PEMBERIAN IBA (Indole Butyric Acid) DAN KOMPOS KASCING
SKRIPSI
OLEH:
MONALISA LUMBANTORUAN / 130301248 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH:
MONALISA LUMBANTORUAN / 130301248 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
Skripsi merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018
dengan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) dan Kompos Kascing
Nama : Monalisa Lumbantoruan
NIM : 130301248
Program Studi : Agroteknologi
Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
(Ir. Jonis Ginting, M.S.) (Ir. Lisa Mawarni, M.P.) Ketua Anggota
Mengetahui,
(Dr. Ir. Sarifuddin, M.P.)
Ketua Program Studi Agroekoteknologi
(Pogostemon cablin Benth.) dengan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) dan Kompos Kascing” dibawah bimbingan Jonis Ginting dan Lisa Mawarni.
Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan yang berada pada ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, dimulai dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2017.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor perlakuan.
Faktor pertama adalah IBA (Indole Butyric Acid) (0 ppm; 15 ppm; 25 ppm dan 35ppm) dan faktor kedua yaitu kompos kascing (0; 200; 400 dan 600 g/polibag dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan IBA (Indole Butyric Acid) berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar, bobot kering akar dan volume akar. Perlakuan kompos kascing berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup, jumlah tunas, panjang tunas, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, bobot kering akar, volume akar. Interaksi antara kedua perlakuan tersebut berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk dan bobot basah akar.
Kata kunci : IBA (Indole Butyric Acid), kompos kascing, nilam.
MONALISA LUMBANTORUAN: “Growth responses patchouli oil (Pogostemon cablin Benth.) with IBA (Indole Butyric Acid) and vermicompost” supervised by Jonis Ginting and Lisa Mawarni. The research was conducted at the Faculty of Agriculture, Medan with altitude of ± 32 meter above sea level, which started from August to October 2017. The design use randomized block design with 2 factors treatment. The first factor was IBA (Indole Butyric Acid) (0 ppm; 15 ppm;
25 ppm and 35 ppm) and the second was vermicompost (0 ; 200; 400 and 600 g/polybag) with 3 replications. The results showed that IBA has significantly effect to the root fresh weight, root dry weight and root volume.Vermicompost showed significant effect topercentage of cutting germinate, shoots number, shoots length, crop fresh weight, crop dry weight, root fresh weight, root dry weight and root volume. The interaction both of treatment showed significant forcrop fresh weight and root fresh weight.
Keywords : IBA (Indole Butyric Acid), vermicompost, patchouli.
Pematang Siantar, merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari ayahanda Panusunan Lumbantoruan dan ibunda tercinta Bangun Kenly Silalahi.
Tahun 2007 penulis lulus dari sekolah dasar (SD) Negeri 173651 Desa Pintu Pohan Meranti Kabupaten Tobasa, pada tahun 2010 lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta Budhi Dharma Balige dan tahun 2013 penulis lulus dari Sekolah Menegah Atas (SMA) Negeri 1 Balige dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Penulis memilih program studi Agroekoteknologi minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan (BPP).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten Laboratorium Budidaya Tanaman Penyegar (2017) dan anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK). Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Perkebunan PT. Wanasari Sei Jake, Riau pada bulan Juli- Agustus 2016.
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Judul dari skripsi ini adalah “Respons Pertumbuhan Setek Nilam (Pogostemon cablin Benth.) dengan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid) dan Kompos
Kascing” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua atas doa, semangat dan dukungan financial dan spiritual selama ini. Penulis juga menyampaikan ucapan
terima kasih kepada komisi pembimbing bapak
Ir. Jonis Ginting, M.S. selaku ketua dan Ibu Ir. Lisa Mawarni, M.P. selaku anggota yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di program studi Agroteknologi serta semua rekan mahasiswa stambuk 2013 terkhusus buat sahabat-sahabat saya, buat dukungan semangatnya selama kuliah dan kepada teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Januari 2018
Penulis
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Setek Nilam ... 4
IBA (Indole Butyric Acid) ... 5
Kompos Kascing ... 8
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 13
Bahan dan Alat ... 13
Rancangan Penelitian ... 14
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan... 17
Pembuatan Naungan ... 17
Persiapan Media Tanam ... 17
Aplikasi Kompos Kascing ... 18
Persiapan Bahan Setek ... 18
Perendaman Bahan Setek ... 18
Penanaman Setek ... 18
Pemberian Sungkup ... 19
Pemeliharaan Tanaman ... 19
Penyiraman ... 19
Penyulaman ... 19
Penyiangan dan Pembumbunan ... 19
Pengamatan Parameter ... 20
Persentase Setek Hidup ... 20
Umur Mulai Bertunas ... 20
Jumlah Tunas ... 20
Panjang Tunas ... 20
Volume Akar ... 20
Bobot Basah Tajuk ... 21
Bobot Basah Akar ... 21
Bobot Kering Tajuk ... 21
Bobot Kering Akar ... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 22 Pembahasan ... 36
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42
Saran 42 DAFTAR PUSTAKA ... 43
LAMPIRAN ... 46
Nomor Halaman 1. Persentase setek hidup tanaman nilam dengan pemberian IBA dan
kompos kascing ... 22 2. Umur muncul tunas setek nilam dengan pemberian IBA dan kompos
kascing ... 23
3. Jumlah tunas setek nilam pada umur 3-11 MST dengan pemberian IBA dan kompos kascing ... 25
4. Panjang tunas setek nilam pada umur 3-11 MST dengan pemberian IBA dan kompos kascing ... 27
5. Bobot basah tajuk setek nilam dengan pemberian IBA dan kompos kascing ... 29
6. Bobot basah akar setek nilam dengan pemberian IBA dan kompos kascing ... 30
7. Volume akar setek nilam dengan pemberian IBA dan kompos kascing ... 32
8. Bobot kering tajuk setek tanaman nilam dengan pemberian IBA dan kompos kascing ... 33
9. Bobot kering akar setek nilam dengan pemberian IBA dan kompos kascing ... 34
Nomor Halaman 1. Hubungan persentase setek hidup bibit nilam dengan pemberian
kompos kascing ...
