BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 BANK
2.1.1 Pengertian Bank
Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya menghimpun
dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dan
serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. (Kasmir: 2008).
Selain bank umum terdapat juga bank syariah, dalam dunia perbankan saat ini
perbankan syariah sudah tidak dianggap lagi sebagai tamu asing, karena bank
syariah sudah membuktikan kinerjanya pada dunia perbankan di Indonesia selama
sepuluh tahun terakhir, khususnya untuk Bank Syariah .
UU No.10/1998 memuat ketentuan baru mengenai pengelolaan bank
berdasarkan hukum Islam, yang disebut dengan prinsip syariah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah. Jadi pengertian bank syariah adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya
dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya
disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.
2.1.2 Jenis-Jenis Bank
Berdasarkan UU No 14/1967 pasal 3 menyebutkan bahwa menurut
• Bank sentral, yaitu bank Indonesia yang diatur melalui undang-undang
tersendiri yaitu UU No.13/1968.
• Bank umum adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama
menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dalam usahanya
terutama memberikan kredit jangka pendek.
• Bank tabungan adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama
menerima simpanan dalam bentuk tabungan, dan usahanya terutama
memperbungakan dananya dalam bentuk dalam kertas berharga seperti
cek, giro, bilyet giro, dan lain-lain.
Menurut jenisnya bank dibedakan atas sebagai berikut:
1. Jenis Bank Menurut Kepemilikannya
Kepemilikan bank dapat dilihat dari penguasaan saham dan juga akta
pendirian bank tersebut. Dalam hal ini bank – bank yang ada dibedakan menjadi:
a. Bank Milik Pemerintah
Bank Milik Pemerintah adalah jenis bank dimana akta pendirian dan modal
bank tersebut adalah milik pemerintah sehingga semua keuntungan yang
diperoleh dari operasinya akan menjadi milik pemerintah, misalnya Bank Negara
Indonesia 46 (BNI 46)
b. Bank Milik Pemerintah Daerah
Bank Milik Pemerintah Daerah adalah jenis bank dimana pemiliknya adalah
c. Bank Milik Swasta
Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional
serta akta pendiriannya pun didirikan oleh pihak swasta, begitu pula pembagian
keuntungannya untuk keuntungan swasta pula. Contoh bank milik swasta
nasional adalah Bank Muamalat.
d. Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri, baik
milik swasta asing maupun milik pemerintah asing, kepemilikannya pun dimiliki
oleh pihak luar negeri. Contoh bank asing adalah American Express Bank.
e. Bank Milik Koperasi
Bank Milik Koperasi adalah jenis bank yang dimana saham- sahamnya
dimiliki perusahaan yang berbadan hukum koperasi, misalnya Bank Umum
Koperasi Indonesia.
f. Bank Milik Campuran
Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak
swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga
negara Indonesia. Contoh bank milik campuran adalah Sumitomo Niaga Bank.
2. Jenis Bank Menurut Kegiatannya
Jenis bank menurut kegiatannya dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
a. Bank Umum
Bank umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya baik
secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah yang dalam
b. Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
3. Jenis Bank Menurut Target Pasar
Salah satu pelayanan bank dapat ditinjau berdasarkan target pasar yang
menjadi sasaran. Bedasarkan target pasar, bank – bank yang ada dibagi kepada:
a. Retail Bank
Retail Bank Merupakan bank yang kegiatannya memberikan pelayanan dan
transaksi kepada nasabah – nasabah yang berskala kecil. Retail Bank memberikan
jasa pinjaman kredit tidak lebih dari Rp.20 Milyar.
b. Corporate Bank
Corporate bank adalah bank yang memberikan pelayanan dan transaksi
kepada nasabah yang berskala besar, biasanya berbentuk korporasi. Namun,
dalam hal ini tidak berarti semua nasabah wajib berbentuk perusahaan.
c. Retail Corporate Bank
Retail Corporate Bank adalah bank yang memberikan pelayanan kepada
kelompok retail dan juga perusahaan- perusahaan besar. Jenis bank ini
memberikan pelayanan kepada semua jenis nasabah baik nasabah besar maupun
nasabah kecil.
4. Jenis Bank Menurut Prinsip Operasinya
a. Bank Berdasarkan Prinsip Konvensional
Bank berdasarkan prinsip konvensional merupakan bank- bank yang
beroperasi dengan menggunakan sistem bunga dan fee based untuk
mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Dalam hal ini pihak bank
akan membebankan sejumlah bunga atau fee kepada para nasabah
sebagai harga terhadap produk atau jasa yang digunakan. Demikian juga
sebaiknya, pihak perbankan akan memberikan sejumlah imbalan bunga
terhadap berbagai jenis simpanan yang dipercayakan pihak nasabah
kepada bank.
b. Bank Berdasarkan Prinsip syariah
Bank berdasarkan prinsip syariah merupakan suatu lembaga intermediasi
yang menyediakan jasa keuangan bagi masyarakat dimana seluruh
aktivitasnya dijalankan berdasarkan prinsip- prinsip Islam sehingga bebas
dari unsur riba (bunga), bebas dari kegiatan spekulatif non produktif
(maysir), bebas dari kegiatan yang meragukan (gharar), bebas dari
perkara yang tidak sah (bathil), dan hanya membiayai usaha- usaha yang
halal.
2.1.3 Sumber Dana Pihak Bank
Adapun sumber dana pihak bank salah satunya adalah dana pihak ketiga,
yaitu dana dari masyarakat luas dalam bentuk:
1. Simpanan Giro
Salah satu produk yang di tawarkan kepada masyarakat menghimpun dana
01/DSN-MUI/IV/2000 giro yang di benarkan secara syariah, yaitu giro yang
berdasarkan prinsip mudharabah dan wadiah. Giro wadiah adalah simpanan dana
yang bersifat titipan yang penarikannya dapat di lakukan sestiap saat dengan
mengunakan cek, bilyet giro, sarana pemerintah pembayaran lainnya, atau
dengan pemindah bukuan dan terhadap titipan tersebut tidak di persyaratkan
imbalan kecuali dalam bentuk pemberian sukarela. Giro mudharabah adalah
simpanan dana yang bersifat investasi yang penarikannya dapat di lakukan
berdasarkan kesepakatan dengan mengunakan cek, bilyat giro, dan terhadap
investasi tersebut di berikan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati
di muka.
2. Tabungan
Menurut fatwa DSN-MUI:02/DSN-MUI/IV/2000, tabungan yang dibenarkan
menurut prinsip syariah adalah tabungan wadiah dan mudharabah. Tabungan
wadiah yaitu simpanan dana nasabah pada bank, yang bersifat titipan dan
penarikannya dapat di lakukan setiap saat dan terhadap titipan tersebut bank tidak
di persyaratkan untuk memberikan imbalan kecuali dalam bentuk pemberian
bonus secara sukarela. Tabungan mudharabah adalah simpanan dana nasabah
pada bank yang bersifat investasi dan penarikannya tidak dapat di lakukan setiap
saat dan terhadap investasi tersebut di berikan bagi hasil sesuai dengan nisbah
(keuntungan) yang telah di sepakati di muka.
3. Deposito
berdasarkan mudharabah. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya
dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah
penyimpan dengan bank. Deposito merupakan produk bank yang memang di
tujukan untuk kepentingan investasi dalam surat-surat berharga, sehingga dalam
perbankan Syariah akan memakai prinsip mudharabah.
2.2. Bank Syariah
2.2.1. Pengertian Bank Syariah
Menurut UU No 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, Bank Syariah
adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip – prinsip
syariah dan menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum Syariah, Unit Usaha
Syariah, dan Bank Pembiayaan Syariah (Soemitra, 2009:61). Sedangkan menurut
(Sudarsono,2004:27) mendefenisikan Bank Syariah adalah lembaga keuangan
yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lantas
pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan
prinsip-prinsip Syariah. Dengan mengacu kepada Al-Quran dan Al-hadist, maka bank
syariah diharapkan dapat menghindari kegiatan- kegiatan yang mengandung unsur
– unsur riba dan bertentangan dengan syariat Islam.
2.2.2Karakteristik Bank Syariah
Bank syariah bukan sekedar bank bebas bunga, tetapi juga memiliki
orientasi pencapaian keseahteraan. Secara fundamental terdapat beberapa
karakteristik bank syariah ( Soemitra: 2009; 67 ) sebagai berikut:
2. Pelayanan kepentingan publik dan merealisasikan sasaran sosio-ekonomi
Islam
3. Bank syariah bersifat universal yang merupakan gabungan dari bank komersil
dan bank investasi
4. Bank syariah akan melakukan evaluasi yang lebih berhati- hati terhadap
permohonan pembiayaan yang berorientasi kepada penyertaan modal, karena
bank komersil syariah menerapkan profit and loss sharing dalam konsinyasi,
ventura, bisnis atau industri
5. Bagi hasil cendrung mempererat hubungan antara bank syariah dan pengusaha
6. Kerangka yang dibangun dalam membantu bank mengatasi kesulitan
likuiditasnya dengan memanfaatkan instrumen bank pasar uang antar bank
syariah dan instrumen bank syariah berbasis syariah.
2.2.3 Ciri-Ciri Bank Syariah
Bank Islam sangat berbeda dengan bank konvensional pada bank
umumnya. Perbedaaan ini dapat di lihat dari ciri-cirinya. Perbedaan tersebut di
lihat dari beberapa hal, yaitu: Beban biaya, beban biaya yang disepakati diantara
para pihak untuk transaksi pembiayaan, disebut dengan istilah biaya administrasi.
Tidak mengunakan persentase, dalam hal pembebanan kewajiban
membayar dalam semua kontrak dalam bank Islam selalu dihindarkan
penggunaan persentase. Sebab penggunaan persentase mempunyai potensi yang
besar untuk melipat gandakan secara otomatis beban biaya dan pokok pinjaman
Tidak ada keuntungan yang pasti, pada dasarnya yang dilarang dalam
kegiatan syariah adalah mencantumkan keuntungan yang pasti, yang ditetapkan
pada waktu pengikatan kontrak pembiayaan. Sedangkan yang diperkenankan
dalam sistem muamalah islami adalah kontrak yang di lakukan baik dalam bentuk
pembiayaan al-mudharabah maupun al-musyarakah yang pada hakikatnya
merupakan sistem yang didasarkan pada penyertaan dengan sistem bagi hasil.
Yang mana pembiyaan mudharabah adalah suatu perjanjian pembiayaan
antara bank Islam dan nasabah di mana bank Islam menyediakan dana untuk
penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut
untuk pengembangan usahanya. Sedangkan pembiyaan musyarakah adalah
penyertaan bank Islam sebagai pemilik modal dalam usaha yang mana antara
resiko dan keuntungan ditanggung bersama secara berimbang dengan porsi
penyertaan.
Dalam simpanan digunakan prinsip al-wadi’ah, yaitu kegiatan
penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan oleh penabung
dianggap sebagai titipan. Jual beli uang yag sama dilarang, pada dasarnya
kegiatan transaksi yang dilarang dalam operasionalisasi bank Islam adalah
seolah-olah melakukan jual beli atau sewa menyewa uang dari bentuk mata uang yang
sama dengan memperoleh keuntungan darinya. Jual beli yang dilarang ini seperti
jual beli rupiah dengan rupiah.
Jaminan kebendaan terhadap utang, bank Islam pada dasarnya tidak
pembelianya oleh bank masih menjadi milik bank sepenuhnya selama utang
peminjam belum lunas.
Pendapatan non halal, sebagaimana kehidupan masyarakat di Indonesia
yang cukup heterogen ini, bank islam tidak dapat lepas dari kondisi tersebut. Bisa
jadi bank Islam tidak dapat mengindarkan diri sama sekali dengan transaksi bunga
yang telah mengakar sekian tahun lamanya. Oleh karena itu pendapatan non halal
ini diperuntukkan bagi muslim yang terkena musibah atau yang bersifat sosial.
Bank Islam sebagai bank yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip
syariah menurut ketentuan al-Quran dan Hadist, memiliki ciri-ciri yang berbeda
dengan bank-bank yang ada (bank konvensional). Adapun Ciri-ciri bank syariah
(Sudarsono, 2004:41) adalah sebagai berikut:
1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan
dalam bentuk jumlah nominal yang besarnya tidak kaku (tidak rigit) dan
dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar menawar dalam batas wajar.
Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan
kesepakatan dalam kontrak.
2. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran
selalu dihindarkan, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang
meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir. Sistem persentase
memungkinkan beban bunga semakin tinggi, yang apabila nasabah terlambat
membayar beban bunga menjadi berlipat ganda. Lebih-lebih apabila nasabah
terus-menerus nasabah terbebani bunga yang pada akhirnya bisa terjadi jumlah
bunga jauh lebih besar dari pada jumlah pokok pinjaman.
3. Di dalam kontarak-kontrak pembiayaan proyek, bank islam tidak menerapkan
perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti (fixed return) yang
ditetapkan dimuka, karena pada hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya
suatu proyek yang dibiayai bank hanyalah allah semata, manusia sama sekali
tidak mampu meramalnya.
4. Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito/ tabungan, oleh
penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadiah) sedangkan bagi bank
dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada
proyek-proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip
syariah islam sehingga kepada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti
(fixed return).
5. Bank islam ini menerapakan jual-beli atau sewa-menyewa uang dari mata
uang yang sama, misalnya rupiah dengan rupiah atau dolar dengan dolar,
yang dari transaksi itu dapat menghasilkan keuntungan. Jadi mata uang yang
sama tidak dapat dipakai barang (komoditi). Oleh karena itu dalam
memberikan pinjaman pada umumnya Bank islam tidak memberikan
pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi dalam bentuk pembiayaan
pengadaan barang .
6. Adanya pos pendapatan berupa “Rekening Pendapatan Non Halal” sebagai
hasil dari transaksi dengan bank konvensional yang tentunya menerapkan
miskin yang terkena musibah dan untuk kepentingan kaum muslimin yang
bersifat sosial.
2.2.4 Prinsip-Prinsip Bank Syariah
Menurut pasal 2 UU no.21 Tahun 2008, Perbankan Syariah dalam
melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip Syariah (sutedi,2009:61) antara
lain yaitu.
1. prinsip syariah, antara lain kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur:
a. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain
dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas,
kuantitas dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam
meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas
mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena
berjalannya waktu (nasi’ah).
b. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang
tidak pasti dan bersifat untung-untungan.
c. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak
diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi
dilakukan, kecuali diatur lain dalam Syariah.
d. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarangdalam Syariah.
e. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan pada pihak lainya.
2. Demokrasi ekonomi adalah kegiatan ekonomi Syariah yang mengandung
3. Prinsip kehati-hatian adalah pedomsan pengelolaan bank yang wajib dianut
guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, efisien, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.2.5 Tujuan dan Strategi Usaha Bank Syariah
Menurut Gus Irawan Direktur Utama PT. Bank Sumut, tujuan bank
syariah, sama seperti bank konvensional yaitu bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan dari kegiatan/bisnis yang dilakukan, namun bank syariah
menghindari riba dan berlandaskan syariah dari setiap aktivitas dan produknya.
Perbankan syariah tidak hanya dituntut untuk menghasilkan profit secara
komersial, namun dituntut untuk menghasilkan profit secara komersial, namun
dituntut untuk secara sungguh – sungguh menampilkan realisasi nilai – nilai
syariah.
Tujuan operasionalisasi Bank Syariah adalah:
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok
masyarakat ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah
pedesaan.
2. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat
mengurangi arus urbanisasi.
3. Membina Ukhuwah Islmiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka
peningkatan pendapatan perkapita menuju kualitas hidup yang memadai.
Untuk mencapai tujuan operasional Bank Syariah tersebut, di perlukan
a. Bank Syariah tidak bersifat menunggu (pasif) terhadap datangnya
permintaan fasilitas ,melainkan bersifat aktif dengan melakukan
solisitasi / penelitian kepada usaha – usaha yang berskala kecil yang
perlu di bantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis
yang baik.
b. Bank Syariah memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya
jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan
kecil.
c. Bank Syariah mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat
kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.
Menurut Radoni dan Hamid (2008;44) adapun yang menjadi tujuan Bank
Syariah antara lain:
• Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam terutama masyarakat
golongan ekonomi lemah. • Mengurangi urbanisasi.
• Menambah lapangna kerja, terutama di kecamatan – kecamatan.
• Meningkatkan pendapatan perkapita.
• Membina semngat ukhuwa islamiah melalui kegitan ekonomi.
• Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan jasa pelayanan perbankan masyarakat
pedesaan.
• Menunjang pertunbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan.
• Menampung dan menghimpun tabungan masyarakat. Dengan demikian Bank
syariah dapat turut memobilisasi modal untuk keperluan pembangunan dan
turut mendidik rakyat dalam berhemat dan menabung.
2.2.6 Produk – Produk Bank Syariah
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat
dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu produk Penyaluran Dana (financing),
produk Penghimpunan Dana (funding), produk Jasa (service).
a. Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk
pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan
tujuan penggunaanya, yaitu : • Prinsip Jual Beli (Ba`i)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank
ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
1. Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli dimana bank menyebutkan
keuntungannya. Bank bertindak sebagi penjual, sementara nasabah sebagai
pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntuntungan
(margin)
2. Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum
3. Pembiayaan Istishna`
Produk istishna` menyerupai produk salam, tapi dalam istishna` pembayaran
dapat dilakuka oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. • Prinsip Sewa (ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya
prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada
objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada
ijarah objek transaksinya adalah jasa. • Prinsip Bagi Hasil (syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah
sebagai berikut :
1. Pembiayaan Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing- masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan
2. Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerjasama anatara dua pihak dimana
pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi peengelola. • Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga
akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan,
1. Alih Utang Piutang (Hiwalah)
Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal
tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atau
jasa pemindahan piutang.
2. Gadai (rahn)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali
kepada bank dalam memberikan pembiayaan
3. Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam
empat hal, yaitu :
a. Sebagai pinjaman talangan haji
b. Sebagai pinjaman tunai
c. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil
d. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank.
4. Perwakilan (Wakalah)
Wakalah adalah aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa
kepada bank untuk mewwakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti
pembukuan L/C, inkaso dantransfer uang.
5. Garansi Bank (Kafalah)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran
b. Produk Penyaluran Dana
Pada bank syariah, produk penyaluran dana biasanya dikenal dengan nama
produk pembiayaan. Adapun produk pembiayaan tersebut dikategorikan dalam
empat konsep pembiayaan, yaitu : • Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
Untuk memperoleh keuntungan, perbankan syariah menerapkan sistem bagi
hasil dalam melakukan kegiatannya. Prinsip bagi hasil yang diterapkan dalam
pembiayaan dapat dilakukan empat akad utama yaitu:
1. Mudharabah
Mudhrabah merupakan akad kerja sama antara dua pihak, dimana pihak yang
pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal dan pihak lain (mudharib)
menjadi pengelola modal. Keuntungan dari pembiayaan mudharabah dibagi
berdasarkan kesepakatan yang tertuang dalam kontrak perjanjian. Pemilik modal
(shahibul maal) akan menanggung kerugian selama kerugian yang terjadi
bukanlah berasal dari kelalaian pengelola modal (mudharib). Namun jika
kerugian berasal dari kelalaian pengelola modal (shahibul maal) maka yang
bertanggung jawab atas kerugian tersebut adalah pengelola modal (shahibul
maal) itu sendiri. Dalam pembiayaan mudharabah modal usaha 100% dipenuhi
oleh shahibul maal sedangkan mudharabah menyumbangkan keahlian, tenaga,
waktu, dan sebagainya. Mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk
2. Musyarakah
Musyarakah adalah kerjasama antara kedua belah pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing- masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan
(Sudarsono, 2004: 67). Kontribusi dalam musyarakah dapat berupa sumber daya
yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Musyarakah biasanya diaplikasikan
dalam pembiayaan berbagai macam proyek. • Produk jasa
1. Sharf (jual beli valuta asing)
Produk jasa perbankan syariah lainnya adalah sharf yaitu kegiatan
pertukaran mata uang suatu negara dengan negara lain. Mata uang yang
diperjualbelikan merupakan mata uang yang berbeda dan harus dilakukan pada
waktu yang sama (spot). Jasa ini hanya ada pada bank yang tergolong sebagai
bank devisa.
2. Ijarah (sewa)
Salah satu bentuk produk jasa yang diberikan oleh perbankan syariah yang
tergolong sebagai ijarah atau sewa adalah penyewaan kotak simpanan (safe
deposit box) yang dapat dimanfaatkan nasabah untuk menyimpan barang- barang
berharga tertentu seperti perhiasaan, ijazah, paspor dan dokumen penting
lainnya.
2.3 Kelemahan dan Permasalahan Bank Syariah di dalam operasionalnya Bank islam sebagai lembaga keuanganya baru yang muncul lebih
menghadapi permasalahan-permasalahan yang juga merupakan tantangan
tersendiri bagi bank syariah.
Kelemahan dan permasalahan yang ada dalam operasionalisasi bank Islam
adalah:
1. Oleh karena pihak-pihak yang terlibat di dalam operasionalisasi bank islam
itu didasarkan pada ikatan emosional keagamaan yang sama, maka antara
pihak-pihak, khususnya pengelola bank dan nasabah harus saling percaya,
bahwa mereka sama-sama bertikad baik dan jujur di dalam bekerja sama. Di
sini, unsur kredibilitas moral sangat menentukan. Bagi pengelola bank,
apabila kredibilitas moralnya tidak baik, meskipun penyimpangan yang
dilakukan menimbulkan kerugian bagi nasabah tetapi tindakan pengelola
masih bisa dikenakan sanksi baik sanksi administratif maupun sanksi yuridis
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, apabila
nasabah yang nakal selain merugikan, bank akan kesulitan untuk memberikan
sanksi, karena didalam bank Bank islam tidak dikenakan adanya bunga,
denda kelambatan, commitment fee dan sebagainya.
2. Sistem bagi hasil yang adil, menuntut tingkat profesional yang tinggi bagi
pengelola bank untuk membuat perhitungan-perhitungan yang cermat dan
terus-menerus, karena perolehan dari sistem bagi hasil tergantung pada
tingkat keberhasilan usaha nasabah, pada hal pengelola yang profesional
merupakan persoalan yang belum terpecahkan dalam perbankan konvensional
3. Motivasi masyarakat muslim untuk terlibat di dalam aktivitas Bank Islam
adalah emosi keagamaan. Ini berarti tingkat efektivitas keterlibatan
masyarakat muslim dalam Bank Islam tergantung pada sikap dan pola fikir
masyarakat muslim itu sendiri. Gejala umum menunjukkan bahwa sikap dan
pola fikir masyarakat muslim di negara-negara yang sedang berkembang
sebagai basisnya di bidang ekonomi masih memiliki sikap dan pola fikir yang
konsumtif.
4. Semakin berbondong-bondongnya umat Islam memanfaatkan fasilitas Bank
Islam, sementara belum tersedianya proyek-proyek yang bisa dibiayai sebagai
akibat dari kurangnya tenaga-tenaga profesional yang siap pakai, maka bank
Islam akan menghadapi masalah “kelebihan likuiditas”
5. Salah satu misi penting Bank islam adalah mengentas kemiskinan di mana
sebagian besar kantong-kantong kemiskinan berada di daerah pedesaan. Ini
berarti bank harus menjaring nasabah sebesar-besarnya dari pedesaan. Ini
berarti bank harus menjaring nasabah sebesar-besarnya dari pedesaan.
Operasional bank Islam akan menghadapi permasalahan-permasalahan
sebagai berikut:
a. Benturan dengan sistemnilai dan tradisi masyarakat desa yang masih
puas menyimpan uang dibawah bantal dan tradisi meminjamkan uang
sesama warga desa berupa barang, khususnya sapi, emas, tanah, yang
pada saat pengembalian diperhitungkan dengan uang, di mana pada saat
b. Tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat dan keterampilan
masyarakat pedesaan relatif rendah, padahal pendapatan bank islam
dengan sistem bagi hasil sangat tergantung pada tingkat keberhasilan
usaha nasabah.
6. Dari pengalaman praktek bank-bank islam di luar islam di luar negeri
menunjukkan bahwa meskipun Bank Islam beroriantasi pada masyarakat
bawah, namun sebagian konsekuensi logis dan kompetisi ekonomi, Bank
Islam memiliki kecendrungan untuk mendapatkan proyek yang benar-benar
bonafit. Ini berarti terdapat kecendrungan bahwa yang berhasil mendapatkan
fasilitas kredit dari Bank Islam adalah kelompok kuat.
2.4 Perbedaan Bank Syariah dan Konvensional
Bank umum menerapkan dua cara dalam menjalankan usahanya dibidang
jasa perbankan,yaitu:
a) Bank konvensional, mayoritas bank yang berkembang di Indonesia
merupakan bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak
terlihat dari sejarah bangsa indonesia, dimana asal mula bank indonesia oleh
bangsa Belanda.
b) Bank berdasarkan prinsip syariah, bank yang berdasarkan prinsip syariah yaitu
bank yang dalam aktivitasnya, baik dalam penghimpunan dana maupun dalam
rangka penyaluran dananya memberikan dana mengenakan atas dasar prinsip
Tabel 2.1
Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah Perbankan konvensional Perbankan syariah • Beriorentasi kepada kepentingan
pribadi.
• Senantiasa bersifat bebas nilai (materialistis).
• Uang dianggap sebagai barang komoditi.
• Investasi yang dilakukan relatif luas karena termasuk kegiatan yang halal dan yang haram.
• Hubungan dengan nasabah
bernentuk kreditor-kreditor.
• Dalam operasinya menggunakan perangkat/sistem bunga.
• Aktivitasnya hanya beriorentasi untuk mencapai keuntungan saja. • Tidak memiliki dewan pengawas
syariah sehingga penghimpunan dan penyaluran dana tidak berdasarkan fatwa.
• Beriorentasi pada kepentingan publik.
• Dalam pelayanan, tidak bebas nilai (berdasarkan prinsip Islam). • Uang dianggap sebagai alat tukar
saja dan tidak meganggapnya sebagai alat komoditi.
• investasi yang dilakukan relatif terbatas karena hanya pada kegiatan yang halal saja.
• Hubungan dengan nasabah berbentuk kemitraan.
• Dalam operasinya menggunakan sistem bagi hasil, jual beli atau sewa.
• Aktivitasnya tidak hanya berorientasi untuk mencapai keuntungan saja tetapi juga untuk mencapai falah.
• Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa dewan pengawas syariah.
Sumber : (Irsyad Lubis:109)
2.5 Perbedaan Bagi Hasil dan Bunga pada Bank Syariah dan Konvensional Adapun perbedaan bagi hasil dan bunga pada bank syariah dan bank
konvensional adalah sebagai berikut:
Bagi hasil yang di maksud berbeda dengan bunga. Pada sistem bunga,
nasabah akan mendapatkan hasil yang sudah pasti berupa persentase tertentu dari
saldo yang di simpannya di bank tersebut. Fatwa MUI no.1 tahun 2004 yang
menyatakan praktek pembungaan uang saat telah memenuhi kriteria riba yang
praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram
hukumnya (Majelis Ulama Indonesia). Berapapun keuntungan usaha pihak bank,
nasabah akan mendapatkan hasil yang sudah pasti. Lain halnya dengan sistem
bagi hasil, tidak seperti itu. Bagi hasil di hitungan dari hasil usaha pihak bank
dalam mengelola uang nasabah. Bank dan nasabah membuat perjanjian bagi hasil
berupa persentase tertentu untuk nasabah. Bank dan nasabah membuat perjanjian
bagi hasil berupa persentase tertentu untuk nasabah dan untuk bank,
perbandingan ini di sebut dengan nisbah. Misalnya, 60 % keuntungan untuk
pihak nasabah dan 40 % keuntungan untuk pihak bank. berdasarka sistem bagi
hasil yang di maksud, nasabah dan tidak bisa mengetahui berapa hasil yang
pastinya mereka terima. Sebab bagi hasil baru akan di bagikan kalau hasil
usahanya sudah bisa ditentukan pada akhir periode.
Tabel 2.2
Perbedaan Sistem Bagi Hasil dengan Sistem Bunga
Sistem Bagi Hasil Sistem Bunga
1. Penentuan besarnya rasio/ nisab bagi hasil dibuat pada waktu akad
dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi
2. Besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
3. Bagi hasil bergantung pada
keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugikan akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
4. Jumlah pembagian laba
meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapat.
5. Tidak ada yang meragukan
keansahan bagi hasil
1. Penentuan bunga dibuat pada
waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
2. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (Modal) yang dipinjamkan
3. Pembayaran bunga tetap seperti dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang di jalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
4. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi s edang booming.
2.6 Proses Keputusan Pembelian
Menurut Setiadi (2003:16) menyatakan bahwa keputusan pembeli terdiri
dari lima, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternative,
keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. Jelasnya proses pembelian
dimulai jauh sebelum pembelian actual berlangsung. Pemasaran perlu
memusatkan perhatian pada proses pembelian dan bukan pada keputusan
pembelian saja.
Lima proses keputusan pembelian dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengenalan Kebutuhan
Proses pembelian diawali dengan pengenalan kebutuhan. Kebutuhan
dapat dipicu oleh rangsangan internal ketika salah satu kebutuhan normal
seseorang seperti rasa lapar, rasa haus, muncul pada tingkat yang cukup tinggi
untuk menjadi dorongan. Kebutuhan juga dapat dipicu oleh rangsangan eksternal.
Pada tahap ini, pemasaran harus meneliti konsumen untuk menemukan jenis
kebutuhan atau masalah yang akan muncul, dan bagaimana kebutuhan atau
masalah mengarah pada konsumen.
2. Pencarian informasi
Konsumen yang tertarik akan mencari lebih banyak informasi. Jika
dorongan konsumen begitu kuat dan produk yang memuaskan berada dalam
jangkauan, konsumen kemungkinan besar akan membelinya. Jika tidak,
konsumen mungkin menyimpan kebutuhan dalam ingatan atau melakukan
pencarian informasi yang berkaitan dengan kebutuhan. Pada satu tingkat
dilakukan tergantung pada dorongan kuatnya jumlah pencarian yang dimilikinya
pada saat memulai, kemudahan memperoleh informasi yang banyak, nilai yang
diberikannya pada tambahan informasi dan kepuasaan yang dapatkan melakukan
pencarian.
Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa sumber. Sumber-
sumber itu meliputi :
a. Sumber pribadi, keluarga, teman, tetangga, kenalan.
b. Sumber komersia, wiraniaga, dealer, kemasan, pajangan.
c. Sumber publik, media massa, organisasi penilai pelanggan
d. Sumber pengalaman, mengenali, memeriksa, menggunakan produk.
Pengaruh relatif dari sumber – sumber infarmasi ini bervariasi menurut
produk dan pembeli. Biasanya konsumen menerima hampir semua informasi
mengenai produk dari sumber komersial yang dikendalikan orang pemasaran.
Namun, sumber yang paling efektif cendrung pada sumber pribadi. Sumber
pribadi tampaknyalebih penting dalam mempengaruhi pembelian suatu jasa.
3. Evaluasi berbagai alternatif
Pemasaran telah mengetahui bagaimana konsumen menggunakan
informasi untuk mencapai satu set pilihan merek akhir. Pemasaran perlu
mengetahui bagaimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif. Konsep –
konsep dasar yang membantu pemasar menjelaskan proses evaluasi konsumen
yaitu, pertama, berasumsi bahwa setiap konsumen melihat suatu produk sebagai
kepentingan yang berbeda pada atribut – atribut yang berbeda menurut kebutuhan
dan keinginan yang unik.
4. Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek yang paling
disukai. Ada dua faktor yang depat mempengaruhi keputusan pembelian yaitu
faktor pertama adalah sikap lain, sejauh mana sikap orang lain tersebut terhadap
alternatif pilihan seseorang. Pilihan kedua adalah situasi yang tidak diharapkan.
Konsumen mungkin membentuk niat membeli berdasarkan faktor – faktor seperti
pendapatan yang diperkirakan harga yang diharapkan.
5. Prilaku Pasca Pembelian
Tugas seorang pemasar tidak berakhir ketika produknya dibeli. Setelah
membeli produk, konsumen bias puas atau tidak akan terlihat dalam perilaku
pasca pembelian yang tetap menarik bagi pemasar. Penentu apakah pembeli puas
atau tidak puasada paa hubungan antara harapan konsumen dengan kinerja yang
dirasakan dari produk. Jika produk gagal memenuhi harapan, konsumen kecewa,
jika harapan terpenuhi, konsumen puas, jika harapan terlampaui, konsumen
amat puas.
2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Kurangnya Minat Menabung Masyarakat Muslim
Minat adalah kecendrungan yang menetap dan subyek untuk merasa
tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecambung dalam hal
oleh sikap positif yang sama diantaranya hal – hal tersebut timbul terlebih dahulu,
sukar ditentukan secara pasti (winkel,1993:30)
Dalam perkembangannya bank syariah terdapat beberapa hal yang
menyebabakan masalah atau kendala kurangnya minat masyarakat untuk
menabung di bank syariah (Sudarsono,2004:49) antara lain sebagai berikut:
1. kurangnya sosialisasi kemasyarakat tentang keberadaan bank syariah.
Sosialisasi tidak sekedar memperkenalkan keberadaan bank syariah di suatu
tempat, tetapi juga memperkenalkan mekanisme, produk bank syariah dan
instrumen-instrumen keuangan bank syariah kepada masyarakat.
2. Kurangnya sumberdaya manusia, maraknya bank syariah di Indonesia tidak
diimbangi dengan sumber daya manusia yang memadai. Terutama sumber
daya manusia yang memiliki latar belakang disiplin keilmuan bidang
perbankan syariah. Sebagian besar sumber daya manusia di perbankan
syariah terutama bank konvensional yang membuka islamic windows berlatar
belakang disiplin ilmu ekonomi konvensional. Keadaan ini mengakibatkan
akselerasi hukum islam dalam praktek perbankan kurang cepat dapat
diakomodasikan dalam sistem perbankan, sehingga kemampuan
pengembangan bank syariah menjadi lambat.
3. Kurangnya akademisi perbankan syariah. Hal ini di akibatkan lingkungan
akademisi lebih memperkenalkan kajian-kajian perbankan yang berbasis pada
instrumen konvensional. Kondisi ini lebih disebabkan lingkungan pendidikan
keberadaan bank syariah dan instrumen-instrumen keuangan syariah kurang
mendapat perhatian. Hal ini yang mengakibatkan keberadaan bank syariah
kurang mendapat legitimasi secara ilmiah di masyarakat.
4. Belum terpenuhinya peraturan pemerintah di bidang perbankan syariah yang
memadai. Walaupun pasca krisis berlasung pembahasan undang-undang
(UU) bank dan lembaga keuangan syariah trend-nya meningkat dari BI dan
pemerintah. Namun upaya untuk merealisasikan UU yang lebih komprehensif
belum begitu memadai. Maka setidaknya UU mampu menginterpretasikan
perkembangan bank syariah di masa depan dimana perkembangan bank
syariah membutuhkan proses perbaikan secara bertahap.
Kendala utama kurangnya minat menabung masyarakat adalah kurangnya
sosialisasi, mengingat meskipun sudah sejak 10 tahun yang lalu ada bank yang
berprinsip syariah beroperasi di Indonesia, namun gemanya masih belum begitu
terasa. Potensi bagi berkembangnya bank syariah di Indonesia sangat besar,
mengingat mayoritas merupakan umat muslim, dan masih banyak yang ragu akan
bunga bank, sehingga beberapa diantaranya tidak menyimpan dananya di bank
melainkan di bawah bantal misalnya. Sebagian lagi tetap menyimpan di bank,
namun menolak menerima bunga. Selain itu ada yang masih tetap menyimpan di
bank, namun merasa berada dalam keadaaan darurat karena belum ada bank
syariah yang beroperasi. Dengan adanya Bank Syariah diharapkan ummat
muslim tidak lagi ragu-ragu untuk menyimpan dananya di bank.
Kami juga menyambut rencana sejumlah bank lain yang juga akan beroperasi
banyaknya bank syariah sekaligus berarti meningkatkan sosialisasi Bank Syariah
di Indonesia.
2.8 Pengertian Nasabah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997:683), nasabah adalah
orang yang biasa berhubungan dengan atau menjadi pelanggan Bank (dalam hal
keuangan ). nasabah disebut juga debitur adalah pihak yang mendapatkan
pinjaman dari kreditor. Nasabah adalah orang yang bisa berhubungan dengan
atau menjadi pelanggan bank (dalam hal keuangan), orang yang menjadi
tanggungan asuransi. Berdasarkan definasi diatas dapat disimpulkan bahwa
nasabah adalah orang yang menjadi pelanggan bank yang mempunyai rekening
simpan dan pinjam.
2.9 Jumlah Penduduk Muslim
Peranan kaum muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan
perkembangan pemikiran ekonomi . berbagai pratik dan kebijakan ekonomi yang
berlangsung pada masa Rasulullah Saw. Dan al - Khulafa al- Rasyidun merupakan
contoh empiris yang dijadikan pijakan bagi para cendikiawan muslim dalam
melahirkan teori- teori ekonominya. Satu hal yang jelas, fokus perhatian mereka
tertuju pada pemenuhan, kebutuhan, keadilan, efisiensi, pertumbuhan dan
kebebasan, yang tidak lain merupakan objek utama yang menginspirasikan
pemikiran ekonomi islam sejak awal.
Persoalan – persoalan seperti formalisasi agama dan manipulasi agama
agama.hal ini dikeranakan kurang imannya kepada Allah Swt. khusunya yang
beragama islam.
Tapi pada kota Medan khusunya penduduk beragama islam cukup
signifikan pertambahannya dari tahun ke tahun berdasarkan dari Badan Pusat
Statistik . hal ini dapat kita lihat meningkatnya penduduk yang beragama islam di
kota medan dari tahun ke tahun . mulai dari tahun 1996 penduduk yang beragama
islam di kota medan sebanya 1.238.621 jiwa tapi mengalami penurunan yang
signifikan pada tahun 1999 sebanyak 1.235.558 jiwa.
Tapi dari tahun yang 2000 sampai tahun 2010 mengalami kenaikan yaitu
pada tahun 2010 sebesar 1.503.426.
Penduduk Muslim juga mempengaruhi peningkatan jumlah tabungan
masyarakat karena mendorong orang yang beragama islam untuk menabung pada
Perbankan Syariah hal ini di akibatkan karena adanya perbedaan sistem perbankan