INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA WANITA USIA SUBUR BERDASARKAN PENGGUNAAN JENIS KONTRASEPSI
Siti Nur Endah Hendayani, Triska Dewi
Program Studi Kebidanan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi ABSTRAK
Data lembaga kesehatan dunia atau World Health Organitaion (WHO) menunjukan bahwa angka kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS) di seluruh dunia terdapat 333 juta kasus baru setiap tahunnya dan sekitar 1 juta kasus terjadi setiap harinya. Dalam upaya menghindari Infeksi Menular Seksual pemerintah mencanangkan perilaku seksual yang aman termasuk penggunaan kondom, yang dianggap sebagai metode kontrasepsi terbaik untuk pencegahan IMS. Jumlah penderita IMS di Kota Cimahi berdasarkan Profil Kesehatan Kota Cimahi adalah sebanyak 313 kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenise kontrasepsi yang digunakan oleh wanita usia subur yang mengalami infeksi menular seksual yang tercatat di Puskesmas Leuwi Gajah Kota Cimahi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan penelitian crosss sectional. untuk mengidentifikasi kejadian infeksi menular seksual berdasarkan jenis kontrasepsi. Data yang digunakan berupa data primer. Populasi dalam penelitian ini adalah wanita usia subur yang mengalami infeksi menular seksual yang tercatat di Puskesmas Leuwigajah Tahun 2017 sebanyak 28 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah total sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kejadian infeksi menular seksual terbanyak menggunakan kontrasepsi ganda (hormonal dan kondom), kemungkinan hal ini dapat terjadi akibat tidak konsistennya responden dalam penggunaan alat kontrasepsi yang digunakan oleh responden
Kata kunci: IMS, Kontrasepsi, Wanita
PENDAHULUAN
Menurut lembaga kesehatan dunia atau World Health Organitaion (WHO) angka kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS) di seluruh dunia terdapat 333 juta kasus baru setiap tahunnya dan sekitar 1 juta kasus terjadi setiap harinya (Kemenkes RI, 2015). Di Indonesia laporan kasus penyakit infeksi Menular seksual selama tahun 2016 didapatkan Jumlah kasus duh tubuh uretra (DTU) dilaporkan sebanyak 10.672 kasus dan kasus luka pada alat kelamin atau ulkus genital dilaporkan sebanyak 1628 kasus.
Jumlah kasus IMS dengan penegakan diagnosa berdasarkan kelompok resiko tinggi adalah wanita pekerja seks sebanyak 39.179 (27,6%), pasangan resiko tinggi sebanyak 32.862 (23,1%), LSL sebanyak 12.751 (9%), Pelanggan pekerja seks sebanyak 6.409 (4,5%), Waria sebanyak 2.082 (1,5%), IDU sebanyak 638 (0,4%), dan pria pekerja seks sebanyak 421 (0,3%) (Kemenkes RI, 2017).
Di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2015 Jumlah kasus IMS menurut jenis kelamin di
dominasi oleh laki-laki yaitu 59% atau sebanyak 2450 kasus, kemudian diikuti oleh perempuan yaitu 41% atau sebanyak 1703 kasus. Jumlah penderita IMS di Jawa barat tahun 2015 yaitu sebanyak 4.154 kasus (Profil kesehatan Jawa Barat, 2016).
Penyakit IMS ini disebabkan oleh lebih dari 30 bakteri yang berbeda, virus dan parasit yang tersebar terutama melalui kontak seksual, termasuk vagina, anal dan oral seks (Najmah, 2016). Faktor resiko terjadinya IMS adalah hubungan seksual dengan multipartner, dan kurangnya pengetahuan tentang reproduksi (Ida ayu, 2015). Selain itu, penyebab umum penularan IMS adalah Hubungan seksual yang tidak aman merupakan jalur utama penularan, di ikuti kontak fisik selama hubungan seksual, misalnya luka-luka pada alat kelamin seperti herpes dan sifilis . Melalui darah dan produk darah, misalnya HIV, Sifilis dan Hepatitis B, ditularkan melalui kehamilan dari ibu ke
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi Halaman 516 Jl.Terusan Jenderal Sudirman – Cimahi 40533
bayinya seperti HIV dan Sifilis , dan ditularkan saat proses kelahiran.
Infeksi Menular Seksual akan ditularkan oleh orang yang berisiko tinggi, yakni orang yang berganti-ganti pasangan seksual (kelompok inti atau care group). Selanjutnya, kelompok inti akan menyebarkan penyakit IMS kepada kelompok pelanggan (kelompok perantara atau bridging population), hingga akhirnya kelompok perantara akan menularkan penyakitnya kepada pasangan seksual tetapnya, yaitu suami atau istri (Nicola, 2008). Dalam Upaya menghindari Infeksi Menular Seksual pemerintah mencanangkan perilaku seksual yang aman termasuk penggunaan kondom, yang dianggap sebagai metode kontrasepsi terbaik untuk pencegahan IMS dan HIV/AIDS. Selain dari
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan penelitian crosss sectional. Pada penelitian ini melihat kejadian infeksi menular seksual berdasarkan jenis kontrasepsi.
