DENGAN PENDEKATAN
RISK BASED BANK RATING
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh
KUNNI MASHROHAH
NIM 21313082
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH S1
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
i
DENGAN PENDEKATAN
RISK BASED BANK RATING
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
HALAMAN JUDUL
Disusun Oleh
KUNNI MASHROHAH
NIM 21313082
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH S1
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
vi
“Terbukanya mata di hari esok adalah kesempatan hidup yang diberikan Tuhan untuk memperbaiki diri”
“Ilmu itu lebih baik daripada kekayaan karena kekayaan harus dijaga, sedangkan ilmu menjaga mu” (Ali bin Abi Thalib)
Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri” (QS.At-Thur:48)
PERSEMBAHAN
Untuk kedua orang tuaku Aswad Bashuni Alm. & Nuryanah, Adik, Kunny Saraciana Aprillia Alh. & Layda Asna Asyiffa,
Para dosenku tercinta, Sahabat-sahabat seperjuanganku,
vii
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Allah SWT
Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh
Tingkat Kesehatan Bank terhadap Pertumbuhan Laba pada Bank Syariah Periode
2011-2015 dengan Pendekatan Risk Based Bank Rating” sebagai tugas akhir
pendidikan dijenjang perkuliahan guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi Program Studi S1 Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam, IAIN Salatiga. Sholawat serta salam selalu penulis curahkan kepada
junjungan Nabi agung Muhammad SAW, yang telah memberikan inspirasi bagi
penulis untuk terus belajar.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari
peran, dorongan, dan dukungan dari berbagai pihak yang diberikan kepada
penulis. Untuk itu, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan banyak
terima kasih kepada:
1. Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Salatiga.
2. Dr. Anton Bawono, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
viii
pengarahan, masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
4. Qi Mangku Bahjatulloh, Lc., M.SI selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan banyak bimbingan, arahan, saran kepada penulis selama
proses pendidikan di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
5. Seluruh Dosen Program Studi S1 Perbankan Syariah, Instritut Agama Islam
Negeri Salatiga yang telah memberikan pengetahuan dan wawasan untuk
penulis selama menempuh pendidikan.
6. Seluruh pegawai dan staff akademik Prodi, Jurusan dan Fakultas di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
7. Kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Aswad Bashuni Alm dan Ibunda Nuryanah tercinta, atas segala kasih sayang, dukungan, motivasi, dan do’a
yang selalu dipanjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Adik tersayang Kunny Sara Ciana Aprillia, Layda Asna Asyiffa yang
menyemangati dari awal hingga akhir semester kuliah.
9. Kepada keluarga: Kakek Sujaeni, Zubaedah, Budhe, Bulek, Afrizal, Dila, Fafa. Terimakasih atas do’a, dukungan dan motivasinya.
10.Kepada sahabat-sahabatku terutama, Ferly, Dian, Kamal, Huda, Eka,
Mustoviyah, serta seluruh Keluarga Mahasiswa Perbankan Syariah Ank.2013
kalian adalah rahmat Allah sebagai tempat untuk berbagi suka cita.
11.Semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung turut membantu
x
Mashrohah, Kunni. 2017. Analisis Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Bank Syariah Periode 2011-2015 Dengan Pendekatan Risk Based Bank Rating.Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Program Studi S1-Perbankan Syariah IAIN Salatiga. Pembimbing: Fetria Eka Yudiana, S.E., M.Si.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pesatnya pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia. Kemampuan pengelolaan kinerja bank syariah dapat memberikan kontinuitas pada kegiatan usahanya sehingga dapat memberikan keuntungan secara efektif dan efisien. Mengingat banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap kinerja perbankan, maka pada penelitian ini menggunakan faktor utama yang membentuk kinerja keuangan perbankan yakni berdasarkan pendekatan Risk Based Bank Rating (RBBR) sesuai PBI No.13/24/DPNP/2011 yang terdiri dari indikator (1) Risk Profile diukur dengan rasio NPF, FDR dan GWM,(2) Good Corporate Governance diukur dengan jumlah Dewan Komisaris Independen dan Kepemilikan Institusional (3) Earning dengan rasio ROA dan NIM,serta (4) Capital dengan rasio CAR.
Populasi dalam penelitian ini adalah bank umum syariah di Indonesia sejak 2011 sampai dengan 2015. Tehnik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda yang meliputi uji multikolinieritas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, uji normalitas, uji koefisien determinan R2, uji Ftest dan uji
Ttest. Hasil uji Ftest (simultan) menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel
NPF, FDR, GWM, DKI, KI, ROA, NIM dan CAR berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba. Hasil uji Ttest (parsial) menunjukkan bahwa NPF,
GWM dan DKI berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan laba, KI berpengaruh negatif tidak signifikan. FDR dan NIM berpengaruh negatif dan signifikan, serta ROA dan CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba.
xi
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II LANDASAN TEORI ... 15
A. Telaah Pustaka ... 15
B. Kerangka Teori... 24
1. Laba... 24
2. Tingkat Kesehatan Bank ... 26
xii
D. Hipotesis Penelitian ... 42
BAB III METODE PENELITIAN ... 49
A. Jenis Penelitian ... 49
B. Populasi dan Sampel ... 49
C. Tehnik Pengumpulan Data ... 50
D. Tehnik Analisis Data ... 50
1. Uji Stasioneritas ... 50
2. Analisis Diskriptif ... 51
3. Uji Regresi Linier Berganda ... 51
a) Uji Asumsi Klasik ... 52
1) Uji Multikolonieritas ... 52
2) Uji Autokorelasi ... 53
3) Uji Heteroskedastisitas ... 54
4) Uji Normalitas ... 55
5) Uji Linieritas ... 55
b) Uji Hipotesis ... 56
1) Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 56
2) Uji Ftest(Simultan) ... 57
3) Uji Ttest (Parsial) ... 57
E. Definisi Operasional dan Pengukuran ... 58
BAB IV ANALISIS PENELITIAN ... 64
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 64
xiii
C. Analisis Deskreptif Statistik ... 69
D. Pengujian Dan Hasil Analisis Data ... 74
1. Uji Asumsi Klasik ... 74
a) Uji Multikoloneaitas ... 74
b) Uji Autokorelasi ... 75
c) Uji Heteroskedastisitas ... 76
d) Uji Normalitas ... 77
e) Uji Linieritas ... 78
2. Regresi Linier Berganda ... 79
a) Koefisien Determinan (R2) ... 80
b) Uji Ftest (Simultan) ... 81
c) Uji Ttest(Parsial) ... 81
E. Pembahasan ... 84
BAB V PENUTUP ... 92
A. Kesimpulan ... 92
B. Saran ... 93
C. Keterbatasan penelitian ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 95
xiv
Tabel 1.1 Jaringan Kantor Perbankan Syariah Indonesia ... 2
Tabel 1.2 Perbandingan Kinerja Perbankan Syariah Indonesia dalam Milyar ... 3
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 20
Tabel 2.2 Nilai Kriteria Penggolongan Tingkat Kesehatan Bank ... 27
Tabel 2.3 Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko NPF... 30
Tabel 2.4 Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko FDR ... 31
Tabel 2.5 Kriteria Penetapan Peringkat Rentabilitas ROA ... 39
Tabel 2.6 Kriteria Penetapan Peringkat Rentabilitas NIM ... 40
Tabel 2.7 Kriteria Penetapan Peringkat Permodalan CAR ... 41
Tabel 4.1 Hasil Uji Stasioneritas Level Dasar ... 68
Tabel 4.2 Hasil Uji Stasioneritas 1st Difference ... 68
Tabel 4.3 Hasil Uji Deskreptif Statistik ... 69
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolonieritas ... 74
Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 75
Tabel 4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 77
Tabel 4.7 Hasil Uji Linieritas ... 79
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbankan saat ini sudah menjadi faktor terpenting dalam
menjalankan roda perekonomian suatu negara. Bahkan seluruh kegiatan
perekonomian membutuhkan jasa perbankan. Sehingga tidak heran jika
perbankan dijadikan sebagai jantung perekonomian didalam suatu negara.
