapkan ( Listiani,

2005: 24).

Rahmawati (tt: 1-4) memaparkan bahwa disiplin bisa diartikan

sebagai pengendalian atau pengawasan terhadap tingkah laku manusia.

Dalam kondisi tertentu disiplin kelas dapat diartikan sebagai suatu

keadaan tertib di mana guru dan anak didik yang tergabung dalam suatu

kelas tunduk pada peraturan yang telah ditentukan dengan senang hati.

Disiplin siswa merupakan suatu keadaan di mana sikap, penampilan dan

tingkah laku siswa sesuai dengan tatanan nilai, norma, dan

ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolah.

Pada saat ini banyak penyimpangan perilaku anak didik yang perlu

penanggulangan secepatnya. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara

mengidentifikasi penyebab penyimpangan perilaku tersebut.

Penyimpangan sikap muncul karena adanya perbedaan persepsi atau

pandangan terhadap sikap anak itu sendiri. Perbedaan persepsi inilah yang

dapat menimbulkan kesulitan dalam perkembangan anak.

Proses sosialisasi dibutuhkan anak didik untuk membawa ke arah

(23)

keluarga, sekolah dan masyarakat. Bahkan sering menimbulkan konflik

antara tuntutan sosial dan keinginan anak. Sekolah perlu bertindak tegas

untuk bisa mengkondisikan lingkungan sekolah menjadi tempat yang

menyenangkan bagi anak untuk belajar dan bukan seperti terpenjara dalam

peraturan yang mengikat. Jadi disiplin merupakan aspek dari hubungan

orang tua dan anak maupun hubungan guru dan anak didik.

Harapan dengan adanya penanaman disiplin bagi anak didik agar

mereka dapat memahami bahwa disiplin itu perlu agar dapat hidup serasi

dengan lingkungannya. Oleh karena itu lembaga sekolah harus

menggunakan metode-metode disiplin agar tidak mematuhi keinginan

tuntutan pendidikan semata. Pendidik harus dapat menunjukkan secara

konsisten pada anak didik mengenai tingkah laku mana yang dinilai baik

dan mana yang tidak.

Metode disiplin yang bisa diterapkan sekolah salah satunya dengan

penertiban terhadap aturan sekolah. Aturan atau tata tertib sekolah

merupakan salah satu alat untuk melatih anak didik mempraktekkan

disiplin di sekolah. Tata tertib dan disiplin sekolah harus diusahakan

menunjang dinamika sekolah dalam semua kegiatannya karena secara

eksplisit mencakup sanksi-sanksi yang akan diterima jika terjadi

pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan sekolah.

Tujuan disiplin anak didik adalah untuk mengontrol tingkah laku anak

(24)

dengan optimal. Selain itu anak didik belajar hidup dengan pembiasaan

yang baik, positif, dan bermanfaat bagi dirinya dan lingkungannya,

sehingga perkembangan dan pertumbuhan anak didik meningkat.

Pencapaian tujuan pembinaan disiplin kelas antara lain dengan

beberapa teknik yang bisa dilakukan antara lain:

1) Teknik inner control, artinya kepekaan akan disiplin harus tumbuh dan

berkembang dari dalam diri anak.

2) Teknik external control, artinya pengendalian ini berasal dari luar diri

anak berupa bimbingan dan penyuluhan.

3) Teknik cooperative control, artinya disiplin kelas yang baik harus

mengandung kesadaran kerja sama antara guru dan anak didik secara

harmonis, respektif, efektif, dan produktif.

Fungsi kedisiplinan secara individual dapat mengatur pergaulan di

sekolah menjadi teratur, tidak ada yang berkelakuan dan bersikap

semaunya sendiri. Pelaksanaan tata tertib kedisiplinan bisa berjalan baik

apabila tata tertib tersebut disosialisasikan kepada anak didik harus ada

pengawasan tentang dilaksanakan atau tidaknya secara intensif dan

apabila terjadi pelanggaran harus ada tindakan.

Kedisiplinan perlu ditanamkan kepada siswa karena beberapa hal,

yaitu:

1) Memberikan dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak

(25)

2) Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan

lingkungan.

3) Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan peserta didiknya

terhadap lingkungannya.

4) Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan

individu lainnya.

5) Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah.

6) Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar.

7) Peserta didik belajar dan bermanfaat baginya dan lingkungannya.

8) Kebiasaan baik menyebabkan ketenangan jiwa dan lingkungannya.

Lingkungan sekolah yang teratur, tertib, dan tenang memberi

gambaran lingkungan siswa yang giat, gigih, serius, penuh perhatian,

sungguh-sungguh, dan kompetitif dalam pembelajarannya. Lingkungan

disiplin seperti itu ikut memberi andil lahirnya siswa-siswa yang berhasil

dengan kepribadian unggul. Di sana ada dan terjadi kompetisi positif di

antara mereka.

Untuk mencapai dan memiliki ciri-ciri kepribadian tersebut

diperlukan pribadi yang giat, gigih, tekun, dan disiplin. Keunggulan

tersebut baru dapat dimiliki apabila dalam diri seseorang terdapat sikap

(26)

e. Metode Penanaman Disiplin

Menurut Utami Munandar seperti yang dikutip oleh Rahmawati (tt:

4-5) bahwa cara yang bisa pendidik lakukan adalah dengan cara proses

imitasi (peniruan), identifikasi (keteladanan), dan internalisasi

(penyerapan) anak secara berangsur-angsur belajar mengenai nilai-nilai

sosial dan susila sebagai pedoman tingkah laku. Dengan makin besarnya

anak nilai-nilai yang semula ditanamkan dan diteladankan oleh pendidik

akhirnya diinternalisasi menjadi sistem nilai anak itu sendiri yang sudah

mencapai otonomi dalam menilai baik buruk perilaku. Jadi hendaknya

disiplin hukuman diberikan bagi anak-anak yang menunjukkan perilaku

menyimpang dari apa yang diharapkan atau sebagai pemberian kendali

dari luar.

Memang kadang-kadang pemberian hukuman tidak dapat

dihindarkan jika dengan cara-cara lain pendidikan perilaku anak tidak

dapat dikendalikan. Tetapi tujuan akhir dari penanaman disiplin ialah

perkembangan dari internal control (pengendalian dari dalam) dan disiplin

diri. Sekolah harus bisa membedakan antara tujuan disiplin jangka pendek

dan tujuan jangka panjang. Jika yang pertama adalah konformitas anak

terhadap tuntutan orang tua, yaitu pengendalian oleh orang tua terhadap

perilaku anak, yang terakhir adalah perkembangan dari pengendalian diri

(27)

Dalam http://lifehacks.web.id (2012: 1) dijelaskan bahwa orang tua

seringkali merasa bingung dengan sikap anak yang tidak mau diatur dan

cenderung membantah perkataan orang tua sehingga akhirnya orang tua

menggunakan kekerasan pada anak secara fisik misalnya memukul atau

secara psikis misalnya membentak agar anak menuruti perintah orang tua.

Namun hal tersebut malah membuat anak semakin tidak mendengarkan

orang tua.

Selanjutnya dalam http://lifehacks.web.id (2012: 1-2) disebutkan

beberapa cara untuk menanamkan disiplin pada anak antara lain:

1) Konsisten (tidak berubah). Ada kesepakatan antara ayah dan ibu,

sehingga setiap tindakan dalam menanamkan disiplin tidak

berubah-ubah.

2) Jelas. Berikan aturan yang sederhana dan jelas, sehingga anak mudah

melakukannya.

3) Memerhatikan harga diri anak. Jangan menegur anak di hadapan orang

lain karena hal itu akan membuat anak merasa malu, sehingga tetap

mempertahankan tingkah laku tersebut.

4) Beralasan dan dapat dipahami. Alasan dan tata tertib yang dilakukan

itu perlu dijelaskan kepada anak, sehingga anak melakukannya dengan

penuh kesadaran.

5) Memberi hadiah. Hadiah berupa pujian, penghargaan, barang atau

(28)

lain-lain diberikan apabila anak melakukan perilaku positif. Hal tersebut

akan menumbuhkan rasa percaya diri.

6) Hukuman. Orang tua harus berhati-hati dalam memberikan hukuman.

Jangan sampai menyakiti fisik atau jiwa anak. Hukuman merupakan

pilihan terakhir. Lebih baik memuji perbuatannya yang benar daripada

menghukum kesalahannya.

7) Luwes. Jangan terlalu kaku dalam menegakkan disiplin, tetapi

sesuaikan dengan keadaan anak.

8) Keterlibatan anak. Sebaiknya anak dilibatkan dalam setiap membuat

tata tertib, sehingga anak merasa dihargai dan diakui dalam keluarga.

9) Bersikap tegas. Bersikap tegas bukan berarti bersikap kasar baik dalam

tindakan fisik atau perbuatan.

10)Jangan emosional. Dalam menghukum anak sebaiknya hindari emosi

yang berlebihan.

Dalam http://goodboy.co.id (2008: 1-3) bahwa selain orang tua

setiap sekolah memiliki metode serta peraturan yang berbeda. Secara

umum metode kedisiplinan yang diterapkan di Taman Kanak-kanak

memiliki kemiripan, yaitu:

1) Menyontohkan

Pendekatan positif sangat perlu agar anak-anak tidak stres dan

(29)

dan konkret karena anak-anak akan meniru orang dewasa yang

sehari-hari perilakunya diamatinya (role model).

2) Punishmentand Reward

Sistem punishment and reward sangat cocok dalam penerapan

disiplin anak. Misalnya aturan dalam bermain dan makan. Aturannya

adalah setiap anak harus antri cuci tangan kemudian duduk di tempat

masing-masing dan berdoa lalu makan dengan tenang serta tidak boleh

sambil mengobrol. Kalau ada yang menyela antrian atau mengobrol

saat makan padahal hari itu ada kegiatan berenang, maka hukuman

yang harus mereka terima adalah tidak jadi berenang bersama pada

hari itu. Sebaliknya, jika anak-anak disiplin, maka guru tak segan

memberikan pujian atau hadiah. Misalnya tanda bintang di buku

nilainya atau sebatang coklat. Tidak harus mahal yang penting anak

merasa dihargai usahanya.

3) Tanpa Emosi

Disiplin tidak sama dengan kekerasan, kemarahan, luapan

emosi, atau hukuman. Hukuman adalah cara terakhir yang diterapkan

bila disiplin sudah berulangkali dilanggar. Hukuman tidak boleh

menyakiti secara fisik, mental atau verbal, tetapi berupa kesepakatan

bahwa si anak akan kehilangan haknya tertentu bila melanggar disiplin

(30)

Jangan memberikan hukuman yang tidak disepakati bersama

sebelumnya, sehingga menyebabkan anak merasa bingung, frustrasi,

dan merasa bahwa guru hanya ingin mengambil hak-hak dan

kesenangannya saja tanpa alasan yang berarti. Saat anak didik mulai

berulah, maka guru jangan marah atau emosi. Alihkan perhatian anak

dan tawarkan sesuatu yang menarik hatinya dan membuatnya berhenti

berulah. Anak sangat senang bila diminta membantu pekerjaan orang

dewasa.

Mereka bangga bila dapat melakukan hal-hal yang dilakukan

gurunya. Meminta anak membantu mengambilkan spidol atau

membawakan buku ke ruang guru lalu setelahnya anak diberi reward

berupa pujian atas hal itu akan mengubah sikap dan perilaku mereka.

Berikan pujian secara tulus pada saat anak bersikap manis dan

mematuhi peraturan. Pujian yang tulus atas achievement anak akan

membuat mereka bangga dan berarti. Anak akan terus berusaha

mendapatkan pengakuan ini. Punishment yang diberikan pun harus

berupa hal yang anak suka. Contohnya dengan melarang main boneka

favorit anak. Hal tersebut tentu akan menimbulkan efek jera. Begitu

juga dengan reward dapat diberikan berupa hal yang anak suka dengan

(31)

4) Konsisten

Disiplin diperkenalkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan

dan kemampuan guru dan anak. Kunci utamanya adalah konsistensi.