Pengambilan dan pengumpulan data menggunakan data primer Populasi dalam penelitian ini adalah Wanita Usia Subur (WUS)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kejadian Infeksi Menular Seksual Berdasarkan Jenis Kontrasepsi Di Wilayah Kerja Puskesmas Leuwigajah Tahun 2017
Jenis
Frekuensi Persentase kontrasepsi
Non Hormonal 6 21,4%
Hormonal 5 17,9%
Kontrasepsi
Ganda (Hormonal 17 60,7%
dan kondom)
Jumlah 28 100
Berdasarkan Tabel 1 diatas bahwa dari 28 wanita usia subur yang menderita IMS sebagian besar dari responden menggunakan kontrasepsi ganda (hormonal dan kondom) sebanyak 17 orang (60,7%). Kemudian
pada itu, seluruh metode kontrasepsi yang lain tidak dapat melindungi klien dari IMS dan HIV (Daili, 2007). Sedangkan Pada tahun 2017 data jumlah kasus IMS di Kota Cimahi berdasarkan umur dan jenis kelamin di dominasi oleh perempuan dengan kelompok umur 25-49 yaitu sebanyak 183 kasus, kemudian diikuti oleh kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebanyak 26 kasus. Jumlah Keseluruhan penderita IMS di Kota Cimahi adalah sebanyak 313 kasus. (Profil Kesehatan Kota Cimahi, 2017). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode kontrasepsi yang digunakan oleh wanita usia subur yang mengalami infeksi menular seksual yang tercatat di Puskesmas Leuwi Gajah Kota Cimahi
penderita IMS yang tercatat di Puskesmas Leuwigajah Tahun 2017 sebanyak 28 orang.
Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah Total sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa angket
kontrasepsi non hormonal berjumlah 6 orang (21,4%) dan kontrasepsi hormonal berjumlah 5 orang (17,9%). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada kejadian infeksi menular seksual terbanyak menggunakan kontrasepsi ganda (hormonal dan kondom).
Menurut Murtiastutik (2008) Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya kebanyakan melalui hubungan seksual baik oral, anal, maupun pervaginam.
Meskipun begitu penularan IMS dapat juga menular dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer jaringan yang telah
tercemar, kadang - kadang dapat ditularkan melalui alat kesehatan.
Faktor risiko perilaku penyebab Infeksi Menular Seksual yaitu perilaku yang meliputi partner hubungan seks lebih dari 1, seks anal, pemakaian kondom. (Saprasetya, 2010).
Menurut hasil penelitian Hartono (2010) menunjukkan ada hubungan antara perilaku seksual berisiko dengan kejadian Infeksi Menular Seksual dengan nilai p= 0,009.
Perilaku seksual yang berisiko mempunyai risiko 9 kali lipat terkena PMS dibandingkan dengan perilaku seksual yang tidak berisiko.
Menurut Daili et,al (2003) dalam Hernawati (2005), menyatakan bahwa perilaku risiko tinggi dalam penyebaran PMS ialah perilaku yang menyebabkan seseorang mempunyai risiko besar terserang penyakit, karena seseorang dapat terkena PMS ratarata lebih dari 5 pasangan seksual dan perilaku seksual tanpa menggunakan pengaman.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anindita (2012) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara pemakaian alat kontrasepsi dengan kejadian infeksi saluran reproduksi dengan nilai p = 0,045. Menurut Rosenberg (2008) wanita yang menggunakan metode kontrasepsi sederhana dengan alat (spermisida, spons, kondom, atau diafragma) umumnya memiliki tingkat prevalensi IMS lebih rendah dari pada wanita yang menggunakan metode kontrasepsi lainnya atau tidak menggunakan kontrasepsi. Hasil studi didapatkan bahwa terjadi penurunan kejadian gonore, nongonococcal, uretritis, dan klamidia di kalangan pengguna kondom dan
spermisid dibandingkan dengan alat kontrasepsi lainnya. Hal ini didukung oleh bukti laboratorium yang menunjukan spermisida efektif membunuh berbagai organisme patogen penyebab IMS, termasuk HIV. Adapun salah satu efek samping penggunaan kontrasepsi hormonal akibat kelebihan hormon estrogen dan progesteron yaitu fluor albus atau keputihan.
Apabila tidak dilakukan penanganan terhadap hal tersebut,
potensi untuk terinfeksi penyakit menular seksual jauh lebih besar jika disertai hubungan seksual yang tidak aman. (Nadia, 2016).
