• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa - PENGARUH PEMBELAJARAN FLIPPED CLASSROOM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PURWOKERTO - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa - PENGARUH PEMBELAJARAN FLIPPED CLASSROOM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PURWOKERTO - repository perpustakaan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Deskripsi Konseptual

1. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Berpikir kritis seringkali didefinisikan sebagai berpikir pada level tinggi atau juga dimaknai berpikir tingkat tinggi. Berpikir kritis juga sering dipahami sebagai berpikir yang rumit dan cenderung hanya cocok pada

level mahasiswa. Dampak dari pemahaman definisi di atas, banyak orang mengidentikkan berpikir kritis diberlakukan untuk soal-soal yang susah.

Pandangan-pandangan ini yang harus kita ubah. Berpikir kritis dan kreatif merupakan salah satu bagian dari higer order thinking skill atau kemampuan berpikir tingkat tinggi. Berpikir kritis adalah berpikir rasional

dalam menilai sesuatu. Sebelum mengambil suatu keputusan atau melakukan suatu tindakan, maka dilakukan pengumpulkan informasi

sebanyak mungkin tentang sesuatu tersebut. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir yang sifatnya baru yang diperoleh dengan mencoba-coba dan ditandai dengan keterampilan berpikir lancar, luwes,

orisinal dan elaborasi, sedangkan berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan

tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan (Ennis dalam Hassoubah, 2004).

Menurut Zdravkovich (2004) dapat dikatakan bahwa berpikir kritis

(2)

menganalisis masalah, mensintesis, generalisasi, menerapkan konsep, menafsirkan, mengevaluasi mendukung argumen dan hipotesis,

memecahkan masalah dan juga dalam membuat keputusan. Ennis (Hassoubah, 2004) memberikan sebuah definisi berpikir kritis adalah

berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pengambilan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Tujuan dari berpikir kritis adalah agar dapat menjauhkan seseorang dari keputusan

yang keliru dan tergesa-gesa sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan. Definisi berpikir kritis paling sedikit memuat tiga hal. Pertama

berpikir kritis merupakan proses pemecahan masalah dalam suatu konteks interaksi dengan diri sendiri, dunia orang lain dan atau lingkungannya, kedua berpikir kritis merupakan proses penalaran reflektif berdasarkan

informasi dan kesimpulan yang telah diterima sebelumnya yang hasilnya terwujud dalam penarikan kesimpulan. Ketiga berpikir kritis berakhir pada

keputusan apa yang diyakini dan dikerjakan (Adinda, 2016). Indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa antara lain (Hassoubah, 2004):

1. Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan. 2. Mencari alasan.

3. Berusaha mengetahui informasi dengan baik.

4. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.

(3)

6. Berusaha tetap relevan dengan ide utama. 7. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.

8. Mencari alternatif.

9. Bersikap dan berpikir terbuka.

10. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu.

11. Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.

12. Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah.

Sementara Ennis (Wijaya dkk., 2016) mengelompokkan berpikir kritis kedalam 5 kelompok kemampuan berpikir yaitu: memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan,

membuat penjelasan lebih lanjut serta mengatur strategi dan taktik. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis

(4)

ketidakrelevanan dan kerelevanan

d. Mencari persamaan dan perbedaan

c. Apa contohnya dan apa yang bukan contohnya

(collaboration) dan kemungkinan

a. Kelompok yang logis b. Kondisi yang logis c. Interprestasi pertanyaan

(5)

mengidentifikasi

Menurut Ennis (Adinda, 2016) terdapat 6 unsur berpikir kritis yaitu

Focus, Reason, Inference, Situation, Clarity, dan Overview. 1. Focus/ Fokus

Dalam memahami masalah adalah menentukan hal yang

menjadi fokus dalam masalah tersebut. Hal ini dilakukan agar pekerjaan menjadi lebih efektif, karena tanpa mengetahui fokus

permasalahan, kita akan membuang banyak waktu. 2. Reason (alasan)

Reason (alasan) yaitu memberikan alasan terhadap jawaban atau simpulan.

3. Inference (simpulan)

Inference (simpulan) yaitu memperkirakan simpulan yang akan didapat.

