• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Unit Fungsional Lakrimal

(Perry, 2008)

Gambar 2.1

Unit Fungsional Lakrimal

Unit fungsional lakrimal terdiri dari kelenjar lakrimal dan permukaan mata yang terdiri dari kornea, konjungtiva, kelenjar meibom, serta saraf sensorik dan motorik. Unit fungsional lakrimal mengontrol sekresi komponen utama dari lapisan air mata, transparansi kornea serta kualitas gambar yang diproyeksikan ke retina (Tiwari, et al., 2014). Unit fungsional lakrimal bertanggung jawab dalam regulasi, produksi, dan kesehatan lapisan air mata (Robert, et al., 2014).

2.1.1 Sistem Sekresi Air Mata

Sistem sekresi kelenjar lakrimal terdiri dari kelenjar lakrimal utama, kelenjar lakrimal assesoris (kelenjar krausse dan wolfring) glandula sebasea palpebra atau kelenjar meibom, dan sel-sel goblet.

Sistem sekresi terdiri dari sekresi basal dan refleks sekresi. Sekresi basal adalah sekresi air mata tanpa ada stimulus dari luar sedangkan refleks sekresi terjadi hanya bila ada rangsangan eksternal (Kanski

& Bowling, 2011) .

(2)

2.1.2 Sistem Eksresi Air Mata

Komponen eksresi terdiri atas punktum lakrimalis, kanalikuli lakrimalis, sakkus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus nasi inferior. Setiap berkedip palpebra menutup menyebarkan air mata secara merata di atas kornea dan menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi di sisi medial palpebra (Roestijawati, 2007).

2.2 Air Mata

Air mata sebagian besar terdiri dari air yang didalamnya terlarut komponen air mata seperti protein, struktur makromolekul, serta oksigen.

Air mata mengandung 98,2% air, di mana kadar air tersebut dibutuhkan untuk membasahi konjungtiva dan permukaan kornea. Penguapan air di antara dua kedipan mata akan memengaruhi kepekatan air mata. Penguapan air mata ini akan mempengaruhi ketebalan permukaan air mata dan konsentrasinya. Dalam selang waktu 10 detik antara kedua kedipan mata akan mengurangi ketebalan air mata sekitar 0,1 μm dan konsentrasi air mata berkurang sebesar 1-2% (Soebagjo, 2020).

(Fatma, 2007)

Gambar 2.2

Mekanisme terbentuknya lapisan air mata pada saat mengedip dan saat mata terbuka di antara kedipan

(3)

Air mata secara terus menerus diisi ulang dengan cara mengedipkan mata (Hosaka, et al., 2011). Pada saat mata terbuka, lapisan air mata (aqueous) akan berkurang akibat dari evaporasi serta aliran keluar melalui pungtum dan duktus nasolakrimal. Apabila mata mulai terasa kering dan terjadi dry spot pada kornea, mata akan terasa perih, menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris dan terjadi refleks mengedip sehingga lapisan air mata terbentuk lagi dan seterusnya (Asyari, 2007).

2.2.1 Lapisan Air Mata

(Riordan-Eva & Augsburger, 2018)

Gambar 2.3 Lapisan Air Mata

Terdapat 3 lapisan primer dari lapisan air mata (Riordan-Eva

& Augsburger, 2018):

1. Lapisan lipid superfisial adalah film monomolekul yang berasal dari kelenjar meibom. Lapisan ini menghambat penguapan dan membentuk sawar kedap air saat palpebra ditutup.

2. Lapisan aqueous tengah yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan minor, mengandung substansi larut air garam dan protein.

(4)

3. Lapisan mukosa dalam yang terdiri dari glikoprotein melapisi sel-sel epitel kornea dan konjungtiva. Membran sel epitel terdiri dari lipoprotein dan relatif hidrofobik. Musin diabsorbsi sebagian pada membran sel epitel permukaan. Menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi lapisan aqueous untuk menyebar secara mer ata ke bagian yang dibasahinya dengan cara menurunkan tegangan permukaan.

