• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISSN Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISSN Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan

ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia, diterbitkan secara berkala dua kali setahun

ISSN 0216-9169

Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok

Sekretariatan Yulianto Yuni Apriyanti

Alamat Redaksi

Bidang Zoologi Puslit Biologi - LIPI Gd. Widyasatwaloka, Cibinong Science Center JI. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911

TeIp. (021) 8765056-64 Fax. (021) 8765068

E-mail: fauna_indonesia@yahoo.com

Foto sampul depan : Aedeagus drosophilid - Foto : Awit Suwito Aedeagus drosophilid - Foto: Awit Suwito

(3)

PEDOMAN PENULISAN

Redaksi FAUNA INDONESIA menerima sumbangan naskah yang belum pernah diterbitkan, dapat berupa hasil pengamatan di lapangan/ laboratorium atau studi pustaka yang terkait dengan fau-na asli Indonesia yang bersifat ilmiah popular.

Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan summary Bahasa Inggris maksimum 200 kata dengan jarak baris tunggal.

Huruf menggunakan tipe Times New Roman 12, jarak baris 1.5 dalam format kertas A4 dengan uku-ran margin atas dan bawah 2.5 cm, kanan dan kiri 3 cm.

Sistematika penulisan:

a. Judul: ditulis huruf besar, kecuali nama ilmiah spesies, dengan ukuran huruf 14. b. Nama pengarang dan instansi/ organisasi.

c. Summary d. Pendahuluan e. Isi:

i. Jika tulisan berdasarkan pengamatan lapangan/ laboratorium maka dapat dicantumkan cara kerja/ metoda, lokasi dan waktu, hasil, pembahasan.

ii. Studi pustaka dapat mencantumkan taksonomi, deskripsi morfologi, habitat perilaku, konservasi, potensi pemanfaatan dan lain-lain tergantung topik tulisan.

f. Kesimpulan dan saran (jika ada). g. Ucapan terima kasih (jika ada). h. Daftar pustaka.

5. Acuan daftar pustaka:

Daftar pustaka ditulis berdasarkan urutan abjad nama belakang penulis pertama atau tunggal. a. Jurnal

Chamberlain. C.P., J.D. BIum, R.T. Holmes, X. Feng, T.W. Sherry & G.R. Graves. 1997. The use of isotope tracers for identifying populations of migratory birds. Oecologia 9:132-141. b. Buku

Flannery, T. 1990. Mammals of New Guinea. Robert Brown & Associates. New York. 439 pp. Koford, R.R., B.S. Bowen, J.T. Lokemoen & A.D. Kruse. 2000. Cowbird parasitism in

grasslands and croplands in the Northern Great Plains. Pages 229-235 in Ecology and Management of Cowbirds (J. N.M. Smith, T. L. Cook, S. I. Rothstein, S. K. Robinson, and S. G. Sealy, Eds.). University of Texas Press, Austin.

c. Koran

Bachtiar, I. 2009. Berawal dari hobi , kini jadi jutawan. Radar Bogor 28 November 2009. Hal.20

d. internet

NY Times Online . 2007.”Fossil find challenges man’s timeline”. Accessed on 10 July 2007 (http://www.nytimes.com/nytonline/NYTO-Fossil-Challenges-Timeline.html).

(4)

6. Tata nama fauna:

a. Nama ilmiah mengacu pada ICZN (zoologi) dan ICBN (botani), contoh Glossolepis incisus, na-ma jenis dengan author Glossolepis incisus Weber, 1907.

b. Nama Inggris yang menunjuk nama jenis diawali dengan huruf besar dan italic, contoh Red Rainbowfish. Nama Indonesia yang menunjuk pada nama jenis diawali dengan huruf besar, contoh Ikan Pelangi Merah.

c. Nama Indonesia dan Inggris yang menunjuk nama kelompok fauna ditulis dengan huruf kecil, kecuali diawal kalimat, contoh ikan pelangi/ rainbowfish.

(5)

i

KATA PENGANTAR

Fauna Indonesia edisi penghujung tahun 2013 ini menampilkan ulasan-ulasan menarik dari dunia fauna Indonesia. Sembilan topik ulasan yang disampaikan kepada pembaca meliputi hasil-hasil eksplorasi, eksperimenn dan kajian pustaka yang tentunya akan menambah wawasan tentang kekayaan hayati nusantara. Topik artikel kali ini sangat bervariasi mulai dari informasi biologis satwa-satwa yang unik seperti cumi-cumi kerdil dan siput ektoparasit pada ekosistem terumbu karang sampai kepada paparan fauna yang berpotensi ekonomi tinggi.

Artikel-artikel pada edisi ini sangat relevan dengan kondisi keanekaragaman hayati dan program pemerintah Indonesia. Keanekaragaman hayati Indonesia yang tinggi masih banyak belum terungkap sementara itu laju kehilangannya jauh lebih cepat dari penemuan-penemuannya. Oleh karena itu, apapun hasil penelitian yang berbasis keanekaragaman hayati sangat penting bagi usaha konservasi dan pemanfaatannya.

Studi-studi yang mendukung ketahanan pangan dan ekonomi rakyat menjadi salah satu aspek penting dalam penggalian potensi fauna nusantara. Dalam edisi ini tiga artikel menjabarkan potensi ekonomis dari satwa Indonesia, yaitu penangkaran kura-kura, serangga pada umbi taka dan Rusa Timor di tanah Papua. Jika ditilik lebih lanjut maka potensi fauna dapat terkait pada potensi sebagai satwa kesayangan, hama pada tanaman dan sumber protein. Hal-hal tersebut jika dikembangan dengan baik niscaya penilaian dan pandangan masyarakat terhadap keanekaragaman hayati Indonesia semakin positif.

Semoga banyak pencapaian positif pada tahun 2013 bagi para pembaca Fauna Indonesia dan Selamat Tahun Baru 2014 semoga satwa kita semakin lestari dan termanfaatkan dengan bijak.

Selamat membaca.

(6)

ii

DAFTAR ISI

PENGANTAR REDAKSI ... i DAFTAR ISI ... ii KAJIAN ULANG STATUS KODOK Rhacophorus bifasciatus van Kampen 1923 DAN

Rachoporus poecilonotus Boulenger, 1920 ASAL SUMATRA... 1 Hellen Kurniati

KOMPOSISI DAN PATOFISIOLOGI BISA (VENOM) ULAR SERTA NILAI TERAPI DAN AKTIVITAS FARMAKOLOGISNYA ... 6 Aditya Krishar Karim

PERTUMBUHAN KURA-KURA DADA MERAH JAMBU Myuchelys novaeguineae schultzei (VOGHT,1911) DI PENANGKARAN (Bagian 2) ... 24 Mumpuni

ASPEK BIOLOGI DAN EKOLOGI SIPUT EKTOPARASIT FAMILI EPITONIIDAE

(GASTROPODA: MOLLUSCA) ... 29 Ucu Yanu Arbi

Idiosepius STEENSTRUP, 1881 CUMI-CUMI KERDIL DARI PERAIRAN INDONESIA

(CEPHALOPODA : IDIOSEPIIDAE) ... 38 Nova Mujiono

KARAKTER SERANGGA PADA TANAMAN KECONDANG

(TACCACEAE: Tacca leontopetaloides) DI KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH ... 43 Erniwati

TEKNIK MENGGAMBAR SPESIMEN FAUNA SECARA DIGITAL ... 52 Awit Suwito

PROFIL Rusa Timor (Cervus timorensis moluccensis Müller, 1839)YANG DIPELIHARA

DI MANOKWARI ... 61 Freddy Pattiselanno

(7)

43

KARAKTER SERANGGA PADA TANAMAN KECONDANG

(TACCACEAE: Tacca leontopetaloides) DI KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH

Erniwati

Museum Zoologicum Bogoriense, Bidang Zoologi, Puslit Biologi – LIPI

Summary

A survey of insect diversity of Polynesian Arrowroot (Taccaceae : Tacca leontopetaloides) in Karimunjawa Islands, Central Java was carried out in April 2011. The survey was conducted in Kumbang, Nyamuk, Katang, Seruni, Cendekian and Sintok Islands. A total of 9 insect species from 4 orders and 6 families which mostly pests of polynesian arrowroot were found, i.e. Pyralis pictalis Curtis (Lepidoptera: Pyralidae), Catantops splendens (Thunberg) (Orthoptera: Acridiidae),

Conocephalus maculatus Le Guillou (Orthoptera: Tettigonidae), Patiscus dorsalis Stal, Cycloptilum majus Chopard (Orthoptera: Gryllidae), Pycnocelus surinamensis L (Blattodea: Blaberidae), Graptoblatta notulata Stal (Blattodea: Blattidae) dan Leptocorixa varicornis F Riptortus linearis L (Hemiptera: Alydidae).

PENDAHULUAN

Komoditas pangan di Indonesia sampai saat ini hanya di dominasi oleh beras yang pada akhir-akhir ini kebutuhan lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan impor beras dari tahun ke tahun. Salah satu penyebab keterbatasan ketersediaan beras adalah luasan area produksi yang semakin menyusut. Lahan pertanian telah beralih fungsi menjadi perumahan, pertokoan dan gedung gedung lain. Padi hanya bisa ditanam pada wilayah-wilayah tertentu di Indonesia yang mempunyai ketersediaan air yang cukup dengan kondisi tanah yang subur. Kebutuhan dan kecukupan pangan di Indonesia harus dipadu dengan program diversifikasi pangan, yang tidak hanya menggantungkan beras sebagai komoditas utama tetapi juga dari komoditas alternatif lain misalnya umbi-umbian.

Dalam sejarahnya, Indonesia mempunyai komoditas pangan yang beragam, termasuk komoditas umbi-umbian (ubi jalar, singkong dan talas), jagung, sagu dan lain-lainnya. Pencapaian swasembada pangan pada tahun 1980an-1990an, salah satunya disebabkan oleh adanya diversifikasi pangan. Program nasional untuk menumbuhkan kembali diversifikasi makanan non beras perlu dicanangkan kembali. Kajian potensi sumber daya alam diantaranya kelompok tanaman ubi-ubian penting dilakukan untuk mendukung program nasional ketahanan pangan. Tanaman umbi-umbian merupakan komoditas makanan pokok non beras dapat ditanam pada area-area yang memang tidak sesuai untuk budidaya padi.

Salah satu jenis tanaman ubi-ubian yang berpotensi sebagai sumber karbohidrat adalah kecondang (Tacca leontopetaloides) family Taccaceae. Fauna Indonesia

(8)

44 Menurut Jukema & Paisooksantivatana (1996), kecondang ditemukan secara liar dan kadang-kadang dibudidayakan di seluruh Afrika tropis, Asia, Australia, Oceania, seluruh Asia Tenggara dan Pasifik. Tanaman kecondang ini tersebar luas mulai dari Polynesia, Samoa, Hawaii, Fiji, Filipina, Malaysia, Thailan dan Indonesia. Oleh karena itu namanya sesuai dengan daerahnya. Nama umum meliputi Polynesian Arrowroot, Pia (Hawaii, French Polynesia, Niue, and Cook Islands), Masoa (Samoa), Mahoa a (Tonga), Yabia (Fiji) Gapgap (Guam) and Kecondang (Indonesia) (http://en.wikipedia.org/wiki/ Tacca_leontopetaloides). Nama daerahnya : Kecondang (Umum), gadung tikus (Indonesia), kumis kucing, kotok bongkok (Sunda), trenggiling mentik (Jawa), tobitoan (Madura), keladi murai (Malaysia), payung-payungan (Tagalog, Filipina); khot din (Thailand) http://en.wikipedia.org/wiki/ Tacca_leontopetaloides.

Kecondang memiliki umbi yang berukuran cukup besar dan enak dimakan serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan pengganti karbohidrat. Pada umumnya persebaran jenis-jenis tersebut di seluruh Jawa dan Madura kecuali T. lancaefolia yang hanya ada di Jawa Barat. Kecondang banyak ditemukan di daerah-daerah dekat pantai, bahkan di pulau-pulau terpencil seperti kepulauan Karimunjawa, umbinya pernah dimanfaatkan untuk pengganti karbohidrat bila kondisi gelombang laut sedang besar dan lalu lintas menuju kota sedang terputus. Pengolahan umbi tersebut masih sangat sederhana, hanya terbatas untuk konsusmsi keluarga seperti misalnya untuk bubur, kue-kue kecil dan lain-lain (Djarwaningsih dkk, 2003 & 2006). Patinya digunakan untuk membuat roti, pasta, pudding dan lain-lain. Buah dan daunnya juga bisa dimakan sebagai sayuran. Serabut dari tangkai daun dan perbungaannya dapat dimanfaatkan untuk membuat topi dan alat memancing.

Kecondang memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara intensif sebagai substitusi atau

alternatif beras. Untuk menunjang pengembangan kecondang tersebut salah satu aspek yang penting untuk dikaji adalah potensi keberadaan serangga yang berasosiasi dengan tumbuhan ini. Potensi tersebut bisa dalam bentuk apa saja, mulai dari predator hama sampai menjadi hama itu sendiri.

Penelitian karakter serangga pada tanaman kecondang, dilakukan dalam rangka menunjang terlaksananya program ketahanan pangan Indonesia. Serangga hama dapat menghambat pertumbuhan tanaman pada umumnya, kecondang khususnya. Sedangkan informasi dan data mengenai serangga kecondang belum banyak diungkapkan. Penelitian serangga hama Convolvulacea yang merupakan kelompok tanaman penghasil karbohidrat yang sudah dimanfaatkan, pernah dilakukan (Noerdjito et al. 1987).

Penelitian awal tentang jenis serangga tanaman yang ditemukan di tanaman kecondang, dan pertelaan morfologi, habitat peranan atau gejala serangan serta statusnya terhadap tanaman diungkapkan dalam makalah ini.

METODA DAN BAHAN PENELITIAN

Lokasi

Karimunjawa merupakan kawasan kepulauan yang termasuk Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Penelitian dilakukan di enam pulau berdasarkan adanya tanaman kecondang menurut Djarwaningsih dkk. 2003 & 2006 yaitu; P. Kumbang (S. 05o 46’ 01,9” ; E. 110o 14’ 18,2”), P. Nyamuk (S. 05o 48’ 58,5”; E. 110o 11’ 45,1”), P. Katang (S. 05o 48’ 05,6”; E. 110o 09’ 50,1”), P. Seruni (S. 05o 51’ 45,4”; E. 110o 35’ 04,8”), P. Cendekian (S. 05o 48’ 04,6”; E. 110o 33’ 23,5”), dan P. Sintok (S. 05o 47’ 06,0”; E. 110o 30’ 44,7”). Dari lokasi tersebut, Pulau Nyamuk merupakan salah satu pulau yang berpenduduk.

(9)

45 Pengambilan Data

1. Lapangan

Pengamatan dilakukan dengan membuat plot yang berukuran 10m x 10m. Penentuan plot secara acak sebanyak 3 di setiap lokasi. Tanaman kecondang diamati langsung satu persatu tanaman mulai dari akar, batang, daun, bunga dan buahnya. Dilakukan pencatan terhadap jenis serangga , jumlah ulat, dan serangganya yang ditemukan. Pengambilan sampel serangga secara langsung dangan tangan untuk serangga yang diam dan untuk serangga terbang dengan menggunakan jaring serangga.

Gejala serangan dan serangga yang dijumpai diamati dan difoto. Gejala serangan dapat disebabkan oleh larva, nimfa dan serangga dewasa. Daun tanaman kecondang yang terserang oleh larva dikoleksi dengan memotongnya, kemudian dimasukan ke dalam kotak plastik, diameter 5 cm dengan tinggi 10 cm (tutupnya dilubangi dan diberi kain kasa) dialas dengan tissue, di bawa ke Laboratorium untuk dipelihara sampai dewasa. Daun kecondang yang di dalam kotak plastic diganti dengan daun segar, jika sudah layu . Dikoleksi setiap serangga yang terdapat di semua bagian tanaman kecondang, seperti pada akar, batang, daun, dan buah.

2. Laboratorium

Pemeliharaan ulat lanjutan, mencatat proses perkembangan ulat setiap hari. Ulat yang sudah menjadi dewasa dibunuh dan dilakukan prosesing serangga scara standar (Upton 1991) dan identifikasi di Laboratorium Entomologi, Bidang Zoologi LIPI. Semua serangga dewasa yang dikoleksi ataupun ulat yang telah jadi ngengat dewasa diidentifikasi menggunakan koleksi acuan di MZB dan buku literature (Rentz 1991). Selanjutnya serangga tersebut dipertelakan secara morfologinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi menunjukkan adanya 9 jenis

serangga dari 6 famili yang ditemukan pada tanaman kecondang, yaitu Ordo Lepidoptere 1 jenis, Orthoptera 4 jenis, Blatodea 2 jenis dan Hemiptera 2 jenis. Jenis- jenisnya dalah Pyralis pictalis Curtis (Lepidoptera: Pyralidae), Catantops splendens (Thunberg) (Orthoptera: Acridiidae), Conocepalus maculatus Le Guillou (Orthoptera: Tettigonidae), Patiscus dorsalis Stal ,Cycloptilum majus Chopard (Orthoptera: Gryllidae), Pycnocelus surinamensis L (Blatodea: Blaberidae), Graptoblatta notulata Stal (Blatodea: Blattidae) dan Leptocorixa varicornis F, Riptortus linearis F (Hemiptera: Alydidae) (Tabel 1).

Umumnya serangga merusak daun tanaman, dan meninggalkan beberapa gejala serangan. Gejala serangan serangga hama berbeda beda sesuai dengan bentuk dan fungsi alat mulutnya. Stadia larva (ulat) dari Lepidoptera sangat rakus dan berbahaya bagi tanaman. Gejala serangan ulat juga berbagai macam, ada yang memakan daun sampai habis dan kadang menyisakan tulang daunnya misalnya ulat Spodoptera litura (Kalshoven, 1981; Common, 1990). Ada yang memakan bagian epidermis bawah daun atau epidermis atas biasanya disebut ulat penambang daun contohnya Liriomyza spp.

Serangga dan gejala serangannya pada tanaman kecondang

1. Lepidoptera

A. Pyralis pictalis Curtis( Pyralidae)

P. pictalis adalah salah satu jenis ngengat yang termasuk dalam famili Pyralidae. Famili Pyralidae mempunyai jenis yang banyak sekali, umumnya jenisnya berperan sebagai hama pertanian seperti penggerek batang padi (Scirpophaga spp.); hama polong-polongan (Etiela zinckenella, Maruca testualis); hama buah-buahan (Glyphodes caesalis); hama sayur-sayuran (Helulla undalis, Spoladea recurvalis) (Sutrisno & Darmawan 2010).

Ciri utama dari famili Pyralidae adalah organ tymphanum terletak di bagian pangkal abdomen, dan pangkal probosisnya bersisik. Pada saat istirahat sayapnya berbentuk bubungan atap rumah, dan

(10)

46 memiliki kaki yang langsing dan panjang (Sutrisno & Darmawan 2010).

Morfologi

Ukuran larva bervariasi antara 5-14 mm, berbentuk bulat pajang, berwarna hitam. Larva memakan sayur-sayuran dan kacang-kacangan, kadang kadang dapat menjadi hama penting (Kalshoven, 1980). Larvanya juga pernah dilaporkan dapat memakan telur-telur dari kutu busuk (Cimex hemipterus). Pupanya berwarna coklat dengan panjang 15 mm (Gambar). Panjang rentangan sayapnya 15-34 mm.

Gejala serangan

Larva P. pictalis ditemukan di dalam pertulangan daun kecondang. Larva tersebut hidup dan berkembang di dalam tulang daun, akan keluar pada malam hari untuk memakan daun. Larva bersembunyi di dalam jaringan pertulangan daun pada siang hari (Kalshoven, 1981; Common, 1990). Akibatnya pertulangan daun rusak dan patah disebabkan dilubangi larva tersebut. Umumnya larva menyerang mulai pada titik 2/3 dari pangkal daun. Akibat serangan larva tersebut tulang daun mudah patah, daun akan layu dan kering terutama bagian ujungnya (Gambar). Berdasarkan pengamatan dilapangan, jumlah tanaman yang terserang, dan penyebarannya ditemukan di semua pulau dan paling banyak dijumpai di Pulau Katang (Tabel 2 & 3.). Berdasarkan pengematan di lapangan, akibat serangannya dapat dikatakan bahwa P. pictalis merupakan salah satu jenis hama pontensial tanaman kecondang. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai jenis P. pictalis ini.

Distribusi

Indo-china, India , Sri Lanka, Asia Tenggara sampai Jepang.

2. Orthoptera

A. Cantatops splendens (Acridiidae)

Morfologi

Belalang C. splendens termasuk dalam famili Acridiidae. Di Indonesia terdapat 3 jenis adalah C. splendens, C. humilis, dan C. angustifrons, perbedaannya terdapat pada bentuk belang femurnya. C. splendens berukuran sedang, bentuk bolat panjang. Belalang yang betina panjang tubuhnya 3-5 cm, yang jantan 3 cm lebih kecil dari pada betina.. Tubuh berwarna coklat muda sampai coklat tua. Antena lurus, pendek, berwarna coklat dan ujungnya berwarna gelap. Pada femur (tungkai atas) kaki belakang bagian luar terdapat bercak hitam yang memanjang. Tibia atau tungkai bawahnya berwarna merah, coklat kekuningan, dengan duri duri berwarna warna merah, bagian ujungnya berwarna hitam (Willemse 1930).

Gejala serangan

C. splendens dewasa dan stadia nimfa ditemukan memakan daun kecondang. Akibat serangan belalang ini meninggalkan bekas, daun kecondang berlubang yang pinggirannya tidak beraturan. Pada serangan berat dijumpai hampir semua daun mulai dari daun muda sampai dengan daun yang tua semuanya berlubang.

Distribusi

India, China, Asia Tenggara: Philipina, Sulawesi, Ambon. Sumatra : Lubuksikaping, Tanjunggadang, Aur Kumanis,Surul, Tandjong, Morawa Serdang, Aceh, Silano, Medan, Alur Djambu (Willemse 1930).

B. Conocephalus maculatus Le Guillou

(Tettigonidae) Morfologi

C. maculatus,sinonim dengan Xiphidion maculatum merupakan salah satu jenis belalang ekor pedang, berbentuk bulat panjang termasuk famili Tettigonidae sub famili Conocephalinae. Ciri ciri

(11)

47 Conocephalinae adalah ovipositornya lurus, pronotum dan kepala berbentuk segitiga dilihat dari samping. Panjang tubuh belalang ini 24-28 mm, berwarna coklat muda dengan pronotumnya berwarna coklat tua (Willemse 2001).

Gejala serangan

C. maculatus ditemukan hinggap di daun kecondang, tidak dijumpai bekas serangannya.

Distribusi

Afrika, Madagaskar, India, Ceylon, Burma, Asia Tenggara; Penang, Malaka, Sumatra, Java, Borneo, Celebes, Phillipina, Formosa, Amoy dan Jepang (Karny 1923)

C. Patiscus dorsalis Stal (Gryllidae)

Morfologi

Jangkrik P. dorsalis dari family Gryllidae berbentuk bulat pajang berwarna colat muda, panjangnya 2-3 cm.

Gejala serangan

Jangkrik P. dorsalis ditemukan pada daun kecondang, kadang kadang bersembunyi di dalam gulungan daun tersebut. Jankrik ini memakan daun dengan gejala serangan daun berlubang yang pinggirannya tidak beraturan. Gejala serangan jangkrik ini hampir sama dengan belalang, tetapi lubang atau robekannya lebih besar tetapi jumlahnya tidak banyak.

Distribusi

Asia-Tropical (Malaysia); Type locality: Southern America, Northern South America, Guyana.

D. Cycloptilum majus Chopard (Gryllidae)

Morfologi

C. majus adalah jangkrik tanpa sayap, berbentuk bulat panjang dengan panjang tubuh 12 – 15 mm, pronotum berwarna coklat muda abdomen berwarna coklat tua.

Gejala serangan

Jangkrik tanpa sayap ini sering dijumpai diam di daun kecondang , namun tidak dijumpai bekas gigitan ataupun serangannya.

Distribusi

Asia Tenggara 3. Blattodea

A. Pycnocelus surinamensis L (Blaberidae)

Morfologi.

P. surinamensis dikenal dengan nama lipas atau kecoak suriname, yang termasuk kelompok bangsa Blattodea, famili Blaberidae (Roth, 1991). Lipas ini berukuran panjang sekitar 2-3 cm, berwarana coklat, bagian pronotumnya berwarna hitam mengkilat. Pada tepi bagian depan pronotum memiliki pita putih pucat, dan abdomennya berwarna hitam. Telurnya terbungkus di dalam suatu kantung dinamakan ‘ootheca’. Setiap Ootheca berisi telur berkisar 14 – 42 butir atau rata rata 24 butir (Kalshoven 1981; Roth 1991)

Lipas P. surinamensis yang terdapat di Amerika Utara dan Selatan tidak memiliki jantan, karena diketahui bersifat partenogenetik. Sedangkan lipas yang terdapat di Eropa dan Indo-Malaysia, memiliki jantan dan betina (Roth & Willis 1961) Gejala serangan.

Gejala serangan lipas tidak terlihat, tetapi lipas ini ditemukan dibagian akar tanaman kecondang, dalam jumlah banyak (<10 individu). Menurut Kalshoven 1981, bahwa P. surinamensis dapat ditemukan pada material kompos atau bahan organik, dan sarang semut dalam jumlah besar

Perilaku lipas menyukai tempat gelap sehingga pada siang hari bersembunyi. Biasanya lipas bersembunyi di bawah tanah, pasir di tumpukan sampah, celah bangku-bangku, di bawah papan, tong, di dalam lubang, celah-celah dinding bangunan, dan di gudang serta di tempat-tempat gelap lainnya. Pada

(12)

48 malam hari, lipas keluar mencari makanan dan menggerogoti batang serta akar tanaman dalam jumlah banyak. Di Australia P. surinamensis ini menyerang akar tanaman pertanian yaitu tembakau, nanas, dan kentang (Roth 1979).

Distribusi

Lipas ini ditemukan hapir di seluruh dunia (kosmopolit) namun paling banyak dijumpai pada daerah panas dan lembab. Cook Island New Zeland, USA mulai dari Texas, Lousiana, dan Florida. Asia Tenggara mulai dari Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Singapura, dan Indonesia (Krauss, 1961).

B. Graptoblatta notulata Stal (Blattidae)

Morfologi

G. notulata berbentuk agak membulat dengan panjang tubuh 16 – 18 mm. Kepala, dada dan abdomennya berwarna coklat muda. Sepasang sayap yang menutupi abdomen tidak berwarna atau transparan.

Gejala serangan

Lipas G. notulata ditemukan hinggap di permukaan daun, tetapi tidak ada bekas serangannya. Belum diketahui peranannya pada tanaman kecondang.

Distribusi

Cook Island New Zeland (Krauss 1961) dan Asia Tenggara

4. Hemiptera

Hemiptera adalah kelompok serangga yang memiliki keraganman di dalam kelompok Exopterygota. Kelompok ini mempunyai alat mulut penusuk dan pengisap cairan, contohnya kepik, kutu daun, kutu sisik, wereng, dan tonggeret. Ordo Hemiptera terbagi 3 subordo, yaitu Heteroptera atau disebut kelompok kepik-kepikan, Auchenorrhyncha disebut wereng-werengan, dan Stenorrhyncha disebut kutu tumbuhan. Perbedaan ketiga subordo tersebut

terdapat pada letak alat mulut dan struktur sayapnya. Alat mulut Heteroptera muncul dari ujung depan kepala, struktur sayap depannya kasar dan kuat, sayap belakangnya tipis dan lebar. Auchenorrhyncha alat mulut muncul dari belakang bawah kepala, sayap depan dan belakang ukurannya hampir sama, venasinya berkembangdengan baik. Stenorrhyncha alat mulut muncul dari tengah bawah kepala, struktur sayap depan dan belakang tipis dan transparan, venasi mereduksi (Pudjiastuti 2005).

A. Leptocorisa varicornis F (Alydidae)

Morfologi

L. varicornis disebut walang sangit (Jawa), termasuk famili Alydidae, subfamili Leptocorisinae. Ciri-ciri Leptocorisinae adalah kepala memanjang relatif selinder, ruas labial 4 ruas, satu yang memanjang ke belakang arah pinggir mata majemuk. Kaki tidak berduri, panjang dan selinder (Rentz, 1991). L. varicornis warnanya coklat muda dengan panjang tubuh 17-19 mm. Bentuk tubuhnya langsing memanjang, L. varicornis mirip dengan R. linearis tetapi sebenarnya jauh berbeda. Tungkai depan, tengah dan belakangnya panjang, tungkai belakang tidak kokoh, dan femurnya tidak berduri seperti R. linearis.

Gejala serangan

Kepik L. varicornis F ditemukan menghisap cairan tanaman pada daun dan buah kecondang. Akibat dari serangan hisapan kepik daun dan buah kecondang menjadi layu akhirnya kering. L. varicornis adalah salah satu hama penting pada padi dan bambu. Distribusi

India, Pakistan, Cina, Taiwan, Pilipina, Jepang, Asia Tenggara Australia dan Kepulauan Solomon.

B. Riptortus linearis L (Alydidae)

Morfologi

R. linearis termasuk subfamili Alydinae ciri-cirinya adalah kepala transversal, melebar ke bagian

(13)

49 thorak/dada, femur belakang memiliki duri-duri pada bagian ventralnya, abdomen/badan beruas-ruas, terdiri dari 7 ruas yang berkembang dengan baik (Rentz, 1991). R. linearis ukuran tubuh 14-16 mm, berwarna coklat sampai coklat tua. Bentuk tubuh agak membulat, tungkai depan, tengah dan belakangnya panjang dan ramping. Kaki belakangnya kuat, kokoh dan femur berduri duri. Sayap depan dan belakang menutup seluruh abdomennya. Membran sayap depan panjang dan banyak garis venasi.

Gejala serangan

Kepik R. linearis dan L. varicornis gejala serangannya sama. Kedua jenis kepik ini ditemukan pada daun dan buah kecondang, menghisap cairan tanaman tersebut. Akibat dari serangan kepik kepik ini daun dan buah menjadi kering dan layu. R. linearis merupakan hama tanaman kacang kacangan, seperti kedele, Acasia spp., Desmodium spp., famili Convolvulaceae, dan Solanaceae. Telah diketahui bahwa kepik ini adalah salah satu hama penting pada tanaman kedele di Jawa (Kalshoven, 1981).

Distribusi

Tersebar luas dimana mana terutama Asia Tenggara.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian awal serangga yang terdapat di tanaman kecondang telah ditemukan 9 jenis, enam jenis statusnya sebagai hama karena ditekannya gejala serangan, 3 jenis belum diketahui statusnya karena tidak tedapat gejala serangan. Kegiatan ini merupakan penelitian awal untuk tanaman kecondang maka perlu dilakukan studi lebih lanjut secara kualitatif dan kwantitatif di beberapa lokasi kepulauan di Indonesia. Disarankan dilakukan penelitian lanjutan yang lebih fokus terhadap jenis serangga hama potensial yang telah ditemukan yaitu P. pictalis.

DAFTAR PUSTAKA

Borror, D.J & Richard E. White. 1970. A Field Guide

to Insects America North Mexico. Houghton Mifflin company Boston New York

Common, I.F.B. 1990. Moths of Australia. Melbourne University Press, Australia, 535 pp

Djarwaningsih, T; Yusuf, R.; Erniwati; Amir, M. & Supritana. 2006. Eksplorasi Flora, Serangga dan Studi Vegetasi Hutan di Beberapa Pulau Kecil Kawasan Kepulauan Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa-Jawa Tengah (P. Parang, P. Kembar, P. Kumbang, P. Nyamuk, P. Bengkoang, P. Genting, P. Sambangan). Laporan Perjalanan “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani, Puslit Biologi – LIPI.

Djarwaningsih, T; Yusuf, R.; Keim, A.P.; Erniwati; Fanani, Z.; Wardi & Supritana. 2003. Eksplorasi Flora, Serangga dan Studi Pendahuluan Ekologi Jenis Vegetasi di Taman Nasional Karimunjawa, Jawa Tengah. Laporan Perjalanan “Herbarium Bogoriense” Bidang Botani, Puslit Biologi – LIPI.

Jukema and Paisooksantivatana. 1996. Tacca leontopetaloides. In: M. Flach and F. Rumawas (Eds.). Plants yielding non-seed carbohydrates. PROSEA No. 9. Bogor Indonesia.

Kalshoven, L. G. E.1981. The Pests of Crops in Indonesia. by P.A. van der Laan (ed). PT. Ichtiar Baru - van Hoeve, Jakarta.

Karny. 1923. On Malaysian Katydids. Journal Malayan Branch, Royal Asiatic Society Vol.I. Krauss. N. L. H. 1961. Insect from Aitutaki, Cook

Islands. Proccedings, Hawaiian Entomological Society. Vol. XVII. No.3

http://en.wikipedia.org/wiki/

Tacca_leontopetaloides. diakses 23 April 2011 Noerdjiti W A, S Adisoemarto dan YR Suhardjono.

1987. Mengungkap jenis jenis serangga hama Convolvulaceae. Prosiding Kongres Entomologi II. Perhimpunan Entomologi Indonesia.

(14)

50 Pudjiastuti, LE. 2005. Mengenal kerabat kepik. Pusat

Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. ISBN 979-579-085-4.

Rentz DCF. 1991. Orthoptera . Dalam: The Insects of Australia. Naumann ID, PB Carne, JF Lawrence, ES Nielsen, JP Spradbery, RW Taylor, MJ Whitten, & MJ Littlejohn (eds), 369-393. Melbourne University Press.

Roth, L M, & Willis E R. 1961. A study of bisexual and parthenogenetic strains of Pycnocelus surinamensis (Blattaria: Epilampinae). Ann.ent.Soc. Am.54:12-25

Roth, LM. 1979. Cockroaches and plants. Horticulture, August: 12-13 (19)

Sutrisno, Hari dan Darmawan. 2010. Kupu Malam Ternate. Edisi Kajian Biodiversitas Serangga, Indonesian Institute of Sciences & Pusat peneliti Biologi-LIPI.

Upton M. 1991. Methods for Collecting, preserving and studying insect and allied form. The Australia Entomological Society Inc Canberra. 86 pp. Willemse, C. 1930. Fauna Sumatrensis (Bijrage

Nr.62). Preliminary Revition of the Acridiidae (Orthoptera). Tjddschrift voor Entomologie, uitgegeven door, De Nederlandsche Entomologische Vereeniging.

Willemse, LPM. 2001. Fauna Malaysiana, Pest Orthoptera of the Indo-Malayan Region. Backhuys Publishers: Leiden,

Erniwati

Museum Zoologicum Bogoriense Bidang Zoologi, Puslit Biologi – LIPI Gd. Widyasatwaloka, Jl. Raya Jakarta – Bogor KM. 46 Cibinong 16911 Email: erni_erniwati@yahoo.com Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 43-51

(15)

51

Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 43-51

No. Jenis Famili Ordo Stadia Bagian tan.

1. Pyralis pictalis Curtis Pyralidae Lepidoptera Larva Daun 2. Catantops splendens

(Thunberg) Acridiidae Orthoptera

Dewasa dan

nimfa Daun

3. Conocephalus maculatus Le

Guillou Tettigonidae Orthoptera

Dewasa dan

nimfa Daun

4 Patiscus dorsalis Stal Gryllidae Orthoptera Dewasa Daun 5. Cycloptilum majus

Chopard Gryllidae Orthoptera

Dewasa dan

nimfa Daun

6. Pycnocelus surinamensis L Blaberidae Blatodea Dewasa Akar 7. Graptoblatta notulata Stal Blattidae Blatodea Dewasa Daun

8. Leptocorixa varicornis F Alydidae Hemiptera Dewasa Daun dan buah 9. Riptortus linearis L Alydidae Hemiptera Dewasa Daun dan buah

LAMPIRAN

Gambar

Tabel 1. Jenis Serangga yang ditemukan pada  tanaman kecondang di Kepulauan Karimunjawa

Referensi

Dokumen terkait

Profesi Untuk Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Kelas XI MA di Kota Semarang. Program Studi Pendidikan Bahasa Arab. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing. Fakultas Bahasa

Difteri merupakan penyakit yang sangat menular, sehingga adanya wabah difteri ini sebaliknya juga dapat menyerang petugas yang melakukan kegiatan ini.... Analisis

Berdasarkan hasil penelitian tentang kebutuhan sistem monitoring pasien berbasis fuzzy Control pada rumah sakit, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) dalam melakukan deteksi

Dari hasil uji statistik t dapat dilihat bahwa variabel inflasi berpengaruh positif tidak signifikan terhadap tingkat NPF pada 11 bank syariah di Indonesia yang

Setelah diberikan intervensi pada kelompok kontrol menjadi 30,11 dan kelompok perlakuan 22,4.Kesimpulan bahwa ada perbedaanrerata kualitas hidup kelompok perilaku dan

Dalam penulisan skripsi ini penulis berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan hasil yang terbaik, namun sebagai manusia biasa penulis tidak lepas dari

Perusahaan non regulated, dengan alasan pada umumnya perusahaan milik pemerintah ( regulated ) cenderung membagikan deviden yang konstan, berapapun besarnya keuntungan