2. Hubungan jumlah tunas setek nilam pada 8 MST dengan pemberian dosis kompos kascing ...
3. Hubungan panjang tunas setek nilam pada 11 MST dengan pemberian dosis kompos kascing ...
4. Interaksi IBA dengan kompos kascing terhadap bobot basah tajuk setek nilam ...
5. Interaksi IBA dengan kompos kascing terhadap bobot basah akar setek nilam ...
6. Hubungan volume akar setek nilam dengan pemberian dosis kompos kascing ...
7. Hubungan bobot kering tajuk setek nilam dengan pemberian dosis kompos kascing ...
8. Hubungan bobot kering akar setek nilam dengan pemberian konsentrasi IBA ...
9. Hubungan bobot kering akar setek nilam dengan pemberian dosis kompos kascing ...
23
31 24
35 28
29
32
33
35
Nomor Halaman
1. Deskripsi Tanaman Nilam ... 46
2. Bagan Penelitian ... 47
3. Bagan Plot Penelitian ... 48
4. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 49
5. Perhitungan Konsentrasi IBA ... 50
6. Perhitungan Media Tanam ... 52
7. Perendaman Setek Dengan IBA ... 53
8. Analisis Tanah ... 53
9. Analisis Kompos Kascing ... 53
10. Data Pengamatan Persentase Setek Hidup ... 54
11. Daftar Sidik Ragam Persentase Setek Hidup ... 54
12. Data Pengamatan Umur Muncul Tunas ... 55
13. Daftar Sidik Ragam Umur Muncul Tunas ... 55
14. Data Pengamatan Jumlah Tunas 3 MST ... 56
15. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 3 MST ... 56
16. Data Pengamatan Jumlah Tunas 4 MST ... 57
17. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 4 MST ... 57
18. Data Pengamatan Jumlah Tunas 5 MST ... 58
19. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 5 MST ... 58
20. Data Pengamatan Jumlah Tunas 6 MST ... 59
21. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 6 MST ... 59
24. Data Pengamatan Jumlah Tunas 8 MST ... 61
25. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 8 MST ... 61
26. Data Pengamatan Jumlah Tunas 9 MST ... 62
27. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 9 MST ... 62
28. Data Pengamatan Jumlah Tunas 10 MST ... 63
29. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 10 MST ... 63
30. Data Pengamatan Jumlah Tunas 11 MST ... 64
31. Daftar Sidik Ragam Jumlah Tunas 11 MST ... 64
32. Data Pengamatan Panjang Tunas 3 MST ... 65
33. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 3 MST... 65
34. Data Pengamatan Panjang Tunas 4 MST ... 66
35. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 4 MST... 66
36. Data Pengamatan Panjang Tunas 5 MST ... 67
37. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 5 MST... 67
38. Data Pengamatan Panjang Tunas 6 MST ... 68
39. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 6 MST... 68
40. Data Pengamatan Panjang Tunas 7 MST ... 69
41. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 7 MST... 69
42. Data Pengamatan Panjang Tunas 8 MST ... 70
43. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 8 MST... 70
44. Data Pengamatan Panjang Tunas 9 MST ... 71
45. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 9 MST... 71
46. Data Pengamatan Panjang Tunas 10 MST ... 72
47. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas10 MST... 72
51. Daftar sidik ragam Bobot BasahTajuk ... 74
52. Data Pengamatan Bobot Basah Akar ... 75
53. Daftar sidik ragam Bobot Basah Akar ... 75
54. Data Pengamatan Volume Akar ... 76
55. Daftar sidik ragam Volume Akar ... 76
56. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk ... 77
57. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk ... 77
58. Data Pengamatan Bobot Kering Akar ... 78
59. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar ... 78
60. Foto Penelitian ... 79
PENDAHULUAN Latar Belakang
Produktivitas nilam Indonesia mengalami penurunan secara signifikan sejak tahun 2009 (113,27 kg/ha), tahun 2010 (90,14 kg/ha) dan pada tahun 2011 (71,15 kg/ha). Penurunan tersebut terjadi dikarenakan sumber bibit yang terbatas, penggunaan bibit tanaman masih bervariasi, luas areal pertanaman berkurang, penurunan tingkat kesuburan tanah dan serangan penyakit (Setiawan dan Rosman, 2013).
Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) dikenal sangat rakus terhadap unsur hara terutama N, P, dan K. Untuk mempertahankan tingkat kesuburan lahan, perlu adanya input hara yang berasal dari pupuk buatan maupun pupuk organik (Waluyo, 1993).
Hormon IBA (Indole Butyric Acid) adalah salah satu hormon yang termasuk dalam kelompok auksin. Selain dipakai untuk merangsang perakaran, hormon IBA juga mempunyai manfaat yang lain seperti menambah daya kecambah, merangsang perkembangan buah, mencegah kerontokan buah, pendorong kegiatan kambium dan lainnya pada tanaman pucuk meranti putih (Irwanto, 2001).
Pemberian zat pengatur tumbuh diharapkan memperbaiki pertumbuhan tanaman seperti mempercepat pembentukan akar. Pengaruh zat pengatur tumbuh secara fisiologis dapat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman (Nugroho dan Trianitasari, 2010).
Kascing adalah kotoran cacing tanah yang merupakan hasil ekskresi cacing tanah. Komposisi hara kascing yang berasal dari kotoran sapi adalah
1,60 % N-total, 14,79 % C-Organik, 0,02 % P, 2,46 % Ca, 0,59 % Mg, 4,49 % karbohidrat, 2,86 % protein dan 0,08 % lemak. Selain itu kascing juga mengandung zat pengatur tumbuh seperti giberelin, sitokinin dan auksin yang membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman (Waluyo, 1993).
Tanaman nilam umumnya diperbanyak dengan setek. Setek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, cabang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Keuntungan perbanyakan dengan setek adalah tanaman baru yang diperoleh mempunyai sifat yang sama dengan induknya, umur seragam, dan waktuperbanyakan lebih singkat (Wudianto, 1998).
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan setek berakar dan tumbuh baik adalah bahan seteknya dan perlakuan terhadap bahan setek di pembibitan. Hal yang perlu diperhatikan terkait bahan setek adalah jumlah ruas yang digunakan, yaitu 2 ruas atau lebih. Melalui jumlah ruas yang tepat diharapkan akan diperoleh pertumbuhan bibit setek yang maksimum (Mardani, 2005).
Penelitian Hasanah dan Setiari (2007) menunjukkan rata-rata jumlah akar dan panjang akar pada setek nilam pada IBA 25 ppm memberikan hasil terbaik.
Hal ini disebabkan karena konsentrasi IBA yang optimal yakni 25 ppm akan mendorong pertumbuhan akar setek nilam. Keefektifan zat tumbuh eksogen hanya terjadi pada konsentrasi tertentu. Pada konsentrasi terlalu tinggi dapat merusak, sedangkan pada konsentrasi yang terlalu rendah tidak efektif.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang respons pertumbuhan setek nilam dengan pemberian IBA dan kompos kascing. Selanjutnya data tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai acuan
dalam memanfaatkan IBA dan kompos kascing pada budidaya tanaman nilam oleh petani.
Tujuan penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pemberian IBA dan kompos kascing terhadap pertumbuhan setek nilam.
Hipotesis Penelitian
Pemberian IBA, kompos kascing dan interaksi keduanya meningkatkan pertumbuhan setek nilam.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mengetahui pengaruh IBA dan kompos kascing terhadap pertumbuhan setek tanaman nilam dan melengkapi data penyusunan skripsi untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Setek Nilam
Perbanyakan tanaman nilam secara umum dilakukan secara vegetatif dengan menggunakan setek karena di daerah tropis tanaman nilam jarang berbunga. Setek merupakan perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman (akar, batang, daun) yang kemudian berkembang membentuk bagian tanaman yang lain bila berada pada kondisi yang sesuai (Nurjanah, 1998).
