• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONFLIK BATIN TOKOH TARI DALAM NOVEL WEDDING AGREEMENT KARYA MIA CHUZ: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KONFLIK BATIN TOKOH TARI DALAM NOVEL WEDDING AGREEMENT KARYA MIA CHUZ: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK BATIN TOKOH TARI DALAM NOVEL WEDDING AGREEMENT KARYA MIA CHUZ: KAJIAN PSIKOLOGI

SASTRA

SKRIPSI

Oleh

Nikke Yulanda

170701076

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nikke Yulanda

Nim : 170701076

Program Studi : Sastra Indonesia

Fakultas : Ilmu Budaya

Judul Skripsi : Konflik Batin Tokoh Tari Dalam Novel Wedding Agreement Karya Mia Chuz:

Kajian Psikologi Sastra.

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat penelitian yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat penelitian atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar yang saya peroleh.

Medan, Juli 2021 Penulis

Nikke Yulanda Nim 170701076

(5)

KONFLIK BATIN TOKOH TARI DALAM NOVEL WEDDING AGREEMENT KARYA MIA CHUZ: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

Oleh:

Nikke Yulanda

ABSTRAK

Karya sastra merupakan dunia imajinatif hasil kreasi pengarang. Salah satu jenis karya sastra adalah novel. Novel Wedding Agreement karya Mia Chuz terdapat konflik batin yang dialami oleh tokoh Tari dalam mempertahankan pernikahannya. Penulis skripsi ini dilakukan dengan tujuan menentukan bentuk-bentuk konflik batin tokoh Tari dan mendeskripsikan faktor penyebab konflik batin tokoh Tari. Manfaat penelitian ini untuk memperkaya pengkajian dan pengapresian karya sastra Indonesia, serta membantu pembaca memahami bentuk-bentuk konflik batin tokoh Tari dan faktor penyebab konflik batin tokoh Tari yang terdapat dalam novel Wedding Agreement karya Mia Chuz. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, penulis menelaah novel Wedding Agreement karya Mia Chuz dengan menerapkan teori Dirgagunarsa dalam pendekatan psikologi sastra. Pengkajian data penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan cara menghubungkan novel Wedding Agreement dengan teori Dirgagunarsa dalam pendekatan psikologi sastra, maka dapat ditentukan bentuk-bentuk konflik batin tokoh Tari seperti konflik mendekat-mendekat yaitu memilih mencoba mempertahankan pernikahan, konflik mendekat- menjauh yaitu harapan tidak sesuai dengan kenyataan, dan konflik menjauh-menjauh yaitu pergi meninggalkan suaminya. Selanjutnya terdapat faktor penyebab konflik batin tokoh Tari seperti faktor internal yaitu rasa benci pada orang lain, rasa ragu pada diri sendiri serta rasa takut pada diri sediri, dan faktor eksternal yaitu sikap suaminya, dipengaruhi oleh sahabatnya, dipengaruhi oleh adiknya, dan kekasih suaminya.

Kata Kunci: karya sastra, novel, konflik batin, tokoh Tari dan psikologi sastra.

(6)

PRAKATA

Puji syukur kehadhirat Tuhan Yang Maha Esa penulis ucapkan, karena rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat mmenyelesaikan skripsi dengan judul “Konflik Batin Tokoh Tari dalam Novel Wedding Agreement Karya Mia Chuz: Kajian Psikologi Sastra”. Skripsi ini disusun untuk memeroleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penyelesaian skripsi ini, peneliti banyak menerima bantuan, bimbingan, pengarahan, dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Dr. Dra. T. Thyrhya Zein, M.A sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., PhD sebagai Wakil Dekan I, Dra.

Heristina Dewi, M.Pd sebagai Wakil Dekan II, dan Mhd Pujiono, S.S., M.Hum., PhD sebagai Wakil Dekan III.

2. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P sebagai ketua Program Studi Sastra Indonesia. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum sebagai sekertaris Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

3. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak berperan untuk menasehati dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis merasa bersyukur sekaligus berterima kasih atas kebaikan, kesabaran, waktu, dan tenaga yang telah diberikan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

(7)

4. Dr. Drs. Hariadi Susilo, M.Si dan Emma Marsela, S.S. M.Si sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis.

5. Bapak dan Ibu Staff pengajar Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang banyak memberikan ilmu bermanfaat kepada penulis.

6. Bapak Joko yang banyak membantu penulis mengurus keperluan administrasi.

7. Kepada Kedua Orang Tua yang sangat penulis sayangi Ayahanda Siswanto dan Ibunda Nuraini yang selalu mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas motivasi dan cinta kasih sayang kepada penulis sehingga penulis menjadi anak yang lebih sabar dan mandiri.

8. Kepada kakak Dolly Siska Rani dan adik Della Aisyah Syah Fitri yang selalu mendoakan penulis dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada kakek Misjan, nenek Rukiah dan kakek saidi, nenek sujiem yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepada abang Abi Mayu Sembiring yang selalu mendoakan, mendukung, dan memberi semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih telah berpastisipasi untuk membantu mengurus segala keperluaan penulis dalam menyelesaiakan skripsi ini.

11. Kepada Wan Putri Dessy Ariyani, Angela Novita Sitanggang, Indah Pratiwi dan Faradina Barqah yang selalu menemani selama masa

(8)

kuliah serta memberikan motivasi dan saran kepada penulis untuk menyelesaiakan skripsi ini.

12. Kepada teman-teman stambuk 2017 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined.

PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

PRAKATA... vi

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB IIKONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Konsep ... 7

2.1.1 Novel ... 7

2.1.2 Konflik Batin ... 8

2.1.3 Tokoh Utama ... 9

2.1.4 Psikologi Sastra ... 10

2.2 Landasan Teori ... 11

2.2.1 Pendekatan Psikologi sastra ... 11

2.2.2 Teori Konflik Batin ... 14

2.3 Tinjauan Pustaka ... 15

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 21

3.1 Metode Penelitian ... 21

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 21

3.2.1 Sumber Data ... 23

(10)

3.2.2 Data ... 24

3.2.3 Metode Analisis Data ... 25

BAB IVKONFLIK BATIN TOKOH TARI DALAM NOVEL WEDDING AGREEMENT KARYA MIA CHUZ KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA ... 29

4.1 Bentuk-Bentuk Konflik Batin Tokoh Tari dalam Novel Wedding Agreement ... 29

4.1.1 Konflik Mendekat-Mendekat (approach-approach conflict) ... 30

4.1.2 Konflik Mendekat-Menjauh (approach-avoidance conflict) ... 34

4.1.3 Konflik Menjauh-Menjauh (avoidance-avoidance conflict) ... 39

4.2 Faktor Penyebab Konflik Batin Tokoh Tari dalam Novel Wedding Agreement ... 42

4.2.1 Faktor Internal ... 42

4.2.2 Faktor Eksternal ... 45

BAB VSIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Simpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA... 55

Lampiran 1 ... 59

Sinopsis Novel Wedding Agreement ... 59

Lampiran 2 ... 61

Biografi ... 61

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teeuw (1984 : 20) sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sanskerta kata sas, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran tra biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti alat untuk mengajar, berbentuk buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran.

Tantawi (2014: 51) karya sastra memiliki dua aspek kepentingan bagi pembacanya. Pertama, aspek hiburan, karya sastra dapat memberikan kenyamanan dan kenikmatan bagi para pembacanya, untuk menghilangkan rasa susah dan lelah. Oleh karena itu, dapat diperkirakan karya sastra akan tetap bertahan menjadi sumber bacaan bagi semua lapisan usia di semua bangsa dipermukaan bumi ini. Di samping itu juga novel atau karya fiksi lebih banyak dikarang dan diterbitkan dibanding karya ilmiah.

Kedua, untuk menyampaikan pesan yang berharga bagi pembacanya.

Melalui pembaca karya sastra, pembaca dapat mengambil manfaat yang berhubungan dengan kehidupan. Misalnya mengambil nilai kehidupan, mengambil nilai pendidikan, nilai moral, agama, kemasyarakatan, bahkan karya sastra dapat menjadi salah satu acuan sumber sejarah yang hendak dituliskan untuk suatu kaum atau bangsa.

Siswanto (2008: 79) karya sastra merupakan gabungan dari kenyataan dan khayalan. Semua yang diungkapkan oleh pengarang dalam sastranya

(12)

adalah hasil pengalaman dan pengetahuannya juga, yang diolah dengan imajinasinya.

Menurut Nurgiyantoro (dalam Sudigdo, 2014: 2) karya sastra merupakan dunia imajinatif hasil kreasi pengarang setelah merefleksi lingkungan sosial kehidupannya. Salah satu jenis karya sastra adalah novel.

Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih komplek.

Menurut Sayuti (dalam Darmalia, 2017: 3) konflik memiliki fenomena yang berbeda-beda. Manusia yang mengalami masalah yang tidak terpecahkan akan menimbulkan konflik. Salah satu masalah yang dialami oleh manusia adalah konflik dalam kehidupannya. Konflik lahir dari kenyataan yang terdapat perbedaan baik batin, emosi, kebudayaan, kebutuhan kepentingan, maupun pola-pola perilaku antar individu, antar kelompok yang terjadi dalam suatu masyarakat.

Konflik adalah kejadian yang tergolong penting, wujud dari isi konflik akan dikembangkan oleh pengarang. Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik melalui berbagai peristiwa. Misalnya, peristiwa- peristiwa manusiawi yang sensasional, yang sedang berkaitan satu dengan yang lain dan menyebabkan munculnya konflik-konflik dalam cerita.

Konflik bersifat tidak menyenangkan yang terjadi oleh tokoh-tokoh dalam cerita.

(13)

Tokoh dalam novel yaitu pelaku dalam cerita, tokoh memegang peran penting karena merupakan pusat dari pengisahan. Menurut Jones (dalam Dewi, 2019: 1), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas mengenai seseorang yang ditampilkan dalam suatu cerita. Sastra selalu menampilkan berbagai bentuk permasalahan, pertentangan, percekcokkan, ataupun perselisihan yang dialami oleh tokoh-tokoh ceritanya. Permasalahan, pertentangan, percekcokan, ataupun perselisihan ini sering dikenal dalam istilah konflik.

Psikologi sastra dan karya sastra saling berkaitan karena bila ingin melihat dan mengenal manusia diperlukan psikologis. Manusia sering mengalami konflik yang bermula dari sikap kejiwaan tertentu serta sampai kepada titik kepermasalahan kejiwaan. Menurut Noor (dalam Sudigdo, 2014:

2-3) untuk kejiwaan tokoh itu dapat berupa konflik batin, kepribadian ganda, tingkah laku, perubahan karakter dan gejolak emosi. Seseorang dapat terganggu karena ada masalah yang berat yang harus ia hadapi tapi tidak tahu harus berbuat apa. Karena batin atau kejiwaan seseorang itu sangat unik sehingga perlu memahami masalah tersebut dengan bantuan psikologis.

Penelitian ini membahas tentang konflik batin tokoh Tari dalam novel Wedding Agreement dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra.

Konflik batin yang ada dalam novel Wedding Agreement karya Mia Chuz membahas tentang tekanan batin atau konflik batin yang dialami oleh tokoh Tari yang disebabkan oleh berbagai cobaan yang terus menerus di dalam rumah tangganya. Wedding Agreement ini berkisah tentang pilunya cinta

(14)

sepihak akibat perjodohan pernikahan antara Tari Hapsari (Tari) dan suaminya Byantara Wicaksana (Byan). Kisah perjodohan mereka bermula ketika mama mertuanya sedang kritis karena sakit kangker. Suaminya kemudian menyetujui keinginan mamanya untuk menjodohkannya dengan Tari. Tari merupakan gadis yatim piatu, ia merupakan gadis yang mandiri tetapi sangat patuh. Sehingga ia setuju ketika dijodohkan dengan suaminya.

Perniakahan mereka pun berlangsung hikmat dan meriah. Tari juga mulai bisa mencintai suaminya. Namun, ketika hari pertama mereka tinggal bersama, tiba-tiba suaminya menyerahkan surat perjanjian penikahan. Dalam perjanjian itu, suaminya ingin mereka bercerai selama satu tahun kedepan.

Selama ini suaminya hanya berpura-pura mau dijodohkan untuk membahagiakan hati mamanya. Suaminya juga mengaku sudah memilki kekasih yang telah dipacarinya selama lima tahun. Meski sakit hati, Tari menolak perjanjian itu dan tetap memilih berbakti pada suaminya. Tari mencoba meluluhkan hati suaminya dengan terus berbakti sebagai istri, tetapi suaminya tetap mengabaikannya. Bahkan, pacarnya berani datang kerumah mereka. Tari merasa perjuangannya sia-sia dan akhirnya memilih menyerah mempertahankan pernikahannya.

Berdasarkan latar belakang, penulis tertarik menganalisis bentuk konflik batin dan faktor penyebab konflik batin tokoh Tari dalam novel Wedding Agreement karya Mia Chuz lebih mendalam mengenai psikologi sastra. Selain itu, novel ini belum pernah dianalisis dalam tinjauan psikologi sastra.

(15)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah bentuk konflik batin tokoh Tari dalam novel Wedding Agreement?

2. Apa sajakah faktor penyebab konflik batin tokoh Tari dalam novel Wedding Agreement?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini membatasi masalah tentang bentuk konflik batin tokoh Tari, dan faktor penyebab konflik batin tokoh Tari dalam novel Wedding Agreement karya Mia Chuz.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Menentukan bentuk konflik batin tokoh Tari dalam novel Wedding Agreement.

1.4.2 Mendeskripsikan faktor penyebab konflik batin tokoh Tari dalam novel Wedding Agreement.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat. Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua jenis manfaat yaitu, manfaat teoretis dan manfaat

(16)

1.5.1 Manfaat Teoretis

1.5.1.1 Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian sastra tentang konflik batin melalui kajian psikologi sastra.

1.5.1.2 Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pembaca novel melalui kajian psikologi sastra.

1.5.2 Manfaat Praktis

1.5.2.1 Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti mengenai kajian psikologi sastra.

1.5.2.2 Hasil penelitian ini dapat menambah aspirasi pembaca tentang kajian psikologi sastra.

(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

Konsep digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan, menggambarkan atau mendeskripsikan suatu topik pembahasan.

Konsep yang dimaksud adalah gambaran dari objek yang akan dianalisis berupa novel Wedding Agreement karya Mia Chuz dalam tulisan ilmiah yang berjudul Konflik Batin Tokoh Tari dalam novel Wedding Agreement karya Mia Chuz: Kajian Psikologi sastra.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka untuk bab selanjutnya, yaitu sebagai berikut.

2.1.1 Novel

Novel merupakan karangan fiksi yang berbentuk prosa yang didalamnya menceritakan suatu periode kehidupan pelaku utamanya. Di dalam novel selalu ada bagian-bagian yang berkembang menjadi alur atau jalan cerita Jasin (dalam Tantawi, 2014: 56).

Novel berasal dari kata latin novelius yang diturunkan pula pada kata noveis yang berarti baru. Dikatakan baru karena jika dibandingkan dengan

jenis-jenis karya sastra lain seperti puisi, drama, dan lain-lain maka jenis novel muncul setelahnya Tarigan (dalam Yanti, 2015: 3).

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa novel merupakan buah pikiran pengarang yang sengaja direka untuk menyatakan

(18)

buah pikiran atau ide, diolah penulis yang dihubungkan dengan kejadian atau peristiwa disekelilingnya, bisa juga merupakan pengalaman orang lain maupun pengalaman penulis, pola penulisan mengalir secara bebas yang tidak terikat oleh kaidah seperti yang terdapat pada puisi.

2.1.2 Konflik Batin

Lamalian (2019: 1) konflik merupakan suatu permasalahan yang dapat dialami setiap orang. Konflik juga merupakan suatu pertentangan yang biasanya dialami individu dan tidak sesuai dengan prinsip yang dipegang oleh setiap individu. Kehidupan pribadi yang dialami setiap tokoh di dalam kehidupan bermasyarakat dapat memuat individu mengalami ketidaksesuaian dengan psinsip dan bertolak belakang dengan kehidupan pribadi. Kejiwaan yang ada di dalam diri individu sulit untuk dipahami dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut sama dengan kehidupan nyata, konflik bisa terjadi karena adanya perbedaan pendapat, perbedaan kepentingan dan gejolak atau penolakan yang dialami individu dalam dirinya yang tidak sesuai dengan pendirian maupun prinsip yang dialami setiap individu. Pada karya sastra, konflik merupakan bagian terpenting dalam sebuah cerita. Berdasarkan pemaparan tersebut, di dalam sebuah cerita tentu akan lebih menarik dan membuat pembaca memiliki rasa penasaran untuk membaca sebuah cerita hingga selesai.

Tara (2019: 2) konflik yang dihadirkan oleh seorang pengarang dalam cerita biasanya tidak luput dari kenyataan bahwa keberadaannya memang merupakan bagian dari kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial yang

(19)

hidup berdampingan, seringkali timbul berbagai konflik yang dipicu oleh beragam motif. Banyaknya permasalahan yang ada dalam kehidupan nyata yang disuguhkan seorang penulis melalui kayanya menjadikan sebuah karya sastra mengandung aspek-aspek kejiwaan yang sangat kaya. Dengan demikian, untuk mengimbangi hal tersebut maka diperlukan peran psikologi sastra. Psikologi sastra sendiri merupakan suatu ilmu yang memiliki kreativitas dan bersifat interdisipliner. Tujuan dari psikologi sastra adalah untuk memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya.

Konflik batin merupakan tipe yang paling erat kaitannya dengan emosi individu hingga tingkat keresahan yang paling tinggi. Konflik dapat muncul dari dua penyebab, karena beban pikiran atau karena ketidak sesuaian seseorang dalam melaksanakan peranan. Dalam kondisi pertama seseorang mendapat beban berlebihan akibat status (kedudukan) yang dimiliki, sedangkan dalam kondisi kedua seseorang tidak memiliki kesesuaian yang cukup untuk melaksanakan peranan sesuai dengan statusnya Ahmadi (dalam Agustina, 2015:3).

2.1.3 Tokoh Utama

Nurgiyantoro (1995: 176-177) tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap

(20)

halaman buku cerita yang bersangkutan. Misalnya tokoh Tari dalam novel Wedding Agreement karya Mia Chuz.

Tokoh Tari dalam novel Wedding Agreement karya Mia Chuz ini merupakan tokoh utama. Tokoh Tari pada novel Wedding Agreement karya Mia Chuz selalu mengalami konflik batin di dalam pernikahan yang dijalaninya. Namun pada kenyataannya Tari mencoba meluluhkan hati suaminya dengan terus berbakti sebagai seorang istri, karena Tari tidak ingin menjadi istri yang durhaka tetapi suaminya tetap mengabaikannya. Bahkan, pacarnya berani datang kerumah mereka. Tari merasa perjuangannya sia-sia dan akhirnya memilih menyerah mempertahankan pernikahannya.

2.1.4 Psikologi Sastra

Endraswara (2013: 96) psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Psikologi sastra mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala jiwa kemudian akan diolah ke dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Berdasarkan pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di sekitar lingkungan pengarang, maka akan terperoses secara imajinasi ke dalam teks sastra.

Jaelani (2012: 1) pskologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh fiksional yang terkandung dalam sastra. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra, sebab semata-mata dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan dicangkokan dan diinvestasikan. Penelitian psikologi sastra dilakukan dengan

(21)

dua cara. Pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian diadakan analisis terhadap suatu karya sastra sebagai objek penelitian. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk dianalisis.

Menurut Wiyatmi (dalam Dmalia, 2017: 2) menjelaskan bahwa

“psikologi sastra terlahir sebagai salah satu jenis kajian sastra yang digunakan untuk membaca dan menginterpretasikan karya sastra, pengarang karya sastra dan pembacanya dengan menggunakan berbagai konsep dan kerangka teori yang ada dalam psikologi.” Pemahaman manusia dalam sastra akan lengkap apabila dijunjung oleh psikologi, begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti bahwa teori penelitian psikologi sastra berupa keterkaitan antara psikologi sastra dan teori psikologi.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pendekatan Psikologi sastra

Menurut Endrawara (dalam Minderop 2010: 59) psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra. Mempelajari psikologi sastra sebenarnya sama halnya dengan mempelajari manusia dari sisi dalam.

Mungkin aspek „dalam‟ ini yang acap kali bersifat subjektif, yang membuat para pemerhati sastra menganggapnya berat. Sesungguhnya belajar psikologi sastra amat indah, karena dapat memahami sisi kedalam jiwa manusia, jelas

(22)

amat luar dan amat dalam. Makna interpretatif terbuka lebar. Daya tarik psikologi sastra ialah pada masalah manusia yang melukiskan potret jiwa.

Tidak hanya jiwa sendiri yang muncul dalam sastra, tetapi juga bisa mewakili jiwa orang lain. Setiap pengarang kerap menambahkan pengalaman sendiri dalam karyanya dan pengalaman pengarang itu sering pula dialami oleh orang lain.

Endraswara (2013: 96) psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Psikologi sastra mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan, pengarang akan menangkap gejala kejiwaan itu kemudian diolah ke dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di sekitar pengarang akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra.

Menurut Endraswara (dalam Minderop 2010: 54) penelitian psikologi sastra dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya: (1) adanya anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang, (2) kajian psikologi sastra di samping meneliti perwatakan tokoh secara psikologis juga aspek-aspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika menciptakan suatu karya. Menurut Jaelani (2012: 4) psikologi sastra merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan menyangkut batin manusia. Lewat pendekatan psikologi sastra akan terlihat bahwa fungsi dan peran sastra adalah untuk memperlihatkan citra manusia yang lebih adil dan hidup atau lebih memancarkan bahwa karya sastra hakikatnya bertujuan untuk melukiskan kehidupan manusia.

(23)

Menurut Wellek dan Werren (dalam Endraswara, 2013: 98) psikologi sastra memiliki landasan pijak yang kokoh. Karena baik sastra maupun psikologi sama-sama mempelajari kejiwaan hidup manusia. Bedanya, sastra mempelajari manusia sebagai ciptaan pengarang, sedangkan psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan Illahi secara rill (nyata). Namun sifat- sifat manusia dalam psikologi maupun sastra sering menunjukkan kemiripan, sehingga psikologi sastra memang tepat dilakukan. Meskipun karya sastra bersifat kreatif dan imajinasi, pencipta sering memanfaatkan teori-teori psikologi untuk menghidupkan tokoh-tokohnya. Seperti teori konflik batin tokoh-tokoh dalam karya sastra. Dengan demikian pengetahuan psikologi dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam menelusuri sebuah karya sastra secara tuntas.

Nurgiyantoro (1995: 122-124) konflik dalam cerita dibedakan menjadi dua jenis, yaitu konflik eksternal dan konflik internal. Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya, seperti lingkungan alam dan lingkungan manusia atau sosial.

Konflik internal adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita. Konflik internal ini merupakan konflik manusia yang dialami dengan dirinya sendiri. Misalnya hal ini terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda atau masalah-masalah lainnya.

(24)

2.2.2 Teori Konflik Batin

Konflik batin merupakan tipe yang paling erat kaitannya dengan emosi individu hingga tingkat keresahan yang paling tinggi. Konflik dapat muncul dari dua penyebab, karena kelebihan beban atau karena ketidak sesuaian seseorang dalam melaksanakan peranan. Dalam kondisi pertama seseorang mendapat beban berlebihan akibat status (kedudukan) yang dimiliki, sedang dalam kondisi kedua seseorang tidak memiliki kesesuaian yang cukup untuk melaksanakan peranan sesuai dengan statusnya Ahmadi (dalam Agustina, 2015:3).

Menurut Dirgagunarsa (dalam Sobur, 2016: 253-254) konflik mempunyai beberapa bentuk sebagai berikut:

a. Konflik mendekat-mendekat (approach-approach conflict)

Konflik ini timbul jika suatu ketika terdapat dua motif yang semuanya positif (menyenangkan, menguntungkan) sehingga muncul kebimbangan untuk memilih salah satu diantaranya. Memilih satu motif berarti mengorbankan atau mengecewakan motif lain yang tidak dipilih.

b. Konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict)

Konflik ini timbul jika dalam waktu yang sama timbul dua motif yang berlawanan mengenai satu objek, motif yang satu positif (menyenangkan), yang lain negatif (merugikan, tidak menyenagkan).

Oleh karena itu, ada kebimbangan apakah akan mendekati atau menjauhi objek itu.

(25)

c. Konflik menjauh-menjauh (approach-avoidance conflict)

Konflik ini terjadi apabila pada saat yang bersamaan timbul dua motif yang negatif dan muncul kebimbangan karena menjauhi motif yang satu berarti harus memenuhi motif lain yang juga negatif.

Menurut Dirgagunarsa (dalam Sobur, 2016: 254), pada umumnya konflik dapat dikenali karena beberapa ciri sebagai berikut:

1) Terjadi pada setiap orang dengan reaksi yang berbeda untuk rangsangan yang sama. Hal ini tergantung pada faktor-faktor yang sifatnya pribadi.

2) Konflik terjadi apabila motif-motif mempunyai nilai yang seimbang atau kira-kira sama sehingga menimbulkan kebimbangan dan ketegangan.

3) Konflik dapat berlangsung dalam waktu yang singkat, mungkin beberapa detik, tetapi dapat juga berlangsung lama, berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian karya ilmiah, karena pada dasarnya suatu penelitian berasal dari acuan yang mendasarinya. Untuk mengetahui keaslian dari penelitian ini, dipaparkan beberapa tinjauan pustaka yang telah dimuat dalam bentuk skripsi dan jurnal. Tinjauan pustaka tersebut sebagai berikut :

1. Skripsi dari Wiwik Rahayu, mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra

(26)

Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Univeritas Negeri Yogyakarta 2015, yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Detik Terakhir Karya Alberthiene Endah”. Skripsi tersebut

mendeskripsikan: (1) Wujud konflik batin pada tokoh utama dalam novel Detik Terakhir karya Alberthiene Endah; (2) Faktor-faktor yang melatarbelakangi konflik batin tokoh utama dalam novel Detik Terakhir; dan (3) Bentuk penyelesaian konflik batin tokoh

utama dalam novel Detik Terakhir. Data yang dilakukan dengan teknik membaca dan mencatat, sedangkan analisis data dilakukan dengan teknik heuristik-hermencutik. Hasil penelitian (1) Wujud konflik batin pada tokoh utama dalam novel Detik Terakhir meliputi pertentangan terhadap pilihan yang tidak sesuai dengan keinginan, kebimbangan dalam menghadapi permasalahan, dan harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. (2) Faktor-faktor yang melatarbelakangi konflik batin tokoh utama dalam novel Detik Terakhir meliputi faktor internal seperti membenci diri

sendiri, dan cemas akan masa depan. Faktor eksternal meliputi lingkungan sosial yang kurang mendukung, krisis simpati dari orang tua, dan penghianatan orang terdekat. Faktor yang paling mempengaruhi ialah faktor eksternal. (3) Bentuk penyelesaian konflik batin tokoh utama dalam novel Detik Terakhir ditunjukkan dengan menutup diri, menghindari komunikasi, represi ditunjukkan dengan percobaan bunuh diri, dan melarikan diri dari panti

(27)

rehabilitasi. Adapun bentuk penyelesaiannya yang sering dilakukan tokoh utama adalah bentuk proyeksi.

2. Skripsi dari Fransiska Wenny Wulandari mahasiswi Jurusan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitaas Sanata Dharma 2018, yang berjudul “Analisis Konflik Batin Tokoh Utama Tegar Dalam Novel Sunset dan Rosie Karya Tere Liye (Pendekatan Psikologi Sastra)”. Skripsi tersebut mendeskripsikan Konflik batin tokoh utama Tegar dalam novel Sunset dan Roise karya Tere Liye. Tujuan Penelitian ini yaitu

mendesskripsikan alur, tokoh, pernokohan, dan latar yang terdapat dalam novel Sunset dan Rosie untuk mengetahui bagaimana konflik batin tokoh Tegar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripyif kualitatif. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan unsur intrinsik berupa alur, tokoh, pernokohan, dan latar, serta konflik batin tokoh utama Tegar akibat tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Hasil analisis menunjukkan bahwa novel Sunset dan Rosie karya Tere Liye terdapat tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah Tegar, sedangkan tokoh tambahan adalah Nathan, Rosie dan Sekar.

Pernokohan menggunakan teknik dramatic. Alur dan novel Sunset dan Rosie karya Tere Liye meliputi delapan unsur, yaitu paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian, dan selesaian. Latar yang digambarkan novel ini adalah latar tempat,

(28)

latar waktu dan latar sosial. Konflik batin tokoh utama Tegar muncul karena tidak terpenuhinya beberapa aspek, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan, tidak terpenuhinya akan cinta dan memiliki, tidak terpenuhinya kebutuhan akan penghargaan, dan tidak terpenuhinya akan aktualisasi diri. Akibat diri tidak terpenuhi kebutuhan dasar tersebut adalah rasa sedih, rasa benci, rasa marah, rasa kecewa dan putus asa.

3. Jurnal dari Putri Bekti Novianty dan Rusdian Noor Dermawan Universitas Sarjanawiyata TamanSiswa Yogyakarta 2018, yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Utama Pada Novel Lelaki Harimau Karya Eka Kurniawan: Pendekatan Psikologi Sastra”. Jurnal ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) Alur dalam novel Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan; (2) Tokoh dan pernokohan dalam

novel Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan; (3) Latar atau setting dalam novel Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan; (4) Konflik batin dalam novel Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan; (5) Penyebab konflik batin tokoh daam novel Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.

Data penelitian berupa satuan peristiwa yang berupa kalimat dan paragraf yang terdapat dalam novel Lelaki Harimau. Sumber data penelitian berupa novel Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan.

Instrumen penelitian ini berupa peneliti itu sendiri yang dibekali oleh teori. Tekni pengumpulan data penelitian dilakukan dengan

(29)

membaca keseluruhan isi novel, mengamati, dan mencatat data- data yang diperoleh. Teknik analisis data dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian in: (1) Alur dalam novel Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan adalah alur campuran; (2)

Tokoh dan pernokohan, tokoh utama dalam novel Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan adalah Margio dengan karakter jujur, dapat dipercaya, lugu dan penyayang; (3) Latar tempat di dalam novel Lelaki Harimau adalah Desa 131, surau, warung Agung Sofyan,

rumah Margio; (4) Wujud konflik batin tokoh utama dalam novel Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan disebabkan oleh tokoh

utama dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang sangat kekurangan tidak membuat tokoh utama merasa bahagia; (5) Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik batin tokoh utama dalam novel Lelaki Harimau karya Eka Kurniawan, faktor intenal dan faktor eksternal.

4. Skripsi dari Nurul Pratiwi Universitas Muhammadiyah Makassar 2020, yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Utama Dalam Novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan Karya Ihsan Abdul Quddus”.

Skripsi tersebut mendeskripsikan konflik batin yang dialami Suad, dapat terlihat dari konflik batin yang terjadi pada tokoh utama novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus: Kajian Psikologi Sastra menurut Teori Kurt Lewin.

Metode yang digunakan adalah metode deskripsi dengan

(30)

menggunakan analisis kualitatif yaitu mendeskripsikan konflik batin yang terjadi pada tokoh utama. Pengumpulan data digunkan dengan membaca dan mencatat. Sumber penelitian ini adalah novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus

dengan jumlah halaman 228 yang diterbitkan oleh Pustaka Alpabet, 2012 cetakan pertama. Data penelitian ini adalah adanya konflik batin yang terjadi pada tokoh utama novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan karya Ihsan Abdul Quddus: Kajian Psikologi Sastra

menurut teori Kurt Lewin. Hasil penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Adanya konflik batin yang terjadi pada tokoh utama yaitu, berbakti dengan kegagalannya membina rumah tangga hingga dua kali dikarenakan menjadi pilihan antara kehidupan pribadi atau karirnya.

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam mengkaji novel Wedding Agreement karya Mia Chuz adalah metode deskriptif kualitatif. Menurut

Aminuddin (dalam Wahyuni, 2017: 4) metode deskriptif kualitatif artinya menganalisis bentuk deskriptif tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan antar variabel. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, bukan angka-angka. Hasil penelitian berisikan kutipan-kutipan dari kumpulan data untuk memberikan ilustrasi. Pengkajian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok), keadaan fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data, melainkan meliputi analisis dan interpretasi. Pengkajian deskriptif menyarankan pada pengkajian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta atau fenomena yang secara empiris hidup pada penuturnya (sastrawan). Artinya, yang dicatat dan dianalisis adalah unsur-unsur dalam karya sastra seperti apa adanya.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik studi pustaka dengan cara membaca, menyimak, dan mencatat sehingga

(32)

penulis berdasarkan rumusan-rumusan masalah dan tujuan dalam penelitian ini. Menurut Dewi (2019: 3) teknik studi pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Teknik simak, yakni peneliti sebagai instrumen kunci melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data primer seperti novel Wedding Agreement dalam memperoleh data yang diinginkan dan terhadap

data sekunder sasarannya berupa buku, jurmal dan artikel.

a. Membaca berulang-ulang data primer yaitu novel Wedding Agreement karya Mia Chuz secara keseluruhan agar menemukan konflik batin tokoh Tari dalam novel tersebut.

b. Mengidentifikasi bagian-bagian konflik batin tokoh Tari pada novel Wedding Agreement karya Mia Chuz yang dianggap penting.

c. Mencatat dan menggolongkan data yang didalamnya mengandung konflik batin tokoh Tari yang terdapat dalam novel Wedding Agreement karya Mia Chuz guna mempermudah peninjauan ketika diperlukan.

(33)

3.2.1 Sumber Data

Sumber data yang akan diteliti adalah:

Judul : Wedding Agreement

Penulis : Mia Chuz

Tahun Terbit : 2020

Penerbit : PT Elex Media Komtindo

Gramedia

Tebal : 328 Halaman

Warna Sampul : Putih

Kertas : Bookpaper

ISBN : 720030140

(34)

3.2.2 Data

Dalam novel Wedding Agreement terdapat bentuk konflik batin menggunakan teori sobur dalam pendekatan psikologi sastra. Bentuk konflik batin yang terdapat pada novel Wedding Agreement karya Mia Chuz sebagai berikut:

Konflik Mendekat-Mendekat (approach-approach conflict) a. Memilih Mencoba Mempertahankan Pernikahan

Konflik ini terjadi ketika Bian terus-terusan bertemu dengan perempuan itu tanpa memperdulikan perasaan istrinya sehingga pada akhirnya Tari memikirkan untuk mencari cara agar pernikahannya terus bertahan dan suaminya bisa membuka hati untuknya.

"Aku ingin menjadi istrimu."

Bian tertegun dengan alis bertaut. "Maksud kamu?"

"Aku ingin selama sisa waktu pernikahan kita, kamu benar-benar memperlakukanku sebagai seorang istri," jelas Tari. "Kita melakukan hal yang biasa dilakukan pasangan lain.

"Seperti apa?" tanya bian tidak yakin.

"Yah, mirip-mirip yang kita jalani sekarang. Sarapan bareng, makan malam bareng, ngobrol, jalan-jalan di akhir minggu, belanja kebutuhan rumah tangga, nonton bioskop," jelas Tari. "Aku punya hak atas waktumu, kamu punya hak atas waktuku. Aku bebas menghubungumu kapan saja, berhak tahu segala kegiatanmu. Kalau aku minta jemput, kamu harus mau, kalau aku minta antar, kamu harus menyediakan waktu. Kalau ada acara di luar, kita datang sama-sama.”

(Chuz, 2020:139)

(35)

Kutipan di atas menjelaskan ketika Tari memilih mencoba untuk mempertahankan pernikahannya, Tari meminta kepada suaminya disisa waktu pernikahannya Tari ingin rumah tangganya diperlakukan layaknya pasangan suami istri. Seperti berbelanja bulanan bersama, dan pergi jalan- jalan di akhir minggu. Hal itu disetujui oleh suaminya, menurut suaminya tidak ada salahnya jika ia berteman baik dengan istrinya walaupun di awal pernikahan ia yakin tidak akan jatuh cinta kepada istrinya.

3.2.3 Metode Analisis Data

Sudigdo (2014: 10) dalam tahap analisis data, penulis menggunakan motode analisis interaktif. Dimana terdapat tiga komponen yang terdiri reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan cara yang dilakuakan peneliti dalam melakukan analisis untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga dapat menarik kesimpulan atau memperoleh pokok temuan.

b. Sajian Data

Agar mendapat gambaran yang jelas tentang data keseluruhan, peneliti perlu mengelompokkan data-data yang diperoleh, maka peneliti berusaha menyusunnya ke dalam penyajian data dengan baik dan jelas agar dapat dimengerti dan dipahami.

(36)

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan kegiatan penafsiran terhadap hasil analisis data. Penarikan kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Kesimpulan adalah jawaban dari rumusan masalah dan pertanyaan yang telah diungkapkan oleh peneliti sejak awal seperti bentuk konflik batin dan faktor penyebab konflik batin dalam novel Wedding Agreement karya Mia Chuz.

Konflik Mendekat-Menjauh (approach-avoidance conflict) a. Harapan Tidak Sesuai dengan Kenyataan

Dapat terlihat pada poin di atas bahwa Tari mengalami konflik batin. Ketika Tari tidak terima atas kesepakatan yang dibuat oleh suaminya. Tari menjankan pernikahannya dengan sungguh-sungguh namun berbeda dengan suaminya. Suaminya bahkan sudah berniat akan bercerai setelah satu tahun pernikahan mereka.

Tari merasa permintaan suaminya atas pernikahannya membuat batinnya terasa sakit ketika suaminya menyebutkan setiap poin di dalam kesepakatan yang dibuat oleh suaminya. Hal itu dapat terlihat pada kutipan berikut:

“Apa ini? Tari menatap lembaran kertas di meja dengan dahi menegernyit.

“Kesepakatan pernikahan,” terang Bian datar.

“Kesepakatan pernikahan? Maksudnya?” tanya Tari.

“Kesepakatan pernikahan selama kita menikah.”

Alis Tari bertaut. “Aku masih belum mengerti.”

“Kita menikah karena menuruti kemuan orang tua, bukan cinta.

Kamu tidak berencana untuk menikah selamanya bukan?”

“Maksud kamu, kita menikah hanya sementara, lalu pisah?”

(37)

Bian mengangguk. Tari hendak membuka mulut dan memprotes, tapi mengurungkannya.

“Aku akan mengurus keperluanku, kamu megurus keperluanmu.

Anggap saja kita dua orang yang asing yang hidup satu atap.” Ia berhenti dan menghela napas. “Kamu tidak perlu repot menyiapkan makanan untukku atau lainnya. Tidak perlu melakukan kewajiban seorang istri. Tidak juga harus meminta izin untuk melakukan sesuatu. Lakukan saja sesukamu.”

Tari merasakan nyeri di hatinya. Ternyata ini lebih buruk dari dugaan. Ia tahu ini bukan pernikahan impian. Mereka belum mengenal dengan baik satu sama lain. Ia hanya berharap mereka sama-sama mencoba membuat ini berhasil. Namun Bian sepertinya menganggap pernikahan ini tidak pernah ada. Bahkan sudah berniat berpisah pada hari pertama mereka menikah.

Tari menelusuri setiap poin, sampai matanya melebar ketika membaca yang tertulis di sana. “Ini maksudnya apa!” serunya tidak terima.

Bian mengambil kertas dari tangan istrinya dan membaca yang dimaksud. “Sudah jelas, kan?” awabnya datar.

“Jelaskan lagi,” pinta Tari ketus.

“Baik. Aku mungkin belum mengatakan ini kepadamu.” Bian mulai bercerita. “Sejak awal aku memang berencana untuk berpisah setelah satu tahun pernikahan. Mungkin kamu belum tahu kalau aku sudah punya bertunangan sebelumnya.”

Mata Tari melebar, napasnya tertahan. Ia tidak tahu suaminya sudah punya tunangan. Dadanya berdebar menunggu kelanjutannya.

“Aku mencintai Sarah, tunanganku. Sangat mencintainya. Kami sempat berencana menikah, tapi.. Mama tidak memberi restu.”

Suaminya mencintai perempuan lain. Tari merasakan nyeri di ulu hatinya. (Chuz, 2020: 18)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Tari merasakan sakit hati ketika suaminya memberikan kesepakatan pernikahan. Menurut Tari ini bukanlah pernikahan yang ia impikan bahkan lebih buruk dari dugaannya. Suaminya menjelaskan bahwan satu tahun kedepan mereka akan bercerai, dan suaminya juga menjelaskan bahwa ia sangat mencintai tungannya yang bernama Sarah.

(38)

Konflik Menjauh-Menjauh (avoidance-avoidance conflict) a. Pergi Meninggalkan Suaminya

Konflik ini terjadi ketika Tari melihat suaminya mementingkan kekasihnya Sarah dari pada Tari. Tari sangat sedih, ia menginginkan agar suaminya lebih mementingkan dirinya dari pada kekasihnya. Tari memutuskan pergi dari rumah untuk menenangkan diri setelah melihat kejadian di depan matanya bahwa suaminya sangat khawatir dengan perempuan itu. Hal ini dapat terlihat pada kutipan berikut:.

“Itu koper siapa?” tanya Bian bingung.

“Koperku.”

Alis Bian bertaut. “Kopermu? Kamu mau ke mana?”

Tari menarik napas panjang. Ia tidak boleh mundur lagi. Setelah semalaman berpikir, akhirnya ia mengambil keputusan. “A-aku perlu sendiri.” Jantungnya berpacu semakin cepat. Ia bisa mendengarkan detaknya kuat.

Ekspresi Bian semakin tidak mengerti. “Maksudmu?”

“A-aku akan pergi sementara waktu.”

Bian tersentak. “Kamu mau pergi ke mana?”

“Kamu tidak perlu tahu.” Suara Tari serak. Air matanya sudah menggenang.

“Apa maksudmu mau pergi semntara waktu?” tanya bian tidak sabar.

Wajahnya terlihat semakin lelah.

“Aku perlu waktu sendiri, untuk memikirkan semua ini.” Tari menahan isak. “Aku, kamu, dan pernikahan kita. Aku tidak bisa selamanya seperti ini. Terus-terusan sakit hati. Aku tidak tahan melihatmu bersam perempuan itu.” (Chuz, 2020: 183)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa ketika Tari memutuskan pergi dari rumah dan meninggalkan suaminya sementara waktu untuk menenangkan diri karena Tari melihat pada malam itu suaminya lebih mementingkan perempuan itu dari pada Tari.

(39)

BAB IV

KONFLIK BATIN TOKOH TARI DALAM NOVEL WEDDING AGREEMENT KARYA MIA CHUZ KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

4.1 Bentuk-Bentuk Konflik Batin Tokoh Tari dalam Novel Wedding Agreement

Pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah bentuk-bentuk konflik batin yang dialami oleh tokoh Tari dalam novel Wedding Agreement.

Konflik batin dalah konflik yang terjadi dari dalam hati, pikiran, dan jiwa seorang tokoh dalam cerita. Dalam penelitian ini tokoh Tari banyak mengalami konflik batin sehingga tujuan dalam penelitian ini yaitu menentukan bentuk-bentuk konflik batin dakam Tokoh Tari. Novel ini menceritakan tentang kesepakatan pernikahan yang dibuat oleh suami Tari yang bernama Biantara Wicaksana. Isi kesepakatan pernikahan yang di buat oleh suaminya berisi tentang kesepakatan satu tahun kedepan Bian dan Tari cerai, karena Bian telah memiliki kekasih yang bernama Sarah. Selama pernikahan Bian dan Tari pisah kamar. Tari adalah seorang wanita mandiri, cerdas, dan rendah hati. Tari juga bersahabat dengan Ami yang ceria.

Biantara Wicaksana adalah suami Tari. Bian adalah seorang pria yang cuek dan pekerja keras. Sarah adalah kekasih suami Tari. Sarah adalah seorang yang cantik dan manja.

Tokoh Tari merupakan tokoh utama dalam novel Wedding Agreement karya Mia Chuz. Tokoh tari mengalami konflik batin ketika suaminya mulai

(40)

didalam hatinya ketika kesepakatan apa saja yang disebutkan oleh suaminya.

Menurutnya pernikahan yang ia inginkan bukanlah pernikahan seperti ini, Tari ingin pernikahannya layaknya psangan suami dan istri lainnya. Karena penikahan adalah ibadah, Tari menjalankan pernikahan dengan sungguh- sungguh namun sangat berbeda dengan suaminya. Bahkan isi dalam kesepakatan pernikahan itu suaminya berniat untuk menceraikannya satu tahun kedepan dan akan menikahi kekasihnya yang bernama Sarah.

4.1.1 Konflik Mendekat-Mendekat (approach-approach conflict) a. Memilih Mencoba Mempertahankan Pernikahannya

Dapat terlihat pada poin di atas bahwa Tari mengalami konflik batin dalam dirinya. Setelah Tari memikirkan perihal tentang keretakan rumah tangganya. Tari memilih mencoba mencari cara untuk mempertahankan rumahtangganya dengan cara mengajak Bian datang bersama ke acara keluarga, berbelanja bersama, sarapan bersama, jalan-jalan di akhir minggu, membiasakan mencium tangan suaminya sebelum pergi dari rumah, dan pergi bersama untuk shalat subuh di masjid.

Tari mengalami konflik mendekat-mendekat di mana konflik yang terjadi pada diri Tari menunjukkan cara untuk memilih mencoba mempertahankan pernikahannya telah terpenuhi. Ketika suaminya menyetujui untuk sarapan bersama dengan istrinya, Tari terlihat bahagia ketika suaminya menyetujui permintaannya. Hal itu dapat terlihat pada kutipan berkiut:

(41)

“Sarapannya,” Tari meletakkan piring dan garpu di meja.

“Wow.” Bian terpana dengan hasil masakan istrinya.

Terlihat seperti masakan di kafe-kafe. “Apa ini topping-nya?”

“Nori, katsuobushi, mayones, dan saos takoyaki,” Tari menjelaskan sambil duduk di depan Bian. “Cobain.”

Bian mengambil garpu dan menusuk okonomiyaki yang sudah dipotong-potong. “Enak, mirip takoyaki, ya?”

“Iya, topping-nya mirip takoyaki, cuma adonanya aja yang sedikit beda. Istilahnya bakwan Jepang. (Chuz, 2020: 97)

Kutipan di atas menjelaskan ketika Tari mengajak suaminya sarapan dan suaminya langsung terpana dengan hasil masakan istrinya. Suaminya mulai mau memakan masakan yang disajikan oleh istrinya.

“Nanti siang kita belanja sekalian makan di luar,” ajak Bian.

Tari menatap curiga. “Yakin?”

“Yakin. Kenapa, kamu nggak percaya?”

“Nggak, males aja kalau aku sudah siap-siap terus kamu batalin.”

Bian tersenyum canggung. Apakah ia sering melakukann ini kepada istrinya? “Kali ini aku akan menepati janji.”

“Oke,” ucap Tari seraya senyum lebar. Tidak sabar untuk pergi berdua saja dengan suaminya. (Chuz, 2020: 99)

Kutipan di atas menjelaskan ketika suaminya mengajak Tari berbelanja dan makan siang di luar membuat Tari bahagia. Suaminya benar menyetujui kesepakatan yang Tari buat, bahwa Tari meminta di sisa waktu pernikahan suaminya harus melakukan layaknya pasangan suami istri yang sesungguhnya.

(42)

Tari mengikuti Bian ke teras. “Hati-hati.”

Bian berdiri kikuk di depan pintu. “Assalamu‟alaikum,”

pamitnya.Tiba-tiba saja Tari mendekat dan meraih tangan Bian.

“Wa‟alaikumssalam,” Jawab Tari seraya mencium tangan suaminya.

(Chuz, 2020: 120)

Kutipan di atas menjelaskan ketika Tari membiasakan mencium tangan suaminya sebelum pergi. Hal ini ia coba seperti pasangan suami istri lainnya.

“Akhir minggu ini ada acara?”

Bian mengingat-ingat. “Nggak.”

“Jalan, yuk.”

“Nggg... Aku ingin ke Dufan.”

“Dufan?!” Seru Bian heran. Kenapa istrinya tiba-tiba minta ke Dufan?

“Iya, Dufan. Kenapa?”

“Panas. Gimana kalau Trans Studio aja?”

“Nggak mau, ah. Aku maunya ke Dufan,” Tari kekeuh.

“Iya. Kita ke Dufan akhir pekan ini.”

“Oke” Tari pun tersenyum. (Chuz, 2020:128)

Kutipan di atas menjelaskan ketika Bian mengajak Tari jalan-jalan di akhir minggu sesuai keinginan istrinya sehingga membuat Tari tersenyum dengan penuh kemenangan.

"Aku ingin menjadi istrimu."

Bian tertegun dengan alis bertaut. "Maksud kamu?"

"Aku ingin selama sisa waktu pernikahan kita, kamu benar-benar memperlakukanku sebagai seorang istri," jelas Tari. "Kita melakukan hal yang biasa dilakukan pasangan lain.

"Seperti apa?" tanya bian tidak yakin.

"Yah, mirip-mirip yang kita jalani sekarang. Sarapan bareng, makan malam bareng, ngobrol, jalan-jalan di akhir minggu, belanja kebutuhan rumah tangga, nonton bioskop," jelas Tari. "Aku punya hak atas waktumu, kamu punya hak atas wajtuku. Aku bebas menghubungumu kapan saja, berhak tahu segala kegiatanmu. Kalau aku minta jemput, kamu harus mau, kalau aku minta antar, kamu harus menyediakan waktu. Kalau ada acara di luar, kita datang sama-sama.”

(Chuz, 2020: 139)

(43)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa ketika Tari memilih mencoba untuk mempertahankan pernikahannya, Tari meminta kepada suaminya disisa waktu pernikahannya Tari ingin rumah tangganya diperlakukan layaknya pasangan suami istri. Seperti berbelanja bulanan bersama, dan pergi jalan- jalan di akhir minggu. Hal itu disetujui oleh suaminya, menurut suaminya tidak ada salahnya jika ia berteman baik dengan istrinya walaupun di awal pernikahan ia yakin tidak akan jatuh cinta kepada istrinya.

“Satu lagi,” imbuh Tari.

Bian mendengarkan.

“Kamu harus salat Subuh di masjid?”

Bian mengernyit. Apa hubungannya dengan semua ini? tanyanya dalam hati. “Subuh di masjid?”

“Iya, kamu tahu kan, Laki-laki itu salatnya di masjid.”

Bian terlihat ragu. Kadang bangun subuhnya saja telat, sekarang malah harus salat Subuh di masjid.

“Aku akan membangunkanmu. Kita sama-sama salat Subuh di masjid,”

bujuk Tari

“Baiklah. Itu saja?”

Tari mengangguk dan tersenyum kecil. (Chuz, 2020: 140)

Kutipan di atas menjelaskan ketika Tari meminta suaminya untuk sama-sama shalat Subuh di masjid, suaminya menyetujui permintaan yang dibuat Tari.

“Tari bikin pai, Ma.” Tari menujuk kotak yang dibawa suaminya.

“Wah, pasti enak, nih.” Mama mengambil kotak itu dan membawanya ke meja makan.

Bian berdecak,” keluhnya.

Tari tertawa kecil. Ia menggenggam tangan Bian. Mereka masuk ke ruang tengah untuk bertemu Papa. (Chuz, 2020: 232)

Kutipan di atas menjelaskan ketika Tari dan Bian datang bersama ke acara keluarga. Tari menggenggam tangan suaminya. Tujuannya agar suaminya terbiasa melakukannya di depan umum dan di depan keluarganya.

(44)

4.1.2 Konflik Mendekat-Menjauh (approach-avoidance conflict) b. Harapan Tidak Sesuai dengan Kenyataan

Dapat terlihat pada poin di atas bahwa Tari mengalami konflik batin.

Ketika Tari tidak terima atas kesepakatan yang dibuat oleh suaminya. Tari menjankan pernikahannya dengan sungguh-sungguh namun berbeda dengan suaminya. Suaminya bahkan sudah berniat akan bercerai setelah satu tahun pernikahan mereka.

Tari merasa permintaan suaminya atas pernikahannya membuat batinnya terasa sakit ketika suaminya menyebutkan setiap poin di dalam kesepakatan yang dibuat oleh suaminya. Hal itu dapat terlihat pada kutipan berikut:

“Apa ini? Tari menatap lembaran kertas di meja dengan dahi menegernyit.

“Kesepakatan pernikahan,” terang Bian datar.

“Kesepakatan pernikahan? Maksudnya?” tanya Tari.

“Kesepakatan pernikahan selama kita menikah.”

Alis Tari bertaut. “Aku masih belum mengerti.”

“Kita menikah karena menuruti kemuan orang tua, bukan cinta. Kamu tidak berencana untuk menikah selamanya bukan?”

“Maksud kamu, kita menikah hanya sementara, lalu pisah?”

Bian mengangguk. Tari hendak membuka mulut dan memprotes, tapi mengurungkannya.

“Aku akan mengurus keperluanku, kamu megurus keperluanmu.

Anggap saja kita dua orang yang asing yang hidup satu atap.” Ia berhenti dan menghela napas. “Kamu tidak perlu repot menyiapkan makanan untukku atau lainnya. Tidak perlu melakukan kewajiban seorang istri. Tidak juga harus meminta izin untuk melakukan sesuatu.

Lakukan saja sesukamu.”

Tari merasakan nyeri di hatinya. Ternyata ini lebih buruk dari dugaan.

Ia tahu ini bukan pernikahan impian. Mereka belum mengenal dengan baik satu sama lain. Ia hanya berharap mereka sama-sama mencoba membuat ini berhasil. Namun Bian sepertinya menganggap pernikahan

(45)

ini tidak pernah ada. Bahkan sudah berniat berpisah pada hari pertama mereka menikah.

Tari menelusuri setiap poin, sampai matanya melebar ketika membaca yang tertulis di sana. “Ini maksudnya apa!” serunya tidak terima.

Bian mengambil kertas dari tangan istrinya dan membaca yang dimaksud. “Sudah jelas, kan?” awabnya datar.

“Jelaskan lagi,” pinta Tari ketus.

“Baik. Aku mungkin belum mengatakan ini kepadamu.” Bian mulai bercerita. “Sejak awal aku memang berencana untuk berpisah setelah satu tahun pernikahan. Mungkin kamu belum tahu kalau aku sudah punya bertunangan sebelumnya.”

Mata Tari melebar, napasnya tertahan. Ia tidak tahu suaminya sudah punya tunangan. Dadanya berdebar menunggu kelanjutannya.

“Aku mencintai Sarah, tunanganku. Sangat mencintainya. Kami sempat berencana menikah, tapi.. Mama tidak memberi restu.”

Suaminya mencintai perempuan lain. Tari merasakan nyeri di ulu hatinya. (Chuz, 2020: 18)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Tari merasakan sakit hati ketika suaminya memberikan kesepakatan pernikahan. Menurut Tari ini bukanlah pernikahan yang ia impikan bahkan lebih buruk dari dugaannya. Suaminya menjelaskan bahwan satu tahun kedepan mereka akan bercerai, dan suaminya juga menjelaskan bahwa ia sangat mencintai tungannya yang bernama Sarah.

Perlahan Tari memasukkan roti berbalut tepung ke minyak panas di wajan. Terdengar bunyi berdesis. Ia meraih penjepit dan membolak- balik roti yang mulai kecoklatan.

“Kamu lihat handukku?”

Tari terlonjak kaget. “Astaghfirullah!” Ia menoleh ke suaminya yang berdiri di dekat meja makan. “Handuk kamu?”

“Iya, handuk biru.”

Tari mematikan kompor lalu mengangkat roti dan meniriskannya. Ia lalu membasuh dan mengelap tangannya. “Aku mencucinya kemarin.

Sebentar kuambilkan yang baru.”

“Kamu mencucinya?”

“Iya.” Tari menuju service area di belakang rumah, hendak mengambil handuk bersih untuk suaminya.

“Bu Darmi ke mana?” Bian duduk di meja makan sembari menunggu Tari.

“Sakit.” Tari kembali dan menyodorkan handuk. “Sudah dua hari.”

(46)

“Jadi kamu yang mengerjakan pekerjaan rumah?” Bian menerima handuk itu.

“Iya. Kenapa?”

“Lain kali panggil cleaning service saja.” Bian beranjak berdiri menuju tangga.

“Aku bisa kok,” sahut Tari

“Aku tidak mau berutang budi padamu,” sergah Bian sembari naik ke lantai dua. Bian bahkan tidak menoleh saat mengucapkan itu.

Tari menarik napas panjang. (Chuz, 2020: 21)

Kutipan di atas menjelaskan ketika Tari berusaha mengerjakan pekerjaannya sebagai seorang istri tetapi suaminya menolak bahkan menyuruh cleaning service untuk menggantikan asisten rumah tangganya yang sedang sakit. Tari memutuskan untuk mengerjakannya sendiri namun suaminya mengatakan bahwa ia tidak mau berhutang budi padanya.

Tiga puluh menit kemudian suaminya turun, siap pergi bekerja. Tari yang sedang membalas WhatsApp langsung meletakkan di meja.

“Sarapan dulu,” ajaknya seraya beranjak berdiri.

Bian berhenti sebentar di dekat meja makan. Sudah tersedia segelas jus jeruk dan roti goreng. “Aku sarapan di kantor.” Bian melanjutkan langkah ke teras.

“Aku sudah menyiapkan sarapan untuk kamu bawa.” Tari membawa tas kecil berisi kotak makanan dan mengikuti suaminya ke depan.

“Tidak usah repot-repot”, sahut Bian seraya masuk ke mobil.

Tari memandang mobil suaminya yang sudah keluar dari garasi dan menarik napas panjang. Ia mengangkat tas di tangannya. “Sepertinya kamu kurang beruntung hari ini.” Tari menutup pagar dan masuk. Satu hari lagi terlewat tanpa suaminya menyentuh sedikitpun sarapan yang telah disiapkan.

Ia duduk di meja makan dengan lemas. Selalu seperti ini setiap pagi. Ia menyiapkan sarapan dan Bian mengabaikannya.Rasanya sakit hati, capek, dan ingin marah. Namun ia teringat kesepakatan yang suaminya buat. Tidak usah repot-repot menyiapkan makanan.

Salahnya juga, kenapa mau menyiapkan sarapan. (Chuz, 2020: 22) Kutipan di atas menjelaskan ketika Tari berusaha menyiapkan sarapa untuk suaminya tetapi suaminya mengabaikannya. Setiap hari Tari menyiapkan makanan untuk suaminya tetapi tetap diabaikan. Tari merasa

(47)

capek dan ingin marah salahnya juga kenapa tetap mau menyiapkan masakan padahal suaminya meminta tidak usah repot-repot untuk menyiapkan makanan untuknya.

Tari terbangun saat mendengar suara pintu depan dibuka. Tari bangkit duduk dari sofa dan menyipitkan mata, silau oleh lampu televisi yang masih menyala. Tari melirik jam didinding, pukul sebelas malam. Bian memang pulang terlalu larut.

“Baru pulang?” sapa Tari saat Bian melewatinya.

Langkah Bian terhenti. “Kenapa belum tidur?”

“Aku menunggumu.” Tari beranjak berdiri lalu membetulkan kerudungnya yang berantakan, “Kamu sudah makan?”

“Berapa kali harus kubilang, tidak usah menunggu, dan tidak perlu menyiapkan makan malam,” sergah Bian. (Chuz, 2020: 24)

Kutipan di atas menjelaskan ketika Tari menunggu dan menyiapkan makan malam untuk suaminya namun suaminya marah dan mengatakan bahwa tidak usah menunggu dan tidak perlu menyiapkan makanan. Hal itu membuat Tari sedih apakah ia harus mengikuti perintah suaminya atau tidak.

Tari meletakkan piring berisi nasi goreng dengan telur mata sapi di meja. Setelahnya ia menuangkan teh hangat ke mug.

“Kamu masuk kamarku?” tuduh Bian sambil menuruni anak tangga. Ia menatap Tari dengan tidak senang.

Tari tergagap. Ia memang masuk ke kamar suaminya, tetapi hanya untuk mengambil pakaian kotor dan sedikit bersih-bersih. Tari tidak tahan melihat pertiduran dan meja kerja berantakan. Ia mengambil inisiatif untuk membersihkan.

“Ma-maaf. Bu Darmi tidak masuk lagi kemarin. A-aku Cuma ambil pakaian kotor dan....”

“Sudah kubilang tidak usah mencampuri urusanku!” sentak Bian.

Tari menjengit. Tidak pernah ada laki-laki yang menaikkan suara kepadanya bahkan pakde.

Bian mendesah kesal. “Kalau Bu Darmi masih belum masih belum masuk, telepon cleaning service. Sudah kubilang, aku tidak mau berutang budi padamu,” tegas Bian. Setelah mengatakan itu, ia pun meninggalkan Tari.

Dengan langkah gontai Tari menuju sofa dan menghempaskan tubuh di sana. Kesabarannya sudah mulai habis. (Chuz, 2020: 26)

(48)

Kutipan di atas menjelaskan ketika Tari mengantiakan pekerjaan asisten rumah tangganya yang sedang sakit seperti mencuci pakaian, dan membersihkan rumah hal tersebut membuat Bian marah dengan menaikkan suaranya. Bian mengetahui bahwa Tari masuk ke kamarnya. Tari pun meminta maaf karena sebelumnya Tari masuk ke kamar Bian hanya untuk mengambil pakaian kotor saja. Bian tetap mengatakan agar Tari menelpon jaga cleaning servis saat bu Darmi tidak masuk karena Bian tidak ingin berhutang budi kepadanya. Tari merasa perlakuan Bian membuat kesabarannya mulai habis.

“Aku ingin kamu berhenti menemuinya.”

“Maksudnya?”

“Aku ingin kamu berhenti menemuinya.”

Bian menegakkan tubuh, terjaga sepenuhnya. “Aku tidak bisa.”

“Kenapa tiak bisa?”

“Kenapa harus?”

Tari mengehela napas pelan. Ia tidak suka saat berdebat dengan suaminya seperti ini, andai saja ada penyelesaian yang lebih mudah dan tidak menimbulkan konfrontasi... “A-aku hanya tidak mau ada anggota keluarga yang melihat kalian jalan berdua,” ungkap Tari dengan suara melunak.

“Tidak akan. Kami selalu berhati-hati.”

“Ami melihat kalian di mall daerah Bekasi,” ujar Tari.

Mata Bian sempat melebar sesaat, tetapi ia langsung mengendalika diri. “Ami, temanmu?”

“Ami, sahabatku,” ralat Tari. (Chuz, 2020:47)

Kutipan di atas menjelaskan ketika Tari menginginkan suaminya untuk tidak bertemu dengan perempuan itu karena Tari tidak ingin ada pihak keluarga yang bertemu atau melihat Bian dan perempuan itu namun suaminya menolak sehingga membuat Tari menangis melihat perlakuan suaminya.

(49)

“Aku mau kamu meninggalkan perempuan itu,” ungkap Tari tanpa basa basi.

Bian menghela napas panjang. Ia tahu pernyataan ini pasti akan muncul ke permukaan. Namun Bian tidak bisa meninggalkan Sarah.

Tidak sekarang, saat kekasihnya itu sangat membutuhkannya. “A- aku...” Ia kehabisan kata-kata. Tidak tahu bagaimana menjelaskan ini kepada istrinya. (Chuz, 2020: 218)

Kutipan di atas menjelaskan ketika Tari meminta suaminya untuk meninggalkan perempuan itu namun suaminya tidak bisa meninggalkan Sarah kekasihnya. Tari merasa sangat sedih ketika suaminya tidak bisa meninggalkan perempuan itu

4.1.3 Konflik Menjauh-Menjauh (avoidance-avoidance conflict) c. Pergi Meninggalkan Suaminya

Dapat terlihat pada poin di atas bahwa Tari mengalami konflik batin menjauh-menjauh di mana ketika suaminya tidak bisa mengambil keputusan dan masih menemui perempuan itu sehingga membuat Tari menginginkan berpisah dengan suaminya. Hal itu ketika Tari melihat Bian bersama perempuan itu, pergi meninggalkan rumah, pergi dari rumah sakit ketika melihat suaminya khawatir dengan perempuan itu dan berpisah dengan suaminya di hari lebaran. Hal itu dapat terlihat pada kutipan berikut:

Tari sudah tidak tahan lagi. Ada yang menghujam tepat di uluh hatinya.

Perih. Seperti luka yang disiram air garam. Ia harus pergi dari sini.

(Chuz, 2020: 181)

Kutipan di atas menjelaskan ketika Tari pergi meninggalkan suaminya ketika berada di rumah sakit. Di mana suaminya terlihat lebih khawatir dengan kekasihnya sampai tidak memperdulikan Tari sebagai istrinya.

“Itu koper siapa?” tanya Bian bingung.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini mendeskripsikan tentang bagaimana penokohan dan konflik batin tokoh utama yang bernama Karla dalam novel Forgiven dengan mempergunakan teori psikologi sastra

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LEMON TEA CANDY KARYA NUNU GIE: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMP.. Skripsi Diajukan untuk

Candy, dan konflik batin tokoh utama dalam novel Lemon Tea Candy tinjauan.

KONFLIK BATIN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PASUNG JIWA KARYA OKKY MADASARI: TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA Elviana Yuniar

Arah atau penekanan dalam penelitian ini adalah konflik batin tokoh utama tinjauan psikologi sastra pada novel Sang Maharani karya Agnes Jessica dengan

Bagaimana konflik batin tokoh utama dalam novel Hati Sinden karya Dwi. Rahayuningsih ditinjau dari segi

Hasil dari penelitian ini adalah bentuk konflik batin tokoh utama dalam novel Rindu karya Tere Liye adalah konflik mendekat-mendekat (approach-approach

7 Fokus kajian penelitian ini untuk menjelaskan unsur strktur karya sastra yang membangun novel Alisya dan mengungkap penyebab konflik batin pada tokoh utama dalam