PERAN GURU PAI DALAM MENGATASI MASALAH
KENAKALAN REMAJA
(STUDI KASUS PADA MA DARUSSALAM KEMIRI
KECAMATAN SUBAH KABUPATEN BATANG)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
ATIK WALIDAIK
111-13-003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
vi
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
vii
PERSEMBAHAN
1. Orang tuaku tersayang Bapak Yenuri dan Ibu Dariati, kakakku Muhammad Noor
Stansyah dan segenap keluargaku yang senantiasa memberikan kasih sayangnya,
membimbing, mengarahkan, mendoakan, mendukung dan memberikan semangat yang
tiada henti, sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.
2. Kekasihku Tri Fidiyanto yang selalu membantu dan memberikan dukungan serta
semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Drs. H. Wahyudhiana, M.M.Pd. Selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan
mengarahkan dalam penulisan skripsi ini.
4. Almamaterku tercinta IAIN Salatiga.
5. Sahabat-sahabtku yang selalu membantu dan memberikan dukungan.
6. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013, khususnya teman-teman PAI, teman-teman
PPL dan KKN.
7. MA Darussalam Kemiri baik Kepala Madrasah, guru-guru beserta staf tata usaha yang
memperbolehkan saya melakukan penelitian, serta siswa-siswanya yang membantu
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya. Sholawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya yang senantiasa mengharapkan syafaatnya di akhirat nanti.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
pembimbing, para dosen, dan semua pihak yang menjadi motivator dalam penyusunan skripsi ini. Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Drs. H. Wahyudhiana, M.M.Pd. Selaku pembimbing yang telah membimbing dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak/ibu dosen dan seluruh karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan pelayanan kepada penulis.
4. Kepada Kepala MA Darussalam Kemiri Bapak A. Tohir, S.Pd.I. beserta staff
dan dewan guru yang telah membantu selama penyelesaian penulisan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibuku tercinta Bapak Yenuri dan Ibu Dariati yang selalu mencurahkan kasih sayangnya dan mendoakan serta membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan kakak saya tersayang Muhammad Noor
ix
6. Kekasihku Tri Fidiyanto yang selalu membantu dan memberikan dukungan serta semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman PAI angkatan 2013 yang senasib dan seperjuangan.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu kelancaran penulisan skripsi ini.
Tidak ada yang penulis dapat berikan kepada semuanya, kecuali kata terima kasih dan untaian doa, semoga amal kebaikannya diterima dan mendapat
balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Salatiga, 31 Agustus 2017 Penulis
x
ABSTRAK
Walidaik. Atik 2017. Peran Guru PAI Dalam Mengatasi Masalah Kenakalan Remaja (Studi Kasus Pada MA Darussalam Kemiri Kecamatan Subah Kabupaten Batang). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. H. Wahyudhiana, M.M.Pd. Kata kunci: Peran Guru PAI, Kenakalan Remaja
Skripsi ini membahas tentang peran guru PAI dalam mengatasi masalah kenakalan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran guru dalam mencegah masalah kenakalan remaja di lingkungan sekolah.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi. Kehadiran peneliti di lapangan sangat penting mengingat skripsi ini adalah kualitatif. Peneliti bertindak langsung sebagai instrumen lapangan dan sebagai pengumpul data dari hasil observasi. Data yang berbentuk kata-kata diambil dari para informan atau responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain data-data tersebut berupa keterangan dari para informan, sedang data tambahan berupa dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan adanya (1) Terdapat adanya bentuk kenakalan diantaranya membolos, merokok, terlambat masuk sekolah, dan pergi pada saat jam pelajaran. (2) Peran guru dalam mengatasi kenakalan remaja di MA Darussalam dengan cara preventif (pencegahan) maupun reaktif. Di MA Darussalam usaha prefentif (pencegahan) dilakukan oleh semua guru rumpun mata pelajaran PAI pada setiap pembelajaran, dengan menggunakan pembelajaran berbasis konseling atau dengan cara menggunakan materi-materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan usaha reaktifnya, setiap pagi siswa melaksanakan apel dan guru memberikan pengarahan dan bimbingan pada siswa dengan cara memberi motivasi dan membiasakan siswa untuk membaca Asmaul Husna dan
membaca kitab Hidayatul Muta’allim. Program bimbingan di dalam kelas
maupun di luar kelas, di kantor atau mempunyai waktu sendiri ketika masalah yang dihadapi menyangkut urusan pribadi. Selain itu, guru menggunakan hukuman (punishment) yang mendidik seperti membuat proposal tentang bahaya merokok, ketika shalat dhuha berada di shof paling depan, membaca
Al-Qur’an, dan membaca istighfar seribu kali. Selain itu juga ada hukuman
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LOGO... ii
PENGESAHAN... iii
NOTA PEMBIMBING... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR... viii
ABSTRAK... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 9
C. Tujuan Penelitian... 9
D. Manfaat Penelitian... 10
E. Penegasan Istilah... 11
F. Kajian Pustaka... 14
xii BAB II: KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripi Peran Guru dan Kenakalan Remaja... 20
1. Peran Guru dalam Pendidikan... 20
2. Pengertian Guru PAI, Tugas dan Fungsinya... 24
3. Kenakalan Remaja... 44
B. Penelitian yang Relevan... 54
BAB III: METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 59
1. Kehadiran Peneliti... 60
2. Lokasi Penelitian... 60
3. Sumber Data... 61
4. Prosedur Pengumpulan Data... 62
5. Analisis Data... 64
6. Pengecekan Keabsahan Data... 65
7. Tahap-tahap Penelitian... 66
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum... 68
B. Hasil Temuan Penelitian... 78
C. Analisis Data... 99
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan... 104
xiii DAFTAR PUSTAKA
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1: Jumlah Siswa
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Daftar Riwayat Hidup Lampiran II Pernyataan Publikasi Skripsi
Lampiran III Pedoman Wawancara
Lampiran IV Lembar Penunjukan Pembimbing Skripsi Lampiran V Lembar Permohonan Izin Penelitian
Lampiran VI Lembar Keterangan Pelaksanaan Penelitian Lampiran VII Lembar Konsultasi Skripsi
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, dalam pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa guru adalah “pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”(Undang-Undang Guru dan Dosen,
2011: 3). Dari Undang-Undang tersebut di atas bahwa guru mempunyai peran dan tanggung jawab terhadap pendidikan peserta didik baik di
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
Peran (role) guru artinya keseluruhan tingkah laku yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru (Tohirin,
2006: 165). Guru mempunyai peran yang luas karena merupakan faktor utama dalam keseluruhan proses pendidikan. Seperti yang dikatakan oleh
Asep Yonny bahwa guru memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Guru tidak sekedar dituntut memiliki kemampuan mentransformasikan pengetahuan dan pengalamannya, memberikan
ketauladanan, tetapi juga diharapkan mampu menginspirasi anak didiknya agar mereka dapat mengembangkan potensi diri dan memiliki akhlak yang
2
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai peran untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi murid-murid
untuk mencapai tujuan pembelajaran (Ahmadi, 1991: 98). Disisi lain seorang guru juga harus mampu memahami siswanya baik secara personal
maupun keseluruhan, dikarenakan setiap siswa memiliki kebutuhan yang berbeda. Semakin guru memahami karakteristik kebutuhan siswa, maka seorang pendidik akan semakin yakin untuk mengajar mereka dengan cara
yang paling efektif (Cowley, 2010: 149).
