• Tidak ada hasil yang ditemukan

Piatrini, 2018) jika dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja, secara umum wanita yang bekerja cenderung memiliki well-being yang lebih rendah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Piatrini, 2018) jika dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja, secara umum wanita yang bekerja cenderung memiliki well-being yang lebih rendah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

Menurut Hanum (2016), keputusan wanita yang memilih bekerja cenderung dibuat secara sadar untuk memenuhi kata hati untuk menjadi mandiri secara finansial. Namun, menurut Lennon (dalam Pratiwi, Sintaasih, & Piatrini, 2018) jika dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja, secara umum wanita yang bekerja cenderung memiliki well-being yang lebih rendah. Penyebabnya acapkali berkaitan dengan iklim kerja, jenis pekerjaan, dan tuntutan keluarga yang lebih besar. Hal ini didukung oleh Haring, Stock, dan Okun (1984) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jenis kelamin secara signifikan prediktor untuk kesejahteraan subjektif.

Haring (dalam Sahrah & Yuniasanti, 2020) menyatakan pria memiliki kesejahteraan subjektif yang lebih tinggi daripada wanita.

Maslach dan Jackson (1984) menyatakan bahwa profesi guru merupakan profesi pelayanan manusia yang menantang. Menurut Djamarah (2000), guru adalah individu yang memegang peranan penting dalam pendidikan. Hal ini semakin ditegaskan oleh pernyataan Zulkifli, Darmawan, dan Sutrisno (2014) penyelenggaraan pendidikan yang berhasil ditentukan oleh keprofesionalan tenaga pendidik. Menurut statistik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, jumlah guru Indonesia pada tahun ajaran 2019/2020 mencapai 2.698.103. Jumlah guru harus proporsional dengan jumlah penduduk tiap provinsi. Jumlah guru di Jawa Tengah sendiri mencapai 293.165 (Kompaspedia, 2020).

(2)

Mengacu pada Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Guru merupakan pengajar professional yang juga bertugas sebagai pembimbing, penilai, pelatih, dan evaluator siswa dari jenjang Pendidikan dasar hingga menengah. Guru berperan sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar, memberikan kondisi bagi siswa untuk merasa nyaman dan percaya diri, sehingga percakapan dan pencapaian dihargai dan diperhatikan, sehingga meningkatkan motivasi siswa untuk berprestasi (dalam Hendriani & Lalu, 2019).

Guru SMA merupakan orang tua kedua bagi siswa-siswi di sekolah menengah. Seorang guru di jenjang pendidikan menengah bertanggung jawab untuk mengajarkan mata pelajaran yang sesuai dengan keilmuannya. Guru dalam menjalankan profesinya umumnya mengalami berbagai permasalahan. Masalah yang dialami guru dapat merujuk pada afek negatif dan afek positif yang dapat memengaruhi well-being serta kondisi emosional seorang guru. Afek negatif dan afek positif merupakan dua komponen yang ada di dalam subjective well being yaitu bagaimana individu mengelola emosi baik negatif maupun positif dalam dirinya dan bagaimana kepuasan individu dalam menjalani sebuah kehidupan.

Menurut Ekamaya dan Puspitadewi (2019), kebutuhan akan guru memang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tanggung jawab guru. Seiring perkembangan zaman, guru dituntut mampu untuk berinovasi. Sejalan dengan pernyataan Wardhani (2012), perubahan pendidikan tidak direncanakan secara sistematis, menyebabkan daftar tugas guru yang lebih panjang dan harapan yang lebih tinggi bagi guru, sedangkan kondisi lain seperti kesejahteraan guru tidak

(3)

banyak berubah. Padahal, menurut Bakker dan Oerlemans (2010), dengan perasaan bahagia yang dirasakan setiap orang juga bisa memicu munculnya kebahagiaan itu sendiri.

Carr (2004) memaparkan bahwa kesejahteraan subjektif atau pribadi dapat diketahui dari puasnya hidup seseorang dan excitement yang tinggi. Haybron (2008) mendefinisikan kesejahteraan subjektif sebagai gabungan antara kepuasan hidup umum ataupun khusus serta afek positif dan negatif di bidang kehidupan tertentu.

