• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of The Correlation between Food Security with Stunting Toodler from Fisherman Family

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "View of The Correlation between Food Security with Stunting Toodler from Fisherman Family"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KETAHANAN PANGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DARI KELUARGA NELAYAN

The Correlation between Food Security with Stunting Toodler from Fisherman Family

Warda Eka Islamiah1, Siti Rahayu Nadhiroh1*, Endah Budi Permana Putri2, Farapti1, Chyntia Apris Christiwan1, Priskila Kris Prafena1

1 Program Studi S1 Gizi, Departemen Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia

2Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan, Universitas Nahdlatul Ulama, Surabaya, Indonesia

*E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Masalah kerawanan pangan sangat berkaitan dengan masalah kemiskinan. Salah satu komunitas yang termasuk golongan menengah ke bawah di Indonesia adalah komunitas nelayan. Balita stunting merupakan salah satu masalah gizi kronis yang disebabkan oleh rendahnya akses dan keterjangkauan terhadap pangan. Ketahanan pangan dan gizi adalah suatu kesatuan dimana gizi merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam perbaikan kualitas hidup penduduk. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga, karakteristik balita dan ketahanan pangan rumah tangga dengan kejadian stunting pada balita. Penelitian ini termasuk dalam desain penelitian cross sectional study. Sampel penelitian sebesar 87 rumah tangga nelayan di Kelurahan Ngemplakrejo, Kota Pasuruan yang dipilih secara acak menggunakan teknik simple random sampling. Data dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting yang masih tinggi yaitu sebesar 43,7%. Selain itu juga masih ditemukan keluarga pada kategori rawan pangan berat yakni sebesar 16,1%. Berdasar hasil penelitian, terdapat hubungan antara pengeluaran pangan rumah tangga (p=0,027), panjang badan lahir (p=0,027), riwayat ASI Eksklusif (p=0,034) dan ketahanan pangan rumah tangga (p=0,000) dengan stunting pada balita. Kesimpulan dari penelitian ini adalah stunting pada balita dapat terjadi karena faktor karakteristik keluarga, karakteristik balita dan ketahanan pangan. Penelitian ini merekomendasikan adanya peningkatan ketahanan pangan dengan memperhatikan ketercukupan kebutuhan pangan keluarga melalui tindakan coping strategy serta memperhatikan pengeluaran rumah tangga dengan lebih mementingkan pemenuhan gizi balita dan meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga dengan memberikan pelatihan dan keterampilan usaha diversifi kasi produk tangkapan maupun usaha produktif.

Kata kunci: Ketahanan Pangan, Stunting, SDGs

ABSTRACT

The food insecurity problem is closely related to poverty. One of the communities belonging to the lower middle class in Indonesia is Fishermans. Stunting toddler is one of the chronic nutritional problems caused by low access to and aff ordability of food. Food and nutrition security is a unity, where nutrition is a very important element in improving the life quality of the population. The purpose of this study was to analyze the relationship between family characteristics, toddler characteristics, and food security with the incidence of stunting in toddlers. This research is included in the cross-sectional study design. The research sample was 87 fi sherman households in the Ngemplakrejo Village, Pasuruan City, which were randomly selected using simple random sampling. Data were analyzed using chi-square correlation tests. The results showed that the stunting prevalence was still high at 43.7%. In addition, families in the category of severe food insecurity were also found, namely 16.1%. Based on the study results, there was a relationship between household food expenditure (p=0.027), birth body length (p=0.027), exclusive breastfeeding history (p=0.034) and household food security (p=0.000) with stunting in toddlers. The conclusion of this study is stunting in toddlers can occur due to factors such as family characteristics, toddler characteristics, and food security. This study recommends increasing in food security by paying attention to the adequacy of family food needs through coping strategy, household expenditure by prioritizing toddler nutrition and increasing household food security by providing training and skills in diversifi cation of catch products and productive businesses.

Keywords: Food Security, Stunting, SDGs

©2022. The formal legal provisions for access to digital articles of this electronic journal are subject to the terms of the Creative Commons- Attribution-NonCommercial-ShareAlike license (CC BY-NC-SA 4.0). Received 18-11-2022, Accepted 13-12-2022, Published online 15-12-2022.

(2)

PENDAHULUAN

Ketersediaan pangan adalah hal yang sangat penting karena termasuk dalam salah satu aspek ketahanan pangan. Ketahanan pangan dapat diartikan sebagai ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya (Yustika Devi et al., 2020). Jika ketahanan pangan terutama ketahanan pangan keluarga tidak mencukupi, maka asupan pangan rendah dan berdampak pada status gizi seseorang (Abdullah et al., 2018).

Menurut data Indeks Ketahanan Pangan Global (Global Food Security Index/GFSI) pada tahun 2021, menyebutkan dalam The 2021 Global Food Security Index bahwa tantangan ketahanan pangan Indonesia adalah diversifi kasi pangan dimana hasil tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ke 69 dari 113 negara dengan skor total 59,2 dari nilai maksimal 100 dimana hasil tersebut lebih rendah dibanding tahun 2020 (EIU, 2021). Hasil tersebut sejalan dengan Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan yang menunjukkan adanya fl uktuasi kualitas konsumsi pangan. Indikator yang digunakan untuk mengetahui ketersediaan pangan yang beragam yaitu Skor Pola Pangan Harapan (PPH). Pada tahun 2020 skor PPH nasional sebesar 86,3% dimana hasil tersebut masih kurang dari target yang ditetapkan yaitu 90,4% (BKP, 2021).

Masalah kerawanan pangan sangat berkaitan dengan masalah kemiskinan (Atem & Niko, 2020).

Salah satu komunitas yang termasuk golongan menengah ke bawah di Indonesia adalah komunitas nelayan. Menurut Anwar et al. (2019) sebanyak 14,58 juta jiwa atau sekitar 90% dari 16,2 juta penduduk Indonesia yang bermata pencaharian sebagai nelayan masih berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini terjadi karena akses pangan yang rendah yang diakibatkan status ekonomi, kesejahteraan, rendahnya penghasilan, dan melambungannya nilai jual bahan pangan.

Akses pangan yang rendah dapat menyebabkan adanya masalah kesehatan. Golongan yang paling rentan terhadap kesehatan dan gizi adalah balita.

Hal ini dikarenakan anak memiliki pertumbuhan yang pesat. Balita stunting merupakan salah satu masalah gizi kronis yang disebabkan oleh rendahnya akses dan keterjangkauan terhadap pangan. Ketahanan pangan dan gizi adalah suatu kesatuan dimana gizi merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam perbaikan kualitas hidup

penduduk. Prevalensi angka stunting di Indonesia menurut data SSGI 2021 menunjukkan 24,4% yang masih tinggi dari target pemerintah yaitu 14%.

Kota Pasuruan merupakan salah satu kawasan pesisir strategis di Jawa Timur. Kelurahan Ngemplakrejo merupakan salah satu kelurahan di Kota Pasuruan yang 40% penduduknya bermata pencahariaan sebagai nelayan. Nelayan sebagai masyarakat pesisir dominan memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah karena menghadapi masalah kemiskinan (Delly et al., 2019). Pendapatan yang rendah akan mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga di kawasan pesisir untuk menyediakan makanan yang bergizi seimbang bagi keluarga yang berdampak pada munculnya masalah kesehatan terutama kelompok yang rawan yaitu balita.

Stunting juga menjadi masalah utama di Kota Pasuruan. Prevalensi stunting di Kota Pasuruan pada tahun 2021 sebesar 23% hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah balita stunting dari tahun 2020 sebesar 19% (Dinas Kesehatan Kota Pasuruan, 2022). Kelurahan Ngemplakrejo merupakan salah satu kelurahan dengan gizi kurang terbanyak kedua di Kecamatan Panggungejo, Kota Pasuruan.

Adanya permasalahan di bidang gizi dapat tercermin dari tidak tercapainya status gizi. Salah satu akar permasalahannya yaitu ketahanan pangan keluarga yang tidak terpenuhi. Apabila terjadi secara terus menerus dapat memicu balita mengalami kekurangan gizi kronis yang berakibat balita akan mengalami masalah gizi lainnya. Oleh karena itu, peneliti ingin menganalisis hubungan karakteristik keluarga, karakteristik balita, dan ketahanan pangan dengan kejadian stunting pada balita dari keluarga nelayan di Kelurahan Ngemplakrejo, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional study.

Sampel penelitian sebesar 87 rumah tangga nelayan di Kelurahan Ngemplakrejo, Kota Pasuruan yang dipilih secara acak menggunakan metode simple random sampling dengan kriteria eksklusi antara lain, balita yang mengalami cacat fisik, balita dengan riwayat penyakit infeksi kronis seperti tuberkulosis, dan balita yang memiliki saudara kandung berusia 6-59 bulan.

(3)

Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni dimana pada bulan ini termasuk dalam akhir musim panen. Data karakteristik keluarga, karakteristik balita, dan status ketahanan pangan dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan responden menggunakan kuesioner, yaitu kuesioner umum untuk mengetahui karakteristik rumah tangga nelayan dan karakteristik balita serta kuesioner HFIAS untuk mengukur ketahanan rumah tangga nelayan. Kuesioner HFIAS yang digunakan mengacu pada kuesioner yang dirilis oleh Food and Nutrition Technical Assistance Project (FANTA) pada tahun 2007. Untuk mengetahui kejadian stunting balita, peneliti melakukan pengukuran tinggi badan balita menggunakan microtoise kemudian mengklasifi kasikan status gizi berdasarkan indeks TB/U atau PB/U. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan chi-square untuk menguji hubungan antara karakteristik keluarga, karakteristik balita, dan status ketahanan pangan dengan status gizi berdasar indeks TB/U atau PB/U.

Penelitian ini telah memperoleh persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga dengan nomor sertifi kat 273/HRECC.

FODM/V/2022 tahun 2022.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menyajikan hasil penelitian yang ringkas dan jelas sesuai dengan tujuan studi. Tabel 1 menunjukkan karakteristik dari 87 responden, meliputi karakteristik keluarga dan karaktersitik balita. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting masih tinggi yaitu sebesar 43,7%. Pengeluaran pangan rumah tangga, panjang badan lahir, dan riwayat ASI Eksklusif menunjukkan hubungan yang signifi kan dengan stunting pada balita (p<0,05).

Karakteristik Keluarga

Balita dari keluarga dengan pengeluaran pangan dalam kategori rendah memiliki persentase gizi pendek lebih besar dibandingkan balita dari keluarga dengan pendapatan kuartil diatasnya yakni sebesar 64%. Pengeluaran terhadap pangan juga merupakan salah satu faktor penting status gizi balita. Pengeluaran untuk pangan keluarga nelayan di Kelurahan Ngemplakrejo sebagian besar berada pada kuartil 3 memiliki balita status gizi normal.

Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan antara pengeluaran untuk pangan dengan status gizi balita berdasar indeks TB/U atau PB/U (p=0,027>α).

Pendapatan kurang dari rata – rata akan berdampak pada pengeluaran rumah tangga untuk pangan.

Pengeluaran rumah tangga termasuk didalamnya pengeluaran untuk pangan salah satu indikator dalam menentukan ketahanan pangan rumah tangga.

Proporsi pengeluaran pangan juga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Diniyyah & Nindya (2017) yang menyebutkan bahwa pengeluaran pangan berhubungan dengan tingkat asupan energi dan protein. Semakin besar pengeluaran untuk makan, maka semakin kecil resiko untuk kekurangan asupan energi dan protein. Hal ini disebabkan karena rendahnya pengeluaran berkorelasi positif dengan kuantitas belanja pangan. Semakin rendah kuantitas belanja pangan menyebabkan pemenuhan kebutuhan gizi khususnya energi dan protein semakin kecil.

Karakteristik Balita

Balita dengan status gizi normal sebagian besar memiliki panjang badan lahir normal yakni sebesar 62,3%. Uji korelasi Chi Square panjang badan lahir dengan status gizi (TB/U atau PB/U) didapatkan hasil (p=<0,05). Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara panjang badan lahir dengan kejadian stunting pada balita keluarga nelayan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sutrio & Lupiana (2019) yang menunjukkan ada hubungan antara panjang badan lahir dengan kejadian stunting pada batita di desa Cipadang. Panjang badan lahir yang rendah menandakan bahwa anak tersebut semasa dalam kandungan mengalami kekurangan asupan nutrisi sehingga berdampak pada pertumbuhan anak yang tidak optimal selain itu jika setelah anak lahir anak tersebut tidak mendapatkan asupan nutrisi yang adekuat dalam kurun waktu yang lama sehingga salah satu dampak yang ditimbulkan yaitu status gizi anak berdasarkan tinggi badan dan umur yang rendah (stunting). Panjang badan bayi saat lahir merupakan faktor risiko kejadian stunting pada Balita usia 12-36 Bulan Di wilayah kerja Puskesmas Kandai Kota Kendari tahun 2016 (Swathma et al., 2016). Panjang badan bayi saat lahir menggambarkan pertumbuhan linear

(4)

bayi selama dalam kandungan. Ukuran linear yang rendah biasanya menunjukkan keadaan gizi yang kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita waktu lampau yang diawali dengan perlambatan atau retardasi pertumbuhan

janin (Hidayati & Asia, 2021). Asupan gizi ibu yang kurang adekuat sebelum masa kehamilan menyebabkan gangguan pertumbuhan pada janin sehingga dapat menyebabkan bayi lahir dengan panjang badan lahir pendek.

Tabel 1. Hubungan Karakteristik Keluarga dan Balita dengan Status Gizi Balita Menurut Indeks TB/U atau PB/U

Variabel

Status Gizi Berdasar Indeks TB/U atau PB/U

Total

p-value

Pendek Normal

n % n % n %

N 38 43,7 49 56,3 87 100

Karakteristik Keluarga Usia Kepala Keluarga

≤ 35 tahun 19 39,6 29 60,4 48 100

0,672

36-45 tahun 14 50 14 50 28 100

≥ 46 tahun 5 45,5 6 54,5 11 100

Jumlah Anggota Keluarga

≤ 4 orang 24 39,3 37 60,7 61 100

0,212

> 4 orang 14 53,8 12 46,2 26 100

Pendidikan Ibu

Lulus SD/MI/Sederajat 26 54,2 22 45,8 48 100

0,056

Lulus SMP/MTS/Sederajat 8 38,1 13 61,9 21 100

Lulus SMA/MA/Sederajat 4 22,2 14 77,8 18 100

Pendidikan Ayah

Lulus SD/MI/Sederajat 23 50 23 50 46 100

0,258

Lulus SMP/MTS/Sederajat 10 50 10 50 20 100

Lulus SMA/MA/Sederajat 5 23,8 16 76,2 21 100

Pendapatan Keluarga

Rendah 14 56 11 44 25 100

0,215

Cukup 18 42,9 24 57,1 42 100

Tinggi 6 30 14 70 20 100

Pengeluaran Pangan

Rendah 16 64 9 36 25 100

0,027*

Cukup 17 40,5 25 59,5 42 100

Tinggi 5 25 15 75 20 100

Karakteristik Balita Usia Balita

Baduta 13 35,1 24 64,7 37 100

0,182

Batita 6 37,5 10 62,5 16 100

Pra-sekolah 19 55,9 15 44,1 34 100

Jenis Kelamin Balita

Perempuan 15 38,5 24 61,5 39 100

0,377

Laki-laki 23 47,9 25 52,1 48 100

Berat Badan Lahir

BBLR 5 71,4 2 28,6 7 100

0,123

Normal 33 41,2 47 58,8 80 100

Panjang Badan Lahir

Rendah 12 66,7 6 33,3 18 100

0,027*

Normal 26 37,7 43 62,3 69 100

Riwayat ASI Eksklusif

ASI Eksklusif 17 34 33 66 50 100

0,034*

Tidak ASI Eksklusif 21 56,8 16 43,2 37 100

*Signifi cant p-value <0,05

(5)

Balita dengan status gizi pendek sebagian besar tidak ASI Eksklusif yakni sebesar 56,8%.

ASI Eksklusif memiliki manfaat yang sangat baik bagi balita sebagai penunjang status gizinya.

Berdasarkan Tabel 5.26 dapat diketahui bahwa balita dengan status gizi normal berdasar indeks TB/U atau PB/U sebagian besar memiliki riwayat ASI Eksklusif. Uji korelasi riwayat ASI Eksklusif Chi Square dengan status gizi (TB/U atau PB/U) didapatkan hasil p-value sebesar 0,034 < 0,05α.

Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara riwayat ASI Eksklusif dengan status gizi (TB/U atau PB/U) pada balita. Penelitian yang dilakukan oleh Swanida et al., (2020) tentang hubungan pemberian ASI Eksklusif terhadap satus gizi pada balita usia 36-59 bulan di Pesisir Kecamatan Kabupaten Kepulauan Sitaro, menunjukkan bahwa status stunting mempunyai kaitan dengan pemberian ASI Eksklusif. Pemberian ASI Eksklusif merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi. Ibu yang memiliki

keadaan gizi baik dan memberikan pelayanan eksklusif pemberian ASI kepada anak akan dapat memberikan nutrisi yang cukup bagi bayi untuk tumbuh dengan kecepatan yang konsisten dengan pertumbuhan anak. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian dari Ni’mah and Nadhiroh (2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia., et al (2019) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pola pemberian makan, riwayat penyakit, dan riwayat ASI eksklusif dengan status gizi pada balita. ASI mengandung zat-zat yang baik berkualitas tinggi untuk bayi.

Zat- zat gizi berkualitas tinggi tersebut berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan balita.

Ketahanan Pangan

Tabel 2 menunjukkan ketahanan pangan rumah tangga keluarga nelayan sebanyak 87 rumah tangga.

Tabel 2. Hubungan Ketahanan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Balita Menurut Indeks TB/U atau PB/U Status Ketahanan Pangan Status Gizi Berdasar Indeks TB/U atau PB/U Total p-value

Pendek Normal

n % n % n %

Tahan Pangan 8 19 34 81 42 100

0,000*

Rawan Pangan Tingkat Sedang 18 58,1 13 41,9 31 100

Rawan Pangan Tingkat Berat 12 85,7 2 14,3 14 100

Total 38 43,7 49 56,3 87 100

*Signifi cant p-value <0,05

Berdasarkan Tabel 2 masih ditemukan keluarga pada kategori rawan pangan berat yakni sebesar 16,1%. Tabel 2 menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara ketahanan pangan rumah tangga dengan stunting pada balita (p<0,01).

Hasil penelitian terkait ketahanan pangan dan status gizi balita berdasar TB/U atau PB/U pada penelitian ini menunjukkan bahwa balita dengan status gizi sangat pendek dan pendek sebagian besar memiliki status ketahanan pangan tingkat rumah tangganya dalam kategori rawan pangan tingkat sedang. Sedangkan, balita dengan status gizi baik atau normal memiliki status ketahanan pangan tahan pangan. Uji korelasi Spearman’s Rho status ketahanan pangan dengan status gizi (TB/U atau PB/U) didapatkan hasil p-value sebesar 0,000

< 0,05α. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifi kan antara status ketahanan pangan rumah tangga dengan status gizi (TB/U atau PB/U) pada balita dari keluarga nelayan di Kelurahan Ngemplakrejo.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, hasil tersebut sejalan dengan penelitian Fentiana et al. (2019) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara ketahanan pangan rumah tangga dengan kejadian stunting pada balita usia 6-24 bulan dengan nilai p-value=0,012. Berdasarkan penjelasan tersebut, semakin tahan pangan suatu rumah tangga, maka semakin baik pula asupan makanan balita. Rumah tangga dengan kategori tahan pangan memiliki anggota keluarga yang mempunyai akses terhadap pangan, baik jumlah

(6)

maupun mutunya dan hal ini akan berdampak pada terpenuhinya kebutuhan gizi balita sehingga tercapai status gizi yang optimal (Arida et al., 2015).

Balita yang berada dalam kondisi rumah tangga tahanpangan memiliki tingkat kecukupan energi dan protein yang baik. Berbeda dengan balita dari keluarga rawan pangan yang mengalami keterlambatan pertumbuhan karena kurang memiliki akses terhadap pangan, sehingga porsi makan dikurangi untuk berbagi dengan anggota keluarga lainnya. Hal ini disebabkan oleh akses rumah tangga terhadap pangan semakin baik sehingga kemampuan keluarga menyediakan makanan guna memenuhi kebutuhan gizi anak dan anggota keluarga semakin terpenuhi. Akses pangan rumah tangga dikatakan baik jika rumah tangga dapat mengakses pangan yang tersedia secara fi sik, sosial danekonomi. Kurangnya akses pangan keluarga akan berakibat pada kesulitan untuk memenuhi kecukupan zat gizi balita, sehingga secara tidak langsung akses pangan keluarga dapat mempengaruhi status gizi balita melalui tingkat kecukupan zat gizi pada balita (Faiqoh &

Suyatno, 2018). Ketahanan pangan yang rendah pada keluarga nelayan di Kelurahan Ngemplakrejo diakibatkan karena tingkat pendapatan yang kurang maupun akses terhadap pangan yang kurang juga.

Hal ini dikarenakan penghasilan nelayan yang tidak menentu tergantung musim.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting yang masih tinggi yaitu sebesar 43,7%.

Selain itu juga masih ditemukan keluarga pada kategori rawan pangan berat yakni sebesar 16,1%. Berdasar hasil penelitian, terdapat hubungan antara pengeluaran pangan rumah tangga (p=0,027), panjang badan lahir (p=0,027), riwayat ASI Eksklusif (p=0,034) dan ketahanan pangan rumah tangga (p=0,000) dengan stunting pada balita. Penelitian ini merekomendasikan adanya peningkatan ketahanan pangan dengan memperhatikan ketercukupan kebutuhan pangan keluarga melalui tindakan coping strategy serta memperhatikan pengeluaran rumah tangga dengan lebih mementingkan pemenuhan gizi balita dan meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga

dengan memberikan pelatihan dan keterampilan usaha diversifikasi produk tangkapan maupun usaha produktif. Saran bagi peneliti selanjutnya yaitu dapat meneliti variabel lain yang belum diteliti, membandingkan ketahanan pangan rumah tangga pada saat musim panen dan musim pacelik dan lebih mempertimbangkan pengukuran antropometri agar data yang diperoleh lebih aktual.

ACKNOWLEDGEMENT

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang berperan penting membantu melancarkan penelitian ini, khususnya kepada Ibu Siti Rahayu Nadhiroh, Ibu Endah Budi Permana Putri dan Ibu Farapti yang telah memberikan saran terhadap artikel ini sehingga lebih baik lagi.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Matching Fund Kedaireka yang berperan penting dalam pemberian dana hibah dalam pelaksanaan International Conference of Stunting (ICS) 2022.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian 2021. 2021. Direktori Perkembangan Konsumsi Pangan. Jakarta: Badan Ketahanan Pangan Republik Indonesia.

Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2021. Indeks Ketahanan Pangan 2020. Jakarta: Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Global Hunger Index. 2021. Global Hunger Index 2021: Indonesia. https://www.

globalhungerindex.org/pdf/en/2021/Indonesia.

pdf.

Abdullah, A. A., Rifat, M. A., Hasan, M. T., Manir, M. Z., Khan, M. M. M., & Azad, F. (2018). Infant and young child feeding (IYCF) practices, household food security and nutritional status of under-fi ve children in Cox’s Bazar, Bangladesh. Current Research in Nutrition and Food Science, 6(3), 789–797.

https://doi.org/10.12944/CRNFSJ.6.3.21 Anwar, Zakariya, & Wahyuni. (2019). Miskin

Di Laut Yang Kaya : Nelayan Indonesia.

Sosioreligius, 1(4), 52–60.

Arida, A., Sofyan, & Fadhiela, K. (2015). Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Berdasarkan Proporsi Pengeluaran Pangan dan Konsumsi Energi. Jurnal Agrisep Unsyiah, 16(1), 20–34.

(7)

Atem, & Niko, N. (2020). Persoalan Kerawanan Pangan pada Masyarakat Miskin di Wilayah Perbatasan Entikong (Indonesia-Malaysia) Kalimantan Barat. Jurnal Surya Masyarakat, 2(2), 94–104.

Delly, D. P., Prasmatiwi, F. E., & Prayitno, R. T.

(2019). Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan Di Desa Sukajaya Lempasing Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran.

Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis, 7(2), 141. https://

doi.org/10.23960/jiia.v7i2.141-148

Diniyyah, S. R., & Nindya, T. S. (2017). Asupan Energi, Protein dan Lemak dengan Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Suci, Gresik. Amerta Nutrition, 1(4), 341.

https://doi.org/10.20473/amnt.v1i4.7139 Faiqoh, R. B. Al, & Suyatno, A. K. (2018).

Hubungan Ketehanan Pangan Keluarga Dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Daerah Pesisir (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 6(5), 413–421.

Fentiana, N., Ginting, D., & Zuhairiah, Z. (2019).

Ketahanan Pangan Rumah Tangga Balita 0-59 Bulan Di Desa Prioritas Stunting.

Jurnal Kesehatan, 12(1), 24–29. https://doi.

org/10.24252/kesehatan.v12i1.7847

Hidayati, N., & Asia, T. S. (2021). Berat Badan dan Panjang Badan Lahir Meningkatkan Kejadian Stunting Body Weight and Birth Length of Toodlers is related with Stunting Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization ( WHO ), Indonesia berada dalam urutan kerusaka. 14(1), 8–17.

Swanida, N., Malonda, H., Arthur, P., & Kawatu, T. (2020). History of Exclusive Breastfeeding and Complementary Feeding as a Risk Factor of Stunting in Children Age 36-59 Months in Coastal Areas. Journal of Health, Medicine and Nursing, 70, 52–57. https://doi.org/10.7176/

jhmn/70-07

Swathma, D., Lestari, H., & Teguh, R. (2016).

Riwayat Imunisasi Dasar Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-36 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kandai Kota Kendari Risk Factors Analysis of Low Birth Weight , Body Length At Birth and Basic Immunization History Toward Stunting of Children Aged.

JIMKesmas, 1–10.

Yustika Devi, L., Andari, Y., Wihastuti, L., &

Haribowo, K. (2020). Model Sosial-Ekonomi Dan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan, 28(2), 103–115. https://doi.org/10.14203/

jep.28.2.2020.103-115

Referensi

Dokumen terkait

Tidak ada hubungan asupan natrium dengan tekanan darah diastole pada pasien Gagal Ginjal Kronik rawat jalan yang menjalani hemodialisis di RSUD Kabupaten Sukoharjo

Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat bencana sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini, maupun

Yang dimaksud dengan “Analisis Pengaruh Trust in Brand, Kualitas Pelayanan, Promosi Terhadap Kepuasan Pelanggan Produk IM3 Ooredoo Pada Mahasiswa FEBI IAIN Tulungagung”

Penyedia jasa yang merupakan badan usaha dapat diwakilkan dengan ketentuan WAJIB membawa surat kuasa atau surat tugas dari pimpinan perusahaan (isi surat tugas memuat nama kegiatan

Berdasarkan penjelasan tersebut peran PBB dalam menangulangi kekerasan terhadap perempuan atau violence against women (vaw) yang dilakukan oleh kelompok ekstrimis ISIS

Hasil uji statistik mendapatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada hasil pengukuran suhu tubuh, frekuensi napas dan frekuensi denyut jantung bayi berat lahir

A második esetben az előrejelzések célja, hogy elsősorban a fiatalok (illetve családjaik), valamint az oktatási intézmények és a vállala- tok számára