• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMODIFIKASI DESAIN RUANG PERPUSTAKAAN PROKLAMATOR BUNG KARNO KOTA BLITAR. M. Aziz Nurfata ( )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KOMODIFIKASI DESAIN RUANG PERPUSTAKAAN PROKLAMATOR BUNG KARNO KOTA BLITAR. M. Aziz Nurfata ( )"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KOMODIFIKASI DESAIN RUANG PERPUSTAKAAN PROKLAMATOR BUNG KARNO KOTA BLITAR

M. ‘Aziz Nurfata (071511633037)

PROGRAM STUDI ILMU INFORMASI DAN PERPUSTAKAAN DEPARTEMEN INFORMASI DAN PERPUSTAKAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA

ABSTRAK

Desain ruang perpustakaan merupakan salah satu aspek dalam perpustakaan yang saat ini perlu mendapatkan perhatian. Desain ruang harus dapat menjadi jawaban atas keadaan perpustakaan yang saat ini secara fisik mengalami perubahan. Kondisi ini disebabkan oleh semakin berkembangnya zaman ke era yang lebih canggih, yakni era masyarakat informasi, ditunjukkan dengan semakin maraknya teknologi dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu perpustakaan harus cermat dalam menyikapi permasalahan ini. Langkah yang harus dilakukan perpustakaan adalah dengan membuat ruang perpustakaan menjadi lebih menarik, berbeda atau inovatif, dan dapat mengakomodasi kebutuhan pengguna secara luas. Merancang desain ruang yang demikian, dapat dilakukan dengan memberlakukan desain ruang perpustakaan seperti bisnis. Bisnis dalam hal ini adalah dengan menjual desain ruang perpustakaan, ini berarti keberhasilan perpustakaan dapat dilakukan dengan menjual desain ruang sehingga dibeli oleh pengguna berupa perasaan senang dan tertarik terhadap desain ruang perpustakaan yang akhirnya menjatuhkan pilihan untuk memanfaatkan layanan perpustakaan. Langkah ini memiliki pemahaman komodifikasi terhadap desain ruang perpustakaan. Penelitian ini dibantu teori dari Scott Bennett tentang perubahan paradigma desain ruang perpustakaan dan teori dari Gemma Jhon tentang designing libraries.

Penelitian dengan dibantu oleh teori dan konsep tersebut mencoba menelaah konsep desain ruang perpustakaan yang menarik dan tetap berkelanjutan atau tetap hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Dengan demikian peneliti mengharapkan bentuk-bentuk komodifikasi yang dilakukan perpustakaan dapat menjadi pilihan bagi penggunanya di era masyarakat informasi yang berbasis teknologi digital. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Metode dan pendekatan ini bertujuan untuk mengeksplorasi studi kasus komodifikasi yang dilakukan perpustakaan melalui desain ruang perpustakaan.

Kata Kunci: desain ruang, komodifikasi, perpustakaan

(2)

ABSTRACT

The design of library space is one aspect of the library which currently needs attention. Space design must be the answer to the state of the library that is currently physically changing. This condition is caused by the development of a more sophisticated era, namely the era of information society, indicated by the increasingly widespread technology in human life. Therefore the library must be careful in addressing this problem. The step that must be done by the library is to make the library space more attractive, different or innovative, and can accommodate the needs of users widely. Designing such a space design can be done by applying library design space such as business. Business in this case is to sell the design of library space, this means that the success of the library can be done by selling the design of space so that it is purchased by users in the form of attention and interest in the design of library space which ultimately makes the choice to use library services. This step has an understanding of commodification of the design of the library space. This research was aided by Scott Bennett's theory of changes in the paradigm of library space design and the theory of Gemma Jhon about designing libraries. The research, aided by theory and concept, tries to examine the concept of attractive library space design and to remain sustainable or stay alive in the midst of people's lives. Thus, researchers expect the commodification forms carried out by libraries can be an option for users in the era of information technology-based digital society. This study uses descriptive qualitative methods with a case study approach. This method and approach aims to explore commodification case studies conducted by libraries through the design of library spaces.

