• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Istilah pemecahan masalah matematis dalam beberapa literatur disebut dengan formal logic system. Williamson (2017) menyatakan bahwa “Problem solving is a formal logic system that includes principles, which identify well-formed formulas and rules of derivation, which when correctly applied lead to correct solutions”. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah sistem penalaran formal yang mencakup prinsip-prinsip, yang mengidentifikasi rumus dan aturan derivasi yang terbentuk dengan baik, yang bila diterapkan dengan benar akan menghasilkan solusi yang benar artinya solusi tersebut dihasilkan dari proses mental seseorang dalam memecahkan masalah sesuai dengan langkah prosedural terpanggil. Selain itu, Nur & Rahman (2013) menyatakan bahwa pemecahan masalah siswa akan terlatih dan termotivasi untuk mengembangkan penalaran formalnya secara mandiri dan terbebas dari berbagai pola pikir konservatif yang mengendalikan proses berpikirnya.

Pemecahan masalah sering pula diartikan suatu aktivitas yang dalam tahapan pemecahannya, siswa dihadapkan pada situasi yang kompleks dan menggunakan kemampuan berpikir secara mendalam sehingga bisa memahami dan menyelesaikan masalah yang dihadapi (Zaozah, Maulana & Djuanda, 2017).

Pemecahan masalah (problem solving skills) adalah salah satu hasil belajar yang penting untuk disorot yakni dalam memahami matematika, tentunya bukan hanya

(2)

konsepnya saja yang harus dipahami. Akan tetapi banyak hal yang muncul dalam proses pembelajaran salah satunya ialah kebermaknaan belajar yang di dalamnya terkandung komponen pemecahan masalah (Mariam dkk, 2019). Kemampuan pemecahan masalah matematis yang baik akan berpengaruh terhadap hasil belajar matematika untuk menjadi lebih baik serta merupakan tujuan umum dari pengajaran matematika (Ramdan, Veralita, Rohaeti & Purwasih, 2018).

Pemecahan masalah matematis adalah suatu kemampuan pemahaman matematika yang harus dimiliki oleh siswa yang memungkinkan mereka untuk melihat hubungan antar konsep agar dapat memilih strategi untuk merancang solusi (Zulkipli & Ansori, 2018). Pemecahan masalah matematis merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui dan mengerjakan permasalahan dalam matematika. Secara umum, terdapat dua jenis masalah matematika, yakni masalah rutin dan masalah nonrutin. Menurut Daud & Suharjana (2010), masalah matematika dapat dibedakan kedalam dua jenis yakni masalah rutin atau dikenal sebagai masalah yang dideskripsikan atau diterjemahkan dari kata-kata menjadi simbol-simbol (mathematical symbols). Putri (2018) mengemukakan bahwa masalah non-rutin lebih kompleks daripada masalah rutin, sehingga strategi untuk memecahkan masalah mungkin tidak segera nampak secara langsung, dan membutuhkan tingkat orisinalitas dan kreativitas yang tinggi dari pemecah masalah (solver). Oleh karena itu, tujuan terpenting dari pembelajaran matematika seharusnya dapat membangun kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan siswa mampu membuat beberapa kesimpulan logis berdasarkan informasi yang diberikan. Secara garis besar George Polya mengusulkan langkah-langkah

(3)

pendekatan masalah yang mengacu kepada empat tahap pemecahan masalah (Suherman, 2003) yaitu :

(a) Memahami masalah

Menuliskan informasi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dan bisa dengan cara menuliskan kembali masalah dengan kata-kata sendiri, menuliskan masalah dalam bentuk lain yang lebih operasional, dalam bentuk rumus, dalam bentuk gambar, dan sebagainya.

(b) Membuat rencana

Menghubungkan data dan informasi yang diperoleh serta hasil yang diinginkan (rumusan masalah) kemudian mengaitkan dengan materi sehingga diperoleh rancangan yang memungkinkan siswa untuk membuat hipotesis-hipotesis sebagai jawaban sementara.

(c) Melaksanakan penyelesaian soal

Menjalankan rencana yang telah dibuat siswa pada langkah kedua. siswa menyelesaikan permasalahan yang ada dalam hal ini kemampuan siswa memahami substansi materi dan keterampilan melakukan perhitungan matematika sangat diperlukan dalam melaksanakan tahap ini. Secara sederhana siswa mengolah data yang diketahui kedalam strategi atau persamaan yang telah dirancang.