Peranan penting perbankan dalam pertumbuhan stabilitas ekonomi dapat
dilihat ketika sektor ekonomi mengalami penurunan maka salah satu cara
mengembalikan stabilitas ekonomi adalah menata sektor perbankan. Oleh
karena itu pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap keberadaan
perbankan dalam struktur perekonomian nasional (Mahendra & Suzan,
2014:3318).
Kemajuan perekonomian suatu negara dapat diukur dari kemajuan
bank di negara tersebut. Peranan perbankan syariah dalam aktivitas
perekonomian di Indonesia tidak jauh berbeda dengan perbankan
konvensional. Keberadaan perbankan syariah sebagai bagian dari sistem
perbankan nasional diharapkan dapat mendorong perkembangan
perekonomian suatu negara.
Keberadaan bank syariah saat ini, tentu menjadi kebanggaan tersendiri
bagi umat Islam. Selain dalam rangka melaksanakan ajaran agama, bank
2
ditandai dengan adanya pertumbuhan bank syariah yang sangat pesat
diberbagai belahan dunia. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia
sendiri sudah merambah luas ke berbagai wilayah, hal tersebut dibuktikan
pada data empiris menurut Otoritas Jasa Keuangan 2017 sebagai berikut:
Tabel 1Tabel 1.1
Jaringan Kantor Perbankan Syariah Indonesia
Kelompok Bank 2011 2012 2013 2014 2015
Bank Umum Syariah 11 11 11 12 12
Unit Usaha Syariah 24 24 23 22 22
Bank Perkreditan Rakyat Syariah 155 158 163 163 163 Jumlah Kantor BUS & UUS 1.737 2.262 2.588 2.483 2.301
Jumlah Kantor BPRS 364 401 402 439 446
TOTAL 2.101 2.663 2.990 2.922 2.747
Sumber: Statistik Perbankan Syariah
Sebagai pesaing pendatang bagi bank konvesional, bank syariah
mampu menunjukkan tingkat kinerja yang cukup baik dibeberapa tahun
terakhir. Terlihat adanya peningkatan yang selalu terjadi pada dana yang
dihimpun dari masyarakat pada tiap tahunnya, hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat mulai mempercayakan perbankan syariah sebagai lembaga
keuangan yang melaksanakan kegiatan usaha sejalan dengan prinsip-prinsip
dasar dalam ekonomi Islam, yakni tidak hanya terfokus pada tujuan komersil
yang tergambar pada pencapaian keuntungan maksimal semata, tetapi juga
mempertimbangkan perannya dalam memberikan kesejahteraan (Indriastuti &
Ifada, 2015:310). Berikut adalah presentase pertumbuhan perbankan
3
Tabel 2Tabel 1.2
Perbandingan Kinerja Perbankan Syariah Indonesia dalam Milyar
Indikator 2011 2012 2013 2014 2015
Aset 145.467 147.360 180.360 204.961 213.423
DPK 115.415 147.512 185.154 217.858 231.175
PYD 102.655 147.505 184.122 147.944 177.482
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia
Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar, sudah selayaknya
Indonesia menjadi pelopor dan kiblat perkembangan industri keuangan
syariah di dunia. Untuk dapat terus tumbuh dan berkembang, tentunya bank
syariah harus diberikan perhatian khusus dan sungguh-sungguh dengan
senantiasa menjaga kondisi kesehatannya.
Kesehatan adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan,
tidak hanya bagi manusia tetapi juga penting untuk keberlangsungan
kehidupan lembaga keuangan. Berdasarkan UU No.21 Tahun 2008 tentang
perbankan, bank wajib memelihara tingkat kesehatannya. Adapun penilaian
tingkat kinerja perbankan sebagaimana telah diubah dalam UU No. 13 Tahun
2011 sesuai dengan ketentuan baru yakni berdasarkan pendekatan (Risk
Based Bank Rating) baik secara individual ataupun konsolidasi.
Bank Indonesia selaku Bank Sentral berperanan penting dalam
menyehatkan bank, karena bank Indonesia bertugas mengatur jalannya
operasional perbankan diIndonesia. Untuk itu Bank Indonesia menetapkan
suatu ketentuan yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh lembaga
perbankan yaitu berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia
No.13/24/DPNP/2011 Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
4
yaitu Risk profile (profil risiko), Good Corporate Governance (Tata kelola
perusahaan), Earning (Rentabilitas) dan Capital (Permodalan).
Metode tersebut tidak bertujuan sekedar untuk mengukur tingkat
kesehatan bank, tetapi juga digunakan sebagai indikator dalam mengevaluasi
kinerja bank guna untuk menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan
terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko sehingga terlihat
prospek pertumbuhan bank dimasa yang mendatang.
Dengan semakin ketatnya ketentuan yang dibuat oleh Bank Indonesia
maupun Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tersebut, diharapkan
dapat diketahui dengan segera bank manakah yang memerlukan penanganan
khusus (Lupa, Parengkuan & Sepang, 2016:695).
Apabila suatu sistem perbankan dalam kondisi yang tidak sehat, maka
fungsi bank sebagai lembaga intermediasi tersebut, dan alokasi serta
penyediaan dana dari perbankan untuk kegiatan investasi dan membiayai
sektor-sektor yang produktif dalam perekonomian menjadi terbatas. Sistem
perbankan yang tidak sehat juga akan mengakibatkan lalu lintas pembayaran
yang dilakukan oleh sistem perbankan tidak lancar dan efisien. Selain itu,
sistem perbankan yang tidak sehat juga akan menghambat efektivitas
kebijakan moneter (Bank Indonesia, 2003).
Pertumbuhan laba merupakan ukuran keberhasilan bank dalam
memenuhi kepatuhan atas kesehatan bank. Bank yang sehat akan dapat
melakuan kinerja yang baik dan menghasilkan laba yang optimal. Tidak dapat
5
tentunya menginginkan laba yang tinggi. Kemampuan menghasilkan laba
yang maksimal pada suatu bank sangat penting bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, terutama pihak investor dan kreditur yang mengukur
keberhasilan bank berdasarkan kemampuan yang terlihat dari kinerja
manajemen dalam menghasilkan laba (Desmalini, 2014:2). Bagi investor,
informasi laba dijadikan acuan untuk pengambilan keputusan investasi. Sebab
para investor tentunya mengharapkan laba yang lebih dari tahun-tahun
sebelumnya sehingga akan memperoleh deviden yang lebih besar
(Yuliatiningrum, 2016:2).
