BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Deskripsi Konseptual
1. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Berpikir kritis seringkali didefinisikan sebagai berpikir pada level tinggi atau juga dimaknai berpikir tingkat tinggi. Berpikir kritis juga sering dipahami sebagai berpikir yang rumit dan cenderung hanya cocok pada
level mahasiswa. Dampak dari pemahaman definisi di atas, banyak orang mengidentikkan berpikir kritis diberlakukan untuk soal-soal yang susah.
Pandangan-pandangan ini yang harus kita ubah. Berpikir kritis dan kreatif merupakan salah satu bagian dari higer order thinking skill atau kemampuan berpikir tingkat tinggi. Berpikir kritis adalah berpikir rasional
dalam menilai sesuatu. Sebelum mengambil suatu keputusan atau melakukan suatu tindakan, maka dilakukan pengumpulkan informasi
sebanyak mungkin tentang sesuatu tersebut. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir yang sifatnya baru yang diperoleh dengan mencoba-coba dan ditandai dengan keterampilan berpikir lancar, luwes,
orisinal dan elaborasi, sedangkan berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan
tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan (Ennis dalam Hassoubah, 2004).
Menurut Zdravkovich (2004) dapat dikatakan bahwa berpikir kritis
menganalisis masalah, mensintesis, generalisasi, menerapkan konsep, menafsirkan, mengevaluasi mendukung argumen dan hipotesis,
memecahkan masalah dan juga dalam membuat keputusan. Ennis (Hassoubah, 2004) memberikan sebuah definisi berpikir kritis adalah
berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pengambilan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Tujuan dari berpikir kritis adalah agar dapat menjauhkan seseorang dari keputusan
yang keliru dan tergesa-gesa sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan. Definisi berpikir kritis paling sedikit memuat tiga hal. Pertama
berpikir kritis merupakan proses pemecahan masalah dalam suatu konteks interaksi dengan diri sendiri, dunia orang lain dan atau lingkungannya, kedua berpikir kritis merupakan proses penalaran reflektif berdasarkan
informasi dan kesimpulan yang telah diterima sebelumnya yang hasilnya terwujud dalam penarikan kesimpulan. Ketiga berpikir kritis berakhir pada
keputusan apa yang diyakini dan dikerjakan (Adinda, 2016). Indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa antara lain (Hassoubah, 2004):
1. Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan. 2. Mencari alasan.
3. Berusaha mengetahui informasi dengan baik.
4. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
6. Berusaha tetap relevan dengan ide utama. 7. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
8. Mencari alternatif.
9. Bersikap dan berpikir terbuka.
10. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu.
11. Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.
12. Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah.
Sementara Ennis (Wijaya dkk., 2016) mengelompokkan berpikir kritis kedalam 5 kelompok kemampuan berpikir yaitu: memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan,
membuat penjelasan lebih lanjut serta mengatur strategi dan taktik. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Keterampilan Berpikir Kritis
ketidakrelevanan dan kerelevanan
d. Mencari persamaan dan perbedaan
c. Apa contohnya dan apa yang bukan contohnya
(collaboration) dan kemungkinan
a. Kelompok yang logis b. Kondisi yang logis c. Interprestasi pertanyaan
mengidentifikasi
Menurut Ennis (Adinda, 2016) terdapat 6 unsur berpikir kritis yaitu
Focus, Reason, Inference, Situation, Clarity, dan Overview. 1. Focus/ Fokus
Dalam memahami masalah adalah menentukan hal yang
menjadi fokus dalam masalah tersebut. Hal ini dilakukan agar pekerjaan menjadi lebih efektif, karena tanpa mengetahui fokus
permasalahan, kita akan membuang banyak waktu. 2. Reason (alasan)
Reason (alasan) yaitu memberikan alasan terhadap jawaban atau simpulan.
3. Inference (simpulan)
Inference (simpulan) yaitu memperkirakan simpulan yang akan didapat.
