• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXPLICIT INSTRUCTION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXPLICIT INSTRUCTION"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXPLICIT INSTRUCTION PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 MANGARABOMBANG

KABUPATEN TAKALAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

OLEH SUDARMIN

10536 4196 11

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

2015

(2)
(3)
(4)

vi ABSTRAK

Sudarmin, 2015. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika melalui Model Pembelajaran Explicit Instruction Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Mangarabombang Kabupaten Takalar. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing Hasaruddin Hafid dan M. Yamin Wahab.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika melalui Model Pembelajaran Explicit Instruction pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mangarabombang Kabupaten Takalar. Masalah utama dalam penelitian ini yaitu apakah Explicit Instruction dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mangarabombang Kabupaten Takalar. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan empat kali pertemuan yaitu tiga pertemuan pembahasan materi dan satu pertemuan tes akhir siklus. Prosedur penelitian meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIIF SMP Negeri 1 Mangarabombang Kabupaten Takalar tahun ajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa 32 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I, rata-rata nilai hasil belajar matematika siswa yaitu 57,09 dan standar deviasi 13,86. Secara individual, terdapat 8 siswa atau 25% yang memenuhi criteria ketuntasan minimal (KKM). Adapun rata-rata nilai hasil belajar matematika siswa pada siklus II yaitu 81,34 dan standar deviasi 7,96. Secara individual, terdapat 31 siswa atau 96,8% yang memenuhi criteria ketuntasan minimal (KKM) sehingga dikatakan telah tuntas secara klasikal. Dan respon siswa terhadap pembelajaran matematika adalah positif. Berdasarkan peningkatan hasil belajar dan proses belajar di atas, disimpulkan bahwa Model Pembelajaran Explicit Instruction dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mangarabombang Kabupaten Takalar.

Kata kunci: Penelitian Tindakan Kelas, Explicit Instruction.

(5)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

SURAT PERJANJIAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Pemecahan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka ... 5

1. Pengertian Belajar... 5

2. Pengertian Pembelajaran ... 6

3. Matematika ... 7

(6)

xii

4. Hasil Belajar Matematika ... 8

5. Model Explicit Instruction ... 10

B. Materi Ajar ... 15

C. KerangkaPikir ... 22

D. HipotesisPenelitian ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pemecahan dan Jenis Penelitian ... 25

B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 25

C. Faktor-Faktor yang Diselidiki ... 26

D. Rancangan Tindakan ... 26

E. Instrumen Penelitian ... 30

F. Teknik Pengumpulan Data ... 31

G. Teknik Analisis Data ... 32

H. Indikator Kinerja ... 34

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian ... 35

B. Pembahasan ... 50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(7)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Sintaks Model Pembelajaran Explicit Instruction ... 11 3.1 Kategorisasi Hasil Belajar ... 32 3.2 Kategorisasi Standar Ketuntasan Hasil Belajar Matematika siswa

kelas VII SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab.Takalar ... 32 3.3 Konversi Nilai Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran ... 33 4.1 Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas VII.F SMP Negeri 1

Mangarabombang Kab.Takalar pada Siklus I ... 36 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Matematika

Siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab. Takalar pada Siklus I ... 36 4.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Ketuntasan Hasil Belajar

Matematika Kelas VII.F SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab.

Takalar Pada Siklus I ... 37 4.4 Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I ... 38 4.5 Hasil Analisis Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran pada Siklus

I ... 40 4.6 Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas VII.F SMP Negeri 1

Mangarabombang Kab. Takalar pada Siklus II ... 44 4.7 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Matematika

Siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab. Takalar pada Siklus II ... 44 4.8 Distribusi Frekuensi dan Persentase Ketuntasan Hasil Belajar

Matematika KelasVIII.F SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab.

Takalar Pada Siklus II ... 45 4.9 Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II ... 46 4.10 Hasil Analisis Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran pada Siklus

II ... 48

(8)

xiv

4.11 Statistik Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Matematika

Siswa Pada Siklus I dan Siklus II ... 51 4.12 Deskripsi Ketuntasan Belajar Matematika Siswa pada Siklus I dan

Siklus II ... 52

(9)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Skema Kerangka Pikir ... 23 3.2 Skema Prosedur Penelitian Tindakan Kelas ... 27

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran matematika, khususnya di bangku sekolah merupakan proses belajar-mengajar yang di dalamnya memuat unsur mendidik yang sangat kental. Sehingga, ketika siswa sudah menyelesaikan pendidikan di bangku sekolah, siswa diharapkan dapat memiliki dan mengaplikasikan kemampuan dan nilai-nilai matematika dalam kehidupan sehari-hari, baik ketika siswa mengenyam pendidikan di bangku kuliah maupun ketika siswa sudah berada di dunia kerja.

Sampai saat ini pelajaran matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang amat sulit untuk dipelajari, sehingga hasil yang diperoleh siswa masih sangat jauh dari yang diharapkan. Sebagai gambaran dari hasil ulangan harian materi sebelumnya siswa yang memperolah sesuai dengan Standar Ketuntasan Belajar Minimal. Sementara itu matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan secara nasional, maka seluruh kompetensi yang ada harus dikuasai siswa, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa mencapai Standar Ketuntasan Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu harus diupayakan meminimalkan kesulitan-kesulitan belajar matematika yang dihadapi siswa.

Berdasarkan hasil observasi dengan guru matapelajaranmatematika di SMP Negeri 1 Mangarabombangpadatanggal8 Juni 2015, terlihat penyebab kesulitan belajar yang dihadapi siswa sangatlah komplek, yang datang dari siswa sendiri misalkan kurangnya pengetahuan prasyarat yang dimiliki siswa, masalah sosial dan lain-lain. Adapun kesulitan belajar siswa disebabkan oleh guru

(11)

2

misalnya, guru dalam proses pembelajaran tidak mengikutsertakan siswa dalam pembelajaran secara aktif, siswa hanya disuruh menghafal rumus-rumus, menerima konsep-konsep yang ada tidak melakukan sendiri. Sehingga hasilnya kurang bermakna dan tidak terekam dengan baik pada otak siswa.

Untuk mengantisipasi permasalahan di atas, perlu diupayakan suatu pembelajaran yang dapat mengasah keterampilan dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika. Adapun usaha yang akan dilakukan untuk mengupayakan hal tersebut dengan Model Pembelajaran Explicit Instruction.

Menurut Arends (Trianto,2011:41) Model Explicit Instruction adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.

