PENGGUNAAN METODE KISAH DAN PENANAMAN NILAI KETELADANAN DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR
SISWA KELAS X PADA MATA PELAJARAN PAI DI SMKN 1 JENANGAN PONOROGO
SKRIPSI
OLEH: JULIA INDA
NIM: 210314165
OLEH
JULIA INDAH PRATIWI NIM: 210314165
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
ABSTRAK
Pratiwi, Julia Indah, 2018. Penggunaan Metode Kisah dan Penanaman Nilai Keteladanan dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas X Pada Mata Pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing Muhamad Nurdin, M.Ag.
Kata Kunci: Metode Kisah, Penanaman Nilai Keteladanan, Minat Belajar, PAI
Penggunaan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan merupakan metode yang penting dalam menanamkan nilai-nilai kepada siswa serta menumbuhkan minat belajar siswa. Hal ini dilakukan karena pendidikan kurang dalam menyadarkan nilai secara bermakna. Dimana pemaknaan pendidikan yang
syarat dengan penanaman nilai bergeser pada pemaknaan pengajaran yang berkonotasi sebagai transfer
pengetahuan. Sehingga menjadikan tantangan para pendidik dalam menanamkan nilai-nilai keteladanan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui alasan menggunakan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo. (2) mengetahui jenis metode kisah dan penanaman nilai keteladanan bagi siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo. (3) mengetahui hasil penerapan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik
analisis data model interaktif (alur) Miles dan Huberman yang meliputi data reduction, data display, dan
conclusion/verivication.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Latar belakang penggunaan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo, karena dengan kisah dapat menyentuh hati, sehingga siswa senang akan adanya kisah dan siswa suka meniru serta meneladani guru, sehingga dengan rasa suka minat belajar mereka terbangun. (2) Jenis metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo, belum menggunakan
metode cerita menurut Moeslichatoen, melainkan menggunakan bentuk metode cerita tanpa alat peraga
dengan bercerita secara langsung menggunakan lisan yang dibawakan secara humor. Menggunakan bentuk metode keteladanan disengaja dengan menceritakan kisah Rasulullah dan pengalaman hidup serta kisah moral, membawa anak ke masjid untuk sholat dhuha, pemberian contoh menjadi imam sholat dan ikut dalam kegiatan bakti sosial. Sedangkan bentuk metode keteladanan tidak disengaja, dari sikap guru yang ramah, baik, humoris, sering menasehati, pemberian amalan, doa-doa dan sunah rasul, serta pembiasaan
sholat dhuha dan pembacaan asma>ul h}usna. (3) Hasil penerapan metode kisah dan penanaman nilai
keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo, siswa lebih mudah memahami isi materi dan menerapkan ilmu yang dipelajarinya. Hal
tersebut telah dilaksanakan dalam bentuk pembiasaan sholat dhuha dan membaca asma>ul h}usna,
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah
Rendahnya mutu Pendidikan Nasional tidak hanya disebabkan oleh
kelemahan pendidikan dalam membekali kemampuan akademis kepada peserta didik.
Lebih dari itu ada hal lain yang tidak kalah penting, yaitu kurangnya penyadaran nilai
secara bermakna. Dimana pemaknaan pendidikan yang syarat dengan penanaman
nilai bergeser pada pemaknaan pengajaran yang berkonotasi sebagai transfer
pengetahuan.1
Hal ini merupakan tantangan para pendidik untuk dapat menanamkan nilai
sebagai suatu kebiasaan berperilaku dari nilai-nilai yang diperoleh siswa di sekolah.
Dimana penanaman nilai merupakan salah satu pendekatan dari pendidikan nilai yang
perlu diaktualisasikan kepada peserta didik.
Pendidikan nilai itu sendiri dalam ranah ilmu pengetahuan merupakan
aksiologi pendidikan, sejauh mana pendidikan memunculkan dan menerapkan nilai
kepada peserta didik. Inilah kajian pendidikan nilai yaitu meneliti, menelaah dan
menemukan kaidah kebermanfaatan ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Menurut
Sastraprateja pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada
diri seseorang.2
1
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta, 2011), 146-147.
2
Penanaman nilai yang diambil peneliti di sini ialah penanaman nilai
keteladanan. Keteladanan adalah perbuatan yang patut ditiru dan dicontoh.
Penanaman nilai keteladanan ini sendiri harus diemban oleh para pendidik serta
menjadikan figur kepribadian pendidik sebagai panutan bagi peserta didik, agar
peserta didik tidak hanya mendapatkan suapan ilmu pengetahuan secara kognitif,
melainkan juga menempatkan sisi afektif untuk menerapkan nilai tersebut menjadi
suatu kebiasaan dalam hidupnya. Hal ini penting diterapkan agar peserta didik
benar-benar dapat mengambil nilai dari pendidikan yang diajarkan di sekolah. Oleh karena
itu, guru maupun pendidik harus dapat mempertimbangkan dan memilih metode
pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dengan melihat
ketertarikan/minat belajar peserta didik itu sendiri agar diperoleh pembelajaran yang
efektif.
Penggunaan metode-metode yang sering dipakai, seperti metode ceramah,
metode diskusi, dan metode tanya jawab. Metode yang dapat diambil peneliti untuk
mengatasi masalah tersebut ialah dengan menggunakan metode kisah dan penanaman
nilai keteladanan. Dengan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan,
pembelajaran dapat berjalan menyenangkan serta dapat menanamkan nilai
keteladanan dari para tokoh dalam kisah tersebut untuk dijadikan panutan dalam
berperilaku siswa.
Guru PAI dalam proses pembelajaran di kelas dapat menerapkan proses
penanaman nilai dengan memanfaatkan keungulan nilai dalam cerita Islam yang
tabiin, atau orang sholeh yang porsi pengungkapannya lebih sedikit dibandingkan
dengan hafalan dan olah pikir tentang dalil.3
Metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan Islam menurut
Al-Nahlawi. Kisah atau cerita sebagai suatu metode pendidikan mempunyai daya tarik
yang menyentuh perasaan hati seseorang. Islam menyadari sifat alamiah manusia
untuk menyenangi cerita, dan menyadari pengaruhnya sangat besar terhadap
perasaan. Oleh karena itu, Islam menyuguhkan kisah-kisah untuk dijadikan salah satu
metode dalam proses pendidikan sehingga dapat diambil hikmah dan pelajaran dari
kisah tersebut.4 Metode kisah atau cerita merupakan suatu faktor pendidikan yang
penting untuk menumbuhkan sikap, mengubah nilai-nilai, menyeru kepada kebaikan,
serta menghias diri dengan akhlak dan sifat-sifat yang mulia, karena cerita
mempunyai daya kekuatan, pengaruh dan bimbingan.5
Dengan metode kisah pun lebih mudah untuk dipahami dibandingkan dengan
wacana yang sering kaku dan sulit untuk dicerna peserta didik. Tentu ini merupakan
tantangan guru PAI, bagaimana mengemas kisah menarik untuk peserta didik, yang
diharapkan peserta didik lebih memahami materi terkait, selain itu dapat mengambil
nilai keteladanan dari kisah yang diceritakan. Muhammad Ihsan, mengatakan bahwa
pemahaman siswa dengan adanya metode kisah dapat lebih memahamkan siswa. Jika
3
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, 157.
4
Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 262.
5
kisah tersebut ditayangkan, siswa dapat mengetahui fakta kebenarannya, karena
dengan metode cerita dapat menggali sejauh mungkin tentang sejarah terutama
dibuktikan dengan peninggalan sejarah yang nyata. Maka Penanaman nilai dapat
dilakukan dengan pembiasaan.6
Melihat latar belakang penelitian mengenai banyaknya peserta didik yang
memiliki minat membaca dan belajar rendah. Maka guru PAI harus benar-benar
mempertimbangkan faktor pemilihan metode pengajaran yang tepat, diantara salah
satunya faktor peserta didik, hal ini melihat latar belakang diantarannya kecerdasan,
bakat, minat, hobi.7 Sehingga guru harus jeli terhadap kebutuhan peserta didiknya
salah satunya dalam menggunakan metode pembelajaran.
Membangkitkan minat belajar peserta didik juga merupakan tugas guru, yang
mana guru harus benar-benar bisa menguasai semua ketrampilan yang menyangkut
pengajaran, terutama keterampilan dalam bervariasi, keterampilan ini sangat
mempengaruhi minat belajar siswa seperti halnya bervariasi dalam gaya mengajar,
jika seorang guru tidak menggunakan variasi tersebut, siswa akan cepat bosan dan
jenuh terhadap materi pelajaran. Untuk hal tersebut hendaklah menggunakan variasi
dalam gaya mengajar, agar semangat dan minat siswa dalam belajar meningkat, jika
sudah begitu hasil belajar pun sangat memuaskan dan tujuan pembelajaran akan
6
Lihat pada transkip wawancara dalam lampiran penelitian ini, Kode 01/W/18-01/2018.
7
tercapai dengan maksimal.8 Muhammad Ihsan, mengatakan mengenai respon peserta didik terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode kisah ialah sangat senang
dan sangat antusias. Rata-rata peserta didik mau diulang-ulang dalam bentuk cerita.
Ini merupakan kemauannya peserta didik terhadap materi cerita/kisah. Dengan
adanya metode kisah minat belajar meningkat, siswa senang jika kisah dapat
ditampilkan melalui monitor, sehingga mereka dapat mengetahui bukti nyata secara
langsung. Begitupun dengan Anwarudin, mengatakan dengan menggunakan metode
kisah anak lebih suka apalagi jika ditambah penyampaian lewat media (LCD) semisal
tentang Nabi, jadi ada bukti fakta kebenarannya.9
Melihat kembali terhadap pentingnya metode kisah dan penanaman nilai
keteladanan, serta minat belajar peserta didik yang perlu ditingkatkan. Peneliti
tertarik mengangkat judul Penggunaan Metode Kisah dan Penanaman Nilai
Keteladanan dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa Kelas X Pada Mata Pelajaran
PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.
B.Fokus Penelitian
Maka Fokus Penelitian terbatas dengan penggunaan metode kisah dan
penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata
pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.
8
Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran Membantu Meningkatkan Mutu Pembelajaran sesuai Standar Nasional (Yogyakarta: Teras, 2012), 175-176.
9
C.Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang di atas, maka penulis rumuskan beberapa
rumusan yang akan dibahas yaitu:
1. Apa latar belakang penggunaan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan
dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di
SMKN 1 Jenangan Ponorogo?
2. Apa jenis metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan
minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan
Ponorogo?
3. Bagaimana hasil penerapan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam
meningkatkan minat belajar siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1
Jenangan Ponorogo?
D.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dalam penelitian ini ada beberapa
tujuan yang hendak dicapai yaitu:
1. Untuk mengetahui alasan menggunakan metode kisah dan penanaman nilai
keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI
kelas X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.
2. Untuk mengetahui jenis metode kisah dan penanaman nilai keteladanan bagi siswa
3. Untuk mengetahui hasil penerapan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan
dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di
SMKN 1 Jenangan Ponorogo.
E.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara Teoretis
Diharapkan dapat berguna dalam menambah wawasan dan memperkaya
pengetahuan di bidang pendidikan berkaitan dengan metode yang efektif, salah
satunya metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan
minat belajar siswa.
Bagi penulis sendiri yaitu untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam
menerapkan metode pembelajaran menarik yang dapat menarik minat belajar
peserta didik.
2. Secara Praktis
Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi guru di SMKN 1 Jenangan
dalam meningkatkan minat belajar siswa melalui metode kisah dan penanaman
nilai yang dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran dan dalam kehidupan
sehari-hari.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan penyusunan dalam penelitian kulitatif ini sistematika
Bab I berisi pendahuluan yang di dalamnya memuat latar belakang masalah
yang memaparkan tentang kegelisahan peneliti. Fokus penelitian sebagai batasan
masalah yang akan diteliti. Rumusan masalah berupa pertanyaan yang akan
menjawab permasalahan dalam penelitian. Tujuan penelitian merupakan sesuatu yang
diperoleh setelah penelitian selesai. Manfaat penelitian merupakan dampak dari
tercapainya tujuan dan terjawabnya rumusan masalah secara akurat. Sistematika
pembahasan yang merupakan gambaran dari seluruh isi skripsi.
Bab II berisi tentang telaah pustaka untuk menentukan posisi penelitian ini
terhadap penelitian terdahulu. Serta kajian teoretik yang membahas tentang metode
kisah, penanaman nilai keteladanan, PAI, minat belajar.
Bab III berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari Pendekatan dan Jenis
Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Data dan Sumber Data, Prosedur
Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Temuan,
Tahapan-tahapan Penelitian.
Bab IV berisi data umum dan data khusus. Data umum berisi tentang latar
objek penelitian yang meliputi: sejarah berdiri, keadaan guru, siswa, sarana prasarana.
Data khusus memaparkan penggunaan metode kisah terhadap penanaman nilai
keteladanan dalam meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI Kelas
X di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.
Bab V berisi analisis data dengan menggunakan teori-teori yang ada pada bab
II yang menghasilkan temuan penelitian tentang penggunaan metode kisah terhadap
Bab VI berisi penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Bab ini
BAB II
TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU DAN KAJIAN TEORI
A.Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsikan penelitian terdahulu yang ada
relevansinya dengan judul skripsi ini. Adapun karya skripsi tersebut adalah:
Lailatus Salamahdalam penelitiannya dengan judul Efektivitas Metode Kisah
dalam Pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah Almaarif Singosari Malang.
Hasil penelitian ini menunjukkan metode kisah dalam pembelajaran aqidah akhlak di
madrasah Aliyah Almaarif Singosari Malang sebagai salah satu bentuk variasi
metode yang diharapkan dapat membantu pendidik dalam proses belajar mengajar
agar lebih memudahkan dalam menyampaikan materi dan menumbuhkan hasil yang
maksimal. Penerapan metode kisah tersebut sangat efektif karena membuat siswa
lebih antusias dan lebih mudah memahami materi pelajaran serta dapat memberikan
tauladan dalam bersikap dan bertingkah laku.10
Tri Isnaini dalam penelitiannya dengan judul Implementasi Metode Cerita
Islami dalam Menanamkan Moral Keagamaan di TK Islam Terpadu Permata Hati
Ngaliyan Semarang. Penelitian ini mengatakan bahwa Implementasi metode cerita
10
Islami dalam menanamkan moral keagamaan di TK Islam Terpadu Permata Hati
Ngaliyan Semarang diklasifikasikan pada persiapan, materi, penyampaian, alat peraga
dan evaluasi yang semuanya baik. Kemudian hal tersebut dipengaruhi faktor
penunjang dan penghambat. Faktor penunjang diantaranya pendidik, lingkungan dan
sumber belajar. Faktor penghambat diantarannya hambatan waktu, hambatan
pengelolaan kelas, dan hambatan alat untuk bercerita.11
Firman Hakim dalam penelitiannya dengan judul Nilai-Nilai Keteladanan
dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Siswa di SMK NU Ungaran,
Kab. Semarang, Jawa Tengah Tahun 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk
pelaksanaan nilai keteladanan dalam proses pembelajaran di SMK NU Ungaran
dilaksanakan dua cara yaitu keteladanan disengaja meliputi, guru menceritakan
tentang kegigihan dan kesabaran para Nabi dalam berjuang menyiarkan agama Islam,
berkerudung bagi guru perempuan dan berpeci untuk guru pria, memberikan
motivasi, menahan amarah, sabar, memilih perkataan yang baik dan berdoa sebelum
proses belajar mengajar. Keteladanan tidak disengaja meliputi adil terhadap semua
siswa di dalam kelas, tidak telat masuk kelas, dan lain-lain. Kemudian tahap
pembentukan nilai dengan tahap menyimak, menanggapi, memberi nilai,
mengorganisasikan nilai, tahap karakteristik nilai, siswa mempraktekan sholat jamaah
dzuhur, menghormati guru, membuang sampah pada tempatnya dan lain-lain, siswa
11
mampu menangkap nilai keteladanan tidak hanya sekedar perilaku saja, siswa sudah
mampu membentuk kepercayaan kebenaran terkait dengan keyakinan yang mereka
tangkap dan mampu mengembangkan nilai menjadi prinsip yang melandasi setiap
tingkah lakunya setiap hari. Implikasi pelaksanaan nilai keteladanan meliputi
komponen kognisi, kompenen afeksi, dan komponen psikomotorik prinsip yang
sudah melekat pada siswa seperti sholat dzuhur berjamaah bersama guru,
mengucapkan salam ketika bertemu, dan lain-lain.12
Dari telaah pustaka yang telah dilakukan, penulis ingin mengemukakan bahwa
penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah disebutkan di atas dan belum ada
yang mengulasnya. Persamaannya ialah sama-sama mengulas mengenai penggunaan
metode kisah dalam pembelajaran, yang membedakan ialah dalam penelitian ini ingin
mengetahui bagaimana metode kisah dan penanaman nilai keteladanan bagi siswa
dapat meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI kelas X di SMKN 1
Jenangan Ponorogo. Sedangkan, penelitian terdahulu mengulas efektivitas metode
kisah dalam pembelajaran, penanaman moral keagamaan melalui cerita, dan
nilai-nilai keteladanan dalam pembelajaran PAI.
12
Firman Hakim, Nilai-Nilai Keteladanan dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Siswa di SMK NU Ungaran, Kab. Semarang, Jawa Tengah Tahun 2011 (Skripsi, STAIN
B.Kajian Teori 1. Metode Kisah
a. Pengertian Metode Kisah
Metode pembelajaran didefiniskan sebagai cara yang digunakan guru
dalam menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran.13
Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan
materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana
terjadinya sesuatu hal baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan
saja. Dalam mengaplikasikan metode ini pada proses belajar mengajar,
metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan yang mashur dan
terbaik, sebab kisah itu mampu menyentuh jiwa jika didasari oleh ketulusan
hati yang mendalam.14 An-Nahlawi mengungkapkan bahwa dalam Al-Quran
dan as-Sunnah dapat ditemukan berbagai metode pendidikan Islam yang
sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa dan membangkitkan semangat
peserta didik. Metode tersebut diantara salah satunya adalah metode
mendidik dengan kisah-kisah Qurani dan Nabawi.15 Metode kisah Qurani
dan Nabawi adalah penyajian bahan pembelajaran yang menampilkan
13
Hamzah B. dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran, Aktif, Inofatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 7.
14
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 160.
15
cerita yang terdapat dalam Al-Quran dan hadits Nabi. Kisah Qurani bukan
semata-mata karya seni yang indah, tetapi juga cara mendidik umat agar
beriman kepada-Nya. Dalam pendidikan Islam, kisah merupakan metode
yang sangat penting karena dapat menyentuh hati manusia. Kisah
menampilkan tokoh dalam konteks yang menyeluruh sehingga pembaca atau
pendengar dapat ikut menghayati, seolah-olah ia sendiri yang menjadi
tokohnya.16
Metode kisah diisyaratkan dalam Al-Quran:
احذحه حكْيحلِإ احنْ يححْوحأ احِبِ ِصحصحقْلا حنحسْححأ حكْيحلحع ُّصُقح ن ُنْحنَ
ِهِلْبح ق ْنِم حتْنُك ْنِإحو حنآْرُقْلا
يِلِفاحغْلا حنِمحل
Artinya:“Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.” (Q.S. Yusuf: 3).
Kemudian diperkuat oleh ayat lain yang berbunyi:
ِااحبْل ا ِوو ةٌ حرْ بِع ْ ِ ِصحصحق ِ حناحك ْ حقحل
Artinya:
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.”(Q.S. Yusuf:111).
16
Al-Qis}a<s} berarti kisah atau peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di
masa yang lalu.17 Secara epistimologis lafaz} qas}a>s} merupakan bentuk jamak
qis}as
}
merupakan bentuk masdar dari kata qas}a> ya qus}u> dapat berartimenceritakan, juga dapat mengandung arti menelusuri/mengikuti jejak.
Makna Qas}a>s} dalam sebagian besar ayat-ayat beratikan kisah atau cerita.
Secara terminologis Qas}a>s berarti:18
1) Menurut Abdul Karim Khatib, kisah-kisah Quran adalah berarti
al-Quran tentang umat terdahulu.
2) Kisah-kisah dalam al-Quran yang menceritakan ih}wal umat-umat
terdahulu dan nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada masa lampau, masa kini, dan masa yang mendatang.
b. Kelebihan dan Kekurangan Metode Kisah
Kelebihan metode kisah diantaranya sebagai berikut:19
1) Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat siswa. Karena
setiap anak didik akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti
berbagai situasi kisah, sehingga anak didik terpengaruh oleh tokoh dan
topik kisah tersebut.
2) Mengarahkan semua emosi hingga menyatu pada satu kesimpulan yang
menjadi akhir cerita.
17
Mangun Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Ombak, 2013), 157.
18
M. Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Kencana, 2003), 300.
19
3) Kisah selalu memikat, karena mengundang pendengaran untuk
mengikuti peristiwannya dan merenungkan maknanya.
4) Dapat mempengaruhi emosi, seperti takut, perasaan diawasi, rela,
senang, sungkan, atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita.
Kekurangan Metode Kisah diantarannya sebagai berikut:20
1) Pemahaman siswa menjadi sulit ketika kisah itu telah terakumulasi oleh
masalah lain.
2) Bersifat monolog dan dapat menjenuhkan siswa.
3) Sering terjadi ketidakselarasan isi cerita dengan konteks yang dimaksud,
sehingga pencapaian tujuan sulit diwujudkan.
Maka alternatif yang ditawarkan untuk mengatasi kekurangan metode
kisah diantarannya sebagai berikut:21
1) Guru harus mengetahui dan paham benar alur cerita yang disampaikan.
2) Guru harus menyelaraskan tema materi dengan cerita atau tema cerita
dengan materi.
3) Anak didik harus lebih berkonsentrasi terhadap cerita sehingga
menimbulkan sugesti untuk mengikuti alur cerita itu sampai selesai.
20
Ibid., 162.
21
c. Tujuan adanya kisah dan Fungsi Kisah
Maksud dan tujuan Kisah menurut Manna al-Qathan:22
1) Menjelaskan prinsip dakwah agama Allah SWT. dan keterangan
pokok-pokok shari>at yang dibawa oleh masing-masing nabi dan rasul.
2) Memantapkan hati Rasulullah serta umatnya serta memperkuat
keyakinan kaum muslimin terhadap kebenaran yang benar dan
kehancuran yang fatal.
3) Mengoreksi pendapat para ahlul Kitab yang suka menyembunyikan
keterangan dan petunjuk kitab sucinya dan membantahnya dengan
argumentasi-argumentasi yang terdapat pada kitab-kitab sucinya
sebelum dirubah mereka sendiri.
4) Lebih meresapkan pendengaran dan memantapkan keyakinan dalam
jiwa pendengarnya, karena kisah-kisah itu merupakan salah satu dari
bentuk peradaban.
5) Untuk memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran dan kebenaran
Rasulullah di dalam dakwah.
6) Menanamkan pendidikan akhla>qul kari>mah, karena kisah yang baik
dapat meresap ke dalam hati nurani dengan mudah, serta mendidik
dalam meneladani perbuatan baik dan menghindari perbuatan buruk.
22
Fungsi atau Peranan Kisah:23
1) Memberikan pelajaran untuk dijadikan teladan yang baik.
2) Menggugah hati untuk memahami hal-hal yang bersifat maknawi.
3) Merupakan bagian dari kesenangan manusia.
d. Macam-macam Metode kisah
Terdapat berbagai macam metode kisah menurut Moeslichatoen
diantarannya sebagai berikut:
1) Membaca langsung dari buku cerita.
2) Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku.
3) Menceritakan dongeng.
4) Bercerita dengan menggunakan papan flanel.
5) Bercerita dengan menggunakan media boneka.
6) Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan.24
Bentuk-bentuk metode bercerita dibagi menjadi dua macam:
1) Bercerita tanpa alat peraga, bentuk cerita yang mengandalkan
kemampuan pencerita dengan menggunakan ekspresi muka, gerak
tubuh, dan vokal pencerita sehingga yang mendengarkan dapat
menghidupkan kembali dalam fantasi dan imajinasinya.
23
Ibid., 306.
24 Taranindya Zulhi Amalia dan Zaimatus Sa’diyah, “Bercerita sebagai Metode Mengajar bagi
2) Bercerita dengan alat peraga, bentuk cerita yang menggunakan alat
peraga bantu untuk menghidupkan cerita.25
Manna Khalil al-Qathan, macam-macam Kisah dibagi menjadi
tiga:26
1) Kisah para nabi menyangkut dakwah mereka dan tahapan-tahapan serta
perkembangannya, mukjizat mereka, posisi para penentang, akibat
orang-orang yang percaya dan yang mendustakan mereka.
2) Kisah peristiwa pada masa lalu dan pribadi-pribadi yang tidak diketahui
secara pasti apakah mereka nabi/bukan, misalnya kisah Thalut vs Jalut.
3) Kisah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw seperti perang
Badar, Uhud, Khandak dan lain-lain.
Selain itu ada pembagian kisah ditinjau dari segi waktu, ditinjau dari
segi materi diantarannya sebagai berikut:27
1) Ditinjau dari segi waktu:
a) Kisah hal-hal gha>ib pada masa lalu, yaitu kisah yang menceritakan
kejadian-kejadian gha>ib yang sudah tidak bisa ditangkap panca indra
yang terjadi pada masa lampau. Contohnya kisah-kisah Nabi Nuh,
Nabi Musa, dan kisah Maryam.
25
Nining. 20 Mei 2016. Metode Bercerita, (online), (http://catatannining.wordpress.com, diakses 8 Juli 2018)
26
M. Munir, Metode Dakwah,301.
b) Kisah hal-hal gha>ib pada masa kini yaitu kisah yang menerangkan
hal-hal gha>ib pada masa sekarang. Contohnya tentang Allah dengan
segala sifat-sifat-Nya, para malaikat, jin, setan, kenikmatan surga,
dan sebagainya.
c) Kisah hal-hal gha>ib pada masa yang akan datang, yaitu kisah-kisah
yang menceritakan peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum
terjadi pada waktu turunya al-Quran, kemudian peristiwa itu
benar-benar terjadi. Contohnya seperti kemenangan bangsa Romawi atas
Persia, yang diterangkan ayat 1-4 surat Ar-Rum, dan sebagainya.
2) Ditinjau dari segi materi:
a) Kisah para nabi, mukjizat mereka, fase-fase dakwah mereka, dan
penentang serta pengikut mereka. Contohnya kisah Nabi Adam, Nabi
Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad SAW dan
lain-lain.
b) Kisah orang-orang yang belum tentu Nabi dan kelompok-kelompok
manusia tertentu. Contohnya kisah Lukmanul Hakim, Qarun, Ashabul
Khahfi, Ashhabus Sabti, dan lain-lain.
c) Kisah peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian zaman Rasulullah.
Contonya kisah Perang Badar, Perang Uhud, Perang Hunain, Perang
Tabuk, Perang Ahzab, Hijrah, dan lain-lain.28
28
e. Penerapan Penggunaan Metode Kisah
Dalam penggunaan metode kisah, perlu adanya strategi penerapan
metode kisah diantaranya sebagai berikut:
1) Penggalan kisah dapat dijadikan pengantar untuk membawa murid pada
suatu pemikiran, penghayatan, terhadap nilai-nilai tertentu.
2) Penggalan kisah Qurani dapat dijadikan sebagai materi pokok dalam
topik bahasan yang disampaikan.
3) Penggalan kisah dapat dijadikan sebagai alat untuk memancing
perhatian murid terhadap materi yang disampaikan.
4) Penggalan kisah dapat dijadikan alat untuk memancing emosi.
5) Potongan kisah dijadikan alat untuk memancing rasa ingin tahu murid
hingga muncul motivasi untuk mengetahui kisah secara lengkap.
6) Potongan kisah dijadikan sebagai titik kulminasi penghayatan murid
terhadap penanaman suatu nilai-nilai tertentu seperti menumbuhkan
keberanian, kejujuran, keikhlasan, kesabaran.29
Kisah sebagai metode pendidikan amat penting karena dalam kisah
terdapat berbagai keteladanan dan edukasi. Hal ini karena terdapat beberapa
alasan yang mendukungnya yaitu: kisah senantiasa memikat karena
mengundang pembaca/pendengar untuk mengikuti peristiwanya dan
merenungkan maknanya, kisah dapat menyentuh hati manusia, karena kisah
29
menampilkan tokoh dalam konteksnya secara menyeluruh sehingga
pembaca/pendengar dapat menghayati dan merasakan isi kisah tersebut,
kisah qurani mendidik keimanan dengan cara membangkitkan perasaan
sehingga terlibat secara emosional.30 Dengan Kisah dapat menyetuh hati para
peserta didik, sehingga mereka tertegun hatinya dan diharapkan mereka
dapat menjadikan para tokoh kisah tersebut sebagai model keteladanan
dalam berperilaku. Kisah-kisah penuh hikmah akan senantiasa menggugah
hati setiap orang. Tidak banyak orang yang menyadari, bahwa sesungguhnya
kisah-kisah hikmah merupakan media yang sangat efektif dalam
menyampaikan pesan moral dan keagamaan. Bahkan, bisa jadi kisah-kisah
hikmah akan jauh lebih efektif dalam membentuk karakter dan kesadaran
seseorang, ketimbang ajaran moral yang disajikan secara kaku dan tekstual.31
Kisah yang termuat dalam Al-Quran dan Hadis mempunyai banyak
nilai-nilai yang penting yang bisa diambil untuk dijadikan pelajaran bagi
manusia.32 Dimana kisah yang dimaksudkan dalam metode sangat
bermanfaat untuk menyampaikan informasi dan pelajaran.33
30
Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, 263.
31
Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah bagi Perjuangan Para Da’i (Jakarta: Amzah, 2008), 101.
32
M. Munir, Metode Dakwah, 299.
33
2. Pendidikan Nilai
a. Pengertian Nilai dan Pendidikan Nilai
Nilai adalah suatu seperangkat keyakinan atau perasaan yang
identitas diyakini sebagai suatu yang memberikan corak yang khusus kepada
pola pemikiran, perasaan, ketertarikan maupun perilaku.34
Definisi-definisi nilai dalam buku Mengartikulasikan Pendidikan
Nilai diantarannya sebagai berikut: 35
1) Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar
pilihannya.
2) Nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam
menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.
Kesimpulannya nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam
menentukan pilihan. Sedangkan menurut Zaim Elmubarok nilai secara garis
besar dibagi menjadi dua:36
1) Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian
berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain.
Nilai nurani adalah kejujuran keberanian, cinta damai, keandalan diri,
potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian dan kesesuaian.
34
Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 202.
35
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, 9-11.
36
2) Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikan/diberi yang
kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. Yang termasuk pada
kelompok nilai memberi adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta
kasih sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati.
Pengertian Pendidikan Nilai, menurut beberapa ahli diantarannya
sebagai berikut:37
1) Kosasih Jahiri, pendidikan nilai mengacu pada aksiologi pendidikan,
sejauh mana pendidikan itu memunculkan dan menerapkan nilai/moral
kepada peserta didik.38
2) Sastraprateja, pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan
nilai-nilai pada seseorang.
3) Pendidikan nilai mencakup keseluruhan aspek sebagai pengajaran atau
bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran,
kebaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat
dan pembiasaan bertindak yang konsisten.
b. Pendekatan Pendididikan Nilai
Menurut Superka ada lima pendekatan pendidikan nilai diantarannya
dijelaskan sebagai berikut: 39
37
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, 9-11.
38
Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai, 12.
39
1) Pendekatan penanaman nilai
Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan yang memberi
penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Menurut
Superka tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah:
diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa, berubahnya nilai-nilai
siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan.
Metoda yang digunakan dalam proses pembelajaran diantarannya
keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peran.
Menurut Superka pendekatan ini digunakan secara meluas oleh
masyarakat, terutama dalam penanaman nilai-nilai agama dan budaya.40
2) Pendekatan perkembangan kognitif
Pendekatan ini memberikan penekanan pada aspek kognitif dan
perkembangannya untuk mendorong siswa berperan aktif tentang
masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral.
3) Pendekatan analisis nilai
Pendekatan ini menekankan pada perkembangan kemampuan siswa
untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang
berhubungan dengan nilai-nilai sosial.
40
4) Pendekatan klarifikasi nilai
Pendekatan ini menekankan pada usaha membantu siswa dalam
mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri untuk meningkatkan
kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri.41
5) Pendekatan pembelajaran berbuat
Pendekatan ini menekankan pada usaha memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral baik secara
perseorangan maupun secara bersama-sama dalam satu kelompok.42
3. Metode Penanaman Nilai Keteladanan
a. Pengertian Metode Penanaman Nilai Keteladanan
Penanaman nilai merupakan pendekatan yang memberi penekanan
pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Tujuan dari penanaman
nilai ini adalah diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa, berubahnya
nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan.43
Sedangkan keteladanan dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan
bahwa, ”Keteladanan” dasar katanya “teladan” yaitu perbuatan yang patut
ditiru dan dicontoh.44 Jadi keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau
dicontoh. Kata keteladanan dalam bahasa arab diungkapkan dengan kata
u>s}wa>h} dan qudwah}, berarti pengobatan dan perbaikan. Sedangkan menurut
Al-Ashfahani, al-u>s}wa>h} dan al-i>s}wa>h} sebagaimana kata al-qu>dwah} dan al-qi>dwah} berarti suatu keadaan ketika seorang manusia yang mengikuti manusia
lain, terlepas yang diikuti itu dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan atau
kemurtda>n. Menurut Ibn Zakaria mendefinisikan, bahwa u>s}wa>h berarti qu>dwah
yang artinya ikutan, mengikuti yang diikuti. Dengan demikian keteladanan
adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang
lain.45
Metode Penananaman nilai keteladanan adalah merupakan metode
yang lebih efektif dan efisien dalam penanaman nilai-nilai keislaman kepada
peserta didik terutama siswa pada usia pendidikan dasar dan menengah, yang
pada umumnya cenderung meneladani dan meniru guru.46
Keteladanan sangat efektif untuk Internalisasi, karena murid secara
psikologis senang meniru, dan karena sanksi-sanksi sosial, yaitu seseorang
akan merasa bersalah bila ia tidak meniru orang-orang di sekitarnya. Dalam
islam bahwa peneladanan ini sangat diistemawakan dengan menyebut bahwa
nabi itu teladan yang baik u>s}wah} h}as}anah}.47
Oleh karena itu Allah SWT. mengutus Nabi Muhammad SAW. agar
menjadi teladan bagi seluruh manusia dalam merealisasikan sistem
45
Ibid., 117.
46
Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 265.
47
pendidikan Islam tersebut. Dengan kepribadian, sifat tingkah laku dan
pergaulannya bersama manusia, Rasulullah SAW, benar-benar merupakan
interpretasi praktis yang manusiawi dalam menghidupkan h}aki>kat, ajaran,
‘adab, dan tash}ri Al-Quran, yang melandasi perbuatan pendidikan Islam serta
penerapan metode pendidikan Qurani yang terdapat di dalam ajaran tersebut.48
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode influentif yang paling
meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk anak di
dalam moral, spritual dan sosial. Hal ini karena pendidik adalah contoh
terbaik dalam pandangan anak, yang akan ditirunya dalam tindak-tanduknya,
dan tata santunya, disadari ataupun tidak, bahkan tercetak dalam jiwa dan
perasaan suatu gambaran pendidik tersebut, baik dalam ucapan atau
perbuatan, baik material atau spritual, diketahui atau tidak diketahui.49 Oleh
karena itu, guru perlu memberikan keteladanan yang baik kepada peserta
didik agar dalam proses penanaman nilai-nilai karakter Islami menjadi lebih
efektif dan efisien.50
b. Tahap-tahap Penanaman Nilai Keteladanan
Pendekatan Internalisasi ini merupakan teknik penanaman nilai yang
sasarannya sampai pada tahap kepemilikan nilai yang menyatu ke dalam
48
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, 291.
49
Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam (Semarang: Asy Syifa, 1981), 2.
50
kepribadian siswa, atau sampai pada tahap karakterisasi atau mewatak.
Tahap-tahap dari teknik internalisasi ini adalah:51
1) Tahap transformasi nilai: pada tahap ini guru sekedar menginformasikan
nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik kepada siswa, yang
semata-mata merupakan komunikasi verbal.
2) Tahap tranksaksi nilai, dalam tahap ini guru tidak hanya
menginformasikan nilai yang baik dan buruk, tetapi juga terlihat untuk
melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang nyata, dan siswa
diminta untuk memberikan tanggapan yang sama, yakni menerima dan
mengamalkan nilai tersebut.
3) Tahap transinternalisasi, tahap ini jauh lebih dalam dari sekedar
transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa bukan lagi
sosoknya, tetapi lebih pada sikap mentalnya (kepribadian).
Demikian pula sebaliknya, siswa merespon kepada guru bukan hanya
gerakan atau penampilan fisiknya saja, melainkan sikap mental dan
kepribadiannya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dalam
transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang
masing-masing terlibat secara aktif. Proses dari transinternalisasi itu mulai dari yang
sederhana sampai yang kompleks, yaitu mulai dari:52
51
Muhaimin M.A., et.al., Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 178.
52
1) Menyimak (receiving), ialah kegiatan siswa untuk bersedia menerima
adanya stimulus yang berupa nilai-nilai baru yang dikembangkan dalam
sikap afektifnya.
2) Menanggapi (responding), yakni kesediaan siswa untuk merespon
nilai-nilai yang ia terima dan sampai ke tahap memiliki kepuasan untuk
merespon nilai tersebut.
3) Memberi nilai (valuing), yakni sebagai kelanjutan dari aktivitas merespon
nilai menjadi siswa mampu memberikan makna baru terhadap nilai-nilai
yang muncul dengan kriteria nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.
4) Mengorganisasi nilai (organisasi of value) ialah aktivitas siswa untuk
mengatur berlakunya sistem nilai yang diyakini sebagai kebenaran dalam
laku kepribadiannya sendiri, sehingga ia memilki satu sistem nilai yang
berbeda dengan yang lain.
5) Karakteristik nilai (characterization by a value or value complex), yakni
dengan membiasakan nilai-nilai yang benar yang diyakini, dan yang telah
diorganisir dalam laku pribadinya sehingga nilai tersebut sudah menjadi
watak (kepribadianya).
Dalam pendekatan penanaman nilai yang dapat digunakan guru dalam
proses pembelajaran antara lain yaitu: pengalaman, pembiasaan, emosional,
rasional, fungsional, dan keteladanan. Penjelasannya sebagai berikut:53
53
1) Pendekatan pengalaman merupakan proses penanaman nilai-nilai kepada
siswa melalui pemberian pengalaman langsung.
2) Pendekatan pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya
otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa
dipikirkan lagi. Dengan pembiasaan pembelajaran memberikan
kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan konsep ajaran
agamanya, baik secara individual maupun secara berkelompok dalam
kehidupan sehari-hari.
3) Pendekatan emosional adalah upaya untuk menggugah perasaan dan
emosi siswa dalam meyakini konsep ajaran Islam serta dapat merasakan
mana yang baik dan mana yang buruk.
4) Pendekatan rasional merupakan suatu pendekatan mempergunakan rasio
(akal) dalam memahami dan menerima kebesaran dan kekuasaan Allah.
5) Pendekatan fungsional adalah usaha menanamkan nilai-nilai yang
menekankan pada segi kemanfaatan bagi siswa dalam kehidupan
sehari-hari, sesuai dengan tingkatan perkembangannya.
6) Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan, baik yang
berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara
personal sekolah, perilaku pendidik dan tenaga kependidikan lain yang
mencerminkan sikap dan perilaku yang terpuji, maupun yang tidak
c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Keteladanan
1. Kelebihan dari metode keteladanan adalah:
a. Akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang
dipelajarinya di sekolah.
b. Akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajarnya.
c. Agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik.
d. Tercipta hubungan harmonis antara guru dan siswa.
e. Mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh
siswanya.54
2. Kekurangan dari metode keteladanan adalah:
a. Jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka cenderung
untuk mengikuti yang tidak baik.
b. Jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme.55
d. Bentuk Metode Keteladanan
Bentuk metode keteladanan terbagi menjadi dua macam yaitu:56
1) Keteladanan Disengaja
Keteladanan kadang kala diupayakan dengan cara disengaja, yaitu
pendidik sengaja memberikan contoh yang baik kepada para peserta
didiknya supaya mereka dapat menirunya. Umpamanya pendidik
54
Heri Gunawan, Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh,122-123.
55
Ibid., 123.
56
memberikan contoh bagaimana cara membaca yang baik agar para
peserta didik menirunya. Dalam proses belajar mengajar, keteladanan
yang disengaja dapat berupa pemberian secara langsung kepada peserta
didiknya melalui kisah-kisah Nabi yang di dalam kisah tersebut terdapat
beberapa hal yang patut dicontoh oleh para peserta didik.
2) Keteladanan Tidak Disengaja
Keteladanan ini terjadi ketika pendidik secara alami memberikan
contoh-contoh yang baik dan tidak ada unsur sandiwara di dalamnya.
Dalam hal ini, pendidik tampil sebagai figur yang dapat memberikan
contoh-contoh yang baik di dalam maupun di luar kelas. Bentuk
pendidikan semacam ini keberhasilannya banyak bergantung pada
kualitas kesungguhan dan karakter pendidikan yang diteladani, seperti
kualitas keilmuannya, kepemimpinannya, keikhlasannya, dan
sebagainya. Dalam kondisi pendidikan seperti ini, pengaruh teladan
berjalan secara langsung tanpa disengaja. Oleh karena itu, setiap orang
yang diharapkan menjadi pendidik hendaknya memelihara tingkah
lakunya, disertai kesadaran bahwa ia bertanggungjawab dihadapan Allah
dan segala hal yang diikuti oleh peserta didik sebagai pengagumnya.
Semakin tinggi kualitas pendidik akan semakin tinggi pula tingkat
4. Pendidikan Agama Islam a. Pengertian PAI
PAI merupakan subjek pelajaran yang berisi materi dan
pengalaman tentang ajaran agama Islam, yang pada umumnya tersusun
secara sistematis dalam ilmu-ilmu keislaman.57
b. Pendekatan PAI
Pendekatan Pembelajaran PAI: Keimanan, pengamalan,
pembiasaan, rasional, emosional, fungsional, keteladanan. Penjelasannya
sebagai berikut:58
1) Keimanan, yang memberikan peluang kepada peserta didik untuk
mengembangkan pemahaman adanya Allah SWT sebagai sumber
kehidupan.
2) Pengamalan, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mempraktekkan dan merasakan hasil-hasil pengamalan keyakinan
akidah dan akhlak dalam menghadapi tugas-tugas dan masalah dalam
kehidupan.
3) Pembiasaan, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
membiasakan sikap dan perilaku yang baik yang sesuai dengan ajaran
Islam dan budaya bangsa dalam menghadapi masalah kehidupan.
57
Erwin Yudi Prahara, Materi Pendidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Po Press, 2009), 8.
58
4) Rasional, usaha memberikan peranan kepada rasio (akal) peserta
didik dalam memahami dan membedakan berbagai materi serta
perilaku yang baik dengan perilaku yang buruk dalam kehidupan
duniawi.
5) Emosional, upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik dalam
menghayati perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya
bangsa.
6) Fungsional, menyajikan materi PAI dari segi manfaatnya bagi peserta
didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas.
7) Keteladanan, yaitu menjadikan figur pribadi-pribadi teladan dan
sebagai cerminan dari manusia yang memiliki keyakinan tauh}id yang
teguh dan berperilaku mulia.
5. Minat Belajar
a. Pengertian Minat Belajar
Secara sederhana minat berarti kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.59 Minat adalah
kecenderungan jiwa yang relatif menetap kepada diri seseorang dan
biasannya disertai dengan perasaan senang. Menurut Behard, minat timbul
atau muncul tidak secara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi,
pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar, dengan kata lain minat dapat
59
menjadikan penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan.
Sedangkan pengertian belajar adalah suatu kegiatan yang menimbulkan
suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu dilakukan
lewat kegiatan atau usaha yang disengaja. Jadi minat belajar adalah aspek
psikologi seseorang yang menampakan diri dalam beberapa gejala seperti:
gairah, keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan
tingkah laku melalui beberapa kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan
dan pengalaman, dengan kata lain minat belajar adalah perhatian, rasa suka,
ketertarikan siswa terhadap belajar yang ditujukan melalui keantusiasan,
partisipasi dan keaktifan dalam belajar.60
Sedangkan minat membaca adalah kecenderungan jiwa yang aktif
untuk memahami pola bahasa untuk memperoleh informasi yang erat
hubunganya dengan kemauan, aktivitas dan perasaan senang yang secara
potensial memungkinkan individu untuk memilih, memperhatikan, dan
menerima sesuatu yang datang dari luar dirinya.61
60
Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, Belajar dan Pembelajaran Membantu Meningkatkan Mutu Pembelajaran sesuai Standar Nasional (Yogyakarta: Teras, 2012), 173-174.
61
b. Faktor yang mempengaruhi minat belajar
Menurut Slameto ada dua faktor yang mempengaruhi:62
1. Faktor Intern, terdiri dari faktor jasmaniah (seperti faktor kesehatan dan
cacat tubuh) dan faktor psikologi (seperti intelegensi, perhatian, bakat,
kematangan dan kesiapan).
2. Faktor Ekstern, terdiri dari faktor keluarga (seperti cara orang tua
mendidik, relasi antar keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi
keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan), dan faktor
sekolah (seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan peserta
didik, relasi peserta didik dengan peserta didik, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar penilaian diatas ukuran, keadaan
gedung, metode mengajar dan tugas rumah).
c. Usaha Pendidik dalam Meningkatkan Minat Belajar Peserta Didik Minat selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil
belajar siswa. Seorang siswa akan menaruh minat besar dan akan
memusatkan perhatian lebih banyak daripada siswa lainnya. Guru dalam
kaitan ini seyogyanya berusaha membangkitkan minat siswa untuk
menguasai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studinya dengan cara
membangun sikap positif.63
62
Donni Juni Priansa, Kinerja dan Profesionalisme Guru Fokus pada Peningkatan Kualitas Sekolah, Guru, dan Proses Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2014), 284.
63
Jika terdapat siswa kurang berminat terhadap belajar, dapatlah
diusahakan agar ia mampu mempunyai minat yang lebih besar dengan cara
menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-hal
yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya dengan bahan pelajaran
yang dipelajari itu.64 Selain itu, cara yang efektif untuk membangkitkan
minat pada suatu subjek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat
yang telah ada disesuaikan dengan minat siswa, kemudian diarahkan ke
materi pelajaran. Di samping itu, pengajar juga berusaha membentuk
minat-minat baru pada diri siswa dengan jalan memberikan informasi pada siswa
mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan
dengan bahan pengajaran yang lalu, menguraikan kegunaannya bagi siswa di
masa yang akan datang.65
Untuk mengembangkan minat belajar maka pendidik dituntut
untuk memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi siswa. Cara
yang dilakukan adalah dengan mengajar yang menyenangkan melalui
pemberian kebebasan pada siswa, perlakuan dan memahami pada siswa
sehingga terjalin komunikasi yang baik, pujian-hadiah, serta metode belajar
yang menyenangkan, dimana metode mengajar harus tepat, efisien dan
efektif sehingga peserta didik dapat memahami dan menguasai, dan
64
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinnya (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), 57.
65
mengembangkan bahan pelajaran. Kepribadian guru juga menjadi sorotan
bagi siswa untuk memperoleh pengamalan belajar yang menyenangkan.66
Dalam melakukan kegiatan belajar mengajar, beberapa
kepribadian guru yang berperan adalah: penghayatan nilai-nilai kehidupan,
motivasi kerja, sifat dan sikap. Dengan kepribadian guru yang positif, siswa
akan merasa senang, puas dan gembira, kegembiraan yang dirasakan akan
mampu menimbulkan pengalaman yang dapat meningkatkan minat belajar.
Jadi, peningkatan minat belajar siswa membutuhkan peran aktif pendidik
dengan cara berkepribadian yang baik. Selain itu, ketika siswa di luar
lingkungan sekolah atau di rumah, kondisi tempat tersebut juga harus
mampu meningkatkan minat siswa dalam melakukan kegiatan belajar.67
Selain itu untuk menambah minat siswa, guru dapat membawakan
cerita secara humor. Menggunakan humor di ruang kelas memberikan banyak
manfaat mencakup mengurangi stres, meningkatkan motivasi, mengurangi
jarak secara psikologis antara guru-siswa, dan meningkatkan kreativitas.68
66
Ibid., 182.
67
Ibid., 182.
68
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini akan mengkaji dan mendeskripsikan bagaimana penggunaan
metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam meningkatkan minat belajar
siswa kelas X pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan Ponorogo, yang
menjadi fokusnya adalah untuk membangun minat belajar siswa melalui metode
kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam mata pelajaran PAI. Maka penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan
perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang individu
tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan
individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya
sebagai bagian dari suatu keutuhan.69
Sedangkan menurut Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian
kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
69
fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa peristilahannya.70
Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus
yaitu strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitiaan berkenaan
dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol
peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak
pada fenomena-fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan
nyata.71
B.Kehadiran Peneliti
Sesuai dengan pendekatan yang digunakan maka instrumen yang dipakai
untuk mengumpulkan data adalah peneliti sendiri. Lexy J. Moleong menyebutkan
bahwa peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Ia berperan sebagai
perencana, pelaksana pengumpul data, penganalisa daftar, penafsir data dan pada
akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya.72
Kehadiran peneliti di lokasi penelitian mutlak diperlukan, karena sebagai
instrumen utama penelitian dalam pengumpulan data. Peneliti juga harus
menciptakan hubungan yang baik dengan subjek penelitian, antara Kepala Sekolah
SMKN 1 Jenangan beserta jajaranya, para guru, dan para siswa. Hubungan baik
70
Ibid., 4.
71
Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian : Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 127-128.
72
diciptakan sejak penjajakan awal tahap setting penelitian, selama penelitian, dan
setelah penelitian, sebab hal itu menjadi kunci utama dalam kesuksesan penelitian.
C.Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti memilih lokasi penelitian di Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Negeri 1 Jenangan yang beralamat di Jalan Niken Gandini 98
Setono, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur.
Web/E-mail: www.smkn1jenpo.sch.id/smknjenpo@yahoo.com. Telpon/Fax: 0352-481236.
Peneliti memilih SMK Negeri 1 Jenangan Ponorogo karena sewaktu
melaksanakan kegiatan PPLK telah menemui siswa-siswa kelas X yang terlihat minat
membaca dan belajar rendah, terbukti dengan sulitnya untuk membuka buku, mereka
lebih suka mendengarkan, apalagi jika pembelajaran disisipi dengan kisah.
D.Data dan Sumber Data
Data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti data tertulis, foto, dan sejenisnya.73 Sumber
data terbagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer disini diantarannya para guru mata pelajaran PAI, yakni:
Bapak Muhammad Ihsan, Bapak M. Qomaruddin, Bapak Anwaruddin, Bapak Shokib, Bapak
Ahmad Muzakky. Dan perwakilan siswa-siswa kelas X TBSM.B (Gogharty, Surya,
Krishna, Baqi, Sulton, Redian, Rifai, Nurzaini, Habib, Ikhsan), X EI.A (Anisa, Asraf,
Geri, Erdian, Cholid), X DPIB.A (Devy, Bella, Afifa, Afisa, Jsmin, Bryan, Diky), X
73
OI.A (Silvia, Liyana, Rifad, Yoga, Zakaria), X EI.B (Choirul, Putri, Izma, Sulis,
Rifky), X LAS A (Andrian, Angga, Guntur, Dilan, Kevin, Farhan, Fahmi).
Sedangkan sumber data sekunder adalah seperti dokumen, dan arsip-arsip
dokumentasi yang berkaitan dengan penelitian.
E.Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu bentuk teknik pengumpulan data yang
banyak digunakan dalam penelitian deskriptif kualitatif dan deskripsi kuantitatif,
dilaksanakan secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual.74
Macam-macam wawancara dibedakan menjadi tiga macam yaitu
penjelasannya sebagai berikut:75
a. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila
peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi
yang akan diperoleh.
b. Wawancara semiterstruktur, jenis wawancara ini sudah termasuk dalam
kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur.
74
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), 216.
75
c. Wawancara tak berstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara secara lengkap, hanya berupa garis-garis
besar permasalahan yang akan ditanyakan.76
Dalam hal ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur. Orang-orang
yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah para guru mata pelajaran PAI,
dan para siswa kelas X yang sudah disebutkan dalam sumber data.
2. Observasi
Observasi menurut Nana Syaodih Sukmadinata adalah suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan
yang sedang berlangsung.77
Observasi dapat dilakukan secara partisipatif ataupun non partisipatif. Dalam
observasi partisipatif, pengamat ikut serta dalam kegiatan yang sedang
berlangsung. Dalam observasi non partisipatif pengamat tidak ikut serta dalam
kegiatan, dia hanya berperan mengamati kegiatan.78
Peneliti menggunakan observasi non partisipatif untuk mengamati cara
mengajar guru menggunakan metode kisah di kelas X, serta perilaku siswa dalam
proses pengajaran tersebut.
76
Ibid., 234.
77
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, 220.
78
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar
maupun elektroinik (rekaman), dan dokumen-dokumen yang dihimpun, dipilih
yang sesuai dengan tujuan dan fokus masalah.79
Metode dokumentasi ini digunakan peneliti untuk memperoleh data
mengenai profil sekolah, data guru, kariyawan, data siswa, data sarana prasarana,
proses belajar mengajar di SMKN 1 Jenangan Ponorogo.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan, bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, dan memilah-milah data menjadi satuan yang
dapat dikelola, mengintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain.80
Teknik analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang diberikan Miles &
Huberman. Miles dan Huberman, mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus pada
setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas
dalam analisis data, meliputi: data reduction, data display, dan
conclusion/verivication.
79
Ibid., 221.
80
a. Reduksi data
Dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih
hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal-hal-hal yang penting, dan membuat kategori.
Dengan demikian data yang telah direduksikan memberikan gambaran yang lebih
jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
Dalam penelitian ini, setelah seluruh data terkumpul, maka untuk
memudahkan analisis, data-data yang masih kompleks dipilih dan difokuskan
sesuai dengan penggunaan metode kisah dan penanaman nilai keteladanan dalam
meningkatkan minat belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMKN 1 Jenangan
Ponorogo.
b. Penyajian Data
Mendisplaykan atau menyajikan data ke dalam pola yang dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network, dan chart. Bila pola-pola
yang ditemukan telah didukung oleh data, maka pola tersebut menjadi baku dan
akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian. Pada penelitian ini, setelah
seluruh data dikumpulkan dan direduksi, selanjutnya data disusun secara sistematis
c. Penarikan Kesimpulan
Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi.81
Koleksi data Display data
Reduksi data
Pemaparan kesimpulan
G.Pengecekan Keabsahan Temuan
Moleong mengatakan bahwa penelitian diperlukan suatu teknik pemeriksaan
keabsahan data. Sedangkan untuk memperoleh keabsahan temuan perlu diteliti
kredibilitasnya dengan menggunakan teknik sebagai berikut:82
1. Persitent Observation (ketekunan pengamatan).
Menurut Moleong yang dimaksud Persitent Observation adalah mengadakan
observasi secara terus menerus terhadap objek penelitian guna memahami gejala
lebih mendalam terhadap berbagai aktivitas yang sedang berlangsung di lokasi
penelitian.
81
Tim Penyusun, Buku Pedoman Penulisan Skripsi Kuantitatif, Kualitatif, Library, dan PTK (Ponorogo: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Ponorogo, 2017), 50-51.
82