4. Situation (situasi)
Situation (situasi) yaitu menerapkan konsep pengetahuan yang dimiliki sebelumnya untuk menyelesaikan masalah pada situasi
5. Clarity (kejelasan)
Clarity (kejelasan) yaitu memberikan contoh masalah atau soal
yang serupa dengan yang sudah ada. 6. Overview (pemeriksaan atau tinjauan)
Overview (pemeriksaan atau tinjauan) yaitu memeriksa kebenaran jawaban.
Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa
kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengidentifikasi masalah, menentukan strategi yang tepat, memberikan kesimpulan dan
alasan yang logis dalam menyelesaikan masalah. Adapun indikator berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah focus, reason,
inference, situation, clarity, dan overview.
Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis ada beberapa cara yang dapat guru lakukan antara lain:
1. Tahap persiapan yaitu melakukan pembiasaan memahami suatu masalah.
2. Tahap inkubasi yaitu memikirkan bagaimana cara
menyelesaikan masalah.
3. Tahap iluminasi yaitu memikirkan gagasan yang mengarah pada
penyelesaian suatu masalah.
4. Tahap verifikasi yaitu tahap memerikasa jawaban kembali. Cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis tersebut dilakukan
dapat merangsang kemampuan berpikir kritis antara lain: apakah solusi lain, apakah jika, bagaimana jika, apa yang salah, apa yang akan kamu
lakukan, dll.
2. Kemandirian Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemandirian adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Sedangkan belajar adalah perilaku mengembangkan diri melalui proses penyesuiaian
tingkah laku (Majid, 2013). Seseorang dikatakan belajar jika dalam dirinya terdapat dorongan, semangat dan upaya yang timbul dalam dirinya.
Menurut Mudjiman (2009), kemampuan belajar mandiri yang dikembangkan
selama siswa belajar dalam sistem pendidikan formal, dapat menjadi bekal
yang berguna untuk melakukan pembelajaran sepanjang hidup (lifelong
learning) selepas siswa dari sistem formalnya. Pembelajaran sepanjang hidup
diperlukan karena masalah akan selalu timbul di dalam perjalanan hidup
setiap orang. Individu yang memiliki kemandirian tinggi relatif mampu
menghadapi segala permasalahan karena individu yang mandiri tidak
tergantung pada orang lain, selalu berusaha menghadapi dan memecahkan
masalah yang ada. Selanjutnya menurut Mudjiman (2009) kegiatan belajar
mandiri diawali dengan kesadaran adanya masalah, disusul dengan timbulnya
niat melakukan kegiatan belajar secara sengaja untuk sesuatu kompetensi
yang diperlukan guna mengatasi permasalahan.
Menurut Sugandi (Nuridawani dkk., 2015) kemandirian belajar adalah suatu sikap siswa yang memiliki karakteristik berinisiatif belajar,
mengatur dan mengontrol kinerja atau belajar, memandang kesulitan sebagai tantangan, mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang
relevan, memilih dan menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar, serta self-concept (konsep diri). Berikut adalah ciri-ciri
belajar mandiri menurut Laird (Mudjiman, 2009):
1. Kegiatan belajarnya bersifat selfdirecting, atau mengarahkan
kegiatan belajarnya sendiri.
2. Pertanyaan-pertanyaan timbul dalam proses pembelajaran dijawab
sendiri atas dasar pengalaman, bukan mengharapkan jawabannya
dari guru atau orang lain.
3. Tidak mau didikte guru.
4. Memanfaatkan hasil belajar.
5. Lebih senang dengan problem centered learning daripada content
centered learning.
6. Lebih senang berartisipasi aktif dalam pembelajaran.
7. Selalu memanfaatkan pengalaman yang dimiliki.
8. Lebih menyukai collaborative learning, atau belajar bersama orang
lain.
9. Perencanaan dan evaluasi belajar lebih baik dilakukan dalam
batasan tertentu bersama siswa dan gurunya.
10. Belajar harus berbuat, tidak cukup hanya mendengarkan dan
Selain itu menurut Mudjiman (2009) ciri-ciri lain belajar mandiri antara
lain:
1. Terbentuk struktur tujuan belajar.
2. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar.
3. Belajar dapat dilakukan di sekolah, rumah, perpustakan, warnet
dan dimanapun tempat yang memungkinkan berlangsungnya
belajar.
