PENGARUH MUTU PELAYANAN TERHADAP TINGKAT
KEPUASAN NASABAH
DI BMT Al IJTIHAD PABELAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi Islam (SE.sy.)
Disusun oleh
M.Saeful.Hartanto
NIM ( 21311034 ) PS.S1
JURUSAN PERBANKAN SYARI’AH S1
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) SALATIGA
v MOTTO
I Believe With Miracle From God
Impian memang tidak dapat menjamin kesuksesan, tapi tanpa
Impian jangan pernah Mimpi bisa sukses.
PERSEMBAHAN
Thank you so much to Allah atas Karunia serta Hidayah-Mu yang selalu mengalir
disetiap nadiku.
Dengan kerendahan hati yang paling dalam skripsi ini saya persembahakan
teruntuk kedua orang tuaku yang slalu memberikan kasih sayangnya selama ini dan hingga kini.
Untuk kedua kakakku,Pujiyati dan Dina L.H, yang telah memberikan motivasi
serta kasih sayangnya untuk melanjutkan keperguruan tinggi hingga kini bisa menyelesaikan Program Studi S1.
Untuk sahabat-sahabatku, to my best friend Siti Sholikhah, Siti Fatimah,
Cahyo Reswanto, Irsyadul Ibad, Nur Hidayahdan Mukib yang selalu memotivasiku
Teman-teman seperjuangan PS.1.B dan segenap teman- teman seangkatan yang
selalu memberikan dukungan dan semangat. Almamaterku tercinta
vi
KATA PENGANTAR
Assalamua’alaikum Wr.Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikut setianya.
Adapun skripsi ini penulis susun guna memenuhi salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.sy),Institut Agama Islam Negeri (IAIN ) Salatiga.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. Anton Bawono, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam (FEBI).
3. Ibu Fetria Eka Yudiana, M.,Si, selaku ketua Jurusan Perbankan Syariah S1. 4. Bapak Dr.Faqih Nabhan, S.E.,M.M. Selaku pembimbing skripsi yang penuh
viii ABSTRAK
M.Saeful Hartanto. 2015 “Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Tingkat Kepuasan Nasabah BMT Al Ijtihad Pabelan. Skripsi. Jurusan Perbankan Syari’ah. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Dosen Pembimbing: Dr. Faqih Nabhan,SE,MM. Kata Kunci: Kepuasan Nasabah
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan terhadap tingkat kepuasan nasabah pada BMT Al Ijtihad Pabelan. Setelah mengetahui telaah pustaka terkait, dalam penelitian ini ditetapkan dimensi kualitas pelayanan yang diduga kuat mempengaruhi kepuasan nasabah yaitu kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan kepedulian (empathy) serta sarana fisik (tangible).
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi, wawancara, kuesioner, dan studi kepustakaan dengan metode penentuan sampel dilakukan secara acak berdasarkan rumus slovin sebanyak 100 sampel. Metode analisis yang digunakan meliputi: uji validitas dan realibilitas, uji asumsi klasik, analisis regresi berganda, pengujian hipotesis melalui uji f dan uji t, serta analisis koefisien determinasi (R2).
ix DAFTAR ISI
JUDUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ...xiv
DAFTAR BAGAN DAN GRAFIK ...xv
DAFTAR LAMPIRAN ...xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian... 11
D. Manfaat Penelitian... 12
E. Sistematika Penulisan Skripsi ... 13
x
A. BMT (Baitul Maal wa Tamwil) ... 14
1. Pengertian Baitul Maal wa Tamwil (BMT)... 14
2. Perbedaan BMT dan Bank Syari’ah ... 15
3. Prinsip dan Produk Inti BMT ... 16
4. Peran dan Fungsi BMT ... 20
5. Cara Kerja BMT ... 22
6. Keunggulan dan Kelemahan BMT ... 23
B. Jasa (Pelayanan) ... 25
1. Pengertian Kualitas Pelayanan ... 25
2. Dimensi Kualitas Pelayanan ... 29
3. Layanan yang Unggul (Service Excellence) ... 32
C. Kepuasan Nasabah ... 33
1. Pengertian Kepuasan Nasabah ... 33
2. Evaluasi dan Pengukuran Kepuasan Nasabah ... 36
3. Mengelola Tingkat Kepuasan Nasabah ...39
4. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 42
5. Hubungan Antar Variabel Penelitian... 45
6. Penelitian Terdahulu ... 47
7. Model Hipotesis... 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ...54
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Penelitian ...56
xi
2. Definisi Operasional Penelitian ...58
C. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 59
D. Metode Pengumpulan Data ... 59
E. Jenis dan Sumber Data ... 61
F. Instrumen Penelitian ... .61
G. Teknik Pengumpulan Data ...61
H. Analisis Data ... ... 63
1. Uji Reliabilitas dan Validitas ... ... 63
2. Uji Asumsi Klasik ... ... 64
3. Uji Hipotesis ... ... 66
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 68
1. Sejarah Berdiriya BMT Al Ijtihad Pabelan ...68
2. Identitas BMT Al Ijtihad Pabelan...69
3. Struktur organisasi BMT Al Ijtihad Pabelan ...69
a. Susunan Jabatan Karyawan BMT Al Ijtihad Pabelan...70
b. Tugas dan Wewenang Masing-masing Bagian ...70
c. Sarana dan Prasarana ... 73
B. Penyajian Data ... 74
1. Gambaran Umum Responden ... 74
a. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 75
b. Responden Berdasarkan Usia ...76
xii
d. Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 77
e. Responden Berdasarkan Pendapatan ...78
f. Responden Berdasarkan Lamanya Menjadi Nasabah ... 79
C. Analisis Data dan Pembahasan ...80
1. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas ... 81
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ...85
a. Uji Multicoloniarity ...85
b. Uji Heteroscendasity ... 86
c. Uji Normality ... 87
3. Uji Regresi Berganda ... 89
4. Uji Koefisisen Determinasi ... 91
5. Uji F (Serempak) ...92
6. Uji T (Parsial) ...94
7. Pembahasan ... 105
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...113
B. Saran ...114
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Tabel Gap Penelitian tentang Kepuasan ... 8
Tabel 4.0 Daftar Susunan Jabatan Karyawan BMT Al Ijtihad ...70
Tabel 4.1 Daftar Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...75
Tabel 4.2 Daftar Responden Berdasarkan Usia ... 76
Tabel 4.3 Daftar Responden Berdasarkan Pendidikan ...77
Tabel 4.4 Daftar Responden Berdasarkan Pekerjaan ... ..78
Tabel 4.5 Daftar Responden Berdasarkan Pendapatan ... 78
Tabel 4.6 Daftar Responden Berdasarkan Lamanya Menjadi Nasabah ...79
Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Kuesioner Kualitas Pelayanaan ... 82
Tabel 4.8Hasil Uji Validitas Pernyataan Tingkat Kepuasan Nasabah ... 83
Tabel 4.9 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Mutu Pelayanan ... 84
Tabel 4.10 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kepuasan ... 85
Tabel 4.11 Hasil Uji Multikoloniaritas ...86
Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Analisis Regresi Berganda... 89
Tabel 4.13 Hasil Koefisisen determinasi ... 91
Tabel 4.14Rekapitulasi Hasil Anova ... 92
xiv
DAFTAR GRAFIK DAN BAGAN
Bagan 1 Gambaran Pemikiran Teoritis ...45
Bagan 2.1 Model Hipotesis Penelitian ...50
Bagan 4.1 Rekapitulasi Hasil Hipotesis dan Uji T...96
Grafik 1 Hasil Uji Heteroskedastisitas ...87
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Angket
2. Jawaban Angket Penelitian
3. Surat Ijin Penelitian
4. Surat keterangan penelitian 5. Daftar Riwayat Hidup
1 BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Munculnya lembaga-lembaga keuangansyariah maupun unit usaha
syari’ah di Indonesia disebabkan oleh jumlah mayoritas penduduk Indonesia yang beragama islam. Kehadiran lembaga keuangan syari’ah dan juga unit usaha syari’ah diharapkan mampu menjalankan kegiatan operasionalnya sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat dannegara saat ini, baik dibidang sosial,
ekonomi maupun politik serta budaya masyarakat Indonesia.
Perbankan syariah maupun lembaga keuangan syari’ah muncul pertama kali di Indonesia yaitu pada awal tahun 1990an, yang merupakan hasil kerja
dari tim perbankan MUI yaitu dengan dibentuknya PT Bank Muamalat
Indonesia pada tanggal 1 November 1991. Kedudukan perbankan syariah di
Indonesia semakin diperkuat lagi dengan dikeluarkannya UU No.21 Tahun
2008 tentang perbankan syariah sebagaimana amandemen UU No.7 Tahun
1992 tentang perbankan dan juga UU No.10 Tahun 1998 tentang perbankan.
Dalam UU ini berisikan tentang izin pendirian Badan Usaha Syariah (BUS)
atau Unit Usaha Syari’ah (UUS) oleh bank konvensional (Priyonggo Suseno dan Heri Sudarsono: 2008:1).
Seiring berkembangnya waktu peredaran lembaga keuangan
2
yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang
sangat harmonis diantara keduanya. Hal inilah yang menjadi keunggulan yang
dimiliki oleh BMT dibanding dengan Unit Usaha Konvensional lainya.
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) merupakan lembaga keuangan syari’ah dengan seperangkat aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara
BMTdengan pihak lainnya. Dalam hal iniBaitul MaalwaTamwil (BMT) harus
sesuai dengan dasar syariat islam yaitu Al Qur’an dan Hadist. BMT juga harus mampu beroperasi berdasarkan syari’at islam, mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi lembaga keuangan syariah atau
Unit Usaha Syari’ah khususnya BMT, bunga adalah riba (Kasmir: 2002). Pada dasarnya aktivitas Baitul MaalwaTamwil (BMT) tidak jauh berbeda
dengan aktivitas Unit Usaha lainnya yang telah ada, seperti: bank syari’ah, BPR ataupun koperasi, serta unit konvensional lainya, perbedaannya selain
terletak pada orientasi konsep juga terletak pada konsep dasar
operasionalnya yang berlandaskan pada ketentuan-ketentuan hukum dan
syari’at Islam. Baitul MaalwaTamwil (BMT) menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagi hasil seca ra
adil sesuai prinsip syari’ah(Sumari’in: 2012:45).
Selain itu juga Baitul MaalwaTamwil (BMT) harus dapat memenuhi
rasa keadilan bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi masyarakat
luas sesuai prinsip utama Baitul MaalwaTamwil (BMT). Dengan demikian
Baitul MaalwaTamwil (BMT) harus mampu menerapkan ketentuan dengan
3
sistem jual beli serta memberikan pelayanan yang terbaik bagi nasabah
maupun masyarakat. Dalam hal ini, pelayanan yang diberikanBaitul
MaalwaTamwil(BMT) akan sangat berpengaruh terhadap beberapa aspek
penting, diantaranya citra BMT tersebut didalam masyarakat umum,
termasuk masa depan produk yang beredar dikalangan masyarakat.
Sehingga BMT harus mampu memberikan nilai lebih dari unit usaha lainnya
(Heri Sudarsono: 2013).
Lembaga KeuanganSyari’ah maupun Unit Usaha Syari’ah (UUS) serta Unit Usaha Konvensional lainnya yang ada di Indonesia saat ini telah
berkembang pesat, tentunya persaingan demi persaingan akan semakin ketat
untuk mendapatkan kepercayaan dihati nasabah ataupun konsumen. Hal ini
membuat sebagian besar perbankan di indonesia bertindak untuk mendekati
masyarakat dengan berbagai cara dan strategi. Sebagai langkah awal di
mungkinkan bahwa lembaga keuangan syari’ah khususnya BMT tersebut menggunakan analisis SWOT (Strengh, Weaknes, Oportunity, and Threat)
Kekuatan, Kelembagaan, Peluang dan juga Ancaman, kemudian untuk
meningkatkan kualitas pelayanan, pihak BMT juga menerapkan strategi
sistem jemput bola atau dapat dikatakan, seorang marketing mendatangi
konsumen ataupun nasabah yang akan menabung ataupun membutuhkan
dana (Suwarsono: 2012).
Dari analisis tersebut pihak BMT akan mampu mengambil keputusan
secara tepat, termasuk di dalamnya memberikan pelayanan terbaiknya.
4
pelayanan yang diberikan oleh BMT atau lembaga keuangan syari’ah yang lainnya. Hal ini dikarenakan pelayanan yang dimaksud, akan menyangkut
beberapa aspek diantaranya, fasilitas–fasilitas yang memadai yang diberikan, produk BMT yang mudah dimengerti oleh masyarakat,
kemudahan dalam mengelola pendanaan bagi hasil dan lainnya.Kualitas pelayanan menjadi sesuatu yang menentukan dalam melihat keberhasilan suatu lembaga yang bergerak di bidang produksi maupun jasa pelayanan, baik yang
dikelola oleh badan swasta maupun pemerintah.
Dewasa ini banyak lembaga keuangan syari’ah termasuk perusahaan jasa
yang menyatakan bahwa salah satu tujuan perusahaan adalah kepuasan nasabah. Cara pengungkapannya juga beragam, ada yang merumuskan “nasabahadalah raja”, “memberikan segala sesuatu yang diharapkan nasabah”,
“selalu ingin nasabah puas”, dan lain sebagainya.Pelayanan merupakan sebuah
kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara
seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Melayani adalah membantu menyiapkan apa yang
diperlukan seseorang. Sedangkan kualitas pelayanan merupakan citra kualitas pelayanan yang baik yang timbul dari persepsi atau sudut pandang nasabah
bukan dari persepsi atau sudut pandang penyedia jasa.
Jasa ataupun pelayanan merupakan kinerja yang tidak berwujud, akan
tetapi manfaatnya sangat dirasakan oleh sebagian besar nasabah ataupun
5
sebuah pelayanan yang semaksimal mungkin yang dapat diwujudkan
dengan adanya kerjasama diantara keduannya. Kualitas pelayanan yang
diberikan bukan hanya bertujuan untuk memuaskan hati nasabah tetapi juga
sebagai strategi yang tepat untuk menciptakan loyalitas
nasabah(Zeithami(1990) dalam Mudiharjo (2006).
Parasuraman (1998:46-61) dalam Mujiharjo (2006:38), menyatakan
bahwa kualitas pelayanan merupakan fungsi harapan pelanggan pada saat pra
pembelian, pada proses penyediaan kualitas yang diterima dan pada kualitas
output yang diterima. Sedangkan Kotler (1997) berpendapat bahwa
perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang perbankan merupakan
bisnis jasa yang berdasarkan pada azas kepercayaan sehingga masalah kualitas
pelayanan menjadi faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan usaha.
Kualitas pelayanan merupakan suatu bentuk penilaian konsumen terhadap
tingkat layanan yang diterima (perceived service) dengan tingkat layanan yang
diharapkan (expected service). Agar dapat bersaing, bertahan hidup dan
berkembang, maka lembaga keuangan syari’ah dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang berkualitas, sehingga dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginan nasabah.
Menurut Thio (2001), dalam kondisi persaingan yang ketat seperti saat
ini,hal utama yang harus diprioritaskan oleh perusahaan yang bergerak dalam
bidang pelayanan adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing,
6
merupakan sintesa dari sejumlah hal yang diantaranya adalah kualitas dan
pelayanan pelanggan, maka kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan menjadi
topik yang menarik untuk dibicarakan dan dibahas pada setiap kesempatan
yang ada.
Dimensi kualitas pelayanan (Service Quality) menurut Bitner
(2000:82) meliputi :
1. Keandalan (Reliability) merupakan kemampuan untuk memberikan
pelayanan secara akurat sesuai dengan janji yang telah ditawarkan.
2. Daya tanggap (Responsiveness) merupakan respons ataupun kesiagapan
karyawan dalam membantu nasabah dan memberikan pelayanan yang
cepat dan tanggap terhadap nasabah, kecepatan karyawan dalam
melayani transaksi serta penanganan keluhan nasabah.
3. Jaminan (Assurance) menyangkut kemampuan dan pengetahuan
karyawan terhadap produk-produk yang telah ditawarkan secara tepat.
4. Empati (empathy) berarti memberikan rasa peduli dan perhatian yang
khusus secara personal bagi nasabahnya, dengan demikian nasabah
ataupun konsumen akan merasa puas ataupun senang atas sikap dan
perhatian tersebut.
5. Bukti langsung (Tangible) mencakup bukti fisik secara langsung yang
meliputi gedung, perlengkapan lainnya.
Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa service quality merupakan
skala terstandarisasi yang digunakan untuk mengukur antara persepsi dan
7
Nasabah ataupun pelanggan diibaratkan seorang raja yang harus dilayani,
namun hal ini bukan berarti menyerahkan segala-galanya kepada nasabah.
Usaha memuaskan kebutuhan pelanggan harus dilakukan secara
menguntungkan atau bersifat “win-win situation” yaitu dimana kedua belah
pihak merasa senang atau tidak ada yang dirugikan. Kepuasan pelanggan
merupakan suatu hal yang sangat berharga demi mempertahankan keberadaan
pelanggannya tersebut untuk tetap berjalannya suatu bisnis atau usaha
(Chandra dan Danny, 2001).
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh kualitas barang atau jasa yang
dikehendaki pelanggan, sehingga jaminan kualitas menjadi prioritas utama bagi
setiap perusahaan sebagai tolak ukur keunggulan daya saing perusahaan
tersebut. Kualitas pelayanan dalam perusahaan jasa merupakan hal yang sangat
penting dari sudut pandang konsumen. Konsumen tidak hanya menilai dari
hasil jasa, tetapi juga dari proses penyampaian jasa tersebut (Gronross, 2000).
Berkaitan dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh suatu lembaga
keuangan baik perbankkan syari’ah maupun BMT serta unit usaha lainnya, tentunya akan memiliki pengaruh terhadap tingkat kepuasan nasabahnya, hal
tersebut telah terbukti dari beberapa penelitian sebelumnya yaitu sebagai
8
Tabel 1. Gap Penelitian tentang kepuasan
10
Dari perbedaan pendapat diatas menjadikan bahasan ini menjadi
menarik untuk diteliti. Disamping itu adanya ekspektasi nasabah mengenai
kualitas pelayanan yang dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan yang
dibuat oleh BMT melalui komunikasi pemasaran, menyebabkan adanya
ketidaksesuaian antara pelayanan yang dijanjikan dengan pelayanan yang
disampaikan.Berdasarkan Penelitian terdahulu, maka terdapat perbedaan
penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah sebagai berikut:
1. Objek penelitian yang berbeda baik dari segi lokasi maupun letak, juga dari
kriteria kemajuan objek penelitian. Dimana pada objek yang diteliti ini
tergolong belum maju dan masih berkembang, meskipun telah lama berdiri. Sedangkan objek penelitian terdahulu sudah tergolong maju.
2. Objek pengukuran, dimana dalam penelitian ini mengukur kualitas
pelayanan terhadap tingkat kepuasan keseluruhan, yaitu dari segi penyampaian jasa yang meliputi sistem bagi hasil, kinerja karyawan, produk
11
Adapun alasan yang memperkuat penelitian ini adalah bahwa adanya anggapan masyarakat, mengenai BMT Al Ijtihad Pabelan mampu memadukan
idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang sangat harmonis antara
keduanya. Akan tetapi melihat perkembangan BMT yang lambat, sehingga
peneliti ingin menguji kebenaranya dan mengetahui apakah perkembangan BMT yang lambat tersebut disebabkan oleh Mutu Pelayanan yang diberikan ataukah sistem bagi hasil yang diterapkan ataukah ada faktor lain.Tentunya hal
akan lebih menarik untuk diteliti, terlebih lagi hal ini berkaitan erat
denganPengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Tingkat Kepuasan Nasabah Di BMT Al Ijtihad Pabelan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tingkat mutu layanan terhadap nasabah di BMT Al Ijtihad
Pabelan?
2. Bagaimanakah tingkat kepuasannasabah di BMT Al Ijtihad Pabelan?
3. Adakah pengaruh pelayanan BMTAl Ijtihad Pabelan terhadap tingkat
kepuasan nasabah ?
C. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui tingkat mutu layanan terhadap nasabah yang diberikan
oleh BMT Al Ijtihad Pabelan.
b. Mengukur dan Membandingkan tingkat kepuasan nasabah BMT Al
12
c. Mengidentifikasi variabel-variabel pelayanan yang mampu menciptakan
tingkat kepuasan nasabahdi BMT Al Ijtihad Pabelan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari diadakannya penelitian ini, secara garis
besar ada 2 hal yaitu :
1. Manfaat Teoritik
Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat meningkatkan
pengetahuan, wawasan, sebagai bentuk upaya BMT untuk memberikan
pelayanan yang dapat memikat nasabah dan sebagai tolokukur perbandingan
serta tambahan pustaka penelitian khususnya dalam hal pengetahuan dan
pengendalian kinerja BMT.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi manajer BMT
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi
lembaga BMT untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan yang
diberikan, sebagai langkah menciptakan kepuasan dan loyalitas
masyarakat menjadi nasabah .
b. Manfaat bagi masyarakat
Adapun manfaat yang dapat diambil adalah untuk meningkatkan
13 E. Sistematika Penulisan
Untuk memahami dan memperjelas skripsi ini maka perlu sistematika.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN, Pada bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah,Rumusan Masalah,Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, Pada bab ini berisi tentang Landasan Teori, yang terdiri dari Definisi BMT, Perbedaan BMT dengan Bank Syari’ah, Prinsip dan Produk BMT, Peran dan Fungsi BMT, selanjutnya dibahas Definisi
Kualitas Jasa, Dimensi Kualitas Jasa, serta Definisi Kepuasan Nasabah, Evaluasi Dan Pengukuran Kepuasan Nasabah, Mengelola Kepuasan Nasabah. Pada akhirnya bab ini membahas kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN, Pada bab ini berisi tentang Metode
Penelitian yang terdiri dari Lokasi dan Waktu Penelitian, Populasi dan Sampel,
Variabel dan Definisi Operasional, Jenis dan Pendekatan Penelitian, Metode
Pengumpulan Data, Jenis dan Sumber Data, serta Analisis Data.
BAB 1V LAPORAN HASIL PENELITIAN, Pada bab ini berisi tentang
gambaran umum lokasi BMTyang berisi sejarah berdirinyaBMT, letak
geografis, struktur organisasi kantor BMT, daftar karyawan BMT, data
karyawan beserta tugasnya, sarana dan prasarana. Dibahas pula tentang analisis
data mutu pelayanan dan tingkat kepuasan nasabah dengan SPSS 20. Pada
akhirnya bab ini membahas tentang pengujian hipotesis, dan pembahasan.
14 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Baitul Maal wa Tamwil (BMT) 1. Pengertian BMT
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul Maal dan Baitul Tamwil. Secara garis besar
pengertian Baitul Maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dana dan penyaluran dana dalam bentuk non profit, seperti : zakat, infaq,
dan sedekah, sedangkan untuk Baitul Tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial (Jamal Lulail Yunus, 2009:5). Menurut Andri Soemitra (2009) Baitul Maal wa Tamwil (BMT) adalah kependekan
dari kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Maal wa Tamwil, yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan
prinsip-prinsip Syariah.
BMT (Baitul Maal wa Tamwil) atau dapat dikatakan Balai Usaha Mandiri terpadu menurut Soemitra (2009) adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan berdasarkan prinsip bagi hasil secara syari’ah,
menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro atau kecil dalam rangka untuk
mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Baitul Maal wa Tamwil (BMT) adalah kelompok swadaya masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berupaya
15
hasil (profit sharing) untuk meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha kecil dalam upaya pengentasan kemiskinan (Heny Yuningrum, 2010:25).
Dalam perkembangannya saat ini secara konseptual dasar BMT sebagai lembaga keuangan berbadan hukum koperasi berkembang kearah
fungsi kegiatan serba usaha atau ril sektor bagi memenuhi kebutuhan anggotanya. Sifat BMT adalah terbuka, independen, berorientasi pada pengembangan simpanan dan pembiayaan sangat mendukung bisnis
ekonomi yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar (Ahmad, 2009:174).
2. Perbedaan BMT dan Bank Syari’ah
Secara prinsip BMT dan Bank Syariah sama-sama menjunjung tinggi asas ekonomi Islam dalam sistem maupun oprasionalnya. Namun, BMT
memiliki beberapa perbedaan dengan Bank Syariah. Perbedaan yang paling menonjol adalah status hukum yang menaungi keduanya dimana Bank Syariah sudah berbentuk perseroan dan tunduk di bawah Undang-Undang
tentang Perbankan Syariah yaitu UU Nomor 21 Tahun 2008 yang terdiri dari Bank Umum Syari’ah, Bank Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syari’ah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (Sumar’in, 2012:40).
Sedangkan BMT masih belum memiliki status perundang-undangan yang jelas walaupun mendapat dukungan dari pemerintah. Sebagai solusinya,
hingga saat ini BMT masih menginduk pada Undang-undang koperasi Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian dan secara spesifik diatur
16
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang petunjuk pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasai Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Secara umum mekanisme kerja
diantara keduanya berbeda. Modal awal BMT tidak sebesar Bank Syariah, karena salah satu syarat berdirinya bank adalah mencapai modal awal
sebesar yang telah ditentukan dalam undang-undang perbankan, demikian juga dengan Bank Syariah harus memenuhi syarat tersebut (Ibid, 2010:23).
Berbeda dengan Bank Syari’ah, status BMT ditentukan oleh jumlah
aset yang dimiliki, apabila aset mencapai kurang dari Rp 100 juta, maka BMT adalah kelompok Swadaya Masyarakat yang berhak mendapatkan
Sertifikat Kemitraan dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Akan tetapi apabila aset BMT telah mencapai 100 Juta, maka BMT dapat melakukan pengajuan Badan Hukum terhadap notaris setempat (Sumar’in,
2012:46). Pada nisbah bagi hasil produk tabungan, Bank Syariah dan BMT cenderung memiliki perbedaan, dimana BMT menentukan nisbah yang lebih
kecil bagi nasabah (Jamal Lulail Yunus, 2009:36). Hal ini disebabkan karena pertimbangan modal BMT yang lebih kecil, sistem profit and lost
sharing yang berbeda dengan bank syariah (revenue sharing), tidak adanya pembebanan biaya administrasi bagi nasabah, serta tingkat likuiditas BMT itu sendiri. Pada kasus BMT, biaya administrasi dibebankan pada nasabah
saat nasabah hendak menutup rekening tabungan.
3. Prinsip dan Produk Inti Baitul Maal wa Tamwil
Baitul Maal wa Tamwil merupakan lembaga keuangan mikro yang
17
usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum faqir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal
dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pasa sistem ekonomi yang salam: keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian, dan kesejahteraan (Sumar’in, 2012:45).
Secara ringkas Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK) menerangkan prinsip dan produk inti Baitul Maal wa Tamwil
sebagai berikut :
a. Prinsip dan Produk Inti Baitul Maal
Baitul Maal yang sudah mengalami penyempitan arti di tengah masyarakat ini hanya memiliki prinsip sebagai penghimpun dan penyalur dana zakat, infaq, dan shadaqah, dalam arti bahwa Baitul Maal hanya bersifat “menunggu” kesadaran umat untuk menyalurkan dana zakat,
infaq, dan shadaqah-nya saja tanpa ada sesuatu kekuatan untuk
melakukan pengambilan atau pemungutan secara langsung kepada mereka yang sudah memenuhi kewajibannya tersebut, dan seandainya aktif pun hanya bersifat seolah-olah meminta dan menghimbau, yang
kemudian setelah itu, Baitul Maal menyalurkannya kepada mereka yang berhak untuk menerimanya (Jamal Lulail Yunus, 2009:33).
Dari prinsip dasar di atas dapat kita ungkapkan bahwa produk inti dari Baitul Maal terdiri atas:
18
Dalam produk penghimpunan dana ini, sebagaimana yang telah diungkapkan di atas, Baitul Maal menerima dan mencari dana berupa
zakat, infaq, dan shadaqah, meskipun selain sumber dana tersebut, Baitul Maal juga menerima dana berupa sumbangan, hibah, ataupun
wakaf serta dana-dana yang sifatnya sosial (Jamal Lulail Yunus,2009:34).
2) Produk Penyaluran Dana
Penyaluran dana yang bersumberkan dari dana Baitul Maal harus bersifat spesifik, terutama dana yang bersumber dari zakat, karena
dana zakat ini sarana penyalurannya sudah ditetapkan secara tegas dalam al-Qur’an, yaitu kepada 8 (delapan) ashnaf antara lain: fakir,
miskin, amil, mu’alaf, fi sabilillah, ghorimin, hamba sahaya, dan
musafir, sedangkan dana di luar zakat dapat digunakan untuk pengembangan usaha orangmiskin, pembangunan lembaga
pendidikan, masjid maupun biaya-biaya operasional kegiatan sosial lainnya, termasuk di dalamnya untuk kepentingan kafir dhimmi, yang rela dengan pemerintahan Islam (Jamal Lulail Yunus, 2009:34).
b. Prinsip dan Produk Inti Baitut Tamwil
Baitut Tamwil tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan Bank Islam. Ada 3 (tiga) prinsip yang dapat dilaksanakan oleh
BMT (dalam fungsinya sebagai Baitut Tamwil), yaitu: prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, dengan mark-up (keuntungan), dan prinsip non profit
19 1) Prinsip Bagi Hasil
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian
hasil usaha antara pemodal atau penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian bagi hasil ini dilakukan antara BMT dengan
pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana, baik itu penyimpan ataupun penabung dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah (Jamal Lulail Yunus, 2009:35).
2) Prinsip Jual Beli dengan Mark-up (keuntungan)
Prinsip ini merupakan suatu tatacara jual beli yang pelaksanaannya,
BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian pihak BMT bertindak sebagai penjual, yaitu menjual barang tersebut kepada nasabah dengan
harga sejumlah harga beli ditambah dengan keuntungan yang dipungut oleh BMT atau sering disebut margin mark-up. Keuntungan yang
diperoleh BMT akan dibagi juga kepada penyedia atau penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalah Murabahah dan Bai’ Bitsaman
Aji (Jamal Lulail Yunus, 2009: 35). 3) Prinsip non Profit
Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan,prinsip ini lebih
bersifat sosial dan tidak profit oriented. Sumberdana untuk pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya (non cost of money). Bentuk produk prinsip ini adalah pembiayaan Qardhul Hasan (Jamal Lulais
20 4. Peran dan Fungsi BMT
a. Peran BMT
Beberapa peranan BMT diantaranya adalah :
1. Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi yang bersifat non
Islam. Aktif melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti penting sistem ekonomi Islam. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang sesuai syari’ah Islam, misalnya tidak memakai riba (tambahan), riba baru
muncul bila jangka waktu pembayaran yang telah ditentukan semula
telah berakhir (Qordhowi, 1990 dalam Jamal Lulail Yunus, 2009:25). 2. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus
bersikap aktif menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro,
misalnya dengan jalan pendampingan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha nasabahagar tercipta kemaslahatan antara individu dan masyarakat (Sumari’in, 2012:9).
3. Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih
tergantung rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi keinginan
masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka BMT harus mampu melayanai masyarakat lebih baik, misalnya memberikan
kebebasan dalam bertransaksi baik dalam bentuk produksi maupun konsumsi (Sumari’in, 2012:8).
4. Menciptakan keseimbangan antara dimensi material dengan spiritual,
21
(Sumari’in, 2012:9). Fungsi BMT ini langsung berhadapan dengan
masyarakat yang kompleks, yaitu masyarakat dituntut harus pandai
bersikap dalam melakukan pembiayaan. Selain itu, peran BMT di masyarakat adalah:
a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan ke pada masyarakat dalam bentuk pinjaman.
b) Memberikan jaminan hukum dan moral mengenai keamanan dana
masyarakat yang dipercayakan kepada lembaga keuangan tersebut. c) Penghubung antara sikaya dan simiskin melalui penyaluran dana
dari pihak kelebihan dana ke pihak membutuhkan dana atau
intermediatio role(Sumar’in, 2012:34).
b. Fungsi BMT
Secara Fungsional, kegiatan operasional BMT hampir sama dengan BPR Syariah. Yang membedakan hanyalah pada sisi lingkup dan strukturnya. Dilihat dari fungsi pokok operasional BMT, ada dua fungsi pokok yang
berkaitan dengan kegiatan perekonomian masyarakat. Kedua fungsi tersebut adalah :
1. Fungsi Pengumpulan Dana (Funding) 2. Fungsi Penyaluran Dana (Financing)
Dari fungsi tersebut, sebagai lembaga keuangan Islam, baik itu
22 a) Dana Bisnis
b) Dana Ibadah
Dana bisnis sebagai input dana dapat ditarik kembali oleh pemiliknya. Tetapi dana ibadah sebagai input dana tidak dapat ditarik
kembali oleh yang beramal, kecuali input dana ibadah untuk pinjaman (Muhamad, 2000:117).
5. Cara Kerja BMT ( Baitul Maal wa Tamwil ) Cara Kerja BMT (Sudarsono, 2005) :
1. Pembiayaan dan usaha mikro dilakukan dengan menerapkan sistem bagi
hasil yang disampaikan sesuai dengan akad yang telah disepakati.
2. Hasil dari bagi hasil ini kemudian digunakan oleh para pengelola untuk
membayar honor pada pengelola dan membayar kegiatan operasional
BMT.
3. Hasil dari bagi hasil ini juga digunakan untuk membayar bagi hasil
kepada penyimpan dana, diupayakan agar nilai bagi hasil yang diperoleh
para penyimpan dana bisa lebih besar dari bunga bank konvensional. 4. BMT juga dapat melakukan penghimpunan dana baik untuk tujuan
komersil melalui produk simpanan juga sebagai Baitul Mal menghimpun dana wakaf dan zakat.
5. Apabila diperlukan, BMT dapat membuka unit serba usaha untuk
23 6. Keunggulan dan Kelemahan BMT
BMT sebagai alternatif dari perbankan konvensional memiliki
keunggulan dan juga kelemahan, hal tersebut juga merupakan perbedaan dan perbandingan dengan perbankan konvensional, karena BMT sebagai
pemain baru dalam dunia lembaga keuangan. Keunggulan BMT adalah:
a. BMT Islam memiliki dasar hukum operasional yakni Al Qur’an dan Al
Hadits. Sehingga dalam operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar seperti diperintahkan oleh Allah SWT, juga nilai dasar seperti yang
dicontohkan Rasulullah SAW (Jamal Lulail Yunus, 2009:11).
b. BMT Islam mendasarkan semua produk dan operasinya pada prinsip
ekonomi yang salam: keselamatan (berintikan pada keadilan), kedamaian dan kesejahteraan (Sumar’in, 2012:45).
c. Adanya kesamaan ikatan emosional keagamaan yang kuat antara
pemegang saham, pengelola, dan nasabah sehingga dapat menumbuh suburkan dakwah islam untuk menyadarkan umat bahwa sistem ekonomi yang berlandaskan syari’ah merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari ajaran islam (Jamal Lulail Yunus, 2009:119).
d. Adanya keterikatan secara religi, maka semua pihak yang terlibat dalam
BMT Islam akan berusaha sebaik-baiknya sebagai pengalaman ajaran agamanya sehingga akan menumbuhkan sikap amanah, keadilan, kewakilan manusia, dan persaudaraan serta akhlaqul karimah
24
e. Adanya konsep berbagi resiko tentunya akan dapat memberikan motivasi
kepada para deposan supaya berhati-hati (Umer Chapra dan Tariqullah
Khan, 2008:18).
f. Adanya fasilitas pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil dan Murabahah, yang
lebih mengutamakan kelayakan usaha dari pada jaminan, sehingga siapapun baik pengusaha ataupun bukan mempunyai jaminan kesempatan yang luas untuk berusaha (Jamal Lulail Yunus, 2009:33).
g. Tersedia pembiayaan Qardhul Hasan yang diberikan kepada anggota
yang benar-benar kekurangan modal atau sangat membutuhkan, serta
nasabah atau anggota cukup mengembalikan pinjamannya sesuai dengan nilai yang diberikan oleh pihak BMT (Jamal Lulail Yunus, 2009:38).
Adapun kelemahan-kelemahan serta permasalahan-permasalahan yang
ada dalam BMT adalah:
a. Dalam operasional BMT, pihak-pihak yang terlibat didasarkan pada
ikatan emosional keagamaan yang sama, sehingga antara pihak-pihak khususnya pengelola BMT dan pihak BMT harus saling percaya bahwa mereka sama-sama beritikad baik dan jujur dalam bekerjasama. BMT
dengan sistem ini terlalu berprasangka baik kepada semua nasabah dan berasumsi bahwa semua orang yang terlibat adalah jujur. Dengan
25
menyebabkan jatuhnya pendapatan (Umer Chapra dan Tariqullah Khan, 2008:70).
b. Sistem bagi hasil yang adil memerlukan tingkat profesionalisme yang
tinggi bagi pengelola BMT untuk membuat penghitungan yang cermat
dan terus-menerus.
c. Motivasi masyarakat muslim untuk terlibat dalam aktivitas BMT adalah emosi keagamaan yang berlandaskan syari’ah (Jamal Lulail Yunus, 2009:
119). Hal ini berarti tingkat efektifitas keterlibatan masyarakat muslim dalam BMT tergantung pada pola pikir dan sikap masyarakat itu sendiri.
B.Jasa (Pelayanan)
1. Pengertian Kualitas Pelayanan
Dalam menghadapi persaingan perbankan yang semakin ketat, maka baik lembaga keuangan syari’ah maupun BMT serta Unit Usaha
Konvensional lainnya akan melancarkan berbagai strategi guna memikat calon nasabah maupun nasabah yang telah tertarik agar mereka tetap loyal.
Apalagi masyarakat pada saat ini dihadapkan pada berbagai pilihan produk dan jasa yang ditawarkan oleh lembaga perbankan. Masyarakat ataupun
calon nasabah cenderung akan memilih produk atau jasa berdasarkan persepsi mereka akan kualitas dari pelayanan yang diberikan. Nasabah akan merasa puas apabila harapan mereka dipenuhi atau bahkan dilebihkan, dari
26
Parasuraman (1998:46-61) dalam Mujiharjo (2006:38), menyatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan fungsi harapan pelanggan pada pra
pembelian, pada proses penyediaan kualitas yang diterima dan pada kualitas output yang diterima. Berkaitan dengan pemilihan produk dan jasa, nasabah
mempunyai kebutuhan dan pengharapan yang mereka inginkan, mereka memiliki standar keinginan tertentu yang berbeda-beda. Penyampaian dan penjualan Produk akan disebut memberikan kualitas, apabila pelayanan
yang mereka berikan memenuhi atau melebihi harapan nasabah dan lembaga keuangan syari’ah juga dapat memuaskan sebagian besar
kebutuhan nasabah.
Dari hal tersebut akan dapat dilihat jika pengalaman nasabah dan masyarakat yang diperoleh dari pelayanan berkualitas yang diberikan oleh lembaga keuangan syari’ah, sesuai dengan harapan atau melebihi ekpektasi
mereka, maka akan tercipta suatu perbankan experience yang berujung pada
kepuasan dan loyalitas dari para nasabah terhadap bank (Kotler, 2007:188). Nasabah yang puas dan loyal akan merekomendasikanya kepada rekan, teman, dan masyarakat untuk mengunakan jasa perbankan (word of mouth).
Hal lain yang akan diterima bank ialah, asosiasi bank dengan pelayanan yang berkualitas. Seperti jika nasabah mendengar service quality, nasabah
langsung mengasosiasikannya dengan brand bank tertentu (Davidow dalam Trarintya: 2011). Dengan service quality ini, bank atau lembga keuangan lain akan memiliki keunggulan kompetitif dari para pesaingnya dan dapat
27
penting yang memerlukan perhatian khusus adalah kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak bank kepada nasabahnya.
Dengan kata lain kualitas pelayanan (service quality) dapat didefinisikan sebagai ukuran seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan
harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka peroleh (Parasuraman, 1990). Layanan yang berkualitas telah dirasakan sebagai suatu keharusan dalam lembaga keuangan syari’ah. Kualitas pelayanan merupakan tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan nasabah.
Menurut Staton dalam Alma (2005:243) pelayanan adalah sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah, tidak berwujud yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan mengunakan
benda-benda berwujud atau tidak. Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu persepsi nasabah atas layanan nyata yang mereka
terima (Perceived Service) dan layanan yang sesungguhnya yang diharapkan atau diinginkan (Expected Service). Kepuasan nasabah sangat dipengaruhi oleh kualitas pelayanan, dalam hal ini kualitas pelayanan terdiri
dari kehandalan, jaminan, sarana fisik, daya tanggap dan empati.
Menurut Kotler dalam Rambat (2006:5) jasa adalah setiap tindakan
28
Menurut Zeithami dan Bitner dalam Alma (2005:243) menyatakan bahwa jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk
dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah, seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat yang sifatnya tidak
berwujud. Pemberian pelayanan secaraunggul selalu difokuskan pada harapan konsumen. Apabila jasa yang diterima oleh nasabah debitur sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik atau
memuaskan. Jika pelayanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal
(excellence service). Sebaliknya jika kualitas pelayanan yang diterima oleh nasabah debitur lebih rendah dari yang diharapkan maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk atau tidak memuaskan.
Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa jasa adalah kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lainnya, dimana tidak disertai
dengan pemindahan hak atau kepemilikan atas produk atau jasa tersebut dan bersifat tidak dapat dilihat, disentuh, atau disimpan (intangible), dengan kata lain kualiats layanan tidak mempunyai manifestasi fisik (Schneider dan
White: 2004). Kualitas layanan juga dapat diproses melalui pengalaman. Dengan demikian, baik tidaknya kualitas pelayanan dalam memuaskan
29
2. Dimensi Kualitas Pelayanan (Service Quality)
Salah satu pendekatan kualitas jasa yang banyak dijadikan acuan
dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1990). SERVQUAL
adalah metode empirik yang dapat digunakan oleh perusahaan jasa untuk meningkatkan kualitas jasa (pelayanan) mereka.
SERVQUAL dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama
yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang mereka terima (perceived service) dengan layanan yang diharapkan/diinginkan (expected service).
Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat dikatakan bermutu, sedang jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan tidak bermutu. Apabila kenyataan sama dengan harapan, maka
layanan dikatakan memuaskan.
Sedangkan kelima dimensi pokok kualitas pelayanan yang telah
disajikan Parasuraman, Zithaml dan Berry (1990) jika dijabarkan pada BMT Al Ijtihad Pabelan yaitu sebagai berikut:
1. Kehandalan (Reliability)
Merupakan kemampuan perusahaan untuk meyakinkan dan menyampaikan jasa yang akurat dan konsisten sesuai apa yang
30 2. Daya Tanggap (Responsiveness)
Merupakan kemauan perusahaan untuk memberikan pelayanan dan
melayani nasabah dengan segera. Dimensi ini menekankan pada perhatian dan kecepatan karyawan yang terlibat untuk menanggapi
permintaan, pertanyaan, dan keluhan konsumen. 3. Jaminan (Assurance)
Merupakan kompetensi, sopan santun, kredibilitas, dan keamanan yang
akan membantu meyakinkan nasabah bahwa ia akan mendapatkan jasa yang diharapkan. Dimensi ini sangat penting karena melibatkan persepsi
konsumen terhadap resiko ketidakpastian yang tinggi terhadap kemampauan penyedia jasa. Untuk itu perusahaan membangun kepercayaan dan kesetiaan konsumen melalui karyawan yang terlibat
langsung menangani konsumen. 4. Empati (Empathy)
Empati merupakan kemampuan perusahaan yang dilakukan secara langsung oleh karyawan untuk memberikan perhatian kepada konsumen secara individu.
5. Sarana Fisik (Tangible)
Dimensi ini merupakan bukti nyata dari kepedulian dan perhatian yang
diberikan oleh penyedia jasa kepada konsumen. Pentingnya dimensi
31
memperhatikan fasilitas fisiknya akan menumbuhkan kebingungan atau bahkan merusak image perusahaan.
Dimensi kualitas pelayanan tersebut merupakan aspek perusahaan jasa yang mudah terlihat dan ditemui nasabah. Kualitas memiliki hubungan
yang erat dan memberikan suatu dorongan kepada nasabah untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan lembaga keuangan syariah untuk
memahami dengan seksama harapan nasabah serta kebutuhan mereka. Dengan demikian, lembaga keuangan syari’ah dapat meningkatkan
kepuasan Nasabahnya, dimana BMT dapat memaksimumkan pengalaman nasabah yang menyenangkan dan meminimumkan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan (Tjiptono: 1996).
Menurut Sunarto (2003:244) terdapat tujuh dimensi dasar dari kualitas yaitu:
a. Kinerja
Yaitu tingkat absolut kinerja barang atau jasa pada atribut kunci yang diidentifikasi para pelanggan.
b. Interaksi Pegawai
Yaitu seperti keramahan, sikap hormat, dan empati ditunjukkan oleh
masyarakat yang memberikan jasa atau barang. c. Kehandalan
32 d. Daya Tahan
Yaitu rentan kehidupan produk dan kekuatan umum.
e. Ketepatan Waktu dan Kenyaman
Yaitu seberapa cepat produk diserahkan atau diperbaiki, seberapa cepat
produk infomasi atau jasa diberikan. f. Estetika
Yaitu lebih pada penampilan fisik barang atau toko dan daya tarik
penyajian jasa.
g. Kesadaran akan Merek
Yaitu dampak positif atau negatif tambahan atas kualitas yang tampak, yang mengenal merek atau nama toko atas evaluasi pelanggan.
3. Service excellence(Pelayanan yang Unggul)
Menurut Nasution, (2004:49)service excellence adalah suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani nasabah secara memuaskan. Secara garis besar, ada empat unsur pokok dalam konsep kualitas, yaitu: kecepatan,
ketepatan, keramahan dan kenyamanan. Keempat komponen ini merupakan satu kesatuan pelayanan yang terintegrasi, maksudnya pelayanan atau jasa
menjadi excellence. Setiap karyawan harus memiliki ketrampilan tertentu, diantaranya berpenampilan baik dan rapi, bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan sikap selalu siap untuk melayani, menguasai pekerjaannya,
33
(gesture) nasabah, dan memiliki kemampuan menangani keluhan nasabah secara professional.
Dengan demikian, upaya mencapai excellence bukanlah pekerjaan yang mudah. Tetapi bila hal tersebut dapat dilakukan, maka perusahaan
yang bersangkutan akan dapat meraih manfaat besar, terutama berupa kepuasan dan loyalitas nasabah yang besar.
Pada prinsipnya ada tiga kunci dalam memberikan pelayanan nasabah
yang unggul yaitu:
1. Kemampuan memahami kebutuhan dan keinginan nasabah.
2. Pengembangan database yang lebih akurat dari pada pesaing.
3. Pemanfaatan informasi yang diperoleh dari riset pasar dalam suatu kerangka strategis.
C.Kepuasan Nasabah
1. Pengertian Kepuasan Nasabah
Dewasa ini perhatian terhadap kepuasan maupun ketidakpuasan
pelanggan telah semakin besar karena pada dasarnya tujuan dari suatu perusahaan ataupun lembaga keuangan adalah untuk menciptakan rasa puas
pada pelanggan. Kepuasan merupakan perasaan konsumen setelah membandingkan apa yang diterima dan harapannya (Umar,2005:65). Semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan, maka akan mendatangkan
keuntungan yang semakin besar bagi perusahaan, dan mampu meningkatkan keunggulan dalam persaingan (Philip Kloter dan Kevin Lane Keller,
34
pembelian ulang, untuk memberikan kepuasan kepada konsumen ataupun nasabah, maka lembaga keuangan syariah harus memperhatikan apa yang
menjadi keinginan konsumen ataupun nasabah. Untuk mendefinisikan kepuasan nasabah ataupun konsumen tidaklah mudah karena konsumen atau
pelanggan terdiri dari bermacam-macam karakteristik, baik menyangkut pengetahuan, kelas sosial, pengalaman, pendapat maupun harapan.
Kepuasan nasabah atau konsumen merupakan respons pelanggan
terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian (Rangkuti: 2002). Sedangkan
Kepuasan menurut Engel Rangkuti (2002) adalah penilaian kepuasan atau ketidakpuasan terhadap suatu produk atau jasa dari suatu perusahaan berdasarkan pada hasil yang dirasakan dengan harapan yang dimiliki oleh
konsumen. Kepuasan yaitu jika kinerja dibawah harapan maka konsumen akan kecewa, kinerja sesuai harapan maka konsumen akan puas, kalau
kinerja melebihi harapan maka konsumen akan sangat puas (Kotler: 1997). Menurut Kottler (1997) dalam Muhammad Rifai Siregar (2011), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari
perbandingan antara kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan- harapannya. Jika produk tersebut jauh dibawah harapan konsumen maka ia
akan kecewa. Sebaliknya jika produk tersebut memenuhi harapan konsumen, maka ia akan senang. Harapan-harapan konsumen ini dapat diketahui dari pengalaman mereka sendiri saat menggunakan produk
35
perusahaan yang menghasilkan produk tadi. Dalam hal ini juga dipengaruhi oleh kemauan atau keinginan para karyawan untuk membantu dan
memberikan jasa yang dibutuhkan konsumen. Apabila konsumen menunggu, terutama tanpa alasan yang jelas, akan menimbulkan kesan
negative yang tidak seharusnya terjadi, kecuali jika kesalahan ini ditanggapi dengan cepat, maka bisa menjadi suatu yang berkesan dan menjadi pengalaman yang menyenangkan. Menurut Parasuraman (2005) dalam
Muhammad Rifai Siregar (2011), atribut-atribut yang ada dalam dimensi ini adalah:
a. Memberikan pelayanan yang cepat. b. Kerelaan untuk membantu konsumen.
c. Siap dan tanggap untuk menangani respons dari para konsumen.
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995: 273) dalam Widyaratna dan Chandra (2001:87), mendefinisikan kepuasan sebagai evaluasi pasca
konsumsi dimana suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan. Singkat kata, alternatif tersebut setidaknya terlaksana sebaik yang anda harapkan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas tentang definisi kepuasan terlihat ada kesamaan tentang komponen kepuasan nasabah yaitu harapan
36
kinerja yang dirasakan adalah persepsi nasabah terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang telah dibelinya.
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan nasabah merupakan fungsi dari kesan kinerja dan
harapan yang dirasakan. Kepuasan nasabah dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang terdiri dari kehandalan, jaminan, sarana fisik, daya tanggap dan empati. Jika kualitas pelayanan berada dibawah harapan, maka nasabah
tidak puas, jika kualitas pelayanan melebihi harapan, maka nasabah akan merasa puas atau senang untuk menciptakan kepuasan nasabah, lembaga keuangan syar’ah harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk
memperoleh nasabah yang banyak dan memiliki kemampuan untuk mempertahankan nasabahnya.
Dengan demikian, kepuasan nasabah tidak berarti memberikan kepada nasabah apa yang diperkirakan perbankan yang disukai oleh nasabah.
Namun perbankan harus memberikan apa yang sebenarnya mereka inginkan, kapan diperlukan dan dengan cara apa mereka memperolehnya.
2. Evaluasi Dan Pengukuran Kepuasan Nasabah
Evaluasi dan pengukuran terhadap tingkat kepuasan nasabah telah menjadi sesuatu yang sangat penting bagi BMT. Hal ini disebabkan karena kepuasan nasabah dapat menjadi umpan balik dan masukan bagi
pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan nasabah. Menurut Tjiptono (2001:160) ada beberapa strategi yang dapat
37
1) Relationship marketing
Dalam strategi ini hubungan transaksi antara penyedia jasa dan
konsumen berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, menjalin suatu kemitraan jangka panjang dengan
konsumen secara terus- menerus.
2) Superior customer services
Perusahaan yang menerapkan strategi ini berusaha menawarkan
pelayanan yang lebih ungggul dibandingkan para pesaingnya.
3) Unconditional guarantees
Komitmen untuk memberikan kepuasan kepada konsumen yang akhirnya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan kualitas jasa dan kinerja perusahaan.
Menurut Supranto (2001:80) terdapat enam elemen evaluasi kepuasan konsumen, yaitu:
1) Product, yaitu bagaimana konsumen merasa puas terhadap fisik produk. 2) Sales, yaitu pelayanan penjualan yang dilakukan oleh perusahaan.
3) After sales service, yaitu pelayanan yang diberikan kepada konsumen
setelah terjadi transaksi jual beli.
4) Location, yaitu lokasi distribusi suatu barang dan jasa yang
mempengaruhi kepuasan konsumen.
5) Culture, yaitu budaya atau tradisi konsumen yang dapat mempengaruhi
38
Buchari Alma (2002:232) mengemukakan cara-cara mengukur kepuasan konsumen (disini berarti nasabah debitur) sebagai berikut :
1) Sistem Keluhan dan Saran (Complaint and Suggestion System)
Banyak lembaga keuangan syari’ah yang berhubungan dengan
konsumennya untuk menerima keluhan/keluhan yang dialami oleh konsumen. Perusahaan perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para konsumennya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan
mereka. Media yang bisa digunakan bisa berupa kotak saran yang diletakkan ditempat-tempat strategis yang mudah dijangkau, kartu
komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, dan lain-lain. 2) Survey Kepuasan Konsumen
Tingkat keluhan yang disampaikan oleh konsumen tidak bisa
disimpulkan secara umum untuk mengukur kepuasan konsumen pada umumnya.
3) Pembeli Bayangan (Ghost Shopping)
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan konsumen adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan
atau bersikap sebagai konsumen atau pembeli potensial produk perusahaan atau pesaing, kemudian mereka melaporkan hasil
temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk atau jasa tersebut.
39
Perusahaan sebaiknya menghubungi para konsumen yang telah berhenti atau yang telah pindah ke perusahaan lain agar dapat memahami
mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan selanjutnya.
3. Mengelola Tingkat Kepuasan Nasabah
Satu masalah penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan jasa adalah bagaimana perusahaan tersebut dapat mengelola jasa yang sesuai dengan prinsip manajemen yang melibatkan unsur-unsur pemasaran,
manusia dan operasi. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, perusahaan mampu memberikan kualitas pelayanan jasa yang tinggi untuk menggapai
persaingan. Apabila jasa yang diharapkan memenuhi atau melebihi harapan, maka nasabah akan menggunakan kembali penyedia jasa tersebut.
Menurut Philip Kotler dalam Tjiptono, (1997) menyatakan bahwa perusahaan yang dikelola sangat baik ternyata memiliki beberapa kesamaan antara lain :
2) Konsep strategis, merupakan perusahaan yang selalu tergoda untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan. Mereka memiliki pengertian yang jelas
mengenai kebutuhan konsumen, sasaran dan pelanggannya yang berusaha dipuaskan. Untuk itu perusahaan jasa mengembangkan strategi khusus untuk memuaskan kebutuhan pelanggan.
3) Sejarah komitmen kualitas puncak yang tidak hanya melihat pada
40
4) Penetapan standar tinggi, yaitu penyedia jasa terbaik, menetapkan standar
kualitas jasa yang tinggi, antara lain berupa kecepatan respon terhadap
keluhan pelanggan dan ketepatan dalam pelayanan.
5) Sistem memantau kinerja jasa, yaitu perusahaan jasa secara berkala
melakukan audit terhadap kinerja jasa, baik kinerjanya maupun kinerja dari perusahaan pesaing.
6) Sistem untuk memuaskan pesaing, yaitu perusahaan jasa akan
memeberikan tanggapan secara cepat dan ramah kepada pelanggan yang mengeluh.
7) Memuaskan karyawan sama dengan pelanggan, yaitu manajemen
menjalankan pemasaran internal, menciptakan lingkungan yang mendukung dan menghargai prestasi pelayanan karyawan yang baik.
Secara teratur perusahaan memeriksa kepuasan karyawan akan pekerjaannya. Untuk dapat menyelenggarakan proses pelayanan dengan
baik, ada beberapa prinsip manajemen pelayanan yang dapat dipakai sebagai acuan, antara lain:
1) Identifikasi kebutuhan konsumen yang sesungguhnya.
2) Sediakan pelayanan yang terpadu dan selalu melakukann inovasi. 3) Membuat sistem yang mendukung pelayanan konsumen.
4) Usahakan agar semua orang atau karyawan bertanggung jawab
terhadap kualitas pelayanan.
5) Menjalin komunikasi dan interaksi yang baik khusus dengan
41
Menurut Tjiptono (2006: 60)mengidentifikasi lima gap (kesenjangan) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, kelima gap tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Pada
kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat atau memahami apa yang di inginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya desain,
dan jasa-jasa pendukung atau sekunder apa yang diinginkan oleh pelanggan.
2) Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap pelanggan dan
spesifikasi kualitas jasa. Kadang kala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak
menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen
terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan.
3) Kesenjangan spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kinerja
melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. 4) Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Sering
42
yang dibuat oleh perusahaan adalah janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.
5) Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan. Gap ini
terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan
dengan cara yang berlainan, atau dapat mengalami kesalahan dalam mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
4. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kualitas pelayanan yang dirasakan nasabah merupakan penilaian
secara global, yang berhubungan dengan suatu transaksi spesifik, produk serta kinerja dan juga sistem bagi hasil dari BMT ataupun lembaga
keuangan lain itu sendiri, akan tetapi hal ini akan lebih abstract dan ekslusif
karena kualitas pelayanan didasarkan pada persepsi-persepsi layanan yang
diberikan yang berhubungan dengan kepuasan dan harapan-harapan nasabah yang berhubungan dengan kinerja produk jasa BMT atau lembaga keuangan lain, serta persepsi tentang manfaat yang diterima yang berhubungan
dengan fasitas-fasilitas yang diberikan.
Menurut Staton dalam Alma (2005) kualitas pelayanan merupakan ciri
dan sifat dari pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan karyawan ataupun kebijakan BMT untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan oleh nasabah ataupun kebutuhan yang dibutuhkan oleh nasabah. Kualitas layanan
merupakan kunci untuk menciptakan nilai dan kepuasan pada nasabah, dari hal ini maka setiap orang (karyawan) harus memiliki standar kinerja yang
43
nasabah, apabila pihak BMT khususnya karyawan mampu memusatkan perhatian pada upaya pemuasan keinginan nasabah dengan menentukan
sasaran nasabah yang sebenarnya (target market) yang akan dilayani, mengindentifisikan keinginan nasabah, mengembangkan produk dan juga
harus mampu memuaskan keinginan nasabah.
Menurut Tjiptono (2003:160), meskipun belum ada konsensus mengenai cara mengukur kepuasan pelanggan, sejumlah studi menjelaskan
bahwa ada tiga aspek penting yang perlu ditelaah dalam kerangka pengukuran kepuasan pelanggan yaitu:
a. Kepuasan general atau keseluruhan (overall satisfaction)
b. Konfirmasi harapan (confirmation of expectations), yakni tingkat
kesesuaian antara kinerja dengan ekspektasi.
c. Perbandingan dengan situasi ideal (comparison to ideal), yaitu kinerja
produk dibandingkan dengan produk ideal menurut persepsi konsumen
Akan tetapi berdasarkan riset pemasaran yaitu model SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1990). Untuk mengukur dan meningkatkan kualitas jasa (pelayanan)
oleh perusahaan dapat dilakukan dengan meneliti lima dimensi kualitas pelayanan yaitu: reliability, assurance, tangible, empathy, dan
responsiveness :
a. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan perusahaan untuk
memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan
44
b. Assurance (jaminan), yaitu pengetahuan dan kemampuan karyawan
untuk melayani dengan rasa percaya diri dan tanggung jawab.
c. Tangible (sarana fisik), yaitu segala sesuatu yang dapat menunjang
kegiatan operasional BMT yaitu peralatan, dan alat-alat komunikasi. d. Empathy (perhatian), yaitu karyawan harus memberikan perhatian secara
individual kepada nasabah dan mengerti kebutuhan nasabah.
e. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemampuan karyawan untuk
membantu nasabah menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang diinginkan oleh nasabah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa ada anggapan bahwa kualitas pelayanan mempengaruhi tingkat kepuasan nasabah. Dalam hal ini jika pihak BMT mampu menjabarkan kelima dimensi tersebut dalam
suatu mekanisme layanan maka kepuasan nasabah lebih mudah diwujudkan, atau dengan kata lain harapan nasabah untuk merasa puas dengan layanan
BMT tersebut akan lebih mendekati kenyataan. Layanan dikatakan berkualitas apabila nasabah merasa puas, baik pada saat terjadinya kontak layanan pada situasi tertentu maupun di saat paska pembelian.
45
Bagan 1. Gambaran Pemikiran Teoritis
Responsivenesnn Reliability
Assurance nn
Empathy nn
Tangiblen
Kepuasan Nasabah nn
5. Hubungan Antar Variabel Penelitian
Hubungan kualitas layanan dengan kepuasan nasabah tidak terlepas dari adanya kretivitas layanan perbankan. Untuk mewujudkan suatu layanan
yang berkualitas yang bermuara pada kepuasan nasabah, maka pihak BMT harus mampu mengidentifikasi siapa nasabahnya, sehingga akan mampu
memahami tingkat persepsi dan harapan atas kualitas layanan yang diberikan. Hal ini sangat penting, karena kepuasan nasabah merupakan
perbandingan antara persepsi dengan harapan nasabah terhadap layanan yang dirasakan.
Kualitas layanan yang diberikan oleh BMT dalam memenuhi harapan
nasabah dalam bentuk tampilan fisik yang dimiliki oleh pihak BMT, kehandalan, kepedulian dan perhatian, daya tanggap, dan jaminan nasabah,