• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN METODE KISAH DAN PENANAMAN NILAI KETELADANAN DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS X PADA MATA PELAJARAN PAI DI SMKN 1 JENANGAN PONOROGO SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGGUNAAN METODE KISAH DAN PENANAMAN NILAI KETELADANAN DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS X PADA MATA PELAJARAN PAI DI SMKN 1 JENANGAN PONOROGO SKRIPSI"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN METODE KISAH DAN PENANAMAN NILAI KETELADANAN DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR

SISWA KELAS X PADA MATA PELAJARAN PAI DI SMKN 1 JENANGAN PONOROGO

SKRIPSI

OLEH: JULIA INDA

NIM: 210314165

OLEH

JULIA INDAH PRATIWI NIM: 210314165

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

(2)

ABSTRAK

Pratiwi, Julia Indah, 2018. Penggunaan Metode Kisah dan Penanaman Nilai Keteladanan dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas X Pada Mata Pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing Muhamad Nurdin, M.Ag.

Kata Kunci: Metode Kisah, Penanaman Nilai Keteladanan, Minat Belajar, PAI

Penggunaan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan merupakan metode yang penting dalam menanamkan nilai-nilai kepada siswa serta menumbuhkan minat belajar siswa. Hal ini dilakukan karena pendidikan kurang dalam menyadarkan nilai secara bermakna. Dimana pemaknaan pendidikan yang

syarat dengan penanaman nilai bergeser pada pemaknaan pengajaran yang berkonotasi sebagai transfer

pengetahuan. Sehingga menjadikan tantangan para pendidik dalam menanamkan nilai-nilai keteladanan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui alasan menggunakan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo. (2) mengetahui jenis metode kisah dan penanaman nilai keteladanan bagi siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo. (3) mengetahui hasil penerapan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik

analisis data model interaktif (alur) Miles dan Huberman yang meliputi data reduction, data display, dan

conclusion/verivication.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Latar belakang penggunaan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo, karena dengan kisah dapat menyentuh hati, sehingga siswa senang akan adanya kisah dan siswa suka meniru serta meneladani guru, sehingga dengan rasa suka minat belajar mereka terbangun. (2) Jenis metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo, belum menggunakan

metode cerita menurut Moeslichatoen, melainkan menggunakan bentuk metode cerita tanpa alat peraga

dengan bercerita secara langsung menggunakan lisan yang dibawakan secara humor. Menggunakan bentuk metode keteladanan disengaja dengan menceritakan kisah Rasulullah dan pengalaman hidup serta kisah moral, membawa anak ke masjid untuk sholat dhuha, pemberian contoh menjadi imam sholat dan ikut dalam kegiatan bakti sosial. Sedangkan bentuk metode keteladanan tidak disengaja, dari sikap guru yang ramah, baik, humoris, sering menasehati, pemberian amalan, doa-doa dan sunah rasul, serta pembiasaan

sholat dhuha dan pembacaan asma>ul h}usna. (3) Hasil penerapan metode kisah dan penanaman nilai

keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo, siswa lebih mudah memahami isi materi dan menerapkan ilmu yang dipelajarinya. Hal

tersebut telah dilaksanakan dalam bentuk pembiasaan sholat dhuha dan membaca asma>ul h}usna,

(3)
(4)
(5)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Rendahnya mutu Pendidikan Nasional tidak hanya disebabkan oleh

kelemahan pendidikan dalam membekali kemampuan akademis kepada peserta didik.

Lebih dari itu ada hal lain yang tidak kalah penting, yaitu kurangnya penyadaran nilai

secara bermakna. Dimana pemaknaan pendidikan yang syarat dengan penanaman

nilai bergeser pada pemaknaan pengajaran yang berkonotasi sebagai transfer

pengetahuan.1

Hal ini merupakan tantangan para pendidik untuk dapat menanamkan nilai

sebagai suatu kebiasaan berperilaku dari nilai-nilai yang diperoleh siswa di sekolah.

Dimana penanaman nilai merupakan salah satu pendekatan dari pendidikan nilai yang

perlu diaktualisasikan kepada peserta didik.

Pendidikan nilai itu sendiri dalam ranah ilmu pengetahuan merupakan

aksiologi pendidikan, sejauh mana pendidikan memunculkan dan menerapkan nilai

kepada peserta didik. Inilah kajian pendidikan nilai yaitu meneliti, menelaah dan

menemukan kaidah kebermanfaatan ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Menurut

Sastraprateja pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada

diri seseorang.2

1

Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta, 2011), 146-147.

2

(6)

Penanaman nilai yang diambil peneliti di sini ialah penanaman nilai

keteladanan. Keteladanan adalah perbuatan yang patut ditiru dan dicontoh.

Penanaman nilai keteladanan ini sendiri harus diemban oleh para pendidik serta

menjadikan figur kepribadian pendidik sebagai panutan bagi peserta didik, agar

peserta didik tidak hanya mendapatkan suapan ilmu pengetahuan secara kognitif,

melainkan juga menempatkan sisi afektif untuk menerapkan nilai tersebut menjadi

suatu kebiasaan dalam hidupnya. Hal ini penting diterapkan agar peserta didik

benar-benar dapat mengambil nilai dari pendidikan yang diajarkan di sekolah. Oleh karena

itu, guru maupun pendidik harus dapat mempertimbangkan dan memilih metode

pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dengan melihat

ketertarikan/minat belajar peserta didik itu sendiri agar diperoleh pembelajaran yang

efektif.

Penggunaan metode-metode yang sering dipakai, seperti metode ceramah,

metode diskusi, dan metode tanya jawab. Metode yang dapat diambil peneliti untuk

mengatasi masalah tersebut ialah dengan menggunakan metode kisah dan penanaman

nilai keteladanan. Dengan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan,

pembelajaran dapat berjalan menyenangkan serta dapat menanamkan nilai

keteladanan dari para tokoh dalam kisah tersebut untuk dijadikan panutan dalam

berperilaku siswa.

Guru PAI dalam proses pembelajaran di kelas dapat menerapkan proses

penanaman nilai dengan memanfaatkan keungulan nilai dalam cerita Islam yang

(7)

tabiin, atau orang sholeh yang porsi pengungkapannya lebih sedikit dibandingkan

dengan hafalan dan olah pikir tentang dalil.3

Metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan Islam menurut

Al-Nahlawi. Kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan mempunyai daya tarik

yang menyentuh perasaan hati seseorang. Islam menyadari sifat alamiah manusia

untuk menyenangi cerita, dan menyadari pengaruhnya sangat besar terhadap

perasaan. Oleh karena itu, Islam menyuguhkan kisah-kisah untuk dijadikan salah satu

metode dalam proses pendidikan sehingga dapat diambil hikmah dan pelajaran dari

kisah tersebut.4 Metode kisah atau cerita merupakan suatu faktor pendidikan yang

penting untuk menumbuhkan sikap, mengubah nilai-nilai, menyeru kepada kebaikan,

serta menghias diri dengan akhlak dan sifat-sifat yang mulia, karena cerita

mempunyai daya kekuatan, pengaruh dan bimbingan.5

Dengan metode kisah pun lebih mudah untuk dipahami dibandingkan dengan

wacana yang sering kaku dan sulit untuk dicerna peserta didik. Tentu ini merupakan

tantangan guru PAI, bagaimana mengemas kisah menarik untuk peserta didik, yang

diharapkan peserta didik lebih memahami materi terkait, selain itu dapat mengambil

nilai keteladanan dari kisah yang diceritakan. Muhammad Ihsan, mengatakan bahwa

pemahaman siswa dengan adanya metode kisah dapat lebih memahamkan siswa. Jika

3

Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, 157.