4. Belajar dapat dilaksanakan pada setiap waktu yang dikehendaki
pembelajar.
5. Kecepatan belajar dan intensitas kegiatan belajar ditentukan sendiri
oleh pembelajar.
6. Pembelajar memiliki cara belajar yang tepat untuk dirinya sendiri.
7. Evaluasi belajar dilakukan oleh pembelajar sendiri.
8. Refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah dijalani.
Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan kemandirian belajar adalah belajar yang tidak menggantungkan diri pada orang lain, dapat menentukan cara belajar yang efektif, mampu
melaksanakan tugas-tugas belajar dengan baik, aktif dan memiliki inisiatif sendiri dalam belajar untuk mencapai keberhasilan belajarnya sendiri.
Indikator kemandirian belajar siswa yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu:
1. Mampu memecahkan masalah tanpa bantuan dari orang lain.
4. Memanfaatkan buku, internet dan sumber belajar lainnya.
5. Memanfaatkan pengalaman yang dimiliki dan refleksi terhadap
proses pembelajaran yang telah dijalani.
6. Tanggung jawab dan mampu melaksanakan tugas dengan baik.
7. Berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Kegiatan belajar mandiri erat kaitannya dengan motivasi belajar. Pentingnya motivasi sering ditegaskan oleh beberapa ahli psikologi dan
pendidikan. Hal ini karena motivasi berperan sebagai pendorongan siswa untuk belajar secara mandiri. Kegiatan untuk mendorong kemandirian
belajar siswa bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Rendahnya motivasi dan minat belajar siswa merupakan salah satu penyebab sulitnya mendorong siswa untuk belajar mandiri. Fakta yang terjadi menunjukkan
bahwa rendahnya siswa dalam belajar tidak adanya motivasi dan minat belajar dalam diri siswa. Kemandirian siswa dalam belajar tidak terbentuk
dengan sendirinya tapi dipengaruhi berbagai faktor diantaranya, motivasi, minat belajar, sikap anak yang diterima dari keluarga khususnya orang tua dan lingkungan sekitar.
3. Pembelajaran Flipped Classroom
Pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari model pembelajaran.
direncanakan (Majid, 2013). Berbagai model pembelajaran dikembangkan para ahli untuk menciptakan pembelajaran yang efektif.
Flipped classroom tergolong model pembelajaran yang baru dan jarang digunakan guru di Indonesia. Pembelajaran flipped classroom
pertama siswa mempelajari topik sendiri, biasanya menggunakan pelajaran video yang dibuat oleh guru atau bersama oleh pendidik lain, guru tidak harus menciptakan video pembelajaran sendiri. Kemudian dalam kelas,
siswa kemudian mencoba untuk menerapkan pengetahuan dengan memecahkan masalah dan melakukan kerja praktek. Sebagaimana
dijelaskan Bergmann dan Sams (2013), pada dasarnya fipped classroom memiliki konsep dasar bahwa semua yang dilakukan di kelas pada pembelajaran konvensional menjadi dilakukan di rumah dan semua yang
dilakukan sebagai pekerjaan rumah pada pembelajaran konvensional menjadi dilakukan di kelas.
Peran guru dalam pembelajaran adalah memberikan bantuan ketika siswa mengalami kesulitan, bukan untuk memberikan pelajaran awal, sehingga guru dapat menghabiskan lebih banyak waktu berinteraksi
dengan siswa, bukan mengajar. Hal ini memungkinkan waktu di dalam kelas yang akan digunakan untuk kegiatan pembelajaran berbasis
tambahan, termasuk penggunaan instruksi dibedakan dan pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran flipped classroom bukan hanya sekedar belajar menggunakan video pembelajaran, namun lebih menekankan
dan bisa meningkatkan pengetahuan siswa (Yulietri, 2015). Perbedaan pembelajaran tradisional dan pembelajaran flipped classroom (Bergmann
dan Sams, 2012) dapat dilihat pada tabel berikut:
Tebel 2.2 Perbedaan Pembelajaran Flipped Classroom dan Tradisional
Tradisional Flipped Classroom
Aktivitas Waktu Aktivitas Waktu
Pendahuluan 5 menit Pendahuluan 5 menit Membahas
PR
20 menit Tanya jawab terkait video pembelajaran
10 menit
Materi 30-45 menit Latihan pemecahan masalah
75 menit
Latihan soal 20-35 menit
Langkah-langkah pembelajaran flipped classroom menurut Stelle
(Adhitiya, 2015):
Langkah-langkah pembelajaran flipped classroom yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Persiapan
1. Sebelum tatap muka guru memberikan materi dalam bentuk
video pembelajaran.