Keputihan sering dikaitkan dengan kadar keasaman daerah vagina, karena keputihan bisa terjadi akibat ph vagina tidak seimbang.
Sementara kadar keasaman vagina disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor intern dan ekstern.
Faktor intern antara lain dapat dipicu oleh pil kontrasepsi yang mengandung estrogen dan IUD yang dapat membawa bakteri, sedangkan faktor ekstern antara lain kurangnya personal hygiene pada daerah vagina. (Zubier dalam Widyawati, 2013).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kejadian infeksi menular seksual terbanyak menggunakan kontrasepsi ganda (hormonal dan kondom), hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Rosenberg (2008) bahwa wanita yang menggunakan metode kontrasepsi sederhana dengan alat (spermisida, spons, kondom, atau diafragma) umumnya memiliki tingkat prevalensi IMS lebih rendah dari pada wanita yang menggunakan metode kontrasepsi lainnya atau tidak menggunakan kontrasepsi, kemungkinan hal ini dapat terjadi akibat tidak konsistennya responden dalam penggunaan alat kontrasepsi yang digunakan oleh responden.
Untuk membantu mencegah penularan infeksi menular seksual maka kondom harus digunakan dengan benar dan konsisten.
Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa kondom tidak dapat melindungi sepenuhnya karena penyakit seperti herpes dan infeksi kondiloma akuminata bisa menular melalui area luar yang tidak terlindungi oleh kondom.
(Dameria, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Rizka Fauza (2014) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara ketersediaan kondom dalam penggunaan kondom untuk pencegahan PMS di Lokalisasi Sukosari Bawen Kabupaten Semarang dimana nilai p < 0,005. Demikian pula dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Widyastuti (2011) bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan kondom dengan perilaku pemakaian kondom, dimana WPS yang di sekitar tempat kerja tersedia kondom mempunyai peluang untuk memakai kondom pada hubungan seks terakhir sebesar 2,57 kali dibandingkan dengan WPS yang disekitar tempat kerja tidak tersedia kondom.
Hasil penelitian Dameria (2016) menunjukan bahwa terdapat perbedaan proporsi konsistensi pemakaian kondom terhadap penularan penyakit infeksi menular seksual trikomoniasis dan servisitis gonore.
Hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit infeksi menular seksual trikomoniasis dan servisitis gonore terhadap konsistensi pemakaian kondom.
Michaeal Carter (2012) dalam penelitian Dameria (2016) menyatakan bahwa penggunaan kondom secara konsisten dan
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa d ari 28 orang responden yang terpapar infeksi menular seksual, sebagian besar menggunakan kontrasepsi ganda (hormonal dan kondom) berjumlah 17 orang (60,7%). Kemudian kontrasepsi non hormonal berjumlah 6 orang (21,4%) dan kontrasepsi hormonal berjumlah 5 orang (17,9%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kejadian infeksi menular seksual
DAFTAR PUSTAKA
Adius Kusnan.2012. Analisis Hubungan Determinan Kejadian Penyakit Infeksi Menular Seksual (Ims) Pada Wanita Penjaja Seksual (Wps). Fakultas Kesehatan Universitas Haluoleo
Affandi, Biran, Dkk. 2014.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
Arikunto.2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
benar dapat mengurangi risiko infeksi menular seksual sebesar 60%. Penggunaan kondom secara konsisten sendiri tidak mengurangi risiko bakteri infeksi menular seksual.
Meskipun sudah menggunakan kondom, namun masih tetap ada wanita pekerja seks yang terinfeksi oleh Servisitis gonore. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh penggunaan kondom yang tidak benar, sehingga terjadi sentuhan antara pelanggan dengan cairan vagina dari wanita pekerja seks yang menyebabkan terjadinya infeksi menular seksual servisitis gonore. Sedangkan subjek yang tidak memakai kondom dan mengalami infeksi servisitis gonore, kemungkinan terinfeksi disebabkan oleh pasangan yang juga berisiko dan sering berganti-ganti pasangan.
Hal ini akan sangat berisiko tertular jika tidak menggunakan kondom.
terbanyak menggunakan kontrasepsi ganda (hormonal dan kondom), kemungkinan hal ini dapat terjadi akibat tidak konsistennya responden dalam penggunaan alat kontrasepsi yang digunakan oleh responden.
Untuk membantu mencegah penularan infeksi menular seksual maka kondom harus digunakan dengan benar dan konsisten.
Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa kondom tidak dapat melindungi sepenuhnya.
Alimul Hidayat, Aziz. 2011. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik.
Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
2007
Anggia Suci W,Dkk.2014. Hubungan Pengetahuan Wanita Pekerja Seksual Dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual
Anindita, 2012 Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dengan Kejadian Infeksi Saluran Reproduksi
Badan Pusat Statistik Kota Cimahi,2016.[Https://Cimahikota.Bps.G o.Id / Di Akses Pada Tanggal 25 Desember 2017]
Bkkbn. Ims, Jakarta 2012.[
Https://Www.Bkkbn.Go.Id / Di Akses Pada Tanggal 25 Desember 2017]
Cunningham, F. Gary., Leveno., And Bloom.
2013. Obstetri Williams Edisi 23.Jakarta: Egc
Daili Sf, 2010. Infeksi Menular Seksual : Tantangan Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Universitas
Indonesia, 8 Januari 2010
Depkes Ri. Statistik Kasus Hiv/Aids Dan Pims Di Indonesia. Ditjen Ppm & Plp
Depkes Ri. 2017 .
[Www.Siha.Depkes.Go.Id / Di Akses Pada Tanggal 23 Juli 2018]
Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2016. Profil Kesehatan Jawa Barat
Dinas Kesehatan Kota Cimahi, 2017. Profil Kesehatan Kota Cimahi
Dyah Ayu W. 2008. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Metode Konstrasepsi Efektif Di Bidan Praktek Swasta (Bps) Bidan Kelurahan Sampangan, Kec. Gajah Mungkur, Semarang. Jurnal Kemas, 3 (2): 139- 152
Hakim L, 2011. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. Jakarta : Balai Penerbit Fkui, 2011
Hartanto, Hanafi.2013. Keluarga Berencana Dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Hartono (2010) Hubungan Antara Perilaku Seksual Berisiko Dengan Kejadian Penyakit Menular Seksual
Kementrian Kesehatan Ri, 2015. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual. [Www.Depkes.Go.Id/Di Akses Pada Tanggal 2 Februari 2018]
Komite Penanggulangan Aids Nasional.
2011. Hiv/Aids Dan Infeksi Menular Seksual Lainnya Di Indonesia :
Tantangan Dan Peluang Untuk Bertindak. Jakarta : Kpan Ri.
[Www.Aidsindonesia.Or.Id/Di Akses Pada Tanggal 2 Februari 2018]
Kristina Thorsteinsson.2016. Sexually Transmitted Infections And Use Of Contraceptives In Women Living With Hiv In Denmark – The Shade Cohort Manuaba, I Bagus. 2004. Kepaniteraan
Klinik Obstetri & Ginekologi. Jakarta:
Egc
Murtiastutik, 2008, Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya : Universitas Erlangga. 2008
Niley J Steiner.2016. Long-Acting Reversible Contraception And Condom Use Among Female Us High School Students Implications For Sexually Transmitted Infection Prevention
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Pt. Rineka Cipta.
2012
Norwitz, Errol Dan John Schorge. 2008. At A Glanca Obstetri & Ginekologi. Edisi 2.Jakarta: Erlangga.
Nugroho, Taufan. 2012. Obgyn : Obstetri Dan Ginekologi. Yogyakarta : Nuha Medika
Prawiroharjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi Ke-4. Jakarta: Bina Pustaka
Prawiroharjo, S. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Edisi Ke-12.
Jakarta: Bina Pustaka
Ratnawati (2002) Perilaku Berisiko Dalam Penularan Infeksi Menular Seksual Dan Hiv
Rizka Fauza (2014) Hubungan Antara Ketersediaan Kondom Dalam
Penggunaan Kondom Untuk
Pencegahan Pms Di Lokalisasi Sukosari Bawen Kabupaten Semarang
Rosenberg Mj, Feldblum Pf. 2002. Do Spermicides Protect Against Sexually Transmitted Diseases. Hal :42-45.
Sdki,2015. Angka Penderita Ims. Dan. Pemberantasannya. Jakarta:
Http://Www.Idi.Com/Info Ims. Diakses Penerbit Erlangga; 2010
Pada Tanggal 10 Januari 2018 Widyastuti (2011) Hubungan Yang Saprasetya, 2010 Faktor-Faktor Risiko Bermakna Antara Ketersediaan Kondom Penularan Hiv/Aids Pada Laki-Laki Dengan Perilaku Pemakaian Kondom Dengan Orientasi Seks Heteroseksual Pada Wanita Pekerja Seksual (Wps) Dan Homoseksual Di Purwokerto Yuni Sri Utami.2016. Faktor-Faktor Yang Sugiyono. 2010. Metode Penelitian. Berhubungan Dengan Perilaku
Bandung: Alfabeta 2010 Penggunaan Kondom Pada Klien Suratun, S. Dkk., 2008, Pelayanan Keluarga Wanita Pekerja Seks (Wps) Dalam
Berencana Dan Kesehatan Reproduksi. Upaya Pencegahan Infeksi Menular Jakarta: Bina Pustaka 2008. Seksual (Ims) Di Kelurahan Bandungan.
Widoyono. 2010. Penyakit Tropis: Jurnal Kesehatan Masyarakat Epidemiologi, Penularan, Pencegahan,
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 521