4. Situation (situasi)

Situation (situasi) yaitu menerapkan konsep pengetahuan yang dimiliki sebelumnya untuk menyelesaikan masalah pada situasi

(6)

5. Clarity (kejelasan)

Clarity (kejelasan) yaitu memberikan contoh masalah atau soal

yang serupa dengan yang sudah ada. 6. Overview (pemeriksaan atau tinjauan)

Overview (pemeriksaan atau tinjauan) yaitu memeriksa kebenaran jawaban.

Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa

kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, menentukan strategi yang tepat, memberikan kesimpulan dan

alasan yang logis dalam menyelesaikan masalah. Adapun indikator berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah focus, reason,

inference, situation, clarity, dan overview.

Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis ada beberapa cara yang dapat guru lakukan antara lain:

1. Tahap persiapan yaitu melakukan pembiasaan memahami suatu masalah.

2. Tahap inkubasi yaitu memikirkan bagaimana cara

menyelesaikan masalah.

3. Tahap iluminasi yaitu memikirkan gagasan yang mengarah pada

penyelesaian suatu masalah.

4. Tahap verifikasi yaitu tahap memerikasa jawaban kembali. Cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis tersebut dilakukan

(7)

dapat merangsang kemampuan berpikir kritis antara lain: apakah solusi lain, apakah jika, bagaimana jika, apa yang salah, apa yang akan kamu

lakukan, dll.

2. Kemandirian Belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemandirian adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Sedangkan belajar adalah perilaku mengembangkan diri melalui proses penyesuiaian

tingkah laku (Majid, 2013). Seseorang dikatakan belajar jika dalam dirinya terdapat dorongan, semangat dan upaya yang timbul dalam dirinya.

Menurut Mudjiman (2009), kemampuan belajar mandiri yang dikembangkan

selama siswa belajar dalam sistem pendidikan formal, dapat menjadi bekal

yang berguna untuk melakukan pembelajaran sepanjang hidup (lifelong

learning) selepas siswa dari sistem formalnya. Pembelajaran sepanjang hidup

diperlukan karena masalah akan selalu timbul di dalam perjalanan hidup

setiap orang. Individu yang memiliki kemandirian tinggi relatif mampu

menghadapi segala permasalahan karena individu yang mandiri tidak

tergantung pada orang lain, selalu berusaha menghadapi dan memecahkan

masalah yang ada. Selanjutnya menurut Mudjiman (2009) kegiatan belajar

mandiri diawali dengan kesadaran adanya masalah, disusul dengan timbulnya

niat melakukan kegiatan belajar secara sengaja untuk sesuatu kompetensi

yang diperlukan guna mengatasi permasalahan.

Menurut Sugandi (Nuridawani dkk., 2015) kemandirian belajar adalah suatu sikap siswa yang memiliki karakteristik berinisiatif belajar,

(8)

mengatur dan mengontrol kinerja atau belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang

relevan, memilih dan menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar, serta self-concept (konsep diri). Berikut adalah ciri-ciri

belajar mandiri menurut Laird (Mudjiman, 2009):

1. Kegiatan belajarnya bersifat selfdirecting, atau mengarahkan

kegiatan belajarnya sendiri.

2. Pertanyaan-pertanyaan timbul dalam proses pembelajaran dijawab

sendiri atas dasar pengalaman, bukan mengharapkan jawabannya

dari guru atau orang lain.

3. Tidak mau didikte guru.

4. Memanfaatkan hasil belajar.

5. Lebih senang dengan problem centered learning daripada content

centered learning.

6. Lebih senang berartisipasi aktif dalam pembelajaran.

7. Selalu memanfaatkan pengalaman yang dimiliki.

8. Lebih menyukai collaborative learning, atau belajar bersama orang

lain.

9. Perencanaan dan evaluasi belajar lebih baik dilakukan dalam

batasan tertentu bersama siswa dan gurunya.

10. Belajar harus berbuat, tidak cukup hanya mendengarkan dan

(9)

Selain itu menurut Mudjiman (2009) ciri-ciri lain belajar mandiri antara

lain:

1. Terbentuk struktur tujuan belajar.

2. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar.

3. Belajar dapat dilakukan di sekolah, rumah, perpustakan, warnet

dan dimanapun tempat yang memungkinkan berlangsungnya

belajar.

4. Belajar dapat dilaksanakan pada setiap waktu yang dikehendaki

pembelajar.

5. Kecepatan belajar dan intensitas kegiatan belajar ditentukan sendiri

oleh pembelajar.

