• Tidak ada hasil yang ditemukan

8 BAB IV 9 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "8 BAB IV 9 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB IV

9 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian sampel dari variabel yang digunakan pada paduan Ti-18Mo- xCr akan dibahas dalam bab ini. Paduan Ti-18Mo-xCr merupakan hasil proses peleburan menggunakan Vacuum Arc Melting Furnace, dilanjutkan dengan proses analisis dengan XRD dan XRF, dan dilakukan pengujian seperti uji kekerasan dan uji korosi. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Riset Metalurgi Brin, Serpong, Tangerang Selatan. Adapun hasil yang didapat dapat dilihat dibawah ini.

4.1 Karakterisasi Ti-18Mo-xCr.

Sampel paduan Ti-18Mo-xCr yang digunakan berasal dari Alibaba. Sampel Ti-18Mo-xCr dilakukan proses karakterisasi awal menggunakan analisis OES, dan XRD.

4.1.1 Analisis OES (Optical Emission Spectroscopy).

Analisis OES (Optical Emission Spectroscopy) bertujuan untuk menentukan komposisi unsur dari berbagai logam dan paduan tanpa merusak sampel. Analisis OES dapat dilakukan menggunakan alat merk Bruker AXS pada Laboratorium Pusat Riset Metalurgi. Pada hasil berikut didapatkan komposisi sesuai yang diharapkan, penyesuaian komposisi tersebut disesuaikan dengan buku (ASM, 1992) mengakatan bahwa batas persen unsur untuk Mo dengan nilai antara 2 hingga 20% dan Cr ialah dengan nilai antara 2 hingga 12%. Untuk hasil OES dapat dilihat dalam Tabel 4.1 berikut ini.

(2)

Tabel 4.1 Analisis OES Ti-18Mo-xCr.

Paduan Kadar (wt%)

Ti Mo Cr

Ti-18Mo #1 82.07 17.93 -

Ti-18Mo #2 81.97 18.03 -

Ti-18Mo #3 82.24 17.76 -

Ti-18Mo-3Cr #1 79.82 18.02 2.16

Ti-18Mo-3Cr #2 79.56 17.74 2.70

Ti-18Mo-3Cr #3 80.08 17.64 2.28

Ti-18Mo-5Cr #1 77.33 16.57 6.10

Ti-18Mo-5Cr #2 77.03 17.26 5.67

Ti-18Mo-5Cr #3 76.76 17.96 5.28

Ti-18Mo-7Cr #1 76.19 16.72 7.09

Ti-18Mo-7Cr #2 73.74 17.42 8.84

Ti-18Mo-7Cr #3 76.68 16.87 6.45

4.1.2 Analsis XRD.

Gambar 4.1 Hasil Pengamatan XRD Ti-Mo-xCr As-Cast.

Sampel titanium as-cast yang sudah selesai dicor kemudian diuji menggunakan difraksi sinar X atau XRD dengan tujuan untuk mengetahui adanya perbedaan komposisi unsur serta fasa yang terdapat pada paduan tersebut. Gambar

β

β β

β β

β

(3)

4.1 menunjukkan grafik dari hasil pengujian XRD dari paduan sampel Ti-18Mo dengan konsentrasi Cr 0, 3, 5, dan 7 wt%. Puncak milik fasa β titanium yang paling tinggi terbaca pada 2θ 38°, 40°, dan 41°. Ketiga puncak tersebut memiliki intensitas paling tinggi yang membuktikan bahwa peak tersebut merupakan struktur β dari titanium. Hal ini juga dapat ditentukan dari parameter kisi yang dapat diamati dan dihitung yang dapat dilihat pada tabel 4.2. Penurunan parameter kisi yang teramati kemungkinan dapat disebabkan oleh tingginya konsentrasi unsur terlarut (Nb, Al, Cu, Co, dan Cr) (Okulov, et al., 2015).

Tabel 4.2 Perhitungan Lattice Parameter.