Menurut Diener (2009), konsep sederhana dari subjective well-being adalah bahwa excitement dan perasaan positif persentasenya lebih besar dari emosi negatif.

Perasaan positif dan negatif ini ditafsirkan sebagai efek positif dan negatif. Dalam kehidupan sehari-hari, subjective well-being didefinisikan sebagai kondisi yang dirasakan individu ketika pengaruh positif melebihi pengaruh negatif. Diener (2009) menambahkan bahwa, lebih khusus lagi, subjective well-being adalah kombinasi dari emosi positif yang tinggi, emosi negatif yang rendah, dan kepuasan hidup secara umum. Selain itu juga dapat dilihat dari ketika orang merasakan perasaan yang lebih bahagia, merasakan excitement yang tinggi, dan merasa hidupnya memuaskan, dapat dikatakan bahwa individu tersebut memiliki subjective well-being yang lebih tinggi.

Kesejahteraan subjektif bisa jadi bermakna subjektif, tergantung bagaimana penilaian seseorang mempengaruhi seluruh hidupnya (Sahrah & Yuniasanti, 2020).

Menurut Diener (2009), kesejahteraan subjektif mencakup tiga aspek, yaitu afek positif, afek negatif, dan kepuasan hidup. Diener (2009) menggambarkan kesejahteraan subjektif lebih sebagai penilaian positif terhadap kehidupan dan

(4)

perasaan baik, sehingga jika seseorang mengalami kepuasan dan kebahagiaan hidup secara teratur, dan hanya sedikit mengalami perasaan seperti kesedihan atau kemarahan, maka dianggap memiliki tingkat kesejahteraan subjektif yang tinggi.

Sebaliknya, orang dengan tingkat kesejahteraan subjektif yang rendah mengalami lebih sedikit kebahagiaan dan kasih sayang jika individu tidak puas dengan kehidupannya, dan cukup intens merasa marah. Muslich (2007) mengemukakan bahwa guru yang berkompeten dan mendapat kesejahteraan yang baik diharapkan dapat mencapai kinerja yang tinggi. Selain itu aspek kesejahteraan subjektif dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja, karena individu dengan kesejahteraan subjektif akan cenderung berkinerja lebih baik (Bryson, Forth, & Stokes, 2014).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 11-13 Agustus 2021 terhadap 7 guru SMA melalui telepon dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada aspek subjective well-being menurut Diener (2009) didapatkan hasil 5 subjek pada aspek kepuasan hidup mengatakan bahwa subjek ingin lebih produktif karena sampai saat ini subjek masih senang menunda-nunda pekerjaan dan masih banyak pula target dalam hidup yang belum dicapai. Subjek juga mengharapkan agar bisa menjadi lebih baik lagi dari diri yang sekarang. Subjek mengeluh mengalami stres, dikejar oleh deadline, dan gaji yang dianggap kurang sepadan dengan pekerjaan yang dilakukan karena terdakang harus lembur. Pada aspek afek positif, didapatkan hasil 4 subjek merasa kurang bangga dengan pencapaian yang telah diraih karena itu bukan sebuah prestasi yang tinggi menurut subjek. Subjek mengatakan selama sebulan terakhir jarang merasakan perasaan senang karena tugas menumpuk banyak, walaupun tetap ada sedikit kegembiraan

(5)

karena waktu untuk bersama keluarga dirumah menjadi lebih banyak. Pada aspek afek negatif, didapatkan hasil 4 subjek mengatakan sebulan terakhir sering mudah tersinggung dengan perkataan orang lain, mudah sekali marah, dan sering merasakan kegelisahan. Subjek juga mengatakan kelelahan dalam pekerjaan secara daring yang harus duduk dan menghadap layar laptop, membuat subjek merasa khawatir akan kesehatan. Subjek juga mengatakan terkadang merasa jenuh dengan pekerjaan secara daring tersebut.

Sesuai penjelasan yang telah dipaparkan sebelum nya, aspek kepuasan hidupnya dapat dikatakan rendah. Hal ini ditunjukkan oleh subjek bahwa masih banyak target dalam hidup yang belum dicapai. Subjek juga mengharapkan agar bisa menjadi lebih baik lagi dari diri yang sekarang. Subjek mengatakan mengalami stres, dikejar oleh deadline, dan gaji yang dianggap kurang sepadan dengan pekerjaan yang dilakukan. Dilihat dari aspek afektif juga cenderung rendah, hal tersebut tergambar dengan aspek afek negatif yang dikatakan oleh subjek bahwa sebulan terakhir sering mudah tersinggung dengan perkataan orang lain, mudah sekali marah, dan sering merasakan kegelisahan. Subjek juga mengatakan kelelahan dalam pekerjaan secara daring yang harus duduk dan menghadap layar laptop, membuat subjek merasa khawatir akan kesehatan. Subjek juga mengatakan terkadang merasa jenuh dengan pekerjaan secara daring tersebut. Dilihat dari aspek positif juga cenderung rendah, hal tersebut tergambar dengan yang dikatakan subjek bahwa subjek merasa kurang bangga dengan pencapaian yang telah diraih karena itu bukan sebuah prestasi yang tinggi menurut subjek. Subjek mengatakan selama

(6)

sebulan terakhir jarang merasakan perasaan senang karena tugas menumpuk banyak.

Subjective well-being penting untuk penelitian karena, seperti yang dikatakan Tilaar (2002), rendahnya kesejahteraan guru Indonesia mempengaruhi kinerja guru, semangat pengabdian, dan upaya menumbuhkan profesionalisme.

Keyes (1961) menegaskan bahwa kesejahteraan subjektif yang tinggi dapat digunakan sebagai indikator optimalnya fungsi manusia. Watson, Clark, dan Tellegen (1988) memaparkan jika tingginya subjective well-being ditandai dengan sikap energik, dapat berkonsentrasi, dan melihat partisipasi sebagai hal yang menyenangkan. Diener (2000) mengemukakan bahwa subjective well-being merupakan ekspresi dari kepuasan pribadi, menyenangkan atau tidaknya kehidupan. Orang yang tidak puas dengan kehidupannya atau memiliki kesejahteraan subjektif yang rendah cenderung kurang bahagia serta intensitas emosi negatifnya lebih tinggi.

Dukungan sosial dapat menjadi salah satu faktor meningkatnya subjective well-being individu. Taylor (2009) berpendapat bahwa dukungan ini umumnya diberikan orang yang dekat atau berkaitan dengan seorang individu. Hal ini menjadi penting karena memberikan dampak positif dan mengurangi hambatan psikologis seperti stres dan burn out. Menurut Sarafino (2011), dukungan sosial adalah penerimaan individu oleh orang lain atau anggota keluarga, yang memberinya anggapan bahwa seseorang merasa dicintai, diperhatikan, dihargai, dan dibantu, sehingga akan muncul perasaan kalau kita memiliki hubungan yang bermakna untuk orang lain.

(7)

Chaplin (2005) menyatakan bahwa dukungan yakni proses penawaran dorongan maupun nasihat kepada orang lain dalam suatu kondisi tertentu, umumnya saat ingin mengambil keputusan. Sedangkan, Johnson (2013) mendefinisikan maksud dari pemberian dukungan ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan. Sarafino (2011) memaparkan bahwa “Social support is generally used to refer to the perceived comfort, caring, esteem or help a person receives from other people or groups”. Hal ini sejalan dengan Sarafino (2011) yang