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
3. Guru menyampaikan secara garis besar materi yang akan dipelajari.
4. Memberi tugas siswa untuk membuat rangkuman dari video.
b. Kegiatan di kelas
1. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang siswa.
2. Membahas video yang telah ditonton siswa dengan diskusi dan tanya jawab.
3. Melalui tanya jawab dengan siswa guru menguatkan
konsep.
4. Guru memberikan latihan pemecahan masalah melalui LKS.
6. Peran guru saat diskusi adalah memfasilitasi siswa agar mampu menuliskan ide atau gagasannya terkait masalah
yang diberikan.
7. Salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan
yang lain menanggapinya.
8. Guru memberikan tes untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.
9. Memberikan video pembelajaran untuk pertemuan selanjutnya.
Flipped classroom salah satu model yang bisa digunakan sebagai alternatif guru dalam memberikan pengaruh motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika karena dengan pembelajaran
flipped classroom siswa secara mandiri belajar dari video tutorial yang diberikan oleh guru sehingga dalam belajar siswa tidak mudah bosan
karena hanya mendengarkan penjelasan dari guru. Selain itu, penggunaan media berupa video dalam pembelajaran akan menambah motivasi dan kemandirian siswa dalam belajar matematika. Menurut Moore (2015)
penggunaan teknologi dalam kelas dapat menambah motivasi siswa dan sesuai jika diperkenalkan pada kurikulum sekolah menengah, terutama
matematika. Karena teknologi terus berubah dan berkembang, guru dan siswa juga harus berkembang dalam penggunaan teknologi sebagai media pembelajaran. Pembelajaran flipped classroom memanfaatkan intenet dan
untuk mengajar, perbaikan, atau aktivitas belajar siswa melalui komputer atau smartphone yang dimiliki siswa pada. Baik di luar maupun di dalam
kelas flipped classroom memberikan kesempatan untuk siswa untuk menonton keterampilan, instruksi langsung, menggunakan video berbasis
intenet sebagai tugas dan selanjutnya menggunakan waktu di kelas untuk mempraktikan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas pemikiran kritis (Moore, 2015).
Guru dapat merekam materi pembelajaran yang akan diberikan, menciptakan video pembelajarannya sendiri atau dapat mengambil video
dari internet sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Karena ketersediaan video pembelajaran di internet, siswa dapat mengakses video tersebut dimana dan kapan saja baik di rumah, dihalaman sekolah,
dikendaraan, bahkan di rumah sakit sebanyak mungkin mereka mau. Dengan demikian memungkinkan siswa mempersiapkan kelas dengan
baik.
Dengan persiapan siswa, guru dapat menyediakan lebih banyak waktu dan kesempatan untuk mengintegrasi dan menerapkan pengetahuan
mereka, dengan pendekatan berpusat pada siswa dan siswa berperan aktif seperti menggunakan penelitian atau pembelajaran dengan proyek bersama
Berdasarkan hasil penelitian Bergmann dan Sams (2012) berikut adalah keuntungan dalam penggunakan pembelajaran flipped classroom:
1. Flipped classroom sesuai dengan aktifitas “kekinian” siswa dimana penggunaan teknologi berkembang sangat pesat.
2. Flipped classroom membantu siswa yang memiliki banyak aktifitas atau sibuk.
3. Flipped classroom membantu siswa yang kesulitan dalam
belajar.
4. Vidio pembelajaran dapaat dipause atau diulang sesuai dengan
keinginan siswa.