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan setek nilam berakar dan tumbuh baik adalah bahan seteknya dan perlakuan terhadap bahan setek di pembibitan.
Hal yang perlu diperhatikan terkait bahan setek adalah jumlah ruas yang digunakan, yaitu 2 ruas atau lebih. Melalui jumlah ruas yang tepat diharapkan akan diperoleh pertumbuhan bibit setek yang maksimum (Mardani, 2005).
Setek batang tanaman nilam di ambil dari ranting atau batang yang masih muda tetapi telah berkayu panjang setek umumnya 20-30 cm. Setek bisa langsung ditanam di lapang atau dibibitkan 3-4 minggu sampai setek bertunas dan berakar (Agustian et al., 2003).
Bahan setek nilam yang diambil berasal dari tanaman induk yang sudah berumur lebih dari 6-12 bulan. Ukuran setek yaitu 3 ruas serta daun dipangkas lebih dahulu dengan menyisakan 2-4 helai daun muda. Untuk mendapatkan setek yang baik, bahan setek berasal dari tanaman induk yang sehat, serta bebas dari hama penyakit (Rahardjo dan Wiryanto, 2003).
Pertumbuhansuatu setek dipengaruhi oleh interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik terutama meliputi kandungan cadangan makanan dalam jaringan setek, ketersediaan air, umur tanaman (pohon induk asal
setek), hormon endogen dalam jaringan setek, dan jenis tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan penyetekan antara lain media perakaran, kelembaban, suhu, intensitas cahaya dan teknik penyetekan (Hartmann et al., 1997).
Pembentukan dan perkembangan akar dari setek nilam itu memerlukan suatu media tanam yang dapat menyediakan air, mineral, dan bahan-bahan penting lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman nilam. Pertumbuhan pucuk akan terhambat apabila akar mengalami kerusakan, baik karena gangguan biologis, fisik maupun mekanis (Nordin, 2005).
Penelitian Purba (2016) mendapatkan bahwa setek batang atas nilam nyata meningkatkan parameter persentase setek hidup, umur muncul tunas, jumlah tunas, panjang tunas, bobot basah tajuk, bobot basah akar, volume akar, bobot kering tajuk dan bobot kering akar tanaman nilam. Hal ini disebabkan karena bagian tanaman nilam yang lebih muda (bagian ujung batang) memiliki sel-sel jaringan yang masih aktif membelah secara meristematis. Perlakuan bahan tanam setek batang atas nyata meningkatkan persentase setek hidup (98,15%) dibandingkan dengan perlakuan setek batang tengah (87,04%) dan perlakuan setek batang bawah (68,52%).
IBA (Indole Butyric Acid)
Hasanah dan Setiari (2007) mendapatkan bahwa pada konsentrasi 25 ppm IBA memberikan pengaruh optimal terhadap jumlah akar dan panjang akar pada tanaman nilam. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi rendah, IBA akan mendorong pemanjangan akar dan pembentukan akar. Data rata-rata jumlah akar dan panjang akar menunjukkan bahwa IBA 25 ppm memberikan hasil
terbaik daripada IBA 50 ppm dan 75 ppm. Hal ini disebabkan karena konsentrasi IBA yang optimal yakni 25 ppm akan mendorong pertumbuhan akar, sedangkan perlakuan IBA 50 ppm dan 75 ppm diduga telah melebihi nilai optimum sehingga aktivitas pemanjangan dan pembelahan sel mengalami penurunan. Keefektifan zat tumbuh eksogen hanya terjadi pada konsentrasi tertentu. Pada konsentrasi terlalu tinggi dapat merusak, sedangkan pada konsentrasi yang terlalu rendah tidak efektif.
Penelitian Hasanah dan Setiari (2007) mendapatkan bahwa perlakuan kontrol pada setek nilam menghasilkan nilai rata-rata jumlah dan panjang akar setek nilam paling rendah. Hal ini disebabkan karena tanpa pemberian IBA, auksin endogen belum cukup untuk mempercepat pembentukan akar pada setek batang nilam. Jumlah akar yang tumbuh, panjang akar, serta adanya bulu akar berpengaruh terhadap luas bidang penyerapan. Semakin luas bidang penyerapan maka akan semakin banyak air dan unsur hara yang diserap sehingga akan mempengaruhi berat basah dan berat kering tanaman.
Perlakuan hormon IBA pada setek pucuk meranti putih (Shorea montigena) efektif untuk meningkatkan persen jadi setek yang berakar dan perpanjangan akar. Pada konsentrasi 100 ppm adalah konsentrasi yang paling baik pada tanaman setek pucuk meranti putih. Ini berarti hormon IBA berpengaruh positif dalam merangsang perakaran, sehingga proses perakaran menjadi lebih cepat dan mantap. Namun hormon IBA tidak memberikan pengaruh pada pertambahan tinggi dan pertambahan daun. Hal ini disebabkan hormon IBA mempunyai mobilitas yang rendah bila di bandingkan dengan hormon IAA. Hormon IBA yang di berikan tidak
menyebar ke bagian lain,tetap pada tempat yang diberikan sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan bagian lain dari tanaman (Irwanto, 2001).
Tujuan pemberian hormon IBA adalah untuk meningkatkan persentase setek yang berakar, mempercepat pertumbuhan akar, meningkatkan jumlah dan kualitas akar, serta untuk menyeragamkan munculnya akar. IBA memiliki kandungan kimia yang lebih stabil dan daya kerjanya lebih lama. IBA yang diberikan pada setek akan tetap berada pada tempat pemberiannya sehingga tidak menghambat pertumbuhan dan perkembangan tunas. Adanya pengaruh yang lebih baik dalam panjang tunas dari perlakuan tersebut karena peranan auksin yang dikandungnya dalam proses differensiasi (pembelahan) sel yaitu dalam panjang sel, menstimulir aliran protoplasma, mempercepat proses sintesis protein baru, enzim pembentuk dinding sel dan akhirnya terjadi pemanjangan organ baru seperti tunas (Shofiana, 2013).
Hasil penelitian Mawarni (2011) mendapatkan bahwa tingkat konsentrasi IBA ternyata hanya menambah jumlah akar atau pertumbuhan ke bawah tetapi tidak mempengaruhi secara nyata pertumbuhan bagian atas tanaman stevia, konsentrasi auksin yang merangsang pertumbuhan akar akan sangat rendah untuk merangsang pertumbuhan batang demikian pula sebaliknya. Dalam penelitian Nababan (2009) menjelaskan bahwa salah satu usaha untuk meningkatkan persentase pertumbuhan setek ialah dengan menggunakan jenis hormon IBA (Indole Butyric Acid) yang merupakan jenis hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan akar.
Penelitian Supriyanto (2014) mendapatkan bahwa jumlah akar yang tumbuh, panjang akar, serta adanya bulu akar berpengaruh terhadap luas bidang
penyerapan. Semakin luas bidang penyerapan maka akan semakin banyak air dan unsur hara yang diserap sehingga akan mempengaruhi berat basah dan berat kering tanaman.
Perlakuan konsentrasi IBA berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan luas daun pada setek jarak pagar dengan pemberian zat pengatur tumbuh pertumbuhan tanaman dapat meningkat sehingga hasil tanaman meningkat.
Fungsi dari ZPT sendiri yaitu untuk merangsang proses pembelahan sel dan pembesaran sel yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Sudarmi, 2008).
IBA merupakan jenis auksin sintesis yang tidak mengakibatkan tanaman teracuni dan efektif untuk membantu perakaran pada tanaman. IBA memiliki kandungan kimia yang lebih stabil, daya kerja lebih lama dan tetap berada disekitar akar. Semakin cepatnya pembentukan akar dari setek yang diberikan hormon IBA semakin lebih baik sistem perakarannya sehingga air dan unsur- unsur hara dalam tanah yang diserap setek akan lebih banyak (Nilasari, 2015).
Ketersediaan air dan hara yang diserap oleh akar dalam jumlah yang cukup dapat memacu tanaman untuk melakukan fotosintesis sehingga menghasilkan fotosintat yang lebih banyak. Tingginya berat basah dan berat kering tanaman dipengaruhi oleh banyaknya absorpsi air dan penimbunan hasil fotosintesis.
Jumlah akar yang banyak akan meningkatkan penyerapan unsur hara dan air untuk proses fotosintesis sehingga berat kering meningkat (Gardner, 1991).
Kompos kascing
Kascing adalah kotoran cacing tanah yang merupakan hasil ekskresi cacing tanah. Komposisi hara kascing yang berasal dari kotoran sapi adalah 1,60
% N-total, 14,79 % C-Organik, 0,02 % P, 2,46 % Ca, 0,59 % Mg, 4,49 % Karbohidrat, 2,86 % protein dan 0,08 % lemak. Selain itu kascing juga mengandung zat pengatur tumbuh seperti giberelin, sitokinin dan auksin (Waluyo, 1993).
Penelitian Nurjanah (1998) mendapatkan bahwa data pertumbuhan tanaman nilam, baik tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, maupun pengamatan komponen hasil menunjukkan hasil terbaik diperoleh tanaman pada perlakuan media tanah ditambah kascing. Kascing memberikan kondisi yang optimal untuk perkembangan tanaman nilam dibandingkan dengan media lainnya.
Peran utama N adalah mempercepat pertumbuhan vegetatif tanaman seperti tinggi tanaman, besar batang dan pembentukan daun. Nitrogen (N) bermanfaat bagi pembentukan klorofil yang sangat penting untuk proses fotosintesis sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Lingga dan Marsono, 2001).
Kompos kascing meningkatkan berat basah bagian atas, berat basah bagian bawah dan berat kering bagian atas tanaman kakao. Hal ini diduga karena penambahan kascing ke dalam media tanam dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman kakao, serta adanya kandungan hormon seperti giberellin, sitokinin dan auksin, serta mengandung unsur hara (N, P, K, Mg dan Ca) pada kascing yang dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif seperti pembentukan tunas dan daun baru sehingga mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao seperti pertambahan berat basah bagian atas,
berat basah bagian bawah dan berat kering bagian atas tanaman. Kotoran cacing (kascing) mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman (Nahampun, 2009).
Tanaman yang kekurangan nitrogen akan mengalami pertumbuhan akar yang terbatas berbeda dengan tanaman yang mendapat nitrogen yang cukup akan mengalami pertumbuhan akar yang baik. Keadaan ini akan menguntungkan tanaman karena dengan semakin besarnya volume akar yang dimiliki tanaman maka jangkauan akar juga semakin luas, sehingga mengakibatkan pengambilan unsur hara dan air oleh tanaman dapat lebih banyak. Unsur hara dan air oleh tanaman dapat lebih banyak. Unsur hara dan air dimanfaatkan tanaman sebagai substrat fotosintesis tanaman dan hasil fotosintesis (fotosintat) akan digunakan untuk pertumbuhan tanaman (Rizqiani, 2007).
Penelitian Fahrudin (2009) mendapatkan bahwa nitrogen sangat penting bagi pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea L.) yaitu untuk pembentukan dan pembelahan sel baik dalam daun, batang dan akar. Pemberian kascing mampu menambah unsur hara dalam tanah, sehingga pertumbuhan tanaman meningkat karena fotosintesis meningkat dengan tersedianya unsur hara.
Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Kascing mampu meningkatkan ketersediaan hara Ca, Mg dan K tanah disekitarnya serta adanya zat pengatur tumbuh seperti auksin, memacu pembentukan daun.
Penambahan hara dan zat pengatur tumbuh dari kascing berperan penting dalam pembentukan daun.
Pengaruh kompos kascing terhadap parameter jumlah daun tanaman sawi (Brassica junceaL.), berat tajuk segar dan berat tajuk kering setelah panen berpengaruh sangat nyata. Berpengaruhnya kompos kascing pada ketiga
parameter ini karena kompos kascing mampu menyediakan lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan sawi, yaitu melalui unsur N dan P yang dikandungnya mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman yaitu dapat meningkatkan pertumbuhan daun, batang dan akar, unsur N mampu berperan dalam pembentukan warna hijau daun. Hijau daun ini berguna untuk melaksanakan proses fotosintesis pada tanaman yang nantinya akan menghasilkan karbohidrat.
Karbohidrat yang dihasilkan ini akan disalurkan ke seluruh bagian tanaman untuk mendukung proses metabolisme dan selebihnya akan disimpan sebagai hasil tanaman. Selain itu unsur P juga mampu berperan untuk perkembangan akar sehingga unsur P dapat memperbaiki kualitas tanaman (Sinda, 2015).
Kompos kascing merupakan pupuk organik dengan teknologi pola siklus kehidupan cacing tanah. Kotoran cacing (kascing) mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Penambahan kascing pada media tanaman akan mempercepat pertumbuhan, meningkatkan tinggi dan berat tumbuhan. Jumlah optimal kascing yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang positif hanya 10- 20% dari volume media tanam (Musnawar, 2006).
Kascing sebagai bahan organik mengandung berbagai bahan atau komponen yang secara fisik maupun kimiawi dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama dalam fase pembibitan yang membutuhkan nutrisi yang lengkap untuk pertumbuhannya. Berdasarkan hasil analisis, kotoran cacing mengandung unsur hara N, P, K, Na, Ca, dan Mg. Kotoran cacing dapat meningkatkan pH tanah, populasi mikroflora dalam tanah, kadar humus dan kandungan N, P, K dalam tanah serta unsur hara mikro lainnya yang dibutuhkan oleh pertumbuhan tanaman. unsur hara yang tersedia pada kascing akan
dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman, seperti pertumbuhan tajuk dan akar tanaman. Akar merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman yang berperan dalam proses penyerapan unsur hara. Pertumbuhan tajuk tanaman lebih dipacu apabila tersedia unsur hara N yang cukup dan tersedia air (Triastuti, 2006).
Penelitian Samanhudi et al.(2008) mendapatkan bahwa pada akhir pengamatan tanaman kumis kucing, perlakuan kompos kascing berpengaruh pada luas daun dan berat kering total tanaman, dimana efektivitas daun dalam menyerap cahaya sebagai faktor dalam fotosintesis juga semakin besar sehingga dapat menghasilkan produk fotosintesis semakin banyak dan berguna bagi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ±32 meter di atas permukaan laut, dimulai pada bulan Agustus 2017 sampai dengan bulan Oktober 2017.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah setek tanaman nilam varietas Tapak Tuan sebagai bahan tanam yang diambil dari pohon induk, polibag ukuran 30 cm x 15 cm sebagai wadah media tanam, top soil sebagai media tanam, pasir sebagai campuran media tanam, fungisida Dithane M-45 sebagai fungisida pencegah serangan cendawan, kompos kascing sebagai perlakuan, IBA sebagai perlakuan dan aquades sebagai pelarut IBA.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul sebagai alat untuk membuat plot, ayakan untuk mengayak media tanam, bambu untuk membuat kerangka naungan, gunting untuk memotong bahan setek, timbanganduduk untuk menimbang kompos kascing, penggaris untuk mengukur panjang tunas, oven yang digunakan untuk mengeringkan tajuk dan akar, handsprayer sebagai alat untuk menyiram tanaman, timbangan analitik untuk menimbang IBA, gelas ukur yang digunakan untuk tempat melarutkan IBA, beaker glass untuk tempat mencampurkan IBA dan aquades serta mengukur volume akar di akhir penelitian, ember sebagai wadah merendam bahan tanam dengan larutan stock.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan dua faktor perlakuan. Perlakuan pada masing-masing faktor sebagai berikut:
Faktor I : Konsentrasi IBA (I) dengan 4 taraf, yaitu:
I0 : IBA 0 ppm (kontrol) I1 : IBA 15 ppm
I2 : IBA 25 ppm I3 : IBA 35 ppm
Perhitungan konsentrasi IBA untuk masing-masing perlakuan yaitu I1 (IBA 15 ppm), I2 (IBA 25 ppm) dan I3 (IBA 35 ppm) disajikan pada Lampiran 5.
Faktor II : Kascing (K) dengan 4 taraf, yaitu:
K0 : 0 g/polibag (kontrol) K1 : 200 g/polibag K2 : 400 g/polibag K3 : 600 g/polibag
Sehingga diperoleh16 kombinasi perlakuan, yaitu :
I0K0 I0K1 I0K2 I0K3
I1K0 I1K1 I1K2 I1K3
I2K0 I2K1 I2K2 I2K3
I3K0 I3K1 I3K2 I3K3
Jumlah kombinasi perlakuan = 16 kombinasi Jumlah ulangan = 3 ulangan Jumlah plot penelitian = 48 plot
Jumlah polibag/plot = 5 polibag Ukuran Polibag = 30 x 15 cm Jarak tanam antar polibag = 10 cm x 10 cm Jarak antar blok = 40 cm
Jarak antar plot = 30 cm
Ukuran plot = 65 x 60 cm
Jumlah tanaman/plot = 5 tanaman Jumlah sampel/plot = 4 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya = 240 tanaman Jumlah sampel seluruhnya = 192 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut:
Yijk = μ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk i = 1,2,3 j= 1,2,3,4 k = 1,2,3,4 dimana:
Yijk : Data hasil pengamatan pada blok ke-i dengan perlakuan konsentrasi IBA pada taraf ke- j dan dosis kascing pada taraf ke-k
μ : Nilai tengah ρi : Pengaruh blok ke-i
αj : Pengaruh konsentrasi IBA pada taraf ke- j βk : Pengaruh dosis kascing pada taraf ke-k
(αβ)jk : Pengaruh interaksi konsentrasi IBA pada taraf ke- j dan dosis kascing pada taraf ke-k
Εijk : Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan konsentrasi IBA pada taraf ke- j dan dosis kascing pada taraf ke-k.
Terhadap sidik ragam nyata dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan Uji Beda Rataan Duncan Berjarak Ganda dengan taraf 5 % (Bangun, 1991).
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Penelitian
Menetapkan areal lahan pertanian yang akan digunakan sebagai lahan penelitian dengan luas 21 m x 5 m. Lahan penanaman yang digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari gulma di areal tersebut. Setelah itu dibuat plot-plot atau petakan dengan ukuran panjang 65 cm dan lebar 60 cm dengan jarak antar blok 40 cm dan jarak antar plot 30 cm, di sekeliling areal pertanaman dibuat parit drainase sedalam 30 cm untuk menghindari adanya genangan air di sekitar areal penelitian. Bagan plot atau petak penelitian dilihat pada Lampiran 2, sedangkan bagan penanaman pada petak dilihat pada Lampiran 3.
Pembuatan Naungan
Naungan dibuat dengan menggunakan daun kelapa sawit. Sebelumnya terlebih dahulu dipasang kerangka naungan dari bambu dengan ketinggian 2 m dari permukaan tanah. Ukuran panjang dan lebar naungan disesuaikan dengan ukuran plot percobaan.
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah tanah top soil dan pasir yang diambil dari toko pertanian dengan menggunakan polibag ukuran 30 cm x 15 cm. Top soil dan pasir kemudian di timbang sesuai perlakuan yang dapat dilihat pada lampiran 6. Kemudian top soil dan pasir diaduk sampai tercampur rata, sebelum media dimasukkan ke dalam polibag terlebih dahulu dibersihkan dari sampah dan sisa kotoran lainnya. Kemudian media dimasukan ke dalam polibag sesuai dengan perlakuan dan diatur di lahan pertanaman sesuai dengan bagan petak penelitian.
Aplikasi Kompos Kascing
Kompos kascing diaplikasikan sesuai dengan masing-masing perlakuan, kemudian media tanam diinkubasi dengan fungisida Dithane M-45 (2 g/l air) sampai dalam keadaan lembab. Pemberian kompos kascing ini di lakukan seminggu sebelum penanaman setek nilam.
Persiapan Bahan Setek
Bahan setek yang ditanam memiliki kriteria: Setek varietas Tapak Tuan asal Binjai, di ambil dari tanaman induk umur 6 bulan dengan panjang setek 15-20 cm (4-5 ruas). Adapun ciri-cirinya batang berwarna hijau keunguan dengan diameter 0,3-0,5 cm, jumlah mata tunas 3-4, jumlah daun 3-4 lembar, warna daun hijau dan keadaan fisik tanaman sehat, tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda, segar dan tidak terkena penyakit yang dapat dilihat pada lampiran 1.
Perendaman Bahan Setek
Bahan setek diikat dan dimasukan ke dalam wadah yang sudah berisi larutan IBA sesuai perlakuan selama ± 2 jam yang dapat dilihat pada lampiran 5 dan 7.
Penanaman Setek
Bahan tanam setek yang telah direndam segera ditanam pada media tanam yang telah disiapkan dengan cara terlebih dahulu dibuat lubang tanam kemudian setek ditanam sampai pada bagian pangkal. Bagian pangkal yang terbenam sepanjang 1 ruas. Selanjutnya setek disiram sampai media tanam tersebut menjadi lembab.
Pemberian Sungkup
Kelembaban media tanam perlu dipertahankan agar mengurangi terjadinya transpirasi dengan cara bahan setek disungkup dengan plastik bening berbentuk setengah lingkaran secara keseluruhan. Sungkup dibuka setelah tanaman berumur
± 3 minggu setelah tanam (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, 2013).
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan satu kali sehari yaitu pada sore hari atau sesuai dengan kondisi di lapangan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan handsprayer.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan saat setek berumur satu minggu. Setek yang digunakan untuk penyulaman adalah setek nilam yang ditanam bersamaan dengan penanaman di polibag yang dikhususkan untuk penyisipan tanaman.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang berada dalam polibag dan menggunakan cangkul untuk gulma yang berada pada plot dan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian dilaksanakan dengan menggunakan fungisida dithane M-45 dengan konsentrasi 2 g/l air yang diberikan pada media tanam sebelum penanaman.
Pengamatan Parameter Persentase Setek Hidup
Pengamatan persentase setek hidup (%) dilakukan pada saat 1 MST.
Adapun ciri setek yang hidup adalah:
- Daun tetap segar
- Batang setek tetap segar
Persentase setek hidup dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Jum Jumlah setek yang hidup Jumlah setek yang ditanam seluruhnya Umur Mulai Bertunas
Pengamatan mulai bertunas (hari) dilakukan pada minggu ke-1 setelah tanam dan diamati setiap hari.
Jumlah Tunas
Jumlah tunas (tunas) diamati dengan cara menghitung setiap tunas yang tumbuh dari setek. Penghitungan jumlah tunas dimulai pada minggu ke-3 setelah tanam dan diamati setiap hari.
Panjang Tunas
Panjang tunas (cm) dihitung pada semua tunas dari setiap tunas yang muncul dari mata tunas.Pengukuran dimulai dari pangkal tunas sampai titik tumbuh. Pengukuran panjang tunas dimulai pada minggu ke-3 setelah tanam dan diamati setiap minggu.
Volume Akar
Volume akar (ml) dihitung pada akhir penelitian, caranya dikeluarkan tanaman dari polibag dengan memasukkan polibag ke dalam ember berisi air,
x 100%
Persentase Setek hidup =
secara perlahan dengan menggunakan air yang mengalir, lalu memotong bagian akar dari bibit tanaman dan dibersihkan. Volume akar merupakan selisih dari volume air yang naik setelah akar dimasukkan ke gelas ukur dengan volume air sebelumnya.
Bobot Basah Tajuk
Bobot basah tajuk (g) diukur pada akhir penelitian dengan menimbang tajuk tanaman. Sebelum ditimbang, tajuk dibersihkan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.
Bobot Basah Akar
Bobot basah akar (g) diukur pada akhir penelitian dengan menimbang akar tanaman. Sebelum ditimbang, akar dibersihkan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.
Bobot Kering Tajuk
Bobot kering tajuk (g) diukur pada akhir penelitian. Tajuk diovenkan selama 48 jam dengan suhu 70oC, kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.
Bobot Kering Akar
Bobot kering akar (g) diukur pada akhir penelitian. Akar diovenkan selama 48 jam dengan suhu 70oC, kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Persentase Setek Hidup
Data pengamatan persentase setek hidup tanaman nilam dapat dilihat pada Lampiran 10 dan sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran11. Dari daftar sidik ragam Lampiran 11 menunjukkan bahwa pemberian kompos kascingberpengaruh nyata terhadap parameter persentase setek hidup sedangkan perlakuan pemberian IBA dan interaksi antara keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap persentase setek hidup.
Persentase setek hidup tanaman nilam dengan pemberian IBA dan kompos kascing dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase setek hidup tanaman nilam dengan pemberian IBA dan kompos kascing
Kompos Kascing
IBA (ppm)
Rataan I0 (0 ppm) I1 (15
ppm)
I2 (25 ppm)
I3(35 ppm)
---%--- K0 (0 g) 83,33 75,00 100,00 75,00 83,33b K1 (200 g) 100,00 100,00 91,67 100,00 97,92a K2 (400 g) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00a K3 (600 g) 100,00 100,00 91,67 100,00 97,92a
Rataan 95,83 93,75 95,83 93,75 94,79
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%
Tabel 1 menunjukkanpada pemberian kompos kascingpersentase setek hidup tanaman nilam tertinggi (100 %) diperoleh pada perlakuan kompos kascing400 g (K2) yangtidak berbeda nyata dengan 200 g (K1) dan 600 g(K3) dan berbeda nyata dengan Kontrol(K0).
Gambar 1. Hubungan persentase setek hidup tanaman nilam denganpemberian kompos kascing
Berdasarkan Gambar 1 di atas diketahui bahwa hubungan pemberian beberapa dosis kompos kascing membentuk kurvalinier positif, dimana pemberian dosis kompos kascing meningkatkan persentase setek hidup.
Umur Muncul Tunas
Data pengamatan umur muncul tunas setek tanaman nilam dapat dilihat pada Lampiran 12 dan sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran13. Dari daftar sidik ragam Lampiran 13 menunjukkan bahwa pemberian IBA dan kompos kascing berpengaruh tidak nyata terhadap parameter umur muncul tunas, begitu juga dengan interaksi antara keduanya.
Tabel 2. Umur muncul tunas setek nilam dengan pemberian IBA dan kompos kascing
Kompos Kascing
IBA (ppm)
Rataan I0 (0 ppm) I1 (15
ppm)
I2 (25 ppm)
I3(35 ppm)
---hari---
K0 (0 g) 11,17 11,50 9,67 11,17 10,88
K1 (200 g) 10,42 11,42 11,00 9,75 10,65
K2 (400 g) 11,00 9,83 9,42 9,42 9,92
K3 (600 g) 10,50 11,00 10,42 10,50 10,60
Rataan 10,77 10,94 10,13 10,21 10,51
Ŷ = 87.91 + 0.022x r = 0.7681 0.00
20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00
0 200 400 600 800
Persentase Setek Hidup (%)
Dosis Kompos Kascing (g)
Jumlah Tunas
Data pengamatan jumlah tunas setek tanaman nilam dan sidik ragamnya pada umur 3-11 minggu setelah tanam (MST) dapat dilihat pada Lampiran 14-31 yang menunjukkan bahwa pemberian IBA berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah tunas, begitu juga dengan interaksi antara keduanya sedangkan pada pemberian kompos kascing berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas setek nilam pada umur 3-8 minggu setelah tanam (MST).
Pada umur 3 MST jumlah tunas tertinggi 400 g (K2) yang tidak berbeda nyata dengan dosis 200 g (K1) dan 600 g (K3)namun berbeda nyata dengan kontrol (K0). Pada umur 4-8 MST jumlah tunas tertinggi 200 g (K1) yang tidak berbeda nyata dengan dosis 400 g (K2) dan 600 g (K3)namun berbeda nyata dengan kontrol (K0).
Gambar 2. Hubungan jumlah tunas setek nilam pada 8 MST dengan pemberian dosis kompos kascing
Berdasarkan Gambar 2 di atas diketahui bahwa hubungan jumlah tunas pada 8 MST dengan pemberian beberapa dosis kompos kascing membentuk kurva kuadratik positif, dengan nilai maksimum jumlah tunas 10,21 pada x (dosis kompos kascing) 295 g.
Ŷ = 4.817 + 3.655x - 0.619x2 r = 0.938
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00
0 100 200 300 400 500 600 700
Jumlah Tunas (Tunas)
Dosis Kompos Kascing (g)
Tabel 3. Jumlah tunas setek nilam pada umur 3-11 MST denganpemberian IBA dan kompos kascing
MST Kompos Kascing IBA
Rataan I0 (0 ppm) I1 (15 ppm) I2 (25 ppm) I3 (35 ppm)
---tunas---
3
K0 (0 g) 1,00 1,08 1,42 1,33 1,21b
K1 (200 g) 1,50 1,75 1,58 1,67 1,63a
K2 (400 g) 1,42 2,17 2,00 1,50 1,77a
K3 (600 g) 1,67 1,92 1,58 1,83 1,75a
Rataan 1,40 1,73 1,65 1,58 1,59
4
K0 (0 g) 1,50 2,08 2,50 2,75 2,21b
K1 (200 g) 2,83 3,33 2,92 3,33 3,10a
K2 (400 g) 2,67 3,25 3,67 2,50 3,02a
K3 (600 g) 2,83 3,25 3,08 3,00 3,04a
Rataan 2,46 2,98 3,04 2,90 2,84
5
K0 (0 g) 2,75 3,33 3,33 4,00 3,35b
K1 (200 g) 4,42 5,25 4,17 5,42 4,81a
K2 (400 g) 4,42 4,92 5,75 3,92 4,75a
K3 (600 g) 4,50 4,75 4,58 4,33 4,54a
Rataan 4,02 4,56 4,46 4,42 4,36
6
K0 (0 g) 4,00 4,17 4,50 5,75 4,60b
K1 (200 g) 6,17 7,00 6,08 7,33 6,65a
K2 (400 g) 6,42 6,92 7,08 5,42 6,46a
K3 (600 g) 6,17 6,25 6,42 5,92 6,19a
Rataan 5,69 6,08 6,02 6,10 5,97
7
K0 (0 g) 5,25 5,75 6,33 7,25 6,15b
K1 (200 g) 7,75 8,67 8,42 9,50 8,58a
K2 (400 g) 7,75 8,58 8,50 7,75 8,15a
K3 (600 g) 8,33 8,25 8,17 8,17 8,23a
Rataan 7,27 7,81 7,85 8,17 7,78
K0 (0 g) 6,67 7,50 7,83 8,83 7,71b
8 K1 (200 g) 8,67 10,58 10,00 11,08 10,08a
K2 (400 g) 9,50 9,92 10,25 9,42 9,77a
K3 (600 g) 9,17 9,58 9,58 10,33 9,67a
Rataan 8,50 9,40 9,42 9,92 9,31
K0 (0 g) 8,25 9,67 9,83 10,67 9,60
9 K1 (200 g) 10,25 11,67 11,17 12,42 11,38
K2 (400 g) 10,67 11,25 11,00 10,75 10,92
K3 (600 g) 10,50 10,58 10,08 11,00 10,54
Rataan 9,92 10,79 10,52 11,21 10,61
K0 (0 g) 9,75 11,92 12,08 12,42 11,54
10 K1 (200 g) 11,92 13,00 12,25 13,83 12,75
K2 (400 g) 12,08 12,08 12,08 11,75 12,00
K3 (600 g) 11,17 11,42 11,17 12,08 11,46
Rataan 11,23 12,10 11,90 12,52 11,94
K0 (0 g) 11,50 14,25 14,17 14,08 13,50
11 K1 (200 g) 13,33 14,25 13,17 14,75 13,88
K2 (400 g) 13,00 12,83 12,92 12,75 12,88
K3 (600 g) 12,00 12,00 11,33 13,08 12,10
Rataan 12,46 13,33 12,90 13,67 13,09
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%
Panjang Tunas
Data pengamatan panjang tunas setek tanaman nilam dan sidik ragamnya pada umur 3-11 minggu setelah tanam (MST) dapat dilihat pada Lampiran 32-49 yang menunjukkan bahwa pemberian IBA berpengaruh tidak nyata terhadap parameter panjang tunas, begitu juga dengan interaksi antara keduanya sedangkan pada pemberian kompos kascing berpengaruh nyata terhadap panjang tunas setek nilam.
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada umur 3-11 MST panjang tunas tertinggi terdapat pada perlakuan kompos kascing 600 g (K3) dibandingkan dengan dosis lainnya.
Pada 11 MST panjang tunas tertinggi terdapat pada perlakuan kompos kascing 600 g (K3) yaitu 12,87 cm sedangkan terendah pada dosis 0 g (K0) yaitu 2,86 cm.
Perlakuan IBA 0 ppm (I0) menunjukkan panjang tunas yang tertinggi 10,15 cm sedangkan yang terendah 8,15 cm pada perlakuan 25 ppm (I2), namun antar perlakuan IBA 0, 15, 25, 35 ppm tidak berbeda nyata.
Tabel 4. Panjang tunas setek nilam pada umur 3-11 MST dengan pemberianIBA dan kompos kascing
MST Kompos Kascing IBA
Rataan I0 (0 ppm) I1 (15 ppm) I2 (25 ppm) I3 (35 ppm)
---cm--- 3
K0 (0 g) 0,16 0,20 0,33 0,19 0,22b
K1 (200 g) 0,35 0,33 0,47 0,38 0,38a
K2 (400 g) 0,43 0,42 0,40 0,42 0,41a
K3 (600 g) 0,41 0,45 0,42 0,48 0,44a
Rataan 0,34 0,35 0,40 0,36 0,36
4
K0 (0 g) 0,43 0,40 0,63 0,43 0,47c
K1 (200 g) 1,47 1,17 1,28 1,33 1,31ab
K2 (400 g) 1,18 1,27 1,00 1,49 1,23b
K3 (600 g) 1,61 1,38 1,33 1,93 1,56a
Rataan 1,17 1,05 1,06 1,29 1,14
5
K0 (0 g) 0,80 0,92 1,14 0,68 0,88c
K1 (200 g) 3,33 2,70 2,94 2,80 2,94ab
K2 (400 g) 2,78 3,01 2,42 2,94 2,79b
K3 (600 g) 4,17 2,90 3,37 4,08 3,63a
Rataan 2,77 2,38 2,47 2,63 2,56
6
K0 (0 g) 1,13 1,18 1,64 0,95 1,23c
K1 (200 g) 5,84 4,49 4,68 4,34 4,84ab
K2 (400 g) 4,81 4,48 3,72 4,89 4,47b
K3 (600 g) 6,21 4,75 5,33 6,60 5,72a
Rataan 4,50 3,73 3,84 4,20 4,06
7
K0 (0 g) 1,73 1,53 2,13 1,42 1,70b
K1 (200 g) 7,68 6,80 5,95 5,73 6,54a
K2 (400 g) 6,44 6,21 5,15 6,78 6,15a
K3 (600 g) 8,53 6,13 7,36 8,84 7,71a
Rataan 6,10 5,17 5,15 5,69 5,53
K0 (0 g) 2,02 2,02 2,44 1,72 2,05c
8 K1 (200 g) 9,19 8,25 6,84 7,43 7,93ab
K2 (400 g) 7,72 7,35 6,23 8,05 7,34b
K3 (600 g) 10,59 7,62 8,65 10,83 9,42a
Rataan 7,38 6,31 6,04 7,01 6,68
K0 (0 g) 2,38 2,34 2,94 1,92 2,39b
9 K1 (200 g) 10,55 9,93 7,58 8,88 9,23a
K2 (400 g) 9,09 8,39 7,30 9,48 8,57a
K3 (600 g) 12,07 9,18 9,78 12,03 10,76a
Rataan 8,52 7,46 6,90 8,08 7,74
K0 (0 g) 2,68 2,55 3,22 2,15 2,65c
10 K1 (200 g) 11,72 10,97 8,15 9,59 10,11ab
K2 (400 g) 9,74 9,21 8,13 10,34 9,36b
K3 (600 g) 13,34 10,07 10,72 13,43 11,89a
Rataan 9,37 8,20 7,55 8,88 8,50
K0 (0 g) 2,88 2,71 3,54 2,32 2,86c
11 K1 (200 g) 12,93 11,58 8,63 10,23 10,84ab
K2 (400 g) 10,51 9,98 8,85 11,17 10,13b
K3 (600 g) 14,28 10,70 11,58 14,93 12,87a
Rataan 10,15 8,74 8,15 9,66 9,18
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%
Gambar 3. Hubungan panjang tunas setek nilam pada 11 MST dengan pemberian dosis kompos kascing
Berdasarkan Gambar 3 di atas diketahui bahwa hubungan pemberian beberapa dosis kompos kascing membentuk kurva linier positif, dimana pemberiandosis kompos kascing meningkatkanpanjang tunas.
Bobot Basah Tajuk
Data pengamatan bobot basah tajuk setek nilam dapat dilihat pada Lampiran 50 dan sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 51. Dari daftar sidik ragam Lampiran 51 menunjukkan bahwa pemberian kompos kascing berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk setek nilam, begitu juga dengan interaksi antara keduanya. Sedangkan pada pemberian IBA berpengaruh tidak nyata terhadap bobot basah tajuk setek nilam.
Ŷ = 4.776 + 0.014x r = 0.866
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00
0 200 400 600 800
Paanjang Tunas (cm)
Dosis Kompos Kascing (g)
Tabel 5. Bobot basah tajuk setek nilam dengan pemberianIBA dan kompos kascing
Kompos Kascing
IBA (ppm)
Rataan I0 (0 ppm) I1 (15 ppm) I2 (25 ppm) I3(35 ppm)
---g--- K0 (0 g) 26,88h 26,18h 38,18gh 24,08h 28,83 K1 (200 g) 58,25cdef 48,28fg 61,48bcdef 47,22fg 53,80 K2 (400 g) 56,42def 52,28efg 46,81fg 71,37abc 56,72 K3 (600 g) 70,03abcd 66,09abcde 74,43ab 77,54a 72,02
Rataan 52,89 48,21 55,22 55,05 52,84
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α = 5%
Tabel 5 menunjukkan aplikasi IBA 35 ppm (I3) dengan pemberian kompos kascing 600 g (K3) menghasilkan bobot basah tajuk setek nilam tertinggi yaitu 77,54 gyang berbeda nyata dengan kombinasi lainnya namun tidak berbeda nyata dengan I0K3, I1K3, I2K3 dan I3K2.
Gambar4.Interaksi IBA dengan kompos kascing terhadap bobot basah tajuk setek nilam
Berdasarkan kurva interaksi padaGambar 4 di atas menunjukkan pemberian beberapa konsentrasi IBA dan dosis kompos kascing membentuk hubungan linier. Pada pemberian IBA terjadi peningkatan bobot basah tajuk setek nilam namun tidak terlalu signifikan berbeda dengan pemberian kompos kascing dimana terjadi peningkatan bobot basah tajuk setek nilam yang begitu signifikan.
Ŷ = 32.97 + 13.24x r = 0.955 Ŷ = 50.81 + 1.350x
r = 0.532
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Bobot Basah Tajuk (g)
K (Kompos Kascing) I (IBA)
(x,y) = 1.50, 52.83
Adapun titik potong pada kurva interaksi ini berada pada konsentrasi IBA 20 ppm dengan dosis kompos kascing 300 g dan menghasilkan bobot basah tajuk setek nilam sebesar 52,83 g.
Bobot Basah Akar
Data pengamatan bobot basah akar setek nilam dapat dilihat pada Lampiran 52 dan sidik ragamnya dapat dilihat padaLampiran 53. Dari daftar sidik ragam Lampiran 53 menunjukkan bahwa pemberian IBA dan kompos kascing berpengaruh nyata terhadap parameter bobot basah akar setek nilam, begitu juga dengan interaksi antara keduanya.
Tabel 6. Bobot basah akar setek nilam dengan pemberianIBA dan kompos kascing Kompos
Kascing
IBA (ppm)
Rataan I0 (0 ppm) I1 (15
ppm)
I2 (25 ppm)
I3(35 ppm)
---g--- K0 (0 g) 3,68h 4,10h 5,73gh 3,66h 4,29 K1 (200 g) 7,82defg 5,89fgh 9,72bcd 7,23efgh 7,66 K2 (400 g) 8,38cdef 9,13cde 9,39cde 12,01a 9,73 K3 (600 g) 10,68abc 10,62abc 11,92ab 12,64a 11,46
Rataan 7,64 7,43 9,19 8,89 8,29
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan barisyang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada Uji Jarak BergandaDuncan pada taraf α = 5%
Tabel 6 aplikasi IBA 35 ppm (I3) dengan pemberian kompos kascing 600 g (K3) menghasilkan bobot basah akar setek nilam tertinggi yaitu 12,64 g yang berbeda nyata dengan kombinasi lainnya namun tidak berbeda nyata dengan I0K3, I1K3, I2K3 dan I3K2.