• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI PENYAKIT HYPERTENSIVE RETINOPATHY MELALUI CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK SKRIPSI CUT AMALIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI PENYAKIT HYPERTENSIVE RETINOPATHY MELALUI CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK SKRIPSI CUT AMALIA"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

SKRIPSI

CUT AMALIA 131402097

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi

Cut Amalia 131402097

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(3)

Judul : IDENTIFIKASI PENYAKIT HYPERTENSIVE

RETINOPHATY MELALUI CITRA FUNDUS RETINA

MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL

NETWORK

Kategori : SKRIPSI

Nama : CUT AMALIA

Nomor Induk Mahasiswa : 131402097

Program Studi : S1 TEKNOLOGI INFORMASI

Departemen : TEKNOLOGI INFORMASI

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Komisi Pembimbing :

Medan, 25 Oktober 2017

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Romi Fadillah Rahmat, B.Com.Sc., M.Sc Mohammad Fadly SyahPutra, B.Sc, M.Sc, IT NIP. 198603032010121004 NIP. 198301292009121003

Diketahui/disetujui oleh

Program Studi S1 Teknologi Informasi Ketua,

Romi Fadillah Rahmat, B.Com.Sc., M.Sc NIP. 198603032010121004

(4)

PERNYATAAN

IDENTIFIKASI PENYAKIT HYPERTENSIVE RETINOPHATY MELALUI CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN

BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, 25 Oktober 2017

Cut Amalia 131402097

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, pada Program Studi S1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, SH., M. Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Opim Salim Sitompul, M.Sc selaku Dekan Fasilkom-TI USU.

3. Bapak Mohammad Fadly SyahPutra, B.Sc, M.Sc, IT selaku Wakil Dekan II Fasilkom-TI USU dan Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

4. Bapak Romi Fadillah Rahmat, B.Com.Sc., M.Sc selaku Ketua Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

5. Bapak Dani Gunawan, ST., MT. selaku Dosen Pembanding I yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Ainul Hizriadi, S.Kom, M.Sc selalu Dosen Pembanding II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Ayahanda Teuku Zafrullah dan Ibunda Supiati Sairi (Almh), yang sudah lama tiada didunia ini dan selalu ada di hati, yang selalu memberikan doa, nasehat, bimbingan dan semangat kepada penulis.

8. Cut Dian Mutia, Cut Nurhayati Syoraya dan Cut Zafira selaku kakak-adik saya serta Agus Affandi Harahap selaku abang ipar saya yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada penulis

9. Faeyza Al-Syahmi Harahap selaku keponakan yang menjadi teman bermain penulis.

10. Keluarga Besar dari Ayahanda dan Ibunda yang selalu memberikan doa, nasehat dan semangat kepada penulis.

(6)

11. Muhammad Ibnu Fadillah, Amd sebagai pria yang selalu mendengarkan suasana hati dari awal perkuliahan hingga pengerjaan skrispi sekaligus pemberi semangat, bimbingan dan nasehat, juga sebagai vitamin tidak langsung untuk penulis.

12. Gereget yaitu Farah Fikriyah, Juwita Shifa Rahmah, Maulidya Rahmah, Ummi Kalsum Harahap dan Cut Putri H. Syakura yang menjadi tempat berkeluh kesah segala rasa, memberikan nasihat dan dukungan kepada penulis, love you gengs!.

13. Nurrahmadayeni, S.kom selaku senior yang selalu setia membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

14. Senior Trio Fahrunnisa S.Kom, Rina S.Kom dan Wulandari Tarigan S.Kom yang selalu memberi nasehat, bimbingan dan selalu di repotkan oleh penulis.

15. Senior-senior yaitu Hendra Akira Saito, S.kom, Annisa Pulungan S.Kom, Nurul Fatihah S.Kom, Eka Pratiwi Goenfi S.Kom, Pioky Siahaan S.Kom dan Nabila Pindya S. Kom yang memberikan nasehat, bimbingan dan bantuan kepada penulis.

16. Lydia Ekawati S.Ked, Fannia Rizki Amalia S.Ked dan Sri Karina Z Hutabarat S.S yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam penyelesaiana skripsi ini.

17. Teman-teman Teknologi Informasi 2013 yang telah bersama melewati asam manisnya kehidupan selamaan perkuliahaan dan juga mewarnai kehidupan perkuliahaan penulis.

18. Teman-teman Himpunan Mahasiswa Teknologi Informasi (HIMATIF) 2016/2017 terutama BPH dan Koor HIMATIF yang juga memperindah kehidupan perkuliahaan penulis.

19. Semua pihak-pihak yang telah membantu penulis secara langsung dan tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan nikmat dan karunia kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, 25 Oktober 2017

Penulis

(7)

ABSTRAK

Penyakit hipertensi atau darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dalam retina mata yang disebut hypertensive retinopathy (HR). Pada saat terjadi Hipertensi, maka akan menyebabkan pembengkakan pada pembuluh darah dan menurunkan kinerja retina. Untuk mendeteksi HR pada pasien, biasanya dilakukan dengan pemeriksaan fisik melalui oftalmoskopi yang masih dilakukan secara manual oleh dokter mata. Tentu dengan cara manual tersebut, seorang dokter membutuhkan waktu yang lama untuk mendeteksi HR pada pasien berdasarkan citra fundus retina.

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibutuhkan metode untuk mengidentifikasi citra fundus retina secara otomatis. Pada penelitian ini, backpropagation neural network digunakan sebagai metode untuk identifikasi citra fundus retina. Tahap – tahap yang dilakukan sebelum identifikasi adalah pra-pengolahan (green channel, contrast limited adapative histogram equalization (CLAHE), morphological close, background exclusion, thresholding dan connected component analysis), ekstraksi fitur menggunakan metode zoning. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode yang diajukan mampu melakukan identifikasi citra fundus retina dengan akurasi sebesar 95%

dengan maksimum epoch yang digunakan adalah 1500.

Kata Kunci : penyakit hypertensive retinopathy, zoning, backpropagation.

(8)

HYPERTENSIVE RETINOPATHY DISEASE IDENTIFICATION THROUGH RETINAL FUNDUS IMAGE USING

BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

ABSTRACT

Hypertension or high blood pressure can cause damage of blood vessels in the retina which is called hypertensive retinopathy (HR). When Hypertension occurs, the blood vessel’s swelling and decresed the performance of retina. Physical checkup through ophthalmoscopy is still done manually by an ophthalmologist and it takes a long time.

To solve the problem, the needed a method to identify the retinal fundus automatically.

In this research, backpropagation neural network is used as an identification method of retinal fundus. The stages performed prior to identification are pre-processing (green channel, contrast limited adapative histogram qualization (CLAHE), morphological close, background exclusion, thresholding and connected component analysis), feature extraction using the zoning method. The results show that the proposed method is able to identify retinal fundus with an accuracy of 95% with the maximum epoch used is 1500.

Keywords: hypertensive retinopathy disease, zoning, backpropagation neural network.

(9)

DAFTAR ISI

Persetujuan Hlm.

Pernyataan iv

Ucapan Terima Kasih v

Abstrak vii

Abstract viii

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xii

Daftar Gambar xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2.Rumusan Masalah 3

1.3.Tujuan Penelitian 4

1.4.Batasan Masalah 4

1.5.Manfaat Penelitian 4

1.6.Metodologi Penelitian 4

1.7.Sistematika Penulisan 5

BAB 2 LANDASAN TEORI 7

2.1. Hypertensive Retinopathy 7

2.1.1. Defenisi Hypertensive Retinopathy 7

2.1.2. Epidemologi Hypertensive Retinopathy 7

2.1.3. Faktor Resiko Hypertensive Retinopathy 7

2.1.4. Diagnosis Hypertensive Retinopathy 8

2.1.5. Klasifikasi Hypertensive Retinopathy 8

2.1.6. Pencegahan dan Pengobatan Hypertensive Retinopathy 10

(10)