5. Flipped classroom dapat mempererat komunikasi antara guru dan siswa maupun siswa dengan siswa.
6. Flipped classroom memungkinkan guru untuk lebih mengenal siswanya.
7. Guru dapat dengan mudah membedakan tingkat kepahaman siswa.
8. Membuat kelas lebih transparan.
9. Flipped classroom juga mengedukasi orang tua dengan mengawasi siswa belajar.
4. Video Pembelajaran
Media, bentuk jamak dari perantara (medium) adalah sarana
komunikasi. Istilah media merujuk pada apa saja yang membawa informasi antara sumber dan penerima (Smaldino dkk., 2011). Media
digolongkan pada enam kategori dasar antara lain teks, audio, visual, video, perekayasa dan para ahli (orang). Tujuan media dalam pembelajaran adalah untuk mempermudah komunikasi atau penyampaian materi dalam
belajar.
Pemanfaatan teknologi dan media oleh guru umum digunakan
sebagai dukungan tambahan selama pengajaran. Sedangkan pemanfaatan teknologi dan media oleh siswa biasanya digunakan untuk meningkatkan aktivitas belajar. Pemanfaatan media oleh siswa memungkinkan
pembelajaran yang berpusat pada siswa, sehingga guru tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk memberikan instruksi sehingga dapat
menggunakan waktu mereka untuk memeriksa dan memperbaiki kesalahan siswa, berkonsultasi dengan siswa secara individual, dan mengajar satu persatu siswa dalam kelompok kecil. Tentunya bukan berarti bahwa
teknologi pengajaran bisa atau sebaiknya menggantikan pengajaran, tetapi lebih kepada teknologi dan media bisa membantu guru menjadi pengelola
kreatif dari pengalaman belajar, daripada sekedar menjadi pembagi informasi (Smaldino dkk., 2011).
Saat ini banyak pilihan bagi guru untuk memilih media yang tepat
pilihan adalah video. Guru dapat menggunakan video untuk memperkenalkan sebuah topik, menyajikan konten, menyediakan
perbaikan dan meningkatkan pengayaan. Segmen-segmen video bisa digunakan di seluruh lingkungan pengajaran dengan kelas, kelompok kecil
dan siswa perorangan. Berikut adalah keuntungan penggunaan video dalam pembelajaran (Smaldino dkk., 2005):
a. Bergerak. Gambar bergerak memiliki keuntungan daripada
gambar diam dalam menyampaikan konsep.
b. Video dapat memperlihatkan proses dan pengoperasian.
c. Pengamatan yang bebas resiko misalnya mengamati fenomena berbahaya seperti gerhana matahari atau gunung meletus.
d. Dramatisasi. Reka ulang yang dramatis bisa menghidupkan
kepribadian dan kejadian bersejarah.
e. Pembelajaran keterampilan. Melalui video, siswa bisa melihat
sebuah penampakan berulang kali. Mereka dapat melihat video penampilan mereka sendiri untuk perbaikan.
f. Pembelajaran afektif.
g. Penyelesaian masalah. Manfaat video membuat para pemirsa mendiskusikan berbagai masalah yang disampaikan dalam
video.
i. Membentuk kebersamaan. Dengan melihat program video secara bersama sebuah kelompok bisa membangun kesamaan
pengalaman untuk membahas sebuah isu secara efektif.
Banyak video yang bisa diakses siswa maupun guru pada internet.
Internet pada era sekarang umum digunakan semua orang. Dengan memanfaatkan teknologi canggih yang dimiliki siswa seperti laptop dan smartphone siswa mudah untuk menggunakan video untuk melihat atau
streaming video di internet.