(d) Memeriksa atau meninjau ulang jawaban yang diperoleh

Pada tahap terakhir ini penting dilakukan siswa untuk mengecek kembali apakah hasil yang diperoleh telah sesuai, yakni siswa mengolah data yang diketahui kedalam strategi atau persamaan yang telah dirancang dengan memeriksa benar

(4)

atau tidaknya pemecahan masalah yang telah dilakukan, atau juga untuk melihat alternatif penyelesaian yang lebih baik (lebih praktis dan efisien).

Indikator kemampuan pemecahan masalah matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Menuliskan kembali masalah dengan kata-kata sendiri.

2. Membuat rencana atau cara untuk memecahkan masalah.

3. Mampu menyelesaikan rencana atau strategi model pemecahan masalah.

4. Memeriksa benar atau tidaknya pemecahan masalah yang telah dilakukan.

Model Pembelajaran Flipped Classroom

Pembelajaran berbasis video lebih menarik perhatian siswa. Prensky (2014) mengemukakan bahwa “Video-based learning matches many (if not most) students’

preference. Today’s young people generally prefer video to reading as a way of learning”. Pernyataan tersebut dapat diartikan pembelajaran berbasis video cocok dengan banyak (jika tidak sebagian besar) preferensi siswa. Siswa SMP saat ini umumnya lebih menyukai video daripada membaca sebagai cara belajar. Siswa akan lebih simpatik dalam mempelajari materi yang disajikan dengan video sebagai media pembelajaran, mereka akan mudah mengakses video konten pembelajaran melalui kegiatan belajar sebelum pembelajaran di kelas berlangsung dimanapun, kapanpun, dan dapat dilihat berulang kali sesuai kebutuhan. Hal ini dapat dilakukan dengan merancang pembelajaran yang mengakomodasikan siswa untuk menonton, mendengar, dan melakukan resume langsung sebagai praktik belajar untuk memperoleh kemampuan awal dalam memecahkan permasalahan yang akan

(5)

diujikan ketika pembelajaran di kelas berlangsung sehingga waktu di kelas dapat digunakan secara efektif dan kreatif.

Bishop (2013) mendefinisikan kelas terbalik (flipped classroom) sebagai teknik pendidikan yang terdiri dari dua bagian yaitu “ …interactive group learning activities inside the classroom, and direct computer-based individual instruction outside the classroom”. Pada pernyataan tersebut dikatakan bahwa pada model ini kegiatan belajar kelompok interaktif di dalam kelas, dan instruksi individu berbasis komputer (website, blogspot, video, dll) berlangsung di luar kelas. Berikut adalah grafis mengenai mekanisme pelaksanaan model flipped classroom.

Teori Bergmann & Sams (2012) mengemukakan bahwa dalam model terbalik, waktu sepenuhnya direstrukturisasi. Siswa masih perlu mengajukan pertanyaan tentang konten yang telah disampaikan guru melalui video, jadi guru meminta siswa untuk membuat catatan dan pertanyaan yang dipersiapkan untuk kemudian dibahas diawal pertemuan kelas. Sisa waktu digunakan untuk kegiatan langsung yang lebih ekstensif serta waktu pemecahan masalah yang terarah. Teori-

Flipped Classroom

/ kelas terbalik Describe

Student- centered learning

Interactive classroom activities

Require human interaction

Describe Teacher- centered learning theories

Explisit Instruction

Method

Can be automatedtrough computer technology

+ =

Gambar 2. 1 Mekanisme Pelaksanaan Model Flipped Classroom

(6)

teori ini menekankan pentingnya aspek penguatan dan keterlibatan siswa dalam belajar yang ada pada pembelajaran flipped classroom. Perbandingan model pembelajaran kelas konvensional dan model flipped classroom menurut Bergmann

& Sams (2012) diperlihatkan pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2. 1 Perbandingan Model Pembelajaran Kelas Konvensional dan Model Pembelajaran Flipped Classroom