memaparkan jika dorongan melibatkan individu lain yang menjalin hubungan keterikatan interpersonal dalam hal memberikan comfort, perasaan aman, acceptance, dan rasa sayang. Menurut Sarafino (2011), bentuk dukungan sosial dapat berupa penguatan dukungan emosional, apresiasi, alat, informasi, serta dukungan social network.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Samputri dan Sakti (2015) menyatakan jika dukungan sosial mempengaruhi kesejahteraan pada TKW. Mereka menerima dukungan sosial yang tinggi, akan berpengaruh pada peningkatan kondisi subjective well-being mereka. Dalam penelitian ini, dukungan emosional dan dukungan informasi adalah faktor paling kuat yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mauna dan Kurnia (2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa persepsi dukungan sosial guru honorer di sebuah SDN daerah Jakarta Utara mempengaruhi subjective well-being mereka secara signifikan, yaitu sebesar 5,4%. Lebih lanjut, Khairina dan Sahrah (2020) tentang hubungan antara dukungan sosial dengan kesejahteraan subjektif pada wanita TNI angkatan udara mengisyaratkan adanya korelasi antar dukungan sosial dengan

(8)

kesejahteraan subjektif, diperoleh nilai korelasi sebesar 0,550 (p<0,01) dan sumbangan efektif sebesar 30,2%.

Hasil temuan Rohmad (2014) menunjukkan bahwa korelasi positif ditemukan secara signifikan antara dukungan sosial dan kesejahteraan subjektif.

Semakin tinggi dukungan, semakin tinggi pula kesejahteraan seseorang dan membantu mereka untuk selalu menghadapi hidup secara optimis. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Fajarwati (2014), yang menyatakan adanya korelasi positif antara dukungan sosial dengan kesejahteraan subjektif, dukungan yang diperoleh dari rekan memberikan pengaruh yang lebih besar pada kesejahteraan subjektif.

Orang dengan kesejahteraan subjektif tinggi cenderung menjauhkan diri dari peristiwa dan situasi negatif, mengendalikan hubungan, berpikir positif, cenderung memiliki waktu yang positif, dan cenderung berperilaku dalam keinginan untuk menunjukkan kebahagiaan, memecahkan masalah, dan mencari perlindungan dalam agamanya (Eryilmaz, 2010).

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan atau pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara dukungan sosial rekan kerja dengan subjective well-being pada wanita berperan ganda?

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial rekan kerja dengan subjective well-being pada wanita berperan ganda.

(9)

C. Manfaat 1. Manfaat Teoritis

Menambah sumber kajian ilmu psikologi industri organisasi dan psikologi positif. Selain itu juga dapat digunakan sebagai acuan peneliti di masa depan apabila ingin mengambil pembahasan serupa (dukungan sosial rekan kerja dan subjektive well-being pada wanita berperan ganda).

2. Manfaat Praktis a. Bagi Subjek

Memberikan informasi dan pengetahuan pada wanita berperan ganda agar subjek dapat menyesuaikan diri dengan dukungan sosial rekan kerja sehingga tingkat subjective well-being subjek tinggi.

b. Bagi Organisasi

Dapat berguna bagi kepala sekolah dan pemangku kebijakan dalam memperhatikan subjective well-being yang berkaitan dengan dukungan sosial rekan kerja yang ada dalam organisasi.

Referensi

Dokumen terkait

Justeru, dapat disimpulkan bahawa hasil kajian ini menunjukkan bahawa usahawan wanita di Kelantan mampu menjana pendapatan keluarga dan berupaya keluar daripada

Pemasangan drain dengan cairan drainage berupa darah sekitar 100 ml sebagai upaya untuk mengembalikan darah yang banyak hilang saat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan ada pengaruh konsumsi teh hitam kemasan cup terhadap kadar hemoglobin pada mahasiswa semester

dengan Zulaikha. Burhan itu adalah cinta ilahi yang memenuhi seluruh totalitas wujudnya. Cinta ilahi itu telah menjadi perhatian.. penuh hatinya sehingga tidak

Tujuan penelitian yaitumengetahui jenis-jenis ikan yang hidup di terumbu karang yang tertangkap dengan jaring insang dasar di Pulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe,

Penerapan bermain balok kayu untuk meningkatkan sikap sosial anak usia dini Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu1.

Dengan dapat diketahuinya data nasabah, tentu kita dapat melakukan penyaringan untuk mencari model-model pembayaran yang dilakukan oleh nasabah terkait sehingga dapat

upaya yang dilakukan guru, dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Sehingga nantinya guru diharapkan lebih banyak berdiskusi dengan