• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN BIBIT PADI UNGGUL SKRIPSI MASDEWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN BIBIT PADI UNGGUL SKRIPSI MASDEWI"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

MASDEWI 170803011

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MASDEWI 170803011

DEPARTEMENMATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(3)

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PERNYATAAN ORISINALITAS

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN BIBIT PADI UNGGUL

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, Kecuali beberapa kutipandan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 14 September 2021

Masdewi 170803011

(4)

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5)

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENERAPAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PEMILIHAN BIBIT PADI UNGGUL

ABSTRAK

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternatif atau multikriteria. Metode ini diawali dengan membuat struktur hierarki dari permasalahan yang akan diteliti. Dilanjutkan dengan membuat matriks perbandingan berpasangan yang akan menghasilkan vektor eigen dan nilai eigen maksimum. Pada proses penentuan faktor pembobotan hirarki maupun faktor evaluasi, harus dilakukan uji konsistensi yaitu CR ≤ 0,100. Skripsi ini bertujuan untuk pengambilan keputusan terbaik dalam pemilihan bibit padi unggul di Kecamatan siabu Kabupaten Mandailing Natal menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil dari analisis AHP dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa kriteria yang paling penting dalam proses pemilihan bibit padi unggu adalah Kualitas bibit dengan bobot 0,305 atau 30,5%, kriteria yang paling penting kedua adalah rasa beras dengan bobot 0,255 atau 25,5%, kemudian ketiga adalah harga bibit dengan bobot 0,220 atau 22% dan yang terakhir kriteria mudah diperoleh bibit dengan bobot 0,201 atau 20,2%. Bibit padi unggul di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal yang menjadi prioritas adalah Mekongga dengan bobot 0,207 atau 20,7%, selanjutnya Ciherang dengan bobot 0,206 atau 20,6%, Situbagendit menempati peringkat 3 dengan bobot 0,202 atau 20,2%, posisi keempat Inpari 42 dengan bobot 0,192 atau 19,2% dan posisi terakhir Inpari 33 dengan bobot 0,167 atau 16,7%.

Kata kunci:Metode Analytical Hoerarchy Process (AHP), Uji Konsiteni,Vector Eigen.

(6)

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA APPLICATION OF THE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

METHOD IN THE SELECTION OF SUPERIOR RICE SEEDS

ABSTRAC

The Analytical Hierarchy Process (AHP) method is one of the methods of decision making on the issue of the prioritizing of choice of various alternatives or multicriterial. This Method begins by creating a paired comparison matrix that will produce the eigen vector and ethe maximum eigen value. In the process of determining the weighting factor of the hierarchy as well as the evaluation factor, a consistency test should be carried out is CR ≤ 0.100. This thesis aims for the best decision making in the selection of superior rice seeds in subdistrict Siabu Mandailing Natal distric uses method Analytical Hierarchy Process (AHP). The results of the AHP analysis inthis study obtained the conclusion that the most important criterial in the process of determining the selection of superior rice seeds is the quality of seeds with a weight of 0,305 0r 30,5%, the second most important criterion is the taste of rice with a weight of 0,255 or 20,5%, then the third is the price of seeds with a weight of 0,220 or 22% and the last criterion is easy to obtain seeds with a weight of 0,201 or 20,2%. The priority rice seeds in Siabu district, Mandailing Natal regenchy are Mekongga with a weight of 0,207 or 20,7%, then Ciherang with a weight of 0,206 or 20,6%, Situbagendit rank 3 with a weight of 0,202 or 20,2%, the fourth position is Inpari 42 with a weight of 0,192 or 19,2% and the last position is Inpari 33 with a weight of 0,167 or 16,7%.

Keywords: Analytical Hierarchy Process, Matrix, Consistency Test, Eigen Vector.

(7)

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul

“Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Pemilihan Bibit Padi Unggul”.

Dalam kesempatan ini,penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Esther Sorta Mauli Nababan, M.Sc selaku dosen pembimbing yang sudah meluangkan waktu, tenaga dan serta pikirannya selama proses penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Parapat Gultom, MSIE, Ph.D selaku dosen pembanding 1 saya dan Bapak Drs. Rosman Siregar, M. Si selaku dosen pembanding 2 saya yang sudah memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Dr. Esther Sorta Mauli Nababan, M.Sc selaku dosen penasehat akademik yang slalu membimbing penulis selama perkuliahan.

4. Ibu Dr. Nur Sahara Pasaribu, M. Sc selaku Dekan FMIPA USU dan wakil Dekan serta seluruh Staf pegawai yang ada di FMIPA USU.

5. Bapak Suyanto, M.Kom dan Drs. Rosman Siregar, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPAUSU.

6. Seluruh Dosen di Departemen Matematika FMIPA-USU yang sudah memberikan ilmunya selama proses perkuliahan serta pegawai yang ada di FMIPA-USU.