Conventional classroom Flipped classroom

Aktivitas Waktu Aktivitas Waktu

Apersepsi 5 Menit Apersepsi 5 Menit

Membahas pekerjaan

rumah 20 Menit Tanya jawab isi video

materi pembelajaran 10 Menit guru mengajarkan

materi 30-45 Menit

Bimbingan dan/atau latihan individu atau kelompok

75 Menit Bimbingan dan/atau

latihan individu atau kelompok

20-35 Menit

Pelaksanaan model pembelajaran flipped classroom mengedepankan ranah kognitif siswa berdasarkan Bloom’s Taxonomy, sebagai berikut :

1) Remembering dilakukan siswa di rumah melalui video pembelajaran yang diberikan oleh guru sebelum memulai pembelajaran untuk mengoptimalkan input belajar mandiri siswa, mengoptimalkan ingatan terkait konsep, guru harus mampu memberikan konsep materi yang memberi makna pengalaman belajar yang memungkinkan siswa siap ketika pembelajaran di kelas berlangsung.

2) Understanding bermakna memahami yang dilakukan siswa di rumah melalui video pembelajaran yang diberikan oleh guru sebelum pembelajaran di kelas berlangsung untuk membangun pengetahuan dalam memecahkan masalah matematis siswa.

(7)

3) Applying (mengaplikasikan) dengan cara mencatat ulang atau meresume serta membuat pertanyaan terkait isi dari video pembelajaran yang diberikan oleh guru untuk kemudian dibahas ketika pembelajaran di kelas berlangsung dan penting sekali guru melakukan pengecekan terkait dari catatan dari pertanyaan siswa sebagai bahan perbaikan guru untuk penjelasan materi selanjutnya.

4) Analyzing (menganalisis) materi melalui serangkaian tes formatif bisa juga dilakukan sesi 1 (tes awal) dan sesi 2 (tes penguatan) untuk menciptakan kegiatan interaktif di dalam kelas.

5) Evaluating (mengevaluasi) materi yang dibahas di dalam kelas melalui diskusi kelas, presentasi dll.

6) Creating, mengerjakan tugas berbasis project tertentu sebagai kegiatan setelah kelas berakhir.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran flipped classroom adalah model pembelajaran kelas terbalik dimana materi diberikan terlebih dahulu melalui video pembelajaran yang harus ditonton siswa sebelum pembelajaran di kelas berlangsung dan pada sesi belajar di kelas digunakan untuk penerapan konsep melalui tes individual dan melakukan diskusi kelompok serta mengerjakan tes pemahaman pada akhir pembelajaran. Model pembelajaran flipped classroom yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model flipped classroom tipe instruksi terbalik (peer instruction flipped) yakni model pembelajaran terbalik dengan bantuan video pembelajaran sebagai media penyampaian materi sebelum pembelajaran di kelas berlangsung dan ketika sesi belajar di kelas digunakan untuk kegiatan tes konsep individual serta proses

(8)

diskusi dalam langkah-langkah Model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped.

Pembelajaran Peer Instruction Flipped

Peer instruction flipped merupakan model pembelajaran flipped classroom dimana siswa mempelajari materi dasar terlebih dahulu sebelum memulai kelas dengan bantuan video pembelajaran yang diberikan oleh guru. Video pembelajaran diberikan sebelum pembelajaran berikutnya dimulai, sehingga pada saat di rumah siswa dapat mengulang video pembelajaran yang diberikan sesuai dengan kecepatan dari masing-masing daya tangkap siswa. Ketika di kelas siswa menjawab pertanyaan secara individu kemudian guru mengumpulkan jawaban siswa.

Selanjutnya siswa saling berdiskusi terhadap jawaban yang diberikan. Begitu seterusnya hingga akhir pembelajaran berakhir. Adapun langkah-langkah tes soal yang diberikan menurut (Crouch, Watkins, Fagen & Mazur, 2007) yaitu :

1) Siswa mengajukan pertanyaan.

2) Siswa diberikan waktu untuk berpikir.

3) Siswa mencatat jawaban masing-masing (optional).

4) Siswa mendiskusikan dengan temannya terhadap hasil yang diperoleh (peer instruction).

5) Siswa mencatat jawaban yang telah didiskusikan dan ditinjau kembali (optional).

6) Siswa menyampaikan kembali jawaban kepada guru (umpan balik).

7) Siswa memberikan penjelasan mengenai jawaban yang benar.

