• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU BERAGAMA MASYARAKAT MARJINAL DI KELURAHAN MAPPALA KECAMATAN RAPPOCINI KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERILAKU BERAGAMA MASYARAKAT MARJINAL DI KELURAHAN MAPPALA KECAMATAN RAPPOCINI KOTA MAKASSAR"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU BERAGAMA MASYARAKAT MARJINAL DI KELURAHAN MAPPALA KECAMATAN RAPPOCINI KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos) Pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik

UIN Alauddin Makassar Jurusan Sosiologi Agama

Oleh:

FIKRY FATHURRAHMAN NIM. 30400112022

FAKULTAS USHULUDDIN FILSAFAT DAN POLITIK

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2017

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan penuh kesadaran, penulis yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penulis/peneliti sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat dibuat atau dibantu secara langsung orang lain baik secara keseluruhan atau sebagian,

maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya, batal demi hukum.

Samata, 10 November 2017

Penulis

FIKRY FATHURRAHMAN

NIM.30400112058

(3)

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirah Allah SWT, yang telah

memberikan berbagai macam kenikmatan dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Perilaku Beragama Masyarakat Marjinal di Kelurahan Mappala Kecamatan Rappocini Kota Makassar”. Tak lupa pula shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW, serta do‟a tercurah kepada keluarga, sahabat dan pengikut

beliau.

Penyusunan skripsi ini merupakan rangkaian sebagai salah satu syarat

mendapatkan gelar sarjana sosial serta menyelesaikan pendidikan pada Fakultas

Ushuluddin, Filsafat dan Politik, JurusanSosiologi Agama Universitas Islam

Negeri Alauddin Makassar. Suatu kesyukuran dapat menuntut ilmu di penrguruan

tinggi ini bertemu dengan orang-orang yang memiliki pandangan berbeda tentang

sesuatu bdan diskusi adalah jawabannya diperguruan ini saya menemukan arti dari

kata Pahit Manispun itu Cinta, terimakasih UIN Alauddin Makassar.Penulis

menyadari bahwa skripsi masih jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis

dengan lapang dada sangat mengharapkan masukan-masukan, kritikan serta saran

yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

(6)

Setelah selesainya penyusunan skripsi ini, tentunya banyak pihak yang

telah membantu serta memberikan semangat dan dukungan sehingga tugas akhir

ini dapat terlaksana. Oleh karena itu, penulis ingin menghaturkan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Syahrawy Pagau S.Sos dan Ibunda Hj. Herlina Salaeh S.Pd M.Pd

sosok revolusioner dan teladan bagi anak-anaknya yang membesarkan

Penulis, mendidik,memberikan kasih sayang, dorongan serta semangat

kepada penulis hingga sampai pada tahap ini.

2. Prof. Dr. Musafir Pababbari, M. Si. Selaku Rektor UIN Alauddin Makassar

yang telah memberikan kebijakan-kebijakan demi membangun UIN Alauddin

Makassar agar lebih berkualitas.

3. Prof. Dr. H.Muh.Natsir Siola, MA.Selaku dekan beserta wakil Dekan I, II dan

III Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik, atas segala bimbingan dan

petunjuk serta pelayanan diberikan selama penulis menuntut ilmu

pengetahuan di UIN.

4. Ibu Wahyuni, S.Sos,M.Si. Selaku ketua jurusan Sosiologi Agama dengan

tulus memberikan arahan, motivasi, nasehat, serta bimbingan selama penulis

menempuh proses perkuliahan pada Jurusan Sosiologi Agama.

5. Ibu Dewi Anggraeni, S.Sos, M.Si.Selaku sekretaris jurusan Sosiologi Agama

Fakulta Ushuluddin Filsafat dan Politik, yang telah memberikan perhatian

dan arahan serta dukungan moril dalam penyelesaian skripsi ini.

(7)

6. Dra. Hj. Andi Nirwana, M.HI Selaku pembimbing I yang telah meluangkan

waktunya untuk melakukan bimbingan dan mengarahkan penulis dari

persiapan draft proposal sampai akhir penulisan skripsi ini.

7. Asrul Muslim, S.Ag, M.Pd.Selaku pembimbing II yang telah membantu

dengan segala masukan dan bantuan yang begitu berharga.

8. Dr. Hj. Aisyah, M.Ag. Penguji I yang telah menguji dengan penuh

kesungguhan demi kesempurnaan skripsi ini.

9. Wahyuni, S.Sos,M.Si. Selaku Penguji II yang telah menguji dan memberi

masukkan dalam penyempurnaan skripsi ini.

10. Seluruh Dosen dan Staf di lingkungan Fakultas Ushuluddin Filsafat dan

Politik UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan ilmunya kepada

penulis.

11. Kepala Perpustakaan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dan

Kepala Perpustakaan Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik beserta seluruh

staf-Nya.

12. Kepada pemerintah Kota Makassar khususnya di Kelurahan Mappala yang

telah memberi izin melakukan penelitian dan memberi kontribusi dalam

penyusunan skripsii ini dan semua informan yang membantu, terima kasih

atas kerja sama dalam penyelesaian skripsi penulis.

13. Buat Sahabat seperjuangan, saudara(i) di Jurusan Sosiologi Agama Angkatan

2012 untuk membantu dalam penyusunan ini, dan semua kelompok 1.2 yang

telah bersama-sama berjuang bersama dalam menempuh pendidikan selama

beberapa tahun .

(8)

14. Sabahat seperjuangan, saudara(i) di Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Budaya

eSA UIN Alauddin Makassar untuk semangat dan dukungannya yang

bersama-sama berjuang dan belajar dengan adanya kalian semuanya akan

selalu baik-baik saja.

Semoga Allah swt melimpahkan segala rahmat dan berkah-Nya kepada kita

semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada yang sempurna di dunia

ini. Begitupun dengan penulisan skripsi ini, yang tidak luput dari kekurangan dan

kesalahan. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis

mengharapkan saran dan kritikan yang kontruktif demi penyempurnaan skripsi

ini.

Akhirnya dengan segala bentuk kekurangan dan kesalahan, penulis

berharap sunggu dengan rahmat dan izin-Nya, mudah-mudahan skripsi ini

bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak-pihak yang bersangkutan.

Wassalamu ‘alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Makassar, 10 Oktober 2017

Penulis

Fikry Fathurrahman

Nim: 30400112022

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... xii

ABSTRAK ... xix

BABI I PENDAHULUAN ... 1-12 A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ... 7

D.Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 12

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 13-38 A.Perilaku ... 13

B.Agama ... 25

C.Masyarakat Marjinal ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 39-47 A.Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian ... 39

B.Metode Pendekatan ... 40

C.Sumber Data ... 41

D.Instrumen Penelitian ... 42

(10)

E. Metode Pengumpulan Data ... 42 F. Teknik Pengolaan Data dan Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48-70

A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 48 B.Gambaran Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Marjinal ... 56 C.Gambaran Perilaku Beragama Masyarakat Marjinal ... 65

BAB V PENUTUP ... 71-73

A.Kesimpulan... 71 B.Implikasi ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Batas Wilayah Kelurahan Mappala... 50

Tabel 2 : Jumlah Penduduk Kelurahan Mappala ... 51

Tabel 3 : Sarana Pendidikan Kelurahan Mappala ... 52

Tabel 4 : Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Mappala... 53

Tabel 5 : Keadaan Keagamaan Kelurahan Mappala ... 55

Tabel 6 : Sarana Keagamaan Kelurahan Mappala ... 55

(12)

PEDOMANTRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN A. Transliterasi Arab-Latin

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada tabel berikut:

1. Konsonan

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

ا

alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan

(13)

Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (‟).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Contoh:

كَ يْ كَ

: kaifa

كَل يْ كَه

: haula 3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

(14)

Contoh:

yang hidup atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah [t]. Sedangkan ta>‟ marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan ta>‟ marbu>t}ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka

ta>‟ marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

Contoh: dengan sebuah tanda tasydi>d ( ـّـ ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

(15)

وٌّوُدكَ

: „aduwwun

Jika huruf ى ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf

kasrah ( ّ ـقِــــ), maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi i>.