B. Penelitian Relevan
Hasil penelitian Yulietri dkk (2015) menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran menggunakan model flipped classroom dan model discovery learning terhadap prestasi belajar siswa ditinjau dari
kemandirian belajar siswa kelas kelas VII SMP Negeri di Kabupaten Sragen, dimana model flipped classroom menunjukkan hasil yang lebih baik daripada
model discovery learning. Selain itu penelitian Adhitiya (2015) menyimpulkan kemampuan pemecahan masalah siswa VIII SMP Negeri 2 Ungaran dengan model traditional flipped dan peer instruction flipped
mencapai ketuntasan klasikal dan kemampuan pemecahan masalah matematika dengan model peer instruction flipped lebih baik daripada
traditional flipped.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian Yulietri (2015) dan Adhitiya (2015) adalah variabel bebas yang digunakan yaitu model pembelajaran
variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kemampuan berpikir kritis dan kemandirian belajar siswa. Selain itu jenis penelitian yang
digunakan dimana penelitian relevan merupakan studi komparasi sedangkan penelitian ini adalah penelelitian eksperimen untuk mengetahui pengaruh
model flipped classroom terhadap kemampuan berpikir kritis dan kemandirian belajar siswa.
Penelitian Novita (2014) menyimpualkan penerapan model
pembelajaran pengajuan dan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII-E SMP Negeri 6 Sidoarjo. Selain
itu, penelitian Sunaryo (2014) menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik siswa yang pada pembelajarannya menerapkan model pembelajaran berbasis masalah lebih
baik dari peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik yang pada pembelajarannya menerapkan model pembelajaran langsung. Sedangkan
penelitian Purnamasari (2014) menunjukkan kemandirian belajar peserta didik yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe teams games-tournament
(TGT) termasuk kualifikasi tinggi; peningkatan kemampuan penalaran dan koneksi matematik peserta didik pada sekolah level tinggi yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe teams games-tournament (TGT) lebih baik
dibandingkan dengan peningkatan kemampuan penalaran matematik peserta didik yang mengikuti pembelajaran langsung. Persamaan penelitian ini dengan penelitian relevan tersebut adalah variabel terikat yang digunakan
C. Kerangka Pikir
Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengidentifikasi
masalah, menentukan strategi yang tepat, memberikan kesimpulan dan alasan yang logis dalam menyelesaikan masalah. Siswa dikatakan memiliki
kemampuan berpikir kritis jika memenuhi indikator yaitu yaitu focus (fokus), reason (alasan), inference (menyimpulkan), situation (situasi), clarity (kejelasan), and overview (pandangan menyeluruh). Indikator tersebut dapat
terpenuhi dengan menerapkan model pembelajaran flipped classroom, yaitu model pembelajaran yang memiliki konsep dasar bahwa semua yang
dilakukan di kelas pada pembelajaran konvensional menjadi dilakukan di rumah dan semua yang dilakukan sebagai pekerjaan rumah pada pembelajaran konvensional menjadi dilakukan di kelas dengan bantuan video
pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan di kelas dengan model pembelajaran flipped classroom lebih difokuskan pada diskusi dan pemberian tugas dalam
pemecahan masalah matematika, kegiatan tersebut akan merangsang kemampuan berpikir kritis siswa dimana siswa dituntut aktif, mampu menyampaikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan permasalahan maupun
memberikan solusi terbaik serta alasan yang tepat.
Selain itu model pembelajaran flipped classroom dapat memfasilitasi
siswa untuk belajar mandiri. Ciri-ciri belajar mandiri antara lain belajar dengan tidak bergantung pada orang lain, mampu merumuskan tujuan belajarnya sendiri dan memanfaatkan sumber belajar yang bervariasi. Guru
pengetahuan baru yang tidak diterima begitu saja dari penjelasan guru melainkan harus mampu membangun sendiri konsep dan prinsip yang
dipelajari. Melalui video pembelajaran guru dapat melihat bagaimana respon siswa maupun minat siswa dalam belajar mandiri serta kemampuan berpikir
kritis siswa pada video pembelajaran maupun permasalahan yang diberikan di kelas terkait dengan pembelajaran yang sudah diberikan dalam bentuk video pembelajaran. Dengan demikian penerapan model flipped classroom secara
Kerangka Pikir
Pembelajaran Flipped Classroom
Kegiatan di rumah menonton video
pembelajaran
belajar dari sumber lain (buku, internet, dll) menentukan cara belajar
yang efektif
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
1. Pembelajaran flipped classroom berpengaruh positif terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa.