• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN GLASSER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN GLASSER"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 TAKA BONERATE KAB. KEPULAUAN SELAYAR

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Ujian Skripsi pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh ANDI RISNA 105 33 5805 09

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2014

(2)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulilih segala Puji syukur kehadirat Allah Swt Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad saw beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu eksis membantu perjuangan beliau dalam menegakkan Dinullah di muka bumi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa sejak awal sampai selesainya skripsi ini cukup banyak hambatan, akan tetapi dengan adanya kemauan dan ketekunan penulis serta berkat uluran tangan dari insan-insan yang telah digerakkan hatinya oleh sang Khalik untuk memberikan dukungan, bantuan, dan bimbingan, sehingga segala hambatan dapat penulis atasi. Oleh oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada mereka yang telah memberikan andilnya sampai skripsi ini dapat diwujudkkan.

(3)

ix

M. Pd selaku pembimbing I dan Syekh Adi Wijaya selaku pembimbing II, yang dengan tulus ikhlas meluangkan waktunya memberikan petunjuk, arahan dan motivasi kepada penulis sejak awal hingga selesainya skripsi ini.

Ucapan terima kasih diucapkan pula kepada Dr. H. Irwan Akib, M.Pd, Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar. Dr. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Dr.Munirah,M.Pd, Ketua Program Studi pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar Syekh Adi Wijaya Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar,para dosen jurusan pendidikan bahasa dan sastra indinesia Universitas Muhammadiyah makassar.kedua orang tuaku yang senantiasa bantuan doa dan material selama mengikuti perkuliahan.

Terlalu banyak orang yang berjasa dan menpunyai andil kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar, sehingga tidak akan muat bila dicantumkan dan dituturkan semuanya dalam ruang yang terbatas ini, kepada mereka semua tanpa terkecuali penulis ucapkan terima ksih yang teramt dalam dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

(4)

x

Akhirnya, penulis berharap bahwa apa yang disajiakan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga kesemuanya ini dapat bernilai ibadah di sisi-Nya, Amin!

Sekian dan terimakasih.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, februari 2014

Penulis

ANDI RISNA Nim : 10533580509

(5)

Andi Risna. 2014. “ImplementasiModel Pembelajaran Glasser untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri I Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar.” Skripsi. (Dibimbing oleh Munirah dan Syekh Adi Wijaya). Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Model pembelajaran glasser dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas VII SMP Negeri I Taka Bonerate Kabupaten Kepulauan Selayar. Jenis penelitian ini adalah classroom action research (penelitian tindakan kelas). Data penelitian ini adalah data proses pembelajaran dan data hasil pembelajaran. Sumber data penelitian ini adalah guru sebanyak 1 orang dan siswa kelas VII SMP Negeri 1Taka Bonerate dengan jumlah 36 orang. Teknik yang digunakan mengumpulkan data, yaitu: observasi,teknik tes dan dokumentasi. Data proses penelitian dianalisis dengan teknik kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kemampuan menulis cerpen mengalami peningkatan, baik dalam proses pembelajaran maupun hasil pembelajaran. Proses pembelajaran menulis cerpen siklus I kurang memuaskan dan suasana kelas kurang kondusif.

Siswa kurang bersemangat dalam belajar. Siswa kurang antusias dalam berdiskusi karena kurangnya pengawasan dari guru sehingga siswa merasa diabaikan. Masih terdapat beberapa siswa yang mengganggu temannya pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung.skor rata- rata kemampuan siswa pada siklus 1 (31,25%) Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi (77,08%).

Sesuai dengan hasil penelitian ini diajukan saran, yaitu guru hendaknya menerapkan model glasser dalam pembelajaran menulis cerpen penggunaan untuk menumbuhkan minat dan ketertarikan siswa dalam pembelajaranmenulis , khususnya menulis cerpen.

(6)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Standar kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia meliputi: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek keterampilan itu menjadi faktor pendukung dalam menyampaikan pikiran, gagasan, pendapat, baik secara lisan maupun tertulis, sesuai dengan konteks komunikasi yang harus dikuasai oleh pemakai bahasa.

Keterampilan menulis merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang dibutuhkan pada berbagai cabang ilmu pengetahuan. Melalui menulis, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan daya nalar, sosial, serta kebudayaan. Melalui keterampilan menulis pun seseorang dapat merekam, melaporkan, memberitahukan, menyakinkan dan mempengaruhi orang lain. Dengan keterampilan menulis yang memadai, seseorang tidak akan mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri dengan perkembangan dunia modern

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), keterampilan berbahasa memiliki empat aspek di antaranya keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Aspek menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa paling akhir dikuasai pelajar bahasa setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca.

(7)

Aspek terakhir tersebut perlu mendapatkan perhatian yang serius karena masih banyak yang berpendapat bahwa untuk menghasilkan suatu tulisan yang cukup baik itu tidaklah mudah. Pendapat ini dapat dimaklumi karena dibandingkan tiga kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai. Hal ini disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi sebuah tulisan.

Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang diperoleh melalui belajar.

Salah satu pembelajaran menulis yang penting diajarkan kepada siswa SMA adalah menulis narasi yang mengandung unsur imajinasi. Salah satu bentuk narasi adalah sugestif cerita pendek (cerpen). Menulis semacam ini dinamakan menulis kreatif.

Pada pembelajaran sastra khususnya pembelajaran menulis cerpen pada hakikatnya sama dengan menulis kreatif sastra yang lain. Menulis kreatif sastra pada dasarnya merupakan proses penciptaan karya sastra. Proses itu dimulai munculnya ide dalam benak penulis, menangkap dan merenungkan ide tersebut (biasanya dengan cara dicatat), mematangkan ide agar jelas dan utuh, membahasakan ide tersebut dan menatanya (masih dalam benak penulis), dan menuliskan ide tersebut dalam bentuk karya sastra. Keterampilan membaca dan menulis perlu mendapat perhatian khusus sebab memang sulit menumbuhkan tradisi atau kebiasaan membaca dan menulis atau mengarang. Dipihak lain, karena kita hidup dalam tradisi lisan, pelatihan mendengar dan berbicara siswa cukup banyak mendapat kesempatan dan rangsangan di luar kelas. Tradisi membaca dan menulis memang belum dapat diharapkan dari masyarakat (http://one.indoskripsi.com/node/8907).

(8)

3

Menulis cerpen sebagai salah satu kemampuan menulis kreatif mengharuskan penulis untuk berpikir kreatif dan mengembangkan imajinasinya setinggi-tinggi dan seluas-luasnya. Dalam menulis cerpen, penulis dituntut untuk mengkreasikan karangannya dengan tetap memperhatikan struktur cerpen, kemenarikan, dan keunikan dari sebuah cerpen. Oleh karena itu, siswa diharapkan dapat menciptakan atau menulis sebuah cerpen yang baik.

Pembelajaran menulis prosa seperti cerpen, semua komponen belajar tidak boleh diabaikan. Salah satu komponen yang perlu mendapat perhatian adalah penggunaan model pembelajaran yang saling terkait dengan komponen lainnya, misalnya guru, tujuan pelajaran, materi, sistem pengajaran, sumber manajemen interaksi belajar, evaluasi, murid, dan media pembelajaran.

Pada saat guru mendesain suatu program pengajaran, seyogyanya komponen- komponen tersebut perlu diperhatikan. Salah satu komponen pengajaran adalah pemanfaatan model pembelajaran. Model pembelajaran berperan sebagai alat bantu dalam menghantarkan atau menyampaikan pesan, dalam hal ini materi pelajaran.

model pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran glesser.

Model pembelajaran glasser merupakan model pembelajaran yang bervariati yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran.

Penelitian tentang pengembangan pembelajaran menulis telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, antara lain: Atika (2008) yang menyimpulkan bahwa

(9)

kemampuan menulis wacana deskripsi berdasarkan observasi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar belum memadai dan Iskandar (2001) yang menyimpulkan bahwa kemampuan siswa kelas II SMUN 1 Bajeng menulis wacana persuasi belum memadai. Meskipun penelitian mengenai keterampilan menulis telah banyak dilakukan, peneliti tetap menganggap bahwa penelitian sejenis masih perlu dilakukan untuk menemukan berbagai alternatif teknik dan media dalam membelajarkan keterampilan menulis khususnya meulis cerpen kepada siswa. Hal ini mengingat kenyataan bahwa keterampilan siswa dalam menulis cerpen masih rendah, belum memuaskan, dan masih perlu dicarikan teknik-teknik yang efektif dan media yang mendukung untuk membelajarkan keterampilan siswa dalam menulis cerpen.