Contoh:

وٌّ قِهكَ

: „Ali> (bukan „Aliyy atau „Aly)

وٌّ كَ كَ

: „Arabi> (bukan „Arabiyy atau „Araby)

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf

لا

(alif lam ma„arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf

qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (‟) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh:

كٌَ يْوُ ُييْ كَ

: ta‟muru>na

ُع يْ بَُّنكَا

: al-nau„

ءٌءيْ كَ

: syai‟un

(16)

ُت يْ قِيُ

: umirtu

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kata al-Qur‟an (dari al-Qur‟a>n), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila

Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya

atau berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.

Contoh:

ٍُيْ قِد

قِالله

di>nulla>h

قِا قِ

billa>h

Adapun ta>‟ marbu>t}ah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz} al-jala>lah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:

يْىُه

يْ قِ

قِةكًَيْ كَر

قِالله

hum fi> rah}matilla>h 10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap

(17)

huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). Contoh:

Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l

Inna awwala baitin wud}i„a linna>si lallaz\i> bi Bakkata muba>rakan

Syahru Ramad}a>n al-laz\i> unzila fi>h al-Qur‟a>n

Nas}i>r al-Di>n al-T{u>si>

Abu>> Nas}r al-Fara>bi>

Al-Gaza>li>

Al-Munqiz\ min al-D}ala>l

Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu> (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:

swt. = subh}a>nahu> wa ta„a>la>

saw. = s}allalla>hu „alaihi wa sallam

Beberapa singkatan yang dilakukan adalah :

a.s. = „alaihi al-sala>m

s.w.t = subhanallahu wata’ala

s.a.w = sallallahu ‘alaihi wasallam

r.a = radiallahu ‘anhu

Abu> Wali>d Muh}ammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad (bukan: Rusyd, Abu> al-al-Wali>d Muh}ammad Ibnu) Nas}r H{a>mid Abu> Zai>d, ditulis menjadi: Abu> Zai>d, Nas}r H{a>mid

(bukan: Zai>d, Nas}r H{ami>d Abu>)

(18)

H = Hijrah

M = Masehi

SM = Sebelum Masehi

l. = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)

w. = Wafat tahun

QS …/…: 4 = QS al-Baqarah/2: 4 atau QS A<li „Imra>n/3: 4

HR = Hadis Riwayat

KUHP = Kitab Undang-undang Hukum Pidana

hal = Halaman

(19)

ABSTRAK

Nama : Fikry Fathurrahman

Nim : 30400112022

Fak/Prodi : Ushuluddin Filsafat dan Poliik/Sosiologi Agama

Judul Skripsi : Perilaku Bragama Masyarakat Marjinal di Kelurahan Mappala Kecamatan Rappocini Kota Makassar

Skripsi ini berjudul Perilaku Beragama Masyarakat Marjinal di Kelurahan Mappala Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Adapun yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah (1) Bagaimana strategi bertahan hidup masyarahat marjinal di Kelurahan Mappala Kecamatan Rappocini Kota Makassar, (2) Bagaimana perilaku beragama masyarakat marjinal di Kelurahan Mappala Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis adalah untuk mengetahui strategi masyarakat marjinal untuk dapat melangsungkan kehidupannya dan mengetahui perilaku beragama masyarakat marjinal di Kelurahan Mappala Kecamatan Rappocini Kota Makassar.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah fenomenologi dan sosiologis. Adapun sumber data penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Selanjutnya metode pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik pengolahan data dan analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi bertahan hidup masyarakat marjinal khususnya yang berprofesi sebagai pemulung, tukang bentor dan petugas kebersihan diantaranya mengurangi pengeluaran dalam rumah tangga, melibatkan anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan mencari pinjaman biasanya dengan orang-orang terdekat mereka. Perilaku beragama kaum marjinal sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan jika dipandang dari segi pelakasanaan ibadahnya dalam hal ini shalat dan kurangnya kesadaran akan pentingnya shalat diakibatkan oleh pemahaman keagamaan yang mereka pahami masih jauh dari kesempurnaan.

Implikasi dari penelitian ini yaitu, diharapkan bagi masyarakat marjinal yang berprofesi sebagai pemulung, petugas kebersihan dan tukang bentor lebih memperhatikan perilakunya dalam beragama dan memperhatikan pendidikan dan pergaulan anak-anak mereka sehingga pendidikan mereka menjadi tidak terbengkalai dan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. diharapkan dapat menambah khazanah kajian sosial-keagamaan terlebih pada kajian sosiologi agama selain itu, diharapkan pemerintah agar lebih memperhatikan kondisi sosial masyarakat khususnya masyarakat marjinal agar mendapatkan kehidupan yang lebih layak dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai agama, sehingga mereka tidak lagi termarjinalkan.

(20)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Secara sosiologis, agama muncul pada saat ilmu pengetahuan dan

teknologi sebagai kekuatan yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup

mengalami degradasi atau kehilangan kemampuannya. Manusia hidup

dihadapkan pada kondisi alam dan lingkungan sosial yang harus diubah agar

memberi kontribusi atau minimalnya tidak memberi ancaman bagi kelangsungan

kehidupan.1

Proses mengubah alam dan lingkungan sosial ini dilakukan dengan

pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bersifat empiris dan teknis.

Pada saat manusia mengalami ketidakberdayaan akibat ketidakmampuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, muncul keyakinan bahwa selain yang empiris

terdapat sesuatu yang non-empiris. Seuatu yang non-empiris ini diyakini memiliki

kontribusi dan memberikan pengaruh bagi kehidupan manusia di bumi. Dalam

konteks inilah muncul kebutuhan baru manusia untuk mengetahui dan

berinteraksi dengan kehidupan non-empiris untuk memberikan jaminan agar

kehidupan tetap berlangsung dan sejahtera. Proses mengetahui dan berkomunikasi

dengan sesatu yang non-empiris ini yang kemudian disebut dengan agama.

Dengan pola di atas, agama merupakan bentuk universal yang dihadapi

manusia di belahan bumi manapun. Artinya, bahwa agama muncul dan menjadi

kebutuhan baru manusia yang gejalanya bersifat dinamis dan terus berubah.

1 Thomas F, O‟Dea, 1996. Sosiologi Agama, Suatu Pengenalan Awal (

Jakarta: Rajawali Press), hal. 53

(21)

Semakin masyarakat dinamis dan berkembang maka kebutuhan akan sesuatu

yang bersifat transendental, dalam rangka mengelola hal-hal yang non-empiris

semakin tinggi. Persoalan yang kemudian muncul adalah formulasi dan

konstruksi keyakinan keagamaan yang berbeda-beda. Perbedaan ini terjadi

terutama karena proses pewarisan keyakinan secara turun-temurun. Hal lain yang

berpengaruh terhadap konstruksi yang berbeda tentang agama adalah pandangan

sosial suatu komunitas atas lingkungannya.