2.2. Pengenalan Dasar Citra 10

2.2.1. Citra Biner (binary image) 11

2.2.2. Citra Keabuan (grayscale image) 11

2.2.3. Citra Warna (color image) 12

2.3. Pengolahan Citra Digital 12

2.3.1. Green Channel 12

2.3.2. Peningkatan Kontras Citra 13

2.3.3. Morphological Operator 15

2.3.4. Thresholding 17

2.3.5. Connected Component Analysis 17

2.4. Ekstraksi Fitur 18

2.5. Aritificial Neural Network 19

2.6. Backpropagation 21

2.7. Penelitian Terdahulu 23

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 26

3.1. Arsitektur Umum 26

3.2. Data yang Digunakan 28

3.3. Pre-Processing 28

3.3.1. Green Channel 28

3.3.2. Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE) 29

3.3.3. Morphological Close 30

3.3.4. Background Exclusion 30

3.4. Segmentation 31

3.5. Post Prepocessing 31

3.6. Ekstraksi Fitur 32

3.6.1 Zoning 32

3.7. Klasifikasi Citra dengan Backpropagation Neural Network 34 3.7.1 Tahap Perancangan Arsitektur Backpropagation Neural Network 34

3.7.2 Tahap Pelatihan Backpropagation 35

3.7.3 Tahap Pengujian Backpropagation 40

3.8. Perancangan Tampilan AntarMuka Sistem 43

(11)

3.8.1. Rancangan Tampilan Screen 44

3.8.2. Rancangan Tampilan Utama 44

3.8.3. Rancangan Tampilan Training 46

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 47

4.1. Kebutuhan Aplikasi 47

4.1.1. Perangkat Keras 47

4.1.2. Perangkat Lunak 47

4.2. Implementasi Perancangan AntarMuka 48

4.2.1. Halaman Screen 48

4.2.2. Halaman Utama 48

4.2.3. Halaman Training 49

4.3. Implementasi Data 50

4.4. Prosedur Operasional 60

4.5. Pengujian Sistem 65

4.6. Analisis Precision dan Recall 74

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 76

5.1. Kesimpulan 76

5.2. Saran 76

DAFTAR PUSTAKA 77

(12)

DAFTAR TABEL

Hlm.

Tabel 2.1 Klasifikasi hypertensive retinopathy 8

Tabel 2.2 Penelitian terdahulu 25

Tabel 3.1. Target Keluaran Jaringan Backpropagation 34

Tabel 3.2 Input dan Target 36

Tabel 3.3 Bobot Awal Vij 37

Tabel 3.4 Bobot Awal Wkj 37

Tabel 3.5 Data Uji 41

Tabel 3.6 Bobot Vkj 42

Tabel 3.7 Bobot Wkj baru 42

Tabel 4.1 Daftar Citra Fundus Retina 50

Tabel 4.2 Parameter Backpropagation 66

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Identifikasi Citra Retina 66

Tabel 4.4 Akurasi Pengujian 72

Tabel 4.5 Pengujian Nilai Maksimum Epoch 73

Tabel 4.6 Analisis Hasil Penelusuran 74

(13)

DAFTAR GAMBAR

Hlm.

Gambar 2.1 Retinopati Hipertensif Ringan 9

Gambar 2.2 Retinopati Hipertensif Sedang 9

Gambar 2.3 Retinopati Hipertensif Berat 9

Gambar 2.4 Citra biner 11

Gambar 2.5 Citra keabuan 11

Gambar 2.6 Citra warna 12

Gambar 2.7 Arsitektur Umum Sebuah Jaringan Saraf Tiruan 19

Gambar 2.8 Fungsi Aktivasi Neuron 20

Gambar 3.1 Arsitektur umum 27

Gambar 3.2 Citra fundus retina 29

Gambar 3.3 Citra hasil teknik CLAHE dan HE 30

Gambar 3.4 Citra hasil teknik morphological close 30

Gambar 3.5 Citra hasil background exclusion 31

Gambar 3.6 Citra hasil thresholding 31

Gambar 3.7 Citra hasil connected component analysis 31

Gambar 3.8 Hasil Zoning Citra 32

Gambar 3.9. Nilai Ekstraksi Fitur menggunakan Zoning 33

Gambar 3.10 Arsitektur Backpropagation 34

Gambar 3.11. Proses Pelatihan Jaringan Backpropagation 36

Gambar 3.12. Flowchart Proses Pelatihan 40

Gambar 3.13. Proses Pengujian Jaringan Backpropagation 41

(14)

Gambar 3.14. Flowchart Proses Pengujian 43

Gambar 3.15. Rancangan Tampilan Halaman Screen 44

Gambar 3.16. Rancangan Tampilan Utama 45

Gambar 3.17. Rancangan Tampilan Training 46

Gambar 4.1. Halaman Screen 48

Gambar 4.2. Halaman Utama 49

Gambar 4.3. Halaman Training 49

Gambar 4.4. (a) Data Citra Normal 60

Gambar 4.4. (b) Data Citra Hypertensive Retinopathy 61 Gambar 4.5 Tampilan Direktori File pada Masing-Masing Panel 61

Gambar 4.6. Tampilan Proses Pelatihan Selesai 62

Gambar 4.7. Tampilan Citra yang Dipilih 62

Gambar 4.8 Tampilan Hasil Citra Latih 63

Gambar 4.9.Citra Hasil Green Channel 63

Gambar 4.10.Citra Hasil Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization 64 (CLAHE)

Gambar 4.11 Citra Hasil Morphological Closing 64

Gambar 4.12 Citra Hasil Background Exclusion 64

Gambar 4.13 Citra Hasil Thresholding 65

Gambar 4.14 Citra Hasil Conneted Component Analysis 65

Gambar 4.15 Grafik Pengujian Nilai Maksimum Epoch 73

(15)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tekanan darah tinggi atau hipertensi memberikan kelainan pada retina berupa hypertensive retinopathy, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina (Ilyas, 2014). HR adalah kerusakan jangka panjang pada retina karena tekanan darah tinggi yang terakumulasi pada mata selama beberapa tahun bahkan dengan penderita yang mengendalikan tekanan darah mereka dengan obat (Agurto, et al. 2014).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2013, Penderita hipertensi terjadi penurunan dari 31,7 persen pada tahun 2007 menjadi 25,8 persen pada tahun 2013.

Prevalansi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur lebih dari 18 tahun sebesar 25,8 persen. Pada hypertensive retinopathy kebanyakan di derita oleh pria dibandingkan wanita, akan tetapi pada usia lebih dari 50 tahun, angka kejadian lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki.

HR menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah didalam mata. Beratnya kerusakan retina (retinopathy) digambarkan dengan skala I sampai IV. Pada derajat I biasanya tidak ditemukan gejala. Pada derajat IV terjadi pembengkakan saraf optikus (papiledema) dan makula (pusat penglihatan pada retina), yang menyebabkan penurunan fungsi penglihatan mata. Pada stadium lanjut, darah dapat memasuki retina.

Bercak retina mengalami kerusakan karena kekurangan pasokan darah dan lemak akan tertimbun dalam retina. Selain mengalami gangguan penglihatan, penderita akan merasakan sakit kepala.

(16)

Pada umumnya untuk pemeriksaan penyakit ini dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan menggunakan funduskopi. Selain itu juga digunakan alat opthalmoscope yang bersinar terang digunakan untuk melihat adanya penyempitan pembuluh darah dan kelebihan cairan yang memasuki pembuluh darah. Pemeriksaan dilakukan secara manual dan membutuhkan waktu yang lama. Selain itu, analisis dari funduskopi tersebut juga masih manual sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan dalam melakukan penindakan lanjut pada penderita.

Penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan menggunakan berbagai metode. Quinn & Krishnan (2013) meneliti untuk segmetasi pembuluh darah pada penderita penyakit diabetic retinopathy dan hypertensive retinopathy. Pada tahap prepocessing, menggunakan green channel karena dapat memunculkan pembuluh lebih terang dari background image. Kemudian histogram equalization meningkatkan kontras gambar dengan mengubah intensitas gambar. Untuk menampilkan gambar yang terdiri dari edges (tepi) menggunakan curvelet transform.

Deteksi tepi menggunakan modified Top-Hat transform dengan MSE Morphology.

Untuk mengeliminasi tepi-tepi salah yang bukan bagian dari pembuluh darah menggunakan morphological opening by recontruction. Lalu CCA dan Length Filtering untuk mengeliminasi sisa-sisa tepi salah secara akurat. Hingga pendeteksian pembuluh darah dapat dilakukan kurang dari 1 menit.

Agurto, et al. (2014) melalui analisis digital color fundus image didapatkan ciri dari hypertensive retinopathy (HR) seperti AVR, silver/copper wiring, tortuosity dan keabnormalan pembuluh. Dari ciri tersebut digunakan sebagai input untuk dapat klasifikasi menggunakan linear regression classifier untuk mendeteksi HR. Hasil penelitian ini mencapai tingkat akurasi 80%.

Purandare & Noronha (2016) melalui analisis fundus image untuk mengklasifikasi diabetic retinopathy. Pada tahap prepocessing, menggunakan adaptive histogram equiliazer (AHE) untuk menghilangkan bagian yang tidak sesuai dari background. Menggunakan 2-D Gabor Wavelet untuk segmentasi pada pembuluh darah. Pada tahap feature extraction menggunakan gray level co-occurrence. SVM digunakan untuk mengklasifikasikan retina normal atau diabetic retnopathy. Akurasi yang dicapai sebesar 92,55 %.

(17)

Jadhav, et al. (2016) melakukan penelitian untuk mendeteksi kanker paru-paru dengan menggunakan citra CT Scan (Computer Tomography Scanner). Pada tahap prepocessing, citra RGB di transformasi menjadi citra grayscale dan dark, kemudian dilakukan proses peningkatan citra. Genetic algorithm digunakan untuk ekstraksi ciri citra. Backpropagation Neural Network digunakan untuk mengklasifikasikan citra terkena kanker paru-paru atau tidak berdasarkan ukuran tumor dan stadium kanker.

Nurrahmadayeni (2017) mengajukan penelitian identifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina. Tahapan-tahapan yang dilakukan sebelum identifikasi yaitu proses pengolahan citra feature extraction menggunakan dua metode yaitu fractal dimension dan invariant moments. Fractal dimension menggunakan algoritma Box Counting. Kemudian menggunakan metode Probabilistic Neural Network untuk klasifikasi retina normal atau hypertensive retinophaty.

Penelitian ini menghasilkan tingkat identifikasi yang sangat baik yaitu akurasi 100%.

Backpropagation adalah algoritma pembelajaran yang digunakan untuk melatih jaringan syaraf tiruan. Algoritma backpropagation terdiri dari dua tahap yaitu feed forward dan backward forward melalui berbagai lapisan atau bagian dari jaringan yang dilatih(Jadhav, et al., 2016). Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengajukan proposal penelitian dengan judul “IDENTIFIKASI PENYAKIT HYPERTENSIVE RETINOPATHY MELALUI CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK”.

1.2. Rumusan Masalah

Hypertensive Retinopathy (HR) terjadi dikarenakan tekanan darah yang tinggi dan menyebabkan kerusakan pada retina mata. Pada saat terjadi Hipertensi, terjadi pembengkakan pada pembuluh darah dan menurunkan kinerja retina. Pada umumnya, untuk mengidentifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui funduskopi masih dilakukan secara manual oleh dokter mata. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk membantu dokter mata dalam mendiagnosa penyakit hypertensive retinopathy sehingga diperoleh hasil pemeriksaan yang lebih baik daripada pendiagnosaan secara manual.

(18)

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina menggunakan metode Backpropagation Neural Network.

1.4. Batasan Masalah

Untuk Menghindari perluasan ruang lingkup permasalahan dan penyimpangan yang tidak diperlukan, penulis membuat batasan masalah sebagai berikut:

1. Citra yang digunakan yaitu citra fundus retina dari dataset Structured Analysis of the Retina (STARE).

2. Ekstensi dari citra fundus retina yang digunakan adalah .ppm.

3. Identifikasi yang dilakukan yaitu penyakit hypertensive retinopathy melalui deteksi pembuluh darah pada citra.

4. Resolusi citra fundus retina yang digunakan adalah 700 x 605 piksel.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini diantara lain yaitu:

1. Membantu identifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina.

2. Memberi masukan untuk penelitian lain dalam bidang image processing.

1.6. Metodologi Penelitian

Tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Studi Literatur

Studi Literatur dilakukan dalam rangka pengumpulan bahan referensi mengenai hypertensive retinopathy, green channel, contrast limited adaptive histogram equalization, morphological operator, connected component analysis, metode

(19)

zoning, Backpropagation Neural Network dari beberapa jurnal, artikel, buku dan beberapa sumber referensi lainnya.

2. Analisis Permasalahan

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap studi literatur yang telah dikumpulkan pada tahap sebelumnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai metode yang diterapkan adalah Backpropagation Neural Network untuk mengatasi masalah dalam penelitian ini yaitu identifikasi penyakit hypertensive rethinopathy melalui citra fundus retina.

3. Perancangan

Pada tahap ini dilakukan perancangan arsitektur, pengumpulan data, pembagian data yang telah didapatkan ke dalam training dataset dan testing dataset serta perancangan antar muka. Proses perancangan dilakukan berdasarkan hasil analisis studi literatur yang telah diperoleh.

4. Implementasi

Pada tahap ini dilakukan implementasi ke dalam kode sesuai dengan analisis dan perancangan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya.

5. Pengujian

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap hasil yang didapatkan melalui implementasi metode Backpropagation Neural Network untuk identifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina.

6. Dokumentasi dan Penyusunan Laporan

Pada tahap ini dilakukan dokumentasi dan penyusunan laporan hasil evaluasi dan analisi serta implementasi metode Backpropagation Neural Network untuk identifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri lima bagian utama sebagai berikut:

Bab 1 : Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang dari penelitian yang dilaksanakan, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian metodologi penelitian serta sistematika penulisan.

(20)

Bab 2 : Landasan Teori

Bab ini berisi teori-teori yang diperlukan untuk memahami permasalahan yang dibahas pada penelitian ini. Teori-teori yang berhubungan dengan hypertensive retinopathy, green channel, contrast limited adaptive histogram equalization, morphological operator, connected component analysis, metode zoning, Backpropagation Neural Network akan dibahas pada bab ini.

Bab 3 : Analisis dan Perancangan

Bab ini menjabarkan arsitektur umum, tiap langkah prepocessing yang dilakukan, analisis dan penerapan metode Backpropagation Neural Network untuk untuk identifikasi penyakit hypertensive rethinopathy melalui citra fundus retina.

Bab 4 : Implementasi dan Pengujian

Bab ini berisi pembahasan tentang implementasi dari perancangan penerapan yang telah dijabarkan pada bab 3. Selain itu, hasil yang didapatkan dari pengujian terhadap implementasi yang dilakukan juga di jabarkan pada bab ini.

Bab 5 : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi ringkasan serta kesimpulan dari rancangan yang telah dibahas pada bab 3, serta hasil penelitian yang dijabarkan pada bab 4. Bagian akhir dari bab ini akan berisi saran-saran yang diajukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Backpropagation Neural Network untuk mengidentifikasi hypertensive retinopathy.

2.1 Hypertensive Retinopathy

2.1.1. Defenisi Hypertensive Retinopathy

Tekanan darah tinggi atau hipertensi memberikan kelainan pada retina berupa hypertensive retinopathy, dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina (Ilyas, 2014).

2.1.2. Epidemologi Hypertensive Retinopathy

Kelainan hypertensive retinopathy banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas dengan kadar prevelensi berkisar antara 3%-14% untuk banyak macam tanda-tanda hipertensi.

Prevalensi hipertensi juga lebih banyak terjadi pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih, sesuai dengan lebih banyaknya kejadian hipertensi pada orang kulit hitam (Bhargava & Wong, 2013).

2.1.3. Faktor Resiko Hypertensive Retinopathy

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Beberapa faktor yang diketahui menyebabkan terjadinya hipertensi adalah terdiri dari faktor penyebab yang dapat dimodifikasi (diet, obesitas, merokok dan penyakit DM) dan faktor

(22)

penyebab yang tidak dapat dimodifikasi (usia, ras, jenis kelamin dan genetik) (Nuraini, 2015).

2.1.4 Diagnosis Hypertensive Retinopathy

Diagnosis hypertensive retinopathy dilakukan dengan penggunaan opthalmoscope oleh dokter untuk memeriksa retina. Alat tersebut menyinari cahaya melalui pupil untuk memerika bagian belakang mata apakah terdapat penyempitan atau kebocoran dari pembuluh darah, selain itu menerapkan tes fluorescein angiography yang dilakukan untuk memeriksa aliran darah retina. (Kim, 2016).

2.1.5. Klasifikasi Hypertensive Retinopathy

Klasifikasi menurut Mitschell dan Wong hypertensive retinopathy derajat I dan II sebagai stadium awal hypertensive retinopathy sulit untuk dibedakan, serta derajat hypertensive retinopathy ini tidak selalu berhubungan dengan keparahan hipertensi, sehingga dibuatlah klasifikasi 3 derajat hypertensive retinopathy sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi hypertensive retinopathy menurut Mitchell dan Wong (Mitchell & Wong, 2004)

Jenis Karakteristik

Retinopati ringan (mild retinopathy) Penyempitan arteriolar, arteriovenous nipping, dan arteriolar wall opacification Retinopati sedang (moderate

retinopathy)

Gambaran cotton-wool spots, hard exudates, mikroaneurisma dan pendarahan dengan gambaran flam-shaped/blot –shaped.

Retinopati berat (severe retinopathy) Tanda-tanda retinopati seperti derajat sebelumnya dengan pembengkakan diskus optikus (papillodema)

(23)

Gambar 2.1 Retinopati Hipertensif Ringan (Mitchell & Wong, 2004) Gambaran arteriovenous nicking (panah hitam gambar A), penyempitan fokal (panah putih gambar A), gambaran copper wiring dari reflek cahaya sentral arteriol (panah putih gambar B).

Gambar 2.2 Retinopati Hipertensif Sedang (Mitchell & Wong, 2004) Gambaran perdarahan retina (panah hitam gambar C), gambaran cotton-wool spot (panah putih gambar C dan D) dan arteriovenous nicking (panah hitam gambar D).

Gambar 2.3 Retinopati Hipertensif Berat (Mitchell & Wong, 2004) Gambaran cotton-wool spots yang multiple (panah putih), perdarahan retina (panah hitam) dan pembengkakan diskus optikus terlihat.

(24)

2.1.6. Pencegahan dan Pengobatan Hypertensive Retinopathy

Hypertensive retinopathy (HR) dapat dicegah dengan mengatur tekanan darah secara teratur, melakukan olahraga secara teratur, melakukan diet seimbang, menghindari rokok dan melakukan pengecekan tekanan darah secara teratur.

Pengobatan yang efektif untuk HR melibatkan pengendalian dan penurunan tekanan darah tinggi dengan kombinasi pengobatan dan perubahan gaya hidup. Upaya pengobatan dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:

 Non Farmakologis

Terapi non farmakologis terdiri dari menghentikan kebiasaan merokok, menurunkan berat badan berlebih, konsumsi alkohol berlebihan, asupan garam dan lemak, latihan fisik serta meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

 Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi yaitu penggunaan obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretik, beta-bloker, penghambat angiotensin converting enzymes, antagonis angiotensin II, calcium channel blocker, alpha bloker (Nuraini, 2015).

2.2. Pengenalan Dasar Citra

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek.

Sebuah citra dapat mewakili oleh sebuah matriks yang terdiri dari M kolom dan N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris di sebut piksel, yaitu elemen terkecil dari suatu citra. Piksel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan intensitas atau warna.

Nilai yang terdapat pada koordinat (x,y) adalah f (x,y), yaitu besar intensitas atau warna dari piksel di titik itu (Saputra, 2016).

Jenis citra dapat dikelompokkan menjadi citra biner (binary image), citra skala keabuan (grayscale image) dan citra berwarna (color image).

(25)

2.2.1 Citra Biner (binary image)

Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai pixel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra B dan W (black dan white) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan1 bit untuk mewakilli nilai piksel dari citra biner.

Citra biner sering muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti segmentasi, pengambangan, morfologi atau dithering. Contoh citra biner ditunjukkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Citra Biner 2.2.2 Citra Keabuan (grayscale image)

Citra keabuan merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanan pada setiap pixel nya, dengan kata lain bagian Red = Green = Blue. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan dan putih. Tingkatan keabuan disini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Citra keabuan memiliki kedalaman warna 8 bit (256 kombinasi warna keabuan) (Saputra, 2016). Contoh citra keabuan ditunjukkan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Citra Keabuan

(26)

2.2.3 Citra Warna (color image)

Citra berwarna atau biasa dinamakan citra RGB, merupakan jenis citra yang menyajikan warna dalam bentuk komponen R (merah), G (hijau) dan B (biru). Setiap komponen warna menggunakan 8 bit (nilainya berkisar antara 0 sampai dengan 255). Dengan demikian, kemungkinan warna yang bisa disajikan mencapai 255 x 255 x 255 atau 16.581.375 warna. (Kadir & Susanto, 2013). Contoh citra warna ditunjukkan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Citra Warna

2.3. Pengolahan Citra Digital

Pengolahan citra merupakan sebuah bentuk pemrosesan sebuah citra atau gambar dengan proses numerik dari gambar tersebut, dalam hal ini yang diproses adalah masing-masing piksel atau titik dari gambar tersebut. Teknik pengolahan citra digital membantu manipulasi gambar digital dengan menggunakan komputer.

Tujuan pengolahan citra adalah memperbaiki kualitas citra, dimana citra yang dihasilkan dapat menampilkan informasi secara jelas dan mengekstraksi informasi ciri dari citra (Anbarjafari, 2014). Beberapa teknik yang digunakan pada pengolahan citra adalah sebagai berikut.

2.3.1. Green Channel

Green channel merupakan salah satu jenis dari grayscaling yang mengganti nilai setiap piksel pada citra hanya dengan nilai green dari piksel citra tersebut (Febriani, 2014).

Green channel digunakan karena dapat menghasilkan kecerahan dengan baik, dan mata manusia lebih sensitif terhadap cahaya daripada kromatisitas sehingga green channel

(27)

lebih sensitif digunakan untuk manusia dibandingkan red channel dan blue channel (Tan, et al., 2014). Green channel digunakan untuk segmentasi pembuluh darah karena dapat memunculkan kontras yang lebih tinggi antara pembuluh darah dan background pada retina (Quinn & Krishnan, 2013). Green Channel dilakukan dengan persamaan 2.1.

𝐼(𝑥, 𝑦) = 0. 𝑅 + 1. 𝐺 + 0. 𝐵 = 𝐺 (2.1)

Dimana : 𝐼(𝑥, 𝑦) = piksel citra hasil green channel R = nilai red dari sebuah piksel G = nilai green dari sebuah piksel B = nilai blue dari sebuah piksel

2.3.2 Peningkatan Kontras Citra

Peningkatan kontras citra bertujuan untuk dapat meningkatkan kualitas citra dan dapat memperoleh citra yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan pengolahan citra (Nurrahmadayeni, 2017). Pada penelitian ini menggunakan metode contrast limited adaptive histogram equalization (CLAHE).

CLAHE merupakan salah satu metode peningkatan kontras citra dan merupakan versi perbaikan dari metode sebelumnya, AHE (adaptive histogram equalization) (Rai, et al., 2012). CLAHE mampu mengurangi noise pada AHE dengan membatasi peningkatan kontras, terutama pada daerah homogen. CLAHE meningkatkan kontras citra dengan cara mengubah nilai intensitas pada citra (Pujiono, et al., 2013). Algoritma CLAHE dapat dijelaskan sebagai berikut (Ramya, 2012) :

Langkah 1 : Citra asli dibagi menjadi beberapa bagian citra yang tiap bagian citra

berukuran MxN.

Langkah 2 : Setiap bagian citra dihitung histogramnya.

(28)

Langkah 3 : Clipped histogram setiap bagian citra. Jumlah piksel dari tiap bagian citra didistribusi pada masing-masing derajat keabuan. Rata-rata

jumlah piksel tersebut dilakukan dengan persamaan 2.2.

𝑁𝑎𝑣𝑞 = 𝑁𝑆𝐼−𝑋𝑃 . 𝑁𝑆𝐼−𝑌𝑃

𝑁𝑔𝑟𝑎𝑦𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 (2.2)

Dimana : 𝑁𝑎𝑣𝑞 = rata-rata jumlah piksel

𝑁𝑆𝐼−𝑋𝑃 = jumlah piksel dalam dimensi X dari bagian citra 𝑁𝑆𝐼−𝑌𝑃 = jumlah piksel dalam dimensi Y dari bagian citra 𝑁𝑔𝑟𝑎𝑦𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 = jumlah nilai derajat keabuan dari bagian citra

Berdasarkan persamaan 2.2, clip limit dapat dihitung menggunakan persamaan 2.3.

𝑁𝐶−𝐿 = 𝑁𝐶 . 𝑁𝐴𝑉𝐺 (2.3)

Dimana : 𝑁𝐶−𝐿 = clip limit

𝑁𝐶 = nilai maksimum rata-rata piksel setiap nilai derajat keabuan

dari bagian citra

Pada histogram yang asli, piksel akan di clipped jika jumlah piksel lebih besar dari 𝑁𝐶. Jumlah piksel didistribusikan secara merata kedalam masing-masing derajat keabuan (𝑁𝑑) yang didefenisikan dengan total jumlah piksel yang di clipped (𝑁𝑇𝐶) dalam persamaan 2.4.

𝑁𝑑 = 𝑁𝑇𝐶

𝑁𝑔𝑟𝑎𝑦𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 (2.4)

(29)

𝑁𝑆𝐼(𝑖) merupakan jumlah piksel dalam setiap derajat keabuan bagian citra dan

‘i’ adalah jumlah derajat keabuan. Dengan menggunakan persamaan 2.4. contrast limited histogram bagian citra dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.5.

𝑖𝑓 𝐻𝑆𝐼 > 𝑁𝐶−𝐿, 𝐻𝑁𝑆𝐼(𝑖) = 𝑁𝐶−𝐿 𝑒𝑙𝑠𝑒 𝑖𝑓 𝐻𝑆𝐼(𝑖) + 𝑁𝑑 ≥ 𝑁𝐶−𝐿, 𝐻𝑁𝑆𝐼(𝑖) = 𝑁𝐶−𝐿

𝑒𝑙𝑠𝑒 𝐻𝑁𝑆𝐼(𝑖) = 𝐻𝑆𝐼(𝑖) + 𝑁𝐷

Akhir dari distribusi pada persamaan 2.5, sisa jumlah piksel yang di clipped dinyatakan sebagai 𝐻𝑅𝑃, tahap distribusi piksel dirumuskan dalam persamaan 2.6.

𝑆 = 𝑁𝑔𝑟𝑎𝑦

𝑁𝑅𝑃 (2.6)

Metode ini memindai semua piksel dari yang minimum hingga dari nilai graylevel. Jika frekuensi piksel graylevel adalah 𝑁𝐶−𝐿, metode ini akan mendistribusikan satu piksel nilai graylevel. Jika pencarian berakhir sebelum distribusi semua piksel, maka akan dihitung ulang sesuai dengan persamaan 2.6 hingga semua piksel terdistribusi. Dengan demikian akan diperoleh histrogram yang baru.

Langkah 4 : Membatasi contrast histogram setiap bagian citra diproses dengan HE kemudian piksel dari bagian citra dipetakan dengan menggunakan interpolasi linear.

2.3.3 Morphological Operator

Morphological merupakan suatu teknik dari pengolahan citra yang didasarkan pada pengolahan bentuk objek (Sreedhar & Panlal, 2012). Morphological digunakan dalam pengolahan citra biner (hitam dan putih) dan juga citra keabuan, fungsi morphological mengambil dua masukan. Masukan pertama adalah gambar yang akan diproses. Dalam morphological citra biner, citra input dibagi menjadi daerah foreground (biasanya

(30)

putih) dan background (biasanya hitam). Dalam morphological citra keabuan, citra terdiri dari tiga objek dimensi, di mana area yang lebih tinggi lebih terang (putih) dan area bawah lebih gelap (hitam). Masukan kedua adalah structuring elemen, yang merupakan (biasanya kecil, sebagai perbandingan untuk gambar) kumpulan titik koordinat (Dramdahl, 2014).

Morphological operator mempunyai dua operasi dasar yaitu dilation dan erosion. Dilation merupakan suatu proses untuk meningkatkan batas piksel foreground sehingga pada daerah tersebut ukurannya akan bertambah dan menebal. Dilation dilakukan dengan persamaan 2.7.

𝐷(𝐴, 𝐵) = 𝐴 ⊕ 𝐵 = { 𝑥 ∶ 𝐵𝑥 ⋂ 𝐴 ≠ Ø } (2.7)

Dimana : D = citra hasil dari dilation A = citra masukan

B = structure element 𝐵𝑥 = translasi B

Sedangkan erosion kebalikan dari dilation yang akan mengurangi batas piksel foreground sehingga pada daerah tersebut ukurannya akan berkurang dan menipis (Chudasama, et al., 2015). Erosion dilakukan dengan persamaan 2.8.

𝐸(𝐴, 𝐵) = 𝐴 Ɵ 𝐵 = { 𝑥 ∶ 𝐵𝑥 ⋂ X } (2.8)

Dimana : E = citra hasil dari erosion A = citra masukan

B = structure element 𝐵𝑥 = translasi B

Operasi dasar tersebut telah banyak dikombinasikan, sehingga terdapat operasi- operasi lainnya salah satunya yaitu morphological close. Operasi tersebut merupakan kombinasi dimana suatu citra diterapkan dilation terlebih dahulu kemudian diterapkan

(31)

operasi erosion. Morphological close bertujuan untuk memperhalus objek pada citra dengan cara menyambungkan pecahan-pecahan dan menghilangkan lubang-lubang kecil pada citra (Nurrahmadayeni, 2017).

2.3.4. Thresholding

Thresholding adalah operasi non-linear yang digunakan untuk segmentasi citra.

Thresholding mengubah citra skala abu-abu ke citra biner. Dalam proses thresholding, kedua level ditugaskan ke piksel yang berada di bawah atau di atas nilai threshold yang ditentukan dengan T. Piksel objek memiliki nilai 1 dan latar belakang memiliki 0, dengan demikian objek akan muncul secara konsisten lebih cerah atau lebih gelap dari latar belakang. Jadi pada thresholding, piksel yang serupa dalam skala abu-abu atau dalam fitur lainnya dikelompokkan bersama. Proses thresholding dilakukan dengan persamaan (2.9).

𝑔(𝑥, 𝑦) {1 𝑖𝑓 𝑓(𝑥, 𝑦) > 𝑇

0 𝑖𝑓 𝑓(𝑥, 𝑦) ≤ 𝑇 (2.9)

Dimana : 𝑔(𝑥, 𝑦) = piksel citra hasil biner 𝑓(𝑥, 𝑦) = piksel citra masukan 𝑇 = nilai threshold 2.3.5 Connected Component Analysis

Connected component analysis merupakan teknik segmentasi pada citra biner atau citra keabuan untuk mengklasifikasikan region atau objek dalam pengolahan citra digital.

Setiap wilayah maksimal piksel terhubung disebut connected component. Kumpulan dari connected component mempartisi sebuah citra menjadi beberapa segmen. Setiap rangkaian piksel yang tidak dipisahkan oleh batas adalah call connected. Begitu batas wilayah telah terdeteksi, connected component analysis digunakan untuk mengekstrak daerah yang tidak dipisahkan oleh batas (Bouman, 2017).

Connected Neighbors terdiri dari 2 sistem yaitu :

(32)

- 4 point neighborhood system

P (x-1, y)

P (x-1, y) P (x, y) P (x, y+1) P (x, y+1)

Piksel-piksel yang berdekatan dikatakan memiliki hubungan 4-konektivitas jika piksel-piksel tersebut terletak berdampingan secara horizontal dan vertikal N4(P). Kumpulan dari piksel-piksel ini disebut dengan 4 neighbors of P. Pada konsep 4- Connected Neighbors bila terdapat 2 pixel yang bersinggungan secara diagonal maka akan dianggap 2 objek.

- 8 point neighborhood system

P (x-1, y-1) P (x, y-1) P (x+1, y-1) P (x-1, y) P (x, y) P (x+1, y) P (x+1, y+1) P (x, y+1) P (x+1, y+1)

Piksel-piksel yang berdekatan dikatakan memiliki hubungan 8-konektivitas jika piksel- piksel tersebut terletak berdampingan secara horizontal dan vertikal N8(P) atau disebut juga empat diagonal neighbors. Pada konsep 8-Connected Neighbors bila terdapat 2 pixel yang bersinggungan baik secara diagonal maupun secara horizontal dan vertikal maka akan dianggap 1 objek.

2.4 Ekstrasi Fitur

Pada penelitian ini menggunakan ekstraksi fitur metode zoning. Metode zoning adalah metode yang digunakan untuk sintesis sistem pengenalan,metode ini telah diterapkan secara luas untuk mendapatkan informasi berharga mengenai karakteristik lokal dari pola karakter (Harekar & Dhoter, 2014). Setiap citra dibagi menjadi M x N. Adapun proses pada metode zoning antara lain:

- Hitung jumlah piksel putih dari setiap zona dari 𝑍1 sampai 𝑍𝑛. - Tentukan nilai zona yang memiliki nilai piksel putih paling tinggi.

- Hitung nilai fitur pada setiap zona dari 𝑍1 sampai 𝑍𝑛 dengan persamaan (2.10)

(33)

Nilai fitur 𝑍𝑛 = 𝑍𝑛

𝑍𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (2.10)

2.5 Artificial Neural Network

Artificial Neural network atau jaringan saraf tiruan adalah model logika yang bekerja berdasarkan otak manusia. Cara kerja otak yang dengan menggunakan sejumlah neuron sederhana dan saling berhubungan dengan sebuah nilai bobot yang meneruskan signal dari satu neuron menuju neuron lainnya dapat dimodelkan oleh sebuah jaringan saraf tiruan. Input akan diterima oleh setiap neuron melalui hubungannya. Sebuah output yang sesuai dengan nilai bobot pada hubungan tersebut akan dihasilkan oleh neuron tersebut, kemudian output akan diteruskan kembali ke neuron yang lain. Setiap neuron pada jaringan saraf tiruan terdiri dari beberapa layer atau lapisan. Sebuah jaringan saraf tiruan pada umumnya terdiri dari tiga layer yakni : input layer yaitu node-node yang menerima signal input, middle layer yang juga disebut sebagai hidden layer yaitu node yang menghubungkan node pada input layer dengan node pada output layer dan output layer yaitu node-node yabng menghasilkan signal output. Jaringan saraf tiruan belajar dengan melakukan penyesuaian nilai bobot yang digunakan untuk mengirimkan nilai dari satu neuron ke neuron lain (Negnevitsky, 2005). Arsitektur umum dari sebuah jaringan saraf tiruan dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Arsitektur Umum Sebuah Jaringan Saraf Tiruan ( Negnevitsky, 2005)

Sebuah fungsi yang disebut sebagai fungsi aktivasi digunakan untuk menentukan output dari sebuah neuron. Ada empat jenis fungsi aktivasi yang secara

(34)

umum digunakan yakni: step function, sign function, sigmoid function dan linear function. Setiap jenis fungsi aktivasi beserta grafik yang menggambarkan fungsi dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Fungsi Aktivasi Neuron (Negnevitsky, 2005)

Step function dan sign function disebut sebagai fungsi pembatasan kasar yang digunakan secara umum pada permasalahan klasifikasi dan pengenalan pola. Sigmoid function digunakan pada jaringan propagasi balik dan dapat mengubah input yang memiliki jangkauan nilai [-∞, ∞] menjadi output dengan jangkauan nilai [0,0,1,0].

Linear activation function digunakan pada pendekatan linear dan dapat menghasilkan output yang sama dengan input yang diterima oleh neuron.

Jaringan saraf tiruan dapat digunakan untuk dua jenis konsep pembelajaran, yakni:

1. Pembelajaran supervised, yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan menerima sekumpulan contoh yang ditandai sebagai data pelatihan dan membuat prediksi untuk seluruh titik yang tidak diketahui. Pembelajaran ini sudah terlebih dahulu mengetahui output yang diharapkan berdasarkan input yang diberikan.

2. Pembelajaran unsupervised, yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan menerima sekumpulan data pelatihan yang tidak ditandai dan membuat prediksi untuk seluruh titik yang tidak diketahui. Pembelajaran ini tidak dapat terlebih dahulu mengetahui output dari input yang diberikan sehingga memerlukan metode lain untuk mengelompokkan input yang diberikan (Mohri, et al., 2012).

(35)

2.6 Backpropagation

Backpropagation adalah algoritma pembelajaran yang digunakan untuk melatih jaringan syaraf tiruan. Algoritma backpropagation terdiri dari dua tahap yaitu feed forward dan backward forward melalui berbagai lapisan atau bagian dari jaringan yang dilatih(Jadhav, et al., 2016).

Adapun tahapan yang dilakukan pada algoritma ini, yakni (Negnetvisky, 2005):

1. Inisialisasi

Setiap bobot yang menghubungkan seluruh neuron yang ada diberikan nilai acak dengan distribusi yang merata dan jangkauan yang kecil (Haykin, 1999).

Inisialisasi untuk setiap bobot dihitung dengan persamaan 2.11.

(−2,4

𝐹𝑖 , +2,4

𝐹𝑖 ) (2.11) Dimana : 𝐹𝑖 = banyak input dari neuron i pada jaringan

2. Aktivasi (Feed-forward)

Proses aktivasi atau feed-forward akan memasukkan seluruh input yang ada ke dalam jaringan saraf tiruan untuk menghasilkan output. Aktivasi dari jaringan saraf tiruan dilakukan dengan menggunakan input 𝑥1(𝑝), 𝑥2(𝑝), …., 𝑥𝑛(𝑝) dan output yang diharapkan 𝑦𝑑1(𝑝), 𝑦𝑑2(𝑝), ….,𝑦𝑑𝑛(𝑝), dengan p adalah jumlah perulangan yang sudah dilakukan dan p memilikinilai awal 0.

 Output sebenarnya dari setiap neuron pada hidden layer dihitung dengan menggunakan persamaan 2.12.

𝑦𝑗(𝑝) = 𝑠𝑖𝑔𝑚𝑜𝑖𝑑 [∑𝑛𝑖=1𝑥𝑖 (𝑝). 𝑤𝑖𝑗 (𝑝)] (2.12)

Dimana : n = banyak input dari neuron j pada hidden layer sigmoid = fungsi aktivasi sigmoid

 Output sebenarnya dari setiap neuron pada output layer dihitung dengan menggunakan persamaan 2.13.

(36)

𝑦𝑘(𝑝) = 𝑠𝑖𝑔𝑚𝑜𝑖𝑑 [∑𝑚𝑖=1𝑥𝑗𝑘 (𝑝). 𝑤𝑗𝑘 (𝑝)] (2.13)

Dimana : m = banyak input dari neuron k pada output layer sigmoid = fungsi aktivasi sigmoid

3. Pelatihan Bobot

Update atau pembaharuan nilai dari setiap bobot pada jaringan saraf tiruan akan dilakukan dengan melakukan propagasi balik terhadap kesalahan (error) pada output layer.

 Error pada setiap neuron pada output layer dihitung dengan persamaan 2.14.

𝛿𝑘(𝑝) = 𝑦𝑘 (𝑝) − 𝑦𝑑𝑘 (𝑝) (2.14) Kemudian perbaikan bobot dihitung menggunakan persamaan 2.15.

∆𝑤𝑗𝑘(𝑝) = 𝛼. 𝑦𝑗 (𝑝). 𝛿𝑘 (𝑝) − 𝜇. ∆𝑤𝑗𝑘 (𝑝 − 1) (2.15) Dimana : 𝛼 = konstanta yang menentukan kecepatan pembelajaran dari

algoritma propagasi balik (learning rate)

𝜇 = konstanta yang menentukan besar perubahan update dari bobot (momentum)

update untuk setiap bobot yang terhubug dengan neuron pada output layer dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.16.

𝑤𝑗𝑘 (𝑝 + 1) = 𝑤𝑗𝑘 (𝑝) − ∆𝑤𝑗𝑘 (𝑝) (2.16)

 Error pada setiap neuron pada hidden layer dihitung dengan persamaan 2.17.

𝛿𝑗(𝑝) = [∑𝑚𝑘=1𝛿𝑘 (𝑝). 𝑤𝑗𝑘 (𝑝)] . 𝑦𝑗 (𝑝). (1 − 𝑦𝑗 (𝑝)) (2.17) Kemudian perbaikan bobot dihitung menggunkana persamaan 2.18.

∆𝑤𝑖𝑗(𝑝) = 𝛼. 𝑥𝑖 (𝑝). 𝛿𝑗 (𝑝) − 𝜇. ∆𝑤𝑖𝑗(𝑝 − 1) (2.18) Dimana : 𝛼 = konstanta yang menentukan kecepatan pembelajaran dari

algoritma propagasi balik (learning rate)

𝜇 = konstanta yang menentukan besar perubahan update dari bobot (momentum)

(37)

Update untuk setiap bobot yang terhubung dengan neuron pada hidden layer dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.19.

𝑤𝑖𝑗(𝑝 + 1) = 𝑤𝑖𝑗 (𝑝) − ∆𝑤𝑖𝑗(𝑝) (2.19)

4. Iterasi

Penambahan nilai perulangan p sebanyak satu dan kembali ke langkah 2 akan dilakukan apabila kriteria error belum sesuai yang diharapkan. Algoritma pelatihan propagasi balik selesai dilakukan apabila kriteria error telah sesuai yang diharapkan.

2.7 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diantaranya yaitu : Penelitian yang dilakukan oleh (Quinn, et al., 2013) yaitu bertujuan untuk segmetasi pembuluh darah pada penderita penyakit diabetic retinopathy dan hypertensive retinopathy. Pada tahap prepocessing, menggunakan green channel karena dapat memunculkan pembuluh lebih terang dari background image. Kemudian histogram equalization meningkatkan kontras gambar dengan mengubah intensitas gambar. Untuk menampilkan gambar yang terdiri dari edges (tepi) menggunakan curvelet transform.

Deteksi tepi menggunakan modified Top-Hat transform dengan MSE Morphology.

Untuk mengeliminasi tepi-tepi salah yang bukan bagian dari pembuluh darah menggunakan morphological opening by recontruction. Lalu CCA dan Length Filtering untuk mengeliminasi sisa-sisa tepi salah secara akurat. Hingga pendeteksian pembuluh darah dapat dilakukan kurang dari 1 menit.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Agurto, et al., 2014) melalui analisis digital color fundus image didapatkan ciri dari hypertensive retinopathy (HR) seperti AVR, silver/copper wiring, tortuosity dan keabnormalan pembuluh. Dari ciri tersebut digunakan sebagai input untuk dapat klasifikasi menggunakan linear regression classifier untuk mendeteksi HR. Hasil penelitian ini mencapai tingkat akurasi 80%.

Penelitian yang dilakukan oleh (Nugroho, et al., 2015) untuk mendeteksi eksudat pada citra fundus berwarna pada penyakit diabetic retinopathy, tahap awal melakukan peningkatan kualitas citra dengan menggunakan contrast-limited adaptive histogram

(38)

equalization (CLAHE) pada green channel. Red channel juga digunakan untuk mendeteksi dan menghilangkan optic disk pada citra dengan menggunakan median filtering dan thresholding. Pada tahap segmentasi menggunakan K-means clustering.

Pada tahap feature extraction menggunakan GLCM dan lacunarity. Untuk klasifikasi menggunakan metode naive bayes dicapai akurasi sebesar 92,13%.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Purandare, et al., 2016) melalui analisis fundus image untuk mengklasifikasi diabetic retinopathy. Pada tahap prepocessing, menggunakan adaptive histogram equiliazer (AHE) untuk menghilangkan bagian yang tidak sesuai dari background. Menggunakan 2-D Gabor Wavelet untuk segmentasi pada pembuluh darah. Pada tahap feature extraction menggunakan gray level co-occurrence.

SVM digunakan untuk mengklasifikasikan retina normal atau diabetic retnopathy.

Akurasi yang dicapai sebesar 92,55%.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Jadhav, et al., 2016) untuk mendeteksi kanker paru-paru dengan menggunakan citra CT Scan (Computer Tomography Scanner). Pada tahap prepocessing, citra RGB di transformasi menjadi citra grayscale dan dark, kemudian dilakukan proses peningkatan citra. Genetic algorithm digunakan untuk ekstraksi ciri citra. Backpropagation Neural Network digunakan untuk mengklasifikasikan citra terkena kanker paru-paru atau tidak berdasarkan ukuran tumor dan stadium kanker.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Nurrahmadayeni, 2017) yaitu identifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina. Tahapan- tahapan yang dilakukan sebelum identifikasi yaitu proses pengolahan citra feature extraction menggunakan dua metode yaitu fractal dimension dan invariant moments.

Fractal dimension menggunakan algoritma Box Counting. Kemudian menggunakan metode Probabilistic Neural Network untuk klasifikasi retina normal atau hypertensive retinophaty. Penelitian ini menghasilkan tingkat identifikasi yang sangat baik yaitu akurasi 100%.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Sandri, 2017) yaitu identifikasi retinoblastoma melalui citra fundus retina. Tahapan-tahapan yang dilakukan yaitu pengolahan citra, peningkatan kualitas citra kemudian ekstraksi ciri citra menggunakan gray level co-occurrence (GLCM). Metode Backpropagation neural network

(39)

digunakan untuk klasifikasi retina normal atau retinoblastoma. Penelitian ini menghasilkan tingkat identifikasi yaitu akurasi 90%.

Penelitian terdahulu yang telah dipaparkan akan diuraikan secara singkat pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No Peneliti

(Tahun) Metode Akurasi

1 Quinn, et al., 2013

Curvelet Transform, Modified Top-Hat Transform, Morphological Opening by Recontruction, CCA dan Length Filtering

-

2 Agurto, et al.,

2014 Linear Regression Classifier 80%

3 Nugroho, et al., 2015

CLAHE, K-Means Clustering, GLCM,

Lacunarity dan Naive Bayes 92,13%

4 Purandare, et al., 2016

Adaptive Histogram Equiliazer, 2-D Gabor

Wavelet dan Gray Llevel co-Occurrence 92,55%

5 Jadhav, et al., 2016

Genetic Algorithm dan Backpropagation

Neural Network -

6 Nurrahmadayeni, 2017

Box Counting, Invariant Moment dan

Probabilistic Neural Network 100%

7 Sandri, 2017 GLCM dan Backpropagation Neural Network 90%

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya :

Penelitian-penelitian sebelumnya, meneliti segmentasi pembuluh darah dan eksudat pada citra fundus retina. Terdapat beberapa model klasifikasi yang digunakan yaitu linear regression classifier , naive bayes dan support vector machine. Pada tahun 2017, Nurrahmadayeni melakukan penelitian dengan judul Identifikasi Penyakit Hypertensive Retinopathy Melalui Citra Fundus Retina Menggunakan Probabilistic Neural Network. Nurrahmadayeni melakukan penelitian dengan mengubah citra RGB menjadi citra biner dan klasifikasi dengan menggunakan Probabilistic Neural Network.

Sedangkan pada skripsi ini penulis menggunakan metode zoning sebagai metode ektraksi fitur dan metode Backpropagation Neural Network sebagai metode klasifikasi.

(40)

ANALISIS DAN PERANCANGAN

Bab ini berisi analisis dan perancangan dalam aplikasi identifikasi penyakit hypertensive retinopathy. Tahap analisis membahas langkah-langkah yang dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit hypertensive retinopathy mulai tahap analisis data yang digunakan, tahap prepocessing hingga tahap klasifikasi dengan menggunakan Backpropagation Neural Network.

3.1 Arsitektur Umum

Bagian ini akan membahas tahap-tahap yang dilakukan dalam pembangunan aplikasi identifikasi penyakit hypertensive retinopathy. Tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: tahap pengumpulan data citra fundus yang terdiri dari citra normal dan citra hypertensive retinopathy yang akan digunakan sebagai citra latih dan citra uji;

tahap prepocessing yang terdiri atas green channel, contrast limited adaptive histogram equalization (CLAHE), morphological close dan background exclusion; tahap segmentation menggunakan thresholding; tahap post prepocessing menggunakan connected component analysis; tahap ekstrasi fitur dari citra menggunakan Zoning; dan tahap klasifikasi citra menggunakan Backpropagation Neural Network. Setelah tahap- tahap tersebut dilakukan, aplikasi dapat menghasilkan keluaran berupa hasil identifikasi penyakit hypertensive retinopathy. Adapun tahap-tahap tersebut dapat dilihat dalam bentuk arsitektur umum pada Gambar 3.1

(41)

Training Dataset

Testing Dataset

Gambar 3.1. Arsitektur Umum Pre- processing

Segmentation

Post Preprocessing

Feature Extraction

Identification

Original Image

Green Channel

CLAHE

Morphological Close

Background Exclusion

Thresholding

Connected Component Analysis

Backpropagation Neural Network Zoning

OUTPUT

Hasil Identifikasi Normal atau Hypertensive Retinopathy

(42)

3.2 Data yang Digunakan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra fundus retina yang terdiri dari citra normal dan citra hypertensive retinopathy. Data ini diperoleh melalui Structure Analysis of the Retina (STARE). STARE merupakan proyek yang disusun dan dimulai pada tahun 1957 oleh Michael Goldbaum, M.D., di University of California, San Diego.

Proyek ini didanai oleh A.S. National Institutes of Health dan lebih dari 30 orang berkonstribusi dengan latar belakang kedokteran, sains dan rekayasa. Gambar dan data klinis disediakan oleh Shiley Eye Center di University of California, San Diego, dan oleh Veterans Administration Medical Center, San Diego.

Pada penelitian ini, jumlah citra yang digunakan adalah 35 citra normal dan 25 citra hypertensive retinopathy. Data yang telah dikumpulkan akan dibagi menjadi dua kelompok data yaitu data pelatihan dan data pengujian. Data pelatihan dari citra normal sebanyak 25 citra dan citra hypertensive retinopathy sebanyak 15 citra. Data pengujian dari citra normal sebanyak 10 citra dan citra hypertensive retinopathy sebanyak 10 citra dengan ukuran 700 x 605 piksel dan mempunyai format PPM.

3.3 Pre-Processing

Pada tahap pre-processing, dilakukan beberapa tahapan untuk menghasilkan citra yang lebih baik untuk diproses pada tahap selanjutnya. Tahapan pre-pocessing adalah green channel, contrast limited adaptive histogram equalization (CLAHE), morphological close dan background exclusion.

3.3.1 Green Channel

Citra retina yang di gunakan adalah citra RGB. Tahap awal menggunakan green channel karena memiliki refleksi cahaya yang paling baik sehingga dapat menghasilkan informasi citra yang signifikan tentang pembuluh darah dan struktur retina yang lebih jelas dibandingkan dengan red channel dan blue channel. Green channel merupakan komposisi dari warna merah (Red), hijau (Green) dan biru (Blue). Gambar 3.2 representasi citra fundus retina.

(43)

(a) citra asli

(b) citra red channel (c) citra blue channel (d) citra green channel gambar 3.2 Citra fundus retina

Gambar 3.2 (a) merupakan citra asli. Gambar 3.2 (b) yang merupakan citra hasil red channel mengalami saturasi yang terlalu berlebihan (oversaturated), gambar 3.2 (c) yang merupakan citra hasil blue channel mengalami saturasi yang terlalu rendah (undersaturated) dan banyak noise sedangkan pada gambar 3.2 (d) yang merupakan citra hasil green channel adalah pilihan yang tepat karena saturasi yang dihasilkan berada pada komposisi yang tepat.

3.3.2 Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE)

Tahap selanjutnya peningkatan kontras citra menggunakan teknik Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE). CLAHE merupakan versi perbaikan dari metode sebelumnya yaitu Adaptive Histogram Equalization (AHE). CLAHE digunakan untuk mendapatkan hasil kontras yang lebih bagus sehingga pembuluh darah dan struktur retina dapat kelihatan lebih jelas, mengurangi masalah noise dan memberikan nilai batas histogram. Gambar 3.3 hasil citra dengan teknik CLAHE dan AHE.

(44)

(a) citra hasil CLAHE (b) citra hasil AHE gambar 3.3 Citra hasil teknik CLAHE dan AHE

gambar 3.3 (a) merupakan citra hasil CLAHE yaitu kontrasnya lebih jelas dan penyebaran histogram lebih merata dikarenakan pemberian batas pada histogram.

Sedangkan pada gambar 3.3 (b) merupakan citra hasil AHE yaitu penyebaran histogram tidak merata sehingga kelihatan ada yag lebih terang dan sebagian terlihat gelap.

3.3.3 Morphological Close

Tahap selanjutnya mengekstrasi (pemisahan) background dan optical disk dengan menggunakan morphological close dikarenakan objek tersebut tidak termasuk ciri yang akan diekstrasi. Morphological close yang digunakan adalah dilation dan erotion.

Proses dilation (penebalan objek citra) kemudian dilanjutkan proses erosion (pemisahan objek citra). Gambar 3.4 hasil citra dengan teknik morphological close.

Gambar 3.4 Citra hasil teknik morphological close 3.3.4 Background Exclusion

Tahap selanjutnya pemisahan pembuluh darah dan struktur retina dari background yang disebut background exclusion. Tahapan tersebut menerapkan operasi subtract antara hasil citra CLAHE dan hasil citra morphological close untuk mendapatkan pembuluh darah dan struktur retina yang terpisah dari background. Gambar 3.5 hasil background exclusion dengan operasi subtract.

(45)

Gambar 3.5 Citra hasil background exclusion 3.4 Segmentation

Setelah tahap pre-processing, dilakukan tahap segmentation menggunakan thresholding untuk memperoleh citra biner yang bernilai 0 dan 1 (Hitam dan Putih).

Gambar 3.6 hasil thresholding.

Gambar 3.6 Citra hasil thresholding 3.5 Post Prepocessing

Hasil citra dari tahapan sebelumnya masih terdapat banyak objek yang bukan pembuluh darah retina sehingga harus dilakukan eliminasi terhadap objek tersebut. Proses untuk menghilangkan objek yang bukan pembuluh darah yaitu dengan menggunakan connected component analysis. Objek yang di eliminasi yaitu objek yang memiliki ukuran kurang dari 70 piksel dan dianggap bukan pembuluh darah. Gambar 3.7 hasil citra dari proses post prepocessing.

Gambar 3.7 citra hasil connected component analysis

(46)

3.6. Ekstraksi Citra

Setelah dilakukan tahap post prepocessing, maka langkah selanjutnya adalah tahap ekstraksi fitur (feature extraction) yang membentuk nilai fitur yang bersifat unik untuk mendapatkan ciri dari citra. Nilai fitur yang didapat akan mewakili karakteristik dari citra yang akan di klasifikasikan menggunakan Backpropagation Neural Network. Pada penelitian ini, ekstraksi fitur yang digunakan adalah metode zoning.

3.6.1 Zoning

Pada penelitian ini, citra akan dibagi dalam beberapa zona, dimana setiap zona akan menghasilkan nilai fitur dengan menghitung jumlah piksel putih tertinggi. Pada tahap ini, citra yang berukuran 700 x 605 piksel akan dibagi menjadi 10 kolom dan 10 baris sehingga didapatkan 100 zona yang mewakili 100 fitur. Pada tiap zona, ukuran piksel yang digunakan untuk metode zoning ini adalah berukuran 520 piksel. Contoh pembagian zona yang akan dibagi dalam citra dapat dilihat pada Gambar 3.8.

10 baris

10 kolom

Gambar 3.8 Hasil Zoning Citra

Adapun proses metode zoning dalam proses ekstraksi fitur pada citra retina antara lain:

1. Hitung jumlah piksel putih setiap zona dari zona Z1-Z100

Gambar

Gambar 2.7. Arsitektur Umum Sebuah Jaringan Saraf Tiruan ( Negnevitsky,  2005)
Gambar 2.8. Fungsi Aktivasi Neuron (Negnevitsky, 2005)
Gambar 3.1. Arsitektur Umum        Pre- processing            Segmentation         Post Preprocessing       Feature Extraction       Identification  Original Image Green Channel CLAHE  Morphological Close  Background Exclusion Thresholding
Gambar 3.2 (a) merupakan citra asli. Gambar 3.2 (b) yang merupakan citra hasil  red channel mengalami saturasi yang terlalu berlebihan (oversaturated), gambar 3.2 (c)  yang  merupakan  citra  hasil  blue  channel  mengalami  saturasi  yang  terlalu  rendah
+7

Referensi

Dokumen terkait

lembaga atau yayasan yang dapat memberikan anak berkebutuhan khusus seperti. anak tunanetra sebuah pelatihan

Museum Serawak. Kandungan hukum Kanun Brunei ini jelas mencakup bidang yang luas dalam pelaksanaan hukum syara’, termasuk hukum hudud dan qishas. Hukum Kanun Brunei

Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Pura Barutama is a company engaged in many areas of production. Goods that have been produced will then be

1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.. melalui dewan pendidikan

Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 503/078/2013 tentang tim, untuk membentuk Tim terpadu Penegak Peraturan Daerah terhadap tempat – tempat usaha dalam rangka Peningkatan

Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. One of its oldest unit is Offset Unit. Offset Unit is a printing division which focuses on producing

Sedangkan sel surya adalah sebuah alat yang mengkonversikan energi foton (cahaya sebagai partikel) menjadi energi listrik. Agar mampu menjadi sumber tenaga listrik dengan daya output

[r]