• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU TERHADAP BANTUAN HIDUP DASAR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU TERHADAP BANTUAN HIDUP DASAR SKRIPSI"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU TERHADAP

BANTUAN HIDUP DASAR

SKRIPSI

Oleh : Angeline 160100073

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS BANDAR UDARA INTERNASIONAL KUALANAMU TERHADAP

BANTUAN HIDUP DASAR

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh : Angeline 160100073

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Tingkat Pengetahuan dan Sikap Petugas Bandar Udara Internasional Kualanamu terhadap Bantuan Hidup Dasar” untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran.

Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Ahmad Yafiz Hasby, Mked(An), SpAn. selaku dosen pembimbing yang telah baik dan sabar dalam memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. dr. Meriza Martineta,M.Gizi selaku ketua penguji dan dr Ferryan Sofyani, MKes, Sp.THT-KL selaku anggota penguji yang telah meluangkan waktu dan pemikiran untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. dr. Tri Widyawati, M.Si, PhD selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing selama masa perkuliahan 7 semester.

5. Managemen Bandar Udara Kualanamu yang telah memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian.

6. Teristimewa kepada orang tua dari penulis, Hendro dan Lim Ai Ciu, serta adik kandung saya Kelvin yang telah memberi doa dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat penulis, Hubert Halim, Henny, Jeannis Clarissa, Rosarina, Geubrina Kananda, Putri Revina Nirda Chairy, Nurhaliza Harahap, David Franli, Evita Sola Gracia dan sahabat terbaik lainnya yang tak bisa disebut satu per satu , terimakasih atas kasih sayang, dukungan dan bantuannya selama mengikuti awal perkuliahan sampai selesainya skripsi ini.

(5)

iii

8. Semua pihak yang memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran agar dapat menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan mampu memberikan informasi bagi bangsa dan Negara terutama dalam ilmu kedokteran.

Medan, 26 November 2019 Penulis,

Angeline 160100073

(6)

iv

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Lampiran ... viii

Daftar Singkatan... ix

Abstrak ... x

Abstract ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1 Tujuan Umum ... 2

1.3.2 Tujuan Khusus... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Untuk Peneliti ... 3

1.4.2 Untuk Petugas Bandara ... 3

1.4.3 Untuk Ilmu Pengetahuan/Institusi ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Pengetahuan ... 4

2.2 Sikap ... 4

2.3 Bantuan Hidup Dasar ... 6

2.3.1 Definisi ... 6

2.3.2 Tujuan... 6

2.3.3 Indikasi ... 6

2.3.4 Pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar ... 7

2.4 Henti Jantung ... 13

2.4.1 Definisi ... 13

2.4.2 Epidemiologi ... 13

2.4.3 Etiologi ... 13

2.4.4 Patofisiologi ... 14

2.4.5 Manifestasi Klinis ... 15

2.4.6 Pendekatan Diagnosis ... 15

2.4.7 Manajemen ... 17

2.4.8 Prognosis ... 18

2.5 Kerangka Teori ... 17

2.6 Kerangka Konsep ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Rancangan Penelitian ... 19

3.2 Lokasi ... 19

3.3 Populasi dan Sampel ... 19

3.3.1 Populasi ... 19

(7)

v

3.3.2 Sampel ... 19

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.4.1 Data Primer ... 20

3.4.2 Instrumen Penelitian ... 20

3.5 Definisi Operasional... 20

3.6 Metode Analisa Data ... 22

3.6.1 Pengolahan Data ... 22

3.6.2 Analisa Data ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1 Kesimpulan ... 29

5.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

LAMPIRAN ... 33

(8)

vi

Nomor Judul Halaman

2.1 Alur bantuan hidup dasar serangan jantung pada orang

dewasa untuk penyedia layanan kesehatan... 8

2.2 Cek Respon Pasien... 9

2.3 Pengaktifan Cepat Sistem Tanggapan Darurat... 9

2.4 Pelaksana Kompresi Dada... 10

2.5 Buka Jalan Nafas... 11

2.6 Posisi Pulih... 13

2.7 Fibrilasi Ventrikel... 16

2.8 Asistol... 16

2.9 Kerangka Teori... 18

2.10 Kerangka Konsep... 18

(9)

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Pengobatan Untuk Cardiac Survivors... 17 3.1 Definisi Operasional... 20 4.1 Demografi Responden... 23 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Berdasarkan Jenis Kelamin pada Masing-Masing Pekerjaan...

24 4.3 Distribusi Responden dengan Tingkat Pengetahuan

Berdasarkan Umur... 25 4.4 Distribusi Responden dengan Tingkat Pengetahuan

Berdasarkan Jenis Pekerjaan... 26 4.5 Distribusi Responden dengan Tingkat Pengetahuan

Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 26 4.6 Distribusi Responden dengan Sikap Berdasarkan

Jenis Pekerjaan... 27 4.7 Distribusi Responden dengan Sikap Berdasarkan

Tingkat Pendidikan... 28

(10)

viii

Lampiran Judul Halaman

A Biodata Penulis... 33

B Pernyataan Orisinalitas... 35

C Ethical Clearance Penelitian…... 36

D Surat Izin Penelitian... 37

E Lembar Penjelasan... 39

F Lembar Persetujuan Responden... 40

G Kuesioner Penelitian... 41

H Data Induk SPSS... 46

(11)

ix

DAFTAR SINGKATAN

ABG : Arterial Blood Gas

ACE : Angiotensin-Converting Enzyme AED : Automated External Defibrillator AHA : American Heart Association

AV : Atrioventrikular

BHD : Bantuan Hidup Dasar

CABG : Coronary Artery Bypass Grafting CHF : Congestive Heart Failure

CPR : Cardiopulmonary Resuscitation DEPKES : Departemen Kesehatan

EKG : Elektrokardiogram

GI : Gastrointestinal

IATA : International Air Transport Association ICAO : International Civil Aviation Organization ICD : Implantable Cardioverter Defibrillator KEMENKES RI : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia KNO : Bandara Kualanamu International Airport OHCA : Out-of-Hospital Cardiac Arrest

PEA : Pulseless Electrical Activity

PERKI : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia PJK : Penyakit Jantung Koroner

RJPO : Resusitasi Jantung Paru Otak SCD : Sudden Cardiac Arrest

SIDS : Sudden Infant Death Syndrome

SPPS : Statistical Package for the Social Sciences SSP : Sistem Saraf Pusat

(12)

x

Latar belakang. Semua lapisan masyarakat seharusnya diajarkan tentang bantuan hidup dasar terlebih bagi para pekerja yang berkaitan dengan pemberian pertolongan keselamatan, salah satunya adalah Bandara. Yang idealnya, semua orang mengetahui teknik dasar pertolongan pertama dan mengambil pelatihan teratur untuk memastikan pengetahuan tetap berjalan. Bantuan Hidup Dasar yaitu usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan seseorang yang sedang terancam jiwanya yang dapat semakin buruk atau berujung kematian jika tidak ditangani dengan cepat. Bantuan Hidup Dasar satu jam pertama dapat menekan sampai 85% dari angka kematian. Tujuan. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap bantuan hidup dasar pada petugas Bandar Udara Internasional Kualanamu. Metode. Penelitian dengan desain cross- sectional ini bersifat deskriptif. Teknik pengambilan data menggunakan total sampling. Sampel penelitian adalah seluruh petugas yang beroperasi di terminal Bandar Udara Intenasional Kualanamu yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.Hasil. Dari 224 orang petugas Bandar Udara Internasional Kualanamu, 36 (16,1%) orang memiliki tingkat pengetahuan baik, 164 (73,2%) orang memiliki tingkat pengetahuan cukup serta 24 (10,7%) orang memiliki tingkat pengetahuan kurang dan 115 (51,3%) orang memiliki sikap yang baik, 96 (42,9%) orang memiliki sikap yang cukup serta 13 (5,8%) orang memiliki sikap yang cukup.Kesimpulan. Rata-rata petugas Bandar Udara Internasional Kualanamu memiliki pengetahuan yang cukup dan sikap yang baik terhadap Bantuan Hidup Dasar.

Kata kunci: bantuan hidup dasar, pengetahuan, sikap

(13)

xi ABSTRAK

Background. All level of communities should be taught about basic life support especially for workers who related to giving first aid, one of them is the airport. Ideally, everyone knows the basic first aid techniques and takes regular training to ensure that the knowledge stays on. Basic Life Support is an effort made to maintain the life of someone who is in danger which can get worse or death if it’s not treated quickly. Basic life support in the first hour can reduce up to 85%

of mortality.Objectives. To describe the level of knowledge and attitude basic life support on Kualanamu International Airport employee.Method. This study with cross-sectional design was descriptive study. The technique used for collecting data was total sampling. Respondents of the study were all airport employee at the International Airport Kualanamu that had met the inclusion and exclusion criteria based on the total sampling method.Results. From 224 respondents of Kualanamu International Airport employee, 36(16,1%) people were found to had good knowledge, 164 (73,2%) people were found to had adequate knowledge and 24 (10,7%) people were found to had lack of knowledge and 115 (51,3%) people had good attitude, 96 (42,9%) people had enough attitude and 13 (5,8%) people had less attitude.Conclusion. The average Kualanamu International Airport employee had adequate knowledge and a good attitude towards Basic Life Support.

Keywords : Basic Life Support, knowledge, attitude.

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Dalam meningkatkan pembangunan kesehatan terutama pada pelayanan yang bersifat darurat. Untuk mewujudkan peningkatan mutu pelayanan dalam penanganan korban atau pasien gawat darurat diperlukan suatu sistem penanganan korban yang dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dengan melibatkan beberapa pihak (Depkes, 2016).

Keadaan para korban kecelakaan dapat semakin buruk atau berujung pada kematian jika tidak ditangani dengan cepat (Sunyoto, 2010). Yang menjelaskan bahwa satu jam pertama adalah waktu yang sangat penting dalam memberikan bantuan hidup dasar pada korban kecelakaan yaitu dapat menekan sampai 85%

dari angka kematian. Bantuan hidup dasar dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan seseorang yang sedang terancam jiwanya (Frame, 2010).

Frame (2010) mengatakan bahwa keterampilan Bantuan hidup dasar dapat diajarkan kepada siapa saja. Semua lapisan masyarakat seharusnya diajarkan tentang bantuan hidup dasar terlebih bagi para pekerja yang berkaitan dengan pemberian pertolongan keselamatan (Resuscitacion Council, 2010). Idealnya di dunia, semua orang akrab dengan teknik dasar pertolongan pertama dan mengambil pelatihan teratur untuk memastikan pengetahuan tetap berjalan (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, 2011).

Sering kali, bystander mungkin enggan untuk menawarkan bantuan terutama CPR, karena takut jika mereka melakukan sesuatu yang “salah”, mereka kemudian akan dituntut atau digungat untuk luka (meskipun tidak disengaja) atau kematian. Penundaan yang dihasilkan dalam perawatan darurat dapat menjadi faktor penentu dalam kelangsungan hidup korban, dan di sebagian besar negara, penundaan ini benar-benar tidak beralasan. “Good Samatitan Law” akan dikenakan pada seseorang yang memberikan bantuan (seperti pertolongan pertama,

(15)

2

CPR, atau penanganan AED) dalam keadaan darurat kepada orang yang terluka

d a l a m

(16)

kapasitas sukarela, tanpa mengharapkan kompensasi moneter, dan bukan dari penyelamat profesional atau profesional medis. Sebagian besar negara memiliki versi hukum di tempat, dengan beberapa variasi dalam rincian (CPR Seattle, 2015).

Bandar Udara Internasional Kualanamu (IATA: KNO, ICAO: WIMM) adalah bandar udara internasional yang melayani kota Medan dan sekitarnya yang terletak 39 km dari kota Medan. Bandara ini adalah bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Bandara Kualanamu diharapkan dapat menjadi bandara pangkalan transit internasional untuk kawasan Sumatera dan sekitarnya.

Hingga saat ini penulis belum mendapatkan data yang memberikan gambaran tingkat pengetahuan dan sikap terkait keterampilan melakukan bantuan hidup dasar dari bandar udara internasional khususnya Kualanamu Medan. Maka dari itu, penulis tertarik untuk membuat sebuah penelitian pendahuluan mengenai tingkat pengetahuan dan sikap petugas bandar udara internasional khususnya petugas Bandar Udara Internasional Kualanamu yang beroperasi di terminal yang terkait bantuan hidup dasar. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi sejauh mana tingkat pengetahuan dan sikap petugas bandar udara terhadap bantuan hidup dasar, dan digunakan sebagai dasar untuk pemberian pelatihan BHD di masa yang akan datang.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap pada petugas bandar udara internasional tentang bantuan hidup dasar di Kualanamu?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 TUJUAN UMUM

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap bantuan hidup dasar pada petugas Bandar Udara Internasional Kualanamu.

(17)

4

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik petugas bandara mengenai bantuan hidup dasar berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Untuk Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian dan menambah wawasan tentang bantuan hidup dasar.

1.4.2 Untuk Petugas Bandara

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan bantuan hidup dasar.

1.4.3 Untuk Ilmu Pengetahuan/ Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran, informasi dan penjelasan mengenai bantuan hidup dasar.