Pengalaman di Indonesia telah menunjukan bahwa pelaksanaan

pembangunan yang hanya mengutamakan kota besar menimbulkan implikasi

sosial kontraproduktif. Pertama, upaya pembangunan yang mengutamakan daerah

kota hanya akan meningkatkan daya tarik bagi penduduk dari daerah perdesaan

untuk berpindah, baik secara tetap maupun musiman. Kedua, pengembangan di

kota kenyataannya membutuhkan dana yang sangat besar, namun hasilnya hanya

dinikmati oleh sebagian kecil penduduk saja. Ketiga, pembanguna di kota yang

tidak disertai dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang cukup telah

meningkatkan jumlah pengangguran yang umumnya karena pendidikan rendah

menyebabkan mereka tidak bisa terserap di sektor perekonomian kota.2

Pembangunan kota besar hanya menekankan pada aspek pertumbuhan

ekonomi secara fisik ternyata dalam banyak hal justru melahirkan orang-orang

miskin baru, masyarakat pinggiran di perkotaan atau yang lazim disebut dengan

istilah masyarakat marjinal.3

2

Moh. Ali Aziz, Dakwah pemberdayaan masyarkat: Paradigma Aksi metodologi, (Yogyakarta: PT. LkiS pelangi aksara 2005), hal.165

3

(22)

Golongan masyarakat di kota besar mengalami proses marjinalisasi

umumnya adalah kaum migran, seperti pedagang kaki lima, penghuni pemukiman

kumuh dan pedagang asongan yang umumnya tidak terpelajar dan terlatih atau

apa yang kata asing disebut unskilled labour.

Ciri utama yang menandai masyarakat marjinal biasanya ialah titik

terjadinya apa yang disebut sebagai mobilitas sosial vertikal yaitu mereka yang

miskin akan tetap hidup dengan kemiskinanya. Sedangkan yang kaya akan tetap

menikmati kekayaannya. Menurut pendekatan struktural, faktor penyebabnya

terletak pada kungkungan struktural sosial yang menyebabkan mereka

kekeurangan hasrat untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Struktur sossial yang

berlaku telah melahirkan berbagai corak rintangan yang menghalangi mereka

untuk maju.4

Ciri lain dari kehidupan masyarakat marjinal adalah timbulnya

ketergantungan yang kuat dari pihak orang tidak mampu terhadap kelas sosial-

ekonomi di atasnya. Menurut Moehtar mas‟ud, ketergantungan inilah yang selama

ini berperan besar dalam menurunkan kemampuan masyarakat melakukan

tawar-menawar dalam dunia hubungan sosial yang sudah timpang antara pemilik tanah

dan penggarap, antara majikan dan buruh.

Buruh tidak mempunyai kemampuan untuk menetapkan upah, pedagang

kecil tidak bisa mendapatkan harga yang layak atas barang yang mereka jual. Pada

masyarakat relatif tidak dapat berbuat banyak atas eksploitasi dan proses

4

Adi Sasono, Didin Hapiduddin, Saefuddin, dkk, Solusi Islam Atas Problematika Umat:Ekonomi, Pendidikan, Dakwah (Jakarta:Gema Insani press, 1998), hal.167

(23)

marjinalisasi yang dialami karena mereka tidak memiliki alternatif pilihan untuk

menentukan nasib ke arah yang lebih baik.

Menurut Robert Chamber dalam Adi Sasono dkk, Pengeritian masyarakat

marginal sebetulnya sama dengan apa yang disebut deprivation trap atau

perangkap kemiskinan.

secara rinci deprivation trap terdiri dari 5 unsur:

1. Kemiskinan itu sendiri

2. Kelemahan fisik

3. Keterasingan atau kadar isolasi

4. Kerentanan

5. Ketidak berdayaan.

Kelima usur ini sering saling mengingat sehingga merupakan perangkap

kemiskinan yang benar-benar mematikan peluang hidup orang atau keluarga

miskin, dan akhir-akhirnya menimbulkan proses marjinalisasi.5

Adapun ayat dan hadis yang berkaitan dengan masyarakat marjinal yaitu,

dalil al-Qur‟an yang berkaitan dengan masyarakat marjinal adalah firman Allah

SWTdalam QS. Al-Ra‟d/13:11 Umat:Ekonomi, Pendidikan, Dakwah, hal.168

(24)

Terjemahannya:

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain

Diterima dari jabir radiallahu „anhu bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda: takutilah kezaliman itu sebab sesungguhnya kezaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat nanti. (HR. Muslim).7

Adapun ayat dan hadis di atas menekankan bahwa perubahan dimulai dari

diri sendiri dengan menjauhkan diri dari kezaliman dan berusaha untuk

mempertahankan hidup.

Ajaran Islam yang cukup asasi, seperti akidah atau ibadah dan karenanya

tetap terperinci dan tidak terbuka terhadap pemikiran di satu pihak dan

keterbukaannya menerima adat istiadat dan budaya dalam ajaran non-akidah, dan syari‟ah di pihak lain, dengan sendirinya telah menyebabkan adanya persamaan

6Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahan (Surabaya: Diponegoro,2005), hal.

465

7

Muhammad bin Hajjaj al-husain al-qursyairy an-naisaburi, darul ihyan, beirut, 1996, hal. 4

(25)

pengamalan pokok-pokok ajaran keagamaan, seperti akidah tentang perbedaan

keesaan Tuhan, ibadat, shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya8

Selain itu, kehidupan perekonomian juga sangat mempengaruhi kehidupan

beragama, sebagaimana dengan kehidupan yang miskin akan mempengaruhi

kehidupan sosial. Dengan kata lain akan timbul dan terjadi penyimpangan

perilaku keagamaan dan sosial, dimana seseorang akan melanggar aturan-aturan

dan ajaran-ajaran agama dan norma-norma sosial karena himpitan ekonomi yang

melandanya, contohnya; meninggalkan kewajiban shalat, puasa dan lain

sebagainya. Masyarakat marjinal yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah,

sangat memungkinkan terjadi perilaku yang menyimpang dari ajaran agama dan

kehidupan sosial.

Sehubungan dengan itu, di Kelurahan Mappala Kecamatan Rappocini

Kota Makassar, sebagai tempat lokasi penelitian yang penulis tetapkan, dimana

masyarakat tersebut memiliki profesi yang bermacam-macam seperti petugas

kebersihan, pemulung, buruh harian, tukang bentor dan berbagai macam perofesi

yang lain. Sehingga memungkinkan munculnya perilaku keagamaan yang berbeda

antara masyarakat marjinal yang satu dengan yang lainnya dalam pelaksanaan

ritual keagamaannya. Inilah yang membuat daya tarik peneliti dalam menetapkan

penelitian tersebut. Mengenai Perilaku Beragama Masyarakat Marjinal di

Kelurahan Mappala Kecamatan Rappocini Kota Makassar.

8

Baihaqi, Agama Perilaku dan Pembangunan, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Perguruan Tinggi Agama, 1985), hal. 4.

(26)

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana strategi untuk bertahan hidup masyarakat marginal di

Kelurahan Mappala Kecamatan Rappocini Kota Makassar

2. Bagaimana perilaku beragama masyarakat marjinal di Kelurahan

Mappala Kecamatan Rappocini Kota Makassar?

C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus 1. Fokus Penelitian

Penelitian ini berjudul Perilaku Beragama Masyarakat Marjinal Di

Kelurahan Mappala Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Oleh karena itu

penelitian ini akan difokuskan pada masyarakat marjinal khususnya masyarakat

yang berprofesi sebagai pemulung, tukang bentor, dan petugas kebersihan serta

bagaimana perilaku dalam beragama di Kelurahan Mappala Kecamatan

Rappocini Kota Makassar.

2. Deskripsi Fokus

Berdasarkan pada fokus penelitian dari judul di atas, dapat dideskripsikan

berdasarkan substansi permasalahan dan substansi pendekatan penelitian ini,

dibatasi melalui substansi permaslahan dan substansi pendekatan dalam Perilaku

Beragama Masyarakat Marjinal di Kelurahan Mappala Kecamatan Rappocini

Kota Makassar.

(27)

Agar terhindar dari kesalahpahaman tentang judul dalam penelitian ini,

maka penulis mencantumkan definisi judul yang bisa menjadi bahan untuk

terciptanya kesepahaman antara penulis dan pembaca sebagai berikut:

a. Perilaku adalah suatu gerak dalam struktur sosial (social structure) yang

dimana adanya pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu

kelompok sosial.9

Perilaku merupakan tanggapan atau reaksi individu

terhadap rangsangan lingkungannya baik dari segi berkomunikasi antara

satu dengan yang lainnya menentukan tanggapan atau reaksi terhadap

sesuatu.

b. Keberagamaan berasal dari kata agama yang berarti segenap kepercayaan

kepada Tuhan. Keberagamaan adalah adanya kesadaran diri individu

dalam menjalankan suatu ajaran dari suatu agama yang dianut. Sedangkan

Beragama berarti memeluk atau menjalankan agama, mengadakan

hubungan sesuai dengan kodrati, hubungan makhluk dengan khaliknya

dan hubungan ini mewujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam

ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya10

Maksud peneliti dalam penelitian ini yaitu peneliti akan meneliti terkait

dengan bagaimana masyarakat dalam beribadah (sholat), dan sejauh mana

kesadaran masyarakat akan pentingnya melaksanakan sholat pada saat

melakukan pekerjaannya.

9

Soerjono Soekanto, Sosiologi. Suatu Pengantar (Cet. XXXIII; Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2002). h.al 249

10

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa Cet: III) Edisi Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal.12.

(28)

c. Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat

oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Sedangkan menurut

segi bahasa adalah kelompok orang yang merasa memiliki bahasa bersama

yang merasa termasuk bagian dari kelompok itu, atau berpegang pada

bahasa yang sama.11 Masyarakat dalam penelitian ini yang dimaksud

adalah masyarakat kelurahan Mappala dan masyarakat yang tinggal di

Jalan Tidung 7 RW7

d. Marjinal berasal dari bahasa Inggris “marginal” yang berarti jumlah atau

efek yang sangat kecil. Artinya, marjinal adalah suatu kelompok yang

jumlahnya sangat kecil atau bisa juga diartikan sebagai kelompok

pra-sejarah.12. Marjinal yang dimaksud peneliti adalah orang-orang yang

berprofesi sebagai pemulung, tukang bentor dan petugas kebersihan.

D. Kajian Pustaka

Penelitian ini, selain menggunakan teori-teori yang relevan. Peneliti juga

akan melakukan kajian-kajian tentang penelitian-penelititan yang telah dilakukan

sebelumnya oleh para peneliti terdahulu. Oleh karena itu, selanjutnya akan

dikemukakan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti

terdahulu yang relevan dengan penelitian penulis:

a. Jurnal Ahmad Muttaqin, dari STAIN Purwokerto dengan penelitian

berjudul “Pola Keberagamaan Masyarakat Marjinal”. Inti dari

11

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal.721.

12

https://www.google.com/search/marjinal =firefox-=kaum+marjinaldiakses tanggal 13 Januari 2017

(29)

penelitiannya adalah Bagi masyarakat Kampung Laut, agama dipahami

sebagai instrumen untuk keluar dari persoalan-persoalan faktual: Pertama,

keterancaman lingkungan fisik yang memberi potensi kehilangan profesi

dan matapencaharian. Kedua, marginalisasi komunitas oleh

lembaga-lembaga pemerintah yang terlibat konflik kepemilikan atas tanah timbul di

sepanjang Segara Anakan. Agama diyakini memiliki kemampuan solutif

atas persoalan-persoalan faktual melalui metode transendensi. Keyakinan

ini kemudian mendorong masyarakat memproduksi upacara-upacara ritual

yang bersifat massal yang diarahkan untuk membantu masyarakat

menemukan solusi atas persoalan-persoalan faktual yang dihadapi. Namun

karena karakter resisten dan laten, praktik ritual keagamaan ini dikonstruk

berbeda dengan mainstream.13

b. Ramayulis, dalam bukunya berjudul “Psikologi Agama” indikatornya

adalah agama mampu memberi jawaban sumbangan istimewa kepada

manusia dengan mengarahkannya kepada Tuhan. Dengan demikian,

agama dapat menjadikan manusia merasa aman dalam hidupnya.

Kesadaran akan keadaan itu jelas melahirkan adanya tingkah laku

keagamaan.14

c. Skripsi Abdurrahman, Sikap Keberagamaan Pengamen Jalanan (Studi

Kasus Pengamen Jalanan A. Pangeran Pettarani Makassar). Dalam

penelitian ini menyimpulkan bahwa sikap keberagaman yang ditunjukkan

13

Ahmad Muttaqin, Pola Keberagamaan Masyarakat Marjinal.

http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/ index.php/komunika/article/viewFile/753/647 diakses tanggal 25 Januari 2017

14

Ramayulis, Psikologi Agama,( Cet.X; Jakarta: Kalam Mulia, 2013), hal. 220

(30)

oleh oleh pengamen jalanan A. Pangeran Pettarani masih sangat minim

dari ajaran Islam. Hal ini ditunjukkan oleh observasi yang penulis lakukan.

Adapun sikap keberagamaan yang dimaksud adalah sikap para pengamen

jalan ketika masuk waktu sholat mereka acuh tak acuh terhadap panggilan adzan, kecuali sholat jum‟at dan pada saat sholat mengerti tidak mengerti

apa makna dan bacaan setiap gerakan sholat hal itulah yang menyebabkan

mereka tidak serius pada saat sholat dan kadangkala bermain-main pada

saat sholat sehingga menimbulkan kegaduhan15

Perbedaan antara penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian yang

saya lakukan adalah, penelitian sebelumnya lebih menekankan kepada masyarakat

marjinal yang dengan satu profesi saja sedangkan penelitian ini masyarakat

marjinal yang dimaksud yaitu yang berprofesi sebagai pemulung, petugas

kebersihan dan Tukang Bentor baik dari strateginya bertahan hidup dan perilaku

mereka dalam beragama yang bertempat tinggal di Kelurahan Mappala

Kecamatan Rappocini Kota Makassar

15

Abdurrahman, Sikap Keberagamaan Pengamen Jalanan (Studi Kasus Pengamen Jalanan A. Pangeran Pettarani Makassar). Skripsi. Kearsipan Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik, UIN Alauddin Makassar, 2011, hal

(31)

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui strategi masyarakat marjinal dalam mempertahankan

hidup.

b. Untuk mengetahui perilaku beragama masyarakat marjinal di Kelurahan

Mappala Kecamatan Rappocini Kota Makassar.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsi

dalam wacana keilmuan tentang perilaku dalam beragama khususnya

masyarakat di Kelurahan Mappala Kecamatan Rappocini Kota Makassar.

b. Secara teori, penelitian ini memberikan banyak referensi khususnya pada

Jurusan Sosiologi Agama yang dapat menjadi landasan dan pengetahuan

baru tentang bagaimana melihat perilaku beragama yang ada di

masyarakat marjinal.

(32)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS A. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dengan

gerak (sikap) tidak saja badan atau ucapan.16 Perilaku adalah tanggapan atau

reaksi individu terhadap rangsangan lingkungannya. Pada sosiologi perilaku

memusatkan fokus pembahasan pada perilaku mereka dahulu yang berdampak

hingga sekarang, perilaku juga erat kaitannya dengan lingkungan sekitar

berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya menentukan tanggapan atau reaksi

terhadap sesuatu dan biasanya mengikuti pola interaksi ataupun sikap

masing-masing individu

Menurut Max Weber, Tindakan mencakup semua perilaku yang dilakukan

oleh manusia, sedangkan Tindakan sosial merupakan suatu tindakan individu

yang diarahkan kepada orang lain dan memiliki arti baik bagi diri sendiri maupun

bagi orang lain. Jika tindakan tersebut tidak diarahkan orang lain dan tidak

memiliki arti maka bukan termasuk tindakan sosialtetapi hanya disebut sebuah

“tindakan” saja, sehingga tindakan sosial akan memberikan pengaruh bagi orang

lain, karena tindakan sosial mengandung tiga konsep yaitu tindakan, tujuan dan

pemahaman.

16

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Puataka, 1985), hal. 671

(33)

Weber membuat klasifikasi mengenai perilaku sosial atau tindakan sosial

menjadi 4 yaitu :

1. Kelakuan yang diarahkan secara rasional kepada tercapainya suatu tujuan.

Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai kesesuaian antara cara dan

tujuan. Contohnya Bekerja Keras untuk mendapatkan nafkah yang cukup.

2. Kelakuan yang berorientasi kepada nilai. Berkaitan dengan nilai – nilai

dasar dalam masyarakat, nilai disini seperti keindahan, kemerdekaan,

persaudaraan, dll. misalnya ketika kita melihat warga suatu negara yang

berasal dari berbagai kalangan berbaur bersama tanpa membeda-bedakan.

3. Kelakuan yang menerima orientasi dari perasaan atau emosi atau Afektif .

contohnya seperti orang yang melampiaskan nafsu mereka.

4. Kelakuan Tradisional bisa dikatakan sebagai Tindakan yang tidak

memperhitungkan pertimbangan Rasional. Contohnya Berbagai macam

upacara/tradisi yang dimaksudkan untuk melestarikan kebudayaan

leluhur.17

Perilaku yang baik menurut agama Islam adalah perilaku yang sesuai

dengan tujuan penciptaan manusia ke dunia, yaitu untuk menghambakan diri

kepada Tuhanya. Skiner seorang ahli psikologi, mengatakan bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar18 Setiap

17

KJ Veeger. Realitas Sosial: refleksi filsafat sosial atas hubungan individu-masyarakat dalam cakrawala sejarah sosiologi. ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1990) hal. 98

18

Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), hal. 133

(34)

perilaku yang ada pada diri manusia dipengaruhi oleh perkembangan dan

pertumbuhannya. Dalam perkembangan manusia atau makhluk lain pada

umumnya dapat dibedakan dalam 3 hal yaitu proses pematangan, proses belajar,

dan proses pembawaan atau bakat19

Sikap itu sudah terbentuk dalam dirinya karena sebagai tekanan atau hambatan

dari luar maupun dalam dirinya. Artinya potensi reaksi yang sudah terbentuk

dalam dirinya akan muncul berupa perilaku aktual sebagai cerminan sikapnya.

Jadi jelas bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor dalam diri maupun faktor

lingkungan yang ada di sekitarnya.

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang diamati

langsung, maupun yang dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Kurt Lewin dalam

Saifuddin Azwar perilaku adalah fungsi karakteristik individu (motif, nilai-nilai,

sifat kepribadian, dll) dan lingkungan, faktor lingkungan memiliki kekuatan besar

dalam menentukan perilaku, terkadang kekuatannya lebih besar daripada

karakteristik individu sehingga menjadikan prediksi perilaku lebih komplek. Jadi,

perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan

pendorong dan kekuatan-kekuatan penahan20

Para psikolog, di antaranya Morgan dan King, Howard dan Kendler,

Krech, Crutchfield dan Ballachey, mengatakan bahwa perilaku seseorang

dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan hereditas. Faktor lingkungan yang

19

Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Ilmu Psikologi (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1991), hal. 26

20

Saifudin Azwar, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002) hal.11

(35)

mempengaruhi perilaku adalah beragam, di antaranya pendidikan, nilai dan

budaya masyarakat, politik, dan sebagainya. Sedang faktor hereditas merupakan

faktor bawaan seseorang yang berupa karunia pencipta alam semesta yang telah

ada dalam diri manusia sejak lahir, yang banyak ditentukan oleh faktor genetik.

Kedua faktor secara bersama-sama mempengaruhi perilaku manusia.Perilaku

merupakan cerminan kongkret yang tampak dalam sikap, perbuatan dan kata-kata

yang muncul karena proses pembelajaran, rangsangan dan lingkungan.21

Sikap dan perilaku mempunyai kesamaan. Oleh karena itu, psikolog sosial,

seperti Morgan dan King, Howard dan Kendler, serta Krech dkk., mengatakan

bahwa antara sikap dan perilaku adalah konsisten. Sikap adalah konsisten dengan

perilaku, akan tetapi karena banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku, maka

dapat juga sikap tidak konsisten dengan perilaku. Dalam keadaan yang demikian

terjadi adanya desonansi nilai.

Sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan

yang teliti dan beralasan dan berdampak sebagai berikut:

1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang

spesifik terhadap sesuatu

2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma-norma

subjektif yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita

perbuat

21 Tulus Tu‟u. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Persetasi Siswa

. (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2004). h. 63

(36)

3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk

suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.

Sikap spesifik yang dapat mempengaruhi perilaku adalah sikap sosial yang

dinyatakan dengan cara berulang-ulang pada kegiatan yang sama22 atau lebih

lazimnya disebut kebiasaan, motif merupakan dorongan, keinginan dan hasrat

yang berasal dari dalam diri23, nilai-nilai merupakan norma-norma subjektif

sedangkan kekuatan pendorong dan kekuatan penahan adalah berupa nasihat atau

penyuluhandan informasi.24

Berdasarkan beberapa teori di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

prilaku adalah segala tindakan atau reaksi manusia yang disebabkan oleh

dorongan organisme kongkret yang terlihat dari kebiasaan, motif, nilai-nilai,

kekuatan pendorong dan kekuatan penahan sebagai reaksi atau respon seseorang

yang muncul karena adanya pengalaman proses pembelajaran dan rangsangan dari

lingkungannya. Adapun indikatornya adalah respon terhadap lingkungan, hasil

proses belajar mengajar, ekspersi kongkret berupa sikap, kata-kata, dan perbuatan.

2. Faktor-Faktor yang dapat Mempengaruhi Sikap Seseorang

Sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal berikut:

a. Lingkungan

1). Rumah

22

WA Gerungan. Psikologi Sosial. (Bandung: Refika Aditama.2000). hal. 150

23Ibid

, hal.141

24

Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), hal.175

(37)

Tingkah laku anak dan sikap anak tidak hanya dipengaruhi oleh

bagaimana sikap-sikap orang yang berada di dalam rumah itu, melainkan

juga bagaimana sikap-sikap mereka dan bagaimana mereka mengadakan

atau melakukan hubungan-hubungan dengan orang-orang di luar rumah.

Dalam hal ini, peranan orang tua penting sekali untuk mengetahui apa-apa

yang dibutuhkan si anak dalam rangka perkembangan nilai-nilai moral si

anak, serta bagaimana orang tua dapat memenuhinya.25 Dalam hal ini,

orang tua dan orang sekitar berperan dalam membentuk pengetahuan anak

yang akan membentuk sikap anak tersebut.

2). Sekolah

Peran pranata pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian

anggota masyarakat agar menjadi warga yang baik dan unggul secara

intelektual. Peran guru sejak pendidikan dasar sangat besar mempengaruhi

pola pikir, perilaku, sikap anak dalam 24 membentuk kepribadiannya.