Guru dan orangtua hendaknya bersikap konsisten sehingga anak tidak

mendapat celah untuk melanggar aturan yang telah disepakati.

Misalnya tidak boleh berbicara ketika sedang makan, maka aturan

tersebut harus konsisten dilaksanakan.

Konsisten juga diperlukan antara peraturan yang diterapkan di

rumah dengan di sekolah, sehingga anak tidak memiliki standar ganda

yang menyebabkan anak tidak menganggap serius peraturan yang ada.

Aturan dibuat tidak hanya oleh guru saja melainkan berupa

kesepakatan bersama dengan anak. Dengan demikian dalam

pelaksanaannya anak dapat lebih bertanggung jawab terhadap

tindakannya.

5) Kalimat Positif

Menurut para ahli tumbuh kembang anak, baik medis, psikologi

maupun pendidikan sejak balita sudah harus diperkenalkan dengan

disiplin dan keteraturan. Kata kuncinya adalah kasih sayang,

kelemahlembutan, konsistensi, pengenalan pada batasan dan peraturan

serta tanpa kekerasan, baik verbal maupun mental dan fisik.

Cara yang salah dalam mendisiplinkan anak akan membunuh

(32)

mengekspresikan pikiran dan pendapatnya. Rasa percaya diri anak

akan tereduksi bila anak mengalami ketakutan besar untuk bertindak

dan mengambil risiko (guilt), sehingga akan menjadi pribadi minder,

apatis, bahkan agresif. Pengalaman negatif yang dialami semasa

kanak-kanak akan direkam otak dan terbawa sampai dewasa karena

90% perkembangan otak terjadi pada usia di bawah tujuh tahun. Jadi,

apabila ingin anak mempunyai rasa percaya diri untuk dapat

menjelajahi kehidupannya kelak ketika dewasa berikan sebanyaknya

pengalaman positif, yaitu dengan menggantikan kata-kata jangan atau

tidak boleh dengan kata-kata yang dapat memotivasi serta membangun

rasa percaya dirinya.

Orang tua dan guru harus selalu menggunakan kalimat positif.

Tidak mengatakan banyak kata jangan, tetapi cari persamaan kata dari

suatu tindakan yang akan anak lakukan. Contohnya kalimat “Jangan

teriak-teriak!” diganti dengan kalimat “Ayo sayang berbicara yang

halus”.

6) Ucapkan Maaf

Sebagai manusia yang tak luput dari emosi kadang sebagai orang

dewasa guru suka kelewat batas kalau marah. Jangan buat anak

menjadi takut, sehingga membuat mereka enggan ke sekolah dengan

alasan gurunya galak. Meskipun anak sering melakukan kesalahan

(33)

terlontar kata-kata kasar dari mulut guru karena akan sangat

menyakitkan anak tersebut.

Guru harus rendah hati dan tidak pelit untuk meminta maaf

kalau melakukan kesalahan. Sebagai pendidik sekaligus role mode

guru harus bisa mengontrol emosi. Bahasa yang tidak berguna,

mengandung makna yang negatif, dan tidak memotivasi akan dicontoh

dan direkam di memori otak anak dengan cepat dan mudah.

2. Anak Usia Dini

Menurut Setiawati (2006: 42-43) bahwa anak usia dini adalah anak

yang berada pada rentang usia sejak lahir hingga delapan tahun. Batasan usia

nol sampai delapan tahun merupakan batasan usia yang mengacu pada konsep

Developmentally Aprropriate Practices (DAP), yaitu acuan Pendidikan Anak

Usia Dini (PAUD) yang diterbitkan oleh Asosiasi PAUD di Amerika. Dalam

DAP sudah dikembangkan kurikulum, kegiatan pembelajaran, dan penilaian

(assessment) yang disesuaikan dengan perkembangan anak berdasarkan usia

dan kebutuhan individunya.

Berdasarkan karakteristik usia tersebut, anak usia dini dibagi menjadi:

a. Usia nol sampai satu tahun merupakan masa bayi.

b. Usia satu sampai tiga tahun merupakan masa toddler (batita).

c. Usia enam tahun merupakan masa prasekolah.

d. Usia enam sampai delapan tahun merupakan masa Sekolah Dasar (SD)

(34)

Meskipun demikian batasan anak usia dini ini ada perbedaan konsep di

Indonesia terutama konsep yag dikembangkan oleh Direktorat Jenderal

Pendidikan Luar Ssekolah. Di Indonesia anak usia dini didefinisikan sebagai

anak usia nol sampai enam tahun. Batasan usia 0-6 tahun ini antara lain

karena pertimbangan batas masuknya anak dalam pendidikan dasar atau

formal.

Anak usia dini memiliki proses pertumbuhan dan perkembangan yang

bersifat unik. Secara fisik pertumbuhan anak usia dini sangat pesat di mana

tinggi badan dan berat badan anak bertambah cukup pesat dibanding dengan

pertumbuhan pada usia di atasnya. Begitu pula pertumbuhan otak anak di

mana otak sebagai pusat koordinasi berbagai kemampuan manusia tumbuh

sangat pesat pada anak usia dini. Pada usia empat tahun pertumbuhan otak

anak sudah mendekati 80% sempurna. Pada usia empat sampai 12 tahun

pertumbuhan otak tersebut mencapai kesempumaan. Pemberian stimulasi

pendidikan pada saat pertumbuhan fisik anak yang pesat dan otak sedang

tumbuh dan mengalami kelenturan atau pada usia kematangannya akan

mendapat hasil yang maksimal disbandingkan pada usia sebelum dan

sesudahnya. Dengan demikian sebagai pendidik perlu memahami kapan

munculnya masa peka atau usia kematangan anak tersebut.

Di samping pertumbuhan perkembangan anak usia dini pun muncul

dengan pesat. Berbagai macam aspek yang berkembang sering

(35)

inteligensi (daya pikir dan daya cipta), bahasa (kosa kata dan komunikasi),

sosial emosional (sikap, kebiasaan, perilaku, dan moral). Pada usia dini

perkembangan masing-masing aspek memiliki karakteristik khusus yang

berbeda pada usia-usia tertentu. Pemberian stimulasi yang sesuai dengan

karakteristik perkembangan anak akan menjadikan berbagai aspek

perkembangan anak berkembang maksimal. Dengan demikian pemahaman

para pendidik terhadap berbagai karakteristik perkembangan anak usia dini

sangat diperlukan guna memberikan perlakukan yang baik pada anak

didiknya.

Cara anak usia dini berkembang memiliki ciri tersendiri. Banyak

pandangan yang dikemukakan para ahli tentang perkembangan anak usia dini.

Salah satunya adalah prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini menurut S.

Bredekamp dan C. Copple yang dikutip oleh Aisyah, dkk. (2009: 1.17-1.23),

yaitu:

a. Perkembangan Aspek Fisik, Sosial, Emosional, dan Kognitif

Perkembangan dalam satu aspek dapat bersifat membatasi atau

mendukung perkembangan pada aspek lainnya. Misalnya perkembangan

fisik motorik anak dalam hal kematangan alat-alat ucap (artikulator) akan

memudahkan anak dalam perkembangan bahasa khususnya dalam

pengucapan berbagai kosa kata. Sebaliknya ketika anak sedang terfokus

untuk belajar berjalan, maka perkembangan bicaranya seolah-olah terhenti

(36)

b. Perkembangan Aspek Fisik Motorik, Emosi, Sosial, Bahasa, dan Kognitif

Kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan anak dibangun

berdasarkan pada apa yang sebelumnya telah diperolehnya. Meskipun

terdapat berbagai variasi perkembangan anak sesuai kultur budaya

setempat, tetapi secara umum urutan perkembangan tersebut mengikuti

pola dan urutan tertentu yang dapat diperkirakan.

Dengan demikian perkembangan merupakan proses yang

berkesinambungan di mana pengalaman belajar dan ketercapaian tugas

perkembangan pada suatu periode akan mendasari proses perkembangan

berikutnya.

c. Perkembangan Berlangsung dalam Rentang yang Bervariasi antar Anak

dan antar Bidang Pengembangan dari Masing-masing Fungsi

Variasi ini terjadi dalam dua dimensi, yaitu variasi dari rata-rata

perkembangan dan variasi keunikan setiap anak sebagai individu. Variasi

dari rata-rata perkembangan anak artinya adalah dalam menentukan urutan

perkembangan usia anak hanyalah menrupakan indeks kasar yang sifatnya

perkiraan saja, sehingga kemungkinan akan terdapat variasi

perkembangan di antara anak yang berusia sama. Sedangkan variasi

keunikan perkembangan setiap anak artinya adalah tidak ada anak yang

perkembangannya sama persis meskipun anak kembar. Setiap anak akan

(37)

temperamen, gaya belajar, latar belakang pengalaman atau latar belakang

keluarga.

d. Pengalaman Awal Anak Memiliki Pengaruh Kumulatif dan Tertunda

Terhadap Perkembangan Anak

Pengalaman awal memiliki pengaruh kumulatif yang artinya jika

suatu pengalaman memiliki jika suatu pengalaman jarang terjadi, maka

hanya berpengaruh sedikit terhadap perkembangan anak. Sebaliknya jika

suatu pengalaman yang sama sering terjadi berulang-ulang, maka akan

berpengaruh kuat dan bertahan lama pada anak.

Pengalaman awal memiliki pengaruh tertunda yang artinya suatu

perlakuan tertentu yang diberikan kepada anak pengaruhnya tidak

langsung terasa saat itu juga, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama.

Misalnya upaya memberikan motivasi ekstrinsik untuk jangka pendek.

Namun dalam jangka waktu lama strategi ini justru akan memperlemah

motivasi intrinsik pada diri anak.

e. Perkembangan Anak Berlangsung ke Arah yang Semakin Kompleks,

Khusus, Teorganisasi, dan Terinternalisasi.

Anak secara bertahap belajar dari hal-hal yang sederhana dan

konkret kemidian berlanjut mempelajari hal-hal yang lebih sulit, banyak

menggunakan simbol, dan abstrak. Misalnya melalui tulisan, gambar atau

penjelasan. Anak juga mulai memahami dunia sekitarnya dengan lebih

(38)

dirinya. Misalnya awalnya anak hafal berbagai macam berbagai benda

yang ada di dalam rumahnya, maka lambat laun anak mulai paham tentang

posisi, bentuk atau segala hal tentang berbagai benda tersebut secara

terperinci.

f. Perkembangan dan Cara Belajar Anak Terjadi dan Dipengaruhi oleh

Konteks Sosial Budaya yang Majemuk

Konteks sosial budaya ini dimulai sejak dari lingkungan keluarga,

pendidikan sampai masyarakat secara umum. Berbagai jenis lingkungan

tersebut akan saling berhubungan dan semuanya berpengaruh terhadap

perkembangan anak.

g. Anak adalah Pembelajar Aktif yang Berusah Membangun Pemahamannya

tentang Lingkungan Sekitar dari Pengalam Fisik, Sosial, dan Pengetahuan

Diperolehnya

Anak berperan dalam perkembangan dan belajarnya sendiri saat saat

anak berinteraksi dengan pengalaman sehari-hari di rumah, sekolah atau

masyarakat. Sejak lahir anak telah terlibat secara aktif dalam membangun

pemahaman mereka sendiri melalui berbagai pengalaman dengan dunia

sekitarnya. Pemahaman ini juga diperantarai oleh lingkungan sosialnya

terutama oleh lingkungan keluarga pada masa bayi dan tiga tahun pertama.

h. Perkembangan dan Belajar Merupakan Interaksi Kematangan Biologis dan

(39)

Lingkungan fisik adalah berbagai benda atau peristiwa yang dapat

diamati anak, sedang lingkungan sosial adalah manusia di sekitar anak.