Ti-18Mo-7Cr λ

(Å)

Indeks

Miller Bragg’s Angle d-spacing (Å) Lattice Constant

(Å) Rata-rata h k l θ dhkl=λ/(2sinθ) dhkl√(h2+k2+l2)

1.54 0 1 1 40,133 20,0665 2,2442 3,1737 3.1738 1.54 0 1 2 79,923 36,4615 1.2957 3.1738

1.54 1 1 2 86,663 43,3315 1.1221 3.1738 Ti-18Mo-5Cr

λ (Å)

Indeks

Miller Bragg’s Angle d-spacing (Å) Lattice Constant

(Å) Rata-rata h k l θ dhkl=λ/(2sinθ) dhkl√(h2+k2+l2)

1.54 0 1 1 40,133 20,0665 2,2442 3,1737 3,1738 1.54 0 0 2 58,055 29,0275 1,5869 3,1738

1.54 1 1 2 72,923 36,4615 1,2957 3,1738 1.54 0 2 2 86,663 43,3315 1,1221 3,1738

Ti-18Mo-3Cr λ

(Å)

Indeks

Miller Bragg’s Angle d-spacing (Å) Lattice Constant

(Å) Rata-rata h k l θ dhkl=λ/(2sinθ) dhkl√(h2+k2+l2)

1.54 0 1 1 38.7590 19.3795 2.3205 3.2817 3.2817 1.54 0 0 2 55.9730 27.9865 1.6409 3.2817

1.54 1 1 2 70.1620 35.081 1.3398 3.2817 1.54 0 2 2 83.156 41.578 1.1603 3.2817

Ti-18Mo λ

(Å)

Indeks

Miller Bragg’s Angle d-spacing (Å) Lattice Constant

(Å) Rata-rata h k l θ dhkl=λ/(2sinθ) dhkl√(h2+k2+l2)

1.54 0 1 1 38.7590 19.3795 2.3205 3.2817 3.2817 1.54 0 0 2 55.9730 27.9865 1.6409 3.2817

1.54 1 1 2 70.1620 35.081 1.3398 3.2817 1.54 0 2 2 83.156 41.578 1.1603 3.2817

(4)

Pada hasil XRD juga terlihat adanya pergeseran pada puncak-puncak β tersebut. Hal ini dikarenakan adanya perubahan konstan dalam konstanta kisi sebagai fungsi komposisi. Selain itu, pembacaan theta pada pengujian xrd dipengaruhi oleh inter-planar spacing. Inter-planar spacing sendiri merupakan jarak antar bidang kristal yang sangat dipengaruhi oleh susunan atom penyusun.

penambahan unsur lain, seperti halnya Cr, dapat mengubah susunan kristal tersebut dan juga akan mengubah nilai dari inter-planar spacing (Stanev, et al., 2018).

Pada Tabel 4.2 mengenai perhitungan lattice parameter dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

dhkl=√(h2+k2+l2)………...…..(4.1) Untuk mencari nilai d dapat menggunakan rumus bragg dibawah ini :

nλ = 2d.sinθ………..…………(4.2) 4.2 Pengamatan Mikroskop Optik.

4.2.1 Pengamatan Stuktur Mikro.

β-phase

100 µm

A

(5)

Equiaxed β-phase

Equiaxed β-phase

100 µm

100 µm

B

C

(6)

Gambar 4.2 Hasil Pengamatan Struktur Mikro pada Paduan (a) Ti-18Mo, (b) Ti-18Mo-3Cr, (c) Ti-18Mo-5Cr, dan (d) Ti-18Mo-7Cr.

Gambar 4.3 Paduan Titanium Beta dan Nilai Molybdenum Equivalent (wt. %).

Gambar 4.2 menunjukkan hasil pengamatan visual dari hasil casting menggunakan vacuum arc melting furnace. Hasil pengamatan visual pada A terlihat cukup berwarna gelap dan terang berbeda dengan pengamatan lainnya hal tersebut

18.0 Ti-18Mo

22.62 Ti-18Mo-3Cr 25.69 Ti-18Mo-5Cr

28.77 Ti-18Mo-7Cr Equiaxed

β-phase D

100 µm

(7)

merujuk pada Bab 2 di Gambar 2.9. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Ho & Chern Lin, 1999) ketika keberadaan fasanya tidak dapat teridentifikasi dengan pengamatan optical microscope, hal ini mungkin terjadi karena konsentrasi pada struktur mikronya yang rendah dan sampel A merupakan sampel yang tidak ada kandungan chromium-nya. Sementara untuk Gambar B hingga D menampilkan butir-butir berbentuk poligon yang tidak beraturan, yang mana fasa yang teramati ialah equiaxed beta dan hasil pengamatan ini merujuk pada penelitian yang sudah dilakukan oleh (Chang Y, et al., 2008) dan hal ini juga dilakukan oleh penelitian sebelumnya yaitu (Hossain, et al., 2008) yang merujuk pada Gambar 2.9.

Pada Gambar 4.3 juga dapat menunjukkan bahwa berdasarkan komposisi yang ada dan dihubungkan dengan nilai molybdenum equivalent bahwa keempat sampel berada pada kelompok titanium β metastabil. Hal ini dikarenakan nilai molybdenum equivalent sampel tersebut berada diatas nilai 15 wt%. Nilai-nilai molybdenum equivalent dari tiap sampel mulai dari paduan tanpa menggunakan Cr, paduan yang menggunakan Cr 3 wt %, 5 wt % dan 7 wt % secara berturut-turut ialah 18 wt %, 22,62 wt %, 25,69 wt %, dan 28,77 wt %.

4.2.2 Pengamatan Pengujian Korosi.

Pada bagian ini dilakukannya pengamatan secara kualitatif guna untuk melihat adanya perubahan antara sebelum pengujian dan sesudah pengujian.

A2

A1

20 µm 20 µm

(8)

Gambar 4.4 Hasil Pengamatan Sebelum Uji Korosi pada Paduan (A1) Ti-18Mo (B1) Ti-18Mo-3Cr, (C1) Ti-18Mo-5Cr, (D1) Ti-18Mo-7Cr dan Sesudah Uji Korosi

(A2) Ti-18Mo (B2) Ti-18Mo-3Cr, (C2) Ti-18Mo-5Cr, dan (D2) Ti-18Mo-7Cr.

Berdasarkan gambar diatas, yaitu Gambar 4.4 dapat dilihat adanya perubahan. Hal ini didukung juga oleh pengujian korosi yang ditunjukkan pada Tabel 4.6. Perubahan yang dapat diamati secara visual ialah spot hitam yang mengindikasikan proses korosi. Pada gambar A – D terjadinya penambahan berat Cr, hasil ini dapat dilihat bahwa semakin tingginya nilai Cr visual yang dapat dilihat ialah berkurangnya spot hitam ataupun pitting corrosion. Akan tetapi, hasil pengamatan visual tersebut tidak dapat dijadikan indikator kuantitatif untuk

B1 B2

C1 C2

D1 D2

20 µm 20 µm

20 µm

20 µm 20 µm

20 µm

(9)

mengetahui laju korosi. Oleh karena itu, dilakukanlah pengujian korosi untuk mendapatkan nilai angka laju korosi.

4.2.3 Pengamatan Setelah Hot Roll

Gambar 4.5 Hasil Pengamatan Sebelum Rolling pada Paduan (A1) Ti-18Mo (B1) Ti-18Mo-3Cr, (C1) Ti-18Mo-5Cr, (D1) Ti-18Mo-7Cr, Sesudah Reduksi Rolling 30% (A2) Ti-18Mo (B2) Ti-18Mo-3Cr, (C2) Ti-18Mo-5Cr, (D2) Ti-18Mo-7Cr, dan

Setelah Reduksi Rolling 50% (A3) Ti-18Mo (B3) Ti-18Mo-3Cr, (C3) Ti-18Mo- 5Cr, dan (D3) Ti-18Mo-7Cr.

D1

C1

B1 B3

A2

A1

Rolling Direction

Equiaxed β-phase

βtrans

Equiaxed β-phase

Equiaxed β-phase

A3

Rolling Direction

βtrans

αGB

B2

αGB

Rolling Direction Rolling Direction

Rolling Direction Rolling Direction

C2 C3

D2 D3

βtrans

α

αGB

Equiaxed β-phase

βtrans

Equiaxed β-phase

βGB

βGB

100 µm 100 µm 100 µm

100 µm 100 µm 100 µm

100 µm 100 µm 100 µm

100 µm 100 µm 100 µm

(10)

Dapat dilihat pada Gambar 4.5 diatas bahwa terdapat perbedaan ukuran batas butir yang sangat signifikan. Pada bagian (a), batas butir masih terlihat besar dan terlihat cukup jelas garis-garis batas butirnya. Sedangkan pada bagian (b) yaitu reduksi rolling sebesar 30%, batas butir menjadi lebih kecil dan terlihat cukup pipih bentuknya hingga menjadi Gambar pada bagian (c) dengan reduksi rolling sebesar 50%. Proses rolling ini dilakukan dengan multiple pass hingga target atau persentase nilai reduksi tercapai. Sebagai perbandingan, sampel yang di-roll menyajikan struktur mikro yang homogen dan direkristaliasi secara dinamis.

Ukuran butir pada paduan akan mengecil seiring dengan meningkatnya frekuensi atau banyaknya penge-rollan (Hai-Lu, et al., 2011). Pada Gambar 4.5 dapat diketahui jenis-jenis fasa beserta morfologi berdasarkan studi literatur pada Bab 2, dari gambar tersebut dapat diambil beberapa titik. Terdapat indikasi warna terang yang merupakan alfa dan pada warna gelap merupakan beta, hal ini didukung pada Gambar 2.9, 2.10, dan peneliti terdahulu yaitu (Chongliang, et al., 2020).

4.3 Pengujian Modulus Elastisitas.

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Modulus Elastisitas.

Paduan Persen Reduksi

E Flex (GPa) Single

Flexural

Flexural Torsional

Rata- Rata

Ti-18Mo 0% 97,75 97,75 97,75

30% 96,13 96,82 96,475

50% 94,87 95,06 94,965

Ti-18Mo-3Cr 0% 111,62 109,24 110,43

30% 96,61 96,71 96,66

50% 94,35 94,43 94,39

Ti-18Mo-5Cr 0% 107,01 107,41 107,21

30% 94,22 94,35 94,285

50% 90,52 90,75 90,635

Ti-18Mo-7Cr 0% 102,39 111,99 107,19

30% 95,60 95,72 95,66

50% 88,22 88,12 88,17

(11)

Pengujian modulus elastisitas dilakukan dengan alat sonelastic, sampel yang diuji dan nilai modulus elastisitas didapat dari hasil gelombang suara yang ditangkap. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3 Nilai modulus elastisitas terendah dimiliki oleh paduan yang memiliki paduan kromium sebanyak 7wt% dengan persen reduksi 50%, yaitu sebesar 88,17 diambil dari dua nilai pengujian yaitu single flexural sebesar 88,22 GPa dan flexural torsional sebesar 88,12 GPa. Serta nilai modulus elastisitas yang terbesar dimiliki oleh paduan yang memiliki kromium sebanyak 3wt% dengan persen reduksi 50%. Paduan tersebut didapat rata-rata nilai modulus elastisitas sebesar 110,43 GPa. Hasil tersebut juga dapat dilihat pada Gambar 4.6 yang memperlihatkan bahwa semakin tinggi nilai persen reduksi pada rolling, maka nilai modulus elastisitasnya juga akan menurun.

Pada penelitian (Nwachukwu & Oluwole, 2017) menyebutkan bahwa nilai modulus elastisitas dipengaruhi dari persen total deformasi terhadap suatu paduan serta persen reduksi area paduan tersebut. Menurun persen total deformasi akan berbanding lurus dengan nilai modulus elastisitasnya. Hal tersebut juga dapat dilihat pada Tabel 4.4 dibawah ini.

Tabel 4.4 Pengaruh Persen Total Deformation terhadap Sifat Mekanik (Nwachukwu & Oluwole, 2017).

Sampel % Total Deformasi

Ultimate Tensile Strength (MPa)

% Elongasi

%

Reduction in Area

Modulus Elastisitas (Gpa)

01 99 612 18,6 30,2 57

02 98 569 19 36 53

03 96 509,5 19,5 40 40

(12)

Gambar 4.6 Nilai Modulus Elastisitas Tiap Paduan.

Nilai penurunan modulus elastisitas juga disebabkan oleh penurunan ukuran butir (Chaim & Hefetz, 2004). Ketika sampel diberi perlakuan hot rolling terdapat efek termal yang didapat oleh sampel. Karena efek termal menyebabkan rekristalisasi pada paduan, geometri butiran berubah dari memanjang menjadi equiaxed. Berkurangnya ukuran butir menyebabkan menurunnya nilai modulus elastisitas (Lan & Venkatesh, 2014). Ukuran butir paduan dipengaruhi oleh temperature hot rolling dikarenakan kenaikan temperatur sebesar 850 °C. Proses rolling menyebabkan peningkatan baik kekuatan tarik paduan dan elongasi paduan dibandingkan dengan keadaan as-cast. (Javaid & Czerwinski, 2019).

Tabel 4.5 Ukuran Butir Paduan Ti-18Mo-xCr.

Paduan Persen Deformasi (%)

Ukuran Butir

Cr 0 wt% Cr 3 wt% Cr 5 wt% Cr 7 wt%

Ti-18Mo-xCr

0 364,66 228,979 186,065 173,417

30 190,036 155,255 104,936 167,801

50 59,3601 64,915 46,9 35,8964

(13)

Berdasarkan pada tabel diatas yaitu Tabel 4.5 bahwa semakin tingginya nilai persen deformasi maka ukuran butirnya akan semakin kecil. Pada nilai persen deformasi keseluruhan terdapat ukuran butir terbesar pada paduan Ti-18Mo menggunakan persen deformasi 0% dengan ukuran butir sebesar 364,66. Ukuran butir terkecil pada paduan Ti-18Mo-7Cr menggunakan persen deformasi 50%

dengan ukuran butir sebesar 35,8964. Hal ini dapat dihubungkan pada nilai modulus elastisitas dimana semakin kecilnya ukuran butir, maka nilai modulus elastisitasnya semakin rendah atau sifat mekaniknya akan semakin kuat (Park & Hyun, 2017).

4.4 Pengujian Kekerasan (Vickers Hardness).

Tabel 4.6 Data Uji Kekerasan.

Paduan

Persen Deformasi

(%)

Nilai Vickers Hardness (HV) Cr 0

wt%

Cr 3 wt%

Cr 5 wt%

Cr 7 wt%

Ti-18Mo-xCr

0 555,74 506,24 440,62 589,38

30 397 372,66 403,90 479,50

50 381,14 353,14 370,86 452,66

Gambar 4.7 Diagram Uji Kekerasan.

(14)

Telah dilakukannya uji keras menggunakan metode Vickers hardness dari tiap-tiap sampel pada Tabel 4.6. Dapat dilihat grafik uji kekerasan pada Gambar 4.7 bahwa semakin meningkatnya persen deformasi rolling maka nilai kekerasannya juga akan semakin menurun. Sementara, nilai kekerasan pada Ti-18Mo hingga Ti- 18Mo-5Cr nilainya menurun, akan tetapi pada paduan Ti-18Mo-7Cr kekerasan kembali meningkat. Penurunan grafik pada variasi persen deformasi dipengaruhi oleh batas butir yang semakin jauh atau semakin terlihat yang menyebabkan material menjadi getas tetapi keras (tidak ulet). Hal ini juga dipengaruhi oleh besarnya gaya yang diberikan kepada sampel. (Chang Y, et al., 2008). Kekerasan semakin menurun seiring dengan peningkatan variasi reduksi pengerolan. Hal ini menunjukkan adanya proses recovery, rekristalisasi serta grain growth seiring penambahan reduksi pada proses pengerolan panas sehingga membuat butir yang awalnya berbentuk elongated menjadi bentuk struktur butir wrought structure small grain. Selain itu, adanya perbedaan fasa juga mempengaruhi kekerasan material (Paristiawan, et al., 2020).

Nilai kekerasan mikro dari Ti-18Mo memiliki nilai rata-rata kekerasan terbesar dibandingkan ketika paduan ditambahkan Cr. Nilai kekerasan mikro yang tinggi ini dapat dikaitkan dengan pengendapan intermetalik Ti-Mo, dan fasa.

Penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh (Hsu, et al., 2013), bahwa peningkatan kekerasan mikro yang dipengaruhi oleh adanya fasa, semakin banyak jumlah fasa, menunjukkan peningkatan nilai kekerasan mikro. Berdasarkan data XRD pada Gambar 4.1 bahwa Ti-18Mo masih memiliki beberapa fasa alfa. Pada penelitian Yuswono dikatakan bahwa pengendapan intermetalik bertindak sebagai

(15)

unsur penguat dan mengikat nilai kekerasan mikro pada Ti (Pramono & Pramono, 2014). Struktur intermetalik yang terbentuk pada penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Gambar 4.8 yang ditandai dengan panah.

Gambar 4.8 Pengendapan Intermetalik pada Struktur Mikro Ti-6%Al Setelah Forging dan Diberi Perlakuan Panas pada 1000 °C (Pramono & Pramono, 2014).

Gambar 4.9 Pengendapan intermetalik pada Struktur Mikro pada Paduan (a) Ti- 18Mo-3Cr dan (b) Ti-18Mo-7Cr.

Pada Gambar 4.9 dapat dilihat struktur mikro paduan Ti-18Mo-3Cr dan Ti-18Mo-7Cr yang ditandai berupa tanda panah ke spot hitam yang menandakan

(16)

adanya kemungkinan pengendapan intermetalik pada paduan. Nilai kekerasan mikro pada Ti-18Mo-3Cr 0% adalah 506,24 HV. Penurunan nilai kekerasan mikro dari Ti-18Mo 0% dengan nilai 555,74 HV disebabkan oleh luas pengendapan intermetalik yang dapat dilihat Ti-18Mo-3Cr lebih kecil dari Ti-18Mo. Ketika paduan ditambahkan Cr sebesar 5 wt%, nilai kekerasan mikronya pada paduan persen reduksi 0% ialah 440,62 HV hal ini disebabkan sama seperti paduan dengan penambahan Cr 3 wt%. Sedangkan pada penambahan Cr sebesar 7 wt% nilai kekerasan mikro meningkat kembali, karena area pengendapan intermetalik lebih besar dari pada paduan Ti-18Mo dan paduan yang ditambahkan Cr sebesar 3 wt%

dan 5 wt%. (Hsu, et al., 2013) mengatakan bahwa kekerasan mikro dapat dipengaruhi oleh adanya fasa ω, dengan jumlah fasa ω yang lebih besar menunjukkan peningkatan nilai kekerasan mikro. Kehadiran fasa ω meningkatkan kekerasan dari fasa β (Schloffer, et al., 2014). Kenaikan ini juga dapat disebabkan dengan konsentrasi penambahan Cr karena solid-solution hardening dan precipitation hardening (Chiu, et al., 2021). Sebuah studi oleh (Prima, et al., 2000) juga mengatakan bahwa observasi fasa ω terbentuk dari diffusi unsur fasa β dalam hal ini ialah Mo. Akan tetapi dalam penelitian ini pengamatan fasa ω belum diamati disebabkan oleh keterbatasan alat. Kenaikan nilai HV juga bisa mendapat efek seperti solid solution strengthening, precipitation hardening, strain aging, grain size, dan crystal structure/phase yang dapat memengaruhi kekarasan pada paduan (Ho & Chern Lin, 1999).

(17)

4.5 Hasil Uji Korosi EIS.

Tabel 4.7 Hasil Pengujian EIS Berdasarkan Komposisi.

Paduan Icorr (A) Ecorr Laju

Korosi (mm/tahun) Calc (V) (V) Obs (V) (V)

Ti-18Mo 1,26 x 10-7 -0,03847 -0,038071 2,06 x 10-4 Ti-18Mo-3Cr 4,16 x 10-7 0,047418 0,047115 6,67 x 10-3 Ti-18Mo-5Cr 4,29 x 10-7 0,22441 0,22463 6,59 x 10-3 Ti-18Mo-7Cr 4,06 x 10-7 -0,027317 -0,02752 3,12 x 10-3

Gambar 4.10 Grafik Hasil Variasi Cr terhadap Laju Korosi.

Pada Tabel 4.6 diperlihatkan data hasil pengujian korosi dengan EIS. Paduan yang memiliki nilai laju korosi terendah ialah pada paduan Ti-18Mo dengan nilai sebesar 2,06 x 10-4 mmpy, sedangkan paduan yang memiliki nilai laju korosi tertinggi ialah paduan Ti-18Mo-3Cr dengan nilai sebesar 6,67 x 10-3 mmpy.

Berdasarkan Gambar 4.10 semakin tingginya persen dari penambahan Cr nilai laju korosi akan semakin rendah, hal ini dikarenakan Cr dalam paduan β-titanium dapat meningkatkan kecenderungan titanium untuk menjadi pasif. Sementara pada Ti-

(18)

18Mo memiliki nilai laju korosi terendah dapat di asumsikan bahwa adanya fasa ω yang dapat memengaruhi lapisan pasif (Burstein, et al., 2005). Kehadiran fasa ω dapat meningkatkan fenomena pitting corrosion pada paduan Ti yang sering terjadi pada kondisi asam dengan kehadiran ion chloride (Qiangli, et al., 2016). Lapisan pasif Ti-Cr memungkinkannya mempertahankan ketahanan yang tinggi terhadap korosi dan mencegah pelepasan ion Cr dan Ti-Cr (Zhao, et al., 2012). Pada hasil uji korosi juga dapat dilihat pada Gambar 4.10 yaitu Kurva Potensiodinamik Ti-18Mo- xCr.

Gambar 4.11 Kurva Potensiodinamik Ti-18Mo-xCr.

Tabel 4.8 Hasil Uji Korosi dengan Tafel Ekstrapolasi pada Paduan Ti-6Al-4V (Almanza, et al., 2017).

Scan Rate

(mV/s) Ecorr (mV) Icorr (µA) Laju Korosi

(mpy) (mm/tahun)

0,166 -353,743 1,507 0,5022 0,0128

-9 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2

-0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4

Potential (V)

Log i (A.cm-2)

Ti-Mo Ti-Mo-3Cr Ti-Mo-5Cr Ti-Mo-7Cr

(19)

Gambar 4.11 menjelaskan kurva potensiodinamik Ti-18Mo-xCr yang diperoleh dengan potensiostat/galvanostat, untuk menentukan kerapatan arus pasif dan panjang tahap pasif yang ditentukan oleh perbedaan antara Ecorr dan Epp. Selain itu nilai kerapatan arus pasif (Ipas) memberikan gambaran tentang laju korosi. Hal ini nilai yang lebih rendah pada paduan menunjukkan perilaku yang lebih protektif atau laju korosi yang lebih lambat. Dapat dilihat pada Gambar 4.10 bahwa garis warna hijau yaitu Ti-18Mo-7Cr memiliki nilai laju korosi yang terendah dari pada paduan Cr lainnya. Sehingga dapat dicirikan melalui kurva potensiodinamik dimana paduan tersebut memiliki garis terpanjang pada area pasifasi yang dapat dilihat pada Gambar 4.12 dibawah.

Gambar 4.12 Kurva Polarisasi dengan Parameter (Duran, et al., 2018).

Pada penelitian yang sudah dilakukan oleh (Almanza, et al., 2017) pada Tabel 4.8 dimana terdapat nilai Ti-6Al-4V yang memiliki nilai corrosion rate sebesar 1,28 x 10-2 mmpy. Hal ini jelas bahwa paduan Ti-18Mo-7Cr menunjukkan potensi korosi

(20)

yang lebih baik dibandingkan dengan paduan Ti-6Al-4V yaitu sebesar 3,12 x 10-3. Oleh karena itu, penyelidikan EIS menunjukkan bahwa paduan Ti-18Mo-7Cr yang baru dirancang memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari paduan Ti-6Al-4V komersial.

Tabel 4.9 Hasil Pengujian EIS Berdasarkan Variasi Rolling.

Paduan %

Rolling Icorr (A) Ecorr Laju Korosi

(mm/tahun) Calc (V) (V) Obs (V) (V)

Ti-18Mo-7Cr 0 1,87 x 10-6 0,1035 0,1038 2,78 x 10-2 Ti-18Mo-7Cr 30 4,06 x 10-7 -0,027317 -0,02752 3,12 x 10-3 Ti-18Mo-7Cr 50 1,89 x 10-7 -0,04468 -0,044432 2,87 x 10-3

Gambar 4.13 Grafik Hasil Variasi Persen Rolling terhadap Laju Korosi.

Berdasarkan Tabel 4.10 didapat hasil pengujian EIS dengan variasi rolling dengan nilai laju korosi tertinggi didapat pada paduan Ti-18Mo-7Cr menggunakan persen rolling 0% dengan nilai laju korosi sebesar 2,78 x 10-2 mm/tahun.

Sedangkan, nilai laju korosi terendah didapat pada paduan Ti-18Mo-7Cr menggunakan persen rolling 50% dengan nilai laju korosi sebesar 2,87 x 10-3.

(21)

Dapat dilihat pada Gambar 4.13 mengenai hasil laju korosi dengan variasi persen rolling dengan hasil semakin tingginya persen rolling maka nilai laju korosinya akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan penghalusan batas butir dapat meningkatkan ketahanan korosi (Balakrishman, et al., 2008). Batas butir bertindak sebagai penghalang korosi fisik. Ukuran butir yang kecil dapat menciptakan batas butir yang lebih banyak, yang mengakibatkan laju korosi pada struktur mikro berbutir kecil akan memperlambat laju korosi dibandingkan dengan struktur mikro berbutir kasar (Aung & Zhou, 2010). Pada penelitian (Palumbo, et al., 2021) sebelumnya juga dikatakan oleh bahwa laju korosi dapat menurun dengan meningkatnya ukuran butir. Ti berbutir halus bekerja lebih baik daripada Ti berbutir kasar dalam percobaan penurunan berat badan yang dilakukan dalam HCl dan asam sulfat (H2SO4). Selain itu, keuntungan relatif dalam kinerja korosi Ti dapat dikaitkan dengan kemampuan Ti berbutir halus untuk membentuk oksida pelindung yang lebih mudah daripada Ti berbutir kasar (Balakrishman, et al., 2008).

Gambar 4.14 Kurva Potensiodinamik Ti-18Mo-7Cr.

(22)

Berdasarkan kurva potensiodinamik pada Gambar 4.14 dapat dilihat bahwa garis pasif yang dimiliki oleh Ti-18Mo-7Cr dengan persen rolling 50% memiliki garis terpanjang dibandingan dengan kedua paduan yaitu dengan persen rolling 30% dan 0%. Hal ini dapat memberikan dampak pada nilai laju korosi. Oleh karena itu, nilai laju korosi yang dimiliki oleh Ti-18Mo-7Cr dengan persen rolling 50%

memiliki nilai laju korosi terendah dibandingkan dengan paduan lainnya. Hal ini juga dapat dihubungkan dengan kurva polarisasi pada Gambar 4.12.

Referensi

Dokumen terkait

Sensor LOOP 1 Mendeteksi mobil didepan palang pintu masuk area 1 Sensor LOOP 2 Mendeteksi mobil didepan palang pintu keluar area 1 Sensor LOOP 3 Mendeteksi mobil didepan

Menetralkan permukaan logam untuk mencegah bahan pembersih terbawa ke dalam proses Phosphating, sebab pembersih yang bersifat basa yang terbawa oleh benda kerja akan menetralisasi

o Mengemukakan pendapat atas presentasi yang dilakukan dan ditanggapi oleh kelompok yang mempresentasikan. o Bertanya atas presentasi yang dilakukan dan peserta

Ki kell emelni azt is, hogy a politikai vezetés és a politikai intézmények szorosan összefüggnek egymással, még akkor is, ha az intézményi felfogás háttérbe szorítja a

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumen daging ayam broiler di pasar tradisional Kecamatan Kampar adalah harga daging ayam broiler , jumlah anggota keluarga dan

mempromosikan kesuksesan Istano Basa Pagaruyung. Untuk menarik perhatian wisatawan pemerintah harus mempromosikan pariwisata. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan

lingkungan hidup melebihi baku mutu lingkungan hidup tersebut.. Setiap langkah yang salah dalam penerbitan izin yang berkaitan dengan lingkungan hidup akan berakibat

Alasan orang tua memilih sekolah yang baik, sering diukur dengan fasilitas dan prestasi sekolah tersebut. Orang tua sering memilih untuk menyekolahkan di sekolah swasta atau