2.2.2 Komposisi Lapisan Air Mata

Ketika berkedip, kandungan oksigen akan mempengaruhi tekanan oksigen dalam mata yang berfungsi dalam proses metabolisme dan kejernihan lapisan kornea. Saat mata membuka, oksigen dari udara masuk ke dalam air mata sehingga didapatkan tekanan oksigen sebesar 155 mmHg. Sedangkan saat mata menutup didapatkan tekanan oksigen sebesar 55 mmHg dari pembuluh darah konjungtiva (Soebagjo, 2020).

Tabel 2.1 Komponen Lapisan Air Mata Macam

Terapi

Komponen Penyusun

Asal Produksi Lapisan

Minyak/lemak

 Kolestrol

 Asak lemak

 Lemak

 Kelenjar meibom

 Kelenjar zeis

 Kelenjar moll

Akuos  Air

 Elektrolit inorganic

 Materi organic dan berat molekul ringan dan berat

 Kelenjar air mata utama

 Kelenjar air mata tambahan

(Kelenjar Krause dan wolfring)

 Epitel konjungtiva dan kornea

(5)

Mukoid  Karbohidrat,

protein, dan glycocalyx

 Sel goblet

 Kelenjar

henle/pseuodglands dari henle

 Kelenjar Manz (Patel & Blades, 2003)

2.2.3 Fungsi Lapisan Air Mata

Permukaan bola mata dilindungi oleh lapisan air mata yang berfungsi untuk menyediakan permukaan refraktif dalam menjaga tajam penglihatan serta menyediakan nutrisi dan oksigen untuk kornea yang avaskular. Lapisan air mata membuat lembab sel-sel epitel, melincinkan permukaan bola mata sekaligus melarutkan stimulus yang mengganggu (Jeffrey & Henderer, 2017).

2.3 Sindrom Mata Kering 2.3.1 Definisi

Keadaan permukaan mata yang kering yang menimbulkan gejala tidak nyaman dan gangguan penglihatan yang diakibatkan oleh tidak adekuatnya volume atau fungsi air mata yang menyebabkan tidak stabilnya lapisan air mata ditandai peningkatan osmolaritas dan rusaknya permukaan bola mata (Bowling, 2016). 2.3.2 Epidemiologi

Epidemiologi sindrom mata kering meningkat dari tahun ke tahun. Prevalensi sindrom mata kering berkisar hampir 35% dari populasi dan dua pertiga penderita adalah wanita dengan risiko tertinggi pada wanita pasca menopause (Stapleton, et al., 2017).

Penelitian Women’s Health Study dan Physician’s Health Study

(6)

melaporkan angka kejadian mata kering pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki usia di atas 50 tahun (Elvira &

Wijaya, 2018). Di Indonesia, Sindrom mata kering menunjukkan prevalensi 27,5% dengan faktor risiko utama umur, rokok, dan pterigium (Gayton, 2009).

2.3.3 Faktor Risiko

Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya sindrom mata kering adalah sebagai berikut (A'la, 2016):

1. Usia Lanjut. Penderita sindrom mata kering hampir semua dalam usia lanjut, 75% di atas 65 tahun baik laki-laki maupun perempuan.

2. Hormonal. Sindrom mata kering lebih sering dialami oleh wanita pada saat kehamilan, menyusui, pemakaian obat kontrasepsi, dan menopause.

3. Faktor lingkungan. Udara panas dan kering, asap, polusi udara, angin, berada di ruangan ber-AC terus menerus akan meningkatkan evaporasi air mata.

4. Mata yang menatap secara terus menerus sehingga lupa berkedip seperti saat membaca, menjahit, menatap monitor TV, komputer, dan ponsel.

5. Pemakai lensa kontak. Lensa kontak lunak yang mengandung kadar air tinggi akan menyerap air mata sehingga mata terasa perih, iritasi, nyeri, dan menimbulkan deposit protein.

(7)

6. Obat-obatan. Terdapat beberapa obat yang dapat menurunkan produksi air mata seperti antidepresan, dekongestan, anthistamin, antihipertensi, kontrasepsi oral, diuretik, obat- obatan tukak lambung, obat penenang, beta bloker, antimuskarinik, serta anastesi umum.