(18)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGETAHUAN

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek dari indra yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Kholid dan Notoadmodjo (2012) tedapat 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu adalah mengingat kembali memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan tentang suatu objek yang diketahui dan diinterpretasikan secara benar.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi adalah suatu kemampuan untuk mempraktekkan materi yang sudah dipelajari pada kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan menjabarkan atau menjelaskan suatu objek atau materi tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lainnya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.2 SIKAP

Menurut Notoatmodjo (2012), sikap adalah reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan

(19)

5

suatu tindakan ataupun aktivitas, namun merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.

(20)

5

Menurut Azwar S (2012) struktur sikap dibedakan atas 3 komponen yang saling menunjang, yaitu:

1. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap yang berisi kepercayaan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamarkan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversal.

2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.

Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak/ bereaksi terhadap sesuatu dengan cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

Menurut Notoatmodjo (2012) sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

(21)

2.3 BANTUAN HIDUP DASAR 2.3.1 DEFINISI

Bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses yang menuju kematian.

2.3.4 TUJUAN

Menurut Pro Emergency (2011), tujuan pemberian bantuan hidup dasar adalah berusaha memberikan bantuan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap untuk melakukan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan.

2.3.3 INDIKASI A. Henti Napas

Henti napas adalah berhentinya jalan napas yang ditandai dengan tidak adanya aliran udara pernapasan dari korban. Penyebab henti napas adalah sebagai berikut (Moll, 2018):

1. Obstruksi Jalan Napas

Pada obstruksi jalan napas atas, dapat terjadi pada bayi <3 bulan, biasanya bernapas dengan hidung dan dapat terjadi obstruksi jalan napas atas sekunder akibat penyumbatan hidung. Pada semua usia, kehilangan tonus otot dengan penurunan kesadaran dapat menyebabkan obstruksi jalan napas atas karena bagian posterior lidah bergeser ke orofaring. Penyebab lainnya adalah darah, lendir, muntah, atau benda asing, kejang atau edema pita suara, dan peradangan trakea faringolaringeal, tumor, atau trauma. Pasien dengan gangguan perkembangan kongenital interna memiliki jalan napas abnormal yang lebih mudah terhambat sedangkan pada obstruksi jalan napas bawah, dapat terjadi akibat aspirasi, bronkospasme, gangguan pengisian ruang udara (misalnya: pneumonia, edema paru, pendarahan paru), atau tenggelam.

2. Upaya Penurunan Pernapasan

6

(22)

Pada upaya penurunan pernapasan dapat terjadi pada gangguan sistem saraf pusat yang mempengaruhi batang otak (misalnya: stroke, infeksi, tumor) dapat menyebabkan hipoventilasi. Peningkatan tekanan intrakranial awalnya dapat menyebabkan hiperventilasi, tetapi hipoventilasi dapat berkembang jika batang otak dikompresi, kemudian pada efek samping obat dapat mengurangi upaya pernapasan adalah opioid dan obat penenang-hipnotik (misalnya: barbiturate, alkohol, benzodiazepine [jarang]). Kombinasi dari obat ini dapat meningkatnya resiko pernapasan. Overdosis (iatrogenik, sengaja atau tidak sengaja) yang terlibat, walaupun dosis rendah dapat menurunkan upaya pada pasien yang lebih sensitif terhadap beberapa obat (misalnya: manusia lanjut, pasien dengan insufisiensi pernapasan kronik) serta dapat tejadi gangguan metabolisme.

3. Kelemahan Otot Pernapasan

Kelemahan otot dapat terjadi pada gangguan neuromuskular termasuk cedera medulla spinalis, penyakit neuromuskular (misalnya: myasthenia gravis, botulism, poliomyelitis, Guillan-Barre Syndrome), dan obat penghambat neuromuskular serta kelelahan.

B. Henti Jantung

Henti jantung adalah suatu kondisi ketika jantung berhenti memompa darah ke seluruh tubuh karena jantung gagal berkontraksi secara efektif. Penyebab dari henti jantung yaitu

1. Fibrilasi ventrikel 2. Kardiomiopati 3. Miokarditis

4. Luka pada jaringan jantung C. Tidak Sadarkan Diri

2.3.4 PELAKSANAAN BANTUAN HIDUP DASAR

Urutan pelaksanaan BHD yang benar dapat memperbaiki tingkat keberhasilan.

Berdasarkan panduan BHD yang dikeluarkan oleh American Heart Association dan European Society of Resuscitation. Sebelum melakukan tindakan BHD primer,

(23)

7

kita harus memastikan lingkungan sekitar aman untuk melakukan pertolongan, pelaksanaan bantuan hidup dasar dimulai dari penilaian kesadaran penderita,

(24)

aktivasi layanan gawat darurat dan dilanjutkan dengan tindakan pertolongan yang

diawali dengan CAB (Circulation- Airway-Breathing) (Subagjo et al., 2012).

Gambar 2.1 Alur bantuan hidup dasar serangan jantung pada orang dewasa untuk penyedia layanan kesehatan (AHA, 2015).

1. Penilaian respon

Penilaian respon dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman untuk melakukan pertolongann selanjutnya penilaian respon dilakukan dengan cara menepuk dan memanggil-manggil penderita sambil berteriak memanggil penderita. Hal yang harus diperhatikan setelah melakukan penilaian respon yaitu melihat penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang diberikan, maka usahakan tetap mempertahankan posisi seperti pada saat ditemukan atau

(25)

12

diposisikan ke dalam posisi mantap sambil terus melakukan pemantauan tanda- tanda vital sampai bantuan datang. Jika penderita tidak memberikan respons serta tidak bernapas atau bernapas tidak normal (gasping), maka penderita dianggap

mengalami keadaan henti jantung. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan aktivasi sistem layanan gawat darurat (Subagjo et al., 2012).

Gambar 2.2 Cek respon pasien (European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2015).

2. Pengaktifan Cepat Sistem Tanggapan Darurat

Setelah melakukan pemeriksaan kesadaran penderita dan tidak didapatkan respon dari penderita, hendaknya penolong meminta bantuan orang terdekat untuk menelepon layanan gawat darurat. Bila tidak ada orang lain di dekat penolong untuk membantu, maka sebaiknya penolong menelepon sistem layanan gawat darurat. Saat melaksanakan percakapan dengan petugas layanan gawat darurat, hendaknya dijelaskan lokasi penderita, kondisi penderita, serta bantuan yang

sudah diberikan kepada penderita (Subagjo et al., 2012).

Gambar 2.3 Pengaktifan Cepat Sistem Tanggapan Darurat (European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2015).

3. Kompresi Jantung

Sebelum melakukan kompresi dada pada penderita, penolong harus melakukan pemeriksaan awal untuk memastikan bahwa penderita dalam keadaan

(26)

tanpa nadi saat akan dilakukan pertolongan. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan perabaan denyutan arteri karotis dalam waktu maksimal 10 detik.Pada pemeriksaan ini dilakukan dengan memegang leher penderita dan mencari trakea dengan 2-3 jari. Selanjutnya dilakukan perabaan bergeser ke lateral sampai menemukan batas trakea dengan otot samping leher (tempat lokasi arteri karotis berada). Melakukan pemeriksaan nadi bukan hal yang mudah untuk dilakukan, bahkan tenaga kesehatan yang menolong mungkin memerlukan waktu yang agak panjang untuk memeriksa denyut nadi, sehingga pemeriksaan denyut nadi tidak bisa dilakukan oleh penolong awam dan langsung mengasumsikan terjadi henti jantung jika seorang dewasa mendadak tidak sadarkan diri atau penderita tanpa respons yang benapas tidak normal.

4. Kompresi Dada (Circulation)

Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah bawah dinding sternum. Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada:

1) Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras.

2) Tentukan lokasi kompresi di dada dengan cara meletakkan telapak tangan yang telah saling berkaitan di bagian setengah bawah sternum

3) Melakukan kompresi dada pada kecepatan 100-120x/menit.

4) Mengkompresi ke kedalaman minimum 2 inci (5cm) untuk dewasa, hindari kedalaman kompresi lebih dari 2,4 inci (6cm).

5) Penting bagi penolong untuk tidak bertumpu di atas dada diantara kompresi untuk mendukung rekoil penuh dinding dada pada pasien dewasa saat mengalami serangan jantung. (AHA,2015)

6) Penolong awam melakukan kompresi minimal 100 kali per menit tanpa interupsi.

7) Penolong terlatih tanpa alat bantu napas lanjutan melakukan kompresi dan ventilasi dengan perbandingan 30:2 (setiap 30 kali kompresi efektif, berikan 2

(27)

14

napas buatan) seminimal mungkin melakukan interupsi (Subagjo et al., 2012)

Gambar 2.4 Pelaksana Kompresi Dada (European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2015).

5. Pembukaan Jalan Nafas (Airway)

Tindakan ini sebaiknya dilakukan oleh orang yang sudah menerima latihan bantuan hidup dasar atau tenaga kesehatan profesional dengan menggunakan metode head tilt chin lift (dorong kepala ke belakang sambil mengangkat dagu) pada penderita yang diketahui tidak cedera leher dan jika penderita yang dicurigai menderita trauma leher, maka tindakan yang dilakukan dengan cara menarik rahang bawah tanpa melakukan ekstensi kepala jaw thrust.

Setelah dilakukan tindakan membuka jalan napas, langkah selanjutnya adalah dengan pemberian napas buatan. Sesuai dengan revisi panduan yang dikeluarkan American heart association mengenai bantuan hidup dasar, penolong tidak perlu melakukan observasi napas spontan dengan look,listen and feel (lihat,dengar,dan rasakan) karena langkah pelaksanaan yang tidak konsisten dan menghabiskan waktu kecuali jika tindakan pemberian napas bantuan tidak menyebabkan paru

berkembang secara baik (Subagjo et al., 2012).

Gambar 2.5 Buka Jalan Nafas (European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2015).

6. Ventilasi (Breathing)

Tindakan pemberian napas bantuan dilakukan kepada penderita henti jantung setelah satu siklus kompresi selesai dilakukan (30 kali kompres).Pemberian napas bantuanbisa dilakukan dengan metode:

a) Mulut ke mulut

Metode pertolongan ini merupakan metode yang paling mudah dan cepat.

Oksigen yang dipakai berasal dari udara yang dikeluarkan oleh penolong. Cara

(28)

melakukan pertolongan ini yaitu mempertahankan posisi head tilt chin lift, yang dilanjutkan dengan menjepit hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan.

Selanjutnya buka sedikit mulut penderita, tarik napas panjang dan tempelkan rapat bibir penolong melingkari mulut penderita, kemudian hembuskan lambat, setiap tiupan selama 1 detik dan pastikan dada sampai terangkat.

b) Mulut ke hidung

Napas bantuan ini dilakukan bila pernapasan mulut ke mulut sulit dilakukan karena trismus. Caranya adalah katupkan mulut penderita disertai chin lift, kemudian hembuskan udara seperti pernapasan mulut ke mulut. Buka mulut penderita waktu ekshalasi.

c) Mulut ke Sungkup

Penolong menghembuskan udara melalui sungkup yang diletakkan diatas dan melingkupi mulut dan hidung penderita. Cara melakukan pemberian napas melalui sungkup yaitu letakkan sungkup pada muka penderita dan dipegang dengan kedua ibu jari, selanjutnya lakukan head tilt chin lift / jaw thrust, tekan sungkup ke muka penderita dengan rapat, kemudian hembuskan udara melalui lubang sungkup sampai dada terangkat, terakhir hentikan hembusan dan amati turunnya pergerakan dinding dada (Subagjo et al., 2012).

7. Komplikasi Bantuan Hidup Dasar

Walaupun dilakukan dengan benar, komplikasi dapat terjadi pada saat melakukan kompresi pada korban seperti patah tulang dada, pneumothorax, hematotoraks, luka dan memar pada paru-paru, luka pada hati dan limfa serta distensi abdomen (perut kembung) terjadi akibat peniupan yang salah (Pro Emergency, 2011).

8. Posisi Pulih (Recovery Position)

Urutan tindakan recovery position meliputi:

a. Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas

b. Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada pipi pasien.

(29)

16

c. Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke arah penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong (Resuscitation Council UK, 2015).

Gambar 2.6 Posisi pulih (European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2015).

2.4 HENTI JANTUNG 2.4.1 DEFINISI

Henti jantung adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba pada seseorang yang didiagnosis henti jantung atau tidak. Hal itu dapat terjadi secara tiba-tiba, atau setelah timbul gejala lain. Henti jantung biasanya fatal jika tidak ditangani segera dengan langkah yang tepat.

Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA) adalah terhentinya aktivitas mekanik jantung yang dikonfirmasi oleh tidak adanya tanda sirkulasi dan terjadi di luar rumah sakit (AHA, 2015).

2.4.2 EPIDEMIOLOGI

Penyakit jantung merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia (Kemenkes,RI 2017).Angka kejadian henti jantung atau cardiac arrest ini berkisar 10 dari 100.000 orang normal yang berusia dibawah 35 tahun dan per tahunnya mencapai sekitar 300.000-350.000 kejadian (PERKI,2015). Kejadian OHCA lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Sekitar 300.000 pasien OHCA dirawat setiap tahun di Amerika Utara, dan sekitar 275.000 di Eropa. Namun, insiden pasien yang menjalani resusitasi akibat henti jantung di Eropa berkisar antara 16 hingga 119/100.000 jiwa per tahun di berbagai sumber. Insiden OHCA secara global dalam populasi orang dewasa adalah 95,9 per 100.000 penduduk per

(30)

tahum Kejadian OHCA lebih rendah di Asia (52,5) daripada di Eropa (86,4), Amerika Utara (98,1), dan Australia (112,9) (Porzer et al., 2017).

2.4.3 ETIOLOGI

Pada orang dewasa, henti jantung mendadak akibat dari penyakit jantung, khususnya pada penyakit arteri koroner. Pada sebagian besar pasien, henti jantung mendadak adalah manifestasi pertama pasien pada penyakit jantung. Penyebab lain seperti syok peredaran darah karena gangguan non kardiak (terutama emboli paru, perdarahan GI atau trauma), kegagalan ventilasi, dan gangguan metabolisme (termasuk overdosis obat) (Connor, 2017).

Pada bayi dan anak – anak, penyebab dari henti jantung lebih jarang dibandingkan pada orang dewasa. Penyebab utamanya adalah kegagalan pernapasan (misalnya, obstruksi jalan napas, inhalasi asap, tenggelam, infeksi, SIDS). Penyebab lain serangan jantung adalah trauma dan keracunan (Connor, 2017).

2.4.4 PATOFISIOLOGI

Patofisiologi henti jantung tergantung pada penyebabnya. Non kardiak primer menyebabkan hipoksia dan anoksia dan selanjutnya menjadi henti jantung. Ini terjadi pada saat sesak nafas, tenggelam, atau selama tahap akhir dari penyakit paru primer (Porzer et al., 2017).

Mekanisme dari henti jantung dapat disebabkan oleh takikardi ventrikular, asistol, atau Pulseless Electrical Activity (PEA), yang dapat dideteksi bersamaan dengan elektrokardiografi. Takikardi ventrikular mengakibatkan henti jantung termasuk fibrilasi ventrikel dan jenis takikardi ventrikel tertentu. PEA adalah aktivitas listrik jantung yang tidak memicu respons mekanis jantung sebagai pompa, sehingga tidak adanya pulsasi perifer dan perfusi organ. Ini sering disebabkan oleh hambatan dalam aliran darah (emboli paru massif, tamponade jantung) atau kegagalan pernapasan primer. Henti jantung jangka panjang dengan fibrilasi ventrikel sebagai irama utama menyebabkan terjadinya irama asistol (Porzer et al., 2017).

(31)

18

Bradiaritmia, yang disebabkan oleh kegagalan pembentukan atau konduksi impuls, adalah patofisiologis yang kurang sering terjadi henti jantung mendadak/

kematian jantung mendadak. Blokade AV kompleks, yang gejalanya adalah dispneu, kelemahan, angina pektoris, kerusakan SSP, atau sinkop hingga kematian mendadak, timbul biasanya sebagai masalah sekunder pada penyakit arteri koroner. Asistol yang mengarah ke OHCA disebabkan oleh degenerasi nodus sinoatrial tanpa melibatkan pusat pacu jantung sekunder, atau lebih sering sebagai efek sekunder dari penekanan alat pacu jantung pusat (baik nodus sinoatrial dan sekunder pusat) karena alasan metabolik. Dalam hipoksemia yang berkepanjangan (tahap terminal berbagai penyakit atau sebagai hasil dari RJPO yang tidak berhasil), hipoksia seluler dan asidosis menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit di kedua sisi membran seluler. Akibatnya terjadi akumulasi kalium ekstraseluler dan penghambatan fungsi fisiologis primer maupun pacu jantung sekunder (Porzer et al., 2017).

2.4.5 MANIFESTASI KLINIS

Akibat hilangnya sirkulasi tiba-tiba terjadi kegagalan perfusi organ. Sistem saraf pusat adalah yang paling sensitif terhadap hipoksemia yang menjelaskan gejala henti sirkulasi yang jelas. Pasien kehilangan kesadaran dan tonus postural, dan pingsan. Aktivitas kejang tonik adalah gejala awal yang mungkin, yang kemudian mereda dengan cepat. Pada pasien dengan periode henti jantung yang pendek dan pemulihan spontan, sering dikarenakan oleh jeda asistolik akibat disfungsi nodus sinus, kejang yang terlihat dapat menyebabkan salah tafsir sebagai serangan epilepsi (Porzer et al., 2017).

Pada awal hipoksia otak/ anoksia, aktivitas pernapasan patologis (dikondisikan oleh refleks batang otak) dapat diamati yaitu terengah-terengah atau respirasi agonal. Respirasi yang tidak memadai seperti itu tidak menyebabkan perfusi organ, khususnya karena tidak adanya sirkualsi yang efisien. Pada orang awam yang melihat korban terengah-terengah, pengamat dapat berasumsi bahwa pasien bernapas spontan dan karena itu tidak mengenali henti jantung. Selama

(32)

kontak telepon dengan sistem darurat, operator harus memberikan penekanan besar pada pertanyaan karakter dan ritme pernapasan pasien (Porzer et al., 2017).

2.4.6 PENDEKATAN DIAGNOSIS Anamnesis:

Didapatkan secara alloanamnesis. Dapat diawali dengan riwayat peningkatan angina, dispneu, palpitasi, mudah lelah, dan keluhan tidak spesifik lainnya. Akan tetapi gejala prodromal umumnya prediktif untuk penyakit jantung, namun tidak spesifik untuk memprediksi sudden cardiac death (SCD) (Rampengan, 2014).

Pemeriksaan Fisik:

Nadi tidak teraba Pemeriksaan Penunjang:

a. EKG

b. Elektrolit, Foto Rontgen Dada, ABG’s c. Ekokardiografi 2-D

d. Monitor EKG Holter 24 jam Ambulatori Opsional:

a. Studi elektrofisiologi b. Variabilitas denyut jantung c. Rata-rata signal EKG

Temuan EKG pada Henti Jantung Mendadak:

1. 70% kasus pada fibrilasi ventrikular (didahului oleh takikardi ventrikular) Gambar 2.7 Fibrilasi Ventrikel. Urutan yang biasa pada pasien yang menderita serangan jantung adalah ventrikel takikardi, diikuti oleh fibrilasi ventrikel,

kemudian asistol. (Rampengan, 2014).

(33)

20

2. Asistol

3. Disosiasi elektromekanikal 4. Bradiaritmia

2.4.7 MANAJEMEN

1. Memperbaiki penyebab yang berpotensi fibrilasi ventrikel

Termasuk: iskemia yang terus-menerus, toksisitas obat, abnormalitas elektrolit, hipoksia, gagal jantung kongestif akut

2. Mengobati yang mendasari penyakit jantung

Termasuk: ACE inhibitor untuk CHF, beta bloker untuk PJK 3. Apakah ada bedah atau pilihan alat untuk pasien?

Termasuk CABG untuk PJK, Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD) untuk obat jantung anti-aritmia.

Gambar 2.8 Asistol (PERKI, 2014).

Tabel 2.1 Pengobatan untuk Cardiac Arrest Survivors (Rampengan, 2014).

(34)

2.4.8 PROGNOSIS

Prognosis henti jantung di dalam rumah sakit terkait penyakit non kardiak buruk, dan perawatan pasca resusitasi didominasi oleh penyakit kormobid. Pasien dengan kanker stadium akhir, gagal ginjal, penyakit sistem saraf pusat akut, infeksi tidak terkontrol, memliki survival rate <10%. (Myerburg dan Castellanos, 2012)

2.5 KERANGKA TEORI

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Bantuan

Hidup Dasar pada Petugas Bandara

Penilaian pengetahuan BHD menggunakan kuesioner

Bantuan Hidup Dasar

Indikasi Pelaksanaan

BHD

1. Penilaian respon 2. Pengaktifan cepat

Sistem Tanggapan Darurat 3. Tindakan

pertolongan yang diawali dengan CAB

(Circulation- Airway- Breathing)

 Definisi BHD

 Tujuan BHD

Henti Napas

Henti Jantung

Tidak Sadarkan

Diri 1. Obstruksi Jalan

Napas

2. Upaya Penurunan Pernapasan 3. Kelemahan Otot

Pernapasan

Gambar 2.9 Kerangka Teori.

(35)

22

2.6 KERANGKA KONSEP

Petugas Bandar Udara Kualanamu

 Tingkat pengetahuan mengenai BHD

 Sikap mengenai BHD

Gambar 2.10 KerangkaKonsep.

(36)

19 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian yang menggambarkan gambaran tingkat pengetahuan dan sikap petugas yang beroperasi di terminal Bandar Udara Internasional Kualanamu.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Bandar Udara Internasional Kualanamu.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL 3.3.1 POPULASI

Populasi penelitian ini adalah petugas yang beroperasi di terminal Bandar Udara Internasional Kualanamu.

3.3.2 SAMPEL

Sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling, yaitu seluruh petugas yang beroperasi di terminal Bandar Udara Internasional Kualanamu pada tahun 2019 yang memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam pemilihan sampel pada penelitian ini adalah:

1. Kriteria Inklusi

a. Petugas yang beroperasi di terminal Bandar Udara Internasional Kualanamu yang bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan responden.

b. Semua pernyataan dalam lembar kuesioner terjawab.

2. Kriteria Eksklusi

a. Petugas yang beroperasi di terminal Bandar Udara Internasional Kualanamu yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.

(37)

24

b. Petugas yang beroperasi di terminal Bandar Udara Internasional Kualanamu yang menjawab kuesioner dengan lebih dari satu jawaban.

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA 3.4.1 DATA PRIMER

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data. Pengumpulan data dilakukan dengan pembagian kuesioner kepada subjek penelitian dan peneliti langsung mengumpul kembali kuesioner apabila sudah selesai diisi. Penelitian dilakukan pada jam kerja diantara pergantian shift petugas yang beroperasi di terminal Bandar Udara Internasional Kualanamu.

3.4.2 INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen penelitian ini adalah lembar persetujuan responden dan kuesioner.

3.5 DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.1 Defnisi operasional.

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur 1 Umur Umur individu mulai

dari kelahiran sampai sekarang.

Dokumentasi KTP Dewasa awal dengan umur 18-

40 tahun dan dewasa tengah dengan umur 41-

65 tahun.

(Hurlock,2012)

Ordinal

2 Jenis

Kelamin

Karakteristik biologis yang dilihat dari penampilan luar.

Dokumentasi KTP Laki-laki dan perempuan

Nominal

3 Tingkat Pendidikan

Jenjang pendidikan formal yang diselesaikan oleh responden berdasarkan

ijasah terakhir yang dimiliki.

Mengisi lembar persetujuan

responden

Lembar persetujua

n responden

SD, SMP, SMA, Perguruan

Tinggi

Ordinal

(38)

No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur

4 Jenis

Pekerjaan

Kegiatan utama yang dilakukan responden

dan mendapat penghasilan atas kegiatan tersebut.

Mengisi lembar persetujuan

responden

Lembar persetujua

n responden

Airport Security, Airport Rescue

and Fire Fighting, Airport Operation and

Services, dan Lainnya (Cleaning Services, Glass

Cleaner, dan Vendor)

Nominal

5 Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang dimiliki responden mengenai bantuan hidup dasar dengan menjawab pertanyaan

sesuai dengan kuesioner.

Menjawab 18 pertanyaan di

dalam kuesioner kemudian dihitung

jumlah skornya.Benar:

diberi skor 1, Salah dan tidak tahu:

diberi skor 0.

Kuesioner Baik: Nilai ≥ 76- 100% (Skor 14- 18). Cukup:

Nilai 60–75 % (Skor 9-13).

Kurang: Nilai ≤ 60 % (Skor 0-8).

(Arikunto,2013)

Ordinal

6 Sikap Sikap yang dimiliki responden mengenai bantuan hidup dasar dengan menjawab pertanyaan sesuai dengan kuesioner.

Menjawab 20 pertanyaan di

dalam kuesioner kemudian dihitung

jumlah skornya. YA diberi skor 1, TIDAK diberi

skor 0.

Kuesioner Baik: Nilai ≥ 76- 100% (Skor 14- 18). Cukup:

Nilai 60–75 % (Skor 9-13).

Kurang: Nilai ≤ 60 % (Skor 0-8).

(Arikunto,2013)

Ordinal

(39)

26

3.6 METODE ANALISA DATA 3.6.1 PENGOLAHAN DATA

Proses pengolahan data ini melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Editing

Dilakukan dengan cara meneliti kelengkapan data dan pencocokan data yang telah terkumpul sehingga tidak ada kesalahan dalam pengumpulan data.

2. Coding

Kuesioner penelitian yang sudah diisi oleh responden yang telah diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah oleh komputer.

3. Scoring

Menetapkan pemberian skor pada kuesioner tingkat pengetahuan dan sikap yang diukur dengan kategori baik dengan skor 16-20, cukup dengan skor 11-15 dan kurang dengan skor 0-10.

4. Entry data

Memasukan data ke dalam komputer dengan menggunakan aplikasi SPSS.

5. Cleaning

Pemeriksaan semua data yang sudah diperoleh dari responden yang telah dimasukkan ke dalam program komputer, dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

6. Saving

Penyimpanan data yang siap untuk dianalisis 7. Analisa Data

3.6.2 ANALISA DATA

Data yang didapatkan diolah dengan menggunakan perangkat lunak statistik.

Data tersebut akan dianalisis secara statistik. Data yang dihasilkan akan disajikan dalam bentuk tabel hasil perangkat lunak statistik.

(40)

23 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Bandar Udara Internasional Kualanamu yang berlokasi di Jalan Bandara Kualanamu, Ps.Enam Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 20553 yang secara resmi dioperasikan pada tanggal 25 Juli 2013.

Luas keseluruhan Bandara Kualanamu adalah 1.365 hektar dengan landasan kedua terpanjang di Indonesia setelah Batam. Pembangunan bandara ini merupakan bagian dari MP3EI, untuk menggantikan Bandar Udara Internasional Polonia yang telah berusia lebih dari 85 tahun.

Penelitian ini menggunakan teknik total sampling sehingga semua petugas bandara dimasukkan ke dalam sampel penelitian. Total sampel dalam penelitian ini sebanyak 224 responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Berdasarkan 224 kuesioner yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, diperoleh informasi mengenai demografi responden sebagai acuan dalam melihat karakteristik responden yang menjadi sampel penelitian. Demografi responden dalam penelitian ini berupa umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. Secara lebih rinci demografi dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:

Dari tabel 4.1, diatas dapat dilihat dari jenis kelamin memiliki presentase petugas bandara dengan jenis kelamin laki-laki (87,9%) lebih banyak dari presentase petugas bandara dengan jenis kelamin perempuan (12,1%). Apabila dilihat dari kelompok umur responden sebagian besar termasuk dalam kelompok usia 18-40 tahun, yaitu dengan presentase 96,9%, sebanyak 217 orang. Dari tingkat pendidikan yang ditempuh sebagian responden memiliki tingkat pendidikan SMA dengan presentase 64,7 % (145 orang). Mayoritas responden dari jenis pekerjaan adalah airport security dengan presentase 45,5 % , sebanyak 102 orang.

Tabel 4.1 Demografi Responden.

KETERANGAN JUMLAH (ORANG) PERSENTASE (%)

Jenis Kelamin

(41)

24

Laki-laki 197 87,9

Perempuan 27 12,1

KETERANGAN JUMLAH (ORANG) PERSENTASE (%)

Umur (tahun)

18-40 217 96,9

41-65 7 3,1

Tingkat Pendidikan

SMA 145 64,7

Sarjana (S1/S2/S3) 79 35,3

Jenis Pekerjaan

Airport Security 102 45,5

Airport Rescue and Fire Fighting 53 23,7

Airport Operation and Services 36 16,1

Lainnya (Cleaning Services, Glass

Cleaner, dan Vendor) 33 14,7

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Masing-

Masing Pekerjaan.

Pada tabel 4.2, diketahui terdapat 197 responden laki-laki (87,9%) dan 27 responden perempuan (12,1%). Selain itu diketahui bahwa jenis pekerjaan airport security terdapat 94 responden laki-laki dan 8 responden perempuan (n=102;

45,5%) , jenis pekerjaan airport rescue and fire fighting terdapat 51 responden laki-laki dan 2 responden perempuan (n=53; 23,7%), jenis pekerjaan airport operation and services terdapat 27 responden laki-laki dan 9 responden perempuan (n=36; 16,1%) dan jenis pekerjaan lainnya (cleaning services, glass cleaner, dan vendor) terdapat 25 responden laki-laki dan 8 responden perempuan (n=33; 14,7%).

Jenis Kelamin

N %

Laki-

laki Perempuan

Jenis Pekerjaan Airport Security 94 8 102 45,5

Airport Rescue and Fire Fighting 51 2 53 23,7

Airport Operation and Services 27 9 36 16,1

Lainnya (Cleaning Services, Glass

Cleaner, dan Vendor) 25 8 33 14,7

Total 197 27 224 100

% 87,9 12,1 100

(42)

24

Hasil penelitian menggambarkan bahwa mayoritas responden berdasarkan jenis kelamin pada masing-masing pekerjaan adalah laki-laki sebanyak 197 orang (87.9%). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Saputro (2016) yaitu didapatkan

(43)

30

mayoritas responden adalah laki-laki, karena sebagian besar laki-laki mengambil peran dalam memutuskan masalah serta bertanggungjawab dalam mengambil keputusan sehingga ketika ada survey tentang kesehatan maka pihak laki-laki yang menjadi obyek respondennya.

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran yaitu telinga dan indra penglihatan yaitu mata (Notoatmodjo, 2012).

Tabel 4.3 Distribusi Responden dengan Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Umur.

Pada tabel 4.3, diketahui terdapat 33 dewasa awal dan 3 dewasa tengah memiliki tingkat pengetahuan baik (n= 36; 16,1%), kemudian 160 dewasa awal dan 4 dewasa tengah memiliki tingkat pengetahuan cukup (n= 164; 73,2%), serta 24 dewasa awal memiliki tingkat pengetahuan kurang (n= 24; 10,7%).

Berdasarkan perbandingan tingkat pengetahuan tentang bantuan hidup dasar berdasarkan kelompok usia terdapat responden dewasa awal yang berpengetahuan cukup sebanyak 160 orang (96,9%) dari 217 orang sedan gkan responden dewasa tengah yang berpengetahuan cukup sebanyak 4 orang (3,1%) dari 7 orang, hal ini menunjukkan bahwa dewasa awal memiliki tingkat pengetahuan lebih baik dari dewasa tengah. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sofyan & Sahputra (2009) yaitu pengetahuan tinggi terhadap variabel yang diteliti lebih besar dimiliki oleh responden dengan tahapan usia dewasa awal dibandingkan dewasa tengah.

Umur

N %

Dewasa Awal

Dewasa Tengah Tingkat

Pengetahuan

Kurang 24 0 24 10,7

Cukup 160 4 164 73,2

Baik 33 3 36 16,1

Total 217 7 224 100

% 96,9 3,1 100

(44)

Tabel 4.4 Distribusi Responden dengan Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Jenis Pekerjaan.

Pada tabel 4.4, diketahui terdapat 17 petugas airport security, 6 petugas airport rescue and fire fighting, 4 petugas airport operation and services dan 9 petugas lainnya memiliki tingkat pengetahuan baik (16,1%) dan 8 petugas airport security, 9 petugas airport rescue and fire fighting, 3 petugas airport operation and services dan 4 petugas lainnya memiliki tingkat pengetahuan kurang (10,7%).

Tabel 4.5 Distribusi Responden dengan Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Tingkat Pendidikan.

Tingkat Pendidikan

N %

Tamat

SMA %

Tamat Sarjana (S1/S2/S3)

%

Tingkat Pengetahuan

Kurang 15 10,3 9 11,4 24 10,7

Cukup 108 74,5 56 70,9 164 73,2

Baik 22 15,2 14 17,7 36 16,1

Total 145 100 79 100 224 100

Pada tabel 4.5, menunjukkan presentase tingkat pengetahuan berdasarkan tingkat pendidikan terakhir responden. Pada tamat SMA memiliki tingkat pengetahuan yang baik sebanyak 22 orang (15,2%) kemudian pengetahuan cukup sebanyak 108 orang (74,5%) serta yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 15 orang (10,3%) sedangkan responden dengan latar belakang tamat sarjana memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 14 orang (17,7%) kemudian

Jenis Pekerjaan

N %

Airport Security

Airport Rescue and Fire Fighting

Airport Operation

and Services

Lainnya (Cleaning

Services, Glass Cleaner,

dan Vendor) Tingkat

Pengetahuan

Kurang 8 9 3 4 24 10,7

Cukup 77 38 29 20 164 73,2

Baik 17 6 4 9 36 16,1

Total 102 53 36 33 224 100

(45)

32

pengetahuan cukup sebanyak 56 orang (70,9%) serta yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 9 orang (11,4%).

Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa responden dengan latar belakang SMA dan Sarjana memiliki pengetahuan yang cukup. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Hutapea (2012) yang menunjukkan tingkat pendidikan SMA memiliki pengetahuan yang kurang sebanyak 23 orang dari 46 orang (50%) dan tingkat pendidikan Sarjana memiliki pengetahuan yang buruk sebanyak 2 orang dari 46 orang.

Menurut Notoatmodjo (2012), sikap adalah reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan ataupun aktivitas, namun merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.

Tabel 4.6 Distribusi Responden dengan Sikap Berdasarkan Jenis Pekerjaan.

Pada tabel 4.6, diketahui terdapat 66 petugas airport security, 21 petugas airport rescue and fire fighting, 15 petugas airport operation and services dan 13 petugas lainnya memiliki sikap baik (51,3%), kemudian 31 petugas airport security, 30 petugas airport rescue and fire fighting dan 18 petugas airport operation and services dan 17 petugas lainnya memiliki sikap cukup (42,9%), serta 5 petugas airport security, 2 petugas airport rescue and fire fighting, 3 petugas airport operation and services dan 3 petugas lainnya memiliki sikap

k u r a n g ( 5 , 8 % ) .

Dapat disimpulkan bahwa sikap petugas di Bandar Udara Kualanamu memiliki sikap yang baik mengenai bantuan hidup dasar. Azwar (2011)

Jenis Pekerjaan

N %

Airport Security

Airport Rescue and Fire Fighting

Airport Operation

and Services

Lainnya

Sikap Kurang 5 2 3 3 13 5,8

Cukup 31 30 18 17 96 42,9

Baik 66 21 15 13 115 51,3

Total 102 53 36 33 224 100

(46)

menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang, antara lain pengalaman pribadi, pengaruh orang lain, kebudayaan,

m e d i a m a s s a d a n f a k t o r

(47)

34

emosional.

Tabel 4.7 Distribusi Responden dengan Sikap Berdasarkan Tingkat Pendidikan.

Tingkat Pendidikan N %

Tamat SMA

Tamat Sarjana (S1/S2/S3)

Sikap Kurang 6 7 13 5,8

Cukup 59 37 96 42,9

Baik 80 35 115 51,3

Total 145 79 224 100

Pada tabel 4.7, menunjukkan sikap tertinggi mengenai bantuan hidup dasar yaitu pada tamat SMA sebanyak 80 orang (55,2%) dari 145 orang dan yang memiliki sikap terendah yaitu pada tamat SMA sebanyak 6 orang (4,1%) dari 145 orang.

(48)

29 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Tingkat pengetahuan petugas Bandar Udara Internasional Kualanamu tentang bantuan hidup dasar memiliki pengetahuan yang cukup.

2. Sikap petugas Bandar Udara Internasional Kualanamu tentang bantuan hidup dasar memiliki sikap yang baik.

3. Gambaran karakteristik responden didapatkan beberapa hasil antara lain : dewasa awal memiliki pengetahuan yang cukup dibandingkan dengan dewasa tengah, latar belakang pendidikan SMA memiliki pengetahuan yang cukup dibandingan dengan tamat sarjana dan yang bekerja sebagai airport security, airport rescue and fire fighting, airport operation and services, dan lainnya (cleanning services, glass cleaner, dan vendor) memiliki pengetahuan yang cukup.

5.2 SARAN

Dari serangkaian proses penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diberikan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dalam penelitian ini. Adapun saran yang diberikan, yaitu :

1. Untuk petugas Bandar Udara Internasional Kualanamu diharapkan dapat meningkatkan dan memperbaharui pengetahuan khususnya Bantuan Hidup Dasar.

2. Untuk Bandar Udara Internasional Kualanamu diharapkan dapat selalu memberikan pelatihan dan pembinaan secara regular mengenai Bantuan Hidup Dasar pada seluruh petugas Bandara.

3. Untuk peneliti lain, menjadi data dasar yang dapat dikembangkan menjadi penelitian lebih baik dan hendaknya menambah pengetahuan dan sikap pada petugas bandara pada bagian maskapai.

(49)

36

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2015, Fokus Utama:Pembaharuan Pedoman Heart Association 2015 untuk CPR dan ECC, AHA.

American Heart Association. 2017, About Cardiac Arrest, accessed 14 April 2019, Available at: https://www.heart.org/en/health-topics/cardiac-arrest/about- cardiac-arrest.

American Heart Association. 2017, Cardiac Arrest, accessed 14 April 2019, Available at: https://www.heart.org/en/health-topics/cardiac-arrest.

Annas, D. S. 2016, Hubungan Pengetahuan Bantuan Hidup Dasar (BHD) dengan Kesiapan Menolong Siswa Anggota PMR di Madrasah Aliyah Negeri Purworejo.

Arikunto, S. 2013, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Azwar, S. 2012, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta

Bariqi, F. 2017, Pengaruh Pelatihan Bantuan Hidup Dasar terhadap Tingkat Pengetahuan Menolong Korban Kecelakaan Lalu Lintas Pada Polisi Kota Yogyakarta.

Connor, Robert E O, 2017. Cardiac Arrest. accessed 14 April 2019, Available at:

https://www.msdmanuals.com/profesional/critical-care-medicine/cardiac- arrest-and-cpr/cardiac-arrest

CPR Seattle. 2015, The Good Samaritan Law-How does that work, exactly?, accessed 10 April 2019, Available at: http://www.cprseattle.com/blog/the- good-samaritan-law-how-does-that-work-exactly.

Depkes RI. 2016, Kesehatan Kegawatdaruratan dan Penanganannya. Jakarta:

Depkes RI.

Frame, Scott B. 2010, PHTLS : Basic and Advanced Prehospital Trauma Life Support, Missouri: Mosby.

Hurlock, E. B. 2012, Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Hutapea, E. L. 2012, Gambaran Tingkat Pengetahuan Polisi Lalu Lintas tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Kota Depok.

International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies. 2011, International First Aid and Resuscitation Guidelines 2011.

Gambar

Gambar 2.1 Alur bantuan hidup dasar serangan jantung pada orang dewasa untuk penyedia  layanan kesehatan (AHA, 2015)
Tabel 2.1 Pengobatan untuk Cardiac Arrest Survivors  (Rampengan, 2014).
Gambar 2.9 Kerangka Teori.

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkah, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran