• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan. suatu kondisi di mana terjadi peradangan pada mukosa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan. suatu kondisi di mana terjadi peradangan pada mukosa"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan suatu kondisi di mana terjadi peradangan pada mukosa

telinga bagian tengah (auris media), tuba eustachius,

dan antrum mastoideum yang terjadi selama lebih dari dua bulan, baik hilang timbul ataupun terus-menerus, dan diikuti dengan terjadinya perforasi pada membran timpani, serta keluarnya cairan dari dalam telinga (otorrhea)(Soepardi & Iskandar, 2001). OMSK termasuk penyakit yang paling sering terjadi pada anak-anak dan

sering menyebabkan ketulian, bahkan kematian (Roland et

al., 2002 cit. Lee et al., 2009). Di dunia, OMSK

diketahui menjadi salah satu penyakit yang paling

banyak terjadi di negara-negara berkembang

(Ajalloueyan, 2006 cit. Ganie, 2008), salah satunya

Indonesia. Pada survei epidemiologi yang dilakukan pada tahun 1994-1996, di tujuh provinsi di Indonesia, diketahui 25% pasien yang berobat ke poliklinik THT merupakan penderita OMSK, sedangkan prevalensinya di

Indonesia secara umum sekitar 3,8% (Suwento, 2001 cit.

(2)

2 seluruh dunia, didapati 65-330 juta orang menderita

OMSK dengan otorrhea dan 60% (39-200 juta) diantaranya

mengalami gangguan pendengaran yang signifikan (WHO, 2004). Pada tahun 2012 diperkirakan prevalensi OMSK di Indonesia berkisar 5,4% (semua umur), dan 2,4% prevalensi OMSK di negara-negara tetangga, seperti

Vietnam, Thailand, Filipina, dan Malaysia (Mahadevan et

al., 2012).

Berdasarkan data tersebut, keberadaan OMSK tidak bisa dipandang sebelah mata saja. Diperlukan adanya terapi yang sesuai dan efisien untuk dapat mengatasinya agar tidak menimbulkan komplikasi. Namun, terapi untuk OMSK terkadang membutuhkan waktu yang cukup lama dan harus berulang-ulang, karena sekret yang keluar biasanya tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal,seperti adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah dapat berhubungan langsung dengan dunia luar. Selain itu juga sumber infeksi lain pada organ yang berada di sekitar telinga tengah, seperti faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal (Soepardi & Iskandar, 2001). Penyebab lainnya adalah terbentuknya substansi yang dibentuk atau

(3)

3 diproduksi oleh bakteri penyebab, contohnya seperti biofilm.

Biofilm merupakan sekelompok atau populasi bakteri yang melekat pada suatu permukaan jaringan atau peralatan medis, yang diselubungi suatu matriks

polisakarida (Saylam et al., 2010). Kemampuan itulah

yang menyebabkan beberapa bakteri dapat resisten

terhadap beberapa jenis antibiotik. Terbentuknya

biofilm menjadi salah satu kendala dalam melakukan pengobatan OMSK. Bahkan penggunaan prostesa, seperti cochlear implant, tracheostomy tube, dan myringotomy tube dapat meningkatkan risiko terbentuknya biofilm. Selain itu, terdapat suatu penelitian yang membuktikan adanya biofilm yang dihasilkan dari 60% sampel sekret

telinga tengah penderita OMSK (Lee et al., 2009).

Baru-baru ini, keberadaan biofilm dianggap sebagai suatu komponen yang berhubungan dengan kronisitas suatu infeksi, kejadian infeksi yang berulang, dan resistensi terhadap antibiotik kemoterapi. Terdapat tiga hipotesis yang dapat menjelaskan fenomena tersebut, yaitu terjadinya penetrasi antibiotik ke dalam biofilm yang tidak sempurna, adanya perubahan lingkungan di dalam biofilm secara kimiawi, dan bakteri

(4)

4 di dalam biofilm mampu membentuk suatu proteksi, yaitu melakukan suatu diferensiasi sel yang mirip dengan

pembentukan spora (Saylam et al., 2010). Dari

hipotesis tersebut, diduga biofilm memiliki peran penting dalam terjadinya infeksi kronis atau infeksi

berulang pada penyakit otorhinolaringologi, salah

satunya adalah OMSK. Pernyataan tersebut juga didukung

oleh beberapa hasil penelitian, seperti adanya mucosal

biofilm pada mukosa telinga tengah pasien penderita

OMSK yang dipasangi ventilation tube dan pada

tympanostomy tube yang diambil dari pasien anak dengan otorrhea (Saylam et al., 2010), serta pada mukosa telinga tengah penderita OMSK dengan perforasi membran

timpani dan otorrhea (Lee et al., 2009).

Pada OMSK, kemungkinan bakteri aerobik yang dapat

menginfeksi adalah Pseudomonas aeruginosa, Escherichia

coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, dan Klebsiella sp. Sedangkan untuk

bakteri anaerobik meliputi, Bacteroides,

Peptostreptococcus, Proprionibacterium. Mikroorganisme yang menyebabkan OMSK merupakan bakteri yang sering ditemukan pada bagian kulit auris eksterna, namun dapat

(5)

5

sekitarnya, inflamasi, laserasi atau kelembapan

lingkungan yang tinggi. Bakteri tersebut kemungkinan melakukan migrasi menuju auris media karena terjadi perforasi yang kronis pada membran timpani. Diantara

bakteri-bakteri tersebut, P aeruginosa merupakan

bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan yang progresif pada auris media dan struktur mastoid melalui toksin dan enzim yang diproduksi oleh bakteri tersebut (Anonim, 2004).

Selain itu, P aeruginosa merupakan bakteri yang

paling sering menyebabkan otitis media supuratif kronis

pada orang dewasa (Saini et al., 2005) dan bakteri

tersebut mampu membentuk biofilm pada ossicular chain

prostheses plastik yang dipasang di auris media (Jaryszak et al., 2009). Pada beberapa uji kepekaan

antibiotik, P aeruginosa dikatakan kurang sensitif

terhadap beberapa jenis antibiotik dibandingkan dengan S aureus (Nakagawa et al., 1994). Dengan dilakukannya identifikasi pada kemampuan bakteri untuk membentuk

biofilm, khususnya Pseudomnonas sp, dapat membantu

dalam penanganan dan pengobatan infeksi kronis, terutama pada infeksi OMSK.

(6)

6 I.2 Perumusan Masalah

Bakteri memiliki suatu mekanisme pertahanan untuk dapat tetap hidup dengan menggunakan satu dari dua fenotip, yaitu sesil atau planktonik. Fenotip sesil merupakan hasil dari perlekatan bakteri yang biasanya akan berkembang menjadi biofilm. Sedangkan fenotip

planktonik merupakan mikroorganisme free-floating.

Biofilm merupakan agregasi suatu mikroorganisme yang diselubungi oleh suatu substansi polimer ekstraseluler. Kemampuan tersebut dapat menyebabkan suatu bakteri dapat resisten terhadap antibiotik tertentu, mampu menghindari sistem imun hospes, dan sel fagosit. Pembentukan biofilm oleh bakteri menjadi salah satu faktor virulensi bakteri yang terlibat dalam beberapa penyakit pada manusia, salah satunya adalah otitis media supuratif kronis atau OMSK. Terdapat beberapa penelitian yang mempelajari tentang bakteri yang memiliki kemampuan membentuk biofilm, namun seringkali bakteri yang diujikan adalah bakteri gram positif,

yaitu S aureus dan S epidermidis. Sedangkan bakteri

yang sering teridentifikasi pada sampel sekret

penderita OMSK adalah bakteri gram negatif Pseudomonas,

(7)

7 memiliki kemampuan membentuk biofilm, hal tersebut

sering kali dikaitkan dengan kegagalan terapi

antibiotik pada infeksi OMSK. Oleh karena itu, penting dilakukannya deteksi pembentukan biofilm oleh bakteri Pseudomonas, terutama pada infeksi OMSK.

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan deteksi kemampuan pembentukan biofilm oleh bakteri Pseudomonas sp. penyebab OMSK.

I.4 Keaslian Penelitian

Terdapat beberapa penelitian yang meneliti tentang pembentukan biofilm pada beberapa bakteri penyebab

otitis media, terutama bakteri Pseudomonas sp.

Penelitian-penelitian tersebut antara lain :

1.Penelitian yang dilakukan oleh Biyrd et al. (2011)

dengan judul “Direct Evaluation of Pseudomonas

aeruginosa Biofilms Mediator in a Chronic Infection Model”. Tujuan dari penelitian ini

(8)

8

biofilm oleh Pseudomonas aeruginosa secara in vivo

dengan menggunakan model chinchilla yang mengalami otitis media kronis. Dari penelitian tersebut

dapat diketahui adanya biofilm P. aeruginosa yang

terbentuk pada chinchilla yang mengalami otitis media dan terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi struktur biofilm dan virulensi dari P aeruginosa, yaitu c-di-GMP, flagella, dan quorum sensing.

2.Penelitian yang dilakukan oleh Pye et al.(2013)

dengan judul “Evaluation of Biofilm Production by

Pseudomonas aeruginosa from Canine Ears and the Impact of Biofilm on Antimicrobial Susceptibility In Vitro”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengevaluasi kapasitas pembentukan biofilm P.

aeruginosa yang diambil dari sampel telinga canine dan untuk membandingkan konsentrasi hambatan minimal antara sel planktonik dan biofilm yang

dihasilkan oleh P. aeruginosa. Penilaian untuk

mengukur kemampuan pembentukan biofilm P.

aeruginosa menggunakan microtitre plate assay, sedangkan untuk menilai KHM (Kadar Hambat Minimum)

digunakan broth microdilution. Hasil penelitian

(9)

9 diantaranya dapat membentuk biofilm dan nilai KHM dari biofilm yang dihasilkan secara signifikan lebih tinggi dibandingkan sel planktonik.

3.Penelitian yang dilakukan oleh Saunders et al.

(2009) dengan judul “Biofilm in Chronic

Suppurative Otitis Media and Cholesteatoma: Scanning Electron Microscopy Finding”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi adanya biofilm pada infeksi kronis telinga dengan scanning electron microscopy (SEM). hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 60% pasien (3 dari 5) dengan kolesteatoma dan 1 dari 7 (14%) penderita OMSK, teridentifikasi adanya biofilm. Sedangkan 2 dari 4 biofilm yang

terdeteksi dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas sp.

dan 2 sisanya berasal dari bakteri coccus.

4.Penelitian yang dilakakan oleh Pinar et al. (2008)

dengan judul “Demonstration of Bacterial Biofilm

in Chronic Otitis Media”. Penelitian ini mendeteksi adanya biofilm yang terbentuk pada otitis media kronik dengan menggunakan metode kualitatif CRA. Dari 16 spesimen yang digunakan, 9 (56.2%)diantaranya merupakan biofilm positif. Dan

(10)

10

sedangkan 7 (77.8%) sisanya adalah bakteri P

aeruginosa.

5.Penelitian yang dilakukan oleh Lee et al.(2009)

dengan judul “Biofilm Presence in Humans with

Chronic Suppurative Otitis Media”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pembentukan biofilm oleh bakteri penyebab otitis

media supuratifa kronis. Penelitian ini

menggunakan scanning electron microscopy dan

confocal lasser scanning microscopy untuk mengidentifikasi biofilm yang terbentuk. Hasil penelitian menunjukkan adanya biofilm pada 60% kelompok OMSK dan 10% kelompok kontrol.

6.Penelitian yang dilakukan oleh Saylam et al.(2010)

dengan judul “Association of Adenoid Surface

Biofilm Formation and Chronic Otitis Media with Effusion”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui pembentukan biofilm bakteri pada

permukaan adenoid dari pasien anak adenoidectomy dan untuk mengetahui hubunganya dengan otitis

media kronis dengan efusi. Penelitian ini

menggunakan scanning electron microscopy untuk

mengamati pembentukan biofilm pada permukaan adenoid. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada

(11)

11 pasien adenoidectomy dengan otitis media kronis efusi, ditemukan bentukan biofilm dengan grade yang lebih tinggi daripada kelompok lain.

7.Penelitian yang dilakukan oleh Stoodley et

al.(2006)yang berjudul “Direct Detection of

Bacterial Biofilm on the Middle-Ear Mucosa of Children with Chronic Otitis Media”. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara terbentuknya biofilm dengan kondisi otitis media kronis. Untuk membuktikan adanya biofilm yang terbentuk, penilitian ini menggunakan beberapa

teknik pengamatan, seperti kultur, PCR,

pemeriksaan mikroskopis langsung, fluorescence in

situ hybridization, dan immunostaining, serta juga

menggunakan CLSM (Confocal Laser Scanning

Microscpic) untuk mengevaluasi morfologi dari biofilm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari

26 anak yang menggunakan tympanostomy tube, 13

mengalami otitis media efusi, 20 anak mengalami otitis media berulang, dan 7 anak menderita keduanya. Kemudian 27 dari 52 anak yang terdapat efusi pada telinga, 24 diantaranya menunjukkan hasil positif pada PCR,setidaknya terdapat satu pathogen otitis media, dan 6 dari 27 anak yang

(12)

12 terdapat efusi, memperlihatkan hasil postif pada kultur.

I.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat

memberikan wawasan mengenai pembentukan biofilm,

terutama pada bakteri Pseudomonas sp. Dan diharapkan

penelitian ini dapat menjadi bahan pelengkap untuk melakukan penelitian lanjutan, seperti penelitian tentang uji kepekaan biofilm terhadap antibotik.

Referensi

Dokumen terkait

Ketegangan ini dipicuoleh konflik antara upaya menurunkan dan menahan dorongan seksualitas para remaja.Dari sinilah berbagai macam permasalahan dalam fase remaja dari

Tumpuan kajian ini adalah untuk mengkaji penggunaan bengkel, penggunaan peralatan dan bahan, kemahiran guru semasa proses pengajaran dan pembelajaran serta faktor

Fakultas Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nobel Indonesia, 2019, hlm 3.. penelitian menyimpulkan bahwa fasilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap

hubungan dimensi budaya Hofstede dan nilai akuntansi Gray dengan mereviu penelitian- penelitian yang membuktikan model tersebut, dan mengembangkan penelitian di masa depan yang

[r]

Dedi Fardiaz Singapore, 1 Sept 2009 7 GOOD AGRICULTURAL PRACTICES GOOD FRESH HANDLING PRACTICES FRESH FOOD DIRECT RAW CONSUMPTION MATERIALS PROCESSED FOOD GOOD

DATA DAN INFORMASI KEMISKINAN (BUKU 2 : KABUPATEN) 2014 Canggih Hostika STATISTIK PERTAMBANGAN NONMINYAK DAN GAS BUMI 2010-2014 Canggih Hostika ANALISIS RUMAH TANGGA USAHA PERIKANAN

Berdasarkan uraian diatas, model pembelajaran ATI lebih tepat digunakan daripada model VAK, hal ini dikarenakan siswa pada kelas ATI telah berada pada kelompok-kelompok yang