7. Pasien yang telah menjalani operasi refraktif seperti photorefractive keratectomy (PRK), laser-assisted in situ keratomileusis (LASIK) akan mengalami sindrom mata kering untuk sementara waktu

2.3.4 Patofisiologi

Mekanisme terjadinya sindrom mata kering diakibatkan oleh hiperosmolaritas air mata dan ketidakstabilan lapisan air mata.

Hiperosmolaritas lakrimal ini menyebabkan kerusakan pada epitel permukaan dengan mengaktifkan kaskade inflamasi pada permukaan mata dan pelepasan mediator inflamasi ke dalam air mata. Kerusakan epitel melibatkan kematian sel oleh apoptosis, hilangnya sel goblet, dan gangguan musin yang mengakibatkan ketidakstabilan lapisan air mata. Ketidakstabilan ini memperparah hiperosmolaritas permukaan mata. Lesi epitel yang disebabkan oleh mata kering merangsang ujung saraf kornea, sehingga menyebabkan gejala ketidaknyamanan dan peningkatkatan kedipan pada mata (Milner, et al., 2017)

(8)

2.3.5 Klasifikasi

(Lemp et al., 2007)

Gambar 2.4

Klasifikasi Sindrom Mata Kering berdasarkan Eye Institue/Industry Workshop

Berdasarkan etiopatologinya, mata kering dibagi menjadi dua, yaitu yaitu Aqueous Deficient Dry Eye (ADDE) dan Evaporative Dry Eye (EDE) (Michael Lemp, et al., 2007).

2.3.5.1 Aqueous Deficient Dry Eye (ADDE)

ADDE disebabkan oleh kegagalan sekresi sistem lakrimal akibat disfungsi kelenjar lakrimal asinar atau penurunan volume sekresi air mata. Hal ini akan menyebabkan peningkatan osmolaritas lapisan air mata karena evaporasi tetap berjalan normal. Peningkatan osmolaritas lapisan air mata akan menstimulasi mediator inflamasi. ADDE dikelompokkan menjadi dua sub-kelas, yakni Sindrom Sjogren dan Non-Sindrom Sjogren (Michael Lemp, et al., 2007).

(9)

Sjögren Syndrome Dry Eye (SSDE) merupakan mata kering yang diakibatkan karena gangguan autoimun yakni ketika kelenjar lakrimalis dan kelenjar yang memproduksi saliva diinfiltrasi oleh activated T-cell sehingga menyebabkan sel asinar dan ductus mengalami kematian sehingga muncullah keadaan hiposekresi air mata atau saliva. Pada Non-Sindrom Sjogren, terjadinya penurunan cairan aqueous disebabkan oleh gangguan produksi lakrimalis, obstruksi saluran lakrimalis, hambatan reflek kelenjar, dan penggunaan obat-obatan sistemik (Elvira &

Wijaya, 2018).

2.3.5.2 Evaporative Dry Eye (EDE)

EDE terjadi karena kehilangan air mata secara berlebihan di permukaan mata, hal ini bisa terjadi karena dua faktor yakni intrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik dapat disebabkan karena adanya gangguan pada kelenjar meibom, penurunan refeks berkedip, gangguan bukaan kelopak mata dan bisa karena penggunaan obat-obatan. Faktro ekstrinsik yang berpengaruh yakni kurangnya asupan vitamin A, menggunakan lensa kontak dan obat topical serta penyakit permukaan mata seperti alergi (Bron, et al., 2017).

(10)

2.3.6 Manifestasi Klinis

Gejala utama sindrom mata kering adalah perasaan kering dan berpasir pada mata. Gejala tambahan termasuk rasa terbakar atau gatal di mata, sensasi benda asing, robekan berlebih, rasa sakit dan kemerahan pada mata, serta fotofobia pada beberapa kasus.

Kadang-kadang juga dikaitkan dengan penglihatan yang kabur.

Gejala ditemukan memburuk pada cuaca kering, dengan kelembaban rendah dan suhu lebih tinggi (Phadatare, et al., 2015).