Guru senantiasa memberikan dorongan dan motivasi terhadap keberhasilan

anak dalam membentuk kepribadian anak. Ketika anak memasuki sekolah

lanjutan, peran guru dalam mempengaruhikepribadian anak mulai dibatasi

oleh peran anak itu sendiri. Pada tahap ini, anak sudah mempunyai sikap,

kepribadian, dan kemandirian

3). Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan sangatlah berpengaruh terhadap sikap

seseorang, kondisi lingkungan pekerjaan yang nyaman, akan membentuk

25

(38)

sikap positif pada pekerjanya, begitu sebaliknya lingkungan kerja yang tidak

nyaman akan membentuk sikap negatif pada pekerjanya.26 Dari gambaran

tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkungan pekerjaan sangat berperan

dalam mekanisme pembentukan sikap. Kenyamanan pada lingkungan kerja,

akan membawa sikap positif pada kehidupan orang tersebut.

b Pengalaman

Apa yang telah dan sedang dialami seseorang, akan ikut membentuk

dan mempengaruhi penghayatan seseorang terhadap stimulus sosial.

Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap.27 Pengalaman

dapat didapatkan dari pendidikan dari suatu instansi, pernah mengalami suatu

kejadian, dan pernah melihat dari orang lain. Pengalaman sangat

mempengaruhi seseorang dalam bersikap.

c. Pendidikan

Pendidikan bisa berupa pendidikan formal, yaitu dari sekolah, maupun

pendidikan nonformal, seperti pendidikan dari orang tua.28 Rusmi dalam

Saifuddin mengatakan bahwa pembentukan sikap dan faktor-faktor yang

26

Yusri Heni, IMPROVING OUR SAFETY CULTURE: Cara Cerdas Membangun Budaya Keselamatan yang Kokoh. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2011) hal. 123

27

Saifuddin Azwar, SIKAP MANUSIA: Teori dan Pengukurannya edisi ke 2 .( Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013) hal. 13

28

Happy Tjandra Sugiarto. MOTIV-8: Koleksi Motivasi untuk Karier dan Kehidupan yang Lebih Baik. (Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2004) hal. 24

(39)

berpengaruh terhadap pembentukan sikap seseorang sangat ditentukan oleh

kepribadian, intelegensia, dan minat.29

3. Ciri-ciri Perilaku manusia

Sunaryo mengatakan bahwa manusia memiliki perilaku yang khusus yang

membedakan dengan makhluk lain. Ciri-cirinya adalah:

a) Kepekaan sosial

Kepekaan sosial Artinya kemampuan manusia untuk dapat

menyesuaikan perilakunya sesuai pandangan dan harapan orang lain. Manusia

adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya perlu kawan dan bekerja sama

dengan orang lain. Perilaku manusia adalah situasional, artinya perilaku

manusia akan berbeda pada situasi yang berbeda.

b) Kelangsungan perilaku

Kelangsungan perilaku Artinya antara perilaku yang satu ada

kaitannya dengan perilaku yang lain, perilaku sekarang adalah kelanjutan

perilaku yang baru lalu, dan seterusnya. Dalam kata lain bahwa perilaku

manusia terjadi secara berkesinambungan bukan secara serta merta. Jadi,

sebenarnya perilaku manusia tidak pernah berhenti pada suatu saat. Perilaku

pada masa lalu merupakan persiapan bagi perilaku kemudian dan perilaku

kemudian merupakan kelanjutan perilaku sebelumnya.

c) Orientasi pada tugas

29

Saifuddin Azwar. SIKAP MANUSIA: Teori dan Pengukurannya edisi ke 2. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013 ) hal. 11

(40)

Orientasi pada tugas berarti bahwa setiap perilaku manusia selalu

memiliki orientasi pada suatu tugas tertentu. Perilaku seseorang akan sangat

sesuai dengan peran orang tersebut kepada masyarakat atau kelompoknya.

Jika dalam kelompok dia berperan sebagai pemimpin, maka perilakunya akan

sangat berbeda dengan yang dipimpin. Inilah yang membedakan perilaku

seseorang menurut tugas sesuai peran masing-masing.

d) Usaha dan perjuangan

Usaha dan perjuangan pada manusia telah dipilih dan ditentukan

sendiri, serta tidak akan memperjuangkan sesuatu yang memang tidak ingin

diperjuangkan. Jadi, sebenarnya manusia memiliki cita-cita (aspiration) yang

ingin diperjuangkannya, sedangkan hewan hanya berjuang untuk mendapatkan

sesuatu yang sudah tersedia di alam.

e) Tiap-tiap manusia adalah individu yang unik

Unik mengandung arti bahwa manusia satu berbeda dengan manusia

yang lain dan tidak ada dua manusia yang sama persis di muka bumi ini,

walaupun ia dilahirkan kembar. Manusia mempunyai ciri-ciri, sifat, watak,

tabiat, kepribadian, motivasi tersendiri yang membedakannya dari manusia

lainnya. Perbedaan pengalaman yang dialami individu pada masa silam dan

cita-citanya kelak dikemudian hari, menentukan perilaku individu di masa kini

yang berbeda-beda pula.

4. Proses Pembentukan Perilaku

(41)

Perilaku manusia dibentuk karena ada kebutuhan yang harus dipenuhi oleh

manusia tersebut. Dalam Notoatmodjo(2010) teori Mayo yang disempurnakan

oleh Maslow mengatakan bahwa manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu:

a) Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama,

yaitu makanan, dan seks. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi

ketidakseimbangan fisik.

b) Kebutuhan rasa aman, misalnya rasa aman terhindar dari pencurian,

penodongan, perampokan, dan kejahatan lain, rasa aman terhindar dari

konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan, dan lain-lain, rasa aman terhindar

dari sakit dan penyakit, rasa aman memperoleh perlindungan hukum

c) Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya mendambakan kasih

sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman, kekasih,

dan lain-lain, ingin dicintai/mencintai orang lain, ingin diterima oleh

kelompok tempat ia berada

d) Kebutuhan harga diri, misalnya, ingin dihargai dan menghargai orang lain

adanya respek atau perhatian dari orang lain, toleransi atau saling

menghargai dalam hidup berdampingan

e) Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya, ingin dipuja atau disanjung oleh orang

lain, ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita, ingin menonjol dan

lebih dari orang lain, baik dalam karier usaha, kekayaan, dan lain-lain 30

30

Soekidjo Notoatmodjo, Ilmu Perilaku Kesehatan. (Jakarta: PT Rineka Cipta. 2010) hal. 69

(42)

Menurut Hendro Puspito, dalam bukunya ”Sosiologi Agama” membagi

perilaku atau pola kelakuan menjadi dua macam yaitu :

a. Pola kelakuan lahir adalah cara bertindak yang ditiru oleh orang banyak

secara berulang-ulang.

b. Pola kelakuan batin yaitu cara berfikir, berkemauan dan merasa yang

diikuti oleh banyak orang berulang kali.31

Sedangkan H. Abdul Aziz mengelompokkan perilaku menjadi dua macam

yaitu:

a. Perilaku Oreal (perilaku yang dapat diamati langsung)

b. Perilaku Covert (perilaku yang tidak dapat diamati secara langsug)32

5. Teori-teori Perilaku

Terkait dengan judul yaitu perilaku beragama masyarakat marjinal, maka

fokus pada teori-teori tentang perilaku kerumunan karena umumnya masyarakat

marjinal itu berkerumunan. Teori-teori tersebut yakni:

a. Teori Penyebaran

Penyebaran sosial (social contagion) adalah penyebaran suasana hati,

perasaan atau sikap, yang tidak rasional, tanpa disadari dan secara relatif

berlangsung cepat. Jadi, teori penyebaran menekankan pada aspek non rasional

dari perilaku kolektif. Beberapa faktor yang menunjang penyebaran sosial, antara

lain ialah anonimitas, impersonalitas, mudahnya dipengaruhi tekanan jiwa (stress)

dan amplifikasi interaksional.

31

Hendro Puspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1984), hal. 111

32

Abdul Aziz Ahyadi, Psychologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila (Bandung: Sinar Baru, 1991), hal. 68.

