• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS GAMBARAN HISTOPATOLOGI MUKOSA LAMBUNG DAN BAKTERI Helicobacter pylori PADA PASIEN GASTRITIS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS GAMBARAN HISTOPATOLOGI MUKOSA LAMBUNG DAN BAKTERI Helicobacter pylori PADA PASIEN GASTRITIS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2016"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

DAN BAKTERI Helicobacter pylori PADA PASIEN GASTRITIS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2016

Oleh:

IIN FADHILAH UTAMI TAMMASSE C111 14 043

Pembimbing:

Dr. Upik Andriani Miskad, Ph.D, Sp.PA(K)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2017

(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Iin Fadhilah Utami Tammasse C 111 14 043

Pembimbing:

Dr. Upik Andriani Miskad, Ph.D, Sp.PA(K).

UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN

MAKASSAR

2017

(3)
(4)
(5)
(6)

atas berkat rahmat dan karunia-Nya, sehinga penulis dapat menyelesaikan skirpsi ini.

Demikian pula shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat serta pengikut sampai akhir zaman. Skripsi yang berjudul “Analisis Gambaran Histopatologi dan Bakteri Helicobacter pylori pada pasien

Gastritis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016” merupakan salah satu persyaratan penulis dalam menyelesaikan program Strata (S1) Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan banyak pihak. Melalui kesempatan ini, perkenankan penulis dengan tulus dan rasa hormat menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Ibu Dr. Upik Andriani Miskad, Ph.D, Sp.PA(K) selaku pembimbing penulis yang tanpa henti memberikan arahan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mulai dari penulisan proposal hingga ujian akhir.

2. Bapak Prof. Dr. Nasrum Massi, Ph.D, selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, yang tiada bosan-bosannya memberikan motivasi kepada penulis untuk berkarya lebih baik.

3. Ibu Dr. dr. Rina Masadah, Sp.PA, M.Phil, DFM. dan Bapak Dr. dr. Berti Nelwan, DFM, M.Kes, Sp.PA selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak tambahan serta saran yang sangat bermanfaat kepada penulis dalam menyelesaikan karya ini.

4. Ibu Rektor Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Dwia Aries Tina MA, Ayahanda Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Prof. Dr. dr. A. Asadul Islam, Sp.BS dan Ketua Program Studi S1 Pendidikan Dokter dr. Agus Salim, M.Clin.Med, Ph.D, Sp.GK, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi peserta pendidikan di Program Studi S1 Pendidikan Dokter Universitas Hasanuddin.

v

(7)

Universitas Hasanuddin.

6. Kepada kedua orang tua penulis Bapak Tammasse dan Ibu Jumraini yang tanpa henti memberikan dukungan dan doa dalam segala tahap pendidikan penulis bahkan sejak masih dikandung badan hingga menyelesaikan program Strata 1 (S1) Pendidikan Dokter. Do’a yang terbaik kepada kedua orang tua penulis semoga Allah SWT. meridhai kehidupan mereka dunia dan akhirat, mengganjarkan rumah terbaik kelak di Surga-Nya dan menjauhkan merea dari siksa api neraka.

7. Kepada adik penulis, Gita Fitri Aidini Tammasse yang sedang berjuang menempuh pendidikan sekolah menengah program IGCSE di Benua Biru, serta seluruh keluarga besar penulis yang penuh kesabaran mendoakan, mendorong dan mendampingi penulis dalam menjalani pendidikan dan penyelesaian skripsi ini.

8. Kepada dr. Emil Kardani Murdiyanto yang senantiasa menjadi teladan serta motivasi bagi penulis untuk selalu berbuat yang terbaik. Terima kasih atas kesabaran dan kesetiaan dalam menanti penulis menyelesaikan studi Pendidikan Dokter.

9. Kepada sahabat-sahabat penulis Widya Natasya As’ad, S.Ked, Nisrina Ekayani Nasrun, S.KG, Aisyah Nurul Safira, S.Ked, Mutia Nurul Munifah, Amd, A.

Puji Pratiwi, S.Ked atas curahan semangat dan kasih sayang kepada penulis sejak bangku SMA hingga saat ini.

10. Kepada sahabat seperjuangan penulis A. Ratih Iskandar, Amalia M. Akib, Khumairah, Reisky Nugraha, Indah Try Meilani, A. Moh. Roem Askari, Giordano Bandi Lolok, Andita Ratnata dan Adnan Naufal atas kesediaannya berjuang bersama dan melewati segala proses sejak menjadi mahasiswa baru.

11. Kepada kakak-kakak dr. Raissa Alfathir Heri, dr. Emiral Amal, dr. Andi Wali, Fadhilah Putri Wulandari, S.Ked, Ilham Akbar Rahman, S.Ked, Zakirunallah Karunia, S.Ked, yang senantiasa berbagi canda tawa dan inspiras bagi penulis.

12. Kepada adik-adik EB AMSA-Unhas Michael Grant Husain, Suandi Zulkarnain, Imam Amriadi, Budi Sutiono dan Dhiya Muthia yang telah mengajarkan makna kerjasama, kerja keras, semangat dan harapan pada penulis.

"

vi

(8)

Qurrota, Fitriani, Nisma Yani, Masrurah, Nani Rahayu Usman, Sitta Andriani, Rizaldy Ali dan Zakiyah Darajat atas kolaborasi yang tercipta untuk saling menebar inspirasi

14. Kepada teman-teman, kakak-kakak serta adik-adik Keluarga Mahasiswa (KEMA FK Unhas), Asian Medical Student Associations (AMSA-Unhas), Medical Youth Research Club (MYRC), dan Medical Muslim Family (M2F) atas ilmu, softskill serta kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk terus mengasah diri.

Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak sempat disebutkan namanya satu per satu, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi. Semoga Allah SWT. melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada semua yang terlibat dan membantu penulisan karya tulis ini.

Makassar, 23 Oktober 2017 Penulis,

Iin Fadhilah Utami Tammasse

"

"

vii"

"

"

"

"

"

(9)

UNIVERSITAS HASANUDDIN Oktober 2017 Iin Fadhilah Utami Tammasse

dr. Upik Andriani Miskad, Ph.D, Sp.PA(K).

ANALISIS GAMBARAN HISTOPATOLOGI MUKOSA LAMBUNG DAN BAKTERI Helicobacter pylori PADA PASIEN GASTRITIS DI RSUP DR.

WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2016 ABSTRAK

Latar Belakang: Gastritis kronis adalah masalah pencernaan di seluruh dunia.

Presentase angka kejadian gastritis di Indonesia mencapai 40,8%. Gastritis kronis utamanya disebabkan oleh infeksi bakteri Helicobacter pylori. Infeksi bakteri H.

Pylori dapat berkembang menjadi inflamasi pada mukosa lambung. Diagnosis gastritis kronis ditegakkan dengan pemeriksaan biopsi histopatologi mukosa lambung. 49% pemeriksaan endoskopi normal ternyata menunjukkan gastritis kronik pada gambaran histopatologis.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara gambaran histopatologi mukosa lambung dan adanya bakteri Helicobacter pylori pada pasien gastritis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016

Metode Penelitian: Untuk mengetahui adanya hubungan antara gambaran histopatologi mukosa lambung dan adanya bakteri Helicobacter pylori pada pasien yang terdiagnosa gastritis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016 Hasil Penelitian: Dari 162 sampel sebanyak 10 sampel (6,2%) positif Helicobacter pylori. Gambaran sel radang limfosit terdapat pada 100% sampel, gambaran sel PMN pada 77,1% sampel, atrofi kelenjar pada 34% sampel dan 12,9% sampel dengan metaplasia intestinal. Gradasi positivitas helicobacter pylori pada sel radang limfosit (2,20±0,79 vs 1,47±0,56), sel radang PMN (1,80±0,63 vs 0,80±0,50), atrofi kelenjar (0,50±0,71 vs 0,40±0,64) dan metaplasia intestinal (0,60±0,84 vs 0,16±0,50). Uji statistik menunjukkan hubungan Helicobacter pylori dengan sel radang limfosit (p value=0,00), sel radang PMN (p value=0,00), atrofi kelenjar (p value = 0,657) dan metaplasia intestinal (p value=0,008).

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara positivitas densitas Helicobacter pylori dengan derajat sel radang limfosit, sel radang PMN dan metaplasia intestinal. Sedangkan tidak ada hubungan yang bermakna dengan atrofi kelenjar.

Kata Kunci: gastritis kronik, Helicobacter pylori, gambaran histopatologik, Update sydney system

viii

(10)

HASANUDDIN UNIVERSITY October 2017 Iin Fadhilah Utami Tammasse

dr. Upik Andriani Miskad, Ph.D, Sp.PA(K).

THE ANALYSIS OF GASTRIC MUCOSE HISTOPATHOLOGICAL FEATURE AND HELICOBACTER PYLORI FINDING OF GASTRITIS PATIENTS IN DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO HOSPITAL IN 2016

ABSTRACT

Background: Chronic gastritis has became a worldwide gastrointestinal problem.

The prevalence of gastritis in Indonesia was 40,8%. Chronic gastritis is commonly caused by infection of Helicobacter pylori. H.pylori inflection may develop into the inflammation of gastric mucose. Histopathological biopsy of gastric mucose is the mainstay of diagnosis. 49% of normal endoscopy examination diagnosed as chronic gastritis by histopathological examination.

Objective: This study aimed to analyze the correlation of Helicobacter pylori positivity and histopathological features of chronic gastritis in Dr. Wahidin Sudirohusodo hospital at 2016

Methods: This was a cross-sectional study on gastric biopsies from 162 patients who had been diagnosed as chronic gastritis by pathologist in Dr. Wahidin Sudirohusodo hospital from January 2016-December 2016. 162 archives slides from Laboratory of Pathology Anatomy was reviewed using Update Sydney System and statistically analyzed by Mann Whitney U test.

Results: Among 162 biopsies, positive Helicobacter pylori was found in 10 biopsies (6,2%). Lymphocytes and neutrophils were detected in 100% and 77,1%

of biopsies respectively. Glandular atrophy and Intestinal metaplasia were detected in 34% and 12,9% biopsies. Data analysis showed that a positive status of Helicbacter Pylori was associated with the presence of lymphocytes (2,20±0,79 vs 1,47±0,56), neutrophills (1,80±0,63 vs 0,80±0,50), and intestinal metaplasia (0,60±0,84 vs 0,16±0,50) with p value respectively (p=0,00;p=0,00 and p=0,008).

While the negative status of Helicobacter Pylori was found with the glandular atrophy (0,50±0,71 vs 0,40±0,64) with (p=0,657).

Conclusion: There was a significant differences among positivity of Helicobacter pylori densities and the degree of lymphocytes, neutrophils and intestinal metaplasia. Also there was a difference but statistically not significant among positivity of Helicobacter pylori and the degree of glandular atrophy.)

Keywords: chronic gastritis, Helicobacter pylori, histopatological features, Update sydney system

ix

(11)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTARI ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR DIAGRAM ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Anatomi Lambung ... 7

2.2 Fisiologi Lambung ... 9

x

(12)

2.4.1 Definisi Gastritis ... 12

2.4.2 Klasifikasi Gastritis ... 13

2.4.3 Epidemiologi ... 17

2.4.4 Etiologi ... 18

2.4.5 Patofisiologi ... 22

2.4.6 Diagnosis Histopatologi ... 23

2.4.7 Terapi ... 33

2.4.8 Komplikasi ... 34

2.4.9 Pencegahan ... 35

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN ... 36

3.1 Kerangka Teori ... 36

3.2 Kerangka Konsep ... 37

3.3 Definisi Operasional ... 38

BAB IV METODE PENELITIAN ... 39

4.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 39

4.1.1 Lokasi Penelitian ... 39

4.1.2 Waktu Penelitian ... 39

4.1.2 Disiplin ilmu terkait ... 39 xi

(13)

4.3 Populasi dan Subjek Penelitian ... 40

4.3.1 Populasi ... 40

4.3.2 Sampel ... 40

4.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi ... 40

4.4.1 Kriteria Inklusi ... 40

4.4.2 Kriteria Eksklusi ... 41

4.5 Instrumen Penelitian ... 41

4.6 Pengumpulan Data ... 41

4.7 Pengolahan Data ... 41

4.8 Alur Penelitian ... 42

4.9 Rencana Analisis Data ... 45

4.10 Anggaran Biaya ... 45

4.11 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 46

BAB V HASIL PENELITIAN ... 47

5.1 Distribusi Positivitas Bakteri Helicobacter pylori ... 48

5.2 Karakteristik Pasien berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

5.3 Karakteristik Pasien berdasarkan Kelompok Usia ... 50

5.4 Distribusi Helicobacter pylori terhadap sel Radang Limfosit ... 52

5.5 Distribusi Helicobacter pylori terhadap sel Radang PMN ... 54 xii

(14)

5.8 Gradasi Gambaran Histopatologi dengan Helicobacter pylori . 63

BAB VI PEMBAHASAN ... 69

6.1 Status Demografi Pasien Gastritis ... 69

6.2 Positivitas Bakteri Helicobacter pylori ... 72

6.3 Hubungan Positivitas H. pylori dengan Sel Radang Limfosit .. 74

6.4 Hubungan Positivitas H. pylori dengan Sel Radang PMN ... 76

6.5 Hubungan Positivitas H. pylori dengan Atrofi Kelenjar ... 78

6.6 Hubungan Positivitas H. pylori dengan Metaplasia Intestinal .. 79

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

7.1 Kesimpulan ... 82

7.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 91

xiii

(15)

Gambar 1. Anatomi organ lambung ... 7

Gambar 2. Histologi mukosa lambung ... 12

Gambar 3. Mekanisme jejas dan pertahanan pada lambung ... 14

Gambar 4. Kelenjar di gaster yang normal dan atrofi ... 17

Gambar 5. Bakteri Helicobacter pylori ... 19

Gambar 6. Helicobacter pylori melekat pada mukosa lambung ... 20

Gambar 7. Neutrofil pada intraepitelial dan lamina propria ... 23

Gambar 8. Agregat limfoid pada germinal central dan sel plasma ... 24

Gambar 9. Gambaran limfosit di mukosa lambung ... 25

Gambar 10. Gambaran sel neutrofil pada mukosa lambung ... 26

Gambar 11. Gastritis atrofil multifokal dengan metaplasia intestinal 27 Gambar 12. Metaplasia intestinal pada gaster ... 28

Gambar 13. Update Sydney System ... 29

Gambar 14. Protokol sampling biopsi lambung ... 32

Gambar 15. Sediaan No. PA 16. 4410 ... 54

Gambar 16. Sediaan No. PA 16. 4321 ... 56

Gambar 17. Sediaan No. PA 16. 4037 ... 57

Gambar 18. Sediaan No. PA 16. 3628 ... 59

xiv

(16)

Gambar 21. Sediaan No. PA 16. 3628 ... 68 Gambar 22. Sediaan No. PA 16. 3544 ... 68

xv

(17)

Tabel 2.2 Penatalaksanaan infeksi Helicobacter pylori ... 34

Tabel 4.1 Anggaran biaya ... 45

Tabel 4.2 Jadwal pelaksanaan kegiatan ... 46

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi positivitas Helicobacter pylori ... 48

Tabel 5.2 Karakteristik Sampel berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

Tabel 5.3 Karakteristik Sampel berdasarkan Usia ... 51

Tabel 5.4 Distribusi positivitas Hp terhadap sel radang limfosit ... 53

Tabel 5.5 Distribusi positivitas Hp terhadap sel radang PMN ... 55

Tabel 5.6 Distribusi positivitas Hp terhadap atrofi kelenjar ... 58

Tabel 5.7 Distribusi positivitas Hp terhadap metaplasia intestinal ... 60

Tabel 5.8 Gradasi gambaran histopatologi Hp positif ... 63

Tabel 5.9 Gradasi gambaran histopatologi Hp negatif ... 65

Tabel 5.10 Perbandingan gradasi gambaran histopatologi Hp ... 67

xvi

(18)

Diagram 5.2 Karakteristik Sampel berdasarkan Jenis Kelamin ... 49 Diagram 5.3 Karakteristik Sampel berdasarkan Usia ... 50 Diagram 5.4 Distribusi positivitas Hp terhadap sel radang limfosit .. 52 Diagram 5.5 Distribusi positivitas Hp terhadap sel radang PMN ... 54 Diagram 5.6 Distribusi positivitas Hp terhadap atrofi kelenjar ... 57 Diagram 5.7 Distribusi positivitas Hp terhadap metaplasia intestinal 60 Diagram 5.8 Gradasi gambaran histopatologi Hp positif ... 63 Diagram 5.9 Gradasi gambaran histopatologi Hp negatif ... 64 Diagram 5.10 Perbandingan gradasi gambaran histopatologi Hp ... 66

"

"

"

xvii

(19)

Lampiran 1.Tabel Data Penelitian ... 91

Lampiran 2. Hasil olah data SPSS 20.0 ... 98

Lampiran 3.Dokumentasi Penelitian ... 108

Lampiran 4.Surat Permohonan Izin Penelitian ... 109

Lampiran 5. Surat Permohonan Izin Pengambilan Data ... 110

Lampiran 6. Surat Permohonan Rekomendasi Etik ... 111

Lampiran 7.Rekomendasi Persetujuan Etik ... 112

Lampiran 8.Izin Penelitian ... 113

Lampiran 9. Surat Keterangan Wakil Dekan Bidang Akademik ... 114

Lampiran 10. Riwayat Hidup ... 115

xviii

(20)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gastritis merupakan inflamasi mukosa gaster. Gastritis dapat disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori, refluks empedu, anti inflamasi non-steroid, autoimunitas dan respon alergi (Sepulvedam, 2008). Bakteri Helicobacter pylori merupakan infeksi utama di lambung dan merupakan penyebab tersering lebih dari 80% kasus gastritis (Desai, 2008).

Gastritis adalah penyakit yang paling sering ditemui di klinik. Gejala klinis pada penderita gastritis biasanya mengganggu aktivitas dan produktivitas penderita.

Gejala umum berupa tidak nyaman pada perut bagian atas, nyeri ulu hati, mual-mual, muntah dan perdarahan saluran cerna. Diagnosis gastritis haruslah berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi (Desai, 2008).

WHO (World Health Organization) meninjau hasil persentase dari angka gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 586.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substansial lebih

1

(21)

tinggi daripada populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik. (Lin dkk, 2013).

Indonesia menempati urutan keempat dalam hal jumlah penderta gastritis terbanyak di dunia setelah Amerika, Inggris, dan Bangladesh (Kemenkes RI, 2008).

Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO tahun 2009 adalah 40,8%. Gastritis merupakan penyakit yang masuk ke dalam posisi kelima dari sepuluh besar penyakit rawat inap dan posisi keenam pasien rawat jalan di rumah sakit dengan prevalensi 4,9% (Rahma, 2012).

Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk. Penelitian Maulidiyah (2006), di Surabaya angka kejadian gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi sebesar 91,6%.

Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2009, gastritis merupakan salah satu penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%). Penelitian Eva (2004) menyebutkan angka kejadian infeksi Helicobacter pylori sebesar 54,8% pada anak-anak di RSAB Harapan kita.

Di negara berkembang prevalensi infeksi Helicobacter pylori pada orang dewasa mendekati 90% sedangkan pada anak-anak prevalensinya lebih tinggi.

Penelitian Budiana (2000) menemukan bahwa penderita gastritis kronik sebagian besar adalah orang dewasa muda sampai tua, dan pada anak-anak hanya ada 1 orang.

(22)

Prevalensi infeksi Helicobacter pylori pada negara berkembang lebih tinggi dibandingkan di negara maju. Hal ini dikarenakan keadaan sosial ekonomi dan faktor kebersihan yang rendah serta perbedaan etnis dan kelompok usia (Khalifa, 2010).

Angka kejadian gastritis kronik lebih banyak dibandingkan gastritis akut (Hirlan, 2006). Gastritis kronik pada jenis kelamin pria lebih sering dibandingkan dengan wanita (Woodward, 2000).

Gastritis kronis cenderung mengalami perubahan menjadi atrofi mukosa gaster yang selanjutnya menimbulkan perubahan fisiologi gaster. Kondisi-kondisi ini nyata ditunjukkan pada Helicobacter-assosiated gastritis, walaupun atrofi mukosa dan metaplasia intestinal juga terjadi pada gastritis kronis yang lama oleh penyebab yang lain (Heatley RV, 1995). Jika berlanjut, gastritis kronik akan menimbulkan ulkus peptikum, gastritis kronis atrofik, dan kanker lambung (Darya, 2009).

Tahun 1982 Robin Warren dan Barry Marshall memperkenalkan bakteri Helicobacter pylori dan menyatakan bahwa ulkus lambung dan gastritis kronik disebabkan oleh kuman tersebut (Khalifa, 2010). Bakteri Helicobacter pylori merupakan salah satu bakteri patogen yang menyerang manusia dengan prevalensi tertinggi di seluruh dunia. Bakteri ini dapat bertahan hidup di dalam lambung manusia dan masuk ke dalam mukosa lambung (Gonzales, 2011).

Bakteri Helicobacter pylori berbentuk batang bengkok, gram negatif, dan bersifat aerofilik. Bakteri Helicobacter pylori diketahui memiliki strain yang lebih virulen sehingga selalu ditemukan pada pasien dengan tukak peptik, gastritis kronik

(23)

maupun tumor lambung (Gonzales, 2011). Bakteri Helicobacter pylori sekarang dikenal sebagai penyebab gastritis kronik yang diklasifikasikan sebagai karsinogen kelas 1 karena berhubungan dengan gastric adenocarcinoma (Khalifa, 2010).

Diagnosis gastritis kronik membutuhkan pemeriksaan endoskopi dan pemeriksaan histopatologis agar dapat ditegakkan. Pada penelitian Biasco et al, pada 81 pasien dyspepsia didapatkan 49% dengan pemeriksaan endoskopi normal ternyata pada gambaran histopatologis menunjukkan gastritis kronik. Pemeriksaan endoskopi tidak sepenuhnya dapat membantu pasien jika tidak disertakan dengan pemeriksaan histopatologi dari jaringan biopsi gaster.

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu analisis lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara infeksi bakteri Helicobacter pylori dengan gambaran histopatologis mukosa lambung pada pasien yang terdiagnosis gastritis kronik.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah terdapat bakteri Helicobacter pylori pada sediaan pewarnaan giemsa gambaran histopatologi mukosa lambung pasien gastritis di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016?

b. Bagaimanakah gambaran histopatologi sediaan pewarnaan H.E mukosa lambung pasien yang terdiagnosis gastritis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016?

(24)

c. Apakah terdapat hubungan antara adanya bakteri Helicobacter pylori dan gambaran histopatologi mukosa lambung pasien yang terdiagnosis gastritis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui adanya hubungan antara bakteri Helicobacter pylori dan gambaran histopatologi mukosa lambung pada pasien yang terdiagnosa gastritis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui adanya bakteri Helicobacter pylori pada sediaan pewarnaan giemsa gambaran histopatologi mukosa lambung pasien gastritis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016.

b. Untuk mengetahui karakteristik gambaran histopatologi sediaan pewarnaan H.E mukosa lambung pasien yang terdiagnosis gastritis di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016.

c. Untuk mengetahui hubungan antara adanya bakteri Helicobacter pylori dan gambaran histopatologi mukosa lambung pasien yang terdiagnosis gastritis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar 2016.

(25)

1.4 Manfaaat Penelitian a. Manfaat teoretis

Mengetahui adanya bakteri Helicobacter pylori dan gambaran histopatologi pada pasien yang terdiagnosis gastritis.

b. Manfaat Aplikatif

1. Memberikan informasi dan membantu para dokter dalam membuat diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahan dini.

2. Menjadi bahan informasi berguna untuk penelitian kesehatan mengenai adanya bakteri Helicobacter pylori dan gambaran histopatologi pasien gastritis yang dilakukan endoskopi dan biopsi.

3. Menambah wawasan dan menjadi bahan referensi tentang adanya bakteri Helicobacter pylori dan gambaran histopatologi pada pasien gastritis dan menjadi masukan untuk peneliti selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian sebagai berikut

1. Jenis penelitian: Analisis Cross sectional

2. Objek penelitian : Biopsi histopatologi pasien yang terdiagnosis gastritis pada sediaan Giemsa dan sediaan H.E.

3. Subjek penelitian: Pasien gastritis 1 Januari - 31 Desember 2016 yang dilakukan biopsi endoskopi

4. Lokasi penelitian: RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar 5. Waktu penelitian: Bulan Agustus 2017

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Lambung

Gambar 1. Anatomi organ lambung

Lambung adalah organ yang melebar pada saluran cerna yang berfungsi untuk merubah makanan menjadi kimus. Lambung merupakan organ eksokrin-endokrin yang mencerna makanan dan menyekresikan hormon. Lambung memiliki bentuk seperti kantung berbentuk huruf “J” yang terletak antara esofagus dan usus halus.

Lambung terletak pada daerah epigastrium dan meluas ke hipokondrium kiri.

Kapasitas normal lambung mencapai dua liter, apabila dalam kondisi penuh lambung akan berbentuk seperti buah pir raksasa.

7

(27)

Lambung merupakan organ pencernaan yang berada di dalam perineum dan ditutupi oleh omentum. Lambung berbatasan dengan bagian distal esofagus pada bagian superior dan berbatasan dengan duodenum pada bagian inferior. Bagian anterior lambung dibatasi oleh bagian superior diafragma, pada bagian anterior dari musculus rectus abdominis dan bagian kanan oleh lobus hepatis sinister. Bagian posterior lambung berhubungan dengan pancreas, adrenalis sinister, ginjal dan diaphragm. Struktur curvature gastrica major berbatasan dengan colon transversum dan curvature gastrica minor terdapat di dekat hati.

Lambung (gaster) memiliki lima bagian yaitu pars cardiaca, fundus gastricum, corpus gastricum dan pars pylorica dan pylorus. Pars cardiaca merupakan jalan masuk lambung berupa daerah kecil di dekitar muara oesophagus. Fundus gastricum merupakan bagian kranial yang melebar dan berbatasan pada kubah diaphragma kiri.

Corpus gastricum merupakan bagian utama yang terletak antara fundus dan antrum pyloricum pars pylorica yang menjadi tempat keluar dari gaster menyerupai corong dan bagian lebar yakni antrum pyloricum. Struktur ini berlanjut menjadi antrum pyloricum dan canalis pyloricus yang dikelilingi oleh m. sphincter pyloricus. Pylorus merupakan daerah sfingter yang menebal di sebelah distal untuk membentuk m.

sphincter pyloricus yang berfungsi mengatur pengosongan isi gaster melalui ostium pyloricum ke dalam duodenum (Sobotta, 2013).

Lambung memiliki lekukan yang dinamakan curvatura major di sebelah kiri dan curvatura minor di sebelah kanan. Terdapat incisura cardialis yang merukan awal

(28)

dari curvatura major dan incisura angularis yang menandakan awal pars pylorica pada curvatura minor (Sobotta, 2013).

Vaskularisasi dari lambung berasal dari truncus coeliacus menuju vena porta.

Arteri dan vena memiliki letak dan lintasan yang sama. Vena gastrica dextra dan sinistra mengalir menuju vena porta. Adapun vena gastrica breves dan vena gastro- omentalis mengalir ke dalam vena splenica yang kemudian bergabung dengan vena mesenterica superior menjadi vena porta hepatis. Persarafan lambung terbagi atas saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Persarafan simpatis yang berasal dari segmen medulla spinalis T6-T9 melalui plexus coeliacus menyebar melalui plexus sekitar arteria gastrica dan arteria gastroomentalis. Persarafan parasimpatis berasal dari truncus vagalis anterior dan truncus vagalis posterior.

2.2 Fisiologi Lambung

Secara fisiologi, lambung memiliki fungsi motorik dan fungsi sekresi. Fungsi motorik lambung ada tiga: (1) penyimpanan makanan sampai dapat diproses di dalam lambung; (2) pencampuran makanan dengan sekresi dari lambung sehingga membentuk kimus dan; (3) pengosongan kimus dengan lambat dari lambung pada kecepatan sesuai untuk pencernaah dan absorpsi usus halus (Guyton, 2014).

Makanan masuk ke dalam lambung membentuk lingkaran konsentris di bagian orad lambung. Makanan akan ditampung di dalam lambung sampai batas berelaksasi sempurna yaitu 0,8-1,5 L. Bila makanan meregangkan lambung, maka

(29)

refleks vasovagal dari lambung ke batang otak akan mengurangi tonus di dalam otot dinding lambung untuk menampung makanan (Guyton, 2014).

Saat makanan berkontak dengan permukaan mukosa lambung maka akan terjadi sekresi dari kelenjar gastrik. Setelah bercampur dengan hasil sekresi lambung maka makanan akan berubah menjadi bubur yang disebut kimus. Derajat keenceran kimus bergantung pada jumlah relatif makanan, air dan sekresi lambung serta pada derajat pencernaan yang telah terjadi. Ciri-ciri kimus adalah cairan keruh setengah cair atau seperti pasta.

Kemudian pengosongan lambung akan ditimbulkan oleh kontraksi peristaltik yang kuat di dalam antrum lambung. Kecepatan pengosongan lambung diatur oleh sinyal dari lambung dan duodenum (Guyton, 2014).

2.3 Histologi Mukosa Lambung

Lambung memiliki empat lapisan utama: serosa, muskular, submukosa dan mukosa. Mukosa lambung terdiri atas tiga lapisan yaitu epitel, lamina propria, dan mukosa muskularis. Mukosa lambung terdiri atas epitel selapis silindris dan membentuk sumur-sumur lambung (foveola gastrika). Foveola gastrika memiliki kedalaman yang bervariasi yang khas untuk bagian-bagian lambung. Terdapat lapisan jaringan ikat longgar di bawah epitel yaitu lamina propria yang mengisi celah di antara kelenjar gastrika.

Lapisan luar mukosa dibatasi oleh otot selapis tipis yaitu mukosa mukularis yang terdiri atas lapisan sirkuler di dalam dan longitudinal di luar. Mukosa gaster

(30)

kosong membentuk banyak lipatan yang dinamakan rugae. Liparan ini bersifat sementara yang timbul akibat kontraksi lapisan otot polos yaitu mukosa muskularis.

Lipatan ini menghilang apabila lambung dalam kondisi penuh.

Lapisan submukosa terletak di bawah mukosa muskularis. Lapisan ini mengandung banyak pembuluh life, kapiler, arteriol besar dan venula. Submukosa mengandung jaringan ikat yang lebih padat dan mengandung lebih banyak serat kolagen dibandingkan lamina propria. Lapisan otot dari lambung terdiri dari tiga lapis otot polos yaitu otot oblik, otot sirkuler dan otot longitudinal. Lapisan yang paling luar dari gaster yaitu lapisan serosa. Lapisan serosa merupakan lapisan yang menutupi otot gaster. Lapisan ini ditutupi oleh epitel selapis gepeng peritoneum visceral.

Kardia gaster memiliki kelenjar kardia tubular simpleks atau bercabang yang berfungsi menghasilkan mukus dan lisozim untuk membunuh bakteri. Pada bagian fundus dan korpus terdapat banyak kelenjar gastrik tubular bercabang yang memiliki tiga sampai tujuh kelenjar. Adapun sel-sel kelenjar lambung memiliki fungsi utama dalam lambung, seperti: sel mukosa leher yang berfungsi untuk menyekresikan mukus, sel parietal yang berfungsi menyekresikan asam hidroklorida (HCl) dan faktor intrinsic, sel zimogen yang berfungsi untuk menghasilkan enzim pepsinogen, sel enteroendokrin yang berfungsi untuk menyekresikan serotonin, serta sel-sel punca yang berfungsi untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel lainnya (Mescher, 2014).

(31)

Gambar 2. Histologi mukosa lambung 2.4 Gastritis

2.4.1 Definisi Gastritis

Gastritis berasal dari bahasa latin gastro yang berarti lambung dan -itis yang berarti peradangan. Definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronis, difus dan lokal. Gastritis merupakan inflamasi mukosa gaster yang disebabkan oleh Helicobacter pylori, refluks empedu, anti-inflamasi non steroid atau respon alergi. Gastritis sering dijumpai di klinik dan terdiagnosa berdasarkan gejala klinis. Adapun untuk menegakkan diagnosis gastritis dibutuhkan diagnosis histopatologi dengan endoskopi.

(32)

2.4.2 Klasifikasi Gastritis

Berdasarkan Update Sydney System, gastritis dibagi menjadi 3 tipe yakni: 1.

monahopik 2. atropik dan 3. bentuk khusus. Klasifikasi gastritis sesuai dengan Update Sydney System memerlukan tindakan endoskopi, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang untuk menunjang etiologi. Penilaian derajat gastritis berdasarkan Update Sydney System menilai lima parameter meliputi atrofi kelenjar, mataplasia intestinal, inflamasi kronik, aktivitas polimorfonuklear, dan densitas Helicobacter pylori (IPD, 2014).

Klasifikasi gastritis (Mansjoer, 2001):

1. Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Gastritis akut terdiri dari beberapa tipe yaitu gastritis stress akut, gastritis erosive kronis, dan gastritis eosinofilik. Pada gastritis erosive terdapat perdarahan dengan darah segar, apabila erosi meluas maa dapat berkembang manjadi tukak. Selain itu terdapat nekrosis yang bersifat fokal pada permukaan sel foveolar. Kejadian gastritis akut yang berulang dapat menyebabkan gastritis kronis (Wibowo, 2007).

Gambaran histopatologis gastritis akut ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema, merah dan terjadi erosi kecil dan perdarahan (Price dan Wilson, 2005). Pada gastritis akut, epitel masih intak sehingga

(33)

gastritis akut ringan sulit ditemukan. Gambaran gastritis akut terbatas pada lapisan muskularis mukosa, hiperplasia foveolar, lamina propria edema dan pembuluh darah kongesti.

Gambar 3. Mekanisme jejas dan pertahanan pada lambung 2. Gastritis Kronik

Gastritis kronik merupakan suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun sering bersifat multifaktor yang akhirnya menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel (Wibowo, 2007). Penyebab utama dari gastritis kronik adalah Helicobacter pylori.

Gastritis kronik ditandai dengan dua hal yaitu adanya sel-sel radang limfosit dan atropi progresif epitel kelenjar disertai hilangnya sel parietal dan chief cell di lambung. Hal ini menyebabkan dinding lambung menjadi tipis dan permukaan mukosa menjadi rata. Atrofi kelenjar ditandai dengan

(34)

hilangnya kelenjar dan digantikan oleh fibroblast dan matriks ekstraseluler.

Epitel kelenjar mukosa lambung juga dapat mengalami metaplasia intestinal karena digantikan oleh epitel jenis intestinal yang mengandung sel goblet.

Sehingga kehilangan kelenjar dapat menyebabkan erosi atau ulserasi yang diikuti oleh proses inflamasi yang lama.

Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu gastritis superfisial, gastritis atropi dan gastritis hipertropi (Price dan Wilson, 2005).

a. Gastritis superifisial, dengan manifestasi klinis kemerahan, perdarahan, edema dan erosi mukosa.

b. Gastritis atropi, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan mukosa.

Pada perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung.

c. Gastritis hipertropi, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul pada mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis dan hemoragik.

Gastritis kronik dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Gastritis kronik non predominasi antrum, ditandai dengan inflamasi moderat sampai berat mukosa antrum, sedangkan inflamasi di korpus ringan dan tidak ada sama sekali dan antrum tidak mengalami metaplasia.

b. Gastritis atrofi kronik, ditandai dengan atrofi progresif epitel kelenjar disertai hilangnya sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata. Struktur kelenjar

(35)

digantikan oleh jaringan ikat dan tidak sesuai yang biasa dinamakan sebagai metaplasia.

Gastritis atrofi kronik terdiri dari:

a) Gastritis atrofi antrum, gambaran khas berupa atrofi-metaplastik yang merupakan akibat dari Helicobacter pylori. Terdapat kemerahan yang mengarah ke distal yang menyebabkan peradangan sedang hingga berat dan peradangan normal hingga ringan pada bagian korpus dengan atau tanpa perubahan atrofi.

b) Gastritis atrofi corpus, gambaran khas berupa perubahan atropi metaplastik yang dapat dideteksi pada atropi distal perut. Gastritis atrofi corpus ini akan diikuti oleh anemia pernisiosa dan defisiensi besi setelah beberapa dekade.

c) Gastritis kronik multifokal, gambaran khas seperti inflamasi pada seluruh mukosa seringkali sangat berat berupa atropi atau metaplasia secara fokal pada daerah antrum dan korpus. Gastritis kronik atropi multifokal merupakan faktor resiko penting displasia epitel mukosa dan karsinoma gaster.

d) Pangastritis atrofi menyerupai MAG (Multifocal Atropic Gastritis) pada tingkat lanjut yang memiliki karakteristik epidemic. Atrofi pangastritis merupakan prevalensi tersering untuk gastritis neoplasia.

(36)

Gambar 4. Kelenjar di gaster yang normal dan atrofi

(Keterangan: Gambar 1 menunjukkan berbagai tipe mukosa gaster normal. Garis kuning menunjukkan mucosecreting antral glands; garis hijau menunjukkan oxyntic glands, di antaranya mukosa transisional yang oxyntic dan mucosecreting. Berbagai perubahan atrofi terjadi pada berbagai tipe mukosa gaster: (A) shrinkage kelenjar antrum bersamaan dengan fibrotik lamina propria; (B) metaplasia intestinal dari kelenjar antrum (mucosecreting), warna biru menunjukkan metaplasia intestinal; (C) antralisasi metaplastik kelenjar oxyntic (metaplasia pseudopilorik = garis kuning);

(D) Shrinkage kelenjar oxyntic, yang sebagian digantikan oleh fi brosis lamina propria. Kelenjar metaplasia pseudopilorik bisa berlanjut mengalami intestinalisasi (C B).

2.4.3 Epidemiologi

Angka penderita gastritis di seluruh dunia cukup tinggi menurut WHO. Di Amerika mencapai sekitar 47%, Cina 31% dan Indonesia 40,8%. Di Indonesia, berdasarkan penelitian oleh Departemen Kesehatan RI terdapat beberapa kota yang memiliki angka gastritis yang tinggi. Kota Medan mencapai 91,6%, Jakarta 50%, Denpasar 46% dan Palembang 35,3%. Pola makan yang kurang sehat menjadi pencetus tingginya angka kejadian gastritis di berbagai kota di Indonesia (Karwati, 2013).

(37)

Di negara berkembang prevalensi infeksi H. pylori pada orang dewasa mencapai angka 90%. Sedangkan pada anak-anak jumlah infeksi lebih tinggi. Di Negara maju, prevalensi infeksi kuman h. pylori pada dewasa hanya sekitar 30%.

Adapun prevalensi infeksi pada anak-anak lebih rendah daripada orang dewasa (IPD, 2014). Berdasarkan gender, prevalensi gastritis pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Secara teori psikologis wanita lebih banyak menggunakan perasaan dan emosi sehingga rentan mengakami stress psikologis (Gupta, 2008).

2.4.4 Etiologi

Penyebab utama dari gastritis adalah infeksi bakteri Helicobacter pylori.

Gastrits kronik timbul akibat gastritis akut yang berlanjut menjadi kronik. Adapun penyebab lain seperti enteric rotavirus, calicivirus, dan cytomegalovirus yang menimbulkan gambaran histopatologi khas. Selain itu, jamur candida species, histoplasma capsulatum dan mukonaceae dapat menginfeksi mukosa gaster pada pasien immuno compromized. Obat-obatan seperti OAINS juga dapat menyebabkan gastropati dan memiliki banyak variasi (IPD, 2014).

a. Bakteri Helicobacter pylori

Helicobacter pylori telah menginfeksi manusia selama lebih dari 58.000 tahun sampai akhirnya bakteri ini berhasil dikultur oleh Robin Warren dan Barry Marshall pada tahun 1982. H. pylori merupakan bakteri penyebab gastritis kronis, ulkus duodenum, adenokarsinoma lambung dan limfoma. International Agency for Research on Cancer mengategorikan Helicobacter pylori sebagai karsinogen grup I

(38)

setara dengan merokok, radiasi dan asbes. Helicobacter pylori merupakan bakteri pertama yang terbukti dapat menyebabkan kanker lambung (Linz B, 2007).

Gambar 5. Bakteri Helicobacter pylori

Helicobacter pylori merupakan bakteri yang tergolong bakteri gram-negatif, berbentuk spiral dan tumbuh dalam suasana mikroaerofilik. Bakteri ini memiliki ukuran panjang 3 µm dan diameter 0,5 µm, serta memiliki 4-6 flagel sehingga dapat bergerak bebas. Bakteri Helicobacter pylori memiliki berbagai mekanisme pertahanan untuk dapat hidup di lingkungan asam pada lambung (Radji, 2011).

b. Patognesis Infeksi Helicobacter pylori

Kolonisasi bakteri Helicobacter pylori pertama kali terbentuk pada bagian antrum yang tidak terlalu asam. Helicobacter pylori dapat merubah lingkungan mikro disekitarnya menjadi basa sehingga dapat hidup di lapisan lendir mukosa lambung.

Helicobacter pylori menghasilkan enzim urease yang terdapat di bagian luar dan bagian dalam sitoplasma bakteri. Enzim urease menguraikan urea menjadi ammonia dan bikarbonat untuk mengubah suasana asam menjadi suasana basa dalam lambung (Radji, 2011).

(39)

Helicobacter pylori menggunakan flagel yang berbentuk spiral untuk menembus lapisan mukosa lambung agar memudahkan penetrasi pada lipatan mukosa. Bakteri ini juga memproduksi adhesin untuk menempel pada mukosa usus.

Bakteri ini juga memiliki kemampuan untuk memproduksi enzim protease, katalase, dan fosfolipase yang dapat merusak pertahanan mukosa lambung sehingga menyebabkan peradangan kronis (Radji, 2011).

c. Deteksi Helicobacter pylori

Terdapat beberapa metode untuk deteksi bakteri Helicobacter pylori pada lambung, yaitu metode invasif dan metode non-invasif. Metode non-invasif terdiri atas tes napas urea, pemeriksaan feses, dan tes serologi Sedangkan metode invasif terdiri atas endoskopi untuk mengambil jaringan histologi, tes urease, tes PCR (polymerase chain reaction) yang didahului biopsi dan kultur bakteri. (Chey WD, 2007).

Gambar 6. Helicobacter pylori melekat pada mukosa lambung

(40)

1) Metode non-invasif

Metode tes napas urea dilakukan dengan meminum urea karbon label-13 dan label-14. Karbon yang mengandung radiolabel diubah menjadi karbondioksida dan ammonia oleh urease yang dihasilkan oleh Helicobacter pylori. Tes napas urea bermanfaat dalam mengidentifikasi infeksi aktif dengan sensitivitas 99% dan spesifitas yang mencapai 98% (Gisbert, 2004).

Pemeriksaan feses juga baik dilakukan pada anak-anak atau bayi. Analisa antigen Helicobacter pylori pada feses menggunakan antibodi monoklonal dan poliklonal dengan tes ELISA memiliki sensitivitas 94% dan spesifisitas 91,8%

(Gisbert, 2004).

Tes serologi dengan menggunakan antigen Helicobacter pylori dan antibody sekunder dapat digunakan untuk mendeteksi IgG spesifik Helicobacter pylori.

Namun hasil positif tidak dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi akut, meskipun tes serologi tidak dipengaruhi oleh penggunaan antibiotik dan terapi penghambat asam. Sehingga tes serologi hanya memiliki sensitivitas 85% dan spesifitas 79%

(Traci, 2014).

2) Metode invasif

Endoskopi merupakan suatu metode untuk melakukan biopsi pada mukosa gaster. Biopsi dilakukan pada kurvatura mayor korpus gaster, kurvatura mayor antrum dan par angularis. Pewarnaan Giemsa dapat digunakan untuk melakukan

(41)

identiikasi bakteri, penilaian inflamasi dan menunjukkan metaplasia. Pewarnaan Warthin-Starry dan Diff-Quik dapat dilakukan dalam mengidentifikasi Helicobacter pylori (Van Ijzerdon, 2005).

Tes Rapid Urease dapat dilakukan dengan memanfaatkan urease Helicobacter pylori. Prinsip tes ini menggunakan sampel mukosa gaster yang diletakkan pada strip.

Apabila mengandung urease maka urea akan diubah menjadi ammonia sehingga meningkatkan pH pada tes. Tes rapid urease ini memiliki spesivitas 93% dan spesifitas 98% (Midolo P, 2000).

Kultur bakteri Helicobacter pylori merupakan metode sengan spesifitas tinggi dalam menegeakkan diagnosis. Namun teknik kultur cukup sulit karena bakteri Helicobacter pylori membutuhkan waktu 5-7 hari dalam membentuk sebuah koloni padat (Midolo, 2000).

Teknik PCR merupakan teknik deteksi bakteri h. pylori dengan sensivitas 100% dan spesifitas 100%. Meskipun memiliki akurasi yang tinggi, kontaminasi dari endoskopi yang tidak dibersihkan dengan benar dapat memicu hasil negatif/positif palsu (Makristathis A, 2004).

2.4.5 Patofisiologi

Ulkus pada gastritis terjadi akibat dari ketidakseimbangan faktor defensif dan faktor ofensif. Faktor defensif mukosa terdiri dari tiga lapis pertahanan, yaitu pre- epitel berupa mukus dan bikarbonat yang berfungsi menetralisir asam lambung, epitel yang berfungsi memproteksi sel dari stress oksidatif, agen sitotoksik dan kenaikan

(42)

temperature serta post-epitel berupa jaringan pembuluh darah dan ekstensif yang berperan mensuplai nutrisi, oksigen dan mengangkut hasil metabolik yang bersifat toksik. Sedangkan faktor ofensif, yaitu eksogen berupa obat-obatan, alkohol, infeksi bakteri Helicobacter pylori, rokok dan endogen berupa asam lambung, pepsin, enzim pankreas, empedu (Kapita Selekta Kedokteran, 2014).

2.4.6 Diagnosis Histopatologi

Keluhan-keluhan seperti nyeri panas, pedih ulu hati disertai mual dan muntah tidak dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Pemeriksaan fisis juga tidak dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis gastritis ditegakkan melalui pemeriksaan endoskopi dan histopatologi. Gambaran endoskopi yang dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-erosion, raised-erosion, perdarahan dan edematous rugae (IPD, 2014).

Gambar 7. Neutrofil pada intraepitel dan lamina propria tampak jelas

(43)

Gambaran histopatologi dapat menjelaskan perubahan morfologi dan proses mendasar seperti autoimun atau respon adaptif mukosa lambung. Gambaran yang tampak seperti degradasi epitel, hiperplasia foveolar, infiltrasi neutrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limfoid, atrofi, intestinal metaplasia, hiperplasia sel endokrin, dan kerusakan sel parietal. Pemeriksaan bakteri Helicobacter pylori penting untuk mengetahui kausa gastritis kronik.

Gambar 8. Agregat limfoid pada germinal central dan sel plasma pada lamina propria

Gastritis kronik terbagi dua yaitu: gastritis kronik non atropi predominasi antrum dan gastritis kronik atropi multifokal. Ciri khas gastritis kronik nonatropi predominasi antrum adalah inflamasi moderat sampai berat mukosa antrum, sedangkan inflamasi di korpus ringan atau tidak ada sama sekali. Antrum tidak mengalami atropi atau metaplasia.

(44)

Gastritis kronik atropi multifokal mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut:

terjadi inflamasi hampir seluruh mukosa, seringkali sangat berat berupa atropi atau metaplasia setempat pada daerah antrum dan korpus. Gastritis kronik atropi multifokal merupakan faktor risiko penting diplasia epitel mukosa dan karsinoma gaster (IPD, 2014).

a. Gambaran Histopatologi gastritis 1. Inflamasi kronik

Infiltrat inflamasi kronik seperti limfosit, sel plasma, histiosit, dan granulosit dalam lamina propria (kadang dalam kelenjar). Gastritis limfositik digunakan jika limfosit dideteksi dalam epitel kelenjar. Infiltrat limfositik intraglanduler yang lebih berat merusak secara parsial kelenjar.

Lesi limfoepitelial cukup patognomik untuk limfoma gaster primer yang berhubungan dengan Helicobacter pylori.

Gambar 9. Gambaran limfosit di mukosa lambung (panah) sebagai tanda adanya inflamasi kronis (pewarnaan HE)

(45)

2. Inflamasi akut (infiltrat neutrofil dan eosinofil)

Inflamasi akut mukosa gaster ditandai dengan adanya neutrofil dalam lamina propria dan atau lumen kelenjar. Jika eosinopfil dominan maka disebut gastritis eosinofilik.

Gambar 10. Gambaran sel neutrofil pada mukosa lambung (panah) sebagai tanda adanya inflamasi akut (pewarnaan HE).

3. Atrofi mukosa gaster

Atrofi adalah hilangnya beberapa kelenjar (appropriate glands) pada antrum dan korpus. Fenotipe transformasi atrofik terdiri dari: (1) shrinkage atau tidak tampak kelenjar digantikan oleh lamina propria yang meluas (fibrotik). Situasi ini menyebabkan pengurangan massa kelenjar;

(2) Penggantian kelenjar oleh kelenjar metaplastik menyebabkan metaplasia intestinal dan/atau pseudopilorik. Jumlah kelenjar belum tentu berkurang, tetapi jaringan metaplastik menyebabkan struktur kelenjar lebih sedikit.

(46)

Gambar 11. Gastritis atrofik multifokal dengan metaplasia intestinal dengan pewarnaan HE.

4. Metaplasia

Metaplasia merupakan perubahan sel-sel yang berdiferensiasi ke sel tipe lain mengindikasikan stimulus terhadap lingkungan. Metaplasia intestinal diinisasi oleh sel punca gaster, biasanya dicetuskan oleh iritasi menetap pada gaster. Metaplasia tipe intestinal adalah bentuk metaplasia tersering dan dapat menjadi precursor kanker gaster, termasuk lesi prekeganasan karena berhubungan dengan terjadinya adenoma dan adenokasrinoma berdiferensiasi baik.

(47)

Gambar 12. Metaplasia intestinal pada gaster dengan pewarnaan HE

5. Displasia

Displasia (neoplasia non-invasif/neoplasia intraepitel) terjadi akibat gastritis atrofik berkepanjangan, terutama infeksi Helicobacter pylori;

metaplasia intestinal bersiko transformasi lebih jauh, menjadi epitel berdiferensiasi. Displasia epitel masih terbatas dalam membran basalis dari struktur kelenjar (Yulida, 2013).

b. Update Sydney System

Sydney System merupakan gabungan temuan endoskopi dan histologis.

Klasifikasi Sydney bertujuan untuk standarisasi laporan klasifikasi gastritis per endoskopi berdasarkan tampilan mukosa, seperti edema, punctuate and confluent erythema, friability, punctuate and confluent exudate, flat and raised erosion, rugal hyperplasia and atrophy, visibility of vascular pattern, punctuate and confluent intramural bleeding spots, dan coatse nodularity.

(48)

Hasil endoskopi dimasukkan serta tingkat keparahan diklasifikasikan ke dalam salah satu dari 8 kategori, yaitu gastritis superfisial, gastritis hemorrhagic, gastritis erosiva, gastritis verrukosa, gastritis atrofik, gastritis metaplastik, gastritis hipertrofik, dan gastritis khusus.

Update Sydney system merupakan system grading yang paling banyak digunakan. Sistem ini menggabungkan informasi topografi, morfologi dan etiologi untuk evaluasi diagnosis gastritis. Masing-masing tampilan patologi yang relevan (kepadatan Helicobacter pylori, intensitas neutrophil, inflamasi mononuklear, atrofi antrum dan korpus dan metaplasia intestinal) digradasikan menurut standardized visual analogue scale.

Gambar 13. Update Sydney System

(49)

Kriteria grading biopsi gaster memiliki variabel skor numerik atau deskriptif: 0 untuk tidak ada, 1 untuk ringan, 2 untuk sedang, dan 3 untuk berat. Nilai masing-masing specimen dirata-rata secara terpisah untuk masing- masing kompartemen.

Derajat inflamasi dinilai dari intensitas sel-sel inflamasi (limfosit, sel plasma dan granulosit) dalam lamina propria yang digradasikan: absen (0), ringan (1), moderate (2), dan berat (3) berdasarkan visual analogue scales dari Update Sydney System. Derajat inflamasi ditentukan dari kombinasi derajat lesi inflamasi di mukosa antrum dan korpus (Rugge, 2008).

Derajat atrofi ditentukan dari hilangnya kelenjar (dengan atau tanpa metaplasia intestinal). Pada masing-masing kompartemen (antrum dan korpus) digradasikan skor 0-4, menurut visual analogue scale dari Update Sydney System (Rugge, 2008).

Tabel 2.1 Kriteria grading biopsi gaster

Jenis Densitas dari Gambaran Histologis Grade Inflamasi

kornik (limfosit dan sel plasma

2-3 sel inflamatorik kronik tersebar acak pada biospi

0

10-15 sel inflamatorik kronik/hpf (high power field)

1

Beberapa area dengan sel inflamatorik kronik padat

2

Infiltrasi difus dengan sel inflamatorik kronik 3

(50)

padat Infiltrasi

Neutrofilik

Tidak terdapat neutrophil di manapun pada biopsi 0

Neutrofil tersebar pada biopsi 1

Foci dari infiltrate neutrofilik padat dengan neutrophil tersebar pada keseluruhan biopsi

2

Beberapa foci dari infiltrate inflamatorik padat dari biopsy dengan keterlibatan kripta

3

Atrofi Tidak ada kelenjar gaster yang hilang 0

Area kecil di mana kelenjar-kelenjar gaster hilang (<25%)

1

25-50% dari biopsy memperlihatkan hilangnya kelenjar

2

>50% dari biopsy memperlihatkan hilangnya kelenjar

3

Metaplasia intestinal

Tidak ada metaplasia 0

Area fokal dari metaplasia intestinal (1-4 kripta) 1 Foci multiple >4 kripta, tapi <50% dari biopsy 2 Metaplasia intestinal >50% dari specimen biopsy 3 Densitas h.

pylori

Tidak terdapat H. pylori di manapun pada biopsy 0 Hanya sedikit H. pylori pada foci tunggal atau multiple

1

Banyak H. pylori yang terlihat pada area foci terpisah

2

>50% dari area permukaan diselimuti H. pylori 3

(51)

c. Lokasi biopsi gaster

Lokasi biopsi yang berbeda disarankan untuk mewakili semua mukosa pada gaster. Proposal OLGA (operative link on gastritis assessment) menyarankan setidaknya dilakukan biopsi pada tiga lokasi (Ruggae, 2008), yaitu:

1. Kurvatura mayor dan minor antrum distal (A1-A2= mucus secreting mucosa)

2. Kurvatura minor incisura angularis (A3), tempat perubahan atrofi- metaplastik sering terjadi paling dini

3. Dinding anterior dan posterior korpus proksimal (C1-C2=oxyntic mucosa)

Gambar 14. Protokol sampling biopsi lambung

(52)

2.4.7 Terapi

Pengobatan gastritis karena infeksi Helicobacter pylori diberikan terapi yang terdiri atas kombinasi PPI dan 33ntibiotic selama 10-14 hari. Setelah eradikasi Helicobacter pylori, pengobatan selanjutnya dengan terapi supresi asam selama 4 minggu untuk memberikan kesempatan ulkus sembuh. Setelah itu dilakukan endoskopi untuk menilai penyembuhan ulkus (Kapita Selekta Kedokteran, 2014).

Antiobiotika yang dianjurkan adalah klaritomisin, amoksisilin, metronidazole dan tetrasiklin. PPI (Proton Pump Inhibitor) yang digunakan adalah omeprazole (2x20mg), lanzoprazol (2x30mg), rabeprazol (2x10 mg), esomeprazole (2x20 mg).

Bila PPI dan kombinasi antibiotika gagal, dianjurkan menambahkan bismuth subsalisilat/subsitral.

Terapi farmakologi juga harus dibarengi dengan diet lambung pada penderita gastritis. Diet pada gastritis bertujuan untuk memberikan makanan yang tidak mengiritasi lambung, menghilangkan gejala penyakit dan menetralisir asam lambung.

Pola makan dengan porsi kecil dan sering dapat memperbaiki kondisi pencernaan.

(53)

Tabel 2.2 Penatalaksanaan infeksi Helicobacter pylori

Contoh regimen untuk Eradikasi infeksi Helicobacter pylori

Obat 1 Obat 2 Obat 3 Obat 4

PPI dosis ganda Klarithomisin (2x500 mg)

Amoksisilin (2x1000 mg) PPI dosis ganda Klarithomisin

(2x500 mg)

Metronidazol (2x500 mg) PPI dosis ganda Tetrasiklin

(2x500 mg)

Metronidazol (2x500 mg)

Subsalisilat/subsitral

Regimen diberikan selama 1 minggu

2.4.8. Komplikasi

Jika tidak ditangani dengan baik, gastritis akut maupun kronik dapat menimbulkan komplikasi. Gastriti akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas berupa melena dan hematemesis yang dapat berakhir dengan syok hemoragik. Adapun gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia (Mansjoer, 2011).

(54)

2.4.9 Pencegahan

Gastritis dapat dicegah dengan memulai pola hidup sehat selain menghindari sumber-sumber makanan yang terkontaminasi Helicobacter pylori. Makanan yang merangsang lambung seperti makanan pedas, asam, dan berlemak perlu dihindari.

Sebaliknya makanan yang mengandung tepung, roti, nasi, jagung dapat menormalkan asam lambung.

Pola hidup sehat dengan tidak merokok dan mengonsumsi alkohol juga penting. Konsumsi alkohol dapat mengiritasi lambung yang menyebabkan peradangan dan perdarahan di lambung. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan asam lambung dan memperlambat penyembuhan luka pad alambung serta meningkatkan risiko kanker lambung. Konsumsi obat-obatan golongan NSAID juga perlu dihindari karena dapat mengiritasi lambung. Contoh obat-obatan golongan NSAID seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen (Mansjoer, 2011)

(55)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Toeri

Sel B

Anti H+/K+-ATP ase Atrofi gaster

Atrofi gaster

Perubahan glikoprotein

mukus

Th 1 Th 2

IL-2 INF-γ

IL-4 IL-5 IL-10 TNF-α

IL-1β

Inflamasi kronik

Phospholipase A2

Vac A

Disrupsi epitel barrier

Apoptosis sel gaster

Ulkus

Penetrasi Helicobacter pylori

(Hp) Urease

LPS Porins

Makrofag

IL-12

Th0

Adhesi Hp pada mukosa

Adhesion: BabA, AlpA, HopZ

NF-kB AP-1

IL-8

Neutrofil Inflamasi akut

Cag A

E-cadherine

Gen CDX1

Intestinal specific CDX1

Metaplasia intestinal Metaplasia Intestinal 36

(56)

3.2 Kerangka Konsep yang Diteliti

Berdasarkan dasar pemikiran menurut variabel yang diteliti seperti tersebut diatas, maka dapat disusun pola pikir variabel yang diteliti sebagai berikut:

"

Gambaran Histopatologis

Gastritis

Sel Radang Limfosit

Sel Radang PMN Atrofi Kelenjar Metaplasia Intestinal

"

Infeksi Helicobacter

pylori "

Slide Histopatologi

"

Slide Giemsa (Helicobacter pylori)

(57)

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan pada variabel-variabel yang diamati atau diteliti untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel- variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur.

1. Variabel : Bakteri Helicobacter pylori

Definisi Operasional : Pada preparat dengan pewarnaan Giemsa dinyatakan positif bila terdapat kuman dengan struktur seperti batang berbentuk spiral pada lapisan mukus permukaan epitel antrum lambung.

Alat ukur : Mikroskop cahaya

Cara pengukuran : Dengan pengamatan menggunakan mikroskop pembesaran 40-100x yang sudah dipulas dengan Giemsa

Hasil ukur : 0 = positif dan 1 = negatif

Skala ukur : Ordinal

2. Variabel : Gambaran Histopatologi

Definisi Operasional : Merupakan karakteristik gambaran histopatologi yang dinilai menggunakan kriteria Update Sydney System

Alat ukur : Mikroskop cahaya

Cara Pengukuran : Dengan pengamatan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 200x atau 400x dan dinilai berdasarkan kriteria USS

Hasil ukur : Karakteristik gambaran histopatologi yang dilihat dari sediaan preparat yaitu: 0= Atrofi kelenjar; 1= Metaplasia intestinal;

2= Folikel Limfoid; 3= Aktivitas Polimorfonuklear.

(58)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP DR.

Wahidin Sudirohusodo Makassar

4.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan mulai tanggal 1 Juni hingga 30 Oktober 2017, dimulai dari revisi proposal, pengurusan etik, pelaksanan penelitian, pengumpulan dan pengolahan data, hingga pembuatan laporan hasil penelitian.

4.1.3 Disiplin ilmu terkait

Penelitian ini mencakup disiplin ilmu Patologi Anatomi, ilmu Penyakit Dalam (sub divisi Gastroenterohepatologi) dan ilmu Mikrobiologi.

4.2 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian desktriptif dengan desain analisis potong lintang (cross sectional). Penelitian analisis cross sectional ini berorientasi untuk mengetahui hubungan antara bakteri Helicobacter pylori dengan gambaran

39

(59)

histopatologi biopsi mukosa lambung pasien yang terdiagnosis gastritis di RSUP DR.

Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016.

4.3 Populasi dan Subjek Penelitian 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh preparat pasien gastritis yang ada di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2016.

4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini dipilih dari populasi yang telah memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kritrsia eksklusi yang telah ditetapkan.

4.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi 4.4.1 Kriteria Inklusi

a. Sampel preparat pasien gastritis yang yang tercatat di Rekam Medik Laboratorium Patologi Anatomi RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo tahun 2016.

b. Data Rekam Medik yang lengkap

c. Adanya sampel preparat dengan pewarnaan Giemsa untuk bakteri Helicobacter pylori dan sampel preparat dengan pewarnaan H.E. untuk gambaran histopatologi mukosa lambung.

(60)

4.4.2 Kriteria Eksklusi

a. Data Rekam Medik yang hilang/tidak lengkap

b. Preparat slide yang hilang/rusak 4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Rekam Medik pasien, preparat slide histopatologi, mikroskop cahaya dengan pembesaran 1000x di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

4.6 Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data Rekam Medik dan preparat slide dengan pewarnaan Giemsa dan H.E. pasien yang terdiagnosis gastritis di laboratorium Patologi Anatomi.

4.7 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Editing

Untuk memastikan apakah data sudah terisi dengan lengkap atau belum, serta menguji relevansi data.

(61)

b. Coding

Tahap coding memberikan kode terhadap data yang diambil untuk memudahkan klasifikasi, analisis dan proses memasukkan data untuk uji statistik.

c. Entry Data

Tahap entry dilakukan dengan cara memasukkan data yang telah dikode ke dalam komputer dengan menggunakan program SPSS 16.0

d. Cleaning Data

Tahap cleaning data bertujuan untuk membersihkan dara dari kemungkinan data yang tidak memenuhi syarat.

4.8 Alur Penelitian

1. Pengambilan Data Rekam Medis

Pengambilan data akan dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar. Data yang diambil adalah data pada tahun 2016.

Data yang diteliti merupakan data Rekam Medis tahun 2016 dengan diagnosis gastritis melalui tindakan endoskopi dan biopsi dan telah dimasukkan dalam kriteria inklusi dan eksklusi.

(62)

2. Pengambilan slide/preparat histopatologi

Pengambilan preparat histopatologi sesuai dengan rekam medis serta telah dimasukkan dalam kriteria inklusi dan eksklusi.

3. Analisa sampel

Masing-masing sampel dinilai adanya bakteri Helicobater pylori pada preparat dengan pewarnaan Giemsa dan preparat dengan pewarnaan H.E untuk gambaran histopatologi berdasarkan Update Sydney System yang meliputi adanya atrofi kelenjar, metaplasia intestinal, folikel limfoid, aktivitas polimorfonuklear.

Referensi

Dokumen terkait

Daerah ini pada jaman es melanda dunia pada masa plestosin jutaan tahun yang lalu, merupakan bagian daratan yang menghubungkan pulau Sulawesi dengan daratan Filipina bahkan

belum terlihatnya perbedaan mengenai kualitas informasi tentang manajemen laba, relevansi nilai, dan pengakuan kerugian tepat waktu terhadap kualitas akuntansi setelah

Melihat latar belakang di atas, sangatlah menarik untuk dilakukan penelitian terkait dengan peran keluarga dalam memberikan dukungan terhadap perempuan yang menderita

[r]

 Guru menyampaikan bahwa setelah mengamati contoh poster pameran batik dan gerabah Nusantara, siswa akan membuat poster tentang pameran seni tradisional yang

berhubungan dengan pembukaan rahasia nasabah bank oleh OJK.. dalam hal pemeriksaan perpajakan melalui aplikasi elektronik. berdasarkan POJK No.25/pojk.03/2015.

dimengerti yang meliputi cara kerja, fungsi serta beberapa komponen utama yang digunakan pada alat peraga sistem penerima ( receiver ) sehingga dapat membantu mahasiwa teknik

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 25 /POJK.03/2015 Tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait Perpajakan Kepada Negara Mitra Atau Yurisdiksi Mitra, Pasal 1