Penelitian terkait dengan tingkat kesehatan bank terhadap
pertumbuhan laba sudah banyak dilakukan, seperti penelitian yang dilakukan
oleh Indriastuti (2012) terkait pengaruh Kualitas Auditorium dan Corporate
Governance terhadap pertumbuhan laba pada perbankan Indonesia yang
terdaftar di BEI 2009-2011. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa kualitas
auditor berpengaruh positif dan signifikan. Sedangkan variabel kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan signifikan.
Sedangkan proporsi dewan komisaris berpengaruh positif dan tidak
signifikan.
Zar (2013) mengenai Pengaruh rasio CAMEL terhadap kinerja
perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada periode 2010 hingga 2012
dengan variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), Retention Rate (RR), Non
Perfoming Loan (NPL), Net Profit Margin (NPM), Return On Asset (ROA),
6
Pendapatan operasional (BOPO), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Giro
Wajib Minimum (GWM). Hasil penelitian menyatakan bahwa ROE dan NIM
berpengaruh positif dan signifikan. Sedangkan variabel CAR , NPL, BOPO,
dan LDR berpengaruh positif dan tidak signifikan, sedangkan RR, NPM,
ROA dan GWM berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
pertumbuhan laba.
Wirawan (2013) Analisis tingkat kesehatan keuangan terhadap
pertumbuhan laba pada perusahaan BUMN sektor perbankan di Indonesia
pada periode 2003 hingga 2012. Penelitian ini menggunakan variabel Non
Perfoming Financing (NPF), Liquidity Risk, Interest Rate Risk (IRR), Deposit
Ratio, Fixed Asset to Capital Ratio (FACR), Return On Asset (ROA), Return
On Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM), Beban Operasional
Pendapatan operasional (BOPO) dan Capital Adequacy Ratio (CAR). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel NPL, Liquidity Risk, IRR, ROA,
ROE, NIM, dan BOPO berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba.
Sedangkan variabel Deposit Ratio, FACR dan CAR tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan laba.
Lubis (2013) pengaruh tingkat kesehatan bank terhadap pertumbuhan
laba pada BPR di Indonesia periode 2008-2012 menggunakan variabel
Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Perfoming Loan (NPL), Beban
Operasional Pendapatan operasional (BOPO) dan Loan to Deposit Ratio
7
LDR berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan NPL
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba.
Rodiyah dan Wibowo (2014) Pengaruh rasio indikator tingkat
kesehatan bank terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan perbankan yang
terdaftar di BEI periode tahun 2009-2013. Menguji penelitiannya dengan
variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), Net Interest Margin (NIM), Non
Perfoming Loan (NPL), Net Profit Margin (NPM), Beban Operasional
Pendapatan operasional (BOPO) dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Dari hasil
pengujiannya disimpulkan CAR berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan laba, sedangkan variabel NIM, NPL, NPM, BOPO dan LDR
tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba.
Pratito dan Puspitasari (2015) mengenai Analisis pengaruh kebijakan
Giro Wajib Minimum (GWM), Posisi Devisa Netto (PDN), Loan to Deposit
Ratio (LDR), Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan suku bunga
SBI terhadap pertumbuhan laba pada 2009-2013. Hasilnya yaitu PDN
berpengaruh positif dan tidak signifikan, CKPN berpengaruh negatif dan
tidak signifikan dan CKPN tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan laba. Adapun GWM berpengaruh negatif dan signifikan,
sedangkan LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
laba.
Safariah (2015) Pengaruh Risk Profile, Earning, Capital terhadap
pertumbuhan laba perbankan yang terdaftar di BEI pada periode 2011-2013.
8
Ratio (LDR), Return On Asset (ROA), Beban Operasional Pendapatan
operasional (BOPO) dan Capital Adequacy Ratio (CAR). Hasilnya yaitu
variabel NPL, ROA dan BOPO berpengaruh terhadap pertumbuhan laba,
sedangkan LDR dan CAR tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Aprianingsih (2015) terkait pengaruh penerapan Good Corporate
Governance yang diukur dengan menggunakan proporsi Dewan Komisaris
Indepenen, Dewan Direksi, Komite Audit, Kepemilikan Manajerial,
Kepemilikan Institusional, Struktur Kepemilikan dan Ukuran Perusahaan
terhadap kinerja keuangan perbankan yang diukur dengan laba yang diperoleh
pada bank yang terdaftar di BEI periode 2011-2014. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dewan komisaris independen dan kepemilikan
institusional berpengaruh negatif dan signifikan, dewan direksi dan komite
audit berpengaruh positif dan signifkan. Kepemilikan manajerial berpengaruh
negatif dan tidak signifikan.
Yuliatiningrum (2016) mengenai pengaruh tingkat kesehatan bank
terhadap pertumbuhan laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada
periode 2012-2014. Variabel yang digunakan dalam penelitiannya antara lain
Good Corporate Governance (GCG), Non Perfoming Loan (NPL), Loan to
Deposit Ratio (LDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR). Hasil dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa NPL, LDR dan CAR tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan GCG berpengaruh
9
Hanif (2014) pengaruh good corporate governance yang diukur
dengan menggunakan teori agency yakni komposisi dewan komisaris, dewan
direksi, dewan komisaris independen, serta kepemilikan saham pada
manajerial dan institusional terhadap pertumbuhan laba. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa dewan komisaris dan kepemilikan institusional
berpengaruh positif dan tidak signifikan, dewan direksi nehatif tidak
signifikan, sedangkan dewan komisaris independen dan kepemilikan
institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap petumbuhan laba.
Chabibatillah (2016) Pengaruh Good Corporate Governance terhadap
kemampulabaan perbankan syariah di Indonesia dengan menggunakan
variabel Komposisi Dewan Komisaris, Kepemilikan Instisusional, Dewan
Pengawas Syariah dan Ukuran Perusahaan. Adapun hasil penelitian
menjelaskan bahwa komposisi dewan komisaris independen berpengaruh
positif dan signifikan, kepemilikan instisusional dan dewan pengawas syariah
tidak berpengaruh signifikan terhadap laba bank syariah.
Wulandari (2016) Pengaruh tingkat kesehatan finansial perusahaan
terhadap pertumbuhan laba masa mendatang pada perbankan syariah di
Indonesia periode 2010 hingga 2014. Mengukur tingkat kesehatan dengan
menggunakan metode RBBR, Risk Profile dengan menggunakan rasio Non
Perfoming Financing (NPF), Good Corporate Governance (GCG), Earning
dengan rasio Return On Asset (ROA) dan Capital menggunakan Capital
10
berpengaruh negatif signifikan, sedangkan GCG, ROA dan CAR berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba.