7. Bapak Chaca selaku pegawai di dinas pertanian Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal

8. Orang tua tercinta Mursal Panggabean dan Masna Hasibuan, saudari perempuan penulis Nipah Panggabean, saudara laki-laki penulis Ahmad Rijal Panggabean, Usnan Saputra Panggabean, Poso Bulung Panggabean, Wahdini Panggabean, Wahlul Panggabean dan Muhammad Yasin Panggabean yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

(8)

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 9. Sahabat penulis, Ayu Novita Sari Pasaribu, Zakiah Nur Hsb, Sintia Valentin Br Ginting, Febby Arisca Zurfani, Febriani Sahfitri dan Wahyu Isnaini yang sudah menjadi teman terbaik awal perkuliahan hingga akhir penulis skripsi ini.

10. Abang Khoiruddin S.Pd, Kakak Juli Angraini S.Kep serta seluruh sahabat yang ada di Jurusan Matematika sudah memberikan bantuan serta dorongan selama proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan skripsi ini.

Medan,14 September 2021 Penulis

Masdewi 170803011

(9)

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ORISINALITAS i

PERSETUJUAN Error! Bookmark not defined.

ABSTRAK iii

ABSTRAC iv

PENGHARGAAN v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Batasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Metodologi Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Pertanian 5

2.2 Analytical Hierarchy Process (AHP) 6

2.3 Prinsip-Prinsip Dasar 7

2.4 Penyusunan Prioritas 9

2.5 Eigen Value dan Eigen Vektor 10

2.6 Uji Konsisten Indeks dan Rasio 12

BAB III METODE PENELITIAN 14

3.1 Jenis dan Sumber Data 14

3.2 Tempat Penelitian 14

3.3 Tahap – Tahap Penelitian 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16

4.1 Sampel 16

4.2 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki ntuk Semua Kriteria 17 4.3 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Harga Bibit 21

(10)

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.4 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kualitas Bibit 24 4.5 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Mudah Diperoleh Bibit 27 4.6 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Rasa Beras 30 4.7 Perhitungan Total Ranking/Prioritas Global 33

4.7.1 Faktor Evaluasi Global 33

4.7.2 Total Ranking 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 37

5.1 Kesimpulan 37

5.2 Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 39

(11)

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

2.1 Skala Saaty untuk Prbandingan Berpasangan 9

2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan 10

2.3 Nilai Random Indeks (RI) 13

4.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria 17 4.2 Matriks Faktor pembobotan Hirarki untuk semua Kriteria

yang Disederhanakan

18 4.3 Matriks Faktor pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria

yang Dinormalkan 19

4.4 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Harga Bibit 21 4.5 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Harga Bibit

yang Disederhanakan 21

4.6 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Harga Bibit

yang Dinormalkan 22

4.7 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Kualitas

Bibit 23

4.8 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Kualitas

Bibit yang Disederhanakan 24

4.9 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Kualitas

Bibit yang Dinormalkan 25

4.10 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Mudah

Diperoleh Bibit 26

4.11 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Mudah

Diperoleh Bibit yang Disederhanakan 26

4.12 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Mudah

Diperoleh Bibit yang Dinormalkan 27

4.13 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Rasa Beras 28 4.14 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Rasa Beras yang

Disederhanakan 29

4.15 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Rasa Beras

yang Dinormalkan 30

4.16 Hubungan Antara Kriteria dan Alternatif 31

(12)

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Prosedur Analytical Hierarchy Process 6

2. Bentuk Struktur Decomposition 8

3. Bentuk Struktu Hierarki Pemilihan Bibit Padi Unggul 16 4. Faktor pembobotan Hirarki untuk semua Kriteria yang

Disederhanakan

19 5. Faktor pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria yang

Dinormalkan

20 6. Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Harga Bibit yang

Disederhanakan

22 7. Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Harga Bibit yang

Dinormalkan

23 8. Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Kualitas Bibit yang

Disederhanakan 25

9. Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Kualitas Bibit yang

Dinormalkan 26

10. Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Mudah Diperoleh

Bibit yang Disederhanakan 28

11. Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Mudah Diperoleh

Bibit yang Dinormalkan 29

12. Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Rasa Beras yang

Disederhanakan 31

13. Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Rasa Beras

yang Dinormalkan 32

14. Hubungan Antara Kriteria dan Alternatif 34

15 Grafik Bobot Masing-masing Alternatif 35

(13)

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1. Kuesioner Penelitia

35 2. Data Hasil Akhir Kuisioner dari 99 Responden di

Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal untuk Semua Kriteria

36

3.

Data Hasil Akhir Kuesioner dari 99 Responden di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal dengan Kriteria Harga

Bibit 41

4.

Data Hasil Akhir Kuesioner dari 99 Responden di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal dengan Kriteria Kualitas

Bibit 44

5.

Data Hasil Akhir Kuesioner dari 99 Responden di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal dengan Kriteria Mudah Diperoleh Bibit

47

6.

Data Hasil Akhir Kuesioner dari 99 Responden di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal dengan Kriteria Rasa Beras

50

(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis.

Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (China) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Paradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi adalah Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, dan Vietnam ( Purwono dan Purnawati. 2007 ).