(9)

Model Pembelajaran Flipped Classroom Tipe Peer Instruction Flipped Model pembelajaran flipped classroom adalah model pembelajaran yang dilaksanakan seperti pembelajaran tutorsebaya. Pada model pembelajaran peer instruction flipped siswa diminta menonton video pembelajaran di rumah. Saat di kelas, guru memberikan tes soal pertama secara individu. Siswa saling beradu pendapat terkait jawaban mereka dan menerapkan pembelajaran untuk menguatkan konsep. Setelah selesai dengan tes soal pertama maka dilanjutkan dengan tes soal kedua dan seterusnya sampai waktu pembelajaran habis. Pada akhir pembelajaran guru melakukan pengukuran pemahaman siswa melalui kuis.

Langkah-Langkah Model Flipped Classroom Tipe Peer Instruction Flipped Adapun tahapan-tahapan peer instruction flipped menurut Adhitiya, Prabowo & Arifudin (2015) pada pembelajaran flipped classroom, sebagai berikut.

1) Siswa diminta menonton video pembelajaran di rumah, video tersebut berupa video konten pembelajaran yang sudah dibuat dan disiapkan oleh guru dengan materi yang singkat dan padat terkait materi perbandingan dalam penyelesaian soal-soal pemecahan masalah matematis, selanjutnya setelah video pembelajaran telah di upload melalui media youtube, maka link youtube di share melalui whatsapp grup siswa. Siswa diharuskan membuat rangkuman atau catatan kecil dan membuat daftar pertanyaan jika terdapat hal-hal yang belum dipahami siswa terkait isi video yang diberikan oleh guru untuk kemudian dikumpulkan sebelum tes konseptual pertama diberikan.

2) Guru memberikan tes konseptual pertama (concept test I) yang dikerjakan dengan batas waktu tertentu secara individu kemudian guru mengumpulkan

(10)

jawaban siswa serta mengelompokkan siswa berdasarkan jawaban yang benar dan yang salah.

Jika sebagian besar siswa dapat menjawab dengan benar soal tes konsep yang diberikan, guru akan melanjutkan ke soal selanjutnya. Jawaban benar pada presentase kurang lebih 70%. Jika persentase jawaban benar terlalu rendah (misalkan kurang dari 70%) maka guru akan melanjutkan pembelajaran dengan diulangi dan lebih detail, selanjutnya memberikan tes konsep yang sejenis.

Kegiatan tersebut dapat diulangi sesuai kemampuan siswa, untuk mengurangi perbedaan antara ekspektasi guru dengan pemahaman siswa. Dalam Chen, Su &

Huang (2020) terdapat bagan implementasi concept test clicker dan cloud.

3) Siswa saling beradu pendapat terkait jawaban mereka dan menerapkan pembelajaran untuk menguatkan konsep sehingga siswa yang menjawab jawaban dengan tepat dan benar akan cenderung lebih kuat dan siswa yang menjawab kurang tepat akan mengetahui titik kesalahannya.

Gambar 2. 2 Implementasi Concept Test CRS-based Exercise Pembelajaran Peer Instruction Flipped

Concept test II

menjelaskan kebenaran jawaban Siswa diberikan

waktu untuk berfikir (Voting

Penyelesaian soal)

Concept test I (Basic

test) Penjelasan

singkat guru Siswa

berdisk usi

Voting ulang Memerik

sa

<30%

30%-70%

>70%

(11)

4) Guru memberikan tes konseptual kedua setelah selesai dengan tes soal pertama dan hasil tes rata-rata siswa menjawab pada kualifikasi di atas 70% maka dilanjutkan dengan tes soal kedua concept test II dan seterusnya sampai waktu pembelajaran habis.

5) Pada akhir pembelajaran guru melakukan penilaian pemahaman siswa dalam soal-soal pemecahan masalah matematis.

Sumber : Steele (2013)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model Pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped yaitu model pembelajaran yang tahapan pembelajaran diantaranya siswa menonton video pembelajaran di rumah, guru memberikan tes konseptual pertama, siswa diberikan waktu untuk berpikir, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok diskusi yang heterogen, siswa mendiskusikan materi secara berkelompok dan dari setiap kelompok siswa saling beradu pendapat dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan sesuai materi,

Gambar 2. 3 Langkah-langkah Pembelajaran Peer Instruction Flipped

(12)

siswa menjelaskan kebenaran jawaban. Jika sebagian besar siswa menjawab benar lebih dari 70% maka guru akan melanjutkan topik/tes selanjutnya, kemudian pada jam akhir guru melakukan penilaian pemahaman siswa dalam soal-soal pemecahan masalah matematis.