6. Pembelajar memiliki cara belajar yang tepat untuk dirinya sendiri.

7. Evaluasi belajar dilakukan oleh pembelajar sendiri.

8. Refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah dijalani.

Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan kemandirian belajar adalah belajar yang tidak menggantungkan diri pada orang lain, dapat menentukan cara belajar yang efektif, mampu

melaksanakan tugas-tugas belajar dengan baik, aktif dan memiliki inisiatif sendiri dalam belajar untuk mencapai keberhasilan belajarnya sendiri.

Indikator kemandirian belajar siswa yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu:

1. Mampu memecahkan masalah tanpa bantuan dari orang lain.

(10)

4. Memanfaatkan buku, internet dan sumber belajar lainnya.

5. Memanfaatkan pengalaman yang dimiliki dan refleksi terhadap

proses pembelajaran yang telah dijalani.

6. Tanggung jawab dan mampu melaksanakan tugas dengan baik.

7. Berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

Kegiatan belajar mandiri erat kaitannya dengan motivasi belajar. Pentingnya motivasi sering ditegaskan oleh beberapa ahli psikologi dan

pendidikan. Hal ini karena motivasi berperan sebagai pendorongan siswa untuk belajar secara mandiri. Kegiatan untuk mendorong kemandirian

belajar siswa bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Rendahnya motivasi dan minat belajar siswa merupakan salah satu penyebab sulitnya mendorong siswa untuk belajar mandiri. Fakta yang terjadi menunjukkan

bahwa rendahnya siswa dalam belajar tidak adanya motivasi dan minat belajar dalam diri siswa. Kemandirian siswa dalam belajar tidak terbentuk

dengan sendirinya tapi dipengaruhi berbagai faktor diantaranya, motivasi, minat belajar, sikap anak yang diterima dari keluarga khususnya orang tua dan lingkungan sekitar.

3. Pembelajaran Flipped Classroom

Pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari model pembelajaran.

(11)

direncanakan (Majid, 2013). Berbagai model pembelajaran dikembangkan para ahli untuk menciptakan pembelajaran yang efektif.

Flipped classroom tergolong model pembelajaran yang baru dan jarang digunakan guru di Indonesia. Pembelajaran flipped classroom

pertama siswa mempelajari topik sendiri, biasanya menggunakan pelajaran video yang dibuat oleh guru atau bersama oleh pendidik lain, guru tidak harus menciptakan video pembelajaran sendiri. Kemudian dalam kelas,

siswa kemudian mencoba untuk menerapkan pengetahuan dengan memecahkan masalah dan melakukan kerja praktek. Sebagaimana

dijelaskan Bergmann dan Sams (2013), pada dasarnya fipped classroom memiliki konsep dasar bahwa semua yang dilakukan di kelas pada pembelajaran konvensional menjadi dilakukan di rumah dan semua yang

dilakukan sebagai pekerjaan rumah pada pembelajaran konvensional menjadi dilakukan di kelas.

Peran guru dalam pembelajaran adalah memberikan bantuan ketika siswa mengalami kesulitan, bukan untuk memberikan pelajaran awal, sehingga guru dapat menghabiskan lebih banyak waktu berinteraksi

dengan siswa, bukan mengajar. Hal ini memungkinkan waktu di dalam kelas yang akan digunakan untuk kegiatan pembelajaran berbasis

tambahan, termasuk penggunaan instruksi dibedakan dan pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran flipped classroom bukan hanya sekedar belajar menggunakan video pembelajaran, namun lebih menekankan

(12)

dan bisa meningkatkan pengetahuan siswa (Yulietri, 2015). Perbedaan pembelajaran tradisional dan pembelajaran flipped classroom (Bergmann

dan Sams, 2012) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tebel 2.2 Perbedaan Pembelajaran Flipped Classroom dan Tradisional

Tradisional Flipped Classroom

Aktivitas Waktu Aktivitas Waktu

Pendahuluan 5 menit Pendahuluan 5 menit Membahas

PR

20 menit Tanya jawab terkait video pembelajaran

10 menit

Materi 30-45 menit Latihan pemecahan masalah

75 menit

Latihan soal 20-35 menit

Langkah-langkah pembelajaran flipped classroom menurut Stelle

(Adhitiya, 2015):

(13)

Langkah-langkah pembelajaran flipped classroom yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Persiapan

1. Sebelum tatap muka guru memberikan materi dalam bentuk

video pembelajaran.