Berdasarkan kutipan diatas, maka penggunaan model explicit instruction dalam proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan tersktruktur dimana isi materi penuh disampaikan kepada anak didik dalam waktu yang relatif singkat dan guru yang memiliki persiapan yang matang dalam penyampaian pelajaran dapat menarik perhatian siswa.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan, maka penulis mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul “Meningkatkan HasilBelajarMatematika melalui Model Pembelajaran Explicit Instruction pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 MangarabombangKab. Takalar”

(12)

3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan permasalahan yaitu “Bagaimanakah peningkatan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran explicit instruction pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mangarabombang Kabupaten Takalar?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mangarabombang Kabupaten Takalar melalui model pembelajaran explicit instruction.

D. ManfaatPenelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagi siswa

Sebagai motivasi siswa dalam belajar dan memahami matematika serta keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika sesuai dengan perkembangan berpikirnya

2. Bagi guru

Memberikan masukan kepada guru bahwa model explicit instruction merupakan salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika yang dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh siswa dan guru dikelas.

(13)

4

3. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran matematika dan upaya pengembangan mutu dan hasil pembelajaran.

4. Bagi peneliti

Diharapkan dapat memperoleh wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian dengan menerapkan model explicit instruction dan memberi dorongan kepada peneliti lain untuk melaksanakan penelitian sejenis.

(14)

5 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang paling penting dalam pendidikan. Dapat dikatakan bahwa tanpa belajar, sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat. Bagi siswa kata "belajar" merupakan kata yang tidak asing, bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal.

Para ahli pendidikan mengemukakan rumusan yang berbeda mengenai belajar, sesuai dengan keahliannya masing-masing. Dengan kenyataan tersebut, terdapatlah banyak definisi belajar.Berikut ini dikemukakan beberapa definisi belajar menurut para ahli. Slameto (Mukhsin, 2015: 8) mengemukakan bahwa

“belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Gredler (Mukhsin, 2015: 9) mengemukakan bahwa “belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap”. Hamalik (Mukhsin, 2015: 9) mengemukakan bahwa “belajar adalah perubahan-perubahan yang bersifat psikhis”. Menurut Gagne (Mukhsin, 2015: 9) belajar adalah

“seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati

(15)

6

pengolahan informasi, menjadi kapasitas baru”. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Sedangkan menurut kamus umum bahasa Indonesia belajar diartikan berusaha (berlatih) agar mendapat suatu kepandaian.

Dari definisi para ahli pendidikan diatas, belajar merupakan proses aktivitas siswa dalam interaksinya dengan lingkungan, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan. Jadi seseorang telah dikatakan belajar apabila pada dirinya telah terjadi perubahan tingkah laku maupun telah memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap, yang semuanya diperoleh berdasarkan pengalaman yang dialaminya.

Belajar dalam hal ini adalah jika terjadi peningkatan belajar siswa yang dilihat dari hasil belajarnya yang diikuti dengan perubahan sikap, keterampilan, kemampuan, pemahaman dan aspek-aspek lain yang ada pada diri siswa.

2. Pengertian Pembelajaran

Trianto (2009: 17) menyatakan bahwa :

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simple dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran hakekatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

(16)

7

Menurut Kimble dan Garmezy (Thobroni, 2015: 17) bahwa pembelajaran adalah suatu perubahan perilaku yang relative tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang-ulang. Selain itu, Romberpajung (Thobroni, 2015: 17) juga berpendapat bahwa pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata pelajaran atau pemerolehan suatu keterampilan melalui pelajaran, pengalaman, atau pengajaran.

Pembelajaran memiliki makna bahwa subjek belajar harus dibelajarkan bukan diajarkan. Subjek belajar yang dimaksud adalah siswa atau disebut juga pembelajar yang menjadi pusat kegiatan belajar. Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan yang diatur sedemikian rupa sehingga tercipta hubungan timbal balik antara guru dan siswa untuk tujuan tertentu.

3. Matematika

Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat diantara para matematikawan, tentang apa yang disebut matematika. Sasaran penelaan matematika tidaklah konkrit, tetapi abstrak. Matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya. Matematika berkenaan dengan ide-ide, gagasan-gagasan, struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur secara logik sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.

(17)

8

Menurut James (Mukhsin, 2015: 10), matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan lainnya dengan jumlah banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Menurut Jhonson dan Rising (Mukhsin, 2015: 10) matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Menurut Reys (Mukhsin, 2015: 10) matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.

4. Hasil Belajar Matematika

Menurut Gagne (Agus Suprijono, 2009:2) belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:

a) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkkan pengetahuan dala bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

b) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang.

(18)

9

c) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.

d) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasani dalam urusan koordinasi, sehingga terwujud ototatisme gerak jasmani.

e) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Menurut Suprijono (Thobroni, 2015: 20), mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Selain itu, menurut Lindgren (Thobroni, 2015: 22), hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Dengan demikian, dapat disimpulakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.

Hasil belajar siswa dapat diukur dengan menggunakan alat evaluasi yang biasanya disebut tes hasil belajar sedangkan hasil belajar matematika yang dikemukakan oleh Hudoyo (Trianto, 2009 : 22) adalah tingkat keberhasilan atau penguasaan seorang siswa terhadap bidang studi matematika setelah menempuh proses belajar mengajar yang terlihat pada nilai yang diperoleh dari tes hasil belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah nilai yang didapat oleh siswa setelah melalui proses pembelajaran matematika.

(19)

10

5. Model Explicit Instruction

Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends (Agus Suprijono, 2009:46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefenisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Model explicit instruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini sering disebut model pengajaran langsung. Apabila guru menggunakan model pengajaran langsung ini, guru mempunyai tanggung jawab untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap penstrukturan materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta memberikan umpan balik.

Tujuan model pembelajaran explicit instruction agar sisiwa dapat memahami serta benar-benar mengetahui pengetahuan secara menyeluruh dan aktif dalam suatu pembelajaran. Jadi model pembelajaran ini sangat cocok

(20)

11

diterapakan dikelas dalam materi tertentu yang bersifat dalil pengetahuan agar proses berpikir siswa dapat mempunyai keterampilan procedural.

Langkah-langkah pembelajaran model explicit instruction:

a) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.

b) Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan.

c) Membimbing pelatihan.

d) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.

e) Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan.

Menurut Kardidan Nur (Lisna,2011: 6) sintaks model pembelajaran explicit instruction disajikan dalam lima tahap seperti tampak pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Explicit Instruction

Fase Peran Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.

Guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.

Fase 2

Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan.

Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap.

Fase 3

Membimbing pelatihan

Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal.

Fase 4

Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.

Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik,

memberi umpan balik.

Fase 5

Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan.

Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari.