(43)

b. Teori Konvergensi

Teori konvergensi merupakan perilaku kerumunan berawal dari

berkumpulnya sejumlah orang yang memiliki kebutuhan, implus (dorongan hati),

perasaan tidak senang dan tujuan yang sama. Teori ini menekankan bahwa

berkumpulnya sejumlah orang yang memiliki beberapa persamaan merupakan

faktor utama dalam perilaku kerumunan

c. Teori Kemunculan Norma

Teori kemunculan norma terbagi menjadi dua bagian yaitu pengaruh

norma sosial ialah gambaran yang menyimpang dari pendapat mayoritas dan

pengaruh informasi sosial ialah orang yang melihat orang lain sebagai isyarat

tingkah-laku kolektif. Terutama pada mereka yang tidak yakin pada interpretasi

mereka sendiri pada situasi sosial atau bagaimana harus bertindak.

Sedangkan perilaku keagamaan merupakan perwujudan dari pengalaman

dan penghayatan seseorang terhadap agama dan menyangkut persoalan bathin

seseorang. Karenanya persoalan sikap keagamaan pun tak dapat dipisahkan dari

kadar ketaatan seseorang terhadapat agamanya. Sikap keagamaan merupkan

integrasi secara kompleks antara unsur kognisi (pengetahuan), afeksi

(penghayatan) dan konasi (perilaku) terhadap agama pada diri seseorang.

Karenanya sangat berhubungan erat dengan gejala jiwa pada diri seseorang. Sikap

keagamaan sangat dipengaruhi oleh faktor bawaan berupa fitrah beragama,dimana

(44)

manusia mempunyai naluri untuk hidup beragama dan faktor dari luar individu,

berupa bimbingan dan pengembangan beragama dari lingkungannya.33

B. Agama

1. Pengertian Agama

Agama secara etimologi berasal dari bahasa sangsekerta yaitu “A” yang

berarti tidak dan “Gama” yang berarti kacau, jadi agama berarti tidak kacau

dengan pengertian ketentraman dalam berfikir sesuai dengan pengetahuan dan kepercayaan yang mnedasari kelakuan “tidak kacau” itu, atau dengan kata lain

sesuatu yang mengatur manusia agar tidak kacau dalam kehidupannya.34

Agama adalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki

manifestasi fisik diatas dunia. Agama merupakan praktik perilaku tertentu yang

di hubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang

dianut anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman, komunitas dan kode

etik. Dengan kata lain agama memberikan jawaban apa yang harus dikerjakan

seseorang (perilaku atau tindakan).35

Dalam Sosiologis, Agama dipandang sebagai sistem kepercayaan yang

diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu. Berkaitan dengan pengalaman

manusia, baik sebagai individu maupun kelompok. Oleh karena itu, setiap

perilaku yang diperankan akan terkait dengan sistem keyakinan dari ajaran Agama

33 Mar‟at, Sikap Manusia: Perubahan serta pengkurannya,

(Jakarta:Balai Aksara-Yudistira dan Sa‟adiyah, 1982) hal. 22

34

Dr. H. Zulfi Mubaraq, Sosiologi Agama ( cet. I, Malang; Uin-Maliki Press, 2010), hal.2

35

H Sudirman Sommeng, Psikologi Sosial (Cet. 1; Makassar: Alauddin University Press, 2014), hal 290.

(45)

yang dianut. Perilaku individu dan sosial digerakkan oleh kekuatan dari dalam

yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Agama yang menginternalisasi

sebelumnya. Manusia, masyarakat, dan kebudayaan disamping unsu-unsur yang

lain seperti kesenian, bahasa, sistem mata pencaharian dan agama juga menjadi

bagian dari sistem sosial36

Max Weber melihat gejala Agama adalah Tuhan tidak ada dan hidup untuk

manusia, tetapih manusialah yang hidup demi Tuhan. Lebih jauh mengenai

masalah ini, dijelaskan bahwa menjalankan praktek-praktek keagamaan

merupakan upaya manusia untuk merubah Tuhan yang irasional menjadi rasional.

Semakin kita menjalankan peritah-perintah Tuhan maka akan semakin terasa

kedekatan kita terhadap Tuhan. Berbeda lagi dengan pendapat Emile Durkhem

yang menyatakan bahwa Agama yaitu suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas

kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai

umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan

keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna

kesuciannya. Menurut Hendro Puspito definisi Agama adalah sistem nilai yang

mengatur hubungan manusia dan alam semesta yang berkaitan dengan keyakinan.

Sedangkan Harun Nasution mengatakan bahwa agama dilihat dari sudut muatan

atau isi yang terkandung di dalamnya merupakan suatu kumpulan tentang tata cara

mengabdi kepada Tuhan yang terhimpun dalam suatu kitab, selain itu beliau

36

Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si. Sosiologi Agama (Cet V; PT. Remaja Rosdikarya Bandung, 2009), hal. 14

(46)

mengatakan bahwa agama merupakan suatu ikatan yang harus dipegang dan

dipatuhi. 37

Keberagamaan (religiusity) dalam situasi tentang keberadaan agama diakui

oleh para pakar sebagai konsep yang rumit (complicated) meskipun secara luas ia

banyak digunakan. Secara subtantif kesulitan itu tercermin terdapat kemungkinan

untuk mengetahui kualitas untuk beragama terhadap sistem ajaran agamanya yang

tercermin pada berbagai dimensinya. Beragama berarti mengadakan hubungan

dengan sesuatu yang kodrati, hubungan makhluk dengan khaliknya, hubungan ini

mewujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya

dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya. Adapun perwujudan keagamaan

itu dapat dilihat melalui dua bentuk atau gejala yaitu gejala batin yang sifatnya

abstrak (pengetahuan, pikiran dan perasaan keagamaan), dan gejala lahir yang

sifatnya konkrit, semacam amaliah-amaliah peribadatan yang dilakukan secara

individual dalam bentuk ritus atau upacara keagamaan dan dalam bentuk

muamalah sosial kemasyarakatan.38

2. Dimensi Keberagaman

Konsepsi-konsepsi keberagamaan tidak sama bagi semua orang, baik

masyarakat kompleks, modern, maupun bagi sebagian besar masyarakat primitif

yang homogen. Jika kita perhatikan agama-agama dunia terlihat nyata bahwa

pembahasan terinci tentang ekspresi agama sangat bervariasi, agama-agama yang

37

Tim Penyusun, Pengantar Studi Islam, (Surabaya : IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2004) hal. 35

38

Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1989). hal. 35

(47)

berbeda diasumsikan memiliki perbedaan pula dalam kepenganutannya. Dalam buku “Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi” Robertson dalam R.

Stark dan C.Y. Glock, yang menjelaskan bahwa agama diluar

perbedaan-perbedaan yang bersifat khusus dalam keyakinan dan dalam peraktek agama,

terdapat lima dimensi utama yang menjadi konsesus umum dalam semua agama.

Lima dimensi tersebut adalah:

a. Dimensi Keyakinan, Dimensi ini berisikan pengharapan-pengharapan

dimana orang yang bereligius berpegang teguh pada pandangan teologis

tertentu, mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Dengan kata lain

dimensi ini berisikan tentang keyakinan pemeluk suatu agama kepada

ajaran-ajaran agamanya, terutama ajaran-ajaran agama yang fundamental

dan dogmatic. Dalam Islam misalnya, orang diharapkan meyakini atau

percaya adanya Allah, Malaikat-malaikat, Rosul-rosul, dan Kitab-kitab

Allah , serta Surga dan Neraka.

b. Dimensi Praktek. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan serta ketaatan

dan hal-hal yang dilakukan oleh orang untuk menunjukan sebuah

komitmen terhadap agama yang dianutnya. Dengan perkataan lain,

dimensi ini menunjukan kepada kepatuhan seseorang pemeluk agama

dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana yang diajarkan

oleh agamanya. Dimensi ini ada yang bersifat public(memasyarakat) dan

bersifat private (pribadi). Dalam Islam misalnya, Sholat lima waktu

berjamaah, sholat Idl fitri dan lain sebagainya. Sedangkan ibadah yang

(48)

bersifat private antara lain: puasa (wajib/sunah), sholat tahajud, berdo‟a

dan ibadah lain yang dilakukan secara pribadi.

c. Dimensi Pengalaman. Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman

keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi

yang dialami seseorang dengan yang transenden. Bagi pemeluk agama

Islam, dimensi ini meliputi perasaan dekat dengan Allah, perasaan syukur karena do‟a atau permintaannya dikabulkan, perasaan bertawakal dan

sebagainya.

d. Dimensi intelektual. Dimensi ini berhubungan dengan pengetahuan dan

pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya. Dimana orang-

orang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan

mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi

agama yang dianutnya. Dimensi ini tidak selalu sejalan dengan

perakteknya, tidak semua pengetahuan bersandar pada keyakinan.

Seseorang dapat berkeyakinan kuat tanpa benar-benar memahami

agamanya, atau kepercayaan bisa kuat atas dasar pengetahuan yang amat

sedikit.

e. Dimensi Konsekuensi. Dimensi ini berisikan tentang identifikasi

akibat-akibat keyakinan, peraktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan

yang dimiliki seseorang. Dengan kata lain dimensi ini mengacu kepada

seberapa besar agama yang dipeluknya mempengaruhi atau terwujud

(49)

dalam bentuk nyata, khususnya dalam hubungan manusia di bumi. Bagi

orang muslim dimensi ini identik dengan “amal sholeh” 39

3. Fungsi Agama Bagi Manusia dan Masyarakat

Menurut Hendropuspito pemahaman mengenai fungsi agama itu tidak

dapat lepas dari tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dan masyarakat.

Dimana tantangan-tantangan yang dihadapi manusia itu dikembalikan pada tiga

hal, yaitu ketidakpastian, ketidakmampuan dan kelangkaan. Untuk mengatasi itu

semua lari pada agama, karena manusia percaya dengan keyakinan yang kuat

bahwa agama memiliki kesanggupan yang devinitife dalam menolong manusia.40 Menurut Thomas F. O‟ Dea fungsi agama bagi masyarakat adalah

melestarikan masyarakat, memeliharanyadihadapan manusia dalam arti memberi

nilai bagi manusia, menanamkan dasar manusia baginya. Bagi kepribadian

manusia, agama menyediakan dasar pokok yang menjamin usaha dan kehidupan

yang menyeluruh, dan menawarkan jalan keluar bagi pengungkapan kebutuhan

dan rasa haru serta penawar bagi emosi manusia. Sebaliknya agama mendukung

disiplin melalui pemuasan melalui norma dan nilai masyarakat, yang karena itu

memainkan peran mensosialisir individu dan dalam mempertahankan stabilitas

sosial.41

Agama menurut Mukti Ali, mempunyai fungsi sebagai faktor motivatif,

kreatif, sublimatif, dan integrative. Faktor motif adalah yang mendorong,

39

Roland Robertson, Agama: Dalam Analisa Dan Interpretasi Sosiologi, (Cet Ke-IVJakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal.295-296

40

Drs. Hendro Puspito O.C, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), hal.38

41Thomas F O‟ Dea, Sosiologi Agama: Suatu Pengenalan Awal

, (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), hal. 31-34

(50)

melandasi dan mendasari cita-cita serta amal perbuatan manusia dalam seluruh

aspek kehidupannya. Ia merupakan syarat mutlak untuk tiap usaha yang ingin

dilakukan secara bertanggung jawab. Dan faktor kreatif adalah yang mendorong

dan menghasut manusia, bukan untuk melakukan kerja produktif saja, melainkan

juga karya produktif dan baru. Sedangkan fungsi agama sebagai faktor sublimatif

adalah mengkuduskan segala perbuatan manusia, baik yang bersifat keagamaan

maupun yang bersifat keduniawian. Dengan dasar dan sikap batin itu kehidupan

manusia mempunyai makna dan nilai luhur sebagai bentuk ibadat kepada Tuhan.

Kemudian dengan fungsi sebagai faktor integratif, agama dapat menundukkan

segenap kegiatan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota

masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga terhindar dari bencana “kepribadian yang pecah” dan mampu menghadapi tantangan serta resiko

kehidupan.42

Fungsi agama bagi kehidupan individu adalah memberi kemantapan batin,

rasa bahagia, rasa terlindungi dan rasa puas, perasaan positif ini lebih lanjut akan

menjadi pendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan

yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur

kesucian, serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh dari seseorang

untuk berbuat sesuatu.43

42

Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, (Jakarta: CV. Rajawali, 1987), hal. 178 -186

43

Jalaluddin, Psikologi Agama, ( Cet II Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya,1997), hal. 226-229

(51)

Masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan

masyarakat, karena agama itu sendiri diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain :

a. Berfungsi Edukatif

Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut

memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajarannya agama secara yuritis

berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur suruhan dan larangan ini

mempunyai latar belakang mengarahkan bimbimnagn pribadi penganutnya

menjadi baik dan terbiasa memnjadi baik menurut ajaran agama masing-masing

b. Berfungsi Penyelamat

Dimanapun manusia berada manusia selalu menginginkan dirinya selamat.

Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang yang

diajarmkan oleh agama. Keselamatan yang diberikan kepada agama kepada

penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu: dunia dan akhirat.

Dalam mencapai keselamatan itu agama mengajarkan penganutnya untuk

menganal terhadap sesuatu yang sakral yang disebut supernatural.44

Pelaksanaan pengenalan kepada unsur supernatural itu bertujuan agar

manusia dapat berkomunikasi dengan-Nya baik secara langsung maupun melalui

perantara. Berkomunikasi dengan supernatural dilaksanakan dengan berbagai cara

sesuai dengan ajaran agama itu sendiri, diantaranya:

44

Ramayulis, Psikologi Agama,(Cet: X. Mei 2013), hal.228.

Gambar

Tabel 1 : Batas Wilayah Kelurahan Mappala......................................................
gambar. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan
Tabel 1. Batas-Batas Wilayah Kelurahan Mappala
Tabel. 2. Tabel Jumlah Penduduk Kelurahan Mappala Berdasarkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sifat bayangan yang terbentuk adalah nyata, terbalik, diperkecil, terletak di depan cermin yaitu di antara P (pusat kelengkungan cermin) dan F (titik fokus)!. Sifat bayangan yang

Metologi penelitian yang digunakan untuk membuat suatu situs e-commerce untuk perusahaan Delta Sistem ini adalah sebagai berikut

Dalam penelitian ini variabel terkait adalah percaya diri, jadi ada yang mempengaruhi variabel bebas yaitu layanan konseling kelompok dengan teknik assertive training dan

(Reddy, 2003) dilakukan klasifikasi BPSK, QPSK, 16-QAM, 64-QAM dari sinyal OFDM 64 sub -carrier pada kanal multipath tetapi dengan asumsi receiver memiliki

Hasil desain Pasar Terban yang baru merubah kondisi yang tidak representaive menjadi pasar yang lebih menarik dan lebih representative karena ; Desain Pasar Terban

Sedangkan untuk mengetahui pengaruh lebar balok terhadap penurunan amplitudo gelombang dengan memodifikasi frekuensi gelombang

Rancangan Antarmuka tampilan Admin BP3TKI yang dimana memiliki hak untuk mengubah password , mengecek data CTKI yang akan diproses, membuat berita oleh pihak