2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

3. Guru menyampaikan secara garis besar materi yang akan dipelajari.

4. Memberi tugas siswa untuk membuat rangkuman dari video.

b. Kegiatan di kelas

1. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang siswa.

2. Membahas video yang telah ditonton siswa dengan diskusi dan tanya jawab.

3. Melalui tanya jawab dengan siswa guru menguatkan

konsep.

4. Guru memberikan latihan pemecahan masalah melalui LKS.

(14)

6. Peran guru saat diskusi adalah memfasilitasi siswa agar mampu menuliskan ide atau gagasannya terkait masalah

yang diberikan.

7. Salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan

yang lain menanggapinya.

8. Guru memberikan tes untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.

9. Memberikan video pembelajaran untuk pertemuan selanjutnya.

Flipped classroom salah satu model yang bisa digunakan sebagai alternatif guru dalam memberikan pengaruh motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika karena dengan pembelajaran

flipped classroom siswa secara mandiri belajar dari video tutorial yang diberikan oleh guru sehingga dalam belajar siswa tidak mudah bosan

karena hanya mendengarkan penjelasan dari guru. Selain itu, penggunaan media berupa video dalam pembelajaran akan menambah motivasi dan kemandirian siswa dalam belajar matematika. Menurut Moore (2015)

penggunaan teknologi dalam kelas dapat menambah motivasi siswa dan sesuai jika diperkenalkan pada kurikulum sekolah menengah, terutama

matematika. Karena teknologi terus berubah dan berkembang, guru dan siswa juga harus berkembang dalam penggunaan teknologi sebagai media pembelajaran. Pembelajaran flipped classroom memanfaatkan intenet dan

(15)

untuk mengajar, perbaikan, atau aktivitas belajar siswa melalui komputer atau smartphone yang dimiliki siswa pada. Baik di luar maupun di dalam

kelas flipped classroom memberikan kesempatan untuk siswa untuk menonton keterampilan, instruksi langsung, menggunakan video berbasis

intenet sebagai tugas dan selanjutnya menggunakan waktu di kelas untuk mempraktikan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas pemikiran kritis (Moore, 2015).

Guru dapat merekam materi pembelajaran yang akan diberikan, menciptakan video pembelajarannya sendiri atau dapat mengambil video

dari internet sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Karena ketersediaan video pembelajaran di internet, siswa dapat mengakses video tersebut dimana dan kapan saja baik di rumah, dihalaman sekolah,

dikendaraan, bahkan di rumah sakit sebanyak mungkin mereka mau. Dengan demikian memungkinkan siswa mempersiapkan kelas dengan

baik.

Dengan persiapan siswa, guru dapat menyediakan lebih banyak waktu dan kesempatan untuk mengintegrasi dan menerapkan pengetahuan

mereka, dengan pendekatan berpusat pada siswa dan siswa berperan aktif seperti menggunakan penelitian atau pembelajaran dengan proyek bersama

(16)

Berdasarkan hasil penelitian Bergmann dan Sams (2012) berikut adalah keuntungan dalam penggunakan pembelajaran flipped classroom:

1. Flipped classroom sesuai dengan aktifitas “kekinian” siswa dimana penggunaan teknologi berkembang sangat pesat.

2. Flipped classroom membantu siswa yang memiliki banyak aktifitas atau sibuk.

3. Flipped classroom membantu siswa yang kesulitan dalam

belajar.

4. Vidio pembelajaran dapaat dipause atau diulang sesuai dengan

keinginan siswa.

5. Flipped classroom dapat mempererat komunikasi antara guru dan siswa maupun siswa dengan siswa.

6. Flipped classroom memungkinkan guru untuk lebih mengenal siswanya.

7. Guru dapat dengan mudah membedakan tingkat kepahaman siswa.

8. Membuat kelas lebih transparan.

9. Flipped classroom juga mengedukasi orang tua dengan mengawasi siswa belajar.

(17)

4. Video Pembelajaran

Media, bentuk jamak dari perantara (medium) adalah sarana

komunikasi. Istilah media merujuk pada apa saja yang membawa informasi antara sumber dan penerima (Smaldino dkk., 2011). Media

digolongkan pada enam kategori dasar antara lain teks, audio, visual, video, perekayasa dan para ahli (orang). Tujuan media dalam pembelajaran adalah untuk mempermudah komunikasi atau penyampaian materi dalam

belajar.

Pemanfaatan teknologi dan media oleh guru umum digunakan

sebagai dukungan tambahan selama pengajaran. Sedangkan pemanfaatan teknologi dan media oleh siswa biasanya digunakan untuk meningkatkan aktivitas belajar. Pemanfaatan media oleh siswa memungkinkan

pembelajaran yang berpusat pada siswa, sehingga guru tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk memberikan instruksi sehingga dapat

menggunakan waktu mereka untuk memeriksa dan memperbaiki kesalahan siswa, berkonsultasi dengan siswa secara individual, dan mengajar satu persatu siswa dalam kelompok kecil. Tentunya bukan berarti bahwa

teknologi pengajaran bisa atau sebaiknya menggantikan pengajaran, tetapi lebih kepada teknologi dan media bisa membantu guru menjadi pengelola

kreatif dari pengalaman belajar, daripada sekedar menjadi pembagi informasi (Smaldino dkk., 2011).

Saat ini banyak pilihan bagi guru untuk memilih media yang tepat

(18)

pilihan adalah video. Guru dapat menggunakan video untuk memperkenalkan sebuah topik, menyajikan konten, menyediakan

perbaikan dan meningkatkan pengayaan. Segmen-segmen video bisa digunakan di seluruh lingkungan pengajaran dengan kelas, kelompok kecil

dan siswa perorangan. Berikut adalah keuntungan penggunaan video dalam pembelajaran (Smaldino dkk., 2005):

a. Bergerak. Gambar bergerak memiliki keuntungan daripada

gambar diam dalam menyampaikan konsep.

b. Video dapat memperlihatkan proses dan pengoperasian.

c. Pengamatan yang bebas resiko misalnya mengamati fenomena berbahaya seperti gerhana matahari atau gunung meletus.

d. Dramatisasi. Reka ulang yang dramatis bisa menghidupkan

kepribadian dan kejadian bersejarah.

e. Pembelajaran keterampilan. Melalui video, siswa bisa melihat

sebuah penampakan berulang kali. Mereka dapat melihat video penampilan mereka sendiri untuk perbaikan.

f. Pembelajaran afektif.

g. Penyelesaian masalah. Manfaat video membuat para pemirsa mendiskusikan berbagai masalah yang disampaikan dalam

video.

(19)

i. Membentuk kebersamaan. Dengan melihat program video secara bersama sebuah kelompok bisa membangun kesamaan

pengalaman untuk membahas sebuah isu secara efektif.

Banyak video yang bisa diakses siswa maupun guru pada internet.

Internet pada era sekarang umum digunakan semua orang. Dengan memanfaatkan teknologi canggih yang dimiliki siswa seperti laptop dan smartphone siswa mudah untuk menggunakan video untuk melihat atau

streaming video di internet.

B. Penelitian Relevan

Hasil penelitian Yulietri dkk (2015) menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran menggunakan model flipped classroom dan model discovery learning terhadap prestasi belajar siswa ditinjau dari

kemandirian belajar siswa kelas kelas VII SMP Negeri di Kabupaten Sragen, dimana model flipped classroom menunjukkan hasil yang lebih baik daripada

model discovery learning. Selain itu penelitian Adhitiya (2015) menyimpulkan kemampuan pemecahan masalah siswa VIII SMP Negeri 2 Ungaran dengan model traditional flipped dan peer instruction flipped

mencapai ketuntasan klasikal dan kemampuan pemecahan masalah matematika dengan model peer instruction flipped lebih baik daripada

traditional flipped.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Yulietri (2015) dan Adhitiya (2015) adalah variabel bebas yang digunakan yaitu model pembelajaran

(20)

variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kemampuan berpikir kritis dan kemandirian belajar siswa. Selain itu jenis penelitian yang

digunakan dimana penelitian relevan merupakan studi komparasi sedangkan penelitian ini adalah penelelitian eksperimen untuk mengetahui pengaruh

model flipped classroom terhadap kemampuan berpikir kritis dan kemandirian belajar siswa.