Key Word: space design, commodification, library

(3)

1.1 PENDAHULUAN

Perpustakaan saat ini berada pada kondisi yang krusial, dimana terjadi beberapa perubahan dan pergesaran dalam setiap unsur dan elemen perpustakaan. Melalui sudut pandang desain ruang perpustakaan, telah terjadi transformasi informasi yang sebelumnya bersifat komoditas terbatas dari perpustakaan, menjadi komoditas yang mudah diakses. Fenomena ini memaksa perpustakaan untuk beradaptasi atas munculnya paradigma baru dalam desain ruang perpustakaan. Menurut Bennett (2009), transformasi informasi dari komoditas langka, menjadi komoditas yang melimpah telah mendorong tiga paradigma dalam desain ruang perpustakaan, yakni berpusat pada pembaca (reader-centered), buku (book- centered), dan pembelajaran (learning- centered). Pola ini memungkinkan untuk perpustakaan tidak lagi berfokus sebagai penyedia informasi yang berkaitan dengan pembaca dan buku atau koleksi, namun juga memberikan fokus baru pada fungsi perpustakaan sebagai tempat belajar. Hal demikian terjadi karena adanya akses informasi yang dapat dengan mudah didapatkan individu tanpa adanya kunjungan terhadap

perpustakaan, karena informasi dapat diakses tanpa ada batasan tempat dan waktu. Tempat belajar ini sesuai dengan paradigma ketiga yang disampaikan oleh Bennett (2009), dimana faktor kuat yang mempengaruhi memang benar-benar karena adanya perubahan teknologi informasi yang revolusioner. Paradigma yang berpusat pada pembelajaran ini mengarahkan fokus perpustakaan sebagai tempat belajar yang dibangun secara terencana, sehingga tantangan perpustakaan hingga masa depan adalah merencanakan dan membangun desain ruang perpustakaan yang selaras dengan transformasi desain ruang perpustakaan untuk pembelajaran.

Perpustakaan dalam memberikan layanan kepada penggunanya memiliki fungsi yang penting. Fungsi ini mengarah pada konstruksi masyarakat dan berpengaruh terhadap perkembangan pandangan dan pola pikir, sehingga memunculkan perubahan nilai sosial dan budaya. Menurut Sutarno (2003) Perpustakaan adalah suatu ruangan, bagian dari gedung/bangunan, atau gedung itu sendiri, yang berisi buku-buku koleksi, yang disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga mudah dicari dan dipergunakan apabila

(4)

sewaktu-waktu diperlukan untuk pembaca. Pengertian terhadap perpustakaan yang menyediakan informasi terhadap penggunanya melelui gedung itu sendiri adalah salah satu aspek bahwa gedung perpustkaan yang di dalam termasuk desain ruang perpustakaan dapat menyediakan kebutuhan dari penggunanya. Selain fungsi, ada pula tugas pokok dari perpustakaan yaitu sebagai the preservation of knowledge, artinya adalah dengan mengumpulkan, memelihara, dan mengembangkan semua ilmu pengetahuan atau gagasan- gagasan manusia dari zaman ke zaman (Trimo, 1997).

Dalam kaitannya dengan desain ruang yang merupakan bagian dari perpustakaan, desain ruang berperan sebagai alat perpustakaan untuk mentransformasikan unsur dan fungsi perpustakaan menjadi suatu sistem yang berjalan secara bersamaan. Rancangan terhadap desain ruang yang akan dibangun dan dilayankan kepada pengguna saat ini tidak dapat disamakan dengan rancangan pada waktu sebelumnya. Hal ini menunjukkan fokus perpustakaan sudah tidak berada pada unsur-unsur lama, seperti layanan fisik,

koleksi, referensi, dan lain sebagainya, namun sudah harus bergeser pada fokus berikutnya, yakni fungsi sosial. Fungsi sosial ini memberikan pengembangan pola pikir pada perpustakaan untuk berkembang sebagai ruang publik.

Habermas dalam Dahlgren (2002), ruang publik dikonsepsionalisasikan sebagai suatu realitas kehidupan sosial, dimana terdapat suatu proses pertukaran informasi dan berbagai pandangan berkenaan dengan pokok persoalan yang tengah menjadi perhatian umum sehingga dalam proses tersebut terciptalah pendapat umum. Dengan adanya pendapat umum tersebut, maka akan mempengaruhi pola kehidupan dan budaya yang berkembang di masyarakat.

Ruang publik bermuatan sangat bebas, dimana individu maupun kelompok dapat melibatkan diri dalam berbagai gagasan, ide, wacana, dan pendapatnya.

Kebebasan ini juga akan berjalan baik di perpustakaan ketika perpustakaan memiliki komitmen untuk membentuk perpustakaan sebagai ruang publik.

Perpustakaan secara umum memiliki berbagai persamaan, baik melalui fungsi, kategori, dan pengertian secara harfiah. Dalam penelitian ini, terdapat diferensiasi yang terjadi pada

(5)

Perpustakaan Proklamator Bung Karno Kota Blitar. Pernyataan ini ditunjukkan dengan berbagai gejala dan fenomena yang terjadi di Perpustakaan Proklamator Bung Karno Kota Blitar, yakni dengan tingkat kuantitas pengunjung yang memiliki jumlah signifikan. Fenomena ini dimungkinkan mendapat pengaruh dari sosok Bung Karno sebagai tokoh yang menginspirasi dibangunnya perpustakaan ini.

Perpustakaan Proklamator Bung Karno Kota Blitar memiliki aspek historis yang sangat erat kaitannya dengan tokoh pahlawan, sehingga memunculkan semangat kepahlawanan. Perpustakaan itu sendiri memang tidak dapat dilepaskan dari Bung Karno sebagai proklamator yang juga sebagai penulis dan kemampuan ide-ide perjuangan.

Perpustakaan Proklamator Bung Karno Kota Blitar juga memiliki layanan lain yang merujuk pada fungsi sosial.

Layanan ini ditunjukkan dengan beberapa bagian layanan yang dimanfaatkan pengguna untuk bersosialisasi antar pengguna yakni area auditorium atau panggung yang berada di luar gedung. Bagian ini difungsikan untuk pertunjukan atau pagelaran seni untuk masyarakat umum. Acara ini tidak

jarang diadakan di auditorium yang merupakan bagian dari perpustakaan dalam rangka momen tertentu, terutama perayaan hari-hari penting Bung Karno, seperti Haul Bung Karno, Hari Pancasila, dan lain sebagainya. Selain sebagai pagelaran seni, tempat ini juga dimanfaatkan komunitas tertentu untuk mengembangkan minat dan bakat, diantaranya komunitas skate board dan parkour. Lokasi ini memiliki fleksibilitas desain, karena juga dapat dimanfaatkan sebagai arena untuk komunitas tersebut. Pemanfaatan kontur, tekstur dan bentuk dari tribun dan panggung sekaligus sebagai bagian arena dari komunitas untuk mengembangkan minat dan bakat. Desain merupakan sebuah konsep yang berkaitan dengan sebuah rancangan atau pola. Sedangkan ruang, merupakan salah satu elemen yang esensial bagi kehidupan manusia, artinya ruang memiliki peran yang cukup vital dalam melengkapi proses beraktifitas manusia. Konteks ini berlanjut kepada objek yang membawa konsep desain tersebut yakni ruang, dimana desain juga dapat didefinisikan menjadi sebuah proses menciptakan atau mengkonstruksi sebuah aspek atau bidang tertentu. Perpustakaan tersebut

(6)

yang sebelumnya diuraikan memiliki diferensiasi, dimungkinkan mendapatkan pengaruh dari desain ruangnya. Dirancangnya desain ruang memiliki keterkaitan dengan sosok Bung Karno, baik dari tema perpustakaan, konsep, prinsip-prinsip layanan, hingga visi yang dibangun mengilhami karakter dari Bung Karno. Bangunan perpustakaan akan menentukan bentuk pada layanan perpustakaan dengan menyediakan spesifikasi ruang yang dirancang menyesesuaikan konsep perpustakaan, dan juga menyediakan lebih banyak pengetahuan dan unsur lain yang fungsinya untuk melambangkan arsitektur dan nilai-nilai dari desain yang dibangun perpustakaan (Elmborg, 2011).

Desain ruang di era modern ini sudah beralih menjadi sesuatu yang dapat dijual dan secara linier juga dapat dibeli oleh pengguna, artinya pengguna dapat membeli desain ruang tersebut dalam bentuk memberikan penilaian.

Penilaian ini diwujudkan dengan minat dari pengguna untuk senantiasa memanfaatkan layanan perpustakaan.

Sedangkan sesuatu yang sedang aktual berkembang di masyarakat adalah lokasi-lokasi baru yang kini menjelma menjadi tempat yang menjadi pilihan

masyarakat. Sebagai contoh adalah coworking space, kedai kopi, hingga rumah makan yang saat ini berpikir keras agar tempatnya selalu menjadi pilihan melalui desain ruangnya, padahal konsep seperti ini dulunya sepertinya seolah- olah hanya eksklusif dimiliki oleh perpustakaan. Penyedia layanan lainnya secara sadar mencoba menciptakan suasana seperti perpustakaan, dimana konsepnya mendorong pemustaka untuk berlama-lama, akibatnya pemustaka akan meninggalkan kesan baik terhadap perpustakaan.

Komodifikasi merupakan kosakata yang dianggap baru apabila ditinjau dari sudut pandang yang sempit, termasuk melalui sudut pandang desain ruang perpustakaan. Melalui pernyataan tersebut, perpustakaan memiliki pertanyaan tentang bagaimana menanggapi permasalahan ruang.

Pertanyaan tersebut dapat dikolaborasikan dengan komodifikasi, sehingga perpustakaan perlu menjalankan perpustakaan seperti bisnis (Buschman, 2003). Hal ini diasumsikan berada pada dua pengaruh terhadap perpustakaan, yakni peluang dan ancaman. Ancaman yang dimaksud akan muncul apabila perpustakaan tidak

(7)

cermat dalam mengambil langkah yang tujuannya adalah menjalankan perpustakaan sebagai bisnis melalui desain ruangnya. Membahas tentang desain ruang perpustakaan yang berbasis bisnis, perpustakaan perlu melakukan sesuatu yang baru dan menarik. Akibat yang akan terasa secara langsung di kalangan pustakawan yang mengelola perpustakaan adalah tidak hanya harus memikirkan koleksi, layanan, dan sebagainya saja, namun juga mengelola iklim atau suasana perpustakaan, tempat yang digemari dan dekat dengan kehidupan pengguna, serta menarik perhatian pengguna untuk menikmati layanan perpustakaan (Elmborg, 2011).

1.2 KAJIAN TEORITIK

Bennett (2009) dalam Libraries and Learning: A history of Paradigm Change memberikan pandangan terhadap desain ruang perpustakaan yang telah bertransformasi. Desain ruang menjadi komoditas perpustakaan yang dipengaruhi perubahan informasi.

Perubahan ini ditunjukkan dengan adanya gejolak besar dari informasi yang sebelumnya bersifat langka.

Transformasi ini mendorong tiga paradigma dalam desain ruang perpustakaan, yakni paradigma yang

berpusat pada pembaca (reader- centered), berpusat pada buku (book- centered), dan berpusat pada pembelajaran (learning-centered).

Paradigma merupakan pandangan mendasar ilmuwan tentang materi pelajaran yang harus dipelajari oleh cabang atau disiplin ilmu, dan aturan yang harus diikuti dalam menafsirkan informasi yang akan dikumpulkan dalam menanggapi isu-isu. Selain itu, paradigma juga sebagai acuan dasar para ilmuan untuk dapat dijadikan inti permasalahan dalam memperlajari suatu ilmu pengetahuan (Ritzer, 1975).

Dengan demikian, dalam komodifikasi desain ruang perpustakaan paradigma merujuk pada model atau konsep yang diterapkan terhadap desain ruang perpustakaan.

John (2016) tentang tiga inti desain perpustakaan modern yaitu Inspiring Libraries, Designing Libraries, dan Evolving Libraries.

1.3 METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan untuk memberikan penjelasan yang bersifat eksploratif terhadap gejala sosial yang beredar di masyarakat.

(8)

Menurut Satori (2011), penelitian kualitatif dilakukan karena peneliti ingin mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan dan bersifat deskriptif seperti proses suatu langkah kerja, formula suatu resep, pengertian-pengertian tentang suatu konsep yang beragam, karakeristik suatu barang dan jasa, gambar-gambar, gaya–

gaya, tata cara suatu budaya, model fisik suatu artifak dan lain sebagainya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus. Pendekatan ini dipilih karena peneliti berusaha memahami dan mempelajari sebuah kasus yang terjadi.

Menurut Creswell dalam Holzhauser (2007) penelitian dengan pendekatan studi kasus memfokuskan studi dari kasus atau masalah yang dieksplorasi melalui satu atau lebih kasus dalam batasan sistem, yaitu pengaturan dan konteks.

1.4 TEMUAN DAN ANALISIS DATA Pada bab ini, peneliti menjabarkan pengumpulan data yang didapat melalui metode wawancara kepada pengguna berdasarkan kerangka berpikir. Perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi telah mendesak perpustakaan untuk turut

berevolusi bersama masyarakat digital.

Perpustakaan umum di seluruh dunia menghadapi ketidakpastian di masa depan. Pengguna sekarang dapat mengakses informasi secara online, dan mengarah kepada penurunan jumlah pengunjung, sehingga mempertanyakan nilai perpustakaan sebagai ruang secara fisik (Jhon, 2016).

1.4.1 Komodifikasi Desain Ruang Perpustakaan Proklamator Bung Karno Kota Blitar

Komodifikasi dalam mengkonstruksi realitas dan mempengaruhi pandangan publik telah membawa berbagai macam perubahan nilai dalam layanan perpustakaan. Melalui pernyataan tersebut, perpustakaan memiliki pertanyaan tentang bagaimana menanggapi permasalahan ruang.

Pertanyaan tersebut dapat dikolaborasikan dengan komodifikasi, sehingga perpustakaan perlu menjalankan perpustakaan seperti bisnis (Buschman, 2003).

Bisnis yang dimaknai dalam desain ruang perpustakaan adalah dengan menjadikan desain ruang sebagai komoditas dari perpustakaan. dalam komoditas terdapat pengaruh dari

(9)

informasi yang merupakan produk utama dari perpustakaan. Informasi ini selanjutnya harus dengan cepat beradaptasi dengan desain ruang sebagai komoditas dari perpustakaan, sehingga esensi dari perpustakaan sebagai layanan penyedia informasi tetap memiliki eksistensi di kalangan penggunanya. Esensi yang sebenarnya ada pada perpustakaan sejak awal adalah tidak dapat dipisahkan dengan pembelajaran.

Sejarah memberikan pemahaman bahwa buku-buku dianggap sebagai barang yang langka dan berharga, sehingga keberadaannya sangat dijaga. Kondisi ini berdasarkan atas mahalnya bahan baku yang digunakan untuk memproduksi buku, sehingga buku menjadi barang yang mewah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat kertas dapat diproduksi secara massal dan membuat buku menjadi barang yang relatif terjangkau dan termasuk dalam produk industri. Hal tersebut membuat informasi semakin banyak beredar dan mengawali sejarah manusia bahwa informasi bukan komoditas langka (Bennet, 2009).

Catatan ini bukan untuk menjelaskan perubahan yang didorong oleh teknologi seperti yang telah didefinisikan ulang oleh masyarakat, tetapi lebih sederhana untuk mengeksplorasi tiga konsep dalam desain ruang perpustakaan yang mencerminkan transformasi informasi dari komoditas langka (scarce commodity) menjadi komoditas yang sangat berlimpah (superabundant commodity).

Ketiganya berlanjut untuk memberikan pengaruh kuat pada pemikiran tentang ruang perpustakaan. Tiga konsep dalam komodifikasi desain ruang perpustakaan ini adalah berpusat pada pembaca (reader-centered), berpusat pada buku (book-centered), dan berpusat pada pembelajaran (learning-centered). Jhon (2016), menguraikan ketiga konsep tersebut melalui dasar paradigma dalam komodifikasi desain ruang perpustakaan. Tiga konsep desain ruang perpustakaan tersebut memiliki karakter yang menarik. Dua konsep pertama (pembaca dan buku) cukup singkat karena merupakan paradigma awal terbentuknya perpustakaan,

(10)

sehingga memberi perhatian lebih pada konsep ketiga, yakni yang berpusat pada pembelajaran. Konsep ini merupakan produk dari revolusi informasi.

1.4.2 Ketertarikan Pengguna Terhadap Desain Ruang Perpustakaan Proklamator Bung Karno Kota Blitar

Perpustakaan Proklamator Bung Karno memiliki beragam fasilitas dan titik temu untuk dapat menambah nilai fungsi perpustakaan, dimana fungsi ini sebelumnya hanya digunakan sebagai penyedia informasi. Pada bagian ini peneliti akan menyajikan temuan data dari informan yang dalam penelitian ini memiliki ketertarikan terhadap Perpustakaan Proklamator Bung Karno, dimana hal tersebut dibuktikan pada ketertarikan informan pada bagian tertentu dari perpustakaan Proklamator Bung Karno. Peneliti mengelompokkan menjadi tiga bagian dalam designing libraries menurut Jhon (2016) yaitu melalui accessibility and inclusivity;

visibility and connectivity; dan flexibility and adaptability. Beberapa objek desain ruang yang menarik

antara lain: patung Bung Karno di pintu utama; ruang baca dengan dinding kaca; jembatan penghubung koleksi umum dengan ruang layanan referensi; auditorium atau panggung;

dan layanan memorabilia atau museum. Beberapa dasar ketertarikan tersebut disebutkan oleh para informan dengan alasan yang berbeda, hal itu didasari pada latar belakang informan sehingga menyebabkan kebutuhan yang berbeda. Ketertarikan ini juga linier dengan konsep marketing yang disampaikan oleh Kotler (1990) bahwa dalam memberikan produk kepada konsumen, terdapat aspek promosi yang sangat penting. Aspek ini diawali dengan harus dipenuhinya karakter produk yang (attention), yakni suatu produk harus mampu memancing perhatian khalayak konsumen. Perhatian yang dimaksud adalah keunggulan dan keunikan produk. Bila produk tidak mempunyai keunggulan dan kekhasan maka sulit untuk dapat memancing perhatian masyarakat, karena akan dianggap sama dengan produk lain. Setelah adanya perhatian dari konsumen, dilanjutkan dengan

(11)

(interest), yaitu mampu memancing perhatian maka suatu produk harus menggugah minat. Pembangunan minat biasanya melalui manfaat yang dijanjikan melebihi dari produk yang selama dikonsumsi atau harga yang di tawarkan lebih murah atau lebih mudah untuk mendapatkannya dan mengkonsumsinya.

1.5 PENUTUP 1.5.1 Kesimpulan

Bennett (2009) memberikan ungkapan adanya konsep komodifikasi pada desain ruang perpustakaan. Konsep ini ditandai dengan adanya transformasi infrormasi yang sebelumnya merupakan komoditas langka, menjadi komoditas yang melimpah.

Tranformasi tersebut juga mendorong tiga konsep dalam desain ruang perpustakaan, yakni konsep yang berpusat pada pembaca (reader- centered), berpusat pada buku (book- centered), dan berpusat pada pembelajaran (learning-centered).

Sedangkan melui desain ruang secara khusus, Jhon (2016) mengungkapkan teori yang dapat dijadikan dasar bahwa dalam desain ruang perpustakaan terdapat tiga inti dalam

desain perpustakaan modern, yakni Inspiring Libraries, Designing Libraries, dan Evolving Libraries.

Dari ketiga inti tersebut Designing Libraries menjadi inti yang menjadi gambaran tehadap dirancangnya desain ruang perpustakaan.

Berdasarkan pembahasan yang ada dalam penelitian ini, mengahasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Perpustakaan Proklamator Bung Karno yang ada di Kota Blitar telah melakukan komodifikasi berupa desain ruang sebagai komoditas. Melalui informan yang sekaligus sebagai pengguna perpustakaan, komodififikasi di lokasi tersebut cenderung memaknai desain ruang dengan konsep yang berpusat pada pembelajaran. Konsep ini ditandai dengan dimanfaatkannya layanan perpustakaan untuk pembelajaran, dimana di dalamnya termasuk dalam beberapa aktifitas, yakni

bertemu, berkumpul,

mengembangkan minat dan bakat serta berbagi informasi.

Komodifikasi desain ruang di Perpustakaan Proklamator Bung

(12)

Karno diawali dengan adanya ketertarikan pengguna terhadap desain ruang perpustakaan, hal ini sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Kotler (1990) bahwa terdapat promosi dalam marketing suatu produk komoditas. Promosi ini memiliki karakter (attention) atau yang dapat menarik perhatian konsumen dan (interest) atau ketertarikan dan minat setelah setelah memberikan perhatian (attention) terhadap suatu produk komoditas.

2. Ketertarikan pengguna perpustakaan terhadap desain ruang ditandai melalui beberapa aspek, yakni accessibility and inclusivity melalui ketertarikan pengguna karena perpustakaan memiliki akses yang mudah dijangkau oleh pengguna, serta inklusif yang ditandai dengan adanya koneksi dengan pusat layanan lainnya. Selanjutnya aspek visibility and connectivity, dimana diwujudkan berupa ketertarikan atas desain ruang dirancang secara terbuka, sehingga pengguna dapat dengan leluasa memanfaatkan semua layanan dan fasilitas

perpustakaan. Ketertarikan ini juga menimbulkan pemahaman bahwa pengguna ikut memiliki perpustakaan. Terakhir adalah aspek flexibility and adaptability.

Aspek ini berkaitan dengan kemampuan perpustakaan menyesuaikan dan beradaptasi dengan faktor dari luar, khususnya pengguna perpustakaan. Pada masyarakat informasi, pengguna akan jauh lebih membutukan ruang secara fisik yang diperuntukkan kepada pengguna untuk berinteraksi, berkumpul, dan berbagi informasi, sedangkan Perpustakaan Proklamator Bung Karno Kota Blitar berhasil menjadi ruang untuk memenuhi persoalan tersebut. Ruang-ruang di

perpustakaan dapat

mengakomodasi berbagai kalangan secara netral, baik secara gender, usia, maupun kebutuhannya.

1.5.2 Saran

Melalui penelitian ini, dapat dibuktikan bahwa desain ruang

perpustakaan dapat

dikomodifikasikan, tujuannya agar pengguna dapat menaruh perhatian

(13)

lebih hingga akhirnya memberikan penilaian ketertarikan terhadap perpustakaan. Selain itu dapat dibuktikan bahwa terdapat ketertarikan dari pengguna Perpustakaan Proklamator Bung Karno yang ada di Kota Blitar terhadap desain ruangnya. bentuk- bentuk komodifikasi juga telah diterapkakn oleh perpustakaan, namun, terdapat saran yang dapat peneliti rekomendasikan, yakni sebagai berikut:

1. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan dasar dan pertimbangan oleh perpustakaan Proklamator Bung Karno Kota Blitar untuk menambahkan atau merenovasi bagian tertentu dari perpustakaan yang terkait dengan desain ruang.

Peneliti berhasil menggali informasi dari informan berupa saran, diantara adalah keinginan adanya tempat bersantai. Delapan dari sembilan informan yang

merupakan pengguna

perpustakaan atau dapat dikatakan sebagian besar informan menyarankan adanya tempat tersebut. Tidak hanya sebatas berbentuk tempat yang digunakan

untuk bersantai, namun dapat disimpulkan sebagai tempat yang difungsikan untuk berkumpul dan melakukan aktifitas bersama diluar aktifitas pemustaka. Bentuknya pun bervariasi, dapat berupa kafe, coffee shop, restoran, kantin,

ataupun sekedar tempat duduk.

Dari beberapa bentuk tersebut pengguna ingin sesuatu yang berbeda dan terkesan tidak membosankan. Meskipun memiliki desain ruang yang menarik, namun dengan adanya rekomendasi tempat tersebut akan menambah antusias pengguna

untuk memanfaatkan

perpustakaan. Pengguna ingin tempat yang dapat dijadikan coworking space, dimana selain

dapat menikmati fasilitas perpustakaan, pengguna juga dapat berkumpul, bergaul, dan berinteraksi dengan orang lain. Di sisi lain informasi juga merekomendasikan adanya renovasi pada area outdoor, komunitas skateboard dan parkour memiliki kecenderungan untuk terus berkembang, sehingga merekomendasikan untuk renovasi

(14)

lokasi tersebut menuju ke lokasi yang lebih menarik lagi.

2. Berikutnya adalah adanya rekomendasi untuk diadakannya program yang membantu perpustakaan untuk menarik pengguna. Salah satu informasi merasa bahwa secara fisik desain ruang perpustakaan sudah baik, sehingga saat yang tepat saat ini adalah dengan menambahkan program yang linier dengan desain ruang yang dirasa baik tersebut.

Pengaplikasian rekomendasi ini diantaranya adalah dengan meningkatkan fungsi dan intensitas area auditorium atau panggung di area outdoor, dengan adanya program penambahan pertunjukkan dapat menjadi alasan pengunjung untuk lebih mengenal perpustakaan yang diawali adanya ketertarikan terhadap area tersebut.

Selanjutnya adalah program yang melibatkan pihak lain, wujudnya adalah dengan mengajak instansi sekolah untuk berkunjung ke perpustakaan, pelaksanaannya dapat berupa study tour agar lebih mengenal perpustakaan. Program ini dapat disesuaikan dan

setidaknya membutuhkan waktu yang konsisten dan berkelanjutan untuk terus menjalankan sehingga dapat diaplikasikan secara merata dan mendalam kepada instansi sekolah agar mulai tertarik dengan perpustakaan melalui desain ruang.

DAFTAR PUSTAKA

Bagong, Suyanto dan Sutinah. (2006).

Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:

Prenada Media Group. Hal 173.

Beilhartz, Peter. (2005). Teori-Teori Sosial.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 275 Bennett, S. (2009). Libraries and learning: A history of paradigm change. Portal:

Libraries and the Academy, 9(2), 181-197.

Brown, J. S. (2001). Learning in the digital age. In The Internet and the university: Forum (pp. 71-72).

Washington, DC: Educause.

Buschman, J. (2003). Dismantling the public sphere: Situating and sustaining librarianship in the age of the new public philosophy. Libraries Unlimited.

Cooper, M. D. (1975). An Analysis of the Demand for librarians. The Library Quarterly, 45(4), 373-404.

Dahlgren, P., & Sparks, C.

(1993). Communication and citizenship: Journalism and the public sphere. London and New York: Routledge.

(15)

Demas, S., & Scherer, J. A. (2002). Esprit de Place: Maintaining and designing library buildings to provide transcendent spaces. American Libraries, 33(4), 65-68.

Satori, Djam’an & Komariah, Aan. (2011).

Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: PT Alfabeta.

Elmborg, J. K. (2011). Libraries as the spaces between us: recognizing and valuing the third space. Reference &

User Services Quarterly, 338-350.

Evans, P., Smith, D. N., & Prasad, U.

(2004). Das kapital untuk pemula.

Jakarta: Resist Book.

Ghony, M. D., & Almanshur, F. (2012).

Metodologi penelitian

kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Grange, A. L., Chang, C. O., & Yip, N. M.

(2006). Commodification and urban development: a case study of Taiwan. Housing Studies, 21(1), 53- 76.

Grossman, H. I. (1972). A choice-theoretic model of an income-investment accelerator. The American Economic Review, 62(4), 630-641.

Holzhauser, K. (2008). Qualitative Inquiry &

Research Design: Choosing Among Five Approaches, John W. Cresswell.

Sage Publications, Thousand Oaks, CA. RRP: $92.00, ISBN:

1412916070 (pbk).

Pomerantz, Jeffrey and Gary Marchionini.

(2007). “The Digital Library as Place,” Journal of Documentation 63 no. 4: 505–33.

John, G. (2016). Designing Libraries in 21st Century: Lessons for the UK. British

Council: Winston Churchill Memorial Trust.

Kotler, P., Armstrong, G., Harker, M., &

Brennan, R. (1990). Marketing: an introduction (Vol. 1). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Lamis, A. P. (2003). Greening the library: An overview of sustainable design. Planning the Modern Public Library Building (GB McCabe and JR Kennedy, eds.), 31-45.

Malcolm B. Brown and Joan K. Lippincott.

(2003). “Learning Spaces: More than Meets the Eye” Educause Quarterly 26 no. 1: 14.

Martin, E. (2003). Historic libraries and their enduring value: Brooklyn public library renews its historic buildings. Planning the modern public library building, 229-245.

Matthew B. Mile & A. Michael Huberman.

(2009). Analisis Data Kualitatif.

Jakarta: Universitas Indonesia.

Moleong, Lexy J. (1998). Metologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nelson, B. J. & Barley, S. R. (1997). For love or money? Commodification and the construction of occupational mandates, Administrative Science Quarterly, 42, pp. 619–653.

Osburn, Charles B. (2006). “Regaining Place,” Advances in Library Administration and Organization 24:

53.

Pendit, P. L. (2009). Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi: suatu pengantar diskusi epistemologi dan metodologi. Jakarta: JIP-FS UI.

(16)

Radin, M. J. (1996). Contested Commodities:

The Trouble with Trade in Sex, Children, Body Parts and OtherThings. Cambridge, MA:

Harvard University Press.

Ritzer, G. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science. The American Sociologist, 156-167.

Slamet. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Rineka Cipta

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

___ . (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Jakarta: Alfabeta.

___ . (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sutarno, N. S. (2003). Perpustakaan dan masyarakat. Yayasan Obor Indonesia.

Trimo, S. (1997). Buku panduan untuk mata kuliah reference work dan bibliography. Jakarta: Bumi Aksara.

Wilkinson, Josep W. Et al, (2000).

Accounting Information System Essential Concept and Application 4th Edition. New York-USA: John Willey & Sons Inc.

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah Pengunjung Tugu Pahlawan, Balai Pemuda, dan Taman Hiburan Rakyat per Bulan Number of Visitor Tugu Pahlawan, Balai Pemuda and Taman Hibura Ra.. Ta be l

Pengaplikasian aspek peran dapat dipelajari dan menimbulkan perubahan pelaku atau fungsi dalam yayasan adalah seiring berkembangnya yayasan dari waktu ke waktu

Nilai tunai anuitas hidup awal berjangka untuk peserta asuransi yang berusia x tahun dengan masa pertanggungan selama n tahun dinyatakan dengan [2,

lah hasil belajar mata pelajaran las listrik pada pe- serta didik kelas XI TP SMK Wisudha Karya Kudus. Agar penelitian yang dilakukan tidak me- nyimpang dari tujuan, maka

Penulisan skripsi dengan judul “Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Penjualan dalam Rangka Meningkatkan Pengendalian Internal pada PT.. Hoindo

Hasil penelitian menunjukkan variabel fundamental makro sebelum krisis global dan sesudah kriris global berpengaruh terhadap Risiko Sistematik.Variabel fundamental mikro dan makro

4.3.5 Aspék ngeunaan pentingna ngaguankeun basa Sunda dina komunikasi di lingkungan

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini mengenai peningkatan penguasaan pengetahuan laundry melalui penggunaan video pembelajaran pada peserta didik di