(21)

12

Arends (Trianto,2011:25), menyeleksi enam model yang sering dan praktis digunakan dalam mengajar, yaitu : presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah, dan diskusi kelas. Tidak ada satu model pembelajaran yang paling baik di antara yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan baik, apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi pelajaran tertentu. Oleh karena itu, dari beberapa model pembelajaran yang ada perlu kiranya diseleksi model pembelajaran yang mana yang paling baik untuk mengajarakan suatu materi tertentu.

Model Explicit Instruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini sering disebut Model Pengajaran Langsung.

Menurut Arends (Trianto,2011:41) menyatakanbahwa:

Model Explicit Instruction adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.

Explicit Instruction menurut Kardi (Lisna, 2011:5) dapat berbentuk

“ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktik, dan kerja kelompok”. Explicit Instruction digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa.

Dari berbagai kutipan diatas mengenai explicit instruction dapat disimpulkan bahwa model pengajaran langsung dirancang khusus untuk

(22)

13

menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.Menurut Sudrajat(Lisna, 2011:9) model explicit instruction memiliki kelebihan dan kelemahan.

Kelebihan model explicit instruction :

1. Dengan model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.

2. Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.

3. Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan.

4. Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual yang sangat terstruktur.

5. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah.

6. Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa.

7. Memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran (melalui presentasi yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan dan antusiasme siswa.

(23)

14

Sedangkan kelemahan model explicit instruction :

1. Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.

2. Dalam model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa.

3. Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka.

4. Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat.

5. Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran langsung, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa.

Berdasarkan kutipan diatas, maka penggunaan model explicit instruction dalam proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan tersktruktur dimana isi materi penuh disampaikan kepada anak didik dalam waktu yang relatif singkat dan guru yang memiliki persiapan yang matang dalam penyampaian pelajaran

(24)

15

dapat menarik perhatian siswa. Namun tidak dipungkiri bahwa model explicit instruction memiliki kelemahan yaitu ruang untuk siswa aktif memang terlalu sempit yang berdampak tidak mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Walaupun explicit instruction memiliki kelemahan tidak mengembangkan keterampilan sosial siswa tetapi itu tidak menjadi penghalang karena guru akan berperan aktif dalam proses pengembangan diri setiap siswa untuk memperoleh hasil yang baik dengan menggunakan pembelajaran ini.

B. Materi Ajar Perbandingan

1. Pengertian Perbandingan

Untuk memudahkan kalian memahami mengenai perbandingan, perhatikan uraian berikut.

Berat badan Riam 24 kg, sedangkan berat badan Yoga 30 kg. Perbandingan berat badan Riam dan Yoga dapat dinyatakan dengan dua cara berikut.

a. Berat badan Riam kurang dari berat badan Yoga. Dalam hal ini, yang dibandingkan adalah selisih berat badan.

b. Berat badan Riam : berat badan Yoga = 24 : 30 = 4 : 5. Dalam hal ini, yang dibandingkan adalah hasil bagi berat badan Riam dan berat badan Yoga.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut.

Ada dua cara dalam membandingkan dua besaran sebagai berikut:

a. Dengan mencari selisih.

b. Dengan mencari hasil bagi.

(25)

16

2. Menyederhanakan Perbandingan Dua Besaran Sejenis

Sebuah meja berukuran 150 cm dan lebar 100 cm. Perbandingan panjang dan lebar meja dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan mencari selisihnya, 150 cm – 100 cm = 50 cm atau dapat pula dengan mencari hasil baginya, yaitu 150 : 100 = 3 : 2. Panjang dan lebar meja adalah dua besaran sejenis, karena mempunyai satuan yang sama, yaitu cm. Namun, panjang meja dan luas meja adalah dua besaran tidak sejenis, karena mempunyai satuan yang berbeda sehingga tidak dapat dibandingkan.

Dalam pembahasan ini, kita akan membandingkan dua besaran sejenis dengan cara mencari hasil bagi. Contoh:

Harga telur Rp10.000,00 per kg. Saat ini harga telur naik 6 : 5 dari harga semula. Berapakah harga telur per kg sekarang?

Jawab:

3. Bentuk-Bentuk Perbandingan a. Perbandingan Senilai (Seharga)

Kalian dapat membeli sejumlah buku sesuai dengan jumlah uang yang kalian punya. Jika harga 1 buah buku Rp2.500,00 maka harga 5 buah buku = 5 x Rp2.500,00 = Rp12.500,00.

Makin banyak buku yang dibeli, makin banyak pula harga yang harus dibayar. Perbandingan seperti ini disebut perbandingan senilai. Pada

(26)

17

perbandingan senilai, nilai suatu barang akan naik/turun sejalan dengan nilai barang yang dibandingkan.

Contoh:

Sebuah mobil memerlukan 3 liter bensin untuk menempuh jarak 24 km.

Berapa jarak yang ditempuh mobil itu jika menghabiskan 45 liter bensin?

Jawab:

b. Perbandingan Berbalik Nilai (Berbalik Harga)

Pada perbandingan senilai, nilai suatu barang akan naik/turun sejalan dengan nilai barang yang dibandingkan. Pada perbandingan berbalik nilai, hal ini berlaku sebaliknya.

Contoh:

Seorang peternak mempunyai persediaan makanan untuk 30 ekor kambing selama 15 hari. Jika peternak itu menjual 5 ekor kambing, berapa hari persediaan makanan itu akan habis?

Jawab:

(27)

18

Jadi, pada perbandingan berbalik nilai berlaku, Jika nilai suatu barang naik maka nilai barang yang dibandingkan akan turun. Sebaliknya, jika nilai suatu barang turun, nilai barang yang dibandingkan akan naik.

4. Menggambar Grafik Perbandingan

Pada perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai, dapat dibuat grafik perbandingannya. Menurutmu, berupa apakah grafik perbandingan senilai dan berbalik nilai? Untuk dapat menjawabnya, perhatikan uraian berikut.

a. Grafik perbandingan senilai

Tabel berikut menunjukkan hubungan antara jarak yang dapat ditempuh dan waktu yang diperlukan oleh seorang siswa yang mengendarai sepeda.

(28)

19

b. Grafik perbandingan berbalik nilai Contoh:

Jarak antara dua kota dapat ditempuh dengan mobil selama 1 jam dengan kecepatan rata-rata 90 km/jam. Buatlah tabel dari data tersebut, kemudian gambarlah grafiknya.

Jawab:

Dari grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa grafik perbandingan berbalik nilai berupa kurva mulus. Jika waktu bertambah (makin lama), kecepatan

(29)

20

berkurang (makin turun). Sebaliknya, jika waktu berkurang (makin cepat), kecepatan bertambah (makin naik).

5. Memecahkan Masalah Sehari-hari yang Melibatkan Konsep Perbandingan

Jika kalian amati masalah dalam kehidupan sehari-hari, banyak di antaranya dapat diselesaikan dengan konsep perbandingan. Untuk menyelesaikannya, tentukan terlebih dahulu apakah perbandingan tersebut merupakan perbandingan senilai atau berbalik nilai. Kemudian, selesaikan perhitungan sesuai dengan jenis perbandingannya.

Contoh:

Seorang pedagang membeli 24 kg mangga seharga Rp42.000,00. Pada hari berikutnya, ia membeli 60 kg mangga dengan kualitas yang sama. Tentukan besarnya uang yang harus dibayar oleh pedagang itu.

Jawab:

Soal tersebut termasuk perbandingan senilai, karena makin banyak mangga yang dibeli, harga yang harus dibayar juga makin bertambah.

(30)

21

6. Gambar Berskala a. Pengertian Skala

Pada gambar berskala digunakan perbandingan.

Perbandingan antara ukuran rumah pada gambar dengan ukuran rumah sebenarnya dinamakan skala.

Gambar tersebut menunjukkan sebuah rumah dengan skala 1 : 100. Skala 1 : 100, artinya setiap jarak 1 cm pada gambar (model) mewakili 100 cm jarak sebenarnya. Jika lebar rumah pada gambar 7 cm maka lebar rumah sesungguhnya adalah 7 x 100 cm = 700 cm = 7 m.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Skala adalah perbandingan antara jarak pada gambar (model) dengan jarak sebenarnya.

Secara umum, skala 1 : p artinya setiap jarak 1 cm padagambar (model) mewakili p cm jarak sebenarnya.

Contoh:

(31)

22

Diketahui skala suatu peta 1 : 1.500.000. Jika jarak Kota A ke Kota B pada peta tersebut 6 cm, tentukan jarak sebenarnya Kota A ke Kota B.

C. Kerangka Pikir

Sebagian besar siswa beranggapan bahwa pelajaran matematika itu sulit, akan tetapi pada dasarnya matematika itu bukanlah pelajaran yang sulit bagi siswa yang menekuninya. Dalam ranah pendidikan sekarang ini, guru dituntut untuk kreatif dalam menyajikan materi pelajaran agar tercipta situasi yang membuat peserta didik belajar aktif. Untuk mewujudkan suasana pembelajaran yang konstruktif, efektif dan efisien maka diperlukan metode mengajar dalam proses pembelajaran khususnya dalam bidang studi matematika. Proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik bila ditunjang oleh beberapa faktor. Salah satu diantaranya ialah pemilihan metode pembelajaran dengan tepat. Berdasarkan kajian teori, salah satu bentuk model pembelajaran yang efektif dan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mangarabombang yaitu model pembelajaran explicit instruction.

(32)

23

Tujuan model pembelajaran explicit instruction agar siswa dapat memahami serta benar-benar mengetahui pengetahuan secara menyeluruh dan aktif dalam suatu pembelajaran. Jadi model pembelajaran ini sangat cocok diterapakan dikelas dalam materi tertentu yang bersifat dalil pengetahuan agar proses berpikir siswa dapat mempunyai keterampilan procedural.

Gambar2.1.Skema Kerangka Pikir Pembelajaran Matematika di SMP

Negeri 1 Mangarabombang Kab.Takalar

Guru - Kurangnya

kreativitas guru dalam menggunakan model pembelajaran.

- Guru kurang melibatkan siswa dalam pembelajaran

Hasil Belajar Matematika Siswa meningkat Penerapan Model

PembelajaranExplicit Instruction Hasil Belajar

Matematika Siswa Rendah

Siswa - Siswa bermain pada

saat guru menjelaskan - Siswa malu/takut

bertanya - Siswa kurang

memahami konsep- konsep matematika

(33)

24

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

“Jika model pembelajaran Explicit Instruction diterapkan maka hasil belajar Matematika siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mangarabobang Kabupaten Takalar meningkat”

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pemecahan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan

Penelitian ini termasuk Pendekatan kualitatif deskriptif karena penelitian yang analisisnya lebih focus pada data-data numerical (angka) yang diolah dengan menggunakan metode statistika. Sedangkan menurut Bongan dan Taylor (putriisna 1975:5) yang mendefinisikan bahwa kualitatif deskriptif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Penelitian Tindakan Kelas terdiri dari empat komponen, yaitu Perencanaan, Tindakan, Observasi, dan Refleksi secara berulang.(Amral, 2014:24).

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah SMP Negeri 1 Mangarabombang Kabupaten Takalar. Subjek penelitian ini pada satu kelas yaitu Kelas VII.f yang terdiri dari 34 siswa, dimana Laki-laki 14 siswa dan Perempuan 20 siswa.

25

(35)

26

C. Faktor-Faktor yang Diselidiki

Ada beberapa faktor yang diselidiki, antara lain:

1. Faktor siswa

Mengingat kemampuan siswa dalam memahami dan menyelesaikan soal matematika cenderung masih rendah, maka akan diamati seberapa besar tingkat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal matematika dalam pembelajaran dengan menggunakan modelpembelajaranexplicit instruction.

2. Faktor proses pembelajaran

Apakah terjadi atau ada interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa agar kegiatan belajar mengajar berlangsung efektif dan efisien.

3. Faktor hasil belajar

Akan diselidiki hasil belajar dan rasa tanggung jawab serta sikap positif siswa terhadap matematika dengan terampil menyelesaikan soal-soal yang diberikan.

D. Rancangan Tindakan

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang hendak dicapai, seperti yang telah didesain dalam faktor-faktor yang diselidiki, secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

(36)

27

Gambar 3.2 Skema Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

I. Siklus I

Pelaksanaan siklus 1 dilakukan dalam 4 kali pertemuan dengan alokasi waktu tiap pertemuan 2 x 40 menit.

a. Perencanaan tindakan

1. Menelaah kurikulum matematika SMP kelas VII

2. Mempelajari bahan yang akan diajarkan dari berbagai sumber.

3. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Perencanaan

Pelaksanaan Siklus

Pengamatan Refleksi

Pelaksanaan Perencanaan

Pengamatan Refleksi

?

Perencanaan

(37)

28

4. Membuat lembar observasi.

5. Menyusun kisi-kisi dan soal tes akhir Siklus I 6. Membuat kunci jawaban dan pedoman penskoran.

b. Pelaksanaan tindakan

1. Guru mengajar didalam kelas berdasarkan RPP yang telah dibuat.

2. Pada saat penerapan guru memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan materi yang dijelaskan.

3. Siswa menyelesaikan soal yang diberikan dengan teman kelompoknya masing-masing.

4. Mengamati aktivitas dan perilaku siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung berdasarkan lembar observasi.

5. Pada akhir Siklus I, siswa diberikan tes akhir Siklus I.

6. Seluruh hasil observasi dan hasil tes akhir Siklus I dianalisis.

c. Observasi dan Evaluasi

Pengumpulan data dilakukan dengan cara Dilakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat dan Tes atau evaluasi untuk mengetahui hasil belajar siswa selama siklus I Sebagai sumber data kualitatif.

d. Refleksi

Dari hasil yang didapat pada tahap observasi dan evaluasi, guru akan dapat merefleksi diri dengan melihat data observasi dan hasil tes akhir Siklus I.

Apakah kegiatan yang dilakukan telah dapat meningkatkan kemampuan siswa.

Hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini akan dipergunakan

(38)

29

sebagai acuan untuk melaksanakan siklus II sehingga yang dicapai pada siklus berikutnya sesuai dengan yang diharapkan.

II. Siklus II

a. Perencanaan tindakan

Siklus II merupakan penambahan tindakan dari siklus I, disini peneliti membagi kelompok diskusi. Dalam setiap kelompok siswa mendiskusikan soal-soal yang terdapat dalam Lembar Kegiatan Siswa..

1. Menelaah kurikulum matematika SMP kelas VII semester genap.

2. Mempelajari bahan yang akan diajarkan dari berbagai sumber 3. Membuat rencana pembelajaran

4. Membuat Lembar Kegiatan Siswa

5. Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi belajar mengajar di kelas

6. Menyusun kisi-kisi dan soal tes akhir siklus II b. Pelaksanaan tindakan

1. Guru membahas materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat, dan tetap menggunakan metode penemuan di dalam pembelajaran

2. Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok

3. Siswa membahas materi melalui LKS sambil diskusi dalam kelompoknya.

(39)

30

4. Siswa mengerjakan soal yang ada secara individu. Jika terjadi kesulitan disarankan untuk meminta bantuan dalam kelompoknya sebelum meminta bantuan kegurunya

5. Guru membimbing siswa sambil mengamati siswa dalam kelompoknya.

6. Pada akhir siklus II diberikan tes yang kedua.

c. Observasi dan Evaluasi

a. Mengamati tiap kegiatan siswa melalui lembar observasi b. Pengumpulan data melalui tes yang diberikan.

c. Melakukan evaluasi terhadap data yang diperoleh.

d. Refleksi

Dari hasil yang di dapat pada tahap observasi dan evaluasi peneliti melakukan refleksi diri dengan melihat data observasi dan hasil tes akhir, apakah kegiatan yang dilakukan telah dapat meningkatkan pemahaman siswa dan merefleksi siswa apakah metode yang digunakan dalam proses pembelajaran telah sesuai untuk diterapkan.

E. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Tes Hasil Belajar (THB)

Tes hasil belajar digunakan untuk melihat tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran melalui model pembelajaran explicit instruction.

(40)

31

2. Lembar Observasi

a. Lembar observasi aktivitas siswa

Lembar observasi digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa selama diterapkan model pembelajaran explicit instruction.

b. Lembar Observasi Aktivitas Guru

Lembar observasi aktivitas guru bertujuan untuk mengetahui seberapa baik penerapan model pembelajaran explicit instruction pada saat pembelajaran berlangsung. Butir-butir instrumen mengacu pada langkah-langkah pembelajaran yang disesuaikan dengan RPP.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Data mengenai tingkat penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran dikumpulkan dengan menggunakan tes pada setiap akhir siklus.

2. Data mengenai perubahan sikap siswa berdasarkan hasil observasi yang dikumpulkan melalui pengamatan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.

3. Data keterlaksanaan model pembelajaran dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran. Data keterlaksanaan model pembelajaran diperoleh dengan melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran yang mengacu pada langkah-langkah model pembelajaran explicit instruction yang disesuaikan RPP selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

(41)

32

G. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisis. Untuk analisis data kuantitatif yaitu tes hasil belajar, dianalisis dengan menggunakan teknik statistik deskriptif dengan bantuan SPSS. Sedangkan untuk data kualitatif yaitu hasil observasi aktivitas siswa dan kegiatan guru saat kegiatan pembelajaran berlangsung, dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Skor hasil belajar siswa dikategorikan berdasarkan kriteria ketuntasan yang diterapkan oleh sekolah.

1. Hasil Belajar Siswa

Kriteria yang digunakan untuk menentukan kategori hasil belajar matematika adalah berdasarkan teknik kategorisasi yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Mardia:2004) yang dinyatakan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kategorisasi Hasil Belajar

Nilai Kategori

0-54 55-69 70-79 80-89 90-100

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Tabel 3.2 Kategorisasi Standar Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Mangarabombang Kabupaten

Takalar

Skor Kategorisasi Ketuntasan Hasil Belajar 0 ≤ × < 70 Tidak Tuntas

70≤ × ≤ 100 Tuntas

(42)

33

2. Analisis Data Obervasi Siswa dan Guru

Data hasil pengamatan (observasi) aktivitas siswa yang diperoleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung dianalisis dengan menghitung persentase setiap aspek aktivitas siswa digunakan rumus sebagai berikut:

n = aktivitas ke...

Sn = Persentase aktivitas siswa

Xn = Banyaknya siswayang melakukan n aktivitas.

N = Jumlah siswa secara keseluruhan.

Indikator keberhasilan aktivitas siswa dalam penelitian ini ditunjukkan dengan sekurang-kurangnya 70% siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Sedangkan teknik analisis data terhadap aktivitas guru digunakan analisis rata-rata. Artinya tingkat kemampuan guru dihitung dengan cara menjumlah nilai tiap aspek kemudian membaginya dengan banyak aspek yang dinilai. Adapun pengkategorian kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran digunakan kategori pada table berikut:

Tabel 3.3 Konversi Nilai Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Interval Skor Kategori

3,00 < ̅ ≤ 4,00 Sangat Baik

2,00 < ̅ ≤ 3,00 Baik

1,00 < ̅ ≤ 2,00 Kurang Baik

̅ ≤ 1,00 Tidak Baik

Sumber: Khomriyah (Surahman, 2015: 40)

(43)

34

Keterangan:

̅= rata-rata keterlaksanaan pembelajaran

Kriteria keterlaksanaan pembelajaran berada pada kategori terlaksana dengan baik.

H. Indikator Kinerja

Indikator keberhasilan penelitian ini adalah setelah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran explicit instruction, maka hasil belajar siswa dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung mengalami peningkatan dan nilai rata-rata kelas meningkat.

(44)

35 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan hasil belajar matematika kelas VIII.F SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab. Takalar setelah diterapkannya pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Explicit Instruction.

Data yang dianalisis secara kualitatif yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi aktivitas siswa pada setiap pertemuan sedangkan data yang dianalisis secara kuantitatif yaitu skor tes hasil belajar yang dirangkaikan dengan tes hasil belajar yang diperoleh setelah siklus I dan siklus II. Skor tersebut dianalisis dengan menggunakan statistika deskriptif yaitu skor rata-rata, standar deviasi, frekuensi dan persentase nilai terendah dan nilai tertinggi yang dicapai siswa pada tes tersebut.

A. Hasil Penelitian 1. Siklus I

a) Hasil Analisis Kuantitatif

Pada siklus I ini dilaksanakan tes hasil belajar dengan bentuk tes Essay.

Tes hasil belajar tersebut dilaksanakan setelah penyajian materi selama 3 kali pertemuan, adapun data skor hasil belajar siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini yang diterapkan menggunakan model pembelajaran Explicit Instruction :

(45)

36 Tabel 4.1 Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas VII.F SMP Negeri

1 Mangarabombang Kab. Takalar Pada Siklus I

Statistik Nilai Statistik

Jumlah siswa Skor ideal Skor tertinggi Skor terendah Rentang skor Skor rata-rata

Median Modus Standar deviasi

Variansi

32 100

90 25 65 57,09 55,50 55 13,86 192,22

Dari Tabel 4.1 menunjukkan bahwa skor rata-rata (mean) hasil belajar matematika VIII.F SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab. Takalar setelah diterapkan model pembelajaran Explicit Instruction pada siklus I adalah 57,09 dari skor ideal yang mungkin dicapai adalah 100. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya perhatian siswa dengan melakukan kegiatan lain selama proses pembelajaran berlangsung

Apabila skor hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam 5 kategori maka diperoleh distribusi frekuensi nilai seperti yang disajikan pada Tabel 4.2 :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII.F SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab. Takalar Pada Siklus I

Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

0 – 54 55 – 69 70 – 79 80 – 89 90 – 100

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

9 15

6 1 1

28 46,9 18,9 3,1 3,1

Jumlah 32 100

(46)

37 Dari Tabel 4.2 di atas dapat disimpulkan bahwa masih ada siswa yang berada pada kategori sangat rendah yaitu 9 orang atau 28%. Pada kategori rendah ada 15 orang siswa atau 46,9% dan kategori sedang ada 6 orang yaitu 18,8%.

Sedangkan pada kategori tinggi dan sangat tinggi masing-masing 1orang siswa atau 3,1%.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi dan Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Kelas VIII.F SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab. Takalar Pada Siklus I

Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

Tidak Tuntas 24 75

Tuntas 8 25

Jumlah 32 100

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa setelah diterapkan model pembelajaran model pembelajaran Explicit Instruction pada siklus I persentase ketuntasan hasil belajar matematika siswa kelas VIII.F SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab. Takalar hanya sebesar 25% atau 8 orang dari 32 siswa termasuk dalam kategori tuntas. Dari hasil persentase di atas terlihat bahwa hasil tes pada siklus I belum menunjukkan hasil yang signifikan karena masih ada 24 siswa 75 % yang berada pada kategori tidak tuntas. Oleh karena itu, hasil belajar matematika melalui penerapan model Explicit Instruction masih perlu ditingkatkan.

b) Hasil Analisis Kualitatif

Data aktivitas siswa pada siklus 1 diperoleh melalui hasil pengamatan aktivitas dan sikap siswa selama proses pembelajaran di setiap pertemuan.

Adapun deskripsi aktivitas siswa pada siklus 1 dapat dilihat pada tabel berikut:

(47)

38 Tabel 4.4 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus 1

NO KOMPONEN YANG DIAMATI

PERTEMUAN RATA-

RATA

PERSENTASE (%)

1 2 3 4

Aktivitas Positif 1.

Siswa yang hadir tepat waktu saat proses belajar mengajar belangsung.

20 23 25

T E S S I K L U S 1

22,67 70,84

2.

Siswa yang

memperhatikan saat guru menjelaskan materi pelajaran

20 22 23 21,67 67,72

3.

Mengajukan pertanyaan mengenai materi yang belum dipahami.

9 10 12 10,33 32,28

4.

Menjawab

pertanyaan/soal yang diajukan oleh guru

10 12 12 11,33 35,41

5.

Meminta

bimbingan/bantuan dalam mengerjakan soal- soal latihan LKS.

18 20 20 19,33 60,40

Jumlah 266,65

Rata-Rata Keseluruhan 53,33

Aktivitas Negatif

6.

Melakukan aktivitas lain di luar kegiatan

pembelajaran (tidak memperhatikan penjelasan guru, mengantuk, tidur, mengganggu teman, dan keluar masuk ruangan).

15 17 13 15 46,88

Jumlah 46,88

Rata-Rata keseluruhan 46,88

Pada siklus I tercatat aktivitas siswa yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Aktivitas siswa tersebut dicantumkan kedalam lembar observasi aktivitas siswa yang dicatat oleh observer. Aktivitas siswa tersebut

(48)

39 diperoleh dari lembar observasi aktivitas siswa yang tercatat pada setiap pertemuan, berdasarkan lembar aktivitas siswa pada tabel 4.4 di atas, maka:

1) Siswa yang hadir tepat waktu saat proses belajar mengajar belangsung yaitu sebesar 70,84%.

2) Siswa yang memperhatikan saat guru menjelaskan materi pelajaran yakni sebesar 67,72%.

3) Siswa yang mengajukan pertanyaan mengenai materi yang belum dipahami hanya sebesar 32,28%.

4) Siswa yang menjawab pertanyaan/soal yang diajukan oleh guru hanya sekitar 35,41%.

5) Siswa yang meminta bimbingan/bantuan dalam mengerjakan soal-soal latihan LKS yakni sebesar 60,40..

6) Siswa yang melakukan aktivitas lain di luar kegiatan pembelajaran (tidak memperhatikan penjelasan guru, mengantuk, tidur, mengganggu teman, dan keluar masuk ruangan) ada sebanyak 46,88%.

Jadi jika dipersentasekan rata-rata aktivitas siswa yang positif pada pembelajaran matematika melalui model pembelajaran Explicit Instruction hanya sebesar 53,33%.

c) Keterlaksanaan Pembelajaran

Keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Explicit Instruction dapat dilihat dari lembar observasi aktivitas kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang dilaksanakan guru mulai dari kegiatan awal

(49)

40 sampai kegiatan akhir dengan mengacu pada RPP. Adapun hasil observasi aktivitas guru pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Hasil Analisis Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran pada Siklus 1

Aspek Pengamatan Pertemuan Ke- Rata-

Rata KATEGORI

1 2 3

Kegiatan Awal

Guru mengawali pembelajaran dengan mengucapkan salam dan mengecek kehadiran siswa

3 3 4 3,33 Sangat baik Guru mengajak peserta didik

untuk berdoa sebelum memulai pelajaran

3 3 3 3 Baik

Guru mengecek kehadiran

siswa 4 4 4 4 Sangat baik

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar

3 3 3 3 Baik

Kegiatan Inti

Guru menjelaskan materi

pelajaran. 3 3 4 3,33 Sangat baik

Guru memberikan contoh soal kemudian menjelaskan cara penyelesaiannya kepada siswa

4 3 3 3,33 Sangat baik Guru memberikan latihan/soal

kepada siswa yang

berhubungan dengan materi yang sudah diberikan

3 3 4 3,33 Sangat baik Guru memberikan bimbingan

kepada siswa yang memerlukan bantuan saat mengerjakan latihan/soal

3 3 4 3,33 Sangat baik Guru mengecek latihan siswa

secara bersama-sama di depan kelas

4 3 4 3,67 Sangat baik Guru memberikan kesempatan

kepada siswa untuk

mengemukakan pendapat atau bertanya yang berhubungan latihan

3 4 4 3,67 Sangat baik

Guru membagikan LKS kepada

siswa 4 4 4 4 Sangat baik

(50)

41

Siswa mengerjakan soal 4 4 4 4 Sangat baik

Kegiatan Akhir Guru bersama siswa

menyimpulkan materi pelajaran 3 3 4 3,33 Sangat baik Guru memberikan PR yang

dikerjakan secara individu 4 4 4 4 Sangat baik Guru meminta kepada siswa

meminta kepada siswa untuk mempelajari materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.

4 4 3 3,67 Sangat baik

Guru mengakhiri pembelajaran

dengan mengucapkan salam 4 4 4 4 Sangat baik

Jumlah 56,99

Rata-Rata 3,56 Sangat baik

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dari beberapa komponen yang diamati pada siklus 1 setelah dianalisis diperoleh rata-rata secara keseluruhan yaitu 3,56 dan berada pada kategori terlaksana dengan sangat baik.

d) Hasil Analisis Refleksi

Setelah diterapkan model pembelajaran Explicit Instruction kejadian yang dapat dicatat selama proses belajar mengajar berlangsung pada siklus I adalah sebagai berikut:

Pada pertemuan pertama siklus I, proses pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Explicit Instruction mulai diterapkan. Pada pertemuan ini umumnya siswa masih kurang memperhatikan materi pelajaran karena masih banyak siswa yang keluar masuk ruangan dengan berbagai macam alasan, masih adanya sikap siswa yang menguji kesabaran gurunya karena beberapa orang siswa masih suka cerita-cerita sama teman sebangkunya dan

(51)

42 biasanya tanpa mereka sadari siswa tersebut tertawa lepas. Dan dari soal latihan yang diberikan dan dalam mengerjakan LKS sebagian siswa masih bersikap acuh tak acuh bahkan sebagian diantara mereka ada yang cerita, main-main dan keinginan siswa untuk mempertanyakan ketidak tahuannya kurang. Hanya beberapa orang saja yang mampu menyelesaikan soal di papan tulis dan menjawab LKSnya. Masih adanya siswa yang kurang perhatian pada saat pembelajaran berlangsung. Serta kurangnya pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.

Pada pertemuan kedua, belum menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam pembelajaran. Hal ini terlihat karena masih kurangnya siswa yang mengangkat tangan saat diajukan pertanyaan dan menyelesaikan soal yang diberikan tentang materi pertemuan pertama. Akan tetapi setelah diterangkan kembali dan diberikan penekanan suatu materi, maka rata-rata siswa mulai aktif dalam mengerjakan soal-soal pengembangan materi. Kegiatan lain yang menunjukkan keaktifan siswa adalah saat mengerjakan LKS. Mereka sudah cukup antusias dalam menyelesaikan LKS yang diberikan.

Pada pertemuan ketiga, kegiatan pembelajaran berjalan cukup lancar dan perhatian siswa pada materi pelajaran lebih baik dibanding pertemuan sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya siswa yang aktif saat kegiatan pembelajaran berlangsung seperti aktif bertanya, menjawab pertanyaan, berpartisipasi dalam mengerjakan LKS dan tugas PR yang diberikan.

Secara umum, siswa menyenangi pelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran Explicit Instruction karena siswa merasa

(52)

43 dibimbing untuk aktif menemukan sendiri konsep-konsep yang sedang dipelajari.

Meskipun demikian masih terdapat beberapa siswa yang bersikap pasif dalam pembelajaran. Misalnya hanya diam, melaksanakan aktifitas lain ketika pembelajaran berlangsung. Siswa yang bersikap pasif umumnya tidak mengerti materi yang diberikan karena mereka memang kurang perhatian dan motifasi serta cenderung menghindar dari pelajaran matematika.

Salah satu upaya guru dalam mengatasi masalah tersebut adalah dengan lebih mendisiplinkan siswa dan lebih membimbing siswa serta memberi motivasi kepada siswa bahwa yang bisa menjawab pertanyaan guru itu mendapatkan nilai tambahan, serta memotivasi keberanian dalam mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran mereka yang berkaitan dengan materi yang sedang dibahas dan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk bertanya.

2. Siklus II

a) Hasil Analisis Kuantitatif

Pada siklus II ini dilaksanakan tes hasil belajar dengan bentuk tes Essay.

Tes hasil belajar tersebut dilaksanakan setelah penyajian materi selama 3 kali pertemuan, adapun data skor hasil belajar siklus II dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini yang diterapkan menggunakan model pembelajaran Explicit Instruction :

(53)

44 Tabel 4.6 Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas VIII.F SMP Negeri

1 Mangarabombang Kab. Takalar Pada Siklus II

Statistik Nilai Statistik

Jumlah siswa Skor ideal Skor tertinggi Skor terendah Rentang skor Skor rata-rata

Median Modus Standar deviasi

Variansi

32 100 100 65 35 81,34

80 80 7,96 63,33

Dari Tabel 4.6 menunjukkan bahwa skor rata-rata (mean) hasil belajar matematika VIII.F SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab. Takalar setelah diterapkan model pembelajaran Explicit Instruction pada siklus I adalah 81,34 dari skor ideal yang mungkin dicapai adalah 100. Terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II.

Apabila skor hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam 5 kategori maka diperoleh distribusi frekuensi nilai seperti yang disajikan pada Tabel 4.7 :

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII.F SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab. Takalar Pada Siklus II

Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

0 – 54 55 – 69 70 – 79 80 – 89 90 – 100

Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

0 1 11 14 6

0 3,1 34,3 43,9 18,7

Jumlah 32 100

Dari Tabel 4.7 di atas dapat disimpulkan bahwa masih ada siswa yang berada pada kategori rendah yaitu 1 orang atau 3,1%. Namun terjadi peningkatan

(54)

45 kategori sedang ada 11 orang atau sekitar 34,3% dan pada kategori tinggi ada 14 oran siswa atau 43,9%. Selanjutnya pada kategori sangat tinggi ada 6 orang atau sekitar 18,7%.

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi dan Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Matematika Kelas VIII.F SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab. Takalar Pada Siklus II

Skor Kategori Frekuensi Persentase (%)

Tidak Tuntas 1 3,1

Tuntas 31 96,9

Jumlah 32 100

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa setelah diterapkan model pembelajaran model pembelajaran Explicit Instruction pada siklus II persentase ketuntasan hasil belajar matematika siswa kelas VIII.F SMP Negeri 1 Mangarabombang Kab. Takalar sebesar 96,9% atau 31 orang dari 32 siswa termasuk dalam kategori tuntas. Dari hasil persentase di atas terlihat bahwa hasil tes pada siklus II menunjukkan hasil yang signifikan karena hanya ada 1 orang siswa yang berada pada kategori tidak tuntas dan selebihnya pada kategori tuntas yaitu sekitar 96,9%. Oleh karena itu, hasil belajar matematika melalui penerapan model pembelajaran Explicit Instruction sudah meningkat dan hasilnya memuaskan.

(55)

46

b) Hasil Analisis Kualitatif

Tabel 4.9 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II No Komponen Yang

Diamati

Pertemuan Rata- Rata

Persentase (%)

1 2 3 4

Aktivitas Positif 1. Siswa yang hadir tepat

waktu saat proses belajar mengajar belangsung.

30 31 32 T E S S I K L U S 2

31 96,88

2. Siswa yang

memperhatikan saat guru menjelaskan materi pelajaran

30 31 32 31 96,88

3. Mengajukan pertanyaan mengenai materi yang belum dipahami.

15 17 17 16,33 51,03

4. Menjawab

pertanyaan/soal yang diajukan oleh guru

28 29 31 29,33 91,66

5. Meminta

bimbingan/bantuan dalam mengerjakan soal- soal latihan LKS.

10 15 20 15 46,88

Jumlah 383,33

Rata-Rata Keseluruhan 77

Aktivitas Negatif 6. Melakukan aktivitas lain

di luar kegiatan pembelajaran (tidak memperhatikan penjelasan guru, mengantuk, tidur, mengganggu teman, dan keluar masuk ruangan).

3 2 2 2,33 7,28

Jumlah 7,28

Rata-Rata keseluruhan 7,28

Data aktivitas siswa pada siklus I diperoleh melalui hasil pengamatan aktivitas dan sikap siswa selama proses pembelajaran di setiap pertemuan.

Adapun deskripsi aktivitas siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel diatas.

(56)

47 Pada siklus II tercatat aktivitas siswa yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Aktivitas siswa tersebut dicantumkan kedalam lembar observasi aktivitas siswa yang dicatat oleh observer. Aktivitas siswa tersebut diperoleh dari lembar observasi aktivitas siswa yang tercatat pada setiap pertemuan, berdasarkan lembar aktivitas siswa pada tabel 4.9 di atas, maka:

1) Siswa yang hadir tepat waktu saat proses belajar mengajar belangsung yaitu sebesar 96,88%.

2) Siswa yang memperhatikan saat guru menjelaskan materi pelajaran yakni sebesar 96,88%.

3) Siswa yang mengajukan pertanyaan mengenai materi yang belum dipahami hanya sebesar 51,03%.

4) Siswa yang menjawab pertanyaan/soal yang diajukan oleh guru hanya sekitar 91,66%

5) Siswa yang meminta bimbingan/bantuan dalam mengerjakan soal-soal latihan LKS yakni sebesar 46,88%.

6) Siswa yang melakukan aktivitas lain di luar kegiatan pembelajaran (tidak memperhatikan penjelasan guru, mengantuk, tidur, mengganggu teman, dan keluar masuk ruangan) ada sebanyak 7,28%.

Jadi jika dipersentasekan rata-rata aktivitas siswa yang positif pada pembelajaran matematika melalui model pembelajaran Explicit Instruction sudah meningkat yakni sebesar 77%.

(57)

48

c) Keterlaksanaan Pembelajaran

Keterlaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Explicit Instruction dapat dilihat dari lembar observasi aktivitas kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang dilaksanakan guru mulai dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir dengan mengacu pada RPP. Adapun hasil observasi aktivitas guru pada siklus II dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut:

Tabel 4.10 Hasil Analisis Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran pada Siklus II

Aspek Pengamatan Pertemuan Ke- Rata-

Rata KATEGORI

5 6 7

Kegiatan Awal

Guru mengawali pembelajaran dengan mengucapkan salam dan mengecek kehadiran siswa

4 4 4 4 Sangat baik

Guru mengajak peserta didik untuk berdoa sebelum memulai pelajaran

4 4 4 4 Sangat baik

Guru mengecek kehadiran

siswa 4 4 4 4 Sangat baik

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar

4 4 3 3,67 Sangat baik Kegiatan Inti

Guru menjelaskan materi

pelajaran. 4 3 4 3,67 Sangat baik

Guru memberikan contoh soal kemudian menjelaskan cara penyelesaiannya kepada siswa

4 4 4 4 Sangat baik

Guru memberikan latihan/soal kepada siswa yang

berhubungan dengan materi yang sudah diberikan

3 4 4 3,67 Sangat baik Guru memberikan bimbingan

kepada siswa yang memerlukan bantuan saat mengerjakan latihan/soal

4 4 4 4 Sangat baik

Guru mengecek latihan siswa secara bersama-sama di depan kelas

4 4 4 4 Sangat baik

Gambar

Tabel         Halaman
Gambar          Halaman
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Explicit Instruction
Tabel berikut menunjukkan hubungan antara jarak yang dapat ditempuh dan  waktu yang diperlukan oleh seorang siswa yang mengendarai sepeda
+7

Referensi

Dokumen terkait

penelitian dengan judul ” Penerapan Kolaborasi Model Pembelajaran Explicit Instruction Dengan Teknik Marry Go Round Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Akuntansi

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penerapan model explicit instruction terhadap hasil belajar siswa materi bilangan Romawi pada

Model Explicit Instruction merupakan salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan

Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh model pembelajaran Explicit Instruction dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan agama Islam kelas

PENERAPAN MODEL EXPLICIT INSTRUCTION PADA PEMBELAJARAN SENI TARI UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas VIII-F SMP Negeri 3

Berdasarkan kutipan diatas, maka penggunaan model explicit instruction dalam proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan tersktruktur dimana isi materi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penggunaan model explicit instruction pada pembelajaran Matematika Ekonomi materi diferensial fungsi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Explicit Instruction