2.3.7 Diagnosis

Diganosis sindrom mata kering dapat diteggakan dengan gejala klinis, anamnesis yang lengkap tentang keluhan pasien, usia, pekerjaan, riwayat tindakan operasi mata, penggunaan obat topikal atau sistemik, dan penyakit penyerta (blefaritis atau alergi) serta penurunan hasil Tear Film Breakup Time (TBUT). Pemeriksaan kuantitatif ini berguna untuk menilai kualitas lapisan air mata.

Waktu normal TBUT adalah 15-20 detik. Pada mata kering nilai TBUT berkisar 5-10 detik (Messmer, 2015).

Selain TBUT terdapat juga pemeriksaan yang lain yaitu schirmer test. Schirmer test dilakukan untuk menilai kuantitas produksi air mata yang dihasilkan kelenjar lakrimal. Kertas filter schirmer 30 x 5 mm diletakkan pada sakus inferior 1/3 temporal agar tidak menyentuh kornea tanpa anestesi topikal selama 5 menit (Asyari, 2007). Jika bagian kertas yang basah sebesar >10 mm

(11)

dianggap normal, dibawah nilai tersebut dianggap mengalami mata kering (Shaharuddin, et al., 2008). Jika tes ini dilakukan tanpa anestesi topikal, dinamakan schirmer test I untuk mengukur refleks sekresi air mata. Namun, jika dilakukan dengan menggunakan anestesi topikal, dinamakan schirmer test II, untuk mengukur sekresi basal air mata (Weisenthal, et al., 2017).

(Elvira, 2018)

Gambar 2.5

Ilustrasi pemeriksaan schirmer I

Pemeriksaan melalui kuesioner juga dapat dilakukan untuk mendiagnosis sindrom mata kering. Beberapa kuesioner yang bisa digunakan antara lain Ocular Surface Disease Index (OSDI), Impact of Dry Eye on Everyday Life (IDEEL), McMonnies, dan Womens’s Health Study Questionnaire. Kuesioner yang paling sering digunakan untuk diagnosis penyakit mata kering adalah OSDI dengan nilai di atas 30 (Elvira & Wijaya, 2018).

2.3.8 Tatalaksana

Penatalaksanaan sindrom mata kering bertujuan untuk mengurangi gejala, menangani gangguan pada permukaan dan lapisan air mata, penyebab yang mendasari, serta memperbaiki kualitas hidup pasien (Kastelan, et al., 2013). Pada kasus sindrom

(12)

mata kering ringan pengobatan cukup dengan artificial tears pada malam hari, kompres hangat dan pijatan kelopak mata jika disertai radang tepi kelopak mata (bleparitis). Pada kasus berat (pasca Sindrom Steven-Johnsons, trauma kimia/luka bakar) dapat dipertimbangkan pemakaiaan kontak lensa, serum autologus, terapi hormonal, siklosporin, oklusi pungtum bahkan tindakan operasi bila terjadi komplikasi kornea (Asyari, 2007). Selain itu, pada kasus berat dapat dilakukan penggunaan goggles atau kacamata yang didesain khusus untuk mempertahankan kelembapan permukaan mata dan juga berguna pada kondisi lingkungan yang berangin (Weisenthal, et al., 2017).

Tabel 2.2 Tatalaksana Sindrom Mata Kering

Macam Terapi Perlakuan

Lingkungan  Edukasi dan modifikasi lingkungan

 Mengeliminasi efek pengobatan topikal atau sistemik

Pengobatan topical  Air mata buatan, gel/salep

 Anti inflamasi (siklosporin dan kortikostreroid topikal)

 Mukolitik agen

 Serum autologous Pengobatan

Sistemik

 Asam lemak omega 3 (dapat meningkatkan risiko kanker prostat pada laki-laki)

 Tetrasiklin (untuk disfungsi kelenjar meibom, rosacea)

 Anti infalamasi sistemik

 Secretagogues

Pembedahan  Pemasangan sumbat punctum

 Penjahitan sepertiga kelopak mata (tarsorafi)

 Pencangkokan selaput amniotik

(13)

Lainnya  Terapi pada kelopak mata (kompres air hangat)

 Lensa kontak

 Kacamata moisture chamber (Coleman et al., 2013)

- Perawatan Lingkungan

Perawatan lingkungan meliputi edukasi untuk memodifikasi lingkungan dan mengeliminasi efek pengobatan topikal atau sistemik (Coleman, 2013). Modifikasi lingkungan meliputi perubahan gaya hidup dengan cara menghindari faktor risiko terjadinya sindrom mata kering seperti debu, merokok atau asap rokok, membatasi penggunaan komputer, dan aktivitas lain yang dapat mengurangi frekuensi berkedip (Alshamrani, et al., 2020).

Eliminasi efek pengobatan topikal atau sistemik seperti beta bloker, diuretik, antihistamin, antikolinergik, dan psikotropika juga berpengaruh pada kondisi mata kering. Obat-obatan tersebut dapat mengurangi produksi air mata sehingga memperburuk kondisi mata kering (Weisenthal, et al., 2017).

- Pengobatan Topikal

Penggunaan obat-obatan topikal dapat berupa artificial tears baik dalam bentuk gel maupun salep, obat anti inflamasi (siklosporin dan kortikosteroid topikal), agen mukolitik, dan serum air mata autologous (Coleman, 2013). Artificial tears (air mata buatan bertujuan untuk menurunkan osmolaritas air mata, mencuci mata dari produk proinflamatory, dan melindungi

(14)

permukaan mata (Henderson & Madden, 2013). Selain itu, manfaat artificial tears pada pasien sindrom mata kering adalah menyediakan lapisan lubrikasi pada konjungtiva palpebralis superior dan permukaan mata, menstabilkan lapisan air mata, mengurangi abrasi optik, dan memberikan efek pseudo anti- inflammatory. Efek pseudo anti-inflammatory yaitu pembersihan secara fisik agen proinflamasi, penurunan osmolaritas air mata, mengurangi risiko epiteliopati oleh karena gesekan kelopak mata, dan membantu proses penyembuhan kornea sehingga dapat mengurangi inflamasi pada permukaan mata (Caparas, 2015).

Siklosporin menstimulasi produksi air mata dengan menekan proses inflamasi dan menghambat apoptosis pada sel epitel penghasil air mata pada kelenjar lakrimalis dan permukaan mata.

Siklosporin juga dapat meningkatkan densitas sel goblet sebagai penghasil mukus pada konjungtiva. Pada percobaan klinik yang dilakukan oleh FDA (Food and Drug Administration), emulsi siklosporin efektif mengurangi tanda kerusakan kornea, memperbaiki gejala penglihatan kabur, dan mengurangi penggunaan tetes air mata buatan pada pasien mata kering sedang (moderate) hingga berat (severe). Kontraindikasi penggunaan terapi ini berdasarkan FDA adalah infeksi pada mata. Terapi kortikosteroid efektif untuk pasien dengan mata

(15)

kering berat yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi topikal artificial tears yang sudah maksimal (Pflugfelder &

Nettune, 2013).

Kortikosteroid dipakai sebagai terapi tambahan pada siklosporin A topikal pada pasien yang menunjukkan perbaikan gejala tetapi masih terdapat gejala dan tanda kerusakan permukaan mata. Kortikosteroid adalah imunosupresan yang dapat menghambat banyak jalur inflamasi. Kortikosteroid menghambat produksi sitokin dan kemokin inflamatori, mengurangi sintesis matrix metalloproteinase dan mediator inflamasi lipid (prostaglandin), mengurangi ekspresi molekul adesi sel (ICAM-1) dan menstimulasi apoptosis limfosit (Pflugfelder & Nettune, 2013).

- Pengobatan Sistemik

Pengobatan sistemik berupa pemberian asam lemak omega 3, tetrasiklin, antiinflamasi sistemik, dan secretagogues (Coleman, 2013). Secretagogues menstimulasi sekresi kelenjar lakrimalis dan saliva melalui reseptor M3. Asam lemak omega- 3 terbukti dapat meningkatkan produksi dan volume air mata.

Beberapa ikan (seperti salmon dan tuna), udang dan kepiting serta minyak dari biji-bijian, sayuran warna gelap dan kacang kenari, kaya akan asam lemak omega-3. Asam lemak omega-3 dapat menghambat eikasanoid dan sitokin proinflamasi

(16)

Pilokarpin dan cevimelin adalah dua jenis obat dari golongan secretogouge yang hingga saat ini disetujui oleh FDA. Baik pilokarpin dan cevimelin telah terbukti efektif dalam mengurangi gejala mata kering dan pada beberapa uji klinis juga efektif dalam memperbaiki tanda-tanda obyektif mata kering.

Efek samping utama pengobatan ini adalah berkeringat (Weisenthal, et al., 2017).

- Pembedahan

Pembedahan meliputi pemasangan sumbat punctum, pemasangan sumbat punctum secara permanen, penjahitan sepertiga kelopak mata (tarsorafi), perbaikan posisi kelopak mata, selaput lendir, kelenjar saliva dan pencangkokan selaput amniotik (Coleman, 2013). Oklusi puncta atau pemasangan sumbat punctum dapat menurunkan gejala iritasi okular, memperbaiki hasil pewarnaan permukaan mata, dan mengurangi ketergantungan pemakaian artificial tears. Tarsorafi dapat digunakan untuk menjaga air mata dengan cara mengurangi ukuran apertura interpalpebral dan evaporasi lapisan air mata (Pflugfelder & Nettune, 2013).

- Lainnya

Terapi yang lain yaitu dengan mengompres menggunakan air hangat pada kelopak mata, pemakaian kontak lensa, dan kacamata moisture chamber (Coleman, 2013).

(17)

2.4 Merokok

2.4.1 Definisi

Merokok adalah kegiatan membakar gulungan tembakau lalu menghisapnya sehingga menimbulkan asap yang dapat terhirup oleh orang-orang disekitarnya (West, 2017).

2.4.2 Kandungan Rokok

Rokok mengandung lebih dari 4.600 senyawa yang terbukti bersifat karsinogenik (Paumgartten, et al., 2017). Kandungan rokok yang paling berbahaya adalah nikotin, tar, dan karbon monoksida (Harris, 2019).

2.4.2.1 Nikotin

Nikotin diklasifikasikan sebagai obat stimulan dan seringkali disalahgunakan. Nikotin memiliki efek meningkatkan mood. Nikotin akan merangsang jaras dopamin pada sistem mesolimbik di otak dan berikatan dengan reseptor asetilkolin yang menyebabkan peningkatan pengeluaran dopamin di nukleus accumbens. Pelepasan dopamin pada jalur mesokortikolimbik inilah yang berperan dalam tingkah laku dan menyebabkan ketergantungan (Setiawati, 2016).

2.4.2.2 Tar

Tar merupakan komponen padat asap rokok yang bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar akan masuk

(18)

ke rongga mulut dalam bentuk uap padat. Kemudian tar akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru (Kristanto & Sarif, 2017).

2.4.2.3 Karbon Monoksida

Karbon monoksida (CO) yang berlebihan dalam tubuh akan menyebabkan berbagai macam ganguan pada organ.

Gangguan organ disebabkan karena afinitas CO dengan hemoglobin lebih kuat daripada afinitas oksigen dengan hemoglobin. Ikatan CO-hemoglobin akan diedarkan ke seluruh organ. Organ akan mengalami hipoksia sehingga tidak dapat menghasilkan ATP. Selain itu dapat mengakibatkan kematian sel (Gozubuyuk, et al., 2017).

2.4.3 Efek Rokok Terhadap Mata

Rokok dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit pada mata, antara lain katarak, age macular degeneration, graver’s opthalmopathy, iskemi pada retina, anterior ischaemic optic neuropathy, glaukoma dan ambliopia (Oduntan & Masige, 2011).

Mukosa konjungtiva merupakan lapisan terluar pada mata yang selalu terpapar dengan lingkungan luar. Namun, lapisan ini sangat peka terhadap zat-zat kimia yang tersebar di udara seperti asap dan gas-gas iritatif yang berasal dari asap rokok. Hal ini dapat menyebabkan kemerahan pada konjungtiva (Wilson, 2013). Selain

(19)

itu merokok dapat meningkatkan risiko dan memperburuk keadaan sindrom mata kering (Yoon, et al., 2005)

Asap rokok mengandung berbagai macam senyawa Reactive Oxygen Species (ROS) dalam bentuk gas dan partikel toksik. ROS dapat mengakibatkan kerusakan jaringan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui aliran darah sistemik sehingga dapat mengganggu homeostasis sel dan memicu terjadinya stres oksidatif.

Normalnya, tubuh akan menciptakan keseimbangan dimana pembentukan radikal bebas akan diikuti dengan pembentukan antioksidan. Namun, banyaknya paparan radikal bebas eksogen meningkatkan jumlah total radikal bebas dalam tubuh. Kondisi kelebihan produksi radikal bebas dan kurangnya antioksidan akan memicu stres oksidatif (Fitria, et al., 2013).

Asap rokok dapat merusak lapisan lipid air mata dengan proses peroksidasi lipid yang menyebabkan sindrom mata kering dan kerusakan pada mata (Thimas, et al., 2012). Nikotin dan CO yang terkadung dalam rokok dapat mengganggu homeostasis lipid, meningkatkan agregasi trombosit, dan menginduksi pembekuan darah. Nikotin juga berpengaruh pada sistem peredarah darah dengan mendorong vasospamse yang mengarah ke penyempitan arteri ciliaris posterior yang menyebabkan neuropati optik iskemik anterior atau meningkatkan resistensi vaskuler choroid yang mengakibatkan iskemia retina (Putantri & Kartadinata, 2018).

(20)

Matsumoto et al (2008) menunjukkan peningkatan penguapan air mata dan jumlah conjungtival squamous metaplasia, perubahan protein air mata, serta menurunnya jumlah sel goblet pada jaringan mata perokok kronis (Matsumoto, et al., 2008). Merokok juga menyebabkan perubahan morfologi dan fungsi lensa dan retina yang memicu efek penggumpalan darah serta aterosklerosis pada kapiler mata (Altinors, et al., 2006).

Gambar

Gambar 2.3                      Lapisan Air Mata
Tabel 2.1 Komponen Lapisan Air Mata  Macam  Terapi  Komponen Penyusun  Asal Produksi  Lapisan  Minyak/lemak    Kolestrol    Asak lemak    Lemak    Kelenjar meibom   Kelenjar zeis   Kelenjar moll  Akuos    Air    Elektrolit  inorganic
Tabel 2.2 Tatalaksana Sindrom Mata Kering

Referensi

Dokumen terkait

Faktor kadar haemoglobin <10gr% pada ibu hamil, keterlambatan pengambilan keputusan untuk merujuk dan keterlambatan penanganan medis di tempat rujukan, dijumpai

[r]

Dengan menggunakan karakter kondisi lingkungan yang sama (fisik dan biotik) seperti pada analisis klaster terhadap lokasi blok pengamatan, hasilnya ditampilkan dalam

Data tersebut merupakan tindak tutur direktif melarang yang direalisasikan dengan tindak tutur tidak langsung karena struktur dan maksud tuturan tidak sama, yakni struktur

Kepuasan adalah tingkat perasaan petani dalam membandingkan kinerja penyuluh pertanian lapangan BP3K Kecamatan Kongbeng dengan kepentingan yang diinginkan petani padi sawah

GJW dalam rangka peremajaan pasar sentra Antasari telah memberikan perlindungan hukum kepada para pihak, yaitu pihak pertama (Pemerintah Banjarmasin) dengan pihak kedua (PT.

Berdasarkan hal tersebut maka penulis akan mencoba membuat suatu perangkat lunak sistem penentuan pemilihan jenis ikan untuk kolam, dimana aplikasi ini akan di

Setelah dilakukan penelitian berupa analisis penggunaan diksi dan gaya bahasa terhadap kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono diambil sebanyak