B - 126
Kajian Pengaruh Jenis Crosslinker dan pH terhadap Swelling Ratio Kitosan Makropori The Study of Crosslinker Type and pH Toward Swelling Ratio of Chitosan
Macroporous
Dahlena Ariyani1, Uripto Trisno Santoso1, Radna Nurmasari1, Iriansyah2, Utami Irawati1
1PS. Kimia Fakultas MIPA, 2PS. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat, Jl. A. Yani 35,8 Banjarbaru
Email: dahlena.ariyani579@gmail.com
Abstrak. Kajian pengaruh jenis crosslinker dan pH terhadap swelling ratio kitosan makropori telah dilakukan. Pengikatan-silang kitosan menjadikan kitosan stabil dalam medium asam, tetapi produk pengikatan-silang kitosan biasanya bersifat rapuh, sehingga dalam pembuatan kitosan makropori ini ditambahkan PVA, namun penambahan agen pengikat-silang dan PVA ini dapat mempengaruhi daya swelling kitosan makropori tersebut.
Penelitian ini melalui dua tahap kegiatan yaitu (1) sintesis kitosan makropori terikat-silang epiklorohidrin dan terikat-silang glutaraldehida, (2) analisis swelling ratio pada berbagai pH.
Kitosan makropori yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR).Hasil penelitian menunjukkan kitosan makropori terikat-silang glutaraldehida memiliki swelling ratio yanglebih tinggi dibandingkan kitosan makropori terikat-silang epiklorohidrin dan kedua kitosan makropori tersebut lebih mengembang pada medium asam.
Kata kunci: Kitosan, crosslinker, swelling ratio, makropori.
Abstract. The study of crosslinker type and pH toward swelling ratio of chitosan macroporous has been done. The crosslinking treatment can produce a stable chitosan that was not soluble in acidic medium, but the crosslinked chitosan are usually fragile. Thus, it is necessary to add a reinforcing agent to overcome its weakness, and PVA was used as a reinforcing agent in tis research, but the addition of crosslinking agent and PVA can affect the swelling of chitosan macroporous. This research through by two steps, (1) synthesis of crosslinked chitosan macroporous epichlorohydrin and glutaraldehyde crosslinked, (2) analyzed swelling ratio at the various pH. Macroporous chitosan obtained were characterized using Fourier Transform Infra Red (FTIR) spectrophotometer. The results showed that macroporous chitosan crosslinked glutaraldehyde has higher swelling ratio than the macroporous chitosan crosslinked by epichlorohydrin and generally chitosan macroporous more swelling in acidic medium.
Keyword: Chitosan, crosslinker, swelling ratio, macroporous
PENDAHULUAN
Saat ini banyak peneliti melakukan modifikasi terhadap kitosan untuk meningkatkan stabilitasnya agar tidak mudah larut dalam medium asam.
Modifikasi yang dilakukan diantaranya dengan menambahkan crosslinker agent sehingga terbentuk ikatan-silang antar molekul polimer kitosan. Menurut Wan Ngah dkk. (2005) pengikatan-silang
B - 127 menggunakan glutaraldehida,
epiklorohidrin, ethylene glycol diglycidyl ether, atau agen pengikatan-silang lain terbukti dapat meningkatkan stabilitas kitosan dalam medium asam.
Menurut Muzzarelli (1997) dalam Torres dkk. (2007), reaksi pengikatan- silang antar polimer kitosan menggunakan glutaraldehida terjadi antar gugus amino primer kitosan dan dua gugus aldehida pada glutaraldehida menghasilkan formasi basa Schiff. Sedangkan menurut Wei dkk.
(1992) dalam Torres dkk. (2007), pengikatan-silang antar polimer kitosan dengan menggunakan epiklorohidrin terjadi pada gugus hidroksil kitosan membentuk ikatan eter yang stabil. Tetapi hasil penelitian Wan Ngah dkk. (2008) menunjukkan bahwa manik-manik kitosan yang telah diikat-silang dengan epiklorohidrin dimungkinkan dapat mengakibatkan kitosan mengalami penurunan porositas. Wang dkk. (2004) melakukan penelitian tentang pembentukan gel kitosan-polivinil alkohol (PVA) dengan menggunakan glutaraldehida sebagai agen pengikat- silang. Menurut Wang dkk. (2004) PVA bertindak sebagai interpenetrating network agent (IPN) sehingga penambahan PVA dapat memperbaiki gel kitosan yaitu menurunkan waktu gelatinasi dan menambah kekuatan mekanik gel.
Gupta dan Shivakumar (2010) melakukan sintesis hidrogel superpori berbahan dasar kitosan dengan penambahan PVA sebagai agen penguat, natrium bikarbonat sebagai agen pembuih, dan glioksal sebagai agen pengikat-silang.
Berdasarkan hasil penelitiannya diperoleh produk yang dapat mengembang (swelling) pada pH 1,2 dengan swelling ratio 156dan menyusut pada pH 7,4 hingga swelling ratio menjadi 10.
Berdasarkan uraian di atas maka kajianpengaruh jenis crosslinker dan pH terhadap swelling ratiokitosan makropori perlu untuk dilakukan.
BAHAN DAN METODE Alat
Peralatan penelitian meliputi : alat gelas laboratorium, pengaduk magnetik (stirer), hot plate, neraca analitik (OHAUS galaxy 400), pH meter (Lutron pH-208), oven (Memmert) dan spektrofotometer FTIR.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi : kitosan (Aldrich), polovinil alkohol (PVA), kertas saring Whatman No. 42, etanol absolut, akuades, dan bahan-bahan berkualitas analitik (Merck) seperti : HCl 36%, NaOH pa, CH3COOH glasial 100%, epiklorohidrin 99% (BM 92,52 g/mol, d
B - 128 1,183 g/ml), glutaraldehida 50% (d 1,13
kg/L), dan NaHCO3.
Prosedur Penelitian
Pembuatan Kitosan Makropori
Pembuatan kitosan makropori dilakukan dengan mengadopsi metode Gupta dan Shivakumar (2010) dan memodifikasi metode tersebut dengan menambahkan PVA. Dalam penelitian ini, agen pengikat-silang (crosslinker)yang digunakan adalah glutaraldehida dan epiklorohidrin, sedangkan porogen yang digunakan adalah natrium bikarbonat.
Secara umum pembuatan kitosan makropori ini melalui 4 tahap penelitian yaitu penambahan PVA, penambahan porogen, penambahan crosslinker, dan pelepasan porogen. Produk kitosan makropori yang dihasilkan kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer FTIR.
Pengukuran Swelling Ratio
Setelah produk hasil sintesisdikeringkan hingga sempurna, produk ditimbang dan kemudian direndam dalam medium pengembang yaitu medium pada pH asam, netral, dan basa dengan variasi waktu 1, 2, 4, 6, dan 24 jam.
Setelah beberapa waktu, produk kitosan makroporidikeluarkan dari larutan, dan ditimbang setelah sisa larutan yang menempel di permukaan dihilangkan.
Swelling ratio diukur menggunakan persamaan:
Q = (Ms– Md) / Md
Dimana Q adalah swelling ratio, Ms adalah massa kitosan makropori dalam keadaan mengembang (swelling) dan Md adalah massa kitosan makropori kering.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Kitosan Makropori menggunakan Spektroskopi Fourier Transform Infra Red(FTIR)
Produk kitosan makropori yang dihasilkan dianalisis menggunakan metode spekroskopi FTIR. Spektroskopi FTIR memberikan keterangan tentang serapan setiap tipe ikatan (N─H, C─H, O─H, C─X, C─O, C─C, C═O, C═C, C═N) yang bervibrasi pada bagian-bagian tertentu dari daerah inframerah yang berada pada kisaran bilangan gelombang 4000 – 650 cm-1 (Sastrohamidjojo, 2001).
Spektra FTIR kitosan dan produk kitosan makropori yang dihasilkan ditampilkan pada Gambar 1.
B - 129
Gambar 1. Spektra FTIR kitosan (a); produk dengan penambahan PVA terikat-silang epiklorohidrin (b); dan produk dengan penambahan PVA terikat-silang glutaraldehida (c)
Gambar 1a yang merupakan spektrum FTIR kitosan sebelum disintesis menjadi kitosan makropori, menunjukkan suatu puncak serapan lebar pada bilangan gelombang sekitar 3425 cm-1 karena serapan vibrasi ulur simetris N―Hamina ataupun gugus hidroksil yang mengalami ikatan hidrogen. Gugus khas kitosan juga diperkuat dengan munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 1658 cm-1 yang merupakan serapan vibrasi amida primer. Pita serapan tajam pada
bilangan gelombang 1381 cm-1 dan pita serapan lemah pada bilangan gelombang 1419 cm-1 berturut-turut merupakan serapan dari deformasi simetris dan asimetris CH3 (Costa-Junior dkk., 2009).
Pita serapan pada bilangan gelombang 1033 cm-1dan 1049 cm-1merupakan serapan vibrasi ulur C―O―C dari kerangka kitosan (Zhao dkk., 2008) dan vibrasi ulur C―OH alkohol (Sastrohamidjojo, 2001).
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
b
c
3425 1658 13811419 1033
a
925
104 155 9
8
344 8
165 1
141 1
293 9
165 8
344 8
104 9
104 9 293
9
B - 130 Berdasarkan spektra FTIR Gambar
1b, dapat diketahui bahwa reaksi kitosan dan PVA dengan epiklorohidrin (EKH) dapat menghasilkan suatu produk yang mungkin mengandung suatu ikatan eter.
Keberadaan ikatan eter ini dapat diidentifikasi pada spektra FTIR dengan adanya serapan asimetri yang relatif lemah pada bilangan gelombang 925 cm-
1(Sastrohamidjojo,2001). Pita serapan pada bilangan gelombang 1049 cm-1 merupakan serapan vibrasi ulur asimetrikC―O―C dari kerangka kitosan ataupun dari hasil reaksi gugus epoksida dari epiklorohidrin dengan gugus alkohol kitosan membentuk ikataneter (Silverstein dkk., 1991). Pita serapan lebar pada bilangan gelombang 3448 cm-
1menunjukkan vibrasi gugus hidroksil dan gugus amina yang membentuk ikatan hidrogen. Hal ini mengidentifikasikan bahwa produk kitosan makropori yang dihasilkan masih banyak mengandung gugus amina bebas. Munculnya pita serapan pada bilangan gelombang 1651 cm-1 selain merupakan vibrasi ulur amida primer, juga biasa diinterpretasikan sebagai vibrasi ulur asimetris anion karboksilat (Silverstein dkk., 1991). Ini dimungkinkan karena pelarutan kitosan menggunakan larutan asam asetat 5%.
Tidak teridentifikasinya serapan pada bilangan gelombang sekitar 850 – 550 cm-
1 mengindikasikan bahwa gugus klorida pada epiklorohidrin disubstitusi oleh ion OH- membentuk gugus ─OH dan atau bereaksi dengan gugus ─OH (kitosan atau PVA) membentuk ikatan eter. Tidak teridentifikasinya serapan pada bilangan glombang di sekitar 1250 cm-1 mengindikasikan bahwa gugus epoksida dari epiklorohidrin telah habis bereaksi dengan gugus ─OH. Ini diperkuat dengan berkurangnya intensitas serapan dari vibrasi C─OH alkohol pada bilangan gelombang sekitar 1049 cm-1.
Gambar 1c merupakan spektra FTIRkitosan makropori terikat-silang glutaraldehida. Reaksi antara kitosan dengan glutaraldehida dimungkinkan dapat terjadi melalui dua cara. Pertama reaksi antara gugus aldehida dari glutaraldehida dengan gugus hidroksil pada kitosan membentuk suatu hemiasetal atau asetal.
Kedua, reaksi antara gugus aldehida dari glutaraldehida dengan gugus amina pada
kitosan membentuk suatu
imina.Bertambah tajamnya puncak serapan pada bilangan 2939 cm-1 menunjukkan bertambahnya jumlah gugus C─H yang berasal dari glutaraldehida atau PVA (Silverstein dkk. 1991). Menurut Silverstein dkk. (1991), vibrasi ulur C═N dari gugus imina dapat diinterpretasi dari serapan pada bilangan gelombang 1689 – 1471 cm-1 sehingga pembentukan gugus
B - 131 imina (C═N) hasil reaksi glutaraldehida
dengan gugus amina kitosan seharusnya dapat diverifikasi pada daerah ini. Namun demikian puncak serapan pada daerah ini bertumpang tindih dengan pita serapan gugus anion karboksilat dari pelarut kitosan yang muncul di sekitar 1650 – 1550 cm-1maupun amida primer di sekitar 1650 – 1515 cm-1(Silverstein dkk., 1991).
Walaupun karakterisasi tipe ikatan yang terbentuk pada kitosan makropori terikat- silang glutaraldehida tidak dapat memberikan data yang spesifik tetapi reaksi pengikatan-silang kitosan oleh glutaraldehida dapat diamati dari perubahan warna sampel yang mulanya kitosan tidak berwarnamenjadi berwarna kuning kecoklatan.
Dalam pengukuran swelling ratio produk kitosan makropori terikat-silang
epiklorohidrin yang digunakan adalah kitosan makroporiyang disintesis menggunakan campuran 3 ml kitosan dan 3 ml PVA, NaHCO3 0,2 gram dan konsentrasi epiklorohidrin 0,4 ml yang selanjutnya disebut KPE dan kitosan makropori terikat-silang glutaraldehida yang digunakan adalahyang disintesis menggunakan campuran 3 ml kitosan dan 3 ml PVA, NaHCO3 0,8 gram dan konsentrasi glutaraldehida 1,5 ml yang selanjutnya disebut KPG. Masing-masing produk kitosan makropori kemudian direndam dalam akuades pada pH asam (1,8), pH netral (6,2), dan pH basa (10,1) dengan variasi waktu 1, 2, 4, 6, dan 24 jam. Hasil pengamatan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Pengaruh pH dan waktu kontak terhadap swelling ratio kitosan makropori KPE
2,80 3,00 3,00
3,30 3,10
1,20 1,20 1,30 1,40 1,30
1,90
1,60 1,40 1,40 1,50
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0
1 2 4 6 24
Swelling Ratio
Waktu (jam)
pH 1.8 pH 6.2 pH 10.1
B - 132
Gambar 3. Pengaruh pH dan waktu kontak terhadap swelling ratiokitosan makropori KPG Gambar 2 dan 3menunjukkan bahwa
secara umum swelling ratio pada medium asam lebih tinggi dibandingkan swelling ratio pada medium netral atau basa, tetapi swelling ratio pada medium netral hampir sama dengan swelling ratio pada suasana basa. Namun demikian, perbedaan nilai swelling ratio kitosan makropori ini jauh lebih kecil daripada perbedaan nilai swelling ratio produk hidrogel Gupta dan Shivakumar (2010) yang mengembang pada pH 1,2 dengan swelling ratio 156 dan menyusut pada pH 7,4 hingga swelling ratio menjadi 10, sedangkan pada penelitian ini diperoleh kitosan makropori dengan swelling ratio berkisar antara 1,2 – 4,0.
Pada Gambar 2 dapat diamati bahwa pada medium asam KPE lebih mengembang dibandingkan pada medium netral dan medium basa, dimungkinkan karena pada medium asam gugus-gugus
amina terprotonasi menjadi NH3+ sehingga saling tolak menolak. Gaya tolak menolak ini mengakibatkan rantai polimer kitosan makropori mengambil posisi saling berjauhan sehingga produk kitosan makropori mengalami swelling(Gambar 4). Pada saat pH dinaikkan gugus-gugus yang terprotonasi tersebut akan kembali membentuk gugus amina bebas sehingga kembali dapat membentuk ikatan hidrogen intermolekuler.
Gambar 3 menunjukkan swelling ratio kitosan makropori KPG hampir sama pada medium asam, netral maupun basa.
Ini dimungkinkan dapat terjadi karena sebagian besar gugus amina pada KPG telah bereaksi dengan agen pengikat-silang sehingga gugus amina bebas yang terprotonasi tidak banyak atau tidak ada dan tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kemampuan swelling.
2,90 3,20
3,70 4,00
3,70
2,60 2,80 3,10 3,00 3,10
2,90 2,90
3,50
3,10 3,40
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0
1 2 4 6 24
Swelling Ratio
Waktu (Jam)
pH 1,8 pH 6,2 pH 10,1
B - 133
Gambar 4. Skema terjadinya swelling pada kitosan makropori dalam suasana asam.
Gambar 5. Rerata swelling ratio kitosan makropori terikat-silang epiklohidrin (KPE) dan glutaraldehida (KPG) pada medium asam, netral, dan basa
Gambar 5 menunjukkan bahwa KPG lebih mengembang dibanding KPE baik itu dalam suasana asam, netral, maupun basa.
Ini mengindikasikan kitosan makropori EKH banyak mengandung gugus amina (−NH2) dari kitosan, selain itu kitosan makropori ini juga banyak mengandung gugus hidroksil (−OH) yang berasal dari PVA. Keadaan ini memungkinkan banyak terbentuk interaksi ikatan hidrogen antara gugus amina dan gugus hidroksil.
Berdasarkan reaksi pengikatan-silang kitosan dengan glutaraldehida menurut Gonçalves dkk (2005) yang cenderung
terjadi pada gugus amina kitosan, mengindikasikan bahwa KPG lebih dominan memiliki gugus hidroksil baik itu berasal dari kitosan maupun PVA sehingga dimungkinkan banyak terbentuk interaksi ikatan hidrogen antar gugus hidroksil tersebut. Energi disosiasi beberapa ikatan hidrogen dapat dilihat pada Tabel 1.
NH2
NH2
H2N
NH2
H2
N
H2N H
+H3N
+H3N
+H3N
NH3+
+H3N
NH3+ +
3,04 1,28 1,46
3,50 2,92 3,16
A S A M N E T R A L B A S A
SWELLING RATIO
KPE KPG
B - 134
Tabel 1. Energi disosiasi kira-kira dari beberapa ikatan hidrogen (Fessenden & Fessenden, 1986)
Jenis ikatan hidrogen
Energi disosiasi kira- kira
(kkal/mol) │
─O─H ---:N─
│
7
│
─O─H ---:O─ 5
│ │
─N─H ---:N─
│
3
Berdasarkan Tabel 1 ikatan hidrogen antara gugus amina dan gugus hidroksil memiliki energi disosiasi yang lebih besar jika dibandingkan ikatan hidrogen antar gugus hidroksil. Energi disosiasi yang lebih besar mengindikasikan energi
ikatannya juga lebih kuat, sehingga ikatan hidrogen yang mungkin terjadi pada KPE lebih kuat jika dibandingkan KPG dan menyebabkan kitosan makropori ini kurang mengembang.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian,
produk kitosan makropori dengan menggunakan glutaraldehida sebagai agen pengikat-silang memiliki swelling ratio yang lebih tinggi dibandingkan kitosan makropori dengan menggunakan epiklorohidrin sebagai agen pengikat silang. Secara umum, kitosan makropori terikat silang epiklorohidrin maupun glutaraldehida lebih mengembang pada
medium asamdengan swelling ratio berkisar antara 1,2 – 4,0.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktur Beasiswa BPPS dan Fakultas MIPA Unlam atas bantuan biaya penelitian dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.
B - 135 DAFTAR PUSTAKA
Torres MA, Beppu MM, dan Santana CC, 2007. Characterization of Chemically Modified Chitosan Microspheres as Adsorbents Using Standard Proteins (Bovine Serum Albumin and Lysozyme). Brazilian
Journal of Chemical
Engineering.24: 325–336.
Wan Ngah WS, Ghani SA, dan Kamari A, 2005. Adsorption Behaviour of Fe(II) and Fe(III) Ions in Aqueous Solution on Chitosan and Cross- Linked Chitosan Beads. Bioresource Technology.96: 443–450.
Wan Ngah WS, Hanafiah MAKM, dan Yong SS, 2008. Adsorption of Humic Acid from Aqueous Solutions on Crosslinked Chitosan–
Epichlorohydrin Beads: Kinetics and Isotherm Studies. Colloids and Surfaces B: Biointerfaces. 65: 18–
24.
Wang T, Turhan M, Gunasekaram S, 2004. Selected Properties of pH- Sensitive, Biodegradable Chitosan- Poly(vinyl alcohol) hydrogel. Society of Chemical Industry, Polymer International. 53: 911–918.
Gonçalves VL, Laranjeira MCM, Fávere VT, 2005. Effect of Crosslinking
Agents on Chitosan Microspheres in Controlled Release of Diclofenac Natrium. Polímeros: Ciência e Tecnologia. 15: 6–12.
Gupta NV, dan Shivakumar HG, 2010.
Preparation and Characterization of Superporous Hydrogels as Gastroretentive Drug Delivery System for Rosiglitazone Maleate.DARU.18: 200–210.
Costa-Jủnior ES, Barbosa-Stancioli EF, Mansur AAP, Vasconcelos WL, dan Mansur HS, 2009. Preparation and
Characterization of
Chitosan/Poly(Vinyl Alcohol) Chemically Crosslinked Blends for Biomedical Applications.
Carbohydrate Polymer. 76. 472–
481.
Sastrohamidjojo H, 2001. Spektroskopi, Edisi ke-2. Liberty Yogyakarta.
Yogyakarta.
Silverstein RM, Bassler GC, and Morrill TC, 1991. Spectrometric Identification of Organic Compound.
John Wiley & Sons Inc. New York.
Fessenden RJ, dan Fessenden JS, 1986.
Kimia Organik, Jilid 1 & 2. Edisi ketiga, (diterjemahkan oleh: A. H.
Pudjaatmaka). Erlangga. Jakarta.