Dengan demikian, peran guru di sekolah adalah sebagai perancang
pembelajaran, pengelolaan pembelajaran, penilai hasil pembelajaran siswa, pengarah pembelajaran, serta pembimbing siswa. Peran guru sangat melekat erat dengan pekerjaan seorang guru, maka pengajarannya tidak
boleh dilakukan dengan seenaknya. Semua peran tersebut harus mampu dikuasai oleh seorang guru agar tujuan pendidikan agama Islam dapat
tercapai.
Dalam paradigma jawa, pendidik diidentikkan dengan guru (gu dan
ru) yang berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena
guru memiliki seperangkat ilmu yang memadai, yang karena ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan. Dikatakan
3
sekedar mentransformasi ilmu, tetapi juga bagaimana ia mampu menginternalisasikan ilmunya pada peserta didiknya (Mujib, 2006: 90).
Dewasa ini sering terjadi dalam pembelajaran perlakuan guru yang tidak adil, dengan memberikan hukuman atau sanksi-sanksi yang kurang
menunjang tercapainya tujuan pendidikan, ancaman yang tiada putus-putusnya disertai disiplin yang terlalu ketat, disharmonis antara peserta didik dan pendidik, dan lain sebagainya. Karena proses pendidikan yang
seperti inilah kerap kali memberi pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap peserta didik di sekolah sehingga dapat menimbulkan kenakalan
remaja ( Sudarsono, 2012: 130).
Jadi, peran guru yang dimaksudkan disini bukan hanya sebagai pengajar di sekolah, tetapi juga berhadapan dengan seperangkat komponen
yang terkait dengan pengembangan potensi anak didik. Selain berbagai peran di atas yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan, pada dasarnya
peran guru yang utama khususnya guru PAI adalah bagaimana guru mampu memasukkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam setiap proses pembelajaran. Di samping itu peran guru PAI yang utama
adalah membentuk akhlak mulia dalam diri setiap siswa, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam masa sekolah yang dilalui remaja, tidak semuanya berjalan dengan lancar. Kadang di sekolah para remaja banyak mengalami permasalahan, baik dalam mata pelajaran maupun dengan teman
4
mengejek, menyebarkan rumor, menghasut, mengucilkan, menakut-nakuti (intimidasi), mengancam, menindas, serta menyerang secara fisik
(mendorong, menampar, dan memukul) (Wiyani, 2012: 12) ataupun melakukan kekerasan terhadap teman yang dianggap lemah. Hampir setiap
anak mungkin pernah mengalami satu bentuk perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman sebayanya.
Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa perilaku kenakalan
remaja tersebut merupakan hal sepele atau bahkan normal dalam tahap kehidupan manusia atau dalam kehidupan sehari-hari. Namun faktanya,
perilaku kenakalan remaja merupakan perilaku tidak sehat, dan secara sosial tidak bisa diterima. Karena hal yang sepele pun kalau dilakukan berulang kali pada akhirnya dapat menimbulkan dampak serius dan fatal.
Kenakalan remaja sering menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga. Contoh yang sangat sederhana
dalam hal ini antara lain pencurian oleh remaja, perkelahian dikalangan anak didik yang kerap kali berkembang menjadi perkelahian antar sekolah, mengganggu wanita di jalan yang pelakunya anak remaja. Demikian juga
sikap anak yang memusuhi orang tua dan sanak saudaranya, ataupun perbuatan-perbuatan lain yang tercela seperti menghisap ganja,
mengedarkan pornografis, dan coret-coret tembok pagar yang tidak pada tempatnya (Sudarsono, 2012: 12).
Selain itu wujud dari kenakalan remaja menurut Dadang Hawari
5
dikeluarkan atau diskors dari sekolah karena berkelakuan buruk, sering kali lari dari rumah (minggat) dan bermalam di luar rumahnya, selalu
berbohong, sering kali mencuri, sering kali merusak barang milik orang lain, serta prestasi di sekolah yang jauh di bawah taraf kemampuan
kecerdasan (IQ) sehingga berakibat tidak naik kelas (Syafaat, dkk, 2008: 82).
Seiring dengan perkembangan sains dan teknologi seperti sekarang
ini, banyak media masa dan media elektronik yang mengabarkan tentang adanya penyimpangan tingkah laku siswa baik di lingkungan sekolah
maupun luar sekolah seperti berbohong, keluyuran, merokok, hura-hura, pergaulan buruk, tawuran antar pelajar, serta masih banyak tindakan agresif lainnya. Adapun gejala-gejala remaja yang dilakukan di sekolah
jenisnya bemacam-macam. Dan bisa digolongkan dengan kenakalan ringan. Adapun bentuk dan jenis kenakalan ringan adalah tidak patuh
kepada guru, lari atau membolos dari sekolah, sering berkelahi, dan sering berpakaian tidak sopan. Meskipun kenakalan yang terjadi dalam bentuk kenakalan yang ringan, hal itu sudah menimbulkan persoalan yang kurang
baik terhadap orang lain maupun dirinya sendiri.
Berbagai teori di atas, dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja
6
Gambaran kenakalan remaja banyak dikabarkan, hal tersebut jelas menunjukkan makin meningkatnya tindakan kenakalan remaja. Seperti
contohnya tawuran antar pelajar, OV seorang pelajar SMPN 41 Bekasi, tewas mengenaskan setelah terlibat tawuran dengan siswa SMPN 36,
Padurenan, Mustikajaya pada hari Sabtu (11/3/2017) sekitar pukul 15.00 WIB (http://news.liputan6.com/read/2882958/tawuran-antarpelajar-satu-siswa-smp-di-bekasi-tewas (diakses pada hari Minggu, 2 April 2017)).
Dua pelajar dari salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Semarang, Jawa Tengah dihentikan polisi saat berboncengan
menggunakan sepeda motor di kawasan Mangkang karena tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM), dua pelajar tersebut juga tidak menggunakan helm, bahkan sepeda motor yang digunakan dua bocah tersebut tidak
dilengkapi dengan kaca spion pada hari Senin (20/3/2017)
(http://www.solopos.com/2017/03/24/kenakalan-remaja-dihentikan-polisi-saat-kendarai-motor-siswa-smp-jadi-gunjingan-804103, (diakses pada hari Minggu, 2 April 2017)).