4

Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 262.

5

(8)

kisah tersebut ditayangkan, siswa dapat mengetahui fakta kebenarannya, karena

dengan metode cerita dapat menggali sejauh mungkin tentang sejarah terutama

dibuktikan dengan peninggalan sejarah yang nyata. Maka Penanaman nilai dapat

dilakukan dengan pembiasaan.6

Melihat latar belakang penelitian mengenai banyaknya peserta didik yang

memiliki minat membaca dan belajar rendah. Maka guru PAI harus benar-benar

mempertimbangkan faktor pemilihan metode pengajaran yang tepat, diantara salah

satunya faktor peserta didik, hal ini melihat latar belakang diantarannya kecerdasan,

bakat, minat, hobi.7 Sehingga guru harus jeli terhadap kebutuhan peserta didiknya

salah satunya dalam menggunakan metode pembelajaran.

Membangkitkan minat belajar peserta didik juga merupakan tugas guru, yang

mana guru harus benar-benar bisa menguasai semua ketrampilan yang menyangkut

pengajaran, terutama keterampilan dalam bervariasi, keterampilan ini sangat

mempengaruhi minat belajar siswa seperti halnya bervariasi dalam gaya mengajar,

jika seorang guru tidak menggunakan variasi tersebut, siswa akan cepat bosan dan

jenuh terhadap materi pelajaran. Untuk hal tersebut hendaklah menggunakan variasi

dalam gaya mengajar, agar semangat dan minat siswa dalam belajar meningkat, jika

sudah begitu hasil belajar pun sangat memuaskan dan tujuan pembelajaran akan

6

Lihat pada transkip wawancara dalam lampiran penelitian ini, Kode 01/W/18-01/2018.

7

(9)

tercapai dengan maksimal.8 Muhammad Ihsan, mengatakan mengenai respon peserta didik terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode kisah ialah sangat senang

dan sangat antusias. Rata-rata peserta didik mau diulang-ulang dalam bentuk cerita.

Ini merupakan kemauannya peserta didik terhadap materi cerita/kisah. Dengan

adanya metode kisah minat belajar meningkat, siswa senang jika kisah dapat

ditampilkan melalui monitor, sehingga mereka dapat mengetahui bukti nyata secara

langsung. Begitupun dengan Anwarudin, mengatakan dengan menggunakan metode

kisah anak lebih suka apalagi jika ditambah penyampaian lewat media (LCD) semisal

tentang Nabi, jadi ada bukti fakta kebenarannya.9

Melihat kembali terhadap pentingnya metode kisah dan penanaman nilai

keteladanan, serta minat belajar peserta didik yang perlu ditingkatkan. Peneliti

tertarik mengangkat judul Penggunaan Metode Kisah dan Penanaman Nilai

Keteladanan dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas X Pada Mata Pelajaran

PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.

B.Fokus Penelitian

Maka Fokus Penelitian terbatas dengan penggunaan metode kisah dan

penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata

pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.

8

Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran Membantu Meningkatkan Mutu Pembelajaran sesuai Standar Nasional (Yogyakarta: Teras, 2012), 175-176.

9

(10)

C.Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang di atas, maka penulis rumuskan beberapa

rumusan yang akan dibahas yaitu:

1. Apa latar belakang penggunaan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan

dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di

SMKN 1 Jenangan Ponorogo?

2. Apa jenis metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan

minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan

Ponorogo?

3. Bagaimana hasil penerapan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam

meningkatkan minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1

Jenangan Ponorogo?

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dalam penelitian ini ada beberapa

tujuan yang hendak dicapai yaitu:

1. Untuk mengetahui alasan menggunakan metode kisah dan penanaman nilai

keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI

kelas X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.

2. Untuk mengetahui jenis metode kisah dan penanaman nilai keteladanan bagi siswa

(11)

3. Untuk mengetahui hasil penerapan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan

dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di

SMKN 1 Jenangan Ponorogo.

E.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara Teoretis

Diharapkan dapat berguna dalam menambah wawasan dan memperkaya

pengetahuan di bidang pendidikan berkaitan dengan metode yang efektif, salah

satunya metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan

minat belajar siswa.

Bagi penulis sendiri yaitu untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam

menerapkan metode pembelajaran menarik yang dapat menarik minat belajar

peserta didik.

2. Secara Praktis

Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi guru di SMKN 1 Jenangan

dalam meningkatkan minat belajar siswa melalui metode kisah dan penanaman

nilai yang dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran dan dalam kehidupan

sehari-hari.

F. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan penyusunan dalam penelitian kulitatif ini sistematika

(12)

Bab I berisi pendahuluan yang di dalamnya memuat latar belakang masalah

yang memaparkan tentang kegelisahan peneliti. Fokus penelitian sebagai batasan

masalah yang akan diteliti. Rumusan masalah berupa pertanyaan yang akan

menjawab permasalahan dalam penelitian. Tujuan penelitian merupakan sesuatu yang

diperoleh setelah penelitian selesai. Manfaat penelitian merupakan dampak dari

tercapainya tujuan dan terjawabnya rumusan masalah secara akurat. Sistematika

pembahasan yang merupakan gambaran dari seluruh isi skripsi.

Bab II berisi tentang telaah pustaka untuk menentukan posisi penelitian ini

terhadap penelitian terdahulu. Serta kajian teoretik yang membahas tentang metode

kisah, penanaman nilai keteladanan, PAI, minat belajar.

Bab III berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari Pendekatan dan Jenis

Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Data dan Sumber Data, Prosedur

Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Temuan,

Tahapan-tahapan Penelitian.

Bab IV berisi data umum dan data khusus. Data umum berisi tentang latar

objek penelitian yang meliputi: sejarah berdiri, keadaan guru, siswa, sarana prasarana.

Data khusus memaparkan penggunaan metode kisah terhadap penanaman nilai

keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI Kelas

X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.

Bab V berisi analisis data dengan menggunakan teori-teori yang ada pada bab

II yang menghasilkan temuan penelitian tentang penggunaan metode kisah terhadap

(13)

Bab VI berisi penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Bab ini

(14)

BAB II

TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN TEORI

A.Telaah Hasil Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsikan penelitian terdahulu yang ada

relevansinya dengan judul skripsi ini. Adapun karya skripsi tersebut adalah:

Lailatus Salamahdalam penelitiannya dengan judul Efektivitas Metode Kisah

dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah Almaarif Singosari Malang.