Penelitian Novita (2014) menyimpualkan penerapan model

pembelajaran pengajuan dan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII-E SMP Negeri 6 Sidoarjo. Selain

itu, penelitian Sunaryo (2014) menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa yang pada pembelajarannya menerapkan model pembelajaran berbasis masalah lebih

baik dari peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik yang pada pembelajarannya menerapkan model pembelajaran langsung. Sedangkan

penelitian Purnamasari (2014) menunjukkan kemandirian belajar peserta didik yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe teams games-tournament

(TGT) termasuk kualifikasi tinggi; peningkatan kemampuan penalaran dan koneksi matematik peserta didik pada sekolah level tinggi yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe teams games-tournament (TGT) lebih baik

dibandingkan dengan peningkatan kemampuan penalaran matematik peserta didik yang mengikuti pembelajaran langsung. Persamaan penelitian ini dengan penelitian relevan tersebut adalah variabel terikat yang digunakan

(21)

C. Kerangka Pikir

Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengidentifikasi

masalah, menentukan strategi yang tepat, memberikan kesimpulan dan alasan yang logis dalam menyelesaikan masalah. Siswa dikatakan memiliki

kemampuan berpikir kritis jika memenuhi indikator yaitu yaitu focus (fokus), reason (alasan), inference (menyimpulkan), situation (situasi), clarity (kejelasan), and overview (pandangan menyeluruh). Indikator tersebut dapat

terpenuhi dengan menerapkan model pembelajaran flipped classroom, yaitu model pembelajaran yang memiliki konsep dasar bahwa semua yang

dilakukan di kelas pada pembelajaran konvensional menjadi dilakukan di rumah dan semua yang dilakukan sebagai pekerjaan rumah pada pembelajaran konvensional menjadi dilakukan di kelas dengan bantuan video

pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan di kelas dengan model pembelajaran flipped classroom lebih difokuskan pada diskusi dan pemberian tugas dalam

pemecahan masalah matematika, kegiatan tersebut akan merangsang kemampuan berpikir kritis siswa dimana siswa dituntut aktif, mampu menyampaikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan permasalahan maupun

memberikan solusi terbaik serta alasan yang tepat.

Selain itu model pembelajaran flipped classroom dapat memfasilitasi

siswa untuk belajar mandiri. Ciri-ciri belajar mandiri antara lain belajar dengan tidak bergantung pada orang lain, mampu merumuskan tujuan belajarnya sendiri dan memanfaatkan sumber belajar yang bervariasi. Guru

(22)

pengetahuan baru yang tidak diterima begitu saja dari penjelasan guru melainkan harus mampu membangun sendiri konsep dan prinsip yang

dipelajari. Melalui video pembelajaran guru dapat melihat bagaimana respon siswa maupun minat siswa dalam belajar mandiri serta kemampuan berpikir

kritis siswa pada video pembelajaran maupun permasalahan yang diberikan di kelas terkait dengan pembelajaran yang sudah diberikan dalam bentuk video pembelajaran. Dengan demikian penerapan model flipped classroom secara

(23)

Kerangka Pikir

Pembelajaran Flipped Classroom

Kegiatan di rumah  menonton video

pembelajaran

 belajar dari sumber lain (buku, internet, dll)  menentukan cara belajar

yang efektif

(24)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka dapat dirumuskan hipotesis

penelitian sebagai berikut:

1. Pembelajaran flipped classroom berpengaruh positif terhadap

kemampuan berpikir kritis siswa.

Gambar

Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis
Gambar 2.1 Langkah Pembelajaran Flipped Classroom
gambar diam dalam menyampaikan konsep.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya

dalam waktu yang berlainan, namun tetap menggunakan sampel yang sama. b) Waktu berjalan (time series) merupakan jenis penelitian yang dilaksanakan. dalam waktu yang berlainan dan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa pendapatan dan fasilitas berpengaruh positif terhadap jumlah kunjungan wisatawan Pantai

auditor tidak dipengaruhi oleh independen, relativisme, pengalaman, dan intensitas moral yang dimiliki oleh responden dalam penelitian ini, dan hanya variabel

KMP Gili Ketapang Jaya adalah kapal yang akan berfungsi sebagia sarana transportasi penyeberangan, rekreasi dan edukasi. Pada trip penyeberangan kapal ini akan

carboxymethyl cellulose dan baking powder yang telah direbus dapat dilihat pada Tabel. Semua nilai yang dicantumkan adalah nilai rata-rata ±

Hasil Analisis Fasies dan Lingkungan Pengendapan pada Formasi Talang Akar, Sumur AF-03...66.

Dukungan Australia terhadap Indonesia dalam menanggulangi masalah deforestasi menjadi fenomena Internasional yang menarik untuk di bahas, karena sebenarnya Indonesia