Kelebihan Model Pembelajaran Flipped Classroom Tipe Peer Instruction Flipped

Beberapa kelebihan model pembelajaran flipped classroom tipe peer instruction flipped adalah sebagai berikut :

a) Siswa menjadi pembelajar yang aktif dan memiliki waktu yang lebih efektif untuk mempelajari materi pembelajaran lebih dalam di rumah secara mandiri.

b) Siswa dapat mempelajari dan mengulang video pembelajaran dalam kondisi dan suasana nyaman yang sesuai dengan gaya belajar masing-masing.

c) Siswa dapat membuat ringkasan pembelajaran dengan sangat mudah untuk menguatkan daya tangkap siswa dalam memahami konsep dengan cara mereka sendiri sehingga ketika pembelajaran di kelas berlangsung siswa sudah siap mengikuti rangkaian tes yang diberikan guru.

d) Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan dengan mengumpulkan catatan kecil terkait isi dari video pembelajaran.

e) Siswa dapat belajar dari berbagai video konten pembelajaran yang memiliki materi yang sama daripada siswa hanya belajar dari papan tulis.

Model Pembelajaran Ekspositori

Model pembelajaran ekspositori lebih berpusat pada guru (teacher centered). Sudjana (2002) menyatakan bahwa kegiatan yang lebih menekankan

(13)

pentingnya aktivitas guru dalam membelajarkan peserta didik merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Peserta didik sebagai penerima yang pasif dari kegiatan yang dilaksanakan. Ciri pembelajaran ini adalah sebagai berikut : a. Dominasi guru dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan peserta didik bersifat

pasif dan hanya melakukan kegiatan melalui perbuatan pendidik.

b. Bahan belajar terdiri atas konsep-konsep dasar atau materi belajar yang tidak dikaitkan dengan pengetahuan awal siswa sehingga peserta didik membutuhkan yang tuntas dan jelas dari guru.

c. Pembelajaran tidak dilakukan secara berkelompok.

d. Pembelajaran tidak dilaksanakan melalui kegiatan laboratorium.

Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Annisa (2020) “Analisis Kemampuan Memecahkan Masalah Mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma pada Materi Turunan setelah Mengalami Pembelajaran Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Flipped Classroom”. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum dapat disimpulkan kemampuan menyelesaikan masalah berdasarkan hasil tes tertulis dapat mencapai hasil yang diharapkan dan berdasarkan hasil tes dan wawancara mahasiswa lebih setuju diajak berdiskusi tentang materi turunan dan menyelesaikan masalah yang diberikan dengan mengaplikasikan aturan-aturan turunan secara berkelompok. Penelitiannya Annisa ini memberikan kontribusi pada penelitian yang dilakukan dengan

(14)

mengadopsi strategi flipped classroom menggunakan 4 fase flipped classroom yang telah diujicobakan sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Annisa.

Penelitian yang dilakukan Pertiwi (2018) dengan judul “Implementasi Model Flipped Classroom untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis serta Self-Confidence ditinjau Berdasarkan Gender”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dapat disimpulkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan model flipped classroom lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran Konvensional ditinjau dari keseluruhan dan gender, Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan model flipped classroom lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran Konvensional apabila ditinjau dari keseluruhan, Self confidence siswa yang menggunakan model flipped classroom lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional dan terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah dengan komunikasi matematis. Adapun kontribusi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi adalah berdasarkan keseluruhan dan gender siswa menyadari akan pentingnya komunikasi matematis untuk menjadikan pemahaman sebagai bekal dalam pembelajaran di kelas. Selain itu, siswa bersemangat dalam belajar di kelas dan sangat terbantu karena lingkungannya dapat membangun perkembangan kognitif siswa.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian relevan, terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian ini dengan hasil penelitian yang relevan. Persamaan yang terdapat pada penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Annisa adalah model pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran yang digunakan