Mengenai kenakalan remaja di atas, bisa saja terjadi pada lembaga
pendidikan Islam seperti Madrasah Aliyah Darussalam Kemiri Kecamatan Subah Kabupaten Batang. Dalam konteks ini, guru MA Darussalam
Kemiri Kecamatan Subah Kabupaten Batang juga dituntut untuk berperan terhadap kenakalan remaja, karena diakui atau tidak proses kekerasan fisik maupun mental mampu merusak siswa. Fenomena tersebut seharusnya
7
penyebab tindakan kekerasan yang sangat kompleks. Dipandang dari segi agama kenakalan remaja bisa terjadi karena kondisi mental yang tidak
seimbang dan kurang baik. Mental merupakan gejala sesuatu yang berhubungan dengan batin, watak, dan perasaan. Seseorang dapat
dikatakan bermental sehat apabila dalam kehidupan sehari-hari ia memperlihatkan tingkah lakunya yang baik
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya,
penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan perkembangan.
Kebiasaan yang ditanamkan orang tua akan menjadi pengalaman yang berarti bagi remaja dalam perkembangan mereka. Seperti dalam bukunya, Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan syair sebagai berikut:
“(mengajarkan) budi pekerti itu bermanfaat ketika anak masih
kecil, setelah itu (sesudah dewasa) tidaklah (ajaran) budi pekerti itu bermanfaat. Ranting yang kecil, bila engkau luruskan, luruslah ia.
Tetapi kayu tidak akan bengkok kendati pun kau bengkokkan ia”
(Syafaat, 2008. 154-155).
Maksud syair di atas, apabila seorang pemuda semenjak kecil
membiasakan dirinya merasa senantiasa diawasi oleh Allah dalam setiap gerak gerik serta perbuatan yang ia lakukan seraya yakin bahwa Allah akan membalas dan meridhai orang yang mau taat kepada-Nya, hal itu
akan memudahkannya melakukan apa yang diperintahkan Allah serta menjauhi apa yang dilarang-Nya.
8
Pembinaan yang Islami merupakan upaya untuk menyempurnakan watak dan batin seseorang dengan melalui pendekatan-pendekatan yang ada di
dalam Al-Qur’an dan Hadis, agar ia memiliki mental yang sehat, dapat beradaptasi dengan lingkungan, serta dapat mengendalikan sikap, watak,
dan kepribadiannya.
Pendidikan Islam merupakan salah satu upaya untuk membentuk seorang siswa tidak hanya memiliki pengetahuan dan terampil tentang
pengetahuan agama Islam, namun juga dapat berpengaruh pada pembentukan akhlak mulia. Pendidikan agama Islam di sekolah adalah
sebagai bentuk pengembangan kemampuan siswa dalam meningkatkan pemahaman agama, yakni meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT serta kemuliaan akhlak.
Pembelajaran PAI yang telah terjadi saat ini, masih belum sukses disebabkan dampak dari PAI yang telah diajarkan pada siswa tidak
berpengaruh pada akhlak mulia. Terbukti dengan meningkatnya angka kenakalan remaja yang terjadi yang melibatkan siswa sekolah dari kawasan kota sampai pedesaan. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
PAI yang diberikan oleh guru belum mampu membentuk siswa berakhlak mulia sesuai tujuan utama PAI.
Dengan demikian, tampak jelas sudah tanggung jawab guru mata pelajaran PAI untuk mendidik peserta didik dengan pendidikannya yang baik dan berakhlakul karimah, agar peserta didik mampu menyerap
9
peserta didik mampu memahami materi yang disampaikan, sedangkan secara batin peserta didik mampu meniru perilaku guru.
Dari latar belakang di atas, penulis bermaksud mengkaji lebih lanjut tentang peran guru rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
dalam menangani kekerasan remaja dengan judul “PERAN GURU PAI
DALAM MENGATASI MASALAH KENAKALAN REMAJA (STUDI KASUS PADA MA DARUSSALAM KEMIRI KECAMATAN SUBAH
KABUPATEN BATANG)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada pokok pikiran yang penulis kemukakan pada latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahan adalah:
Bagaimana peran guru PAI dalam mengatasi masalah kenakalan remaja di MA Darussalam Kemiri Kecamatan Subah Kabupaten Batang?
C. Tujuan Penelitian
Sebagai konsekuensi dari permasalahan pokok, maka tujuan
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Untuk mengetahui peran guru PAI dalam mengatasi masalah kenakalan
10 D. Manfaat Penlitian
Manfaat penelitian ini sehubungan dengan peran guru PAI
terhadap masalah kenakalan remaja antara lain mempunyai manfaat yang dilihat dari manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat menambah khasanah keilmuan tentang pendidikan agama Islam.
b. Dapat memberi gambaran dan masukan untuk perilaku kenakalan remaja.
c. Dapat memperkaya teori tentang perilaku kenakalan remaja. 2. Manfaat Praktis
a. Memberi informasi pada praktisi pendidikan (khususnya guru
pendidikan agama Islam) di MA Darussalam Kemiri Kecamatan Subah Kabupaten Batang tentang peran guru terhadap perilaku
kenakalan remaja.
b. Mengetahui peran guru PAI terhadap perilaku kenakalan remaja siswa.
c. Dapat mengetahui dan meminimalisir kenakalan remaja sehingga siswa aman, nyaman, dan tentram dalam belajar.
d. Diharapkan dapat memberikan dorongan kepada guru, orang tua dan masyarakat serta seluruh elemen terkait untuk berperan menciptakan suatu lingkungan yang bermoral dan beradab
11 E. Penegasan Istilah
1. Peran Guru dalam Pendidikan
Peran (role) guru artinya keseluruhan tingkah laku yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru (Thohirin,
2006: 165). Dalam mencapai keberhasilan pendidikan, pendidik memiliki peran yang menentukan, sebab bisa dikatakan pendidik merupakan kunci utama terhadap kesuksesan pendidikan (Sadulloh,
2014: 128). Guru mempunyai peranan yang amat luas, baik di sekolah, keluarga dan di dalam masyarakat. Di sekolah guru berperan sebagai
perancang atau perencana, pengelola pengajaran dan pengelola hasil pembelajaran siswa. Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukanya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik
serta sebagai pegawai. Di dalam keluarga guru berperan sebagai family educator. Sedangakan ditengah tengah masyarakat guru berperan
sebagai social developer (pembina masyarakat), social motivator
(pendorong masyarakat), social inovator (penemu masyarakat), dan sebagai social agent (agen masyarakat) (Thohirin, 2006: 165-166).
Dapat disimpulkan bahwa peran guru yang dimaksudkan disini bukan hanya sebagai pengajar di sekolah, tetapi juga berhadapan
12 2. Guru Rumpun Mata Pelajaran PAI
a. Pengertian Guru
Kata pendidik sering kali diwakili oleh istilah “guru” (Asdiqoh,
2012: 38). Dalam Kamus Bahasa Indonesia dinyatakan, bahwa
pendidik adalah orang yang mendidik. Guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar
mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam
memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT, dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri (Nata, 2010: 159).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru merupakan orang yang memberikan ilmu pengetahua kepada anak didik serta
menjadi pembimbing anak didik dalam mengembangkan potensi yang dimiliki.
b. Rumpun Mata Pelajaran PAI
Untuk mencapai tujuan pendidikan, salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di madarasah adalah
pendidikan agama Islam, yang dimaksudkan untuk membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Pendidikan
13
yaitu: Al-Qur’an Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab.
3. Kenakalan Remaja a. Kenakalan
Menurut Dr. Fuad Hasan, kenakalan diartikan sebagai perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak remaja yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak
kejahatan (Sudarsono, 2012: 11). Kenakalan mempunyai konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan, dan keganasan yang dilakukan
oleh anak-anak muda di bawah usia 22 tahun. b. Remaja
Remaja berasal dari kata latinAdolecereI (kata bendanya
Adolescentia) yang berarti remaja, yaitu “tumbuh atau tumbuh
dewasa” dan bukan kanak-kanak lagi. Remaja menurut Zakiah
Daradjat adalah tahap peralihan dari masa kanak-kanak, tidak lagi anak, tetapi belum dipandang dewasa. Remaja adalah umur yang menjembatani antara umur anak-anak dan umur dewasa (Syafaat,
2008: 87).
Dengan demikian, kenakalan remaja adalah perbuatan/ kejahatan/
pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama. Paham kenakalan remaja dalam arti luas, meliputi perbuatan-perbuatan
14
baik yang terdapat dalam KUHP (pidana umum) maupun perundang-undangan di luar KUHP (pidana khusus) (Sudarsono, 2012: 11-12).
Selain itu kenakalan remaja merupakan perilaku jahat (dursila) atau kejahatan/ kenakalan anak-anak muda (Syafaat, 2008: 74).
Wujud dari kenakalan remaja antara lain, sering membolos, sering lari dari rumah, perkelahian antar kelompok, kebut-kebutan di jalan, sering berbohong, sering mencuri, dan sebagainya.
F. Kjian Pustaka
Dalam penelitian kualitatif lazimnya peneliti melakukan kajian
pustaka terlebih dahulu memeriksa penelitian-penelitian yang relevan atau memiliki kesamaan. Kajian terhadap penelitian-penelitian yang relevan dimaksudkan untuk mencari masukan dan perbandingan, baik terkait fokus
maupun metodologi dan penjabaran desainnya, seerta hasil-hasil penelitiannya. (Putra, 2012. 158)
Sebelum penulis mengadakan penelitian tentang “Peran Guru
Rumpun Mata Pelajaran PAI Dalam Mengatasi Masalah Kenakalan Remaja di MA Darussalam Kemiri Kecamatan Subah Kabupaten Batang” penulis dengan segala kemampuan yang ada berusaha menelaah hasil kajian antara lain:
1. Skripsi Atika Oktaviani Palupi, NIM 1511409011, Mahasiswa Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang
Tahun 2013 dengan judul “Pengaruh Religiusitas Terhadap Kenakalan
15
Tegal”.(
https://www.google.co.id/search?hl=id&ie=ISO-8859-1&q=pdf++skripsi+tentang+kenakalan+remaja, diakses pada Hari
Minggu, 2 april 2017).
Skripsi ini membahas tentang pengaruh religiusitas terhadap kenakalan
remaja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional dengan jumlah sampel sebanyak 70 siswa kelas VIII SMP Negeri 02 Slawi. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik total sampling
atau sampling jenuh. Data penelitian diambil menggunakan angket kenakalan remaja dan skala religiusitas. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan negatif antara religiusitas dengan kenakalan remajapada siswa kelas VIII SMP Negeri 02 Slawi.
2. Skripsi Fella Eka Febriana, NIM 100910301059, Mahasiswa Program
Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Jember Tahun 2016 dengan judul “Peran Orang Tua
Dalam Pencegahan Kenakalan Remaja (Studi Deskriptif di Kelurahan
Antirogo Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember)”.
(https://www.google.co.id/search?q=skripsi+kenakalan+remaja&ie=U
TF=8&prmd=ivns&ei=DhPiWKjuN8TkvgTEm46wBQ&start=10&sa =N, diakses pada hari Senin, 3 April 2017).
Skripsi ini membahas tentang peran orang tua dalam pencegahan kenakalan remaja. Tujuan dalam penelitian ini yaitu mendiskripsikan dan menganalisis peran oran orang tua terhadap kenakalan remaja di
16
Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisis,
dalam menguji keabsahan data, penelitian menggunakan triangulasi. Hasil analisis yang didapat bahwa peran orang tua dilakukan oleh para
orang tua di Kelurahan Antirogo yakni dengan menyibukkan anak mereka dengan pendidikan umum dan pendidikan agama. Adanya bekal ilmu agama yang didapat, perhatian, nasehat dan bimbingan
orang tua diharapkan dapat membentengi putra putrinya terhindar dari pengeruh kenakalan remaja.
3. Skipsi Siti Rohisoh, NIM 11409070, Mahasiswa Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Salatiga dengan judul “Pengaruh Perhatian Orang Tua
Terhadap Kenakalan Remaja Di MTS Walisongo Sidowangi Kajoran
Kabupaten Magelang” (
http://www.google.co.id/search?ie=ISO-8859-1&q=skripsi+kenakalan+remaja&btnG=Telusuri, diakses pada hari Senin, 3 April 2017).
Skripsi ini membahas tentang pengaruh perhatian orang tua terhadap
kenakalan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perhatian orang tua terhadap kenakalan remaja di MTs Walisongo
Sidowangi. Penelitian ini dilaksanakan dengan jumlah populasi 152 siswa, sedang sampel penelitian adalah 60 siswa yang terdiri dari kelas VIII A dan VIII B. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan
17
deskriptif mengungkapkan bahwa perhatian orang tua di MTs Walisongo Sidowangi pada kategori tinggi sebanyak 54 anak atau
90%, dalam kategori sedang sebanyak 3 anak atau 5%, dan kategori rendah sebanyak 3 anak atau 5%.sedang kenakalan remaja di MTs
Walisongo Sidowangi dalam kategori tinggi sebanyak 2 anak atau 3.33%, sedangkan dalam kategori sedang sebanyak 12 anak atau 20%, dan pada kategori rendah ada 46 anak atau 76%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara perhatian orang tua terhadap kenakalan remaja pada sisiwa kelas VIII A dan VIII B MTs
Walisongo Sidowangi.
Adapun kajian penelitian ini terfokus pada peran guru PAI dalam mengatasi masalah kenakalan remaja (studi kasus pada MA
Darussalam Kemiri Kecamatan Subah Kabupaten Batang).
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam memahami isi dari penelitian ini, maka disusun sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
18 BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Merupakan bagian yang mejelaskan landasan teori yang berhubungan
dengan penelitian yang memuat: peran guru dalam pendidikan, guru PAI, dan kenakalan remaja.
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Berisi tentang pendekatan, jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data,
pengecekan keabsahan data dan tahap-tahap penelitian. BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini menjelaskan tentang:
a. Gambaran Umum MA Darussalam Kemiri 1) Letak geografis MA Darussalam Kemiri
2) Sejarah berdirinya dan berkembangnya MA Darussalam Kemiri 3) Struktur organisasi di MA Darussalam Kemiri
4) Keadaan guru dan karyawan di MA Darussalam Kemiri 5) Keadaan siswa di MA Darussalam Kemiri
6) Sarana dan prasarana yang ada di MA Darussalam Kemiri
b. Deskriptif data
1) Kenakalan remaja di MA Darussalam Kemiri Kecamatan Subah
Kabupaten Batang.
2) Peran guru rumpun mata pelajaran PAI dalam mengatasi masalah kenakalan remaja di MA Darussalam Kemiri Kecamatan Subah
19 BAB V: PENUTUP
Berisi kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian dan saran-saran dari
20 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripi Peran Guru dan Kenakalan Remaja 1. Peran Guru dalam Pendidikan
Peran (role) guru artinya keseluruhan tingkah laku yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru (Thohirin,
2006: 165). Dalam mencapai keberhasilan pendidikan, pendidik memiliki peran yang menentukan, sebab bisa dikatakan pendidik
merupakan kunci utama terhadap kesuksesan pendidikan (Sadulloh, 2014: 128). Guru mempunyai peran yang luas karena merupakan faktor utama dalam keseluruhan proses pendidikan.
Seperti yang dikatakan oleh Asep Yonny bahwa guru memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Guru tidak sekedar
dituntut memiliki kemampuan mentransformasikan pengetahuan dan pengalamannya, memberikan ketauladanan, tetapi juga diharapkan mampu menginspirasi anak didiknya agar mereka dapat
mengembangkan potensi diri dan memiliki akhlak yang baik (Yonny, 2011: 9).
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai peran untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan pembelajaran (Ahmadi, 1991: 98). Disisi
21
personal maupun keseluruhan, dikarenakan setiap siswa memiliki kebutuhan yang berbeda. Semakin guru memahami karakteristik
kebutuhan siswa, maka seorang pendidik akan semakin yakin untuk mengajar mereka dengan cara yang paling efektif (Cowley, 2010:
149).
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa peran guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai direktur (pengarah) belajar
(director of learning). Sebagai direktur belajar, tugas dan tanggung jawab guru menjadi meningkat, termasuk melaksanakan perencanaan
pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil belajar, sebagai motivator belajar, dan sebagai pembimbing. Dengan demikian, proses belajar mengajar akan senantiasa ditingkatkan terus menurus dalam
mencapai hasil belajar yang optimal (Ahmadi, 1991: 98-100). Sedangkan Asep Umar Fakhruddin memberikan penjelasan tentang
peran guru dalam proses pembelajaran sebagai berikut:
a. Guru sebagai sumber belajar, peran ini berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran.
b. Guru sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan memudahkan siswa dalam kegiatan proses
pembelajaran.
22
d. Guru sebagai demonstrator, maksudnya adalah peran untuk menunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat
siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan guru.
e. Guru sebagai pembimbing, guru berperan dalam membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup mereka, sehingga dapat tumbuh dan
berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.
f. Guru sebagai pengelola kelas, guru bertanggung jawab memelihara lingkungn kelas, agar senantiasa menyenangkan untuk belajar. g. Guru sebagai mediator, guru harus memiliki keterampilan memilih
dan menggunakan media pendidikan utuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar.
h. Guru sebagai evaluator, guru hendaknya menjadi evaluator yang baik, agar dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau
keefektifan metode mengajar. (Fakhruddin, 2011: 49-61)
Menurut Tohirin, dalam aktivitas pengajaran dan administrasi
pendidikan, guru berperan sebagai berikut:
23
b. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan kepentingan masyarakat dalam pendidikan.
c. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu ia menguasai bahan yang harus diajarkannya.
d. Penegak disiplin, guru terlebih dahulu harus memberi contoh tentang kedisiplinan kepada siswanya.
e. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab
agar pendidikan dapat berlangsung secara baik.
f. Pemimpin generasi muda, yaitu guru bertanggung jawab untuk
mengarahkan perkembangan siswa sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan.
g. Penerjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk
menyampaikan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat (Tohirin, 2006: 167).
Dengan demikian, peran guru di sekolah adalah sebagai perancang pembelajaran, pengelolaan pembelajaran, penilai hasil pembelajaran siswa, pengarah pembelajaran, serta pembimbing siswa. Peran guru
sangat melekat erat dengan pekerjaan seorang guru, maka pengajarannya tidak boleh dilakukan dengan seenaknya. Semua peran
24
dalam diri setiap siswa, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pengertian Guru Rumpun Mata Pelajaran PAI, Tugas dan Fungsinya a. Pengertian Guru Rumpun Mata Pelajaran PAI
1) Pengertian Guru
Kata pendidik sering kali diwakili oleh istilah “guru”. Guru
adalah orang yang pekerjannya mengajar atau memberikan
pelajaran di sekolah atau di dalam kelas (Asdiqoh, 2012: 38). Dalam Kamus Bahasa Indonesia dinyatakan, bahwa pendidik
adalah orang yang mendidik. Guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar
mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam
memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT, dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri (Nata, 2010: 159).
Pengertian pendidik dalam Islam adalah sebagai murabbi, mu'allim, dan mu'addib sekaligus. Pengertian murabbi
mengisyaratkan bahwa guru agama harus orang yang memiliki sifat-sifat rabbani yaitu orang-orang yang bijaksana, terpelajar dalam bidang pengetahuan tentang ar-Rabb. Disamping itu
25
terhadap peserta didik (Thoha, 1996: 11). Seperti yang
dijelaskan dalam firman Allah QS. Al-Isra' (17) ayat 24 :
اَمَك اَمُهْمَح ْرا ِّبَر ْلُق َو ِةَم ْحَّرلا َنِم ِّلُّذلا َحاَنَج اَمُهَل ْضِف ْخا َو
اًريِغَص يِناَيَّبَر
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil."(QS. Al-Isra' (17): 24.
Mu'alim mengandung arti bahwa guru adalah orang berilmu yang tidak hanya menguasai ilmu secara teoritik tetapi mempunyai komitmen yang tinggi dalam mengembangkan
ilmu yang dimilikinya (Rochman, 2011: 23-24). Seperti dalam firman Allah QS. Al-Baqarah (2) ayat 151:
لاوُسَر ْمُكيِف اَنْلَس ْرَأ اَمَك
ُمُكُمِّلَعُي َو ْمُكيِّكَزُي َو اَنِتاَيآ ْمُكْيَلَع وُلْتَي ْمُكْنِم
َباَتِكْلا
َنوُمَلْعَت اوُنوُكَت ْمَل اَم ْمُكُمِّلَعُي َو َةَمْكِحْلا َو
"Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara
kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan
menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu kitab dan
al-hikmah (as-Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang
26
Sedangkan mu'addib secara harfiah adalah orang yang memiliki akhlak dan sopan santun. Secara lebih luas mu'addib
adalah orang yang terdidik sehingga ia memiliki hak moral dan daya dorong untuk memperbaiki masyarakat. Sebagai
al-mu'addib seorang guru adalah mereka yang menampilkan citra diri yang ideal, contoh dan teladan yang baik bagi para muridnya. Istilah ini dijumpai dalam hadis Rasulullah SAW,
yang artinya :
"Tuhanku telah mendidikku (memperbaiki akhlakku), maka
perbaguslah didikan (akhlak) ku ini." (Nata, 2010: 69).
Maka dapat disimpulkan bahwa seorang guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengeahuan kepada anak didiknya. Akan
tetapi, guru adalah tenaga profesianal secara sadar bertanggung jawab mendidik, mengajar, melatih dan membimbing peserta
didik agar dapat mencapai tingkat kedewasaan. 2) Guru Rumpun Mata Pelajaran PAI
Guru PAI adalah guru yang mengajar mata pelajaran
Aqidah Ahlak, Al-Qu’ran Hadis, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dan Bahasa Arab di sekolah/madrasah, tugasnya
membentuk anak didik menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan. Selain itu juga memberikan
27
dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan, baik kehidupan
pribadi maupun kehidupan masyarakat.
Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di madrasah adalah
pendidikan agama Islam, yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Pendidikan Agama Islam di Madrasah Aliyah terdiri atas empat mata pelajaran, yaitu: Al-Qur'an Hadis, Akidah Akhlak,
Fikih, dan Sejarah Kebudayaan Islam. Masing-masing mata pelajaran tersebut pada dasarnya saling terkait, isi mengisi dan melengkapi. Al-Qur'an Hadis merupakan sumber utama ajaran
28
fikih (ibadah, muamalah), sehingga kajiannya berada di setiap unsur tersebut. Akidah (Usuluddin) atau keimanan merupakan
akar atau pokok agama. Syariah/ fikih (ibadah, muamalah) dan akhlak bertitik tolak dari akidah, yakni sebagai manifestasi dan
konsekuensi dari akidah (keimanan dan keyakinan hidup). Syar'ah/ fikih merupakan sistem norma (aturan) yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesama manusia dan dengan
makhluk lainnya. Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup manusia, dalam arti bagaimana sistem norma
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah (ibadah dalam arti khas) dan hubungan manusia dengan manusia dan lainnya (muamalah) itu menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup
manusia dalam menjalankan sistem kehidupannya (politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kekeluargaan, kebudayaan/ seni,
iptek, olahraga/ kesehatan, dan lain-lain) yang dilandasi oleh akidah yang kokoh. Sejarah Kebudayaan Islam merupakan perkembangan perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke
masa dalam usaha bersyariah (beribadah dan bermuamalah) dan berakhlak serta dalam mengembangkan sistem
kehidupannya yang dilandasi oleh akidah
.
Pendidikan Agama Islam (PAI) di Madrasah Aliyah yang terdiri atas empat mata pelajaran tersebut memiliki
29
kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara tekstual dan kontekstual, serta mengamalkan
kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Aspek akidah
menekankan pada kemampuan memahami dan
mempertahankan keyakinan/ keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai al-asma’ al-husna. Aspek Akhlak menekankan pada pembiasaan untuk
melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari. Aspek fikih menekankan pada
kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah yang benar dan baik. Aspek Sejarah Kebudayaan Islam menekankan pada kemampuan mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa
bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik,
ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk mengembangkan Kebudayaandan Peradaban Islam.
Selain empat mata pelajaran tersebut, ada juga mata
pelajaran PAI yaitu bahasa Arab. Mata pelajaran bahasa Arab merupakan suatu mata pelajaran yang diarahkan untuk
mendorong, membimbing, mengembangkan, dan membina kemampuan serta menumbuhkan sikap positif terhasap bahasa Arab, baik reseptif maupun produktif. Kemampuan reseptif
30
dan memahami bacaan. Kemampuan produktif yaitu kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi baik
secara lisan maupun secara tertulis. Kemampuan berbahasa Arab serta sikap positif terhadap bahasa Arab tersebut sangat
penting dalam membantu memahami sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur'an dan hadis, serta kitab-kitab berbahasa Arab yang berkenaan dengan Islam bagi peserta didik. Untuk itu, bahasa
Arab di Madrasah Aliyah dipersiapkan untuk pencapaian kompetensi dasar berbahasa, yang mencakup empat
keterampilan berbahasa yang diajarkan secara integral, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Meskipun begitu, pada tingkat pendidikan dasar
(elementary) dititikberatkan pada kecakapan menyimak dan berbicara sebagai landasan berbahasa. Pada tingkat pendidikan
menengah (intermediate), keempat kecakapan berbahasa diajarkan secara seimbang. Pada tingkat pendidikan lanjut
(advanced), dikonsentrasikan pada kecakapan membaca dan menulis, sehingga peserta didik diharapkan mampu mengakses berbagai referensi berbahasa Arab.
Penyusunan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah ini dilakukan dengan cara mempertimbangkan dan me-review
31
tentang Standar Isi (SI) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, mata pelajaran Pendidikan Agama Islam aspek
keimanan/akidah dan akhlak untuk SMA/MA, serta memperhatikan Surat Edaran Dirjen Pendidikan Islam Nomor:
DJ.II.1/PP.00/ED/681/2006, tanggal 1 Agustus 2006, tentang Pelaksanaan Standar Isi, yang intinya bahwa Madrasah dapat meningkatkan kompetensi lulusan dan mengembangkan
kurikulum dengan standar yang lebih tinggi. (Peraturan Menteri Agama RI No. 2 tahun 2008).
3) Tujuan Rumpun Mata Pelajaran PAI
Pendidikan Islam merupakan salah satu upaya untuk membentuk seorang siswa tidak hanya memiliki pengetahuan
dan terampil tentang pengetahuan agama Islam, namun juga dapat berpengaruh pada pembentukan akhlak mulia.
Pendidikan agama Islam di sekolah adalah sebagai bentuk pengembangan kemampuan siswa dalam meningkatkan pemahaman agama, yakni meningkatkan keimanan dan
ketakwaan terhadap Allah SWT serta kemuliaan akhlak.
Untuk mencapai tujuan pendidikan, salah satu bidang studi
yang harus dipelajari oleh peserta didik di madarasah adalah pendidikan agama Islam, yang dimaksudkan untuk membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang beriman dan
32
Pendidikan agama Islam di Madrasah Aliyah terdiri atas lima mata pelajaran, yaitu: Al-Qur’an Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam dan Bahasa Arab.
Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang
dilaksanakan berdasaran ajaran Islam. Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab”. (Undang
-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003).
Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah muslim yang sempurna atau manusia yang takwa, manusia yang beriman dan
manusia yang beribadah kepada Allah (Tafsir, 2014: 51). Tujuan Pendidikan Agama Islam, menurut hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia, tanggal 7-11 Mei 1960 di
Cipayung Bogor, adalah menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia
yang berpribadi dan berbudi luhur menurut ajaran Islam.Tujuan tersebut didasarkan kepada proposisi bahwa pendidikan Islam
33
mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. Dasar semua itu adalah firman Allah dlm
QS. Al-An’am ayat 162:
َنيِمَلاَعْلا ِّبَر ِ َّ ِلِلَ يِتاَمَم َو َياَي ْحَم َو يِكُسُن َو يِتلاَص َّنِإ ْلُق
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanya untuk Allah, pendidik (pengasuh) sekalian alam” (QS.
Al-An’am: 162).
Jadi, tujuan Pendidikan Agama Islam adalah membina manusia agar menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Setiap orang semestinya menyerahkan diri kepada Allah,
karena penciptaan jin dan manusia oleh Allah adalah untuk menjadi hamba-Nya yang memperhambakan diri (beribadah kepada-Nya. Seperti dijelaskan dalam firman-Nya QS.
Al-Dzariyat ayat 56:
ِإ َسْنلإا َو َّنِجْلا ُتْقَلَخ اَم َو
ِنوُدُبْعَيِل لا
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Al-Dzariyat: 56). (Syafaat, 2008: 33-35)
Dengan demikian, jelaslah bahwa Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman,
34
Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara khusus rumpun mata pelajaran PAI memiliki tujuan diantaranya sebagai berikut:
a) Al-Qur’an Hadis
i) Meningkatkan kecintaan peserta didik terhadap Al-Qur'an dan hadis.
ii) Membekali peserta didik dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur'an dan hadis sebagai pedoman
dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan.
iii) Meningkatkan pemahaman dan pengamalan isi kandungan Al-Qur'an dan hadis yang dilandasi oleh
dasar-dasar keilmuan tentang Al-Qur'an dan hadis. b) Akidah Akhlak
i) Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus
berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
ii) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia
35
sehari-hari baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai
akidah Islam. c) Fikih
i) Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip, kaidah-kaidah dan tatacara pelaksanaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk
dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.
ii) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran agama Islam baik
dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, dan makhluk
lainnya maupun hubungan dengan lingkungannya. d) Sejarah Kebudayaan Islam
i) Membangun kesadaran peserta didik tentang
pentingnya mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam yang telah dibangun oleh
36
ii) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah
proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan. iii) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta
sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah.
iv) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik
terhadap peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau.
v) Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan
mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan seni dan lain-lain untuk
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam. e) Bahasa Arab
i) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dalam
bahasa Arab, baik lisan maupun tulis yang mencakup empat kecakapan berbahasa, yakni menyimak (istima’),
berbicara (kalam), membaca (qira'ah), dan menulis
(kitabah).
ii) Menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya bahasa
37
utama belajar, khususnya dalam mengkaji sumber-sumber ajaran Islam.
iii) Mengembangkan pemahaman tentang saling keterkaitan antara bahasa dan budaya serta memperluas cakrawala
budaya. Dengan demikian, peserta didik diharapkan memiliki wawasan lintas budaya dan melibatkan diri dalam keragaman budaya. (Peraturan Menteri Agama
Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008).
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan
agama Islam merupakan usaha sadar dan sistematis, serta berkelanjutan untuk mengembangkan potensi agama, memberi sifat keislaman, serta memberi kecakapan sesuai dengan tujuan
pendidikan.
b. Tugas dan Fungsi Guru
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bab 1 pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
38
Guru adalah figur seorang pemimpin, sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai
kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seseorang yang berguna bagi agama, nusa, dan
bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia asusila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara. Tugas guru sebagai suatu profesi menuntuk
kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik,
mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai profesi (Djamarah, 2005: 36-37). Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak.
Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak
didik. Sedangkan tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan (Asdiqoh, 2012: 19).
Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, sertamembawakan
39
1) Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan progam pengajaran dan melaksanakan program yang telah
disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2) Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
3) Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik, dan
masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, prngorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan yang
dilakukan (Mujib, 2006: 90-91).
Menurut Ag. Soejono tugas pendidik sebagai berikut:
1) Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, angket, dan sebagainya.
2) Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk
agar tidak berkembang.
3) Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, ketrampilan,
40
4) Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik.
5) Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya (Tafsir,
2008: 79).
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab VI (Standar
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan) pasal 28 ayat 3, menjelaskan bahwa tugas dan fungsi guru terdapat pada
kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005).
Sedangkan dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama
Pada Sekolah Bab VI (Pendidikan dan Tenaga Kependidikan) pasal 16 ayat 1 menjelaskan bahwa guru pendidikan agama harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, profesional,
dan kepemimpinan. Disini kompetensi guru agama mendapat penambahan kompetensi, yaitu kompetensi kepemimpinan.
Kompetensi tersebut antara lain: 1) Kompetensi Pedagogik
a) Pemahaman karakteristik peserta didik dari aspek fisik,
41
b) Penguasaan teori dan prinsip belajar pendidikan agama. c) Pengembangan kurikulum pendidikan agama.
d) Penyelenggaraan kegiatan pengembangan pendidikan agama.
e) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan agama.
f) Pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki dalam
pendidikan agama.
g) Komunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
h) Penyelenggaraan penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran pendidikan agama.
i) Tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan agama.
2) Kompetensi Kepribadian
a) Tindakan yang sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
b) Penampilan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik serta masyarakat. c) Penampilan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil,
42
d) Kepemilikan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
e) Penghormatan terhadap kode etik profesi guru. 3) Kompetensi Sosial
a) Sikap inklusif, bertindak obkektif, serta tidak diskriminatif berdasarkan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
b) Sikap adaptif dengan lingkungan sosial budaya tempat bertugas.
c) Sikap komunikatif dengan komunitas guru, warga sekolah dan warga masyarakat.
4) Kompetensi Profesional
a) Penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola piker keilmuan yang mendukung mata pelajaran pendidikan
agama.
b) Penguasaan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran pendidikan agama.
c) Pengembangan materi pembelajaran mata pelajaran pendidikan agama secara efektif.
d) Pengembangan profesionalitas secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
e) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk
43 5) Kompetensi Kepemimpinan
a) Kemampuan membuat perencanaan pembudayaan
pengamalan ajaran agama dan perilaku akhlak mulia pada komunitas sekolah sebagai bagian dari proses pembelajaran
agama.
b) Kemampuan mengorganisasikan potensi unsur sekolah secara sistematis untuk mendukung pembudayaan
pengamalan ajaran agama pada komunitas sekolah.
c) Kemampuan menjadi inovator, motivator, fasilitator,
pembimbing, dan konselor dalam pembudayaan pengamalan ajaran agama pada komunitas sekolah.
d) Kemampuan menjaga, mengendalikan, dan mengarahkan
pembudayaan pengamalan ajaran agama pada komunitas sekolah dan menjaga keharmonisan hubungan antar
pemeluk agama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010).
Dalam lembaga pendidikan guru menjadi orang pertama yang bertugas membimbing, mengajar dan melatih anak didik untuk
mencapai kedewasaan. Dengan harapan, setelah proses pendidikan sekolah selesai anak didik mampu hidup dan mengembangkan dirinya di tengah masyarakat dengan berbekal pengetahuan dan
44
Guru sebagai pembimbing, diartikan bahwa seorang pendidik mempunyai tanggung jawab besar untuk membuat siswa dari yang
tidak bisa menjadi bisa, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang kurang baik menjadi baik. Sehingga dengan adanya guru
yang berdaya (mempunyai daya) dalam mendidik diharapkan mampu meminimalisir perilaku kenakalan remaja.
Maka dapat disimpulkan bahwa seorang guru bukan hanya
sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada anak didiknya. Akan tetapi, guru adalah tenaga profesianal secara sadar bertanggung
jawab mendidik, mengajar, melatih dan membimbing peserta didik agar dapat mencapai tingkat kedewasaan.
3. Kenakalan Remaja
a. Pengertian Kenakalan Remaja
Menurut Dr. Fuad Hasan, kenakalan diartikan sebagai
perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak remaja yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan (Sudarsono, 2012: 11).
Remaja berasal dari kata latin AdolecereI (kata bendanya
Adolescentia) yang berarti remaja, yaitu “tumbuh atau tumbuh
dewasa” dan bukan kanak-kanak lagi. Remaja menurut Zakiah
45
menjembatani antara umur anak-anak dan umur dewasa (Syafaat, 2008: 87).
Istilah baku tentang kenakalan remaja dalam konsep psikologi adalah juvenile delinquency. Secara etimologis dapat
dijabarkan bahwa juvenile berarti anak, sedangkan delinquency
berarti kejahatan. Dengan demikian, pengertian secara etimologis adalah kejahatan anak. Jika menyangkut subjek/pelaku, maka
juvenile delinquency yang berarti penjahat anak atau anak jahat (Sudarsono, 2012: 10). Delinquency mempunyai konotasi
serangan, pelanggaran, kejahatan, dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak muda di bawah usia 22 tahun (Syafaat, 2008: 74-75).
Dengan demikian, kenakalan remaja adalah perbuatan/ kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang
bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama. Paham kenakalan remaja dalam arti luas, meliputi perbuatan-perbuatan anak remaja yang bertentangan
dengan kaidah-kaidah hukum tertulis, baik yang terdapat dalam KUHP (pidana umum) maupun perundang-undangan di luar
KUHP (pidana khusus) (Sudarsono, 2012: 11-12). Selain itu kenakalan remaja merupakan perilaku jahat (dursila) atau kejahatan/ kenakalan anak-anak muda (Syafaat, 2008: 74). Pada
46
norma-norma, baik norma hukum maupun norma sosial (Simandjuntak, 1983: 50).
Kenakalan remaja adalah perubahan perilaku yang melanggar hukum norma agama, norma masyarakat, dan
mengganggu ketertiban umum sehingga mengusik diri sendiri dan orang lain. Kenakalan remaja merupakan suatu contoh perilaku yang ditunjukkan oleh remaja dan perbuatan tersebut melanggar
aturan, yang dianggap berlebihan dan berlawanan dengan norma masyarakat. Setiap tindakan yang dilakukan remaja sekecil apapun
perlu mendapatkan perhatian, teguran, dan bimbingan. Jika tidak demikian, remaja akan lepas kendali dan menyebabkan terpancing melakukan kejahatan. Adapun wujud dari kenaklan remaja
bermacam-macam, diantaranya adalah sering membolos, sering lari dari rumah, perkelahian antar kelompok, kebut-kebutan di jalan,
sering berbohong, sering mencuri, dan sebagainya. b. Sebab Terjadinya Juvenile Delinquency
Pengaruh sosial dan kultural memainkan peran yang besar
dalam penbentukan atau pengondisian tingkah laku kriminal anak-anak remaja. Mayoritas pelaku juvenile delinquency berusia di
47
Sigmund Freud dalam Sudarsono, sebab utama dari perkembangan tidak sehat, ketidakmampuan menyesuaikan diri
dan kriminalitas anak dan remaja adalah konflik-konflik mental, rasa tidak dipenuhi kebutuhan pokoknya seperti rasa aman,
dihargai, bebas memperlihatkan kepribadian dan lain-lain. Sedangkan menurut W.A. Bonger, penyebab diviasi/ penyimpangan pada perkembangan anak dan remaja adalah
kemiskinan di rumah, ketidaksamaan sosial dan keadaan-keadaan ekonomi lain yang merugikan dan bertentangan.
Menurut Aat Syafaat sebab terjadinya juvenile delinquency
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: 1) Lemahnya pemahaman nilai-nilai agama.
2) Lemahnya ikatan keluarga.
3) Anak delinquency kangen keluarga.
4) Kondisi keluarga tidak nyaman, lingkungan sekolah tidak kondusif dan kondisi masyarakat yang buruk.
5) Kurangnya kontrol kita semua sebagai orang tua “orang tua”
dalam arti luas. Di keluarga sebagai orang tua adalah ayah dan ibu, di sekolah adalah guru dan di masyarakat yaitu tokoh
masyarakat, jaksa, hakim, ustad/kyai, polisi dan lain-lain. 6) Kurangnya pemanfaatan waktu luang.
7) Kurangnya fasilitas-failitas untuk remaja (sarana olahraga,
48
Untuk itu diperlukan solusi yang paling efektif untuk mengatasi sebab terjadinya juvenile delinquency, yaitu dengan
penyediaan fasilitas-fasilitas untuk remaja (sarana olahraga, sarana keagamaan, sarana rekreasi, sanggar seni, alat-alat musik, dan
lain-lain). Selain itu, juga harus tercipta keluarga yang tenang, damai, penuh kasih sayang, dan perhatian kepada anak-anaknya. Hindari perselisihan atau percekcokan antara suami istri, karena hal
tersebut dapat mengakibatkan si anak merasa tidak nyaman di rumah.
c. Wujud Perilaku Juvenile Deliquency
Wujud perilaku delinquen menurut Adler yang ditulis Kartini Kartono adalah sebagai berikut:
1) Kebut-kebutan di jalan yang mengganggu keamanan lalu lintas, dan membahayakan diri sendiri atau orang lain.
2) Perkelahian antar kelompok, antar sekolah (tawuran, sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa).
3) Berpesta pora sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan
seks bebas yang dapat mengganggu lingkungan. 4) Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika.
Perilaku menyimpang oleh remaja (kenakalan remaja) seringkali merupakan gambaran dari kepribadian anti sosial atau gangguan tingkah laku remaja yang menurut Dadang Hawari,