Hasil penelitian ini menunjukkan metode kisah dalam pembelajaran aqidah akhlak di

madrasah Aliyah Almaarif Singosari Malang sebagai salah satu bentuk variasi

metode yang diharapkan dapat membantu pendidik dalam proses belajar mengajar

agar lebih memudahkan dalam menyampaikan materi dan menumbuhkan hasil yang

maksimal. Penerapan metode kisah tersebut sangat efektif karena membuat siswa

lebih antusias dan lebih mudah memahami materi pelajaran serta dapat memberikan

tauladan dalam bersikap dan bertingkah laku.10

Tri Isnaini dalam penelitiannya dengan judul Implementasi Metode Cerita

Islami dalam Menanamkan Moral Keagamaan di TK Islam Terpadu Permata Hati

Ngaliyan Semarang. Penelitian ini mengatakan bahwa Implementasi metode cerita

10

(15)

Islami dalam menanamkan moral keagamaan di TK Islam Terpadu Permata Hati

Ngaliyan Semarang diklasifikasikan pada persiapan, materi, penyampaian, alat peraga

dan evaluasi yang semuanya baik. Kemudian hal tersebut dipengaruhi faktor

penunjang dan penghambat. Faktor penunjang diantaranya pendidik, lingkungan dan

sumber belajar. Faktor penghambat diantarannya hambatan waktu, hambatan

pengelolaan kelas, dan hambatan alat untuk bercerita.11

Firman Hakim dalam penelitiannya dengan judul Nilai-Nilai Keteladanan

dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Siswa di SMK NU Ungaran,

Kab. Semarang, Jawa Tengah Tahun 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk

pelaksanaan nilai keteladanan dalam proses pembelajaran di SMK NU Ungaran

dilaksanakan dua cara yaitu keteladanan disengaja meliputi, guru menceritakan

tentang kegigihan dan kesabaran para Nabi dalam berjuang menyiarkan agama Islam,

berkerudung bagi guru perempuan dan berpeci untuk guru pria, memberikan

motivasi, menahan amarah, sabar, memilih perkataan yang baik dan berdoa sebelum

proses belajar mengajar. Keteladanan tidak disengaja meliputi adil terhadap semua

siswa di dalam kelas, tidak telat masuk kelas, dan lain-lain. Kemudian tahap

pembentukan nilai dengan tahap menyimak, menanggapi, memberi nilai,

mengorganisasikan nilai, tahap karakteristik nilai, siswa mempraktekan sholat jamaah

dzuhur, menghormati guru, membuang sampah pada tempatnya dan lain-lain, siswa

11

(16)

mampu menangkap nilai keteladanan tidak hanya sekedar perilaku saja, siswa sudah

mampu membentuk kepercayaan kebenaran terkait dengan keyakinan yang mereka

tangkap dan mampu mengembangkan nilai menjadi prinsip yang melandasi setiap

tingkah lakunya setiap hari. Implikasi pelaksanaan nilai keteladanan meliputi

komponen kognisi, kompenen afeksi, dan komponen psikomotorik prinsip yang

sudah melekat pada siswa seperti sholat dzuhur berjamaah bersama guru,

mengucapkan salam ketika bertemu, dan lain-lain.12

Dari telaah pustaka yang telah dilakukan, penulis ingin mengemukakan bahwa

penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah disebutkan di atas dan belum ada

yang mengulasnya. Persamaannya ialah sama-sama mengulas mengenai penggunaan

metode kisah dalam pembelajaran, yang membedakan ialah dalam penelitian ini ingin

mengetahui bagaimana metode kisah dan penanaman nilai keteladanan bagi siswa

dapat meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di SMKN 1

Jenangan Ponorogo. Sedangkan, penelitian terdahulu mengulas efektivitas metode

kisah dalam pembelajaran, penanaman moral keagamaan melalui cerita, dan

nilai-nilai keteladanan dalam pembelajaran PAI.

12

Firman Hakim, Nilai-Nilai Keteladanan dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Siswa di SMK NU Ungaran, Kab. Semarang, Jawa Tengah Tahun 2011 (Skripsi, STAIN

(17)

B.Kajian Teori 1. Metode Kisah

a. Pengertian Metode Kisah

Metode pembelajaran didefiniskan sebagai cara yang digunakan guru

dalam menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan

pembelajaran.13

Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan

materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana

terjadinya sesuatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan

saja. Dalam mengaplikasikan metode ini pada proses belajar mengajar,

metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan yang mashur dan

terbaik, sebab kisah itu mampu menyentuh jiwa jika didasari oleh ketulusan

hati yang mendalam.14 An-Nahlawi mengungkapkan bahwa dalam Al-Quran

dan as-Sunnah dapat ditemukan berbagai metode pendidikan Islam yang

sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa dan membangkitkan semangat

peserta didik. Metode tersebut diantara salah satunya adalah metode

mendidik dengan kisah-kisah Qurani dan Nabawi.15 Metode kisah Qurani

dan Nabawi adalah penyajian bahan pembelajaran yang menampilkan

13

Hamzah B. dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran, Aktif, Inofatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 7.

14

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 160.

15

(18)

cerita yang terdapat dalam Al-Quran dan hadits Nabi. Kisah Qurani bukan

semata-mata karya seni yang indah, tetapi juga cara mendidik umat agar

beriman kepada-Nya. Dalam pendidikan Islam, kisah merupakan metode

yang sangat penting karena dapat menyentuh hati manusia. Kisah

menampilkan tokoh dalam konteks yang menyeluruh sehingga pembaca atau

pendengar dapat ikut menghayati, seolah-olah ia sendiri yang menjadi

tokohnya.16

Metode kisah diisyaratkan dalam Al-Quran:

احذحه حكْيحلِإ احنْ يححْوحأ احِبِ ِصحصحقْلا حنحسْححأ حكْيحلحع ُّصُقح ن ُنْحنَ

ِهِلْبح ق ْنِم حتْنُك ْنِإحو حنآْرُقْلا

يِلِفاحغْلا حنِمحل

Artinya:

Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.” (Q.S. Yusuf: 3).

Kemudian diperkuat oleh ayat lain yang berbunyi:

ِااحبْل ا ِوو ةٌ حرْ بِع ْ ِ ِصحصحق ِ حناحك ْ حقحل

Artinya:

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.”(Q.S. Yusuf:111).

16

(19)

Al-Qis}a<s} berarti kisah atau peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di

masa yang lalu.17 Secara epistimologis lafaz} qas}a>s} merupakan bentuk jamak

qis}as

}

merupakan bentuk masdar dari kata qas}a> ya qus}u> dapat berarti

menceritakan, juga dapat mengandung arti menelusuri/mengikuti jejak.

Makna Qas}a>s} dalam sebagian besar ayat-ayat beratikan kisah atau cerita.

Secara terminologis Qas}a>s berarti:18

1) Menurut Abdul Karim Khatib, kisah-kisah Quran adalah berarti

al-Quran tentang umat terdahulu.

2) Kisah-kisah dalam al-Quran yang menceritakan ih}wal umat-umat

terdahulu dan nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi

pada masa lampau, masa kini, dan masa yang mendatang.

b. Kelebihan dan Kekurangan Metode Kisah

Kelebihan metode kisah diantaranya sebagai berikut:19

1) Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat siswa. Karena

setiap anak didik akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti

berbagai situasi kisah, sehingga anak didik terpengaruh oleh tokoh dan

topik kisah tersebut.

2) Mengarahkan semua emosi hingga menyatu pada satu kesimpulan yang

menjadi akhir cerita.

17

Mangun Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Ombak, 2013), 157.

18

M. Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Kencana, 2003), 300.

19

(20)

3) Kisah selalu memikat, karena mengundang pendengaran untuk

mengikuti peristiwannya dan merenungkan maknanya.

4) Dapat mempengaruhi emosi, seperti takut, perasaan diawasi, rela,

senang, sungkan, atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita.

Kekurangan Metode Kisah diantarannya sebagai berikut:20

1) Pemahaman siswa menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh

masalah lain.

2) Bersifat monolog dan dapat menjenuhkan siswa.

3) Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud,

sehingga pencapaian tujuan sulit diwujudkan.

Maka alternatif yang ditawarkan untuk mengatasi kekurangan metode

kisah diantarannya sebagai berikut:21

1) Guru harus mengetahui dan paham benar alur cerita yang disampaikan.

2) Guru harus menyelaraskan tema materi dengan cerita atau tema cerita

dengan materi.

3) Anak didik harus lebih berkonsentrasi terhadap cerita sehingga

menimbulkan sugesti untuk mengikuti alur cerita itu sampai selesai.

20

Ibid., 162.

21

(21)

c. Tujuan adanya kisah dan Fungsi Kisah

Maksud dan tujuan Kisah menurut Manna al-Qathan:22

1) Menjelaskan prinsip dakwah agama Allah SWT. dan keterangan

pokok-pokok shari>at yang dibawa oleh masing-masing nabi dan rasul.

2) Memantapkan hati Rasulullah serta umatnya serta memperkuat

keyakinan kaum muslimin terhadap kebenaran yang benar dan

kehancuran yang fatal.

3) Mengoreksi pendapat para ahlul Kitab yang suka menyembunyikan

keterangan dan petunjuk kitab sucinya dan membantahnya dengan

argumentasi-argumentasi yang terdapat pada kitab-kitab sucinya

sebelum dirubah mereka sendiri.

4) Lebih meresapkan pendengaran dan memantapkan keyakinan dalam

jiwa pendengarnya, karena kisah-kisah itu merupakan salah satu dari

bentuk peradaban.

5) Untuk memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran dan kebenaran

Rasulullah di dalam dakwah.

6) Menanamkan pendidikan akhla>qul kari>mah, karena kisah yang baik

dapat meresap ke dalam hati nurani dengan mudah, serta mendidik

dalam meneladani perbuatan baik dan menghindari perbuatan buruk.

22

(22)

Fungsi atau Peranan Kisah:23

1) Memberikan pelajaran untuk dijadikan teladan yang baik.

2) Menggugah hati untuk memahami hal-hal yang bersifat maknawi.

3) Merupakan bagian dari kesenangan manusia.

d. Macam-macam Metode kisah

Terdapat berbagai macam metode kisah menurut Moeslichatoen

diantarannya sebagai berikut:

1) Membaca langsung dari buku cerita.

2) Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku.

3) Menceritakan dongeng.

4) Bercerita dengan menggunakan papan flanel.

5) Bercerita dengan menggunakan media boneka.

6) Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan.24

Bentuk-bentuk metode bercerita dibagi menjadi dua macam:

1) Bercerita tanpa alat peraga, bentuk cerita yang mengandalkan

kemampuan pencerita dengan menggunakan ekspresi muka, gerak

tubuh, dan vokal pencerita sehingga yang mendengarkan dapat

menghidupkan kembali dalam fantasi dan imajinasinya.

23

Ibid., 306.

24 Taranindya Zulhi Amalia dan Zaimatus Sa’diyah, “Bercerita sebagai Metode Mengajar bagi

(23)

2) Bercerita dengan alat peraga, bentuk cerita yang menggunakan alat

peraga bantu untuk menghidupkan cerita.25

Manna Khalil al-Qathan, macam-macam Kisah dibagi menjadi

tiga:26

1) Kisah para nabi menyangkut dakwah mereka dan tahapan-tahapan serta

perkembangannya, mukjizat mereka, posisi para penentang, akibat

orang-orang yang percaya dan yang mendustakan mereka.

2) Kisah peristiwa pada masa lalu dan pribadi-pribadi yang tidak diketahui

secara pasti apakah mereka nabi/bukan, misalnya kisah Thalut vs Jalut.

3) Kisah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw seperti perang

Badar, Uhud, Khandak dan lain-lain.

Selain itu ada pembagian kisah ditinjau dari segi waktu, ditinjau dari

segi materi diantarannya sebagai berikut:27

1) Ditinjau dari segi waktu:

a) Kisah hal-hal gha>ib pada masa lalu, yaitu kisah yang menceritakan

kejadian-kejadian gha>ib yang sudah tidak bisa ditangkap panca indra

yang terjadi pada masa lampau. Contohnya kisah-kisah Nabi Nuh,

Nabi Musa, dan kisah Maryam.

25

Nining. 20 Mei 2016. Metode Bercerita, (online), (http://catatannining.wordpress.com, diakses 8 Juli 2018)

26

M. Munir, Metode Dakwah,301.

(24)

b) Kisah hal-hal gha>ib pada masa kini yaitu kisah yang menerangkan

hal-hal gha>ib pada masa sekarang. Contohnya tentang Allah dengan

segala sifat-sifat-Nya, para malaikat, jin, setan, kenikmatan surga,

dan sebagainya.

c) Kisah hal-hal gha>ib pada masa yang akan datang, yaitu kisah-kisah

yang menceritakan peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum

terjadi pada waktu turunya al-Quran, kemudian peristiwa itu

benar-benar terjadi. Contohnya seperti kemenangan bangsa Romawi atas

Persia, yang diterangkan ayat 1-4 surat Ar-Rum, dan sebagainya.

2) Ditinjau dari segi materi:

a) Kisah para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, dan

penentang serta pengikut mereka. Contohnya kisah Nabi Adam, Nabi

Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad SAW dan

lain-lain.

b) Kisah orang-orang yang belum tentu Nabi dan kelompok-kelompok

manusia tertentu. Contohnya kisah Lukmanul Hakim, Qarun, Ashabul

Khahfi, Ashhabus Sabti, dan lain-lain.

c) Kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian zaman Rasulullah.

Contonya kisah Perang Badar, Perang Uhud, Perang Hunain, Perang

Tabuk, Perang Ahzab, Hijrah, dan lain-lain.28

28

(25)

e. Penerapan Penggunaan Metode Kisah

Dalam penggunaan metode kisah, perlu adanya strategi penerapan

metode kisah diantaranya sebagai berikut:

1) Penggalan kisah dapat dijadikan pengantar untuk membawa murid pada

suatu pemikiran, penghayatan, terhadap nilai-nilai tertentu.

2) Penggalan kisah Qurani dapat dijadikan sebagai materi pokok dalam

topik bahasan yang disampaikan.

3) Penggalan kisah dapat dijadikan sebagai alat untuk memancing

perhatian murid terhadap materi yang disampaikan.

4) Penggalan kisah dapat dijadikan alat untuk memancing emosi.

5) Potongan kisah dijadikan alat untuk memancing rasa ingin tahu murid

hingga muncul motivasi untuk mengetahui kisah secara lengkap.

6) Potongan kisah dijadikan sebagai titik kulminasi penghayatan murid

terhadap penanaman suatu nilai-nilai tertentu seperti menumbuhkan

keberanian, kejujuran, keikhlasan, kesabaran.29

Kisah sebagai metode pendidikan amat penting karena dalam kisah

terdapat berbagai keteladanan dan edukasi. Hal ini karena terdapat beberapa

alasan yang mendukungnya yaitu: kisah senantiasa memikat karena

mengundang pembaca/pendengar untuk mengikuti peristiwanya dan

merenungkan maknanya, kisah dapat menyentuh hati manusia, karena kisah

29

(26)

menampilkan tokoh dalam konteksnya secara menyeluruh sehingga

pembaca/pendengar dapat menghayati dan merasakan isi kisah tersebut,

kisah qurani mendidik keimanan dengan cara membangkitkan perasaan

sehingga terlibat secara emosional.30 Dengan Kisah dapat menyetuh hati para

peserta didik, sehingga mereka tertegun hatinya dan diharapkan mereka

dapat menjadikan para tokoh kisah tersebut sebagai model keteladanan

dalam berperilaku. Kisah-kisah penuh hikmah akan senantiasa menggugah

hati setiap orang. Tidak banyak orang yang menyadari, bahwa sesungguhnya

kisah-kisah hikmah merupakan media yang sangat efektif dalam

menyampaikan pesan moral dan keagamaan. Bahkan, bisa jadi kisah-kisah

hikmah akan jauh lebih efektif dalam membentuk karakter dan kesadaran

seseorang, ketimbang ajaran moral yang disajikan secara kaku dan tekstual.31

Kisah yang termuat dalam Al-Quran dan Hadis mempunyai banyak

nilai-nilai yang penting yang bisa diambil untuk dijadikan pelajaran bagi

manusia.32 Dimana kisah yang dimaksudkan dalam metode sangat

bermanfaat untuk menyampaikan informasi dan pelajaran.33

30

Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, 263.

31

Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah bagi Perjuangan Para Da’i (Jakarta: Amzah, 2008), 101.

32

M. Munir, Metode Dakwah, 299.

33

(27)

2. Pendidikan Nilai

a. Pengertian Nilai dan Pendidikan Nilai

Nilai adalah suatu seperangkat keyakinan atau perasaan yang

identitas diyakini sebagai suatu yang memberikan corak yang khusus kepada

pola pemikiran, perasaan, ketertarikan maupun perilaku.34

Definisi-definisi nilai dalam buku Mengartikulasikan Pendidikan

Nilai diantarannya sebagai berikut: 35

1) Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar

pilihannya.

2) Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam

menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.

Kesimpulannya nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam

menentukan pilihan. Sedangkan menurut Zaim Elmubarok nilai secara garis

besar dibagi menjadi dua:36

1) Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian

berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain.

Nilai nurani adalah kejujuran keberanian, cinta damai, keandalan diri,

potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian dan kesesuaian.

34

Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 202.

35

Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, 9-11.

36

(28)

2) Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikan/diberi yang

kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. Yang termasuk pada

kelompok nilai memberi adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta

kasih sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati.

Pengertian Pendidikan Nilai, menurut beberapa ahli diantarannya

sebagai berikut:37

1) Kosasih Jahiri, pendidikan nilai mengacu pada aksiologi pendidikan,

sejauh mana pendidikan itu memunculkan dan menerapkan nilai/moral

kepada peserta didik.38

2) Sastraprateja, pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan

nilai-nilai pada seseorang.

3) Pendidikan nilai mencakup keseluruhan aspek sebagai pengajaran atau

bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran,

kebaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat

dan pembiasaan bertindak yang konsisten.

b. Pendekatan Pendididikan Nilai

Menurut Superka ada lima pendekatan pendidikan nilai diantarannya

dijelaskan sebagai berikut: 39

37

Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, 9-11.

38

Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai, 12.

39

(29)

1) Pendekatan penanaman nilai

Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan yang memberi

penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Menurut

Superka tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah:

diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa, berubahnya nilai-nilai

siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan.

Metoda yang digunakan dalam proses pembelajaran diantarannya

keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peran.

Menurut Superka pendekatan ini digunakan secara meluas oleh

masyarakat, terutama dalam penanaman nilai-nilai agama dan budaya.40

2) Pendekatan perkembangan kognitif

Pendekatan ini memberikan penekanan pada aspek kognitif dan

perkembangannya untuk mendorong siswa berperan aktif tentang

masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral.

3) Pendekatan analisis nilai

Pendekatan ini menekankan pada perkembangan kemampuan siswa

untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang

berhubungan dengan nilai-nilai sosial.

40

(30)

4) Pendekatan klarifikasi nilai

Pendekatan ini menekankan pada usaha membantu siswa dalam

mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri untuk meningkatkan

kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri.41

5) Pendekatan pembelajaran berbuat

Pendekatan ini menekankan pada usaha memberikan kesempatan

kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral baik secara

perseorangan maupun secara bersama-sama dalam satu kelompok.42

3. Metode Penanaman Nilai Keteladanan

a. Pengertian Metode Penanaman Nilai Keteladanan

Penanaman nilai merupakan pendekatan yang memberi penekanan

pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Tujuan dari penanaman

nilai ini adalah diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa, berubahnya

nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan.43

Sedangkan keteladanan dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan

bahwa, ”Keteladanan” dasar katanya “teladan” yaitu perbuatan yang patut

ditiru dan dicontoh.44 Jadi keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau

dicontoh. Kata keteladanan dalam bahasa arab diungkapkan dengan kata

u>s}wa>h} dan qudwah}, berarti pengobatan dan perbaikan. Sedangkan menurut

(31)

Al-Ashfahani, al-u>s}wa>h} dan al-i>s}wa>h} sebagaimana kata al-qu>dwah} dan al-qi>dwah} berarti suatu keadaan ketika seorang manusia yang mengikuti manusia

lain, terlepas yang diikuti itu dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan atau

kemurtda>n. Menurut Ibn Zakaria mendefinisikan, bahwa u>s}wa>h berarti qu>dwah

yang artinya ikutan, mengikuti yang diikuti. Dengan demikian keteladanan

adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang

lain.45

Metode Penananaman nilai keteladanan adalah merupakan metode

yang lebih efektif dan efisien dalam penanaman nilai-nilai keislaman kepada

peserta didik terutama siswa pada usia pendidikan dasar dan menengah, yang

pada umumnya cenderung meneladani dan meniru guru.46

Keteladanan sangat efektif untuk Internalisasi, karena murid secara

psikologis senang meniru, dan karena sanksi-sanksi sosial, yaitu seseorang

akan merasa bersalah bila ia tidak meniru orang-orang di sekitarnya. Dalam

islam bahwa peneladanan ini sangat diistemawakan dengan menyebut bahwa

nabi itu teladan yang baik u>s}wah} h}as}anah}.47

Oleh karena itu Allah SWT. mengutus Nabi Muhammad SAW. agar

menjadi teladan bagi seluruh manusia dalam merealisasikan sistem

45

Ibid., 117.

46

Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 265.

47

(32)

pendidikan Islam tersebut. Dengan kepribadian, sifat tingkah laku dan

pergaulannya bersama manusia, Rasulullah SAW, benar-benar merupakan

interpretasi praktis yang manusiawi dalam menghidupkan h}aki>kat, ajaran,

‘adab, dan tash}ri Al-Quran, yang melandasi perbuatan pendidikan Islam serta

penerapan metode pendidikan Qurani yang terdapat di dalam ajaran tersebut.48

Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling

meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak di

dalam moral, spritual dan sosial. Hal ini karena pendidik adalah contoh

terbaik dalam pandangan anak, yang akan ditirunya dalam tindak-tanduknya,

dan tata santunya, disadari ataupun tidak, bahkan tercetak dalam jiwa dan

perasaan suatu gambaran pendidik tersebut, baik dalam ucapan atau

perbuatan, baik material atau spritual, diketahui atau tidak diketahui.49 Oleh

karena itu, guru perlu memberikan keteladanan yang baik kepada peserta

didik agar dalam proses penanaman nilai-nilai karakter Islami menjadi lebih

efektif dan efisien.50

b. Tahap-tahap Penanaman Nilai Keteladanan

Pendekatan Internalisasi ini merupakan teknik penanaman nilai yang

sasarannya sampai pada tahap kepemilikan nilai yang menyatu ke dalam

48

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, 291.

49

Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam (Semarang: Asy Syifa, 1981), 2.

50

(33)

kepribadian siswa, atau sampai pada tahap karakterisasi atau mewatak.

Tahap-tahap dari teknik internalisasi ini adalah:51

1) Tahap transformasi nilai: pada tahap ini guru sekedar menginformasikan

nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik kepada siswa, yang

semata-mata merupakan komunikasi verbal.

2) Tahap tranksaksi nilai, dalam tahap ini guru tidak hanya

menginformasikan nilai yang baik dan buruk, tetapi juga terlihat untuk

melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan siswa

diminta untuk memberikan tanggapan yang sama, yakni menerima dan

mengamalkan nilai tersebut.

3) Tahap transinternalisasi, tahap ini jauh lebih dalam dari sekedar

transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa bukan lagi

sosoknya, tetapi lebih pada sikap mentalnya (kepribadian).

Demikian pula sebaliknya, siswa merespon kepada guru bukan hanya

gerakan atau penampilan fisiknya saja, melainkan sikap mental dan

kepribadiannya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dalam

transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang

masing-masing terlibat secara aktif. Proses dari transinternalisasi itu mulai dari yang

sederhana sampai yang kompleks, yaitu mulai dari:52

51

Muhaimin M.A., et.al., Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 178.

52

(34)

1) Menyimak (receiving), ialah kegiatan siswa untuk bersedia menerima

adanya stimulus yang berupa nilai-nilai baru yang dikembangkan dalam

sikap afektifnya.

2) Menanggapi (responding), yakni kesediaan siswa untuk merespon

nilai-nilai yang ia terima dan sampai ke tahap memiliki kepuasan untuk

merespon nilai tersebut.

3) Memberi nilai (valuing), yakni sebagai kelanjutan dari aktivitas merespon

nilai menjadi siswa mampu memberikan makna baru terhadap nilai-nilai

yang muncul dengan kriteria nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.

4) Mengorganisasi nilai (organisasi of value) ialah aktivitas siswa untuk

mengatur berlakunya sistem nilai yang diyakini sebagai kebenaran dalam

laku kepribadiannya sendiri, sehingga ia memilki satu sistem nilai yang

berbeda dengan yang lain.

5) Karakteristik nilai (characterization by a value or value complex), yakni

dengan membiasakan nilai-nilai yang benar yang diyakini, dan yang telah

diorganisir dalam laku pribadinya sehingga nilai tersebut sudah menjadi

watak (kepribadianya).

Dalam pendekatan penanaman nilai yang dapat digunakan guru dalam

proses pembelajaran antara lain yaitu: pengalaman, pembiasaan, emosional,

rasional, fungsional, dan keteladanan. Penjelasannya sebagai berikut:53

53

(35)

1) Pendekatan pengalaman merupakan proses penanaman nilai-nilai kepada

siswa melalui pemberian pengalaman langsung.

2) Pendekatan pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya

otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa

dipikirkan lagi. Dengan pembiasaan pembelajaran memberikan

kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan konsep ajaran

agamanya, baik secara individual maupun secara berkelompok dalam

kehidupan sehari-hari.

3) Pendekatan emosional adalah upaya untuk menggugah perasaan dan

emosi siswa dalam meyakini konsep ajaran Islam serta dapat merasakan

mana yang baik dan mana yang buruk.

4) Pendekatan rasional merupakan suatu pendekatan mempergunakan rasio

(akal) dalam memahami dan menerima kebesaran dan kekuasaan Allah.

5) Pendekatan fungsional adalah usaha menanamkan nilai-nilai yang

menekankan pada segi kemanfaatan bagi siswa dalam kehidupan

sehari-hari, sesuai dengan tingkatan perkembangannya.

6) Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan, baik yang

berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara

personal sekolah, perilaku pendidik dan tenaga kependidikan lain yang

mencerminkan sikap dan perilaku yang terpuji, maupun yang tidak

(36)

c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Keteladanan

1. Kelebihan dari metode keteladanan adalah:

a. Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang

dipelajarinya di sekolah.

b. Akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajarnya.

c. Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik.

d. Tercipta hubungan harmonis antara guru dan siswa.

e. Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh

siswanya.54

2. Kekurangan dari metode keteladanan adalah:

a. Jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka cenderung

untuk mengikuti yang tidak baik.

b. Jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme.55

d. Bentuk Metode Keteladanan

Bentuk metode keteladanan terbagi menjadi dua macam yaitu:56

1) Keteladanan Disengaja

Keteladanan kadang kala diupayakan dengan cara disengaja, yaitu

pendidik sengaja memberikan contoh yang baik kepada para peserta

didiknya supaya mereka dapat menirunya. Umpamanya pendidik

54

Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh,122-123.

55

Ibid., 123.

56

(37)

memberikan contoh bagaimana cara membaca yang baik agar para

peserta didik menirunya. Dalam proses belajar mengajar, keteladanan

yang disengaja dapat berupa pemberian secara langsung kepada peserta

didiknya melalui kisah-kisah Nabi yang di dalam kisah tersebut terdapat

beberapa hal yang patut dicontoh oleh para peserta didik.

2) Keteladanan Tidak Disengaja

Keteladanan ini terjadi ketika pendidik secara alami memberikan

contoh-contoh yang baik dan tidak ada unsur sandiwara di dalamnya.

Dalam hal ini, pendidik tampil sebagai figur yang dapat memberikan

contoh-contoh yang baik di dalam maupun di luar kelas. Bentuk

pendidikan semacam ini keberhasilannya banyak bergantung pada

kualitas kesungguhan dan karakter pendidikan yang diteladani, seperti

kualitas keilmuannya, kepemimpinannya, keikhlasannya, dan

sebagainya. Dalam kondisi pendidikan seperti ini, pengaruh teladan

berjalan secara langsung tanpa disengaja. Oleh karena itu, setiap orang

yang diharapkan menjadi pendidik hendaknya memelihara tingkah

lakunya, disertai kesadaran bahwa ia bertanggungjawab dihadapan Allah

dan segala hal yang diikuti oleh peserta didik sebagai pengagumnya.

Semakin tinggi kualitas pendidik akan semakin tinggi pula tingkat

(38)

4. Pendidikan Agama Islam a. Pengertian PAI

PAI merupakan subjek pelajaran yang berisi materi dan

pengalaman tentang ajaran agama Islam, yang pada umumnya tersusun

secara sistematis dalam ilmu-ilmu keislaman.57

b. Pendekatan PAI

Pendekatan Pembelajaran PAI: Keimanan, pengamalan,

pembiasaan, rasional, emosional, fungsional, keteladanan. Penjelasannya

sebagai berikut:58

1) Keimanan, yang memberikan peluang kepada peserta didik untuk

mengembangkan pemahaman adanya Allah SWT sebagai sumber

kehidupan.

2) Pengamalan, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mempraktekkan dan merasakan hasil-hasil pengamalan keyakinan

akidah dan akhlak dalam menghadapi tugas-tugas dan masalah dalam

kehidupan.

3) Pembiasaan, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

membiasakan sikap dan perilaku yang baik yang sesuai dengan ajaran

Islam dan budaya bangsa dalam menghadapi masalah kehidupan.

57

Erwin Yudi Prahara, Materi Pendidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Po Press, 2009), 8.

58

(39)

4) Rasional, usaha memberikan peranan kepada rasio (akal) peserta

didik dalam memahami dan membedakan berbagai materi serta

perilaku yang baik dengan perilaku yang buruk dalam kehidupan

duniawi.

5) Emosional, upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik dalam

menghayati perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya

bangsa.

6) Fungsional, menyajikan materi PAI dari segi manfaatnya bagi peserta

didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas.

7) Keteladanan, yaitu menjadikan figur pribadi-pribadi teladan dan

sebagai cerminan dari manusia yang memiliki keyakinan tauh}id yang

teguh dan berperilaku mulia.

5. Minat Belajar

a. Pengertian Minat Belajar

Secara sederhana minat berarti kecenderungan dan kegairahan

yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.59 Minat adalah

kecenderungan jiwa yang relatif menetap kepada diri seseorang dan

biasannya disertai dengan perasaan senang. Menurut Behard, minat timbul

atau muncul tidak secara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi,

pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar, dengan kata lain minat dapat

59

(40)

menjadikan penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan.

Sedangkan pengertian belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan

suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu dilakukan

lewat kegiatan atau usaha yang disengaja. Jadi minat belajar adalah aspek

psikologi seseorang yang menampakan diri dalam beberapa gejala seperti:

gairah, keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan

tingkah laku melalui beberapa kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan

dan pengalaman, dengan kata lain minat belajar adalah perhatian, rasa suka,

ketertarikan siswa terhadap belajar yang ditujukan melalui keantusiasan,

partisipasi dan keaktifan dalam belajar.60

Sedangkan minat membaca adalah kecenderungan jiwa yang aktif

untuk memahami pola bahasa untuk memperoleh informasi yang erat

hubunganya dengan kemauan, aktivitas dan perasaan senang yang secara

potensial memungkinkan individu untuk memilih, memperhatikan, dan

menerima sesuatu yang datang dari luar dirinya.61

60

Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran Membantu Meningkatkan Mutu Pembelajaran sesuai Standar Nasional (Yogyakarta: Teras, 2012), 173-174.

61

(41)

b. Faktor yang mempengaruhi minat belajar

Menurut Slameto ada dua faktor yang mempengaruhi:62

1. Faktor Intern, terdiri dari faktor jasmaniah (seperti faktor kesehatan dan

cacat tubuh) dan faktor psikologi (seperti intelegensi, perhatian, bakat,

kematangan dan kesiapan).

2. Faktor Ekstern, terdiri dari faktor keluarga (seperti cara orang tua

mendidik, relasi antar keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi

keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan), dan faktor

sekolah (seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan peserta

didik, relasi peserta didik dengan peserta didik, disiplin sekolah, alat

pelajaran, waktu sekolah, standar penilaian diatas ukuran, keadaan

gedung, metode mengajar dan tugas rumah).

c. Usaha Pendidik dalam Meningkatkan Minat Belajar Peserta Didik Minat selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil

belajar siswa. Seorang siswa akan menaruh minat besar dan akan

memusatkan perhatian lebih banyak daripada siswa lainnya. Guru dalam

kaitan ini seyogyanya berusaha membangkitkan minat siswa untuk

menguasai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studinya dengan cara

membangun sikap positif.63

62

Donni Juni Priansa, Kinerja dan Profesionalisme Guru Fokus pada Peningkatan Kualitas Sekolah, Guru, dan Proses Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2014), 284.

63

(42)

Jika terdapat siswa kurang berminat terhadap belajar, dapatlah

diusahakan agar ia mampu mempunyai minat yang lebih besar dengan cara

menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-hal

yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya dengan bahan pelajaran

yang dipelajari itu.64 Selain itu, cara yang efektif untuk membangkitkan

minat pada suatu subjek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat

yang telah ada disesuaikan dengan minat siswa, kemudian diarahkan ke

materi pelajaran. Di samping itu, pengajar juga berusaha membentuk

minat-minat baru pada diri siswa dengan jalan memberikan informasi pada siswa

mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan

dengan bahan pengajaran yang lalu, menguraikan kegunaannya bagi siswa di

masa yang akan datang.65

Untuk mengembangkan minat belajar maka pendidik dituntut

untuk memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi siswa. Cara

yang dilakukan adalah dengan mengajar yang menyenangkan melalui

pemberian kebebasan pada siswa, perlakuan dan memahami pada siswa

sehingga terjalin komunikasi yang baik, pujian-hadiah, serta metode belajar

yang menyenangkan, dimana metode mengajar harus tepat, efisien dan

efektif sehingga peserta didik dapat memahami dan menguasai, dan

64

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinnya (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), 57.

65

(43)

mengembangkan bahan pelajaran. Kepribadian guru juga menjadi sorotan

bagi siswa untuk memperoleh pengamalan belajar yang menyenangkan.66

Dalam melakukan kegiatan belajar mengajar, beberapa

kepribadian guru yang berperan adalah: penghayatan nilai-nilai kehidupan,

motivasi kerja, sifat dan sikap. Dengan kepribadian guru yang positif, siswa

akan merasa senang, puas dan gembira, kegembiraan yang dirasakan akan

mampu menimbulkan pengalaman yang dapat meningkatkan minat belajar.

Jadi, peningkatan minat belajar siswa membutuhkan peran aktif pendidik

dengan cara berkepribadian yang baik. Selain itu, ketika siswa di luar

lingkungan sekolah atau di rumah, kondisi tempat tersebut juga harus

mampu meningkatkan minat siswa dalam melakukan kegiatan belajar.67

Selain itu untuk menambah minat siswa, guru dapat membawakan

cerita secara humor. Menggunakan humor di ruang kelas memberikan banyak

manfaat mencakup mengurangi stres, meningkatkan motivasi, mengurangi

jarak secara psikologis antara guru-siswa, dan meningkatkan kreativitas.68

66

Ibid., 182.

67

Ibid., 182.

68

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini akan mengkaji dan mendeskripsikan bagaimana penggunaan

metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar

siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo, yang

menjadi fokusnya adalah untuk membangun minat belajar siswa melalui metode

kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam mata pelajaran PAI. Maka penelitian

ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan

perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang individu

tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan

individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya

sebagai bagian dari suatu keutuhan.69

Sedangkan menurut Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian

kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara

69

(45)

fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan

berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa peristilahannya.70

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus

yaitu strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitiaan berkenaan

dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol

peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak

pada fenomena-fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan

nyata.71

B.Kehadiran Peneliti

Sesuai dengan pendekatan yang digunakan maka instrumen yang dipakai

untuk mengumpulkan data adalah peneliti sendiri. Lexy J. Moleong menyebutkan

bahwa peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia berperan sebagai

perencana, pelaksana pengumpul data, penganalisa daftar, penafsir data dan pada

akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya.72

Kehadiran peneliti di lokasi penelitian mutlak diperlukan, karena sebagai

instrumen utama penelitian dalam pengumpulan data. Peneliti juga harus

menciptakan hubungan yang baik dengan subjek penelitian, antara Kepala Sekolah

SMKN 1 Jenangan beserta jajaranya, para guru, dan para siswa. Hubungan baik

70

Ibid., 4.

71

Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian : Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 127-128.

72

(46)

diciptakan sejak penjajakan awal tahap setting penelitian, selama penelitian, dan

setelah penelitian, sebab hal itu menjadi kunci utama dalam kesuksesan penelitian.

C.Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti memilih lokasi penelitian di Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) Negeri 1 Jenangan yang beralamat di Jalan Niken Gandini 98

Setono, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur.

Web/E-mail: www.smkn1jenpo.sch.id/smknjenpo@yahoo.com. Telpon/Fax: 0352-481236.

Peneliti memilih SMK Negeri 1 Jenangan Ponorogo karena sewaktu

melaksanakan kegiatan PPLK telah menemui siswa-siswa kelas X yang terlihat minat

membaca dan belajar rendah, terbukti dengan sulitnya untuk membuka buku, mereka

lebih suka mendengarkan, apalagi jika pembelajaran disisipi dengan kisah.

D.Data dan Sumber Data

Data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan

selebihnya adalah data tambahan seperti data tertulis, foto, dan sejenisnya.73 Sumber

data terbagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

Sumber data primer disini diantarannya para guru mata pelajaran PAI, yakni:

Bapak Muhammad Ihsan, Bapak M. Qomaruddin, Bapak Anwaruddin, Bapak Shokib, Bapak

Ahmad Muzakky. Dan perwakilan siswa-siswa kelas X TBSM.B (Gogharty, Surya,

Krishna, Baqi, Sulton, Redian, Rifai, Nurzaini, Habib, Ikhsan), X EI.A (Anisa, Asraf,

Geri, Erdian, Cholid), X DPIB.A (Devy, Bella, Afifa, Afisa, Jsmin, Bryan, Diky), X

73

(47)

OI.A (Silvia, Liyana, Rifad, Yoga, Zakaria), X EI.B (Choirul, Putri, Izma, Sulis,

Rifky), X LAS A (Andrian, Angga, Guntur, Dilan, Kevin, Farhan, Fahmi).

Sedangkan sumber data sekunder adalah seperti dokumen, dan arsip-arsip

dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian.

E.Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu bentuk teknik pengumpulan data yang

banyak digunakan dalam penelitian deskriptif kualitatif dan deskripsi kuantitatif,

dilaksanakan secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual.74

Macam-macam wawancara dibedakan menjadi tiga macam yaitu

penjelasannya sebagai berikut:75

a. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila

peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi

yang akan diperoleh.

b. Wawancara semiterstruktur, jenis wawancara ini sudah termasuk dalam

kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila

dibandingkan dengan wawancara terstruktur.

74

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), 216.

75

(48)

c. Wawancara tak berstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak

menggunakan pedoman wawancara secara lengkap, hanya berupa garis-garis

besar permasalahan yang akan ditanyakan.76

Dalam hal ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur. Orang-orang

yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah para guru mata pelajaran PAI,

dan para siswa kelas X yang sudah disebutkan dalam sumber data.

2. Observasi

Observasi menurut Nana Syaodih Sukmadinata adalah suatu teknik atau cara

mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan

yang sedang berlangsung.77

Observasi dapat dilakukan secara partisipatif ataupun non partisipatif. Dalam

observasi partisipatif, pengamat ikut serta dalam kegiatan yang sedang

berlangsung. Dalam observasi non partisipatif pengamat tidak ikut serta dalam

kegiatan, dia hanya berperan mengamati kegiatan.78

Peneliti menggunakan observasi non partisipatif untuk mengamati cara

mengajar guru menggunakan metode kisah di kelas X, serta perilaku siswa dalam

proses pengajaran tersebut.

76

Ibid., 234.

77

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, 220.

78

(49)

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan

menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar

maupun elektroinik (rekaman), dan dokumen-dokumen yang dihimpun, dipilih

yang sesuai dengan tujuan dan fokus masalah.79

Metode dokumentasi ini digunakan peneliti untuk memperoleh data

mengenai profil sekolah, data guru, kariyawan, data siswa, data sarana prasarana,

proses belajar mengajar di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan, bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, dan memilah-milah data menjadi satuan yang

dapat dikelola, mengintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa

yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan

kepada orang lain.80

Teknik analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles &

Huberman. Miles dan Huberman, mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus pada

setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas

dalam analisis data, meliputi: data reduction, data display, dan

conclusion/verivication.

79

Ibid., 221.

80

(50)

a. Reduksi data

Dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih

hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, dan membuat kategori.

Dengan demikian data yang telah direduksikan memberikan gambaran yang lebih

jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

Dalam penelitian ini, setelah seluruh data terkumpul, maka untuk

memudahkan analisis, data-data yang masih kompleks dipilih dan difokuskan

sesuai dengan penggunaan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam

meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan

Ponorogo.

b. Penyajian Data

Mendisplaykan atau menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network, dan chart. Bila pola-pola

yang ditemukan telah didukung oleh data, maka pola tersebut menjadi baku dan

akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian. Pada penelitian ini, setelah

seluruh data dikumpulkan dan direduksi, selanjutnya data disusun secara sistematis

(51)

c. Penarikan Kesimpulan

Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan

verifikasi.81

Koleksi data Display data

Reduksi data

Pemaparan kesimpulan

G.Pengecekan Keabsahan Temuan

Moleong mengatakan bahwa penelitian diperlukan suatu teknik pemeriksaan

keabsahan data. Sedangkan untuk memperoleh keabsahan temuan perlu diteliti

kredibilitasnya dengan menggunakan teknik sebagai berikut:82

1. Persitent Observation (ketekunan pengamatan).

Menurut Moleong yang dimaksud Persitent Observation adalah mengadakan

observasi secara terus menerus terhadap objek penelitian guna memahami gejala

lebih mendalam terhadap berbagai aktivitas yang sedang berlangsung di lokasi

penelitian.

81

Tim Penyusun, Buku Pedoman Penulisan Skripsi Kuantitatif, Kualitatif, Library, dan PTK (Ponorogo: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Ponorogo, 2017), 50-51.

82

Referensi

Dokumen terkait

As an alternative to SIFT we can use the SURF operator (Bay et al., 2008) and the normalized cross correlation (NCC) method. In the next step outliers are filtered through a

A first approach (Federici &amp; Sguerso, 2007; Marzocchi et al. 2009) is the use of a GIS module in order to create perifluvial flood maps, having as prerequisites (i)

Penyajian pengungkapan secara penuh ( full disclosure ) 1 Keterangan: Tujuan penyajian temuan yang hanya didukung oleh satu partisipan adalah untuk menunjukkan bahwa keputusan

Program Studi/ Fakultas : Keperawatan Diploma III Fakultas Ilmu Kesehatan Menyatakan dengan sebenar – benarnya bahwa laporan tugas akhir dengan judul “ Nyeri akut pada Ny.N

Hanya saja pada awanya penggunaan hanya terbatas untuk d21a ukur tedentu mlsa nya h tLrngan perataan data ukLrr dengan cara klradrai terkecrl (Wo f. azrnruth oengan

tergantung kepada kedalaman materi yang akan disampaikan. Yang terpenting adalah bahwa media visual secara efektif membantu pemahaman siswa dalam materi pelajaran. 3) Media

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi harga dan evaluasi kualifikasi serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk

Dalam hal pelaksanaan rehabilitasi dan wajib lapor kepada para pecandu dan penyaiahguna narkotika diperlukan upaya yang luar biasa, yakni peran serta dari seluruh elemen