• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Menurut keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP-"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kepabeanan 2.1.1 Peraturan

Menurut keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP- 75/BC/1996 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pabean atas Barang Ekspor adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan dokumen adalah kegiatan untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan pabean yang dilakukan meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.

b. Penelitian dokumen adalah pemeriksaan pabean atas kebenaran pengisian pemberitahuan ekspor dan kelengkapan dokumen pendukung serta kebenaran penghitungan pungutan negara dalam rangka ekspor.

c. Pemeriksaan fisik barang adalah pemeriksaan pabean untuk mengetahui pemenuhan tentang pemberitahuan mengenai jumlah, jenis, dan identitas barang serta pemenuhan larangan dan batasan ekspor.

d. Pemberitahuan ekspor adalah Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan atau Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT).

Menurut keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: KEP- 75/BC/1996 penelitian dokumen dilakukan setelah pemberitahuan ekspor didaftarkan kepada pejabat Bea dan Cukai untuk mendapatkan persetujuan muat. Penelitian dokumen tersebut meliputi:

(2)

13 1) Kelengkapan dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan.

2) Kebenaran pengisian pemberitahuan ekspor.

3) Kebenaran perhitungan pungutan negara dalam rangka ekspor.

Dokumen pelengkap:

a) LPS-E dalam hal barang ekspor diperiksa oleh surveyor.

b) Copy Surat Tanda Bukti Setor (STBS) atau copy Surat Sanggup Bayar (SSB) dalam hal barang ekspor dikenakan pungutan negara dalam rangka ekspor.

c) Copy invoice dan copy packing list.

d) Copy dokumen pelengkap pabean lainnya sebagai pemenuhan ketentuan di bidang ekspor.

Hasil penelitian jika kedapatan tidak sesuai maka dokumen yang terkait harus dibetulkan/perubahan sesuai ketentuan selambat-lambatnya tiga hari setelah keberangkatan sarana pengangkut, tetapi pejabat Bea dan Cukai tetap memberikan persetujuan muat barang. Jika dokumen sudah sesuai, maka pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan fisik jika barang ekspor wajib dilakukan pemeriksaan fisik. Jika tidak wajib melakukan pemeriksaan fisik, pejabat Bea dan Cukai akan memberikan persetujuan muat.

Pemeriksaan fisik barang ekspor didasarkan pada pemberitahuan ekspor dan dokumen pelengkap pabean yang bersangkutan. Pemeriksaan fisik hanya dilakukan terhadap barang yang:

a. Berdasarkan petunjuk yang kuat akan atau telah terjadi pelanggaran di

(3)

14 bidang ekspor.

b. Akan dimasukkan kembali ke daerah pabean.

c. Akan terjadinya pelanggaran atau telah terjadi pelanggaran ketentuan di bidang perpajakan yang berhubugan dengan PPN dan PPnBM berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Pajak.

d. Seluruh atau sebagian dari barang impor yang mendapat fasilitas pembebasan bea masuk, penangguhan pembayaran PPN/PPnBM, dan pengambilan bea masuk serta pembayaran pendahuluan PPN/PPnBM.

Terhadap barang yang sudah dilakukan pemeriksaan oleh surveyor, dapat dilakukan pemeriksaan kembali oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam hal terdapat nota intelejen. Tingkat pemeriksaan barang ditetapkan sebagai berikut:

1) Pemeriksaan biasa maksimal 10%, minimal 2 kemasan.

2) Pemeriksaan atas seluruh partai barang (100%) dalam hal hasil pemeriksaan jika kedapatan:

a) Ketidaksesuaian atas jenis dan barang.

b) Barang ekspor terkena peraturan larangan dan pembatasan.

Pejabat Bea dan Cukai akan memberikan pemberitahuan akan diadakan pemeriksaan fisik atas barang ekspor selambat-lambatnya 4 jam setelah diterimanya pemberitahuan ekspor kepada eksportir terkait atau kuasanya secara tertulis. Pemeriksaan di kawasan pabean harus diselesaikan selambat- lambatnya 24 jam sejak dimulainya pemeriksaan fisik, kecuali jika diperlukan pemeriksaan laboratorium dan/atau pemeriksaan oleh instansi

(4)

15 terkait. Tata cara pemeriksaan fisik barang ditetapkan sebagai berikut:

a. Dalam hal pemeriksaan dilakukan di luar kawasan pabean.

1) Eksportir atau kuasanya melakukan kegiatan sebagai berikut:

a) Mengajukan permohonan pemeriksaan dan pengawasan stuffing dalam rangkap 2 beserta pemberitahuan ekspor dan/atau dokumen pelengkap pabean selambat-lambatnya tiga hari sebelum pemeriksaan.

b) Menyiapkan barang ekspor untuk diperiksa pejabat Bea dan Cukai.

c) Menerima kembali satu lembar PE yang telah terdapat nomor dan tanggal pendaftaran serta hasil pemeriksaan dari pejabat Bea dan Cukai untuk digunakan proses pemasukan barang ke kawasan pabean.

2) Dalam hal pemeriksaan fisik yang dilakukan di luar kawasan daerah pabean, Bea dan Cukai melakukan hal sebagai berikut: menunjuk dan mencantumkan nama pemeriksa pada pemberitahuan ekspor untuk melakukan pengawasan satafing dengan menyerahkan dokumen PE dan dokumen pelengkap pabean sebagai dasar pemeriksaan kepada pemeriksa dalam mengawasi proses stuffing. Bea dan Cukai akan menyerahkan lembar asli permohonan pengawasan stuffing kepada pegawai di luar yang ditunjuk mengawasi stuffing. Setelah pengawas melakukan pengawasan dalam proses stuffing dan berkas sudah diserahkan ke Bea dan Cukai maka yang dilakukan adalah menyimpan berkas Pemberitahuan Ekspor.

3) Pemeriksa melakukan hal sebagai berikut: menerima Pemberitahuan Ekspor dan dokumen pelengkap pabean sebagai dasar pemeriksaan dari

(5)

16 pejabat Bea dan Cukai dan kemudian melakukan pemeriksaan fisik sesuai dengan instruksi yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor.

Dalam melakukan pemeriksaan fisik pengawas harus mencantumkan catatan hasil pemeriksaan fisik dan kemudian menyerahkan Pemberitahuan Ekspor yang telah diisi dengan catatan pemeriksaan kepada pejabat Bea dan Cukai.

4) Pegawai dinas luar melakukan hal sebagai berikut: mengawasi stuffing jika pemeriksaan selesai dan menggunakan peti kemas kemudian melakukan penyegelan setelah stuffing. Jika tidak menggunakan peti kemas melakukan penyegelan setelah pemeriksaan fisik pada kemasan barang setelah melakukan penyegelan maka akan mencatat hasil pengawasan stuffing dan disampaikan kepada pejabat Bea dan Cukai.

b. Dalam hal pemeriksaan dilakukan di kawasan pabean:

1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan hal sebagai berikut: menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada eksportir atau kuasanya selambat- lambatnya 4 jam setelah diterimanya PE, akan diadakan pemeriksaan fisik berdasarkan petunjuk yang kuat akan terjadi atau sudah terjadi pelanggaran ekspor dan akan terjadinya pelanggaran atau telah terjadi pelanggaran ketentuan di bidang perpajakan yang berhubungan dengan PPN dan PPnBM berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Pajak.

Setelah Bea dan Cukai menginstruksikan hal tersebut maka kemudian akan menginstruksikan pemeriksaan fisik dan mencantumkan nama pemeriksa di Pemberitahuan Ekspor dan menyerahkan Pemberitahuan

(6)

17 Ekspor serta dokumen pelengkap sebagai dasar pemeriksaan fisik.

Setelah pemeriksaan fisik selain dilakukan Bea dan Cukai menyimpan berkas Pemberitahuan Ekspor dan menunggu hasil pemeriksaan fisik.

2) Pemeriksa melakukan kegiatan sebagai berikut: menerima Pemberitahuan Ekspor dan dokumen pelengkap pabean sebagai dasar pemeriksaan dari pejabat Bea dan Cukai, setelah dokumen sudah diterima dari Bea dan Cukai pemeriksa melakukan pemeriksaan fisik sesuai dengan instruksi yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor dan mencantumkan catatan hasil pemeriksaan fisik kemudian menyerahkan Pemberitahuan Ekspor yang telah diisi dengan catatan pemeriksaan kepada pejabat Bea dan Cukai setelah semua tahapan sudah terselesaikan.

2.1.2 Pembatalan dan pembetulan PEB

Sasono (2013:116-117) menjelaskan bahwa pembetulan data PEB yang menyangkut jenis, jumlah, nomor kontainer, jenis valuta, dan/atau nilai FOB barang, dapat dilayani sebelum barang masuk ke daerah pabean, kecuali dalam short shipment paling lama tiga hari sejak keberangkatan sarana pengangkut, atau ekspor barang dengan karakteristik tertentu, paling lama enam puluh hari sejak keberangkatan sarana pengangkut. Jika terjadi kesalahan PEB berupa kategori ekspor, dan/atau jenis fasilitas yang diminta seperti pelabuhan muat asal, sarana pengangkutan maka tidak dapat dilakukan perubahan PEB dan harus dibatalkan. Setelah melakukan pembatalan PEB, eksportir dapat mengajukan PEB yang baru atas barang

(7)

18 tersebut sepanjang belum dimuat ke atas kapal.

Barang yang akan memasuki kawasan pabean harus mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) atau Pemberitahuan Konsolidasi Barang Ekspor (PKBE). PKBE adalah dokumen pemberitahuan konsolidasi barang ekspor yang dalam satu kontainer terdapat lebih dari satu Persetujuan Ekspor.

Barang yang akan diekspor wajib memberitahukan dengan pemberitahuan pabean terkecuali untuk barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai dengan batas nilai pebean/jumlah tertentu.

Berdasarkan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor: P-40/BC/2008 bab IX tentang Pembatalan Ekspor dan Pembetulan data PEB adalah Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor tetapi ekspor tersebut dibatalkan maka eksportir wajib untuk melaporkan kepada pejabat Bea dan Cukai bahwa ekspor tersebut telah dibatalkan. Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspornya maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 5.000.0000 (Lima Juta Rupiah). Bea dan Cukai mengatur dalam hal pembatalan ekspor dilakukan oleh perusahaan penerima fasilitas kepabeanan, pejabat Bea dan Cukai di kantor pabean pemuatan menyampaikan data pembatalan ekspor kepada:

1. Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi TPB, untuk perusahaan penerima fasilitas TPB.

2. Kantor wilayah penerbit Nomor Induk Perusahaan (NIPER), untuk perusahaan penerima fasilitas pembebasan dan/atau fasilitas pengembalian.

(8)

19 2.2 Ekspor

2.2.1 Definisi Ekspor

Tanjung Marolop (2011:63) menjelaskan ekspor merupakan proses pengeluaran barang dari daerah pabean indoesia untuk dikirim ke luar daerah pabean atau negara tujuan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku terutama mengenai peraturan kepabeanan.

Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh seluruh negara ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada suatu tahun tertentu (Triyoso, 2000)

Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean (undang-undang republik Indonesia nomer 17 tahun 2006 tentang perubahan atas undang-undang nomer 10 tahun 1995 tentang Kepabeanaan)

2.2.2 Dokumen Ekspor

a. Faktur Perdagangan atau Commercial Invoice

Faktur perdagangan merupakan dokumen penjualan yang dibuat oleh penjual (eksportir) yang dikirimkan kepada importir. Invoice merupakan dokumen yang menerangkan jumlah barang, jenis barang, satuan barang, nama importir, beserta tanggal invoice yang tidak melewati lastest date (L/C) (Sasono, 2013:177).

b. Packing List

Packing list adalah dokumen yang dibuat oleh eksportir yang

(9)

20 menguraikan tentang barang yang dipak, dibungkus,atau diikat dalam peti yang diperlukan oleh Beadan cukai guna memudahkan dalam pemeriksaan.

Uraian barang tersebut meliputi jenis bahan pembungkus dan cara emngepaknya serta nama dan uarian barang harus sama dengan yang tercantum dalam commercial invoice (Trinanda, 2008:30).

c. Certificate of Origin

Suatu sertifikat yang dibuat oleh departemen perdagangan dari negara eksportir. Sertifikat tersebut menjelaskan bahwa barang-barang tersebut benar-benar hasil produksi dari negara pembuat sertifikat. Dokumen ini diperlukan karena ada negara yang tidak mempunyai hubungan politik dengan satu negara lainnya (Sasono, 2013:177).

d. Manufacturer’s Certificate

Manufacturer’s Certificate adalah surat pernyataan untuk menyatakan bahwa barang yang bersangkutan dibuat asli oleh produsen tersebut dan itu adalah hasil dari produksinya yang membawa merk dagangannya. Dokumen ini penting sebagai bukti keaslian dan jaminan mutu yang menyangkut nama baik produsen di pasar internasional (Amir, 2013:217).

e. Delivery Order

Delivery order adalah sebuah dokumen yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan pelayaran yang digunakan untuk mengeluarkan barang dari gudang penyimpanaan terdapat catatan fiat keluar, artinya pemilik barang tersebut sudah menyelesaikan kewajibannya terhadap yang dikuasakan atas barang tersebut (Amir, 2013:217).

(10)

21 f. Bill of Lading

Surat muat yang disiapkan oleh pengangkut yang dibentuk di pelabuhan muat. Original B/L merupakan bukti kepemilikan barang yang sah secara hukum dan merupakan dokumen yang penting daripada dokumen penyerta lainnya. B/L dapat diperjualbelikan baik sebelum barang tiba di negara tujuan maupun sesudah barang tiba di negara tujuan (Sasono, 2013:179).

Bill of lading yang disebut juga sebagai konosemen, bagi pengangkut merupakan kontrak pengangkutan sekaligus sekaligus sebagai bukti tanda terima barang. Bill of lading juga merupakan tanda hak milik yang memungkinkan barang bisa ditransfer dari shipper ke consignee atau dipindahkan kepihak ketiga. Bill of lading dibuat oleh perusahaan pelayaran pengangkut atau agennya berdasarkan shipping instruction yang diterima dari shipper. Berdasarkan shipping instruction yang diterima perusahaan pelayaran membuatkan draft bill of loading dan diserahkan kembali kepada pengirim atau pihak ketiga untuk melanjutkan proses ekspor atau impor selanjutnya (Sasono, 2003:249).

g. Airwaybill

Airwaybill dan Bill of lading sebenarnya sama saja, yaitu dokumen penting untuk pengangkutan barang yang berfungsi sebagai tanda bukti penerimaan barang oleh pengangkut barang yang berfungsi sebagai tanda bukti penerimaan barang oleh pengangkut untuk diangkut, sebagai kontrak pengangkutan antara carrier dan shipper serta consignee sebagai faktur kuitansi biaya pengangkutan sebagai surat muatan. Bedanya adalah AWB

(11)

22 digunakan untuk moda angkutan transportasi udara sedangkan B/L di gunakan untuk transportasi laut. Jadi pengertian AWB adalah dokumen yang dipergunakan untuk melindungi angkutan barang yang di angkut dengan menggunakan pesawat udara. Pada kesempatan ini saya akan mendeskripsikan Airwaybill saja. AWB adalah dokumen yang harus ada pada tiap pengangkutan udara. AWB juga berfungsi untuk pencairan sejumlah dana yang dibuka oleh importir untuk seorang eksportir yang lazimnya menggunakan L/C (Letter of Credit) (Sari, 2011).

h. NPE

Nota Pelayanan Ekspor (NPE) adalah nota yang diterbitkan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen Ekspor atau Sistem Komputer Pelayanan atas Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang disampaikan, untuk melindungi pemasukan barang yang akan diekspor ke kawasan pabean dan/atau pemuatannya ke sarana pengangkut. NPE diterbitkan berdasarkan data-data dari pengirim atau pihak yang dikuasakan oleh pihak pengirim. Data-data tersebut, yaitu: Invoice, Packing List, dan Surat Kuasa. NPE/PEB akan Anda butuhkan mulai saat container akan masuk ke terminal peti kemas atau saat pengeluaran barang dari kawasan berikat. Pengesahan pada NPE yang dilakukan oleh pejabat Bea dan Cukai dengan diberikannya tanda tangan pada NPE tersebut.

i. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)

Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) adalah dokumen pabean yang digunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang yang dapat

(12)

23 berupa tulisan di atas formulir atau media elektronik. PEB Biasa adalah PEB yang diajukan untuk setiap transaksi ekspor. PEB Berkala adalah PEB yang diajukan untuk seluruh transaksi ekspor dalam periode waktu tertentu.

Daftar Pemberitahuan Barang Ekspor (DPBE) adalah daftar muatan barang ekspor yang digunakan untuk memberitahukan barang ekspor yang diangkut dan atau barang ekspor yang diangkut terus pada saat kedatangan sarana pengangkut (Keputusan Menteri Keuangan RI No.557/KMK.04/2002 tanggal 31 Desember 2002).

2.3 Freight Forwarding

2.3.1 Definisi Freight Forwarding

Freight forwarding adalah usaha yang ditujukan untuk mewakili pemilik barang dalam

pengurusan pengiriman dan penerimaan barang melaui darat, laut atau udara yang dapat mencangkup kegiatan penerimaan, penyimpanaan, packing, stuffing, penyelesaiaan pengurusan dokumen, penerbitan house Bill of Loading, penanggungan biaya dalam pengiriman dan penerimaan barang, klaim, asuransi, atas pengiriman barang tersebut hingga sampai ketngan pemilik barang (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 10 Tahun 1988 Tentang jasa Pengurusan Transportasi).

Suyono (2005:251) menjelaskan freight forwarding adalah badan usaha yang bertujuan utuk memberikan jasa pelayaran/pengurusan atas seluruh kegiatan yang diperlukan dalam proses ekspor dan impor, pengangkutan dan penerimaan barang dengan menggunakan multimoda baik melalui darat, laut ataupun udara.

Freight forwarding mengurus prosedur dan formalitas dokumentasi yang diperyaratkan atau peraturan dari negara asal barang sampai negara

(13)

24 tujuan. Freight forwarding juga mengurus dokumen-dokumen yang berkaitan dengan proses ekspor. Freight forwarding dalam mengurus proses ekspor menanggung terlebih dahulu biaya-biaya yang keluar atas proses tersebut seperti biaya transportasi, penanganan muatan dalam pelabuhan/gudang, pengurusan dokumen dan semua hal yag berkaitan dengan proses ekspor dan impor.

2.3.2 Tugas Freight Forwarding

Suyono (2005:252) menyebutkan tugas dari freight forwarding atau aktifitas yang dilakukan oleh freight forwarding adalah sebagai berikut:

a. Memilih rute perjalanan barang, moda trasnportasi dan pengangkut yang sesuai, kemudian memesan ruang muat.

b. Melaksanakan penerimaan barang, menyortir, mengepak, menimbang berat, mengukur dimensi, kemudian menyimpan barang ke dalam gudang.

c. Mempelajari Letter of Credit barang, peraturan negara tujuan ekspor, negara transit, negara impor dan kemudian mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan dalam proses pengiriman barang tersebut.

d. Melaksanakan transportasi barang kepelabuhan laut/udara, mengurus izin Bea dan Cukai, kemudian menyerahkan barang kepada pihak pengangkut.

e. Membayar biaya handling serta membayar biaya freight dan menerima bill of loading/airwaybill dari pihak pelayaran.

f. Mengurus asuransi dan membantu mengajukan klaim jika terjadi kerusakan atau kehilangan barang.

g. Memonitor perjalanan barang hingga sampai sampai kepihak penerima,

(14)

25 berdasarkan info dari perusahaan pelayaran maupun agen freight forwarder di negara transit dan tujuan.

h. Menerima barang dari pihak pelayan serta mengurus izin masuk pada Bea dan Cukai serta menyelesaikan bea masuk dan biaya-biaya yang timbul dari proses tersebut.

i. Melaksanakan transportasi barang dari pelabuhan ke tempat penyimpanan barang digudang dan menyerahkan barang kepihak consignee, dan melaksanakan pendistribusian barang jika diperlukan.

2.3.3 Peran Freight Forwarding dalam Konsilidasi Muatan

Konsilidasi muatan adalah pengumpulan beberapa pengiriman barang dari beberapa eksportir di tempat asal yang akan dikirimkan untuk beberapa consignee di tempat tujuan, yang dikemas dalam satu unit paket muatan, lalu muatan tersebut dikapalkan dan ditujukan kepada agen konsolidator di tempat tujuan yang akan menditribusikan barang kepada masing-masing consignee.

Muatan dari beberapa shipper dikonsolidasikan oleh freight forwarding dalam peti kemas LCL dan dikapalkan sampai negara tujuan dalam muatan FCL. Peti kemas dalam dalam muatan FCL tersebut akan dijadikan LCL kembali oleh agen konsolidator dan distribusikan ke masing-masing consignee.

Freight frwarding sebagai konsolidator menggunakan namanya sendiri dan menerbitkan house bill of lading yang akan digunakan oleh consignee ataupun EMKL untuk mengambil barang. Konsolidator barang akan

(15)

26 memberikan keuntungan ke semua pihak baik shipper yang dapat membayar biaya pengiriman lebih murah, bagi pengangkut tidak perlu menangani masing-masing pengiriman yang banyak memakan waktu dan tenaga, maupun freight forwarding yang mendapat keuntungan dari biaya dan freight rate sebagai muatan terkonsolidasi menjadi lebih murah dibandingkan dengan pengapalan masing-masing pengapalan, ekonomi nasional juga mendapat dampak keuntungan karena penghematan biaya ekspor dan lebih kompetitif (Suyono, 2005:255).

2.3.4 Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL)

Amir (1999:103-104) menjelaskan EMKL adalah usaha jasa perantara yang membantu eksportir dalam pengurusan barang baik saat ekspor maupun impor dengan perusahaan pelayaran serta menyelesaikan urusan dengan bea cukai baik pembayaran bea masuk atau bea keluar. Pembayaran sewa gudang dan penyediaan transportasi barang ke tempat tujuan termasuk tugas EMKL. Dalam gapura niaga EMKL memiliki peran penting dalam mengurus barang ekspor atau impor, baik urusan dengan bea cukai ataupun perusahaan pelayaran. Kelancaran pengiriman barang dalam gapura niaga sangat bergantung dengan kinerja dari perusahaan pelayaran, bea dan cukai serta tidak lepas dari peran EMKL.

Suyono (2005:251) menjelaskan EMKL adalah usaha pengurusan dokumen dan muatan yang akan diangkut melalui kapal atau pengurusan dokumen dan muatan yang berasal dari kapal. Dalam pengurusan impor EMKL mendapat kuasa secara tertulis untuk mengurus barangnya, pada

(16)

27 pelabuhan muat, EMKL akan membantu pemilik dalam membukukan muatan pada agen pelayaran, mengurus dokumen dengan Bea dan Cukai serta dengan instansi terkait, EMKL bertanggung jawab mengirimkan barang dari gudang eksportir sampai gudang dalam pelabuhan. Peran EMKL dalam pelabuhan bongkar bertugas mengurus pemasukan barang dengan Bea dan Cukai, menerima muatan dari pelayaran dan membawa barang dari pelabuhan bongkar ke gudang pemilik barang.

2.4 Transportasi

2.4.1 Loss Container Load (LCL)

Penggabungan/konsolidasi muatan barang ekspor satu shipper dengan shipper lain kedalam satu container karena volume barang yang kecil dan penyerahan barang dilakukan di gudang konsolidasi atau Container Freight Station (CFS) hal itu sering disebut Loss Container Load (LCL) (Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementrian Keuangan:2012). Suyono (2003:204) menjelaskan LCL dapat dikerjakan oleh perusahaan pelayaran atau cargo consilidator maupun EMKL dan pihak tersebut juga bertangung jawab atas pemuatan dan pembongkaran peti kemas. Ciri-ciri pengangkutan peti kemas dengan mengunakan sistem Less Container Load (LCL) menurut Suyono (2003:204):

a. Peti kemas berisi untuk beberapa consignee dan beberapa shipper dan bisa juga dari satu shipper.

b. Muatan diterima dalam keadaan breakbulk dan diisi di Container Freight Station (CFS) oleh perusahaan pelayaran.

(17)

28 c. Peti kemas melalui proses unstuffing di Container Freight Station oleh perusahaan pelayaran dan diberikan kepada beberapa consignee dalam keadaan breakbulk di pelabuhan bongkar.

d. Perusahaan pelayaran bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan barang yang terdapat dalam peti kemas.

Istilah LCL dapat diartikan sebagai muatan yang dimasukkan ke dalam peti kemas dan kemudian dibongkar kembali. Kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan pelayaran maupun EMKL dan mereka bertangung jawab untuk memuat dan membongkar isi dari peti kemas. Prosedur pengapalan peti kemas LCL menurut Suyono (2005:300):

a. Muatan dari beberapa shipper yang akan dikirim ke berbagai consignee diterima oleh carrier di CFS.

b. Carrier atau Freight forwarder/EMKL mengurus stuffing dari muatan parsel ke dalam peti kemas atas biaya dari carrier.

c. Carrier memuat peti kemas yang telah diisi oleh berbagai shipper oleh pelayaran atau freight forwarder ke CFS untuk proses stripping.

d. Peti kemas yang sudah dibongkar dari kapal dibawa oleh pelayaran atau perusahaan freight forwarder ke CFS untuk proses stripping di pelabuhan tujuan.

e. Barang barang secara parsel dapat diambil oleh berbagai consignee atau dikirim ke alamat tujuan.

Alur dari peti kemas dengan Less Container Load (LCL) menurut Suyono (2003:204) yaitu perusahaan pelayaran bertangung jawab sejak

(18)

29 barang diterima dari shipper di Container Freight Station di pelabuhan muat asal sampai barang diterima oleh consignee di Container Freight Station dari pelabuhan bongkar dan semua urusan yang menyangkut barang tersebut seperti stuffing, memuat ke atas kapal, stripping, pemisahan barang juga termasuk menjadi tangung jawab dari perusahaan pelayaran. Sedangkan shipper hanya bertangung jawab sampai barang masuk ke Container Yard (CY) pelabuhan muat.

2.4.2 Full Container Load (FCL)

FCL adalah suatu istilah yang lazim digunakan dalam pengangkutan peti kemas yang menyatakan bahwa muatan sepenuhnya dimuat secara peti kemas, Artinya dalam suatu peti kemas berisi muatan penuh yang dimiliki oleh suatu pemilik muatan. Dengan kondisi FCL memungkinkan pengiriman muatan secara "door to door". (subandi, 1996:27). Ciri-ciri dari Full Container Load (FCL) menurut Suyono (2005:284) antara lain:

a. Muatan yang berisi untuk satu consigne sari satu shipper.

b. Peti kemas diisi oleh shipper dan dibawa menuju Container Yard (CY) pelabuhan muat.

c. Peti kemas diambil oleh consignee di Container Yard (CY) proses unstuffing oleh consignee di pelabuhan.

d. Perusahaan pelayaran tidak bertangung jawab atas kerusakan dan kehilangan barang yang terdapat dalam peti kemas.

Perusahaan pelayaran menyatakan bahwa peti kemas yang diangkutmenggunakan FCL adalah tanggung jawab shipper dan consignee

(19)

30 untuk mengisi dan membongkar peti kemas. Prosedur pengapalan dengan Full Containe Load (FCL) menurut Suyono (2003:203) antara lain:

a. Peti kemas yang dipasok oleh carrier atau dipinjam oleh container leasing diproses stuffing oleh shipper di gudang shipper atau tempat lainnya.

Setelah itu peti kemas disegel oleh Bea dan Cukai.

b. Peti kemas yang sudah disegel dibawa oleh shipper atau freight forwarding dan dibawa ke Container Yard (CY) milik perusahaan pelayaran atau pelabuhan muat.

c. Carrier mengurus pengangkutan dari peti kemas yang dibongkar ke Container Yard (CY) milik perusahaan pelayaran atau terminal lain yang ditunjuk oleh carrier di pelabuhan bongkar.

d. Consigne atau freight forwarder mengurus muatannya dalam peti kemas di Bea dan Cukai untuk mengangkut peti kemas kemudian ke gudangnya dan proses stripping atas biaya consignee.

Alur peti kemas dengan Full Container Load menurut Suyono (2003:204) yaitu semua biaya untuk proses pengangkutan peti kemas kosong ke gudang shipper, stuffing peti kemas dengan mengirim ke CY pelabuhan menjadi tangung jawab shipper. Tangung jawab perusahaan pelayaran yaitu bertangung jawab atas peti kemas beserta isinya setelah barang masuk ke dalam CY pelabuhan, bertangung jawab untuk memuat barang ke atas kapal, pada pelabuhan tujuan bertugas untuk membongkar peti kemas dari atas kapal dan membawanya ke CY pelabuhan. Setelah barang diterima oleh consignee maka tangung jawab perusahaan pelayaran

(20)

31 telah selesai.

2.4.3 By Sea

Dalam proses perdagangan internasional terdiri dari tiga jenis transportasi yaitu darat, laut, dan udara. Tetapi pada umumnya transportasi yang sering digunakan di Indonesia adalah laut dan udara. Untuk transportasi darat sering digunakan di daerah Eropa atau negara-negara yang memiliki batas wilayah darat saja. Dalam pengiriman barang jika menginginkan cepat, pengangkutan sebaiknya menggunakan pesawat terbang. Jika menginginkan ongkos yang lebih rendah maka menggunakan kapal. Mengingat kemajuan teknik sekarang, maka kepastian sampainya barang itu tidak ada bedanya lagi antara berbagai-bagai cara pengangkutan.

Hanya yang jadi permasalahan adalah mencari yang semurah-murahnya dan yang sebaik-baiknya (Pamoentjak dan Ichsan, 1993:53).

Proses pengapalan barang dimulai pada saat pengirim mengeluarkan Shipping Instruction untuk muatan ekspor. Shipping Instruction merupakan perintah pengapalan barang dan ditujukan kepada agen perwakilan dari kapal yang mengangkut barang tersebur. Shipping Instruction memuat data yang diperlukan antara lain:

a. Nama shipper, consignee, notify address.

b. Pelabuhan muat dan bongkar.

c. Mark dan No. Serta barang.

d. Jumlah muatan, KG/colli, weight dan volume.

e. Pembayaran freight prepaid atau to collect.

(21)

32 f. Jumlah original bill of loading yang dikehendaki.

Atas data-data yang ada maka agen kapal membuat draft B/L. Apabila data tersebut telah dinyatakan sesuai dengan data dan fakta barang yang dikirim, maka agen kapal membuat B/L asli yang kemudian diserahkan kepada pengirim. Dalam muatan LCL, agen akan mencari peti kemas yang akan diisi pengirim di Container Freight Station (CFS), atau tempat pengangkutan peti kemas. Setelah peti kemas diisi maka pengirim atau EMKL yang ditunjuk mengurus ke cabang dan Bea-Cukai. Setelah EMKL melakukan fiat muat maka peti kemas dibawa ke lapangan peti kemas atau Container Yard (CY) untuk menunggu pengapalan. (Suyono, 2005:237- 238).

2.4.4 By Air a. Asosiasi

Sudijono dan Sarjianto (2007) menyebutkan ada 3 organisasi yang mengattur angkutan udara internasional:

1) ICAO (International Civil Aviation Organization): dibentuk oleh PBB untuk mengatur penerbangan anatar negara berdasarkan Convention on International Civil Aviation.

2) IATA (International Air Transport Association): organisasi non politik dan sukarela antar perusahaan-perusahaan penerbangan, dibentuk tahun 1945 terbuka untuk negara-negara anggota ICAO.

3) FIATA (International Federation of Freight Forwarder Association) merupakan asosiasi forwarder dunia, didirikan tahun 1926.

(22)

33 b. Jenis-jenis pesawat angkut barang

Menurut UU No.1 tahun 2009 tentang penerbangan definisi pesawat udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi. Menurut Sudijono dan Sarjianto (2007) ada 3 jenis angkutan barang antara lain:

1) Passenger Aircraft, barang diletakan alam lowerdeck (belly) compartement, sebagian besar pesawat penumpang menggunakan cara seperti ini, karena terbatasnya kapasitas .

2) All cargo Aircraft, pesawat khusus untuk barang, biasanya digunakan oleh penerbangan yang sudah terjamin muatannya di negara asal.

3) Mixad/Combination (combi) Aircraft, pesawat yang dapat membawa cargo pada main-decknya.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun penelitian yang dilakukan di RSU Pandan Arang Boyolali mempunyai tujuan yaitu : untuk mengetahui apakah penggunaan antibiotik yang meliputi jenis antibiotik, dosis dan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: 1) Minat calon guru SD terhadap penggunaan alat peraga setelah mengikuti

Hasil penelitian awal serangga yang terdapat di tanaman kecondang telah ditemukan 9 jenis, enam jenis statusnya sebagai hama karena ditekannya gejala serangan, 3 jenis belum

Secara umum, faktor lingkungan tambak (kualitas tanah dan air) adalah faktor penentu dominan dalam budidaya tambak sehingga dipertimbangkan sebagai kriteria

Hasil uji statistika terhadap suhu tubuh menunjukkan bahwa tikus perlakuan yang memperoleh ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan memberikan hasil tidak berbeda

Ada beberapa tahapan yang dapat ditempuh untuk membangun kemitraan Polri dengan Masyarakat, yaitu: (1) Mengoptimalkan fungsi forum kemitraan polisi dan masyarakat

Mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan perencanaan dan program kerja, pelayanan administrasi dan teknis, pembinaan dan bimbingan evaluasi dan pelaporan di bidang Koperasi

Produk-produk tambahan dalam sabun tersebut ada yang sudah dilarang penggunaanya di luar negeri seperti ABS yang tidak mudah terurai oleh bakteri pengurai, sebagian produsen sabun