Meskipun awalnya terdapat perbedaan pandangan tentang mana yang

lebih dominan bagi perkembangan anak, keturunan atau lingkungan, tetapi

saat ini diakui bahwa keduanya saling berinteraksi dalam perkembangan

dan belajar anak.

Perkembangan akan terjadi sebagai hasil dari proses hubungan

sebab akibat antara individu yang berkembang (faktor keturunan) dan

berbagai pengalaman yang dia peroleh dari lingkungan fisik dan sosialnya

(faktor lingkungan).

i. Bermain Merupakan Sarana Penting bagi Perkembangan Sosial,

Emosional, Kognitif Anak, dan Menggambarkan Perkembangan Anak

Meskipun bermain seolah-olah hanya untuk bersenang-senang bagi

anak, tetapi memiliki manfaat yang sangat besar bagi perkembangannya.

Manfaat bermain tersebut antara lain memberikan kesempatan kepada

anak untuk memahami lingkungan dan berinteraksi sosial,

mengekspresikan dan mengendalikan emosi, meningkatkan kemampuan

simbolik anak dalam menyatakan ide, pikiran dan perasaannya,

menyelesaikan konflik, mengembangkan kreativitas, dan lain-lain.

Melalui bermain anak dapat membangun pengetahuannya dan

membangun kemampuan berpikir representatif. Orang dewasa juga akan

(40)

kegiatan bermain anak, sehingga dapat memberikan dukungan bagi

perkembangan tersebut dengan berbagai strategi yang diterima anak. Oleh

karena manfaatnya sangat besar, maka bermain digunakan sebagai prinsip

dalam pendidikan dan pembelajaran anak.

j. Perkembangan akan Mengalami Percepatan Apabila Anak Berkesempatan

untuk Mempratekkan Berbagai Keterampilan yang Diperoleh dan

Mengalami Tantangan Setingkat Lebih Tinggi dari Hal-hal yang

Dikuasainya

Teori motivasi menyebutkan bahwa seseorang termasuk anak

cenderung malas dan tidak termotivasi ketika dihadapkan pada hal-hal

yang terlalu sulit atau terlalu mudah. Hal-hal yang dianggapnya terlalu

mudah akan membuatnya cepat bosan. Sedangkan hal-hal yang

dianggapnya terlalu sulit akan membuatnya akan membuat anak takut

gagal, sehingga ia mudah mengalami frustasi. Sebaliknya jika anak merasa

tertantang pada suatu persoalan, maka motivasinya akan meningkat. Hal

ini akan menumbuhkan kecintaan pada belajar, rasa ingin tahu, dan

perhatian.

k. Anak Memiliki Modalitas Beragam untuk Mengetahui Sesuatu

Prinsip perbedaan modalitas pada teori psikologi belajar

menyebutkan bahwa seseorang memahami lingkungan dengan banyak

cara dan cenderung memilih cara belajar yang disukainya atau yang lebih

(41)

l. Kondisi Terbaik Anak untuk Berkembang dan Belajar adalah Komunitas

yang Menghargainya, Memenuhi Kebutuhan Fisiknya, dan Aman Secara

Fisik maupun Psikologi

Kondisi demikian akan mendorong anak untuk mengekspresikan

dan mengaktualisasikan dirinya secara optimal. Jika tidak ada tekanan

psikologis anak akan bebas bergerak, berperilaku, dan menyatakan

pendapat. Jika anak merasa aman secara fisik dia akan terhindar dari

hal-hal yang dapat membahayakan dirinya. Anak usia dini memerlukan

aktivitas fisik yang membuat mereka aktif dan ini akan membantu mereka

aktif dan hal ini akan membantu pembentukan kepercayaan dirinya.

Pembelajaran anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain,

dan bernyanyi. Pembelajaran disusun, sehingga menyenangkan,

menggembirakan, dan demokratis agar menarik anak untuk terlibat dalam

setiap kegiatan pembelajaran. Anak tidak hanya duduk tenang

mendengarkan ceramah gurunya, tetapi mereka aktif berinteraksi dengan

berbagai benda dan orang di lingkungannya, baik secara fisik maupun

mental. Pembelajaran di Taman Kanak-kanak harus menerapkan esensi

bermain. Esensi bermain meliputi perasaan menyenangkan, merdeka,

bebas memilih, dan merangsang anak. Jadi prinsip bermain sambil belajar

mengandung arti bahwa setiap kegiatan pembelajaran harus

(42)

Sehubungan dengan pembelajaran anak usia dini Suyanto (2005:

127-128) menjelaskan bahwa pembelajaran di TK didesain untuk memungkinkan

anak belajar. Setiap kegiatan harus mencerminkan jiwa bermain, yaitu senang,

merdeka, volunter, dan demokratis. Permainan memang baik untuk mendidik

anak, tetapi permainan tersebut harus diberi muatan pendidikan sehingga anak

dapat belajar.

Secara rinci esensi bermain meliputi:

a. Motivasi internal, yaitu anak ikut bermain berdasarkan keinginannya

sendiri.

b. Aktif, anak melakukan berbagai kegiatan, baik fisik maupun mental.

c. Nonliter, artinya anak dapat melakukan apa saja yang diinginkan terlepas

dari realitas seperti berpura terbang dan mengendari mobil atau terbang

serta menjadi superhero.

d. Tidak memiliki tujuan eksternal yang ditetapkan sebelumnya. Misalnya

anak bermain dengan huruf pada papan magnetis. Ia tidak memiliki tujuan

untuk belajar huruf atau membuat kata. Jika setelah bermain anak mampu

mengembangkan kosa kata interaksi dengan huru, maka itu adalah

persoalan lain. Partisipasi bermain lebih penting daripada tujuan bermain.

3. Kedisiplinan bagi Anak Usia Dini

Dalam www.edukasi.com (2011: 6) disebutkan bahwa disiplin sekolah

menjadi prasyarat terbentuknya lingkungan pendidikan yang kondusif bagi

(43)

orang tua perlu terlibat dan bertanggung jawab membangun disiplin siswa dan

disiplin sekolah. Dengan keterlibatan dan tanggung jawab itu diharapkan para

siswa berhasil dibina dan dibentuk menjadi individu-individu unggul dan

sukses. Keunggulan dan kesuksesan itu terwujud sebab sekolah berhasil

menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan.

Siswa terpacu untuk mengoptimalkan potensi dan hasil dirinya.

Penanggulangan masalah disiplin yang terjadi di sekolah dapat

dilakukan melalui tahapan preventif, represif, dan kuratif. Mendorong siswa

melaksanakan tata tertib sekolah. Memberi persuasi bahwa tata tertib itu baik

untuk perkembangan dan keberhasilan sekolah.

Disiplin individu yang baik menunjang peningkatan hasil belajar dan

perkembangan perilaku yang positif. Langkah represif sudah berurusan

dengan siswa yang telah melanggar tata tertib sekolah. Siswa-siswa ini

ditolong agar tidak melanggar lebih jauh lagi dengan jalan nasehat, peringatan

atau sangsi disiplin. Langkah kuratif merupakan upaya pembinaan dan

pendampingan siswa yang melanggar tata tertib dan sudah diberi sanksi

disiplin. Upaya tersebut merupakan langkah pemulihan, memperbaiki,

meluruskan serta menyembuhkan perilaku yang salah dan tidak baik.

Disiplin merupakan bagian dari proses menerapkan self-responsibility

pada anak. Ketika anak bisa mengembangkan rasa tanggung jawab kepada

dirinya untuk mengembangkan potensi dan karakter serta membuat pilihan

(44)

disiplin seorang anak perlu memulai bersikap tanggung jawab mulai dari hal

yang sederhana. Linda Eyre dan Richard Eyre mengatakan bahwa disiplin

merupakan bagian dari tanggung jawab kepada diri sendiri sementara

tanggung jawab memiliki arti yang lebih luas. Tanggung jawab berarti anak

memiliki kewajiban terhadap seluruh aspek kehidupan dan situasi saat anak

berada, yaitu terhadap bakat, potensi, perasaan, pemikiran, tindakan, dan

kebebasan diri sendiri. Tanggung jawab ini bukan merupakan hasil dari

kematangan, tetapi sesuatu yang anak pelajari.

Proses tanggung jawab menurut Linda Eyre dan Richard Eyre seperti

yang dikutip Lubis (2009: 2-3) dimulai dari:

a. Tanggung Jawab sebagai Bentuk dari Kepatuhan

Umumnya terjadi pada saat anak berusia enam tahun ke bawah.

Pada saat ini anak belum memahami aturan maupun tingkah laku yang

diharapkan muncul darinya. Sikap tanggung jawab yang dimunculkan

merupakan bagian dari kepatuhan mereka terhadap orang tua mereka dan

kepatuhan mereka untuk melakukan suatu tugas tertentu.

b. Tanggung Jawab sebagai Bentuk dari Moral

Sejalan dengan perkembangan mereka muncul pemahaman bahwa

tindakan atau tingkah laku yang mereka tampilkan memiliki pengaruh

terhadap orang lain. Saat ini anak memunculkan sikap tanggung jawab

(45)

c. Tanggung Jawab sebagai Bentuk dari Kedisiplinan

Setelah melalui tahapan sebelumnya anak mulai mengembangkan

disiplin. Mereka mulai menyadari selain tindakan dan tingkah laku mereka

dapat mempengaruhi orang lain. Mereka juga memiliki tanggung jawab

kepada diri mereka. Mereka memiliki bakat, potensi, dan pilihan dalam

hidup yang perlu mereka asah dan kembangkan tanpa tuntutan atau

dorongan dari orang lain.

d. Tanggung Jawab sebagai Bentuk dari Pelayanan

Tahap yang terakhir merupakan tanggung jawab mereka terhadap

orang lain. Mereka mulai memahami peranan mereka terhadap lingkungan

sosial. Mereka dituntut untuk memberikan kontribusi atau dapat

diandalkan untuk melakukan suatu tugas tertentu.

Terkait dengan pembiasaan kedisiplinan pada anak, maka dijabarkan

secara rinci dalam beberapa indikator yang diterapkan di Busthanul Athfal

Aisyiyah Panican dalam Tata Tertib Sekolah (2011: 1) sebagai berikut:

a. Selalu masuk sekolah kecuali jika sakit.

b. Berdoa sebelum dan sesudah memulai kegiatan.

c. Mengucapkan doa-doa pendek.

d. Sabar menunggu giliran atau antri.

e. Memasukan tas pada loker atau menaruh tas pada tempat yang telah

(46)

f. Berangkat sekolah tepat waktu.

g. Pulang pada jam yang telah ditentukan tanpa mengeluh dan menangis.

h. Membereskan dan membersihkan kembali tempat dan peralatan usai

kegiatan.

i. Mengembalikan barang mainan yang telah dipinjamkan.

j. Melaksanakan tugas dalam pembelajaran sampai tuntas.

k. Menjaga kebersihan lingkungan.

B. Teknik Bercerita

1. Pengertian Teknik Bercerita

Menurut Arindawat dan Huda (2004: 42) bahwa teknik bercerita

adalah suatu cara mengajak siswa dengan bercerita. Dalam teknik bercerita

ini, baik guru maupun siswa dapat berperan sebagai penuntur. Guru dapat

menugaskan salah seorang atau beberapa siswa untuk menceritakan suatu

peristiwa atau topik. Salah satu bentuk dari teknik bercerita adalah membaca

cerita.

Gunarti, dkk. (2008: 4.21) mengutarakan bahwa teknik bercerita

merupakan metode kegiatan pengembangan yang ditandai dengan pendidik

memberikan pengalaman belajar kepada anak melalui pembacaan cerita

secara lisan. Pendidik perlu memilih isi cerita yang sesuai untuk anak. Dalam

pengembangan perilaku metode bercerita sangat efektif digunakan karena

(47)

Sujiono, dkk. (2009: 7.3) mendefinisikan bahwa teknik bercerita adalah

menyampaikan sesuatu dengan bertutur atau memberikan penerangan atau

penjelasan secara lisan melalui cerita. Dalam hal ini guru bukan memberi

ceramah pada anak usia TK. Cerita harus menarik dengan tujuan yang ingin

dicapai dengan gerak-gerak yang wajar dan intonasi yang bervariasi. Anak

diberi kesempatan untuk bertanya dan memberi tanggapan atau kesimpulan.

Dari beberapa penjelasan tersebut, maka disimpulkan bahwa teknik

bercerita adalah metode kegiatan pengembangan dengan mengajak siswa

bercerita untuk menyampaikan sesuatu.

2. Manfaat Teknik Bercerita

Cerita merupakan kebutuhan universal manusia mulai dari anak-anak

hingga orang dewasa. Bagi anak-anak cerita tidak sekedar memberi manfaat

emotif, tetapi juga membantu pertumbuhan mereka dalam berbagai aspek.

Oleh karena itu bercerita merupakan aktivitas penting dan tak terpisahkan

dalam program pendidikan untuk anak usia dini. Cerita bagi anak memiliki

manfaat yang sama pentingnya dengan aktivitas dan program pendidikan itu

sendiri.

Menurut Taningsih (2006: 29) bahwa manfaat dari teknik bercerita

adalah:

a. Melalui bercerita kosa kata anak akan bertambah. Hal ini dapat membantu

(48)

b. Bercerita membantu pembentukan pribadi dan moral anak, menyalurkan

kebutuhan imajinasi, memacu kemampuan verbal anak, merangsang minat

menulis anak, merangsang minat baca anak, dan membuka cakrawala

pengetahuan anak.

Moeslichatoen (2004: 168) menjelaskan bahwa teknik bercerita

mempunyai beberapa manfaat penting bagi pencapaian tujuan pendidikan TK.

Bagi anak usia TK mendengarkan cerita yang menarik sesuai dengan

lingkungannya merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Guru TK yang

terampil bertutur dan kreatif dapat menggetarkan perasaan anak. Guru dapat

memanfaatkan kegiatan bercerita untuk menanamkan kejujuran, keberanian,

kesetiaan, keramahan, ketulusan, dan sikap-sikap positif yang lain dalam

kehidupan lingkungan keluarga, sekolah, dan luar sekolah.

Kegiatan bercerita juga memberikan sejumlah pengetahuan sosial,

nilai-nilai moral, dan keagamaan. Kegiatan bercerita memberikan pengalaman

belajar untuk berlatih mendengarkan. Melalui mendengarkan anak

memperoleh bermacam-macam informasi tentang pengetahuan, nilai, dan

sikap untuk dihayati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Gunarti (2008: 4.21) mengatakan bahwa dalam pengembangan perilaku

metode bercerita sangat efektif digunakan karena penanaman nilai moral

sangat baik diberikan metode cerita. Melalui teknik bercerita anak dapat

mengenal tindakan baik yang harus dipelihar seperti sikap menyayangi

(49)

mengalami kesulitan. Selain itu melalui pembacaan cerita anak akan ikut

berimajinasi tentang tokoh, latar, gaya bahasa, dan alur ceritanya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manfaat dari teknik

bercerita adalah:

a. Penguasaan kosa kata anak berkembang.

b. Sebagai media menanamkan kejujuran, keberanian, kesetiaan,

keramahan, ketulusan, dan sikap-sikap positif yang lain dalam kehidupan

lingkungan keluarga, sekolah, dan luar sekolah.

c. Memberikan pengalaman belajar untuk berlatih mendengarkan, sehingga

anak memperoleh bermacam-macam informasi tentang pengetahuan, nilai,

dan sikap untuk dihayati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

d. Melalui teknik bercerita anak dapat mengenal tindakan baik yang harus

dipelihar seperti sikap menyayangi sesama, saling menghormati, bekerja

sama, dan membantu orang lain yang mengalami kesulitan. Selain itu

melalui pembacaan cerita anak akan ikut berimajinasi tentang tokoh, latar,

gaya bahasa, dan alur ceritanya.

3. Tujuan Bercerita

Kegiatan bercerita merupakan kegiatan menuturkan suatu informasi

yang berisi tentang suatu hal misalnya kejadian yang bersifat atau kejadian

yang bersifat rekaan juga pesan moral dan agama yang ingin disampaikan.

Metode ini dapat digunakan untuk mengembangkan perilaku dan kemampuan

(50)

Sumediyani (2002: 21) menyatakan bahwa tujuan bercerita sebagai

berikut:

1) Menciptakan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak dan

guru dengan murid.

2) Mengasah perasaan dan membentuk kepribadian anak.

3) Menambah perbendaharaan bahasa dan kosa kata anak.

4) Meningkatkan kepekaan rasa estetika.

5) Melatih kreativitas dan imajinasi anak.

6) Mengenalkan sebab akibat.

7) Melatih memecahkan masalah (problem solving).

8) Memperkenalkan budaya dan perilaku manusia.

Sedangkan menurut Moeslichatoen R. (2004: 170) bahwa tujuan metode

bercerita adalah salah satu cara yang ditempuh guru untuk memberi

pengalaman belajar agar anak memperoleh penguasaan isi cerita yang

disampaikan lebih baik. Melalui metode bercerita, maka anak akan menyerap

pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. Penuturan cerita yang

sarat informasi atau nilai-nilai dapat dihayati anak dan diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari.