Saifullah (2016) yang menganalisis pengaruh positioning permodalan,
rentabilitas dan likuiditas terhadap pertumbuhan laba pada bank umum di
Indonesia periode 2011-2015. Variabel permodalan diukur menggunakan
rasio Capital Adequacy Ratio (CAR), Rentabilitas menggunakan Return On
Asset (ROA) dan Beban Operasional Pendapatan operasional (BOPO) serta
likuiditas dengan Loan to Deposit Ratio (LDR). Dari hasil penelitiannya
dapat disimpulkan bahwa CAR dan LDR berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan laba, sedangkan ROA berpengaruh positif tidak
signifikan. Adapun BOPO berpengaruh negatif dan signifikan.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini alat yang
digunakan sebagai pengukur tingkat kinerja bank syariah dengan
menggunakan metode RBBR (Risk Based Bank Rating), yang menganalisis
tingkat kesehatan bank dengan menerapkan Risk Profile pada risiko kredit
Non Perfoming Financing, risiko likuiditas Financing to Deposit Ratio, dan
risiko kepatuhan Giro Wajib Minimum, penambahan komposisi Dewan
Komisaris Independen dan Kepemilikan saham Institusional, Earning
menggunakan rasio Return On Asset dan Net Interest Margin, serta Capital
dengan rasio Capital Adequacy Ratio. Adapun tahun periode yang digunakan
diperbaharui, yakni pada periode 2011 hingga 2015.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan
11
Pertumbuhan Laba pada Bank Syariah Periode 2011-2015 Dengan
Pendekatan Risk Based Bank Rating.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh Non Perfoming Financing (NPF) terhadap
pertumbuhan laba?
2. Bagaimana pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap
pertumbuhan laba?
3. Bagaimana pengaruh Giro Wajib Minimum (GWM) terhadap
pertumbuhan laba?
4. Bagaimana pengaruh Dewan Komisaris Independen (DKI) terhadap
pertumbuhan laba?
5. Bagaimana pengaruh Kepemilikan Saham Institusional (KI) terhadap
pertumbuhan laba?
6. Bagaimana pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap pertumbuhan
laba?
7. Bagaimana pengaruh Net Interest Margin (NIM) terhadap pertumbuhan
laba?
8. Bagaimana pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap
pertumbuhan laba?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh Non Perfoming Financing (NPF) terhadap
12
2. Untuk mengetahui pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap
pertumbuhan laba.
3. Untuk mengetahui pengaruh Giro Wajib Minimum (GWM) terhadap
pertumbuhan laba.
4. Untuk mengetahui pengaruh Dewan Komisaris Independen (DKI)
terhadap pertumbuhan laba.
5. Untuk mengetahui pengaruh Kepemilikan Saham Institusional (KI)
terhadap pertumbuhan laba.
6. Untuk mengetahui pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap
pertumbuhan laba.
7. Untuk mengetahui pengaruh Net Interest Margin (NIM) terhadap
pertumbuhan laba.
8. Untuk mengetahui pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap
pertumbuhan laba.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Diharapkan peneliti mampu mengembangkan pola berfikirnya serta
meningkatkan wawasan dalam pengembangan pengetahuan terkait
dengan permasalahan yang diteliti.
2. Bagi akademisi
Berguna dalam perkembangan ilmu pengetahuan serta dapat
13
maupun akademisi khususnya dibidang perbankan syariah bagi penelitian
yang akan datang.
3. Bagi institusi
Bagi bank syariah dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi terkait
dengan kinerja perbankan syariah untuk periode yang akan datang.
Bagi stakeholders, dapat memberikan gambaran terkait dengan
tingkat kesehatan bank sebagai pertimbangan dalam pengambilan
keputusan.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika yang penulis gunakan dalam penelitian ini tersusun secara
berurutan yang terdiri dari lima bab dan terbagi lagi menjadi beberapa sub
bab. Adapun sistematika penelitian ini, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan secara singkat latar belakang
permasalahan terkait dengan pengaruh tingkat kesehatan
bank syariah terhadap pertumbuhan laba. Dijelaskan juga
rumusan masalah, tujuan yang akan dicapai, manfaat
penelitian serta sistematika penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang telaah pustaka dan kerangka
teori yang mendasari dan mendukung penelitian, yakni
14
diukur dari tingkat kesehatan bank dengan metode RBBR
serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan laba.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode-metode yang digunakan untuk
proses penelitian antara lain jenis penelitian, populasi dan
sampel, jenis dan sumber data, tehnik analisis data, serta
definisi operasional dan pengukuran data penelitian.
BAB IV ANALISA PENELITIAN
Bab ini memaparkan hasil penelitian yang dilakukan dan
pembahasan dari permasalahan yang diangkat mengenai
dengan penilaian kinerja bank syariah yang diukur dari
tingkat kesehatan bank dengan metode RBBR serta
pengaruhnya terhadap pertumbuhan laba.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian dan
analisa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya.
Kesimpulan merupakan jawaban atas rumusan masalah
yang terdapat pada bab I. Serta saran-saran yang penulis
ajukan untuk beberapa kalangan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Telaah Pustaka
Triono (2017) mengenai Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan laba satu tahun dan dua tahun mendatang dengan pengukuran pada
metode RBBR, yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR) pada aspek Capital,
Return On Asset (ROA) dan Beban Operasional Pendapatan Operasional
(BOPO) sebagai pengukuran earning serta risk profile dengan menggunakan
pengukuran Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Perfoming Loan (NPL) dan
Giro Wajib Minimum (GWM). Hasil penelitian menyatakan bahwa variabel
CAR, LDR, NPL, BOPO dan GWM tidak berpengaruh signifikan terhadap
perubahan laba, sedangkan ROA berpengaruh signifikan.
Marselina (2017) Analisis tingkat kesehatan bank terhadap
pertumbuhan laba dengan menggunakan pendekatan RGEC (Risk Profile,
Good Copporate Governance, Earning, Capital) pada Bank Konvensional
periode 2010-2015. Dalam penilaian risk profile menggunakan variabel Non
Perfoming Loan (NPL), pada GCG menggunakan DKI (Dewan Komisaris
Independen), KA (Komite Audit) dan KI (Kepemilikan Institusional),
sedangkan earning dengan Return On Asset (ROA) dan Capital
menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR). Berdasarkan penelitian yang
16
terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan DKI, KA, KI dan CAR tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Purwanto (2017) tentang pengaruh kesehatan keuangan bank terhadap
pertumbuhan laba pada perusahaan bank go-publik di BEI periode
2010-2014. Untuk mengetahui tingkat kesehatan bank, variabel-variabel yang
digunakan sebagai alat ukurnya yaitu Loan to Deposit Ratio (LDR), Internal
Rate of Raturn (IRR), Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
dan Capital Adequacy Ratio (CAR). Adapun hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa LDR, IRR, BOPO dan CAR secara parsial berpengaruh
terhadap pertumbuhan laba.
Putri (2016) Analisis pengaruh rasio keuangan RBBR (Risk Based Bank
Rating) terhadap pertumbuhan laba bank (studi kasus PT. BCA, Tbk) periode
2004 hingga 2014. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan antara lain
Non Perfoming Loan (NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR), Return On Asset
(ROA), Return On Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM) dan Capital
Adequacy Ratio (CAR). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
mengetahui bahwa NPL dan ROA berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Sedangkan variabel lainnya LDR, ROE, NIM dan CAR tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan laba.
Rodiyah dan Wibowo (2016) Pengaruh rasio indikator tingkat
kesehatan bank terhadap pertumbuhan laba pada perusahaan perbankan yang
17
variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), Net Interest Margin (NIM), Non
Perfoming Loan (NPL), Net Profit Margin (NPM), Beban Operasional
Pendapatan Operasional (BOPO) dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Dari
hasil pengujiannya disimpulkan CAR berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan laba, sedangkan variabel NIM, NPL, NPM, BOPO dan LDR
tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba.
Yulianingrum (2016) pengaruh tingkat kesehatan bank terhadap
pertumbuhan laba perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada periode
2012-2014. Variabel yang digunakan dalam penelitiannya anatara lain Good
Corporate Governance (GCG), Non Perfoming Loan (NPL), Loan to Deposit
Ratio (LDR) dan Capital Adequacy Ratio (CAR). Hasil dari penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa NPL, LDR dan CAR tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan laba. Sedangkan GCG berpengaruh negatif.
Wulandari (2016) dengan judul penelitian Pengaruh tingkat kesehatan
financial perusahaan terhadap pertumbuhan laba masa mendatang pada
perbankan syariah di Indonesia periode 2010 hingga 2014. Mengukur tingkat
kesehatan dengan menggunakan metode RBBR. Pada pengukuran Risk
Profile dengan menggunakan risiko kredit yakni rasio Non Perfoming
Financing (NPF), Good Corporate Governanve, Earning dengan rasio Return
On Asset (ROA) dan Capital menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR).
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa NPF berpengaruh negatif signifikan,
sedangkan GCG, ROA dan CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap
18
Saifullah (2016) yang menganalisis pengaruh dan positioning
permodalan, rentabilitas dan likuiditas terhadap pertumbuhan laba pada bank
umum di Indonesia periode 2011-2015. Variabel permodalan diukur
menggunakan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR), Rentabilitas
menggunakan Return On Asset (ROA) dan Beban Operasional Pendapatan
Operasional (BOPO) serta likuiditas dengan Loan to Deposit Ratio (LDR).
Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa CAR dan LDR
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba, sedangkan
ROA berpengaruh positif tidak signifikan. Adapun BOPO berpengaruh
negatif dan signifikan.
Pratito dan Puspitasari (2015) mengenai Analisis pengaruh kebijakan
Giro Wajib Minimum (GWM), Posisi Devisa Netto (PDN), Loan to Deposit
Ratio (LDR), Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan suku bunga
SBI terhadap pertumbuhan laba pada 2009-2013. Hasilnya yaitu PDN
berpengaruh positif dan tidak signifikan, CKPN berpengaruh negatif dan
tidak signifikan dan suku bunga SBI tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap pertumbuhan laba. Adapun GWM berpengaruh negatif dan
signifikan, sedangkan LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan laba.
Safariah (2015) Pengaruh Risk Profile, Earning, Capital terhadap
pertumbuhan laba perbankan yang terdaftar di BEI pada periode 2011-2013.
Variabel yang digunakan yaitu Non Perfoming Loan (NPL), Loan to Deposit
19
Operasional (BOPO) dan Capital Adequacy Ratio (CAR). Hasilnya yaitu
variabel NPL, ROA dan BOPO berpengaruh terhadap pertumbuhan laba,
sedangkan LDR dan CAR tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba.
Setiawan & Hanantijo (2014) Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non
Perfoming Loan, Return On Asset, Loan to Deposit Ratio, Ukuran Bank dan
Kepemilikan Manajerial terhadap pertumbuhan laba pada industri perbankan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. Hasilnya
menunjukkan bahwa CAR, NPL, ROA, LDR dan Ukuran Bank berpengaruh
signifikan, sedangkan kepemilikan manajerial tidak signifikan terhadap
pertumbuhan laba.
Hanif (2014) Pengaruh penerapan Corporate Governanace terhadap
pertumbuhan laba perusahaan yang menggunakan variabel ukuran deaan
komisaris, ukuran dewan komisaris independen, ukuran dewan direksi,
ukuran komite audit, kepemilikan istsitusional sebagai alat ukur variabel
independennya. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa dewan komisaris dan
dewan direksi tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap pertumbuhan
laba. Sedangkan proporsi komisaris independen, komite audit dan
kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
20
Tabel 3Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Pengaruh NPF terhadap Pertumbuhan Laba
Nama Thn Sampel Metode
21
Pengaruh GWM terhadap Pertumbuhan Laba Sunarwan
22
Chabibatilla h
Berganda Independen signifikan.
Saraswati,d
Pengaruh Kepemilikan Instutusional terhadap Pertumbuhan Laba Tarra
23
24
Pengaruh CAR terhadap Pertumbuhan Laba Hendri
Sumber: Berbagai penelitian terdahulu
B. Kerangka Teori
1. Laba
Pengertian dari laba adalah selisih lebih (atau kurang) antara
pendapatan dengan beban (Jusuf, 2011:31). Apabila pendapatan lebih
besar dari biaya maka perusahaan mendapatkan laba, sedangkan jika
25
kerugian. Adapun perhitungan penentuan laba menurut (Yudiana, 2012:
69) yaitu:
Laba merupakan angka yang penting dalam laporan keuangan karena
berbagai alasan antara lain (Wirawan, 2013:28):
1. Laba merupakan dasar dalam perhitungan pajak, pedoman dalam
menentukan kebijakan investasi dan pengambilan keputusan.
2. Dasar dalam peramalan laba maupun kejadian ekonomi perusahaan
lainnya di masa yang akan datang.
3. Dasar dalam perhitungan dan penilaian efisiensi dalam menjalankan
perusahaan.
4. Sebagai dasar dalam penilaian prestasi atau kinerja perusahaan.
Adapun beberapa karakteristik laba antara lain sebagai berikut:
a) Laba didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi.
b) Laba didasarkan pada postulat periodesasi, artinya merupakan
prestasi perusahaan pada periode tertentu.
c) Laba didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan
pemahaman khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan
pendapatan.
d) Laba memerlukan pengukuran tentang biaya dalam bentuk biaya
historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan
26
Pertumbuhan laba dihitung dari selisih laba antara tahun yang
bersangkutan dengan tahun sebelumnya dibagi dengan nilai laba. Adapun
formula pertumbuhan laba adalah sebagai berikut (Lubis, 2013:31) :
Dimana:
= Laba periode t
= Laba periode sebelum t
2. Tingkat Kesehatan Bank
a. Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
Tingkat kesehatan bank adalah penilaian kualitatif atas berbagai
aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank
melalui penilaian kuantitatif maupun kualitatif terhadap faktor-faktor
permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas dan likuiditas
dengan mempertimbangkan unsur judgement (Kasmir, 2014:304).
Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah,
bank wajib memelihara tingkat kesehatannya. Kesehatan bank harus
dipelihara dan/atau ditingkatkan agar kepercayaan masyarakat
terhadap bank dapat tetap terjaga. Selain itu, tingkat kesehatan bank
digunakan sebagai salah satu sarana dalam melakukan evaluasi
terhadap kondisi dan permasalahan yang dihadapi bank serta
27
permasalahan bank, baik berupa corrective action oleh bank maupun
supervisory action oleh Otoritas Jasa Keuangan (Umiyati & Faly,
2015:186).
Penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan secara kuantitatif,
yang selanjutnya hasil penilaian tingkat kesehatan bank diperingkat
dan digolongkan sebagai berikut:
Tabel 4Tabel 2.2
Nilai Kriteria Penggolongan Tingkat Kesehatan Bank
Nilai kredit Predikat
81-100 Sehat
66-80 Cukup Sehat
51-66 Kurang Sehat
0<51 Tidak Sehat
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tahn 2004
b. Metode Pengukuran Tingkat Kesehatan Bank
Dalam rangka mengawasi kondisi kesehatan setiap bank, maka
Bank Indonesia menerbitkan peraturan tentang sistem penilaian
tingkat kesehatan bank sebagai alat pengawas perbankan. Berdasarkan
hal tersebut Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran No.
6/23/DPNP pada tanggal 31 Mei 2004 tentang Tata Cara Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank dengan metode CAMELS (Capital, Asset,
Management, Earning, Liquidity, Sensivity).
Pada Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP yang
dikeluarkan pada 25 Oktober 2011, Bank Indonesia memperbaharui
28
pendekatan RBBR (Risk Based Bank Rating) baik secara individual
ataupun konsolidasi. Dengan cangkupan penilaian meliputi
faktor-faktor sebagai berikut: Risk profile, Good Corporate Governance,
Earning dan Capital.
1) Risk Profile
Menurut PBI No.13/1/PBI/2011 profil risiko merupakan
penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan
manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan
terhadap delapan risiko yaitu, risiko kredit, pasar, likuiditas,
operasinal, hukum, statejik, kepatuhan dan reputasi. Dengan
adanya penilaian secara lebih spesifik tersebut, diharapkan bank
mampu mendeteksi secara lebih dini akar permasalahan bank
serta mengambil langkah-langkah pencegahan dan perbaikan
secara efektif dan efisien.
Berikut ini adalah beberapa parameter/indikator minimum
dalam menilai Risiko inheren:
a) Risiko Kredit
Risiko kredit adalah keadaan ketika debitur atau
penerbit instrumen keuangan baik individu, perusahaan,
maupun negara tidak dapat membayar kembali kas pokok dan
lainnya yang berhubungan dengan investasi sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian (Greuning &
29
Bagi bank, risiko kredit merupakan penyebab utama
kegagalan bank. Untuk itu, perlulah perbankan menerapkan
manajemen risiko kredit guna menanggulangi adanya kredit
macet atas gagal bayar dari nasabah. Dalam penelitian ini,
profil risiko yang digunakan dalam menghitung tingkat risiko
kredit yaitu dengan menggunakan rasio Non Perfoming
Financing (NPF).
Non Perfoming Financing (NPF) merupakan istilah
yang sama dengan Non Performing Loan (NPL) pada bank
konvensional. NPL merupakan rasio yang dipergunakan
untuk mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko
kegagalan pengembalian kredit oleh debitur (Suhartatik &
Kusumaningtias, 2013:1179).
Faktor penyebab munculnya NPF adalah default
payment (kegagalan pembayaran) yang dilakukan debitur
kepada pemilik dana (debitur). Kredit bermasalah
didefinisikan sebagai risiko yang dikaitkan dengan
kemungkinan kegagalan klien membayar kewajibannya atau
risiko dimana debitur tidak dapat melunasi hutangnya.
Kriteria rasio NPF analog dengan NPL sesuai dengan
Peraturan Bank Indonesia No.17/11/PBI/2015 dibawah 5%
30
Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur Non
Perfoming Financing (NPF), yaitu (Suhartatik &
Kusumaningtias, 2013:1179):
Tabel 5Tabel 2.3
Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko NPF
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat
2 Sehat
3 Cukup Sehat
4 Kurang Sehat
5 Tidak Sehat
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tahun 2004
b) Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan
bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari
sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu
aktivitas dan kondisi keuangan bank. Risiko ini disebut juga
risiko likuiditas pendanaan (funding liquidity risk).
Adapun risiko likuiditas terjadi akibat ketidakmampuan
bank melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material
karena tidak adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar
31
risiko likuiditas pasar (market liquidity risk) (Bank Indonesia,
2011).
Dalam penelitian ini, pengukuran risiko likuiditas
dilakukan dengan menghitung rasio Financing to Deposit
Ratio (FDR). Financing to Deposit Ratio (FDR) atau dalam
bank konvensional disebut dengan Loan to Deposit Ratio
(LDR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk
memenuhi permintaan pembiayaan atau kredit dengan
menggunakan total aset yang dimiliki bank (Dendawijaya,
2005:116).
Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur
Financing to Deposit Ratio (FDR) menurut (Suwiknyo,
2010:148), yaitu:
Tabel 6Tabel 2.4
Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko FDR
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat
2 Sehat
3 Cukup Sehat
4 Kurang Sehat
5 Tidak Sehat
32
c) Risiko Kepatuhan
Risiko kepatuhan adalah risiko yang timbul akibat bank
tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Sumber
risiko kepatuhan antara lain timbul karena kurangnya
pemahaman atau kesadaran hukum terhadap ketentuan
maupun standar bisnis yang berlaku umum (Bank Indonesia,
2011). Pada praktiknya, risiko kepatuhan berkaitan dengan
peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pihak-pihak yang
berwenang dalam perbankan maupun pihak yang terkait
lainnya. (Sulhan & Siswanto, 2008:158). Dalam penelitian
ini, pengukuran risiko kepatuhan dilakukan dengan
menghitung rasio Giro Wajib Minimum (GWM).
Likuiditas wajib minimum atau disebut dengan giro
wajib minimum adalah tingkat likuiditas minimum yang
diwajibkan oleh Bank Indonesia untuk dipertahankan setiap
saat (Darmawi, 2011:50).
Menurut Peraturan Bank Indonesia No.12/19/PBI/2010
tanggal 4 Oktober 2010 Giro Wajib Minimum merupakan
salah satu pendekatan moneter dan sektor keuangan terkait
dengan upaya Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi
serta mengelola ekses likuiditas perbankan yang tinggi dan
33
inflasi yang dapat menganggu stabilitas moneter (Sudono,
2011:9).
Penyediaan dana dalam bentuk rekening giro pada
Bank Indonesia bisa dalam valuta rupiah maupun valuta
asing. Setiap bank umum baik bank umum konvensional
maupun bank umum syariah wajib memiliki giro pada Bank
Indonesia dan menjaga dengan saldo tertentu sesuai dengan
peraturan Bank Indonesia (Ismail, 2009:28).
Adapun GWM dipergunakan untuk menampung
transaksi antar bank dengan Bank Indonesia selaku bank
sentral. Setiap bank umum diharuskan untuk menyetorkan
GWM yang jumlahnya sekian persen dari jumlah deposito
yang dikuasai bank tersebut. Besaran presentase cadangan
wajib ini akan berubah sepanjang waktu sesuai perubahan
kebijakan moneter bank sentral.
Cadangan primer ini dimaksudkan untuk memenuhi
ketentuan likuiditas wajib yang disetor ke dalam rekening
bank yang bersangkutan pada bank sentral, untuk keperluan
operasional sehari-hari, dan penyelesaian kliring antar bank.
Oleh sebab itu, setiap bank umum harus memiliki saldo giro
pada Bank Indonesia, yaitu untuk menerima setoran antarbank
yang akan dibukukan di Bank Indonesia. Cadangan primer
34
a. Kas
b. Rekening giro pada bank sentral
c. Rekening pada bank koresponden
d. Piutang dalam proses penagihan
Aset yang disimpan dalam rekening-rekening tersebut
sering disebut sebagai aset yang likuid, yang berarti mudah
dicairkan menjadi uang tunai. Saldo kas digunakan untuk
melayani pengambilan tunai para nasabah. Adapun saldo
rekening pada bank sentral sebagian merupakan GWM dan
sebagian lagi dapat digunakan untuk menjaga perubahan
penerimaan dan pemasukan uang melalui transaksi kliring.
Didalam saldo ini juga terdapat jaminan kliring (Darmawi,
2011:50-52).
Adapun kriteria Giro Wajib Minimum berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia No.15/16/PBI//2013 Tentang Giro
Wajib Minimum dalam rupiah dan valuta asing bagi Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah antara lain sebagai
berikut:
a. GWM rupiah
GWM rupiah sebesar 5% dari DPK rupiah
Bank dengan rasio pembiayaan terhadap DPK rupiah
35
- Memiliki DPK rupiah lebih dari 1triliun – Rp. 10
triliun wajib memelihara tambahan GWM rupiah
sebesar 1% dari DPK rupiah.
- Memiliki DPK rupiah lebih besar dari Rp. 10 triliun – Rp. 50 trilliun wajib memelihara tambahan
GWM rupiah sebesar 2% dari DPK Rupiah
- Memiliki DPK rupiah lebih besar dari Rp.50 triliun
wajib memelihara tambahan GWM rupiah sebesar
3% dari DPK rupiah.
- Bank yang memiliki rasio pembiayaan terhadap
DPK rupiah sebesar 80% atau lebih dan/ atau yang
memiliki DPK rupiah sampai dengan Rp. 1 triliun
tidak dikenakan kewajiban tambahan GWM.
Bank Indonesia dapat memberikan kelonggaran atas
kewajiban GWM sebesar 1% selama 1 tahun kepada
bank yang melakukan merger/ konsolidasi berdasarkan
permintaan bank disetujui oleh OJK.
Kelonggaran tersebut tidak berlaku terhadap kewajiban
tambahan GWM.
b. Secara rata-rata untuk masa laporan tertentu sebesar 1,5%
Untuk mengetahui besarnya Reserve Requirement atau
GWM dapat menggunakan perbandingan, sebagai berikut
36
2) Dewan Komisaris Independen
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah, komisaris independen adalah anggota dewan
komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan,
kepengurusan, kepemilikan saham dan atau hubungan
keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi
dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain
yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen.
Dalam PBI No. 8/4/PBI/2006 disebutkan bahwa jumlah
anggota dewan komisaris independen sekurang-kurangnya
50% dari jumlah dewan komisaris. Anggota dewan komisaris
independen tidak berasal dari dewan direksi ataupun
pemegang saham karena fungsi daripada dewan komisaris
independen sendiri yaitu sebagai pemisah kepentingan antara
pemilik peprusahaan dengan manajemen.
Dewan komisaris atau dewan komisaris independen
sebagai pengelola sistem internal perusahaan, memiliki
37
rangka menjalankan tugasnya tersebut, dewan komisaris
perlu mengadakan rapat-rapat rutin untuk mengevaluasi
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh dewan direksi. Rapat
yang diselenggarakan dewan komisaris tersebut merupakan
media komunikasi dan koordinasi antar anggota dewan
komisaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas
manajemen (Sunarwan, 2015;39).
3) Kepemilikan Institusional
Kepemilikan Institusional menurut Wahidawati yaitu
kepemilikan proporsi saham perusahaan yang dimiliki oleh
institusi atau lembaga lain di luar perusahaan, seperti bank,
perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun dan
lain-lain pada akhir tahun yang diukur dalam presentase.
Kouki dan Guizani (2009) menyatakan bahwa
kepemilikan institusional yang besar merupakan cara untuk
mengawasi manajer. Peningkatan kepemilikan institusional
dapat mengurangi agency cost atas debt dan insider
ownership karena semakin besar kepemilikan institusional
maka akan dapat mengurangi terjadinya konflik antara
kreditur dan manajer, dan akhirnya dapat menekan biaya
keagenan.
Komunitas bisnis menaruh perhatian yang besar untuk
38
banyak mempengaruhi kebijakan perusahaan. Institusi
dengan kepemilikan saham yang relatif besar dalam
perusahaan mungkin akan mempercepat manajemen
perusahaan untuk menyajikan pengungkapan secara sukarela.
Hal ini terjadi karena investor institusional dapat melakukan
pengawasan dan dianggap sebagai investor yang canggih
(sophisticated investors), yang tidak mudah dibodohi oleh
tindakan manajer. Schleiver dan Vishny (1986), menyatakan
bahwa kepemilikan institusional sangat berperan dalam
mengawasi perilaku manajer dan memaksa manajer untuk
lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan yang
oportunis (Kusumaningtyas, 2014;86).
Adapun perhitungan yang digunakan untuk mengetahui
jumlah kepemilikan institusional menurut (Hidayanti &
Paramita, 2014;8) yaitu:
4) Earning
Merupakan metode penilaian yang digunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan labanya
melalui semua kemampuan dan sumber yang sehingga diketahui
tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank
39
dengan menggunakan rasio Return On Asset (ROA) dan Net
Interest Margin (NIM).
a) Return on Assets (ROA)
Return on Assets (ROA) merupakan rasio untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh
keuntungan (laba) secara keseluruhan yang dihasilkan dari
rata-rata total aset bank yang bersangkutan (Dendawijaya,
2005:118).
Adapun pengukuran ROA menurut (Dendawijaya,
2005:118) yaitu dengan:
Tabel 7Tabel 2.5
Kriteria Penetapan Peringkat Rentabilitas ROA
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat
2 Sehat
3 Cukup Sehat
4 Kurang Sehat
5 Tidak Sehat
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tahun 2004
b) Net Interest Margin (NIM)
Pengertian Net Interest Margin (NIM) menurut Surat
Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tahun 2004 adalah
perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap
40
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh pendapatan
operasional dari dana yang disalurkan dalam bentuk pinjaman
(kredit).
Adapun pengukuran NIM menurut (Darmawi,
2011:224) yaitu dengan:
Tabel 8Tabel 2.6
Kriteria Penetapan Peringkat Rentabilitas NIM
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat
2 Sehat
3 Cukup Sehat
4 Kurang Sehat
5 Tidak Sehat
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tahun 2004
5) Capital
Merupakan metode penilaian yang digunakan untuk
mengukur kewajiban penyediaan modal minimum bank maupun
dalam memenuhi kewajiban jangka panjang atau kemampuan
bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi likuidasi.
Dalam perhitungannya, metode penilaian ini memakai Rasio
KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) yang
digunakan untuk mengukur kecukupan modal bank dalam
41
penyediaan modal minimum yang sesuai dengan peraturan Bank
Indonesia (Indriastuti & Ifada, 2015:317).
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 3//21/PBI/2001,
bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang dinyatakan dalam
rasio Capital Adequacy Ratio (CAR).
Sehingga perumusan Capital Adequacy Ratio (CAR)
menurut (Dendawijaya, 2015:121) adalah:
Tabel 9Tabel 2.7
Kriteria Penetapan Peringkat Permodalan CAR
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat
2 Sehat
3 Cukup Sehat
4 Kurang Sehat
5 Tidak Sehat
42
C. Kerangka Penelitian
(-)
(+)
(-)
) (+)
(+)
(+) (Y)
(+)
(X8) (+)
Gambar 2.1
Kerangka Hipotesis Penelitian
D. Hipotesis Penelitian
Kesehatan bank merupakan faktor penting dalam pengukuran kinerja
perbankan. Suatu bank yang sehat tentu akan menunjukkan kinerja yang
optimal disamping memberikan pertumbuhan bank secara signifikan.
Sedangkan laba merupakan ukuran dalam menghitung pertumbuhan
perusahaan pada periode tertentu. Kualitas Kerja Perbankan
RBBR
Non Perfoming Financing (NPF)
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Giro Wajib Minimum (GWM)
Dewan Komisaris Independen(DKI)
Kepemilikan Institusional (KI)
Return On Asset (ROA)
Net Interest Margin (NIM)
Pertumbuhan Laba
43
1. Non Perfoming Financing (NPF) ( terhadap Pertumbuhan Laba
Non Perfoming Financing (NPF) merupakan rasio yang
menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola pembiayaan
bermasalah atas pinjaman yang diberikan oleh bank kepada masyarakat.
penekanan NPF atas pembiayaan bermasalah secara tidak langsung dapat
memberikan pengaruh pada tingkat kinerja bank. Semakin kecil angka
pada rasio NPF, maka semakin kecil pula risiko gagal bayar yang
ditanggung oleh bank. Sehingga tingkat kinerja bank semakin membaik
dan dapat memberikan perolehan laba yang tinggi. Begitupun sebaliknya,
jika NPF pada angka yang tinggi akan menggurangi perolehan laba bank.
Hal ini menunjukkan bahwa NPF berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan laba. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yulistianingrum (2016), Setyawan & Hanantijo (2014), Wirawan (2012),
Wulandari (2012) dan Triono (2007) yang menyatakan bahwa NPF
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan laba.
: Terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara Non
Perfoming Financing (NPF) terhadap Pertumbuhan Laba.
2. Financing to Deposit Ratio (FDR) ( terhadap Pertumbuhan Laba
Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio yang
menunjukkan tingkat likuiditas suatu bank, yakni kemampuan bank dalam
memenuhi kewajiban-kewajibannya. Sebagai manajemen likuiditas,
presentase FDR yang tinggi menunjukkan bahwa bank memiliki
44
FDR, maka laba yang diperoleh bank juga akan meningkat. Begitupun
sebaliknya, jika FDR rendah akan mengurangi laba yang akan diperoleh.
Sehingga FDR berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba. Hal ini
sesuai penelitian yang dilakukan oleh Saifullah (2016) dan Pratito &
Puspitasari (2015), Setyawan & Hanantijo (2014), Desmalini (2013) dan
Wirawan (2012) yang menyatakan bahwa FDR berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan laba.
: Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara Financing
to Deposit Ratio (FDR) terhadap Pertumbuhan Laba.
3. Giro Wajib Minimum (GWM) ( terhadap Pertumbuhan Laba
Giro Wajib Minimum (GWM) merupakan tingkat likuiditas yang
dijamin oleh Bank Indonesia yang ditunjukkan dengan besarnya giro yang
disetorkan oleh bank kepada Bank Indonesia. Semakin tinggi GWM
semakin besar likuiditas yang dijamin oleh Bank Indonesia, sehingga jika
terjadi kesulitan likuiditas bank tersebut dapat meminjam secara langsung
kepada Bank Indonesia.
Sebagai manajemen kepatuhan atas likuiditas perbankan, adanya
GWM menjadikan bank mengurangi jumlah dana pihak ketiga serta aktiva
produktifnya. Begitupun jika presentase GWM yang tinggi akan
mengurangi perolehan laba bagi bank. Sehingga GWM berpengaruh
negatif terhadap pertumbuhan laba. Hal ini selaras dengan penelitian
Pratito dan Puspitasari (2015), Permatasari (2012) dan Prasetyo (2006)
45
: Terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan antara Giro
Wajib Minimum (GWM) terhadap Pertumbuhan Laba.
4. Dewan Komisaris Independen ( terhadap Pertumbuhan Laba
Dewan komisaris terutama independensi memiliki tugas dan
tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung
dalam laporan keuangan. Hal ini penting dilakukan mengingat adanya
pihak-pihak berkepentingan terutama para investor dalam suatu
perusahaan. Semakin banyaknya jumlah dewan komisaris independen
yang dimiliki suatu perusahaan menandakan bahwa kecurangan dan
kesalahan kinerja yang dilakukan semakin minim, sehingga kualitas
kinerja semakin tinggi (Hanif, 2014;9). Dan dengan tingginya kualitas
kinerja suatu perusahaan dapat mendatangkan pendapatan laba yang
optimal. Atau dengan kata lain bahwa proporsi dewan komisaris
independen berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Chabibatillah (2016), Sarawana &
Desstriana (2015) dan Hanif (2014) yang menyatakan bahwa komposisi
dewan komisaris independen berpengaruh terhadap pertubuhan laba.
: Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara proporsi
Dewan Komisaris Independen (DKI) terhadap Pertumbuhan
46
5. Kepemilikan Institusional (KI) (X5) terhadap Pertumbuhan Laba Menurut Budiono (2005) Adanya kepemilikan saham institusional
yang besar, memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen
melalui proses monitoring secara efektif. Cornertt et al. (2006) tindakan
pengawasan perusahaan oleh kepemilikan institusional dapat mendorong
manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja
perusahaan (Kusumaningtyas, 2014;87).
Arifani (2012) menyatakan bahwa adanya kepemilikan
institusional dianggap sebagai kontroler bagi perusahaan untuk
menciptakan kinerja yang baik dan semakin meningkat. Tingkat
kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha
pengawasan yang lebih besar oleh institusi pemegang saham, sehingga
diharapkan dapat mengurangi tingkat penyelewengan-penyelewengan
yang dilakukan oleh manajemen. Penyelewengan ini dikhawatirkan akan
menurunkan nilai perusahaan (Kusuma & Supatmi, 2015;109). Semakin
tinggi kepemilikan institusional semakin tinggi pula laba yang akan
didapatkan, atau dapat dinyatakan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kusuma & Supatmi (2015) dan Hanif
(2014) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan laba.