Selain itu, survei awal yang dilakukan penulis pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Taka Bonerate Kab. Kepulauan Selayar, ditemukan bahwa masih banyak di antara mereka yang belum dapat membuat cerpen. Berdasarkan beberapa hal di atas dan, penulis berinisiatif dan tertarik melakukan penelitian dengan judul implementasi model pembelajaran glasser dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Taka Bonerate Kab. Kepulauan Selayar

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah implementasi model pembelajaran glasser dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Taka Bonerate Kab. Kepulauan Selayar?

(10)

5

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yakni

1. Untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Taka Bonerate Kab. Kepulauan Selayar dengan menerapkan model pembelajaran glasser.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah manfaat teoritis dan secara praktis.

1. Manfaat teoritis Diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih rinci dan mendalam tentang kemampuan menulis cerpen dengan media karikatur siswa kelas VII SMP Negeri 1 Taka Bonerate Kab.

Kepulauan Selayar.

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

a. Bagi guru, dapat mendorong inisiatif guru untuk mengembangkan jenis keterampilan menulis khususnya dalam pembelajaran menulis cerpen, serta dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk memecahkan masalah kemampuan menulis cerpen di SMP,

b. Bagi siswa, dapat mengingatkan daya kreatifitas menulis cerpen dengan menggunakan media karikatur,

c. dalam proses pengajaran, dapat meningkatkan kualitas kemampuan menulis cerpen di SMP

(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

Tinjauan pustaka yang diuraikan dalam penelitian ini pada dasarnya dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian. Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti, kerangka teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini diuraikan sebagai berikut :

1. Model Pembelajaran Glesser a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya sistematik dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik melakukan belajar (Sudjana, S. 2005: 8).

Menurut Arief S. Sadiman, pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik (M. Sobry Sutikno, 2005: 27).

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2003:57). Manusia yang terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Sedangkan material yang terlibat meliputi buku-buku, papan tulis, atau berbagai media lainnya. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruang kelas,

(12)

7

perlengkapan audio visual, juga komputer. Dan prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek, belajar, ujian dan sebagainya.

Pembelajaran efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan pembelajaran sesuai dengan harapan (M. Sobry Sutikno, 2005:39).

b. Model Pembelajaran

Sebuah model pembelajaran adalah sebuah rencana atau pola yang mengorganisasikan pembelajaran dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan materi pembelajaran. Model pembelajaran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan ajaran yang akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual maupun secara kelompok.

Joice dan Well (Syarifuddin, 2005:182) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah deskripsi dari lingkungan pembelajaran yang bergerak dari perencanaan kurikulum, mata pelajaran, buku latihan kerja program, multimedia, bantuan kompetensi untuk program pembelajaran. Dengan kata lain, model pembelajaran adalah bantuan alat-alat yang mempermudah siswa dalam belajar. Jadi keberadaan model pengajaran adalah berfungsi membantu siswa memperoleh informasi, gagasan, keterampilan, nilai-nilai, cara berfikir, dan pengertian yang diekspresikan mereka.

Sintaks atau model pembelajaran merupakan alur keseluruhan urutan langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran. Sintaks model pembelajaran menunjukkan dengan jelas urutan kegiatan dan tugas serta langkah- langkah khusus yang perlu dilakukan oleh guru dan siswa

(13)

c. Hakikat Model Pembelajaran Glesser 2. Kemampuan Menulis Cerpen a. Pengertian Menulis

Banyak buku yang membahas tentang menulis. Menulis tidaklah dipandang dari satu sisi lain saja, melainkan banyak sisi yang dijadikan acuan oleh seseorang untuk memberikan pengertian koherensif tentang menulis. Dalam kamus besar bahasa Indonesia., menulis berarti melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan.

Menulis adalah kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan tulisan.

Orang melakukan kegiatan coret mencoret di tembok itu juga bias dikatakan dia sedang menulis, dengan atau tanpa maksud dan perangkat tertentu (Nurdin ,2007:4),

Lanjut Menurut Nurdin, menulis adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulis pada orang lain agar mudah dipahami. Definisi ini mengungkapkan bahwa menulis yang baik adalah menulis yang bias dipahami orang lain.

Aktivitas menulis merupakan bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai pelajar bahasa setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca dibanding tiga kemampuan berbahasa yang lain.

Kemampuan menulis lebih sulit dikuasai oleh penutur bahasa asli yang bersangkutan sekalipun. Hal ini disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi karangan( Nurgiantoro, 1987:270)

Menulis atau mengarang adalah suatu proses yang menggunakan lambang- lambang (huruf) untuk menyusun, mencatat, dan mengkomunikasikan serta dapat

(14)

9

menampung aspirasi atau makna yang ingin disampaikan itu dapat berupa tulisan yang menghibur, memberi informasi, mempengaruhi, dan menambah pengetahuan (Damadi,1962:21)

b. Kegiatan Menulis pada Umumnya

Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern sekarang ini peranan komunikasi dengan bahasa tulis semakin penting. Sejumlah penemuan dalam berbagai ilmu pengetahuan “diabadikan “ dengan menggunakan tulisan, baik berupa artikel, buku, mikrofilm maupun yang disebarkan melalui website di internet. Keadaan semacam ini, maupun yang disebarkan melalui websisde di internet. Keadaan semacam itu menuntut pembelajaran untuk menguasai keterampilan menulis, terutama menulis karya ilmiah(Syafie, 1984).

Kegiatan menulis pada dasarnya adalah suatu bentuk kegiatan berpikir yang membangkitkan pengetahuan dan pengalaman seseorang yang tersimpan dalam alam bawah sadar. Tujuan kegiatan menulis adalah untuk menghasilkan ide-ide baru, menyerap, dan menguasai informasi baru. Ada tiga unsur pokok yang perlu mendapatkan perhatian bagi seorang penulis adalah cara penemuan, penataan, dan gaya penulisan. Unsur penemuan merupakan proses didapatkan ide yang akan ditulis.

Meskipun banyak penulis berproses bersifat intuitif, cara mengarahkan dapat dipelajari dengan jalan menggunakan prosedur formal. Yang dimaksudkan unsur penataan adalah sebuah proses penemuan dasar-dasar pengaturan yang memungkinkan diorganisasikan ide-ide sedemikian rupa muda dipahami dan dipercayai pembaca, sedangkan unsur gaya adalah proses penentuan pilihan mengenai struktur kalimat dan diksi yang dipakai dalam tulisan.

(15)

Sebuah tulisan dikatakan baik, apabila dapat dipahami oleh pembaca.

Pemahaman terhadap ide dan konsep subjek oleh pembaca hanya dapat terjadi apabila gagasan tersebut dituangkan secara runtut, sistematis, objektif. Sebuah tulisan dapat dipahami dengan baik oleh pembaca apabila memiliki penalaran yang baik. Sebuah tulisan dianggap baik apabila memiliki ciri-ciri: bermakna, jelas, bulat dan utuh, ekonomis, dan memenuhi kaidah-kaidah gramatikal.

Tulisan yang baik haruslah mencerminkan suatu pernyataan yang bermakna bagi seseorang dan mempunyai bukti yang kuat terhadap apa yang ditulis. Tulisan yang hanya mengulang apa yang diketahui kebanyakan pembacanya akan membosankan. Untuk menghasilkan tulisan yang baik, subjek, harus terlebih dahulu memahami sifat pembaca, kemudian menyesuaikan dengan tulisannya.

Sebuah tulisan dikatakan jelas, jika pembaca dapat membacanya dengan kecepatan yang tepat dan menangkap maknanya dengan cara yang wajar. Tulisan yang jelas tidak harus sederhana, meskipun tidak sering demikian. Pengarang yang akan menulis dengan jelas, biasanya akan menggunakan berbagai jenis strategi, ada strategi yang khusus, dan ada pula strategi yang khusus.

Sebuah tulisan dikatakan padu dan utuh, jika pembaca dapat memahaminya dengan baik karena diorganisasikan secara wajar, dan pembaca merasa tidak tersesat oleh pengaruh alur pikiran subjek. Penulis yang baik tidak akan membiarkan waktu pembaca dengan sia-sia, sehingga ia akan membuang semua kata yang berlebihan dari tulisannya. Seorang penulis yang ingin mengikat perhatian pembacanya haruslah berusaha terus untuk menjaga agar karangannya tetap padat dan lurus ke depan.

(16)

11

Dikategorikan tulisan yang akan mematuhi kaidah gramatikal, jika tilisan itu menggunakan bahasa baku. Bahasa baku itu pada umumnya dipakai oleh kebanyakan anggota masyarakat berpendidikan dalam komunikasi formal, baik dalam komunikasi lisan maupun dalam komunikasi tulis. Dalam komunikasi lisan, ragam formal, penggunaan bahasa baku sering dijumpai pada kegiatan ilmiah, seperti seminar, simposium, atau yang digunakan dalam siaran radio atau televisi pemerintah, dalam komunikasi tulis, penggunaan bahasa baku sering dijumpai dalam bahasa majalah, surat kabar, jurnal (Tompkins, 1994: 102).

c. Cerita Pendek

1). Pengertian Cerita Pendek

Brander Mathewa (Lubis, 1960: 12) dalam bukunya “ The Philoshpy of The stori” meletakkan aksesnya terhadap bentuk. Ia mengatakan bahwa bukan cerita pendek jika tidak ada sesuatu yang diceritakan.

Cerpen adalah cerita yang membatasi diri dalam membahas salah satu unsur fisik dalam aspek yang terecil. Kependekan sebuah cerpen bukan karena bentuknya yang jauh lebih pendek dari novel, tetapi aspek masalahnya yang sangat dibatasi (Sumardjo dalam Nurlinda, 1992: 23).

Di samping ceritanya yang pendek. Cerpen juga merupakan satu kebulatan ide. Semua bagian dari sebuah cerpen mesti terikat pada satu kesatuan jiwa, pendek, dan lengkap. Cerpen juga harus mengandung interpretasi pengarangnnya tentang konsepsinya mengenai kehidupan. Baik langsung maupun tidak langsung. Sebuah cerpen harus menimbulkan perasaan pada pembacanya dan mampu mengahati jalan ceritanya. Selanjutnya cerpen juga mengandung detail-detail dan isiden-insiden yang

(17)

terpilih dengan sengaja dan bias menimbulkan pertanyaan-pertanyaan bagi pembacanya (Lubis, 1960: 1). Dari segi jumlah kata-katanya cerpen juga lebih pendek jika dibandingan dengan novel (Steinmen dan Willen dalam fatmawati, 1992:

18).

Cerpen adalah karangan berbentuk prosa pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan esan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada salah satu tokoh dalam suatu situasi (Tim Yayasan Pendidikan Haster, 1994: 155-156).

Selanjutnya, Hendy (Suyuti, 1997: 184) mengemukakan bahwa cerpen adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang isinya merupakan kisahan pendek yang mengandung kesan tunggal. Suyuti (1997: 6) berpendapat bahwa cerpen merupakkan fiksi yang dibaca selesai dalam sekali duduk dan ceritanya cukup dapat memangkitkan efek tertentu dalam diri pembaca.

Mathew (Kembong Daeng , 2004: 17-18) menyatakan bahwa suatu sketsa pribadi, sebuah catatan kejadian atau peristiwa, sebuah percakapan atau catatan harian bukanlah cerita pendek. Hal itu baru menjadi cerpen bila ada perubahan dalam bentuk sikap menulis dan tujuan pengarangnya. Conby (Kembong Daeng, 2004: 17- 18) memaparkan bahwa kesan yang satu dah hidup itulah seharusnya hasil sebuah cerpen. Jadi cerpen adalah suatu cerita yang melukiskan suatu peristiwa (kejadian) yang menyangkut persoalan jiwa atau kehidupan manusia (Kembong Daeng, 2004:

17-18).

2). Ciri-ciri Cerita Pendek

Ada tiga unsur yang dijadikan cirri penanda sebuah cerpen adalah:

(18)

13

a) Lingkupnya yang pendek, yakni kemampuannya mengungkapkan ruang lingkup yang cukup besar dalam tuturan yang pendek. Dengan kependekannya, cerpen mampu mengungkapkan masalah kemanusiaan yang begitu kompleks.

b) Teknik penyampaian yang padat. Di dalam cerpen yang ditemukan kepadatan makna, kekayaan tektur, kekompakan bentuk. Dalam sebuah cerpen tiap kata, setiap baris, bahkan pada strukturnya mengandung unsur-unsur sugestif yang menawan. pengungkapan dengan kata, frase, atau kalimat sederhana, tetapi mengandung makna besar. Tentang kekuatan sugestif, Joseph Conrad Rizanur Gani 1988: 201) menyatakan “ cerpen selalu menyentuh tenpramen, seperti lukisan, musik, dan seni yang lain. Sentuhan dan inbauan itu agar lebih efektif kesan-kesannya haruslah disampaikan melalui rasa, kesan itu, baik kepada pribadi maupun kelompok, tidak hanya melalui persuasi.

c) Efek yang padu. Kepaduan ini agaknya menuntut pembaca secara psikologis dalam proses pemahaman cerpen tersebut, seperti tuntutan intuitif yang dihadapi penulis ketika menyusunnya.

Hendy (Suyuti, 1997: 184) mengemukakan ciri-ciri cerpen, yaitu:

a) Alur ceritanya rapat.

b) Berfokus pada satu klimaks.

Ayip Rosidi (Badrun, 1983: 39) mengatakan bahwa cerita pendek merupakan cerita yang yang pendek dan merupakan suatu kebulatan ide. Untuk menentukan sebuah karangan termasuk cerita pendek atau bukan, maka kita lihat cirri-cirinya:

a) Cerita pendek mengandung interpretasi pengarang tentang kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

(19)

b) Ditimbulkan suatu efek dalam pikiran pembaca dan juga harus menarik perhatian.

c) Cerita pendek mengandung detail dan insiden yang dipilih dan dapat menimbulkan pertanyaan dalam pikiran pembaca.

d) Jalan cerita pendek dan dikuasai oleh insiden.

e) Dalam cerita pendek harus ada seorang pelaku utama.

f) Cerita pendek menyajikan satu kesan tunggal.

g) Cerita pendek menyajikan satu emosi saja.

h) Cerita pendek tergantung pada situasi dan hanya satu situasi

i) Jumlah kata cerita pendek di bawah 10.000 dan tidak lebih dari 33 halaman.

Cerpen modern biasanya menempakkan kepaduan itu pada materinya yang tematik, dalam rangka membangun suatu kilasan wawasan yang sekoyong-koyong memunculkan keseluruhan pesannya. Penulis cerpen dengan cekatan menjalin perwatakan, episode, atau gaya yang tidak ada hubungan menjadi satu kesatuan dan fungsi yang membangun kepaduan, yaitu kepaduan gagasan, semangat, atau esensi pesan dalam cerita tersebut.

Pengalaman pribadi dalam arti apresiasi yang kaya tentang sastra membuat pembaca terpikat menikmati sebuah cerpen. Bukan semata oleh isi cerpen yang menarik, tetapi yang pokok adalah penemuan watak orang yang telah digaris bawahi oleh pengarang.

(20)

15

Sebuah cerpen pada dasarnya menuntut adanya perwatakan yang jelas pada tokoh cerita. Sang tokoh merupakan ide sentral dari cerita. Cerita semula dari sang tokoh dan nantinya berakhir pada nasib yang menimpa sang tokoh itu pula.

Bentuk cerpen sebagai karya sastra, lahir dan berdiri dengan keunikan yang tersendiri. Cerpen adalah seni bercerita, di dalam perwujudannya tidak biasa dipisahkan antara isi dan bentuknya. Isi yang menarik serta berbobot mesti diimbangi dengan bentuk yang memudahkan gaya berbahasa dengan gaya bercerita. Cerpen juga membutuhkan kepekaan penulisnya untuk bersifat ekonomis dan memilih dalam segala hal. Dengan pembatasan ini maka sebuah masalah yang dipaparkan akan tergambarkan lebih jelas dan lebih mengesankan bagi pembaca. Dengan demikian kesan yang ditinggalkan oleh sebuah cerpen tajam dan dalam sehingga sekali membacanya tidak akan mudah melupakannya. Cerpen tidak membutuhkan waktu yang lama untuk dibaca dan dipahami. Seperti pandangan Hudson” Cerpen adalah cerita yang mudah dibaca dalam sekali duduk” (Jassin, 1953: 41).

d. Jenis-jenis Cerita Pendek

Menurut badrun (1983: 40) cerita pendek terbagi dua, yaitu:

1) Short-short story (ceita pendek yang pendek).

2) Long short story (cerita pendek yang panjang).

Badrun (1983: 40) mengemukakan bahwa Short-short story ialah cerita pendek yang jumlah kata-katanya di bawah 5. 000 kata atau 16 halaman kuarto, spasi rangkap, dan tidak dapat dibaca seperempat jam, sedangkan long short story ialah cerita pendek yang jumlah kata-katanya 5. 000 kata atau 33 halaman kuarto, spasi rangkap, dan dapat dibaca dalam waktu kira-kira setengan jam.

(21)

Berhubung kita sering menjumpai cerita pendek yang panjang dan novel yang pendek, maka perlu diuraikan perbedaan kedua hal itu. Taringan (1995: 63) mengemukakan perbedaan cerita pendek dan novel sebagai berikut:

a) Dalam cerita pendek hal-hal yang singkat dan intensif lebih diutamakan daripada dalam novel.

b) Jalan cerita cerita pendek lebih cepat daripada novel.

c) Ruang lingkup cerita pendek lebih sempit dan seleksi persoalan lebih ketat, sedangkan dalam novel ruang lingkupnya lebih luas dan uraiannya lebih panjang.

d) Cerita pendek menyajikan satu kesatuan efek, sedangkan dalam novel menyajikan lebih dari satu emosi.

e) Cerita pendek menyajikan satu kesatuan efek, sedangkan dalam novel menyajikan lebih dari satu kesatuan efek.

f) Cerita pendek bergantung pada situasi dan hanya satu situasi, sedangkan novel tergantung pada pelaku atau perwatakan atau mungkin lebih dari satu perwatakan.

g) Cerita pendek menyajikan satu impresi, sedangkan novel menyajikan satu inpresi, jumlah kata-kata cerpen hanya 10.000, sedangkan novel lebih dari 35.000 kata.

h) Jumlah halaman cerpen maksimum 33 halaman kuarto spasi rangkap sedangkan novel jumlah halamannya minimum 100 halaman kuarto spasi rangkap.

(22)

17

i) Jumlah waktu untuk membaca cerita pendek 10-30 menit, sedangkan untuk membaca novel minimum dua jam.

e. Unsur-unsur Cerita Pendek

Untuk memahami secara mendasar sebuah cerita pendek, perlu dikaji dengan seksama enam aspek utama yaitu: 1. alur (plot), 2. Perwatakan (character), 3. sudung pandang (pion of view), 4. teknik penceritaan, 5. tempat dan waktu (setting), 6. tema (theme). Sehubungan dengan aspek cerpen, Gutus siagian dalam artikelnya”

Beberapa petunjuk pengarang” menyebutkan beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam cerita pendek: 1. tema atau dasar, 2. plot, 3. lukisan watak (character delianetion), 4. pembayangan (foresyadowing, suspense), 5. kelangsungan dan suasana (immediacy dan atmosphere), dan 6. pemusatan dan kesatuan.

Menurut Badrun (1983: 39), unsure-unsur yang membangun cerita pendek meliputi tema, amanat, plot, latar, tokoh, penokohan, titik pengisahan, dan gaya bahasa.

1) Tema

Tema sering kita sebut juga dasar cerita, yakni pokok permasalahan yang mendomonasi suatu karya sastra. Ia terasa dan mewarnai karya sastra tersebut dari halaman pertama hingga halaman terakhir. Hakikatnya tema adalah permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun cerita atau karya sastra tersebut, sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pangarang dengan karya sastra itu.

Tema suatu karya sastra tersurat dan dapat pula tersirat. Disebut tersurat apabila tema tersebut dengan jelas dinyatakan oleh pengarangnya. Disebut tersirat

(23)

apabila tidak secara tegas dinyatakan, tetapi terasa dalam keseluruhan cerita yang disebut pengarang.

Menurut jenisnya, tema dapat dibedakan atas dua macam, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah tema pokok, yakni permasalahan yang paling domonan menjiwai suatu karya sastra, sedangkan tema minor yang sering disebut tema bawahan adalah permasalahan yang merupakan cabang dari tema mayor.

Wujudnya dapat berupa akibat lebih lanjut yang ditimbulkan oleh tema mayor.

Sebagai contoh dapat kita ambil, misalnya novel Sitti Nurbaya. Tema mayor novel ini adalah pertentangan antara adat Timur dan adat Barat. Sementara itu, tema minornya adalah kawin paksa.

2). Alur (plot)

Alur (plot), yakni cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab-akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh.

Plot suatu cerita biasanya terdiri atas lima bagian, yaitu:

a) Pemaparan atau pendahuluan, yakni bagian cerita tempat pengarang mulai melukiskan suatu keadaan yang merupakan awal cerita.

b) Perwatakan, yakni bagian yang yang melukiskan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita yang mulai bergerak. Mulai bagian ini secara bertahap terasakan adanya konflik dalam karya tersebut. Konflik itu dapat terjadi antar tokoh, antara tokoh dengan masyrakat sekitarnya, atau tokoh dengan hati nuraninya sendiri.

(24)

19

c) Penanjakan, yakni bagian cerita yang melukiskan konflik-konflik seperti disebutkan di atas memulai memuncak.

d) Puncak atau klimaks, yakni bagian cerita yang melukiskan peristiwa mencapai puncaknya. Bagian ini dapat berupa bertemunya dua tokoh yang sebelumnya saling mencari, atau dapat pula berupa terjadinya perkelahian antara dua tokoh yang sebelumnya digambarkan saling mengancam.

e) Peleraian, yakni bagian cerita tempat pengarang memberikan pemecahan dari semua peristiwa yang terjadi dalam cerita atau bagian-bagian sebelumnya.

Dilihat dari cara penyusunan bagian-bagian plot atau alur dapat dibedakan menjadi alur lurus dan alur sorot balik (flash back). Suatu cerita disebut beralur lurus apabila cerita tersebut disusun mulai kejadian awal diteruskan dengan kejadian- kejadian berikutnya dan berakhir pada pemecahan permasalahn. Apabila suatu cerita disusun secara sebaliknya, yakni dari bagian akhir dan bergerak ke muka menuju titik awal cerita, alur cerita demikian disebut alur sorot balik.

Selain itu, ada pula cerita yang menggunakan kedua alur tersebut secara bergantian. Maksudnya, sebagian ceritanya menggunakan alur lurus dan sebagian menggunkan laur sorot balik. Akan tetapi, keduanya dijalin dalam kesatuan yang padu sehingga tidak menimbulkan kesan adanya dua buah cerita atau peristiwa yang terpisah baik waktu maupun kejadiannya.

Kalau dilihat dari padu atau tidaknya alur dalam sebuah cerita, alur dapat dibedakan menjadi alur rapat dan alur renggang. Suatu cerita, cerpen atau novel, dikatakan beralur rapat apabila dalam cerita tersebut hanya terdapat alur atau

(25)

perkembangan cerita yang berkisar pada tokoh utama, adapula perkembangan cerita yang berkisar pada tokoh-tokoh lain yang disebut alur longgar.

3). Penokohan (karakter)

Penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adap-istiadatnya dan sebagainya.

Ada tiga macam cara yang sering digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh ceritanya, yaitu dengan cara langsung, cara tidak langsung, dan cara campuran.

Cara langsung atau yang disebut juga cara anlitik, artinya si pengarang secara terurai menggambarkan ceritanya, bagaimana perwatakan tokoh cerita itu. Jadi, diceritakan secara langsung watak yang dikehendaki pengarang, bilamana pengarang hendak menggambarkan orang yang lemah lembut dikatakan bahwa ia lemah lembut atau yang keras kepala digambarkan langsung dengan kata-kata pengarang sendiri dan seterusnya.

Apabila pengarang secara tersamar dalam memberitahukan wujud atau keadaan tokoh ceritanya, maka dikatakan pelukisan tokohnya sebagai secara tidak langsung atau cara dramatik. Termasuk ke dalam cara tidak langsung ini adalah:

a) Dengan gambaran tentang lingkungan atau tindakan dan sifat-sifat lahir lainnya, untuk menggambarkan watak orang ceroboh digambarkan dengan pakaian yang tidak rapi, rambutnya yang tidak disisir, dan lain-lain.

b) Dengan melukiskan sikap tokoh dalam menanggapi suatu kejadian atau peristiwa dan sebagainya, melalui cara ini pembaca dapat mengetahui apakah

(26)

21

tokoh cerita tersebut seseorang yang berpendidikan, acuh tak acuh, yang besar rasa kemanusiaanya atau tidak, dan sebagainya.

c) Dengan melukiskan bagaimana tanggapan tokoh-tokoh lain dalam cerita bersangkutan.

Dalam kenyataan kedua cara tersebut biasanya dipakai pengarang secara berganti-ganti atau dapat mencampurkan antara cara-cara a dan b bersama-sama yang biasanya disebut cara campuran. Jadi, dengan kata lain, dalam sebuah novel atau cerpen umumnya tidak akan dijumpai pelukisan tokoh secara langsung saja atau tidak langsung saja..

4) Sudut Pandang

Sudut pandang pada dasarnya adalah visi pengarang bahwa ia merupakan pandangan yang diambil oleh pengarang untuk melihat peristiwa dan kejadian dalam cerita (Sayuti : 2000). Sudut pandang adalah tempat penceritaan dalam hubungan dengan cerita, dari sudut dari sudut mana penceritaan menyampaikan kisahnya. Sudut pandang dilihat dari aspek posisi pengarang dan pusat pengisahan pada posisi penceritaan (Wahid, 2004:83).

Ada empat perwujudan pusat pengisahan yaitu: 1)tokoh utama menyampaikan kisah diri, jadi kisahan oleh tokoh utama dengan sorotan pada tokoh utama pula.

2)tokoh bawahan menyampaikan kisah tentang tokoh utama, jadi kisahan oleh tokoh bawahan dengan sorotan pada tokoh utama. 3) pengarang pengamat (observer autho) menyampaikan kisah, sorotan terutama pada tokoh utama. 4) pengarang serba tahu (omniscient autho) menyampaikan kisah dari segala sudut, sorotan utama pada tokoh utama (Brooks, 1943,: 588-594).

(27)

5) Latar atau Setting

Latar adalah situasi tempat, ruang, dan waktu terjadinya cerita. Tercakup pula di dalamnya lingkungan geografis, pekerjaan, benda-benda, dan alat-alat yang berkaitan dengan tempat terjadinya cerita, waktu, suasana, dan periode sejarah.

Adanya penggunaan latar sangat mendukung terciptanya karya sastra dan menarik perhatian para pembaca atau penikmat sastra. Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang yang diceritakan (Abrams, 1981:

175).

Secara garis besar deskripsi latar fiksi dapat dikategorikan dalam tiga bagian yakni : 1) latar tempat, 2)latar waktu, 3)latar sosial. Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi, latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa dalam plot secara hisoris, latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seorang atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada disekelilingnya (Sayuti, 2000: 126-128).

Latar suatu fiksi biasanya dibedakan menjadi dua tipe yaitu: neutral setting atau latar netral dan spiritual setting atau latar spiritual. Latar netral adalah latar yang tidak memiliki kaitan yang fungsional dengan elemen fiksi lainnya, dan latar spiritual adalah latar yang memiliki kaitan fungsional dengan elemen fiksi lainnya (Sayuti, 2000: 128-131).

Ada beberapa fungsi yang dapat ditempati oleh latar fiksi misalnya:1) latar sebagai metaphora yaitu dalam sebuah fiksi kadang-kadang pembaca jumpai detail- detail latar yang berfungsi sebagai suatu proyeksi atau objektifikasi keadaan internal

(28)

23

tokoh-tokohnya atau kondisi spriritual tertentu, 2)latar sebagai atmosfer yaitu merupakan suatu hal yang lebih banyak berhubungan dengan apa yang disarankan daripada apa yang dinyatakan, 3)latar sebagai pengedepanan yaitu dapat berupa penonjolan tempat saja (Sayuti, 2000: 132).

6) Gaya Bahasa

Seorang pengarang bukan hanya sekadar bermaksud memberitahu pembaca mengenai apa yang dilakukan dan dialami tokoh ceritanya melainkan bermaksud pula mengajak pembacanya ikut serta merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh cerita.

Itulah sebabnya pengarang senantiasa akan memilih kata dan menyusunnya demikian rupa sehingga menghasilkan kalimat yang mampu mewadahi apa yanag dipikirkan dan dirasakan tokoh ceritanya tersebut.

Dalam kalimat-kalimat khusus yang biasa dikenal dengan pigura-pigura bahasa dengan aneka jenisnya seperti: metafora, metonomia, hiperbola, litotes, pleonasme,dan lain-lain.

Secara singkat akan dipaparkan sebagai berikut:

a) Metafora adalah pemakaian kata atau ungkapan lain untuk obyek atau konsep lain berdasarkan kias atau persamaan, misalnya: kaki gunung atau kaki meja berdasarkan kias pada kaki manusia.

b) Metonimia adalah pemakaian nama untuk benda lain yang berasosiasi atau menjadi atributnya, misalnya: Si kacamata untuk seseorang yang berkacamata.

c) Hiperbola adalah hal melebih-lebihkan sesuatu, misalnya dalam kalimat Saya mengucapkan beribu-ribu terima kasih.

(29)

d) Litotes adalah pernyataan yang memperkecil sesuatu, misalnya untuk mengatakan pandai orang memakai kalimat Ia tidak bodoh

e) Pleonasme adalah pemakaian kata-kata lebih daripada yang diperlukan, misalnya dalam kalimat kita harus dan wajib menghormati peraturan ini (Kridalaksana, 2001: 73, 131, 136-137).

B. Kerangka Pikir

Dalam menulis aspek kesastraan, siswa diharapkan mampu menulis kreatif.

Salah satu contoh pembelajaran menulis yang penting diajarkan kepada siswa SMP adalah menulis narasi yang mengandung unsur imajinasi seperti cerpen. Sumber inspirasi dalam menulis cerpen dengan media karikatur. Berbagai pemikiran yang melandasi penelitian ini bahwa menulis merupakan salah satu jenis kegiatan apresiasi sastra yang tidak dapat diabaikan kehadirannya. Namun fakta membuktikan bahwa begitu banyak siswa yang mampu menulis cerpen dengan baik. Hal ini di sebabkan kurangnya minat dan motivasi siswa untuk menulis cerpen, kurangnya latihan menulis cerpen bagi siswa baik di rumah maupun di sekolah, serta kemampuan siswa untuk menyusun konsep-konsep yang ada dalam pikiran mereka secara apik.

Selain itu, pemikiran lain yang melandasi penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang kemampuan menulis cerpen siswa kelas VII VII SMP Negeri 1 Taka Bonerate Kab. Kepulauan Selayar dari model pembelajaran glesser. Hasil karangan siswa akan dianalisis dengan kriteria yang telah ditetapkan sehingga diperoleh data informasi tentang siswa yang mampu dan siswa yang tidak mampu menulis cerpen dari model pembelajaran glesser. Secara sistematis, kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

(30)

25

Kondisi Awal matematika

Tindakan

Kondisi Akhir

Kemampuan menulis cerpen rendah

1. Rencana Tindakan 2. Pelaksanaan

3. Observasi 4. Refleksi

Temuan Penarapan model

pembelajaran Glesser

C. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Jika menggunkana model pembelajaran glasser maka kemampuan menulis cerpen pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Taka Bonerate Kab. Kepulauan Selayar dapat meningkat.“

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK).

PTK merupakan suatu bentuk penelitian reflektif diri yang secara kolektif dilakukan peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktek pendidikan dan sosial mereka, serta pemahaman mereka mengenai praktek ini dan terhadap situasi tempat dilakukan praktek-praktek ini, Kemmis dan Taggart (Riyanto, 2001: 49)

Mekanisme pelaksanaannya dengan dua siklus. Setiap siklus masing-masing dilaksanakan dengan tiga tahap, yaitu tahap (1) perencanaan, (2) tindakan dan pelaksanaan, (3) refleksi. Penelitian tindakan kelas ini merupakan salah satu upaya memperbaiki praktik pembelajaran bahasa Indonesia agar lebih bermanfaat. Dengan demikian, guru dapat mengetahui secara jelas masalah-masalah yang ada di kelas dan cara mengatasi masalah tersebut.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi tempat peneliti melaksanakan penelitian adalah SMP Negeri 1 Taka Bonerate Kab. Kepulauan Selayar, Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan agustus tahun 2013, Sedangkan pengambilan subjek dalam penelitian ini adalah berdasarkan pendapat Arikunto (2002: 107) apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Karena subjek

(32)

27

penelitian ini jumlahnya kecil, maka mengambil secara keseluruhan siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Taka Bonerate Kab. Kepulauan Selayar semester ganjil yang berjumlah 34 orang.

C. Fokus Penelitian

Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis cerpen dan penggunaan model pembelajaran glesser

1. Kemampuan menulis cerpen adalah menuangkan gagasan, pendapat gagasan, perasaan keinginan, dan kemauan dalam bentuk fiksi, serta informasi ke dalam tulisan dan ”mengirimkannya” kepada orang lain. Target dalam kemampuan yang diharapkan adalah siswa dapat menulis cerpen sesuai dengan aspek menulis cerpen yaitu Tema, Tokoh dan penokohan, Alur, Latar, Amanat, Sudut pandang, Organisasi dan penyajian isi, Bahasa dan Ejaan.

Dalam penelitian ini, guru memberikan standar yang harus dicapai siswa dalam menguasai aspek-aspek menulis cerpen.

2. Model pembelajaran glesser suau proses yang memuat kegiatan guru sebagai pengajar dan kegiatan siswa sebagai pebelajar dalam hubungan timbal balik untuk mencapai tujuan akhir dari pembelajaran itu.

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dilaksanakan dalam dua siklus, tiap siklus dilaksanakan sesuai tujuan yang ingin dicapai. Kedua siklus merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan, artinya pelaksanaan siklus kedua merupakan lanjutan dari siklus I. Siklus I dilaksanakan selama 3 kali pertemuan, 2 kali pertemuan digunakan sebagai proses belajar mengajar dan 1 kali

(33)

pertemuan digunakan sebagai tes siklus I dan siklus II dilaksanakan selama 4 kali pertemuan, dimana 3 kali pertemuan digunakan sebagai proses belajar mengajar dan satu kali pertemuan digunakan sebagai tes siklus II.

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam bentuk siklus yang terdiri atas empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

Kemmis dan Taggart (Riyanto, 2001: 58) menggambarkan daur PTK sebagai berikut:

Skema 1: Alur PTK

Berdasarkan daur PTK di atas, maka penelitian ini dilakukan dua siklus. Tiap siklus dilakukan perubahan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Secara rinci pelaksanaan penelitian untuk dua siklus ini sebagai berikut:

1. Gambaran Kegiatan pada Siklus I a. Perencanaan Tindakan

Pada tahap ini, peneliti dan guru secara berkolaborasi melakukan kegiatan sebagai berikut:

Perancanaan SIKLUS I

Perancanaan SIKLUS II Perencanaan

Pengamatan

Pelaksanaan

Pelaksanaan Refleksi

Refreksi

Hasil

(34)

29

1) Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat dan pendukung yang dihadapi guru dalam pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Glesser yang lazim digunakan guru di kelas pada saat mengajar.

2) Merumuskan alternatif tindakan pembelajaran dengan menerapkan suatu metode alternatif dan metode yang lazim sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa. Kegiatan dilakukan saat perencanaan tindakan siklus I.

3) Menyusun rancangan tindakan dan skenario pembelajaran.

4) Pelatihan bagi guru untuk membuat perencanaan pembelajaran, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran dengan penerapan pembelajaran pembelajaran Glesser, yang meliputi:

a) Pelatihan membuat perencanaan pembelajaran yang ditekankan pada pelatihan perumusan tujuan pembelajaran.

b) Pelatihan dan memilih atau menetapkan materi yang akan diajarkan, menentukan alokasi waktu, media dan sumber belajar. Kemudian merencanakan evaluasi.

c) Pelatihan pelaksanaan pembelajaran dengan cara guru. Dilatih untuk melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran Glesser, sementara peneliti mengamati selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

Pelatihan tersebut disesuaikan dengan rancangan yang telah disusun atau dibuat.

d) Guru dilatih untuk melaksanakan evaluasi pembelajaran, baik evaluasi proses selama pembelajaran maupun evaluasi hasil pembelajaran.

(35)

b. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap ini guru dan peneliti melaksanakan tindakan dengan langkah- langkah sebagai berikut:

1) Peneliti melaksanakan pembelajaran dalam mengajarkan materi di kelas sebagai model pertama, sedangkan guru sebagai partisipan yang aktif mencermati dan mengamati atau ia berlaku sebagai pengamat terlibat. Kegiatan ini dilakukan pada pelaksanaan tindakan siklus I.

2) Guru bertindak sebagai model kedua yang dengan melaksanakan model pembelajaran Glesser dalam mengajar, sementara itu peneliti bertindak sebagai pengamat terlibat.

3) Peneliti melaksanakan pengamatan secara komprehensif terhadap proses kegiatan model pembelajaran Glesser dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa oleh guru sebagai model kedua untuk memperoleh data-data empiris tentang penerapan model pembelajaran Glesser dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa. Data-data tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai bahan dalam melaksanakan refleksi.

c. Refleksi

Refleksi dilakukan setiap tindakan berakhir. Dalam tahap ini, peneliti dan guru mengadakan diskusi terhadap tindakan yang telah dilakukan. Hal-hal yang dilaksanakan adalah (1) menganalisis tindakan yang baru dilaksanakan, (2) mendiskusikan dan membabas kesesuaian tindakan dengan perencanaan yang telah dilaksanakan dan temuan lain yang muncul selama kegiatan pelaksanaan berlangsung, (3) mendiskusikan dan menemukan pemecahan masalah apabila

(36)

31

terdapat kendala dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dan (4) melakukan pemaknaan dan penyimpulan data yang diperoleh. Hasil refleksi ini dimanfaatkan sebagai masukan untuk menentukan perlu atau tidaknya tindakan pada siklus berikutnya. Tindakan pada siklus berikutnya tidak perlu dilaksanakan bila hasil pada refleksi menunjukkan keberhasilan yang signifikan.

2. Gambaran Kegiatan pada Siklus II

Siklus II ini juga terdiri atas tiga tahap seperti halnya pada siklus I, yaitu:

a. Perencanaan Tindakan

Berdasarkan hasil refleksi dari siklus I, pada tahap ini guru dan peneliti berkolaborasi melakukan kegiatan sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi kembali berbagai faktor penghambat guru dalam menerapkan model pembelajaran Glesser berdasarkan hasil siklus I.

2) Merumuskan teknik sebagai tindak lanjut usaha peningkatan bobot kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran Glesser untuk mengukur kemampuan menulis cerpen siswa.

3) Memilih kembali materi yang memungkinkan guru lebih leluasa dan lebih kreatif memotivasi siswa dalam belajar.

4) Peneliti berusaha mendampingi guru (sebagai model) agar usaha atau tindakan selanjutnya lebih memudahkan guru untuk melaksanakan kegiatan tersebut.

5) Peneliti melaksanakan pengamatan secara khusus terhadap kemampuan dan keterampilan guru menerapkan model pembelajaran Glesser untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa dengan tolak ukur pada keadaan siswa selama pembelajaran berlangsung.

(37)

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap ini peneliti dan guru melaksanakan tindakan dengan langkah- langkah berikut :

1) Guru dan peneliti berkolaborasi melaksanakan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Glesser dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya,

2) Peneliti bertindak sebagai pendamping juga sebagai pengamat terlibat di dalam proses pembelajaran.

3) Peneliti melaksanakan pemantauan atau pengamatan terhadap segala aspek yang mendukung dan yang menghambat pelaksanaan tindakan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Glesser dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa.

c. Refleksi

Peneliti bersama guru mengadakan diskusi mengenai hasil pengamatan atau pemantauan tindakan yang telah dilaksanakan. Hal tersebut meliputi:

1) Menganalisis hasil pengamatan dari penerapan model pembelajaran Glesser untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa yang diperoleh pada tindakan yang dilakukan.

2) Menyimpulkan kemampuan menulis cerpen siswa yang telah dicapai dengan menerapkan pembelajaran Glesser

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang di gunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah:

(38)

33

1. Lembar Observasi.

Lembar observasi digunakaan untuk mengetahui data tentang aktivitas siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar.

2. Tes Hasil Belajar

Tes hasil belajar ini dilakukan dengan maksud untuk melatih keterampilan menulis cerpen siswa kelas VII Negeri 1 Taka Bonerate Kab. Kepulauan Selayar.

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

Teknik ini dilakukan untuk mengamati semua aktivitas yang dilakukan siswa dan guru pada saat pembelajaran berlangsung selama 4 kali pertemuan setiap siklus.

2. Teknik Pencatatan

Teknik ini dilakukan dengan mencatat semua kegiatan pada saat menerapkan Model pembelajaran Glesser yang dicatat oleh peneliti.

3. Tes Menulis Cerpen

Tes menulis cerpen dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data tentang kemampuan menulis cerpen.

Tabel 1. Aspek yang Dinilai dalam Menulis Cerpen

No. Aspek yang dinilai Bobot

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Tema

Tokoh dan penokohan Alur

Latar Amanat Sudut pandang

Organisasi dan penyajian isi Bahasa

Ejaan

15 10 10 10 10 10 20 10 5

Jumlah 100

(39)

a. Aspek tema, berskor 15, dengan rincian sebagai berikut:

1) Tema cerpen mewarnai isi karangan dari awal sampai akhir cerita, berskor 12-15.

2) Tema cerpen mewarnai karangan hanya di awal cerita, berskor 9-11.

3) Tema cerpen sebagian besar tidak sesuai dengan isi karangan, berskor 5-8.

4) Tema cerpen tidak satu pun yang sesuai dengan isi karangan, berskor 0-4.

b. Aspek tokoh dan penokohan, berskor 10, dengan rincian sebagai berikut:

1) Peran tokoh dikembangkan secara sempurna sesuai dengan tema, sehingga cerita menjadi hidup, berskor 8-10.

2) Tokoh yang dikembangkan sebagian besar sesuai dengan tema dan alur, berskor 5- 7.

3) Kurang pengembangan tokoh sehingga cerita kurang menarik, berskor 2-4.

4) Tidak ada pengembangan tokoh sehingga cerita tidak menarik, berskor 0-1.

c. Aspek alur, berskor 10, dengan rincian sebagai berikut:

1) Alur runtut dan logis sesuai dengan isi cerpen, berisi konflik, dilengkapi deskripsi dan penyelesaian dramatis, berskor 8-10.

2) Alur cukup runtut dan logis, berisi konflik, dilengkapi sedikit deskripsi dan penyelesaian dramatis, berskor 5-7.

3) Alur kurang runrut dan logis, berisi konflik tanpa dilengkapi deskripsi dan penyelesaian kurang dramatis, berskor 2-4.

4) Alur kurang runtut dan kurang logis, tanpa konflik, tanpa dilengkapi deskripsi dan dialog serta penyelesaian kurang dramatis, berskor 0-1.

d. Aspek latar, berskor 10, dengan rincian sebagai berikut:

1) Latar dikembangkan dengan sempurna dan sesuai dengan tema dan alur, berskor 8- 10.

2) Latar yang dikembangkan sebagian besar sesuai dengan tema dan alur, berskor 5-7.

(40)

35

3) Kurang pengembangan latar sehingga tema dan alur kurang tampak, berskor 2-4.

4) Tidak ada pengembangan latar sehingga alur dan tema tidak tampak, berskor 0-1.

e. Aspek amanat, berskor 10, dengan rincian sebagai berikut:

1) Penyampaian amanat yang jelas dan sesuai dengan tema, berskor 8-10.

2) Penyampaian amanat kurang jelas, tetapi sebagian besar sesuai dengan isi dan tema, berskor 5-7.

3) Penyampaian amanat sebagian besar tidak sesuai dengan tema, berskor 2-4.

4) Penyampaian amanat tidak satu pun yang sesuai dengan tema, berskor 0-1.

f. Aspek sudut pandang, berskor 10, dengan rincian sebagai berikut:

1) Cara pengarang menempatkan dirinya dalam cerita diuraikan dengan jelas, berskor 8-10.

2) Cara pengarang menempatkan dirinya diuraikan secara jelas, berskor 5-7.

3) Cara pengarang menempatkan dirinya dalam cerita kurang jelas, berskor 2-4.

4) Posisi pengarang dalam cerita tidak jelas sama sekali, berskor 0-1.

g. Aspek organisasi dan penyajian isi, berskor 20, dengan rincian sebagai berikut:

1) Padat informasi, pengembangan cerita meluas, relevan dengan permasalahan yang diangkat, gagasan diungkapkan dengan jelas, berskor 16-20.

2) Informasi cukup, pengembangan cerita terbatas, relevan dangan permasalahan yang diangkat, tetapi tidak lengkap, gagasan yang kurang jelas, berskor 11-15.

3) Informasi kurang, pengembangan cerita kurang, permasalahan yang diangkat kurang, berskor 6-10.

4) Tidak ada informasi pengembangan cerita dan permasalahan, berskor 0-5.

h. Aspek bahasa/kosakata, berskor 10, dengan rincian sebagai berikut:

1) Pemanfaatan bahasa, kosa kata, dan ungkapan tepat, makna jelas, berskor 8-10.

2) Pemanfaatan bahasa, kosa kata dan ungkapan kadang-kadang kurang tepat, tetapi tidak mengganggu dan merusak makna, berskor 5-7.

(41)

3) Pemanfaatan bahasa, kosa kata terbatas, sering terjadi kesalahan penggunaan kosa kata dan dapat merusak makna, berskor 2-4.

4) Pilihan kata tidak bermakna, pengetahuan tentang kosa kata rendah, tidak bernilai, berskor 0-1.

i. Aspek ejaan, berskor 5, dengan rincian sebagai berikut:

1) Menguasai aturan penulisan, hanya terdapat beberapa kesalahan ejaan, berskor 5.

2) Kurang menguasai aturan penulisan, kadang-kadang terjadi kesalahan ejaan, tetapi tidak mengaburkan makna, berskor 4.

3) Sering terjadi kesalahan ejaan, makna membingungkan atau kabur, berskor 3.

4) Tidak menguasai aturan penulisan, terdapat banyak kesalahan ejaan, tulisan tidak terbaca, tidak bernilai, berskor 1. (Nurgiantoro, 1995: 257)

G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik statistik deskriptif. Adapun langkah-langkah menganalisis data sebagai berikut:

1. Membuat Daftar Skor Mentah

Skor mentah ditetapkan berdasarkan aspek dari pekerjaan mahasiswa. Skor maksimal hasil tes adalah 100 dengan kriteria penilaian sebagai berikut.

a. Kesesuaian tema cerpen dengan dialog dalam drama yang diberi skor penilaian skor 20 dengan aturan penilaian dialog sesuai dengan isi/tema dalam cerpen (0- 20).

b. Penyajian alur yang diberi skor 20 dengan aturan penilaian penyajian alur bersifat logis dan mengandung unsur kausalitas (0-20).

(42)

37

c. Penggarapan tokoh dan penokohan dalam naskah drama yang diberi skor 20 dengan aturan penilaian sebagai berikut:

 Terdapat pembagian peran tokoh yang jelas (0-10)

 Karakter tokoh yang ditampilkan berbeda-beda (0-10).

d. Pesan yang ingin disampaikan yang diberi skor 20 dengan aturan penilaian.

Pesan yang disampaikan dalam naskah drama disajikan secara tersurat maupun tersirat dan relevan dengan cerpen.

2. Membuat distribusi frekuensi dari skor mentah

Data tes yang diperoleh dari kerja koreksi, pada umumnya masih dalam keadaan tak menentu. Untuk memudahkan analisis, perlu disusun distribusi frekuensi yang dapat memudahkan perhitungan selanjutnya.

3. Untuk kepentingan standarisasi hasil pengukuran (skor) dilakukan transformasi dari skor mentah di dalam nilai berskala 1–10 . rumus untuk mengonversi skor mentah dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Konversi angka dalam nilai berskala 1-10

Skala Sigma Nilai Skala Angka Ekuivalensi Nilai

Mentah

1 2 3 4

+ 2,25 10 Mean + (2,25 x DS) ...

+ 1,75 9 Mean + (1,75 x DS) ...

+ 1,25 8 Mean + (1,25 x DS) ...

+ 0,75 7 Mean + (0,75 x DS) ...

+ 0,25 6 Mean + (0,25 x DS) ...

- 0,25 5 Mean - (0,25 x DS) ...

- 0,75 4 Mean - (0,75 x DS) ...

- 1,25 3 Mean - (1,25 x DS) ...

- 1,75 2 Mean - (1,75 x DS) ...

- 2,25 1 Mean - (2,25 x DS) ...

(Nurgiantoro, 1995:369)

(43)

6. Membuat tabel klasifikasi kemampuan siswa sampel

Tabel 3. Klasifikasi tingkat kemampuan siswa sampel

No Perolehan Nilai Frekuensi Persentase

1 2 3 4

1 Nilai 7,0 ke atas ... ...

2 Di bawah 7,0 ... ...

Jumlah ... ...

7. Tolok ukur kemampuan siswa ditetapkan berdasarkan kemampuan sebagai berikut : jika 85% siswa sampel memperoleh nilai 7,0 ke atas dianggap mampu, dan 85% siswa sampel yang memperoleh nilai 7,0 ke bawah dianggap tidak mampu; sesuai standar yang ditetapkan oleh guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMPNegeri 1 Taka Bonerate Kab. Kepulauan Selayar.

Tabel 4: Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Kemampuan Siswa Menulis cerpen

No Interval Nilai Tes Kemampuan

1 2 3

1 9,1 – 10 Sangat tinggi

2 7,6 – 8,9 Tinggi

3 6,5 – 7,5 Sedang

4 4,1 – 6,4 Rendah

5 0 – 4 Sangat rendah

(Nurgiyantoro, 1995)

H. Indicator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah bila skor rata-rata kemampuan menulis cerpen / Tolak ukur kemampuan ditetapkan berdasarkan ketentuan yaitu: jika jumlah sampel mencapai 70% yang mendapat nilai 65 ke atas dianggap memadai dan jumlah siswa kurang dari 70% yang mendapat nilai 65 ke bawah dianggap tidak memadvai.

(44)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Standar kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia meliputi: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek keterampilan itu menjadi faktor pendukung dalam menyampaikan pikiran, gagasan, pendapat, baik secara lisan maupun tertulis, sesuai dengan konteks komunikasi yang harus dikuasai oleh pemakai bahasa.

Keterampilan menulis merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang dibutuhkan pada berbagai cabang ilmu pengetahuan. Melalui menulis, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan daya nalar, sosial, serta kebudayaan. Melalui keterampilan menulis pun seseorang dapat merekam, melaporkan, memberitahukan, menyakinkan dan mempengaruhi orang lain. Dengan keterampilan menulis yang memadai, seseorang tidak akan mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri dengan perkembangan dunia modern

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), keterampilan berbahasa memiliki empat aspek di antaranya keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Aspek menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan berbahasa paling akhir dikuasai pelajar bahasa setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca.

(45)

Aspek terakhir tersebut perlu mendapatkan perhatian yang serius karena masih banyak yang berpendapat bahwa untuk menghasilkan suatu tulisan yang cukup baik itu tidaklah mudah. Pendapat ini dapat dimaklumi karena dibandingkan tiga kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai. Hal ini disebabkan kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi sebuah tulisan.

Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang diperoleh melalui belajar.

Salah satu pembelajaran menulis yang penting diajarkan kepada siswa SMA adalah menulis narasi yang mengandung unsur imajinasi. Salah satu bentuk narasi adalah sugestif cerita pendek (cerpen). Menulis semacam ini dinamakan menulis kreatif.

Pada pembelajaran sastra khususnya pembelajaran menulis cerpen pada hakikatnya sama dengan menulis kreatif sastra yang lain. Menulis kreatif sastra pada dasarnya merupakan proses penciptaan karya sastra. Proses itu dimulai munculnya ide dalam benak penulis, menangkap dan merenungkan ide tersebut (biasanya dengan cara dicatat), mematangkan ide agar jelas dan utuh, membahasakan ide tersebut dan menatanya (masih dalam benak penulis), dan menuliskan ide tersebut dalam bentuk karya sastra. Keterampilan membaca dan menulis perlu mendapat perhatian khusus sebab memang sulit menumbuhkan tradisi atau kebiasaan membaca dan menulis atau mengarang. Dipihak lain, karena kita hidup dalam tradisi lisan, pelatihan mendengar dan berbicara siswa cukup banyak mendapat kesempatan dan rangsangan di luar kelas. Tradisi membaca dan menulis memang belum dapat diharapkan dari masyarakat (http://one.indoskripsi.com/node/8907).

(46)

3

Menulis cerpen sebagai salah satu kemampuan menulis kreatif mengharuskan penulis untuk berpikir kreatif dan mengembangkan imajinasinya setinggi-tinggi dan seluas-luasnya. Dalam menulis cerpen, penulis dituntut untuk mengkreasikan karangannya dengan tetap memperhatikan struktur cerpen, kemenarikan, dan keunikan dari sebuah cerpen. Oleh karena itu, siswa diharapkan dapat menciptakan atau menulis sebuah cerpen yang baik.

Pembelajaran menulis prosa seperti cerpen, semua komponen belajar tidak boleh diabaikan. Salah satu komponen yang perlu mendapat perhatian adalah penggunaan model pembelajaran yang saling terkait dengan komponen lainnya, misalnya guru, tujuan pelajaran, materi, sistem pengajaran, sumber manajemen interaksi belajar, evaluasi, murid, dan media pembelajaran.

Pada saat guru mendesain suatu program pengajaran, seyogyanya komponen- komponen tersebut perlu diperhatikan. Salah satu komponen pengajaran adalah pemanfaatan model pembelajaran. Model pembelajaran berperan sebagai alat bantu dalam menghantarkan atau menyampaikan pesan, dalam hal ini materi pelajaran.

model pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran glesser.

Model pembelajaran glasser merupakan model pembelajaran yang bervariati yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran.

Penelitian tentang pengembangan pembelajaran menulis telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, antara lain: Atika (2008) yang menyimpulkan bahwa

Gambar

Tabel 1. Aspek yang Dinilai dalam Menulis Cerpen
Tabel 2. Konversi angka dalam nilai berskala 1-10
Tabel 3. Klasifikasi tingkat kemampuan siswa sampel
Tabel 1. Aspek yang Dinilai dalam Menulis Cerpen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penilaian terhadap pengamatan aktivitas siswa yang muncul selama kegiatan pembelajaran berlangsung pada putaran ketiga menunjukkan jumlah keaktifan siswa yang dapat dilihat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Keterlaksanaan perangkat pembelajaran sebesar 83%, aktivitas belajar siswa yang dominan pada pertemuan pertama dan kedua adalah

Hal ini dikarenakan pada pengamatan awal pembelajaran siswa belum menggunakan kartu kata.(4) Siswa menyimak Indikator kinerja untuk siswa menyimak penjelasan

Hasil analisis pada delapan kali observasi kelas menunjukkan bahwa, pada awal proses pembelajaran berlangsung (terutama pada pertemuan pertama) terlihat minat belajar

Berdasarkan hasil pengamatan observer terhadap aktivitas mengajar guru selama dua pertemuan terlihat bahwa kegiatan-kegiatan pembelajaran dangan model

Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung siklus I pertemuan pertama persentase 50% (kategori cukup), hal ini disebabkan guru

Adapun kegiatan yang dilakukan pengawas adalah sebagai berikut: (1) pertemuan pertama, pendampingan pembelajaran, seperti halnya pada siklus I, kegiatan awal adalah mendiskusikan

Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa dari pertemuan satu sampai dengan pertemuan dua mencapai rata-rata 78,81% lebih dari 75% yang ditetapkan, hal ini menunjukkan bahwa