(15)

yaitu model pembelajaran flipped classroom dengan teori yang dikembangkan menurut John Bregmann & Sams yang memanfaatkan teknologi berupa video pembelajaran sebagai media untuk mengakses materi pembelajaran dan hampir sama dilihat dari konsep tes dalam tahapannya. Kemampuan berpikir yang diteliti hampir sama, namun perbedaannya terletak pada proses penyajian soal pada tahap konsep tes yang diberikan, tempat penelitian dan materi yang akan digunakan. Jika pada penelitian Annisa menggunakan pembuktian teorema-teorema, pada penelitian ini menggunakan soal uraian. Persamaan yang terdapat pada penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi adalah model pembelajaran yang digunakan. Akan tetapi, perbedaannya terletak pada pengembangan dari model yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2018) merupakan model pembelajaran flipped classroom dengan menggunakan komunikasi matematis serta self-confidence siswa sedangkan penelitian ini menggabungkan peer instruction dan model flipped classroom dengan mode pengajaran concept test CRS-based exercise pembelajaran peer instruction flipped. Selain itu, tempat dan sasaran atau objek penelitian juga menjadi pembeda dengan penelitian ini.

Kerangka Berpikir

Kegiatan pembelajaran di sekolah saat ini masih ditemukan sekolah- sekolah yang gurunya seringkali menerapkan metode pembelajaran ekspositori.

Model pembelajaran ini masih menekankan siswa tergantung pada rumus dan hitung-hitungannya saja, sebatas mengerjakan soal-soal rutin yang telah disesuaikan dengan contoh yang ada, sehingga siswa tidak sedikit yang tidak mengerti tentang konsep-konsep yang diberikan dan kebingungan jika diberikan

(16)

soal-soal nonrutin yang berbeda dengan contoh yang telah dipelajari, sehingga pada akhirnya bagi kalangan siswa kebanyakan menganggap bahwa pembelajaran matematika sebagai pelajaran yang sulit, kurang menarik dan terkesan membosankan. Siswa belajar di kelas tanpa memiliki pengetahuan awal pada suatu konsep, siswa belajar dengan mendengarkan dan mencatat pada konsep yang masih abstrak. Siswa juga tidak dilatih untuk menyelesaikan permasalahan pada suatu konsep matematika. Hal tersebut berdampak pada hasil belajar siswa yang kurang memenuhi standar. Khususnya pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menjadi tolak ukur keberhasilan pada suatu pembelajaran.

Salah satu upaya agar siswa memiliki kemampuan awal pada proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa khususnya siswa SMP yaitu dengan menggunakan model pembelajaran flipped classroom. Model pembelajaran flipped classroom yang digunakan adalah tipe peer instruction flipped karena model pembelajaran ini dapat dirancang dan dikembangkan dengan mengintegrasikan dan memanfaatkan format video pembelajaran yang berisi konten pembelajaran yang dapat diakses dimanapun dan kapanpun, guru dapat mengubah ketertarikan siswa ke nonton video pembelajaran. Pada langkah pertama guru memberikan siswa video pembelajaran mengenai topik yang akan di pelajari di kelas pada pertemuan sebelumnya.

Selanjutnya video yang diberikan tersebut diharapkan ketika di kelas siswa akan memiliki kesempatan untuk lebih aktif dan memberikan waktu yang lebih banyak untuk mengingat dan memahami suatu permasalahan yang diberikan di dalam kelas. Siswa dapat belajar secara aktif dan kreatif dalam mengkonstruksi

(17)

pengetahuan dengan bertanya dan mengemukakan konsep yang didapat dalam tayangan video yang telah ditontonnya. Siswa membuat catatan kecil dan membuat daftar pertanyaan jika terdapat hal-hal yang belum dipahami terkait isi video yang diberikan oleh guru, catatan kecil atau ringkasan terkait materi tersebut akan diminta oleh guru pada saat setelah melihat cuplikan video pembelajaran, mendengarkan penjelasan singkat guru di kelas dan pada saat sebelum soal tes pertama diberikan, sehingga proses belajar siswa jadi lebih menarik dan menyenangkan dan dapat melatih siswa untuk memahami masalah yang diberikan.

Dampaknya, tentunya hasil belajar menjadi lebih baik. Langkah yang kedua yaitu tes soal pertama yang mengajarkan konsep (concept test). Guru memberikan tes soal pertama agar mengetahui sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran siswa yang memahami materi yang akan dipelajari. Tes konsep yang diberikan guru di awal pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk menyelesaikan masalah secara mandiri dengan cara memahami masalah yang diberikan. Langkah ketiga yaitu jika persentase jawaban pada soal tes pertama siswa terlalu rendah, maka guru akan melanjutkan pembelajaran dengan diskusi melalui lembar kerja diskusi dengan memberikan soal tes yang sama, siswa yang memperoleh jawaban paling tepat akan mempertahankan jawabannya sehingga siswa mendapatkan konsep dari pokok bahasan yang diberikan dengan menerapkan dan menganalisis sesuai materi yang telah dipelajari dari video pembelajaran yang diberikan dan diperkuat melalui serangkaian diskusi, siswa dalam kelompok diskusi tersebut saling meyakinkan jawaban yang diperoleh. Jika persentase jawaban siswa lebih besar dari 70%, maka guru melanjutkan dari tes soal pertama langsung ke tes soal kedua tanpa kegiatan

(18)

diskusi atau kegiatan pada langkah ketiga. Langkah keempat adalah pemberian tes soal kedua, pada tahap tes soal kedua siswa kembali diberikan sebuah soal yang wajib dikerjakan secara individu, tes soal kedua merupakan soal lanjutan setelah selesai dari tes soal pertama dengan hasil rata-rata siswa menjawab pada kualifikasi di atas 70%, masalah yang diberikan sama dengan tes soal pertama dan merupakan soal penguatan konsep, namun sebagian unsurnya ditambah. Siswa kembali dilatih untuk mengingat, memahami, menerapkan dan menganalisis materi yang diberikan.

Langkah kelima atau langkah terakhir yaitu penilaian pemahaman siswa dalam soal-soal pemecahan masalah matematis di akhir materi bab pembelajaran.

Beberapa masalah yang diberikan pada tahap terakhir merupakan masalah yang penyelesaiannya dapat melihat sejauh mana analisis siswa terkait materi yang dipelajari. Penelitian tersebut dapat dilihat pada bagan kerangka berpikir dibawah ini.

Menganalisis Siswa saling berargumen

soal tes pertama Kemampuan

kognitif siswa rendah

Model Pembelajaran Flipped Classroom

Tipe Peer Instruction Flipped

Siswa menonton video pembelajarandirumah

Siswa diberikan tes soal pertama

soal tes kedua untuk penguatan konsep

Penilaian akhir pembelajaran

Mengingat

Memahami

Menerapkan

Kemampuan pemecahan

masalah siswa tercapai

Gambar 2. 4 Kerangka Berpikir

(19)

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model flipped classroom tipe peer instruction flipped lebih baik daripada siswa yang menerapkan pembelajaran dengan metode ekpositori.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan kepemimpinan transformasional memiliki tingkat signifikan sebesar 0,143 yang artinya kepemimpinan transformasional tidak mempunyai pengaruh

Berdasarkan periode ulang hujan 5 tahun dengan debit air yang masuk sebesar 448.416 m 3 /bulan dan untuk berdasarkan periode ulang hujan 2 tahun dengan debit

3.2 Mengidentifikasi unsur “Money” kejadian missfile berkas rekam medis rawat jalan Penyediaan dana atau anggaran di Puskesmas Bangsalsari tersedia akan tetapi

Berkaitan dengan tugas hubungan masyarakat pemerintah, Informan membenarkan bahwa IKP harus dapat menjalankan kegiatan yang terkait kebijakan program Desa Informasi

Segala biaya yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan sosialisasi Sosialisasi Benturan Kepentingan Dan Whistle Blowing System Kepada Perangkat Daerah Di Lingkungan

Penelitian ini dilakukan di TK Babussalam. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini membahas mengenai : 1) penerapan model

Pementoran dalam konteks Pentaksiran Berasaskan Sekolah (PBS) adalah satu proses yang diijalankan untuk penjaminan kualiti bagi membantu, memudah cara, membimbing,

Dukungan Australia terhadap Indonesia dalam menanggulangi masalah deforestasi menjadi fenomena Internasional yang menarik untuk di bahas, karena sebenarnya Indonesia