Pertanian adalah salah satu bidang penting di Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya pada bagian penting sebagai petani padi. Banyaknya petani mengalami kesulitan untuk menentukan benih padi yang digunakan dalam bercocok tanam, baik secara bahan konsumsi atau bahan penanaman kembali. Penggunaan benih padi unggul berumutu tinggi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam produktivitas usaha tani, karena persediaan benih padi unggul kualitas tinggi untuk petani dalam melakukan kerangka usaha tani merupakan suatu syarat dalam peningkatan kualitas produksi. Maka mutu benih padi yang kualitas baik akan menghasilkan beras yang berkualitas baik. Dari beberapa permasalahan yang sudah diuraikan, maka dibuat sistem pendukung keputusan dengan menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Thomson L Saaty. Model keputusan Analytical Hierarchy Process (AHP) akan menguraikan masalah multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hierarki (keputusan) (Saaty, 1993). Keputusan merupakan sebagai suatu karakteristik dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multilevel, dimana level pertama yaitu tujuan, diikuti dengan level kedua yaitu level faktor, kriteria, subkriteria, dan seterusnya level terakhir alternatif. Dari beberapa

(15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA permasalahan yang diuraikan diatas, maka dibuat sistem pendukung keputusan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang bisa memberikan informasi dan membantu petani untuk pengambilan keputusan mengenai bibit padi unggul agar mendapatkan kualitas produk terbaik.

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternatif atau multikriteria.

1.2 Rumusan Masalah

Dari permasalahan yang sudah diuraikan dalam latar belakang, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah memberikan informasi dan membantu petani dan masyarakat di Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal untuk pengambilan keputusan mengenai bibit padi unggul menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) agar mendapatkan kualitas produk terbaik.

1.3 Batasan Masalah

Adapun yang menjadi batasan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan bibit padi unggul menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yaitu:

a) Harga Bibit b) Kualitas Bibit

c) Mudah diperoleh Bibit d) Rasa Beras

2. Alternatif keputusan atau jenis yang digunakan dalam pemilihan bibit padi unggul menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yaitu:

a. Ciherang b. Mekongga c. Inpari 42 d. Inpari 33 e. Situbagendit

(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Sumber informasi atau data yang diperoleh dari masyarakat dan petani

Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pemilihan bibit padi unggul untuk petani dan masyarakat di Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), kemudian dilakukan perangkingan bibit padi unggul yang kualitas terbaik ke kualitas kurang baik.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dengan penerapan AHP dalam pemilihan bibit padi unggul membuat petani dan masyarakat bisa lebih cepat dan mudah memilih bibit padi unggul untuk waktu yang akan datang agar bisa menghasilkan produk padi berkualitas tinggi dan meningkatkan perekonomian Indonesia.

1.6 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Studi Pendahuluan

Mengumpulkan dan mempelajari berbagai informasi berupa buku-buku materi yang diperoleh di perpustakaan dan bahan-bahan ajaran perkuliaan, skripsi- skripsi atapun jurnal-jurnal yang berhubungan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Tentang pertanian pemilihan bibit padi unggul.

2. Pengumpulan data

Dalam melakukan penelitian ini, penulis mendapatkan data primer dengan cara menggunakan kuisioner dan mewawancarai masyarakat dan petani tersebut didaerah Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal secara langsung.

3. Tahapan-tahapan pengolahan data

Tahapan pengambilan keputusan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan masalah dan menentukan solusi 2. Menentukan kriteria dan alternatif pilihan

3. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan, dilanjut kriteria- kriteria, subskriteria, dan alternatif pilihan.

(17)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Mengumpulkan data primer yaitu diperoleh dengan mewawancarai petani

Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal secara langsung.

5. Membentuk matriks perbandingan berpasangan untuk semua hierarki dan menyederhanakan Pembobotan hierarki untuk semua kriteria.

6. Menormalkan pembobotan dengan membagi nilai masing-masing pada matriks dengan jumlah masing-masing kolomnya.

7. Menghitung nilai eigen vector dan Menguji konsistensi matriks perbandingan berpasangan.

8. Mengulangi langkah 1, 2, 5, 6, dan 7 untuk semua tingkat hierarki atau semua kriteria.

9. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan.

Dengan bobot setiap elemen, dapat ditentukan prioritas atau peringkat elemen-elemen dari hirarki.

10. Untuk tingkat alternatif, dilakukan langkah serupa seperti langkah-langkah di atas dan diuji konsistensinya untuk setiap alternatif terhadap kriteria. Jika tidak memenuhi CR ˂ 0,100 maka penilaian harus diulang kembali.

11. Menghitung total rangking.

12. Membuat kesimpulan dan saran.

(18)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertanian

Pertanian adalah salah satu bidang penting di Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya pada bagian penting sebagai petani padi. Banyaknya petani mengalami kesulitan untuk menentukan benih padi yang digunakan dalam bercocok tanam, baik secara bahan konsumsi atau bahan penanaman kembali.

Tanaman padi merupakan tanaman yang sangat penting bagi manusia karena lebih dari setengah penduduk dunia bergantung pada tanaman ini sebagai sumber bahan pangan. Tanaman padi merupakan tanaman yang istimewa karena tanaman padi mempunyai kemampuan beradaptasi hampir pada semua lingkungan dari dataran rendah sampe dataran tinggi, dari daerah tropis sampe daerah subtropis, dan dari daerah basah sampai daerah kering. Jenis tanaman padi adalah tanaman rumput yang mempunyai rumpun yang kuat dan dari ruasnya keluar banyak anakan yang berakar ( Zulman Harja.2015 ).

Ciri-ciri benih padi bermutu adalah:

1. Jenis benih padi asli

Benih yang terapung dibuang, sedangkan benih yang digunakan adalah benih yang tenggelam. Setelah pemilihan benih dicuci bersih, diperam dan siap untuk ditabur.

2. Benih padi tidak tercampur dengan biji gulma atau tanaman lain.

3. Benih padi tidak terinfeksi oleh jamur.

Keuntungan menggunakan benih padi bermutu tinggi 1. Benih tumbuh dengan cepat dan tumbuh sama.

2. Menghasilkan bibit yang kuat dan sehat.

3. Ketika ditanam pindah bibit dapat tumbuh lebih cepat.

4. Pertumbuhan lebih serempak dan populasi tanaman optimum, sehingga mendapatkan hasil yang tinggi.

(19)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Untuk memilih bibit padi unggul diperlukan beberapa kriteria yaitu:

a. Harga Bibit b. Kualitas Bibit

c. Mudah diperoleh Bibit d. Rasa Beras

2.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomson L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Hirarki merupakan suatu representasi dari permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level, dimana level pertama yaitu tujuan, diikuti dengan level kedua yaitu level faktor, kriteria, subkriteria, dan seterusnya level terakhir alternatif ( Saaty. 1990 ).

Dalam pengambilan keputusan ( Hierarki ) suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan dalam kelompok masing-masing yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan menjadi lebih terstruktur dan sistematis.

Sistem pendukung keputusan (Decision Support System) merupakan sistem informasi inferaktif yang menyediakan informasi, pemodelan dan pemanipulasian data. Sistem yang digunakan untuk membantu pengambilan keputusan dalam situasi yang semi terstruktur dan situasi yang tidak terstruktur dimana tidak ada seorang yang tahu kepastian bagaimana keputusan seharusnya dibuat ( Damayanti, Riska.2015 ).

Prosedur Analytical Hierarchy Process (AHP) yang dipopulerkan Saaty berisi empat lagkah dasar. Empat langkah ini dalam mengubah penilaian subjektif dari masalah keputusan menjadi numerik sebagai berikut :

Gambar 2.1 Prosedur Analytical Hierarchy Proces

Langkah 1:

Pecahkan masalah keputusan menjadi tingkat hierarki

Prosedur Analytical Hierarchy Process

(AHP)

(20)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.3 Prinsip-Prinsip Dasar

Model Analytical Hierarchy Process (AHP) memiliki beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain:

1. Decomposition

Decomposition memecahkan permasalahan yang utuh menjadi unsur-unsurnya ke bentuk hierarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur saling berhubungan. Struktur hierarki keputusan dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hierarki disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hierarki keputusan incomplete kebalikan dari hierarki complete.

Hierarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

Langkah 2:

Kumpulkan data masukan secara berpasangan perbandingan elemen keputusan

Langkah 3:

Menggunakan metode eigen value untuk memperkirakan relatif dari elemen keputusan

Langkah 4:

Gabungkan bobot relatif disetiap level

(21)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bentuk struktur Decomposition sebagai berikut:

a. Tingkat pertama : tujuan keputusan b. Tingkat kedua : kriteria-kriteria c. Tingkat ketiga : alternatif-alternatif

Gambar 2.2 Bentuk Struktur Decomposition

Langkah pertama adalah memecahkan masalah menjadi hirarki elemen keputusan. Pengambilan keputusan harus mengembangkan representasi logis dari faktor yang hanya satu tujuan elemen dari keseluruhan masalah. Tingkat selanjutnya dari hirarki mencakup tujuan, kriteria, atau faktor yang lebih spesifik yang dibutuhkan untuk tujuan keseluruhan. Detail kriteria ini meningkatkan ditingkat hirarki yang lebih rendah. Tingkat hirarki yang terakhir berisi alternatif keputusan tertentu.

2. Comparative Judgement

Comparative Judgement dilakukan dengan penelitian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan

Kriteria 2

Kriteria 1 Kriteria 3 … Kriteria N

Alternatif 1 Alternatif 2 … Alternatif M Tujuan

(22)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tingkat yang paling rendah sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan paling tinggi.

3. Synthesis of Priority

Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan. Pengurutan elemen-elemen tersebut menurut kepentingan relative melalui prosedur sintesis yang dinamakan priority setting.

4. Logical Consistency

Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengangresikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai tingkatan hierarki dan selanjutnya diperoleh suatu vector composite tertimpang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.

2.4 Penyusunan Prioritas

Untuk setiap kriteria dan alternatif, harus melakukan perbandingan berpasangan (Pairwaise Comparison) yaitu membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkat hierarki secara berpasangan sehingga didapat nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat dari penelitian kualitatif. Langkah pertama dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu persoalan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan, yaitu elemen-elemen dibandingkan secara berpasangan.

Tabel 2.1 Skala Saaty untuk Perbandingan Berpasangan

Intensitas Kepentingan

Definisi Keterangan

1 Equal Importance (sama penting)

Kedua elemen sama pentingnya 3 Weak Importance one over

another (Sedikit lebih penting)

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang

lainnya 5 Essential or strong

Importance (lebih penting)

Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya 7 Demonstrated Importance

(sangat penting)

Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari elemen yang lainnya 9 Extreme Importance Satu elemen mutlak penting

(23)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (mutlak lebih penting) daripada elemen yang lainnya 2,4,6,8 Intermediate values

between the two adjacent judgements

Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Resiprokal Kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapatkan satu angka dibandingkan dengan aktivitas j,

maka j mempunyai nilai kebalikannya disbanding dengan i

Setelah proses keseluruhan perbandingan berpasangan dilakukan, maka dapat dibentuk matriks perbandingan berpasangan.

Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan

Nilai a11 merupakan nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1 (kolom) yang menyatakan hubungan:

a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C dibandingkan dengan A1 (kolom).

b. Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A1 (baris) dibandingkan dengan A1 (kolom).

c. Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A1 (kolom).

d. Nilai perbandingan yaitu diagonal utama

2.5 Eigen Value dan Eigen Vektor

Eigen Value adalah nilai karakteristik dari suatu matriks berukuran n x n, sementara Eigen Vektor adalah vektor kolom bukan nol yang bila dilakukan dengan suatu matriks berlukuran n x n dapat menghasilkan vektor lain yang memiliki nilai kelipatan dari vektor eigen sendiri.

C A1 A2 . . . An

A1 a11 a12 . . . a1n A2 a21 a22 . . . a2n

. . .

. . .

. . .

. . .

. . . Am an1 an2 . . . amn

(24)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Matriks

Matriks merupakan salah satu ekspresi matematis yang sangat banyak dipakai dalam aplikasi. Secara umum, matriks merupakan sekumpulan informasi yang diletakkan sehingga membentuk baris-baris dan kolom-kolom. Matriks juga merupakan sekumpulan himpunan objek yang ditempatkan dalam baris dan kolom yang dibatasi dengan kurung siku. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom, maka matriks menunjukkan berukuran (berordo) m x n. Tetapi sering juga notasi sebuah matriks melibatkan entri-entri matriks dinotasikan dengan , dengan dan . tersesbut suatu bilangan real yang berada pada baris ke dan kolom ke .

[

] [ ]

2. Perkalian matriks

Perkalian matriks memperlihatkan dua matriks dapat dikalikan jika banyak kolom matriks pertama sama dengan banyaknya baris matriks kedua.

Suatu matriks [ ] berukuran dan matriks [ ] dengan ukuran dan perkalian matriks A dan B menghasilkan matriks C berukuran . Dapat dituliskan dalam rumus sebagai berikut:

( ) ( )

3. Vektor n Dimensi

(25)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Suatu vektor n dimensi merupakan susunan elemen-elemen berupa angka-angka sebanyak n buah, yang diurutkan menurut baris, dari kiri ke kanan disebut vektor baris dengan ordo baik menurut kolom, dari atas kebawah disebut vektor kolom dengan ordo . Semua himpunan vektor dengan n komponen dan entri real yang dinotasikan untuk vektor ⃗ dapat dirumuskan sebagai berikut:

̅

̅ [ ]

4. Eigen Value dan Eigen Vector

Suatu matriks A berukuran berbentuk bujursangkar dengan komponen- komponennya adalah bilangan real. Syarat agar bilangan real merupakan nilai eigen matriks A adalah terdapat vektor tak nol x di yang memenuhi

Hal ini ekuivalen dengan skalar λ merupakan nilai eigen matriks A jika ada vektor tak nol x di yang memenuhi

( )

Agar λ dinamakan eigen value, maka harus ada pemecahan nol jika dan hanya jika:

( )

( ) merupakan polinomial berderajat n, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa λ merupakan nilai eigen dari matriks A jka dan hanya jika λ merupakan akar dari polinomial ( ) .

2.6 Uji Konsisten Indeks dan Rasio

Konsisten dari penilaian berpasangan dievaluasi dengan menghitung Consistency Ratio (CR). Thomas Lorie Saaty menetapkan apabila

, maka hasil penilaian dikatakan konsisten. Saaty telah membuktikan indeks konsisteni dari matriks berordo n yaitu sebagai berikut:

(26)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ( )

( ) Keterangan:

= Indeks konsistensi (Consistency index)

= Maksimum

= Ukuran matriks

Apabila bernilai nol, maka matriks perbandinganberpasangan (pair-wise comparison matrix) tersebut adalah konsisten. Batas ketidak konsistenan yang telah ditetapkan oleh Thomas Lorie Saaty dengan menggunakan rasio konsisten ( ), yaitu perbandingan indeks konsisten dengan nilai random indeks ( ) yang didapatkan dari suatu oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School. Sehingga, rasio konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

= Indeks konsistensi (Consistency index)

= Indeks random

Tabel 2.3 Nilai Random Indeks (RI) Ordo matriks Random Indeks

1 0,000

2 0,000

3 0,580

4 0,900

5 1,120

6 1,240

7 1,320

8 1,410

9 1,450

10 1,490

11 1,510

12 1,480

13 1,560

14 1,570

15 1,590

(27)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data pada penelitian ini merupakan jenis data primer yang merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian menggunakan kuisioner dan mewawancarai masyarakat dan petani tersebut di daerah Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.

3.2 Tempat Penelitian

Adapun tempat penelitian ini dilakukan di Kec. Siabu, Kab. Mandailing Natal, Sumatera Utara.

3.3 Tahap – Tahap Penelitian

Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan berbagai bahan referensi

Mengumpulkan dan mempelajari berbagai informasi berupa buku-buku materi yang diperoleh di perpustakaan dan bahan-bahan ajaran perkuliaan, skripsi- skripsi atapun jurnal-jurnal yang berhubungan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Tentang pertanian pemilihan bibit padi unggul.

2. Mengumpulkan data dengan menggunakan kuisioner dan mewawancarai masyarakat Kec. Siabu, Kab. Mandailing Natal, Sumatera Utara. Akan dilakuakn proses pengambilan data dan mengumpulkannya untuk diproses ke tahap selanjutnya.

3. Melakukan pengolahan data

Pengolahan data yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1) Merumuskan masalah dan menentukan solusi 2) Menentukan kriteria dan alternatif pilihan

3) Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan, dilanjut kriteria- kriteria, subskriteria, dan alternatif pilihan.

4) Mengumpulkan data primer yaitu diperoleh dengan mewawancarai petani Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal secara langsung.

(28)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5) Membentuk matriks perbandingan berpasangan untuk semua hierarki dan

menyederhanakan Pembobotan hierarki untuk semua kriteria.

6) Menormalkan pembobotan dengan membagi nilai masing-masing pada matriks dengan jumlah masing-masing kolomnya.

7) Menghitung nilai eigen vector dan Menguji konsistensi matriks perbandingan berpasangan.

8) Mengulangi langkah 1, 2, 5, 6, dan 7 untuk semua tingkat hierarki atau semua kriteria.

9) Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan.

Dengan bobot setiap elemen, dapat ditentukan prioritas atau peringkat elemen-elemen dari hirarki.

10) Untuk tingkat alternatif, dilakukan langkah serupa seperti langkah-langkah di atas dan diuji konsistensinya untuk setiap alternatif terhadap kriteria. Jika tidak memenuhi CR ˂ 0,100 maka penilaian harus diulang kembali.

11) Menghitung total rangking.

4. Membuat kesimpulan dan saran

(29)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas urutan pemilihan bibit padi unggul pada masyarakat Kec.

Siabu, Kab. Mandailing Natal, Sumatera Utara dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Akan diperlihatkan pada struktur hierarki pemilihan bibit padi unggul pada masyarakat Kec. Siabu, Kab. Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Gambar 4.1 Bentuk Struktur hierarki Pemilihan Bibit Padi Unggul

4.1 Sampel

Untuk mendapatkan data yang lebih baik, maka responden dari penelitian ini dipilih dari satu orang setiap kepala rumah tangga Masyarakat dan petani di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal yang jumlahnya ditentukan dengan menggunakan perhitungan slovin. Adapun perhitungan rumus slovin untuk menghitung jumlah responden adalah :

( ) Kualitas

Harga Bibit Mudah diperoleh Bibit Rasa Beras

Ciherang Mekongga aa

Inpari 42 Situbagendit

Pemilihan Bibit Padi Unggul pada Kec.

Siabu, Kab. Mandailing Natal

Inpari 33

(30)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

( )

( )

Keterangan :

N = Ukuran Populasi

e = Standar error, sebesar 10%

Maka dalam penelitian ini pemilihan bibit padi unggul Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal, dari 12.337 keluarga sebagai populasi dibutuhkan 99 responden.

4.2 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki ntuk Semua Kriteria

Perhitungan Hasil analisis freferensi gabungan dari 99 responden untuk 4 kriteria penentu pemilihan bibit padi unggul di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal disusun dalam bentuk matriks berpasangan.Untuk menghitung nilai matriks kriteria adalah sebagai berikut:

1) Menyusun data pemilihan bibit padi unggul pada Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal pada matriks perbandingan berpasangan sebagai tabel berikut:

Tabel 4.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria

Kriteria Harga Bibit

Kualitas Bibit

Mudah diperoleh

Bibit

Rasa Beras

Harga Bibit 1 0,63 1,13 0,93

Kualitas Bibit 1/0,63 1 1,49 1,05

Mudah

diperoleh Bibit 1/1,13 1/1,49 1 0,86

Rasa Beras 1/0,93 1/1,05 1/0,86 1

(31)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2) Menyederhanakan pembobotan dengan menjumlahkan nilai pada masing-

masing kolom matriks sebagai berikut :

∑ [ ]

