• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI DAN KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL TORAJA (TONGKONAN) Technology And Construction Of Toraja Traditional House (Tongkonan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNOLOGI DAN KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL TORAJA (TONGKONAN) Technology And Construction Of Toraja Traditional House (Tongkonan)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI DAN KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL TORAJA (TONGKONAN)

Technology And Construction Of Toraja Traditional House (Tongkonan)

1 St. Hadidjah Sultan, 2Karina Mayasari

1,2 Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Makassar

Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum Jl. Penjernihan Raya No. 22 Komp. PDAM Makassar

1 E-mail : balaimakassar@yahoo.com 2 E-mail : karina.maya_sari@yahoo.com

Abstrak

Sebuah tongkonan tidak hanya berfungsi sebagai tempat hunian semata, tetapi juga mengandung arti kosmologis dan filosofis melalui unsur bentukan tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem teknologi dan konstruksi sebuah Tongkonan serta fungsi dan peranan Tongkonan dalam masyarakat Tana Toraja. Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini, secara umum menerapkan metode yang secara garis besarnya menggunakan metoda kualitatif. Dari hasil penelitian maka diketahui bahwa rumah tradisional Toraja (Tongkonan) memiliki fungsi sebagai simbol persatuan keluarga dan juga sebagai tempat tinggal. Secara filosofis tongkonan selalu bertolak pada falsafah kehidupan yang diambil dari ajaran Aluk Todolo. Tektonika yang sangat menonjol pada rumah Toraja adalah kemampuan nenek moyang dalam memikirkan potensi lokal (local wisdom) terhadap sistem struktur bangunan-bangunan tempat tinggal mereka. Peran dan pesan simbol-simbol filosofi hidup yang diterjemahkan melalui bentukan pada bangunan tradisional. Perpaduan teknologi dan konstruksi atap berbentuk perahu dengan susunan atap bambu menjadi ciri khas rumah tradisional Toraja (Tongkonan). Kenyataan ini memperlihatkan bahwa kadang-kadang naluri dari suatu tradisi menghasilkan sesuatu yang logis menurut perhitungan modern dan dapat menampilkan keindahan tersendiri.

Kata Kunci : Teknologi, konstruksi. tongkonan, rumah, tradisional, Toraja

Abstract

A Tongkonan not only serves as a shelter, but also connotes cosmological and philosophical elements through certain formations. This study aims to determine the technology and construction system, the function, and the role of Tongkonan in Tana Toraja society. In conducting this study, researchers use qualitative methods. From the research, it is known that the Toraja traditional house (Tongkonan) functions as a symbol of family unity and as a place to live. Philosophically, Tongkonanis always contrary to the life philosophy taken from Aluk Todolo teaching. The most prominent tectonic in Toraja house is the ancestors ability to think about the local wisdom of the building structural system. Role and message of symbols of life philosophy are translated through the form of the building. The combination of technology and the boat-shaped bamboo roof construction is the characteristic of Tongkonan. This fact shows that sometimes instinct of a tradition produces something logic based on modern calculations and displays its own beauty.

Keywords : Technology, construction. tongkonan, traditional, house, Toraja

PENDAHULUAN

Sebuah Tongkonan tidak hanya berfungsi sebagai tempat hunian semata, tetapi juga mengandung arti kosmologis dan filosofis melalui unsur bentukan tertentu. Lebih jauh lagi, Tongkonan dianggap sebagai simbol dari jagad raya yang ditampilkan dalam zona vertikal maupun horisontal. Rumah Tongkonan

merupakan tatanan simbol keberadaan keluarga penghuni dan sebagai tempat (pusat) berkumpulnya rumpun keluarga. Selain berfungsi sebagai rumah adat dan simbol status sosial, Tongkonan juga berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan upacara adat yang religius (Sarungallo dalam Said, A. A, 2004: XV).