Gunarti (2008: 5.5) menyampaikan tujuan teknik bercerita sebagai

(51)

a. Mengembangkan kemampuan berbahasa di antaranya kemampuan

menyimak (listening) juga kemampuan dalam berbicara (speaking) serta

menambah kosa kata.

b. Mengembangkan kemampuan berpikir karena dengan bercerita anak

diajak untuk memfokuskan perhatian dan berfantasi mengenai jalan cerita

serta mengembangkan kemampuan berpikir secara simbolik.

c. Menanamkan pesan-pesan moral yang terkandung dalam cerita yang akan

mengembangkan kemampuan moral dan agama misalnya konsep

benar-salah atau konsep ketuhanan.

d. Mengembangkan kepekaan sosial emosi anak tentang hal-hal yang terjadi

di sekitarnya melalui tuturan cerita yang disampaikan.

e. Melatih daya ingat atau memory anak untuk menerima dan menyimpan

informasi melalui tuturan peristiwa yang disampaikan.

f. Mengembangkan potensi kreatif anak melalui keragaman ide cerita yang

dituturkan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan dari bercerita adalah:

a. Menciptakan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak dan

guru dengan murid.

b. Penghayatan nilai-nilai untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan kemampuan berbahasa.

d. Melatih daya ingat anak.

(52)

C. Penilaian

1. Hasil Belajar Siswa

Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk melihat sejauh mana

keberhasilannya dalam usaha atau proses penanaman pembiasaan sikap dan

tingkah laku anak, yaitu dengan mengadakan penilaian (Departemen

Pendidikan Nasional, 2003: 80).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2009 tentang Standar

Pendidikan Anak Usia Dini disebutkan bahwa penilaian adalah proses

pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan tingkat

pencapaian perkembangan anak (Jamun, dkk., 2011: 11).

Gunarti, dkk. (2008: 7.29) menjelaskan bahwa penilaian kegiatan

penanaman kedisiplinan dapat dilakukan dengan check list perkembangan.

Check list merupakan teknik yang dilakukan dengan memberikan tanda √

pada setiap item yang mengindikasikan daftar dari karakter, sikap atau

perilaku, konsep, dan keterampilan yang diobservasi yang telah ditentukan

sebelumnya. Check list sangat penting karena check list merupakan cara

sederhana untuk menemukan keterampilan dan pengetahuan apa saja yang

telah dicapai oleh anak yang didemonstrasikan dan dikerjakan di sekolah.

Pendidik dapat membuat check list untuk mendokumentasikan setiap tugas

(53)

2. Pedoman Penilaian

Menurut Kementerian Pendidikan nasional (2010: 11) bahwa cara

pencatatan hasil penilaian harian dilaksanakan sebagai berikut:

1) Catatan hasil penilaian harian perkembangan anak dicantumkan pada

kolom penilaian pada Rencana Kegiatan Harian (RKH).

2) Anak yang Belum Berkembang (BB) perkembangan sesuai dengan

indikator seperti diharapkan dalam melaksanakan tugas selalu dibantu

guru, maka pada kolom penilaian dituliskan nama anak dan diberi tanda

satu bintang ().

3) Anak yang sudah Mulai Berkembang (MB) sesuai dengan indikator

seperti yang diharapkan dalam RKH mendapatkan tanda dua bintang

().

4) Anak yang sudah Berkembang Sesuai Harapan (BSH) pada indikator

dalam RKH mendapatkan tanda tiga bintang ().

5) Anak yang Berkembang Sangat Berkembang (BSB) melebihi indikator

seperti yang diharapkan dalam RKH mendapat tanda empat bintang

().

Perlu ditekankan bahwa penggunaan tanda bintang merupakan simbol

untuk menunjukkan tingkat pencapaian perkembangan peserta didik dan

(54)

3. Kriteria atau Indikator Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2010: 63) bahwa kriteria dalam menilai proses

belajar mengajar, yaitu jumlah siswa yang dapat melaksanakaan tugas sesuai

instruksi minimal 75% dari jumlah instruksional yang harus dicapai.

Djamarah (2010: 107) mengatakan bahwa setipa proses belajar

mengajar selalu menghasilkan hasil belajar yang telah dicapai. Sehubungan

dengan hal inilah keberhasilan proses belajar mengajar dibagi atas beberapa

tingkatan atau taraf. Adapun tingkatan keberhasilan tersebut sebagai berikut:

a. Istimewa atau maksimal, yaitu apabila seluruh bahan pelajaran yang

diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

b. Baik sekali atau optimal, yaitu apabila sebagian besar (75% sampai

dengan 99%) bahan pelajaran yang dijarkan dikuasai oleh siswa.

c. Baik atau minimal, yaitu apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya

60% sampai dengan 75% oleh siswa.

d. Kurang, yaitu apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60%

dikuasai oleh siswa.

D. Kerangka Berpikir

Hasil pengamatan peneliti pada kondisi awal bahwa dari 20 anak yang dapat

dikatakan memiliki kedisiplinan yang baik sebanyak 2 anak . Rata-rata hal ini

karena pengaruh kedisiplinan yang diterapkan di sekolah berbeda dengan di

(55)

oleh orang tua tidak diberi sanksi. Dengan kata lain rata-rata orang tua di rumah

masih bersikap sangat melindungi perilaku dan sikap anak yang salah, sehingga

anak tampak tidak disiplin. Kemudian peneliti melakukan tindakan pembiasaan

kedisiplinan melalui metode bercerita yang peneliti terapkan dalam bentuk

penelitian tindakan kelas.

Pada siklus I peneliti peneliti menyusun perencanaan, melakukan tindakan,

pengamatan, dan releksi. Bila hasil belum optimal, maka peneliti melakukan

perbaikan pembelajaran pada siklus II dengan langka

Gambar

Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Michael Cronin looks at how translation has played a crucial role in shaping debates about identity, language and cultural survival in the past and in the present.. He explores

Apabila persepsi keselamatan dan kesehatan kerja pekerja baik, maka akan menimbulkan perilaku yang aman, dan pekerja merasa puas dalam melaksanakan pekerjaannya, namun

Apakah dukungan petugas yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap Bapak/ Ibu untuk kepatuhan minum obat penderita TB MDR mulai dari tahap positif terkena sampai

Efektivitas program berita islam masa kini terhadap pemenuhan kebutuhan informasi ajaran islam ). 3 Eri Husna P 6662120923 Jakarta, 14 Juli

Kedudukan Dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Perumusan Isu Strategis Analisis lingkungan internal Analisis lingkungan eksternal Perumusan Tujuan, Sasaran, Strategi,

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan