5 1.1 Dasar Teori
Dalam era globalisasi ini, tuntutan standarisasi mutu pelayanan laboratorium tidak dapat dielakkan lagi. Laboratorium klinik menyusun tatanan pengelolaan mutu tertentu yang bertujuan menjaga dan meningkatkan mutu laboratorium serta mencegah timbulnya kesalahan selama pelayanan. Walaupun usaha ini dilakukan, terjadinya kesalahan tidak dapat dihindari penuh. Untuk mengetahui sebab terjadinya hasil yang tidak akurat dan mengetahui cara memperbaikinya, perlu diadakan program pemantapan mutu. Pemantapan mutu laboratorium digunakan untuk mengawasi mutu dengan konsep pengawasan proses statistik. Pengendalian mutu dilakukan dengan mengukur kualitas dari output (barang dan atau jasa), lalu dibandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta melakukan perbaikan yang tepat. (1,8,9)
2.1.1 Pemantapan Mutu
Pemantapan mutu laboratorium dibagi dua: Pemantapan Mutu Internal (PMI) dan Pemantapan Mutu Eksternal (PME). Pemantapan Mutu Internal dilakukan dan dinilai oleh laboratorium itu sendiri, sedangkan Pemantapan Mutu Eksternal dilakukan oleh suatu badan khusus. Pemantapan Mutu Internal bertujuan untuk mengendalikan mutu hasil pemeriksaan laboratorium setiap hari dan mengetahui adanya penyimpangan untuk kemudian diperbaiki. Dengan
melaksanakan kegiatan Pemantapan Mutu Internal laboratorium, diharapkan tercapainya mutu presisi maupun akurasi hasil laboratorium yang meningkat serta pimpinan laboratorium akan mudah mengawasi hasil laboratorium. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan yang tinggi terhadap hasil laboratorium yang akan memengaruhi moral karyawan sehingga meningkatkan disiplin kerja di laboratorium tersebut. (1,10)
Program Pemantapan Mutu Internal laboratorium biasanya dilakukan dalam satu periode tertentu menurut rekomendasi perusahaan berdasarkan stabilitas bahan kontrol serta alat dan reagen, yang diharapkan presisi dan akurasi hasil tes laboratorium stabil, lalu penyebab penyimpangan hasil harus dicari.(9)
2.1.2 Pemantapan Presisi dan Pemantapan Akurasi
Ketelitian atau presisi adalah keterdekatan hasil pemeriksaan berulang yang berasal dari suatu sampel. Ketelitian terutama dipengaruhi oleh kesalahan acak yang tidak dapat dihindari. Impresisi atau penyimpangan hasil pemeriksaan terhadap nilai rata-rata dinyatakan dengan Standar Deviasi (SD) dan Koefisien Variasi (KV). Semakin kecil SD maka semakin baik, hal ini dapat disebut dengan reprodusibilitas (keterdapatan ulang) yang baik. Pemantapan ketelitian ini untuk mengenali kemungkinan adanya Standar Deviasi akibat kesalahan acak yang terjadi dalam suatu proses analisa yang dilakukan pada tiap seri pemeriksaan dengan bahan kontrol. Nilai hasil bahan kontrol dievaluasi secara statistik lalu dihitung rata-rata dan simpang baku serta batas 2 SD dan 3 SD. Apabila memenuhi kriteria kontrol tertentu, maka dianggap terkontrol. (9, 19)
SD= ∑𝑛 (𝑋1−𝑋)
2
𝑛−1
X1 = nilai individu
X = nilai rata-rata dari nilai individu
∑ = jumlah
n = jumlah analisa KV = 𝑆𝐷 𝑥 100
𝑋 (dinyatakan dalam %)
Ketepatan atau akurasi yaitu keterdekatan hasil pemeriksaan terhadap
“True Value” (nilai sebenarnya). Penyimpangan nilai benar biasanya disebabkan oleh kesalahan sistemik antara lain larutan standar dan spesifisitas analitik. Hal yang mempengaruhi impresisi juga akan mempengaruhi inakurasi.
Inakurasi = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑟𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑡 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 x 100 %
Pemantapan ketepatan ini untuk mengenali kemungkinan adanya deviasi akibat kesalahan sistemik dalam proses analisa sampel pasien. Kadar bahan kontrol yang diketahui dijadikan nilai rujukan. Apabila hasil terletak dalam nilai naham kontrol, maka hasil analisis terandalkan. (19)
2.1.3 Westgard Multirule
Prosedur Quality Control Westgard Multirule menggunakan kombinasi dari kriteria atau aturan kontrol untuk menentukan apakah proses analitik berada in control atau out of control, serta menilai kemampuan proses analitik dengan set tunggal batas kontrol, seperti grafik Lavey-Jennings dengan batas kontrol yang ditetapkan ±2SD atau ±3SD. Aturan Westgard umumnya dipakai dengan dua atau
empat pengukuran kontrol tiap run, yang berarti keduanya sesuai ketika dua bahan kontrol yang berbeda diukur satu atau dua kali tiap bahan. Pada gambar 2.1 menunjukkan alur dari Westgard Multirule yang dijadikan acuan dalam proses Quality Control.
Gambar 2.1 Alur Westgard Multirule. (17) Keterangan gambar:
12s : Terdapat satu data melampaui batas ±2SD dan merupakan peringatan.
13s : Terdapat satu data melampaui batas ±3SD dan merupakan penolakan.
22s : Terdapat dua data melampaui batas ±2SD dan merupakan penolakan.
R4s : Terdapat satu data berada di atas +2SD dan dibawah -2SD secara berurutan sehingga perbedaannya menjadi 4SD dan merupakan penolakan.
41S : Terdapat empat data berurutan berada di luar batas ±1SD dan merupakan penolakan.
10x : Terdapat sepuluh data berada pada salah satu sisi TV secara berurutan dan merupakan penolakan. (10)
2.1.4 Bahan kontrol
Bahan kontrol digunakan sebagai bahan untuk menilai kebenaran suatu proses analisis, khusunya presisi dan akurasi untuk memantau kinerja analisis.
Bahan kontrol dapat dibuat dengan beberapa cara, misalnya menggunakan bahan murni yang diketahui susunannya (enzim dan protein) atau produk alamiah (serum manusia atau hewan). Syaratnya adalah bahan tersebut harus homogen dan stabil serta mempunyai matriks serupa dengan sampel pasien. Dalam penggunaannya, bahan kontrol harus dilakukan sama dengan bahan pasien yang diperiksa. Bahan kontrol dapat digunakan dari bahan sisa yang dikumpulkan atau bahan kontrol yang dibuat khusus (dari pabrik). (9,11)
Kumpulan serum sisa yang dipakai sebagai bahan kontrol cenderung tidak stabil dan mungkin infeksius. Namun bahan tersebut mudah didapatkan, matriksnya sama, tidak pelu dilarutkan serta biayanya murah. Sedangkan bahan yang dibuat oleh pabrik biasanya lebih stabil. Bahan kontrol komersial disiapkan pada dua atau tiga level konsentrasi yang dapat digunakan untuk semua analisis rutin.
Kekurangannya, adanya variasi konsentrasi pada setiap vial yang dapat terjadi pada saat rekonstruksi yang dapat menyebabkan error tambahan. (11)
Tabel 2.1 Perbandingan Bahan Kontrol Buatan dengan Komersial (10)
Keuntungan Kerugian
Kontrol buatan (pool serum)
Mudah didapat
Murah
Berasal dari manusia sehingga kandungan matriksnya sama dengan spesimen pasien
Tidak perlu dilarutkan
Laboratorium
mengetahui asal bahan kontrol
Tidak Praktis
Suhu penyimpanan harus diperhatikan (deep freezer -20oC)
Nilainya kurang stabil
Harus dilakukan analisis statistik setiap 3-4bulan
Kontrol komersial Praktis
Nilainya stabil
Tahan lama (1-2 tahun)
Harganya mahal
Pada beberapa produk serum yang digunakan adalah serum hewan yang matriksnya tidak sama dengan matriks manusia
Dapat menambah bias jika terjadi kesalahan pelarutan
2.1.5 Pemeriksaan Glukosa Darah
Kadar glukosa darah merupakan hal yang sangat penting untuk kelancaran kerja tubuh yang dipengaruhi berbagai faktor dan hormon insulin yang dihasilkan kelenjar pankreas, sehingga hati dapat mengatur kadar glukosa dalam darah. Bila kadarnya meningkat sebagai akibat naiknya proses pencernaan dan penyerapan karbohidrat, maka oleh enzim-enzim tertentu glukosa diubah menjadi glikogen
yang hanya terjadi di dalam hati dan dikenal sebagai glikogenesis. Sebaliknya bila kadar glukosa menurun, glikogen diuraikan menjadi glukosa, dikenal sebagai glikogenolisis, selanjutnya mengalami katabolisme yang menghasilkan energi dalam bentuk energi kimia ATP. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan glukosa darah yang digunakan untuk menegakkan diagnosis Diabetes Mellitus. (14)
Metode pengukuran glukosa darah dapat dibedakan menjadi metode kimia dan enzimatik. Metode kimia saat ini tidak digunakan lagi karena tidak spesifik dan umumnya tergantung pada reaksi reduksi.(12)
Contoh metode penetapan kadar glukosa darah secara kimia : 1. Metode Asatoor dan King
Darah dimasukan dalam larutan natrium sulfat-Cu sulfat isotonik agar glukosa tidak mudah mengalami glikolisis. Lalu ditambahkan CuSO4 ke dalam larutan natrium sulfat- CuSO4 isotonik. Metode ini dapat digunakan untuk kadar glukosa darah sampai 300mg/100 mL.
2. Metode Folin-Wu
Glukosa akan mereduksi ion kupri menjadi senyawa kupro yang tidak larut, penambahan pereaksi asam fosfomolibdat senyawa kupro akan larut dan mereduksi ion fosfomolibdat yang berwarna biru. Warna biru yang terjadi dibaca dengan spektrofotometer. Dengan metode ini kadar glukosa darah puasa darah vena adalah 90-120mg/100 mL darah.
3. Metode Nelson-Somogyi
Deproteinisasi dilakukan dengan larutan Zn hidroksida barium sulfat.
Filtrasi yang diperoleh dikatakan tidak mengandung senyawa mereduksi
lain kecuali glukosa. Filtrat dipanaskan bersama reagen Cu akali kemudian direaksikan dengan reagen arseno molibdat, dan warna yang terjadi dibaca dengan spektrofotometer.
4. Ferisianida Spektrofotometrik
Glukosa dioksidasi oleh larutan kalium ferisianida alkali. Larutan ferisiandia ini berubah menjadi ferosiandia yang kemudian diperlukan lebih lanjut sehingga menjadi senyawa berwarna.
5. Metode Titriometri
Dasar untuk penentuan ini sama seperti metode lain, setelah reaksi reduksi berlangsung ditambahkan kalium iodide dan asam. Kemudian banyaknya iodium yang ada ditentukan dengan meniterasinya menggunakan natrium tiosulfat.
6. Metode Hegedorn dan Jensen
Pengendapan protein darah dengan Zn hidroksid pada suhu 100oC, glukosa dalam filtrat dioksidase oleh larutan kalium ferisianida alkali yang dibuffer pada pH 11,5 yang diberi kelebihan. Terjadi ikatan kalium ferosianida dengan Zn sulfat, dimana kelebihan kalium ferisianida dititrasi secara iodometrik. Banyaknya ferisianida yang digunakan untuk mengoksidasi glukosa sebanding dengan kadar glukosa yang ada.
7. Metode 0-Toluidine
Glukosa bereaksi dengan o-tolouidine dalam acetic acid panas dan menghasikan senyawa berwarna hijau yang dapat ditentukan secara fotometris. (13)
Metode enzimatik mempunyai spesifisitas lebih baik, diantaranya mengunakan enzim glukosa oksidase (GOD), heksokinase, dan glukosa dehidrogenase. Diantara metode enzimatik tersebut, metode GOD-PAP lebih banyak dilakukan di laboratorium karena dianggap ketelitiannya lebih tinggi, dan akurasinya yang baik. Alat yang digunakan dalam metode ini adalah spektrofotomoter. Metode Glukosa Oksidase glukosa dipengaruhi enzim glukosa oksidase akan menjadi asam glukonat dan reaksi yang terbentuk juga hidrogen peroksida. Adanya reseptor oksigen hidrogen peroksida diubah menjadi air dan oksigen oleh enzim peroksidase. Aseptor pada oksigen ini kemudian diubah menjadi senyawa yang berwarna yang intensitasnya dapat dibaca dengan spektrofotometer. (13, 15)
2.1.6 Etanediol
Sifat Nilai
Nomor Chemical Abstracts Service (CAS) 107-21-1
Rumus kimia C2H6O2
Berat molekul 62,1
Wujud fisik Cairan tak berwarna
Titik didih 197,6oC
Titk lebur -12,6oC
Berat jenis 1,1
Tekanan uap 0,05 mm Hg 20oC
Gaya berat spesifik 1,113 pada 20oC
Daya larut air Dapat dicampur
Koefisien partisi air -
Ambang bau -
Ambang rasa -
Gambar 2.2 Informasi Umum dan Sifat Etilen Glikol. (17)
1,2-etanediol biasa disebut etilen glikol atau etanediol memiliki rumus molekul HOCH2CH2OH dan biasa disebut glikol merupakan senyawa diol yang sederhana. Senyawa diol merupakan senyawa yang mempunyai dua gugus hidroksil (OH). Etanediol merupakan cairan tidak berwarna, tidak berbau, berasa manis, larut sempurna dalam air, osmolalitas yang tinggi dan dapat dicampur dengan pelarut polar seperti air. Ditemukan dalam peralatan rumah tangga, bahan anti beku, deterjen, cat,
dan kosmetik. Beracun apabila tertelan dan mempunyai tekanan uap yang sangat rendah, dan oleh karena itu glikol hanya akan berada di udara dalam konsentrasi tertentu jika larutannya dipanaskan. (7,16,17, 18)
Pembuatan etilen glikol ini menggunakan proses hidrasi dari bahan baku yang digunakan etilen oksida dan air. Etilen oksida bereaksi dengan air membentuk monoetilen glikol:
C2H4O + H2O → HO−CH2CH2−OH
Pemakaian katalis asam dalam reaktor hidrasi memungkinkan proses dalam suhu dan tekanan relatif lebih rendah dibandingkan reaksi non katalis. Tetapi membuat larutan sangat korosif dan membutuhkan peralatan anti korosif yang harganya mahal. (16)
Penggunaan sebagai zat antibeku tidak dapat diperoleh dalam keadaan murni. Namun, sifat fisik campuran air dan etanediol yang dapat menekan titik beku dengan menaikkan persentasi etanediol dalam campuran. Etanediol ini rendah toksisitas tapi tetap menghasilkan metabolit. Dapat menyebabkan keracunan melalui berbagai jalur, seperti melalui pencernaan, absorpsi lewat kulit dan melalui penciuman. Rasanya manis dan memberi sensasi panas pada pengecapan ketika tertelan.(21)
2.2 Kerangka Konsep
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
2.3 Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala
1 Kadar Glukosa
Kadar glukosa yang dialirkan melalui darah sebagai sumber energi
GOD-PAP Fotometer mg/dL Ratio
2 Pool serum Gabungan serum
sisa yang
berkriteria tidak ikterik, tidak hemolisis dan tidak lipemik.
Pooling Erlenmeyer mL Ratio
3 Etanediol 1,2-etanediol biasa disebut etilen glikol atau Ethanediol memiliki rumus molekul
HOCH2CH2OH
Volumetri Pipet Gondok
mL Ratio
Stabilitas glukosa pool serum hingga 60
hari Pool serum yang disimpan
pada -15 – (-20) oC Pool serum dengan penambahan etanediol
15 %V/v
dan biasa disebut glikol merupakan senyawa diol yang sederhana, yang mempunyai dua gugus hidroksil (OH).
4 Periode penyimpanan pool serum
Lamanya
penyimpanan pool serum dalam lemari es bersuhu -15 – (-20) oC setelah ditambah etanediol dihitung sejak tahap pendahuluan.
Visual Timer Hari ke
sekian, dihitung sejak hari pertama sehari setelah tahap pendahulua n.
Rasio
5 Stabilitas Kemampuan pool serum untuk mempertahankan kadar glukosa yang ditambahkan etanediol dan disimpan dalam lemari es bersuhu -15 – (-20) oC hingga 60 hari.
Data
pemeriksaan ke 2-30
dibandingkan dengan pemeriksaan pertama
Distribusi pada grafik Lavey- Jennings
Total Error
Statistika GLM
Menyajik an data dalam grafik Lavey- Jennings
Formula TE%
Software SPSS
Westgard Multirule
Komputer
Stabil jika sig >
α (0,05), tidak stabil jika sig <
α (0,05)
Diterima bila memenu hi Westgar d Multirul es.
%
Ratio
Ordinal
Ratio
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat diambil suatu hipotesa yaitu akan diperoleh stabilitas pada kadar glukosa pool serum yang ditambahkan etanediol 15 %V/v dengan penyimpanan hingga 60 hari pada suhu -15 – (-20)oC sebagai bahan kontrol alternatif..