(2)

Tongkonan memiliki bentuk yang secara kasat mata serupa, namun masing-masing wilayah memiliki ciri khas dari rumah tradisional Tongkonan. Nuansa perbedaan tersebut memberi kekayaan rupa dan bentuk Tongkonan; di Toraja bagian Selatan atap

Tongkonan lebih landai dibanding dengan Tongkonan

yang hiperbolik yang berada di bagian Utara, dan lain-lain perbedaan yang perlu identifikasi arsitektural. Dari segi konstruksi bentuk melengkung hiperbolik lebih menguntungkan karena konstruksi atap pada bagian punggung semuanya menerima gaya tarik yang sesuai dengan kekuatan bahan bangunan yaitu dari kayu dan bambu. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa kadang-kadang naluri dari suatu tradisi menghasilkan sesuatu yang logis menurut perhitungan modern dan dapat menampilkan keindahan tersendiri (Yulianto Sumalyo, 2001). METODE

Mengingat peran tongkonan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Tana Toraja, maka penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui sistem teknologi dan konstruksi sebuah tongkonan serta fungsi dan peranan tongkonan dalam masyarakat Tana Toraja. Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini, secara umum menerapkan metode yang secara garis besarnya menggunakan metoda kualitatif. Metoda kualitatif bersifat memaparkan atau deskriptif analisis yaitu menguraikan dan mengkaji kearifan lokal teknologi dan konstruksi tongkonan.

Penelitian secara garis besar dapat dibagi dalam dua bagian, yakni : penelitian kepustakaan (field desk) dan penelitian lapangan (field study). Penelitian kepustakaan merupakan tahap awal dari kegiatan penelitian, berupa pengumpulan data pustaka sebagai latar belakang (theoritical background), terutama tentang metodologi penelitian yang berkaitan dengan sistem teknologi dan konstruksi sebuah tongkonan serta fungsi dan peranan tongkonan dalam masyarakat Tana Toraja.

Dalam melakukan penelitian lapangan, kegiatan yang dilakukan antara lain :

a. Observasi pendahuluan terhadap obyek penelitian terpilih

b. Pengambilan data primer dilakukan melalui wawancara

c. Pengamatan dan sketsa, bentuk dan tata ruang tongkonan

HASIL DAN PEMBAHASAN Fungsi Tongkonan

Tongkonan memiliki makna yang sangat beragam, sehingga persepsi tentang definisi Tongkonan perlu dikaji lebih dalam berdasarkan fungsi, simbol, filosofi, sejarah, (asal muasal), dan lain-lain. Menurut kajian analisis lapangan, maka Tongkonan berfungsi : a. Tongkonan sebagai simbol persatuan keluarga

Telah tertanam dalam sanubari masyarakat Toraja bahwa sanak saudara memiliki kekerabatan yang sangat kental dengan Tongkonan sebagai simbol persatuan keluarga. Kata Tongkonan yang berarti “duduk” menjadikan makna Tongkonan

memiliki nilai filosofi yang tinggi. Terkandung makna sebagai pusat pemerintahan juga sebagai sistem kemasyarakatan. Dalam Tongkonan dianut kepercayaan bahwa untuk menjalankan peraturan kepemerintahan maupun sistem hukum yang berlangsung bagi masyarakatnya diatur dalam

Tongkonan, sehingga seluruh keluarga akan taat dan patuh kepada aturan-aturan yang telah dibuat dalam Tongkonan.

b. Tongkonan sebagai Arsitektur/tempat tinggal

Tongkonan merupakan rumah panggung berlantai 2 (dua) dengan konstruksi rangka kayu yang unik. Lantai atas Tongkonan untuk tempat tinggal sedang di bawah tempat ternak peliharaan, terutama kerbau dan babi. Bangunan terbagi atas tiga bagian, yaitu : Rattiang Banua (atap rumah),

Kale Banua (badan rumah), dan Sulluk Banua

(kaki/kolong rumah). Filosofis Tongkonan

Latar belakang arsitektur rumah tradisional Toraja menyangkut falsafah kehidupan yang merupakan landasan dari perkembangan kebudayaan Toraja. Dalam pembangunannya ada hal-hal yang mengikat, yaitu :

1. Aspek arsitektur dan konstruksi 2. Aspek peranan dan fungsi rumah adat

Rumah tradisional atau rumah adat yang disebut Tongkonan harus menghadap ke utara, letak pintu

(3)

di bagian depan rumah, dengan keyakinan bumi dan langit merupakan satu kesatuan dan bumi dibagi dalam 4 penjuru, yaitu :

1. Bagian utara disebut ulunna langi, yang paling mulia;

2. Bagian timur disebut mataallo, tempat metahari terbit, tempat asalnya kebahagiaan atau kehidupan;

3. Bagian barat disebut matampu, tempat matahari terbenam, lawan dari kebahagiaan atau kehidupan, yaitu kesusahan atau kematian; dan 4. Bagian selatan disebut pollo’na langi, sebagai lawan

bagian yang mulia, tempat melepas segala sesuatu yang tidak baik.

Matallo Banua (Timur bangunan) Matampu Banua (Barat bangunan) Tingayo Banua (Utara, depan) Pollok Banua (Selatan, belakang bangunan)

Sumber : Duli, Akin : 2003

Gambar 1. Pembagian Kosmos Tongkonan Berdasarkan Arah Mata Angin

Bertolak pada falsafah kehidupan yang diambil dari ajaran Aluk Todolo, bangunan rumah adat mempunyai makna dan arti dalam semua proses kehidupan masyarakat Toraja, antara lain:

1. Letak bangunan rumah yang membujur Utara-Selatan dengan pintu terletak di sebelah Utara; 2. Pembagian ruangan yang mempunyai peranan

dan fungsi tertentu;

3. Perletakan jendela yang mempunyai makna dan fungsi masing-masing;

4. Perletakan balok-balok kayu dengan arah tertentu, yaitu pokok di sebelah utara dan timur, ujungnya disebelah Selatan atau Utara.

Teknologi dan Konstruksi Tongkonan

Perpaduan teknologi dan konstruksi atap berbentuk perahu dengan susunan atap bambu menjadi ciri khas rumah tradisional Toraja (tongkonan). Penonjolan atap di bagian depan dan belakang (longa) memperlihatkan konstruksi kuda-kuda yang agak rumit dibandingkan

dengan atap bangunan rumah tradisional lainnya. Kedua anjungan atapnya yang menjulang (pamiringan longa), bentangannya mencapai hingga 8 meter. Sebagian besar punggung atau semacam nok dari Tongkonan, berbentuk hiperbolik. Dari segi konstruksi bentuk melengkung hiperbolik lebih menguntungkan karena konstruksi atap pada bagian punggung semuanya menerima gaya tarik yang sesuai dengan kekuatan bahan bangunan yaitu dari kayu dan bambu. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa kadang-kadang naluri dari suatu tradisi menghasilkan sesuatu yang logis menurut perhitungan modern dan dapat menampilkan keindahan tersendiri. Longa yaitu ujung-ujung atap dari Tongkonan dan alang menjorok ke muka dan ke belakang sedikit mengecil di ujung-ujung membuatnya menjadi unik dan indah (Yulianto Soemaljo, 2001).

Dari segi konstruksi, jumlah dan besaran kolom pada Tongkonan dapat disebut ‘berkelebihan’, artinya kolom kayunya terlalu banyak dan terlalu kuat untuk menyangga bagian di atasnya. Bagian-bagian dari konstruksi hingga detail mempunyai sebutan baku, juga sebagai ungkapan adanya personifikasi di mana rumah seperti manusia juga mempunyai bagian-bagian dengan sebutan dan fungsi masing-masing. Keunikan lain dari sistem struktur dan konstruksi rumah tradisional Toraja adalah membagi sistem struktur vertikal (atap, badan dan kaki bangunan) secara terpisah yang diikat oleh mekanisme balok secara horisontal.

Maka secara spesifik dan unik, bangunan terbagi dalam sub sistem struktur pada atap (Rattiang Banua) berbentuk hiperbolik memanjang, sub sistem struktur pada badan (Kale Banua) berbentuk segiempat panjang dan sub sistem struktur pada kaki (Sulluk Banua) berupa rongga-rongga sulur balok. Sub-sub sistem ini terpisah, memiliki fungsi dan tugas otoritas masing-masing. Namun akhirnya membentuk suatu sistem struktur yang utuh.

Selain rumah Tongkonan terdapat lumbung padi yang disebut alang. Umumnya tiang untuk mendirikan alang berjumlah empat atau enam buah yang terbuat dari pohon banga sejenis nibung. Sebagai rumah panggung, tongkonan seakan memiliki kaki-kaki, yang ketinggiannya hampir dua meter dari tanah. Jadi untuk masuk ke rumah, harus

(4)

menggunakan tangga. Tetapi kini hidup naik-turun ke Tongkonan menjadi masalah tersendiri. Terutama merepotkan orang-orang tua. Karena itu, Tongkonan tidak ditempati lagi. Mereka justru membangun rumah yang langsung berpondasi di atas tanah, di belakang Tongkonan.

Konstruksi rumah adat Tongkonan terbuat dari kayu tanpa menggunakan unsur logam seperti paku. Dari segi konstruksi, jumlah dan besaran kolom dapat disebut over design, artinya terlalu kuat untuk menyangga bagian di atasnya. Seperti terdapat dalam banyak hal rumah tradisional, secara jelas Tongkonan

terbagi tiga di mana terlihat sebagai manifestasi dari kosmologi adanya dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah. Selain itu terlihat jelas adanya personifikasi rumah terdiri dari kepala, badan dan kaki.

Tongkonan atau rumah adat Toraja, selalu berbentuk segi empat, ukuran panjang dan lebar telah disebut di atas. Pada kolong bagian depan terdapat teras disebut Tangdo, fungsinya untuk duduk-duduk, bagian yang biasa terdapat pada arsitektur adat tropis sebagi ruang peralihan luar dalam. Lantai utama di atas kolong dibagi menjadi tiga bagian : depan disebut Paluang, tengah disebut Sali, belakang disebut sambung. Tata letak atau denah rumah adat Toraja sangat ditentukan oleh kosmologi Aluk Todolo dengan faktor utama arah matahari terbit (tempat para dewata) dan matahari tenggelam (tempat bersemayam arwah leluhur). Arah matahari terbit dipandang sebagai bagian dari kelahiran dan kehidupan. Oleh karena itu tangga, dapur di dalam diletakkan pada arah (timur) ini.

Pembagian lantai ada yang empat, tiga, dua dan satu, menunjukkan kategori sosial pemiliknya, paling tinggi empat, terendah satu. Selain itu masing-masing bagian lantai mempunyai ketinggian berbeda dari permukaan tanah.

Ragam hias atau ukiran pada Tongkonan merupakan simbol pengharapan agar penghuni rumah dapat hidup dengan baik. Ukiran yang menonjol yaitu

Pa’barre Allo, diletakkan di depan dan bagian paling atas dari Tongkonan, berbentuk lingkaran yang menggambarkan matahari sebagai lambang dari sumber hidup dan keyakinan. Ukiran lain adalah

Pa’manuk Londong berbentuk ayam jantan, lambang aturan-aturan hukum. Hiasan ini diletakkan di

atas Pa’barre Allo. Pa’tedong ialah ragam hias kepala kerbau, lambang kehidupan dan kemakmuran yang diletakkan di tempat memasang dinding. Pa’sussuk

merupakan jalur-jalur lurus, lambang dari bagian masyarakat yang demokratis, diletakkan pada dinding-dinding bangunan.

Tektonika yang sangat menonjol pada rumah Toraja adalah kemampuan nenek moyang dalam memikirkan potensi lokal (local wisdom) terhadap sistem struktur bangunan-bangunan tempat tinggal mereka. Peran dan pesan simbol-simbol filosofi hidup yang diterjemahkan melalui bentukan pada bangunan tradisional.

Rumah tradisional Toraja atau Tongkonan, setiap detailnya memiliki fungsi dan makna masing-masing. Keindahannya dapat dilihat mulai dari atap, badan hingga kaki bangunan. Termasuk ragam hias yang memiliki makna simbolik pemiliknya. Dari pernyataan ini maka tektonika dan ragam hias pada rumah Tongkonan dibedakan atas :

a) Tektonika Konstruktif; keindahan oleh bentukan sistem struktur

Tektonika konstruktif pada pola sistem struktur bagian bawah bangunan, dimana Roroan Tangnga,

Roroan Sa’da mengisi ikatan Lentong Alla. Tektonika Konstruktif dan Non-Konstruktif pada bidang dinding badan bangunan. Dinding rumah berupa papan-papan dipasang dengan sistem jalur (Siamma) pada Sangkinan Rinding. Konstruksi dinding diperkuat oleh tiang Sangkinan Rinding

yang terletak vertikal antara Pangngossokan dan

Samborinding.

Sumber : Survei Lapangan, 2010

Gambar 2. Tektonika Konstruktif pada Pola Sistem Struktur Bagian Bawah Bangunan

(5)

Sumber : Survei Lapangan, 2010

Gambar 3. Tektonika Konstruktif dan Non-Konstruktif pada Bidang Dinding Badan

Bangunan

b) Tektonika Non-Konstruktif; keindahan estetika dari ragam hias.

Tektonika Non-Konstruktif pada atap Tongkonan berperan terhadap kekuatan struktur, konstruksi dan estetika bangunan. Atap bambu menjadi masif dan rigid. Beban atap lalu mengalir ke kuda-kuda dan langsung ke Lentong Garopang. Fungsi lain atap untuk menjaga kenyamanan termal ruang dalam rumah.

Sumber : Survei Lapangan, 2010

Gambar 4. Tektonika Non-Konstruktif pada Bagian Atap Luar Tongkonan

Sumber : Survei Lapangan, 2010

Gambar 5. Tektonika Non-Konstruktif pada Bagian Atap Dalam Tongkonan KESIMPULAN

Rumah tradisional Toraja (Tongkonan) memiliki fungsi sebagai simbol persatuan keluarga dan juga sebagai tempat tinggal. Secara filosofis Tongkonan selalu bertolak pada falsafah kehidupan yang diambil dari ajaran Aluk Todolo, dimana bangunan rumah adat mempunyai makna dan arti dalam semua proses kehidupan masyarakat Toraja. Perpaduan teknologi dan konstruksi atap berbentuk perahu dengan susunan atap bambu menjadi ciri khas rumah tradisional Toraja (Tongkonan). Penonjolan atap di bagian depan dan belakang (Longa) memperlihatkan konstruksi kuda-kuda yang agak rumit dibandingkan dengan atap bangunan rumah tradisional lainnya. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa kadang-kadang naluri dari suatu tradisi menghasilkan sesuatu yang logis menurut perhitungan modern dan dapat menampilkan keindahan tersendiri. Dari segi konstruksi, jumlah dan besaran kolom pada Tongkonan dapat disebut ‘berkelebihan’, artinya kolom kayunya terlalu banyak dan terlalu kuat untuk menyangga bagian di atasnya. Bagian-bagian dari konstruksi hingga detail mempunyai sebutan baku, juga sebagai ungkapan adanya personifikasi di mana rumah seperti manusia juga mempunyai bagian-bagian dengan sebutan dan fungsi masing-masing.

Keunikan lain dari sistem struktur dan konstruksi rumah tradisional Toraja adalah membagi sistem struktur vertikal (atap, badan dan kaki bangunan) secara terpisah yang diikat oleh mekanisme balok secara horisontal.

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Duli, Akin dan Hasanuddin, 2003, TORAJA, Dulu dan Kini, Pustaka Refleksi.

Egenter, Nold, 2002, Vernacular Architecture – Where do The Symbolic Come From?, http://research. it.uts.edu.av/creative/design/papers/

Goldschmidt, Gabriela, 2002, Expert Knowledge in Design Education, http://research.it.uts.edu.av/ creative/design/papers/

Kis-Jovak, Imre, 1988, Banua Toraja, Royal Tropic Institute The Netherlands.

Moeleong, Lexy J., 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Oliver, Paul, 1987, Dwellings, The House A Cross The

World, Austin University of Texas Press. Parinding, Samban C. & Judi Achyadi, 1988, Toraja,

Indonesia’s Mountain Eden, Times Edition. Rapoport, Amos, 1969, House, Form and Culture,

Prentice Hall Inc, New York.

_____________ 1977, Human Aspect of Urban Form,

Pergamon press.

Said, A. Azis, 2004, TORAJA, Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional, Penerbit Ombak, Jogjakarta.

Sudrajat, Iwan, 2003, Diktat Perkuliahan AR 6122 Metodologi Penelitian Arsitektur, Institut Teknologi Bandung.

Sumalyo, Yulianto, 2001, Kosmologi Dalam Arsitektur Toraja. Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 29 No. 1, Juli 2001.

Tangdilintin, T.L., 1976, Tongkonan (Rumah Adat Toraja) dengan Seni dan Konstruksinya, Yayasan Lepong Bulan Toraja.

_____________ 1978, Rumah Adat Toraja (Tongkonan), Proyek Rehabilitasi dan Perluasan Museum Sulawesi Selatan.

Tulak, Daniel, 1999, Kada Disedan Sarong Bisara Ditoke’ Tambane Baka (Amanah dan Pesan Leluhur Toraja), Percetakan Sulo Rantepao. Waterson, Roxana, 1990, The Living House, An

Anthropology of Architecture in South East Asia,

Singapore Oxford University Press, Oxford New York.

Wiryomartono, Bagoes P., 1994, Sa’dan Toraja Dwelling in Modernity.

Frampton, Kenneth, 1995, “Studies in Tectonic Culture”, The MIT Press, Cambridge, England. Wikantari, Ria, Materi Diskusi Teknis: Teknologi

dan Konstruksi Tongkonan, BPTPT Makassar, November 2009.

Gambar

Gambar 1. Pembagian Kosmos Tongkonan  Berdasarkan Arah Mata Angin
Gambar 2. Tektonika Konstruktif pada Pola  Sistem Struktur Bagian Bawah Bangunan
Gambar 3. Tektonika Konstruktif dan Non- Non-Konstruktif pada Bidang Dinding Badan

Referensi

Dokumen terkait

Al-Quran menegaskan bahwa kedudukan manusia adalah khalifah di bumi. Kedudukan ini merupakan sebuah posisi sentral karena dengannya manusia diperbolehkan

Telah dilakukan pemantauan korosi pada sistem pendingin Sekunder Reaktor RSG-GAS dengan cara pengamatan terhadap laju korosi dengan menggunakan coupon corrotion yang dipasang

Dalam berkomunikasi, para pengguna jejaring sosial tersebut menggunakan variasi bahasa tertentu yang berbeda dengan bahasa sehari-hari karena bahasa yang digunakan

Alat yang digunakan dalam teknik ini berupa pedoman wawancara yaitu berupa pertanyaan juga pernyataan yang membutuhkan respondari penyandang tunarungu serta alat bantu

coli O157 mengalami penurunan yang signifikan pada jumlah koloni bakteri, sedangkan daging sapi yang diberikan E.. coli O157:H7 memperlihatkan penurunan jumlah koloni yang

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian dari responden mempunyai budaya yang mendukung terjadinya perilaku seksual pranikah (47%), dan responden tersebut

Memimpin eskalasi isu yang telah disepakati pada MUNAS BEM SI dalam ruang lingkup wilayah terutama dalam hal hubungan eksternal seperti menjadi representasi BEM SI pada

Kawasan karst mempunyai arti sangat penting bagi kelangsungan sumber air - sumber air, karena sifat dari batugamping tersebut adalah sebagai akuifer tempat menyimpan air hujan