∑ [ ]

∑ [ ]

∑ [ ]

Keterangan:

= Jumlah kolom kriteria harga bibit = Jumlah kolom kriteria kualitas bibit

= Jumlah kolom kriteria mudah diperoleh bibit = Jumlah kolom kriteria rasa beras

Contoh:

∑ [ ]

Maka didapat hasil dari perhitungan dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria yang Disederhanakan

Kriteria Harga Bibit

Kualitas Bibit

Mudah diperoleh

Bibit Rasa Beras

Harga Bibit 1,00 0,63 1,13 0,93

Kualitas Bibit 1,58 1 1,49 1,05

Mudah

diperoleh Bibit 0,88 0,67 1 0,86

Rasa Beras 1,07 0,95 1,16 1

∑ 4,53 3,25 4,78 3,84

(32)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 4.2 Grafik Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua

Kriteria yang Disederhanakan

3) Menormalkan pembobotan dengan membagi nilai masing-masing sel pada tabel 4.2 dengan jumlah masing-masing kolomnya, maka diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai eigen vector dihasilkan dari rata-rata bobot relatif untuk setiap baris.

Sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut:

Keterangan:

= nilai elemen setiap kolom kriteria

= jumlah kolom setiap kriteria

Contoh:

Untuk elemen

Eigen vector (baris pertama)

Maka didapat hasil dari perhitungan dilihat pada tabel 4.3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8

Harga Bibit Kualitas Bibit

Mudah diperoleh

Bibit

Rasa Beras

Harga Bibit Kualitas Bibit Mudah diperoleh Rasa Beras

(33)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua

Kriteria yang Dinormalkan

Kriteria Harga Bibit

Kualitas Bibit

Mudah diperoleh

Bibit

Rasa Beras

Eigen Vector Harga Bibit 0,22 0,19 0,23 0,24 0,220 Kualitas Bibit 0,34 0,30 0,31 0,27 0,305 Mudah diperoleh

Bibit 0,19 0,20 0,20 0,22 0,202

Rasa Beras 0,23 0,29 0,24 0.26 0,255

Gambar 4.3 Histogram Faktor Pembobotan Hirarki untuk Semua Kriteria yang Dinormalkan

4) Menghitung nilai eigen value maksimum ( ) yang didapatkan dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan eigen vector.

Perhitungan eigen value maksimum ( ) sebagai berikut:

( ) ( ) ( ) ( )

5) Menghitung nilai indeks konsistensi. Karena dalam penelitian ini terdapat 4 kriteria jadi matriks berordo 4, maka nilai indeks konsistensi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

( ) ( )

( )

( )

0 0.1 0.2 0.3 0.4

Harga Bibit Kualitas Bibit Mudah diperoleh Rasa Beras

(34)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Untuk n = 4 maka RI = 0,90 (Tabel 2.3) maka :

Karena CR ˂ 0,100 maka hasil perhitungan kriteria adalah konsisten. Dari hasil perhitungan pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa kriteria kualitas bibit merupakan kriteria yang paling penting dalam proses pemilihan bibit padi unggul di Kecamatan siabu Kabupaten Mandailing Natal dengan bobot 0,305 atau 30,5%, kriteria yang paling penting kedua adalah rasa beras 0,255 atau 25,5%, kemudian ketiga adalah harga bibit 0,220 atau 22% dan yang terakhir mudah diperoleh bibit 0,202 atau 20,2%.

4.3 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Harga Bibit

Berikut langkah-langkah untuk menghitung faktor evaluasi pada kriteria harga bibit sebagai berikut:

1) Menyusun data pemilihan bibit padi unggul pada Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal pada matriks perbandingan berpasangan sebagai tabel berikut:

Tabel 4.4 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Harga Bibit

Harga Bibit

Pemilihan Bibit Padi Unggul Kec. Siabu kab Mandailing Natal

Ciherang Mekongga Inpari 42

Inpari 33

Situbage ndit

Bibit Padi Unggul

Ciherang 1 1,40 0,99 1,04 0,79

Mekongga 1/1,40 1 0,99 1,12 0,83

Inpari 42 1/0,99 1/0,99 1 1,02 0,77

Inpari 33 1/1,04 1/1,12 1/1,02 1 0,66

Situbagendit 1/0,79 1/0,83 1/0,77 1/0,66 1 2) Menyederhanakan pembobotan dengan menjumlahkan nilai pada masing-

masing kolom matriks sebagai berikut :

∑ [ ]

(35)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Keterangan:

Jk = Jumlah kolom setiap kriteria

Maka didapat hasil dari perhitungan dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria harga Bibit yang Disederhanakan

Harga Bibit

Pemilihan Bibit Padi Unggul Kec. Siabu kab Mandailing Natal

Ciherang Mekongga Inpari 42

Inpari 33

Situbage ndit

Bibit Padi Unggul

Ciherang 1,00 1,40 0,99 1,04 0,79

Mekongga 0,71 1,00 0,99 1,12 0,83

Inpari 42 1,01 1,01 1,00 1,02 0,77

Inpari 33 0,96 0,89 0,98 1,00 0,66

Situbagendit 1,26 1,20 1,29 1,51 1,00

∑ 4,94 5,5 5,25 5,69 4,05

Gambar 4.4 Grafik Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria harga Bibit yang Disederhanakan

3) Menormalkan pembobotan dengan membagi nilai masing-masing sel pada tabel 4.5 dengan jumlah masing-masing kolomnya, maka diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai eigen vector dihasilkan dari rata-rata bobot relatif untuk setiap baris.

Sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut:

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

Ciherang Mekongga Inpari 42 Inpari 33 Situbagendit

(36)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

[ ] Keterangan

= Nilai elemen setiap kolom kriteria

= Jumlah kolom setiap kriteria = Elemen Matriks

Maka didapat hasil dari perhitungan dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Harga Bibit yang Dinormalkan

Harga Bibit

Pemilihan Bibit Padi Unggul Kec. Siabu kab

Mandailing Natal Eigen

Vektor Ciherang Mekongga Inpari

42

Inpari 33

Situbag endit

Bibit Padi Unggul

Ciherang 0,20 0,25 0,18 0,18 0,19 0,2

Mekongga 0,24 0,23 0,24 0,19 0,20 0,22

Inpari 42 0,20 0,18 0,19 0,23 0,19 0,198

Inpari 33 0,19 0,16 0,18 0,17 0,16 0,172

Situbagend

it 0,25 0,21 0,26 0,26 0,24 0,24 Gambar 4.5 Histogram Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Harga

Bibit yang Dinormalkan

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

Ciherang Mekongga Inpari 42 Inpari 33 Situbagendit

(37)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4) Menghitung nilai eigen value maksimum ( ) yang didapatkan dengan

menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan eigen vector.

Perhitungan eigen value maksimum ( ) sebagai berikut:

( ) ( )

( ) ( )

( )

5) Menghitung nilai indeks konsistensi. Karena dalam penelitian ini terdapat 5 alternatif jadi matriks berordo 5, maka nilai indeks konsistensi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

( )

( )

( )

( ) Untuk n = 5 maka RI = 1,12 (Tabel 2.3) maka :

Karena CR ˂ 0,100 maka hasil perhitungan kriteria harga bibit adalah konsisten.

4.4 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kualitas Bibit

Berikut langkah-langkah untuk menghitung faktor evaluasi pada kriteria kualitas bibit sebagai berikut:

1) Menyusun data pemilihan bibit padi unggul pada Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal pada matriks perbandingan berpasangan sebagai tabel berikut : Tabel 4.7 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Kualitas

Bibit Harga Bibit

Pemilihan Bibit Padi Unggul Kec. Siabu kab Mandailing Natal

Ciherang Mekongga Inpari 42

Inpari 33

Situbage ndit

Bibit Padi Unggul

Ciherang 1 1,05 0,94 1,95 0,95

Mekongga 1/1,05 1 0,89 1,22 1,09

Inpari 42 1/0,94 1/0,89 1 1,02 1,02

Inpari 33 1/1,95 1/1,22 1/1,02 1 0,81

Situbagendit 1/0,95 1/1,09 1/1,02 1/0,81 1

(38)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2) Menyederhanakan pembobotan dengan menjumlahkan nilai pada masing-

masing kolom matriks sebagai berikut :

∑ [ ]

Keterangan:

Jk = Jumlah kolom setiap kriteria

Maka didapat hasil dari perhitungan dilihat pada tabel 4.8

Tabel 4.8 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Kualitas Bibit yang Disederhanakan

Harga Bibit

Pemilihan Bibit Padi Unggul Kec. Siabu kab Mandailing Natal

Ciherang Mekongga Inpari 42

Inpari 33

Situbage ndit

Bibit Padi Unggul

Ciherang 1,00 1,05 0,94 1,95 0,95

Mekongga 0,95 1,00 0,89 1,22 1,09

Inpari 42 1,06 1,12 1,00 1,02 1,02

Inpari 33 0,51 0,81 0,98 1,00 0,81

Situbagendit 1,05 1,91 0,98 1,23 1,00

∑ 4,57 5,89 4,79 6,42 4,87

Gambar 4.6 Grafik Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Kualitas Bibit yang Disederhanakan

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Ciherang Mekongga Inpari 42 Inpari 33 Situbagendit

(39)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3) Menormalkan pembobotan dengan membagi nilai masing-masing sel pada tabel 4.8 dengan jumlah masing-masing kolomnya, maka diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai eigen vector dihasilkan dari rata-rata bobot relatif untuk setiap baris. Sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut:

[ ] Keterangan

= Nilai elemen setiap kolom kriteria

= Jumlah kolom setiap kriteria = Elemen Matriks

Maka didapat hasil dari perhitungan dilihat pada tabel 4.9

Tabel 4.9 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Kualitas Bibit yang Dinormalkan

Harga Bibit

Pemilihan Bibit Padi Unggul Kec. Siabu

kab Mandailing Natal Eigen Vektor Ciherang Mekon

gga

Inpari 42

Inpari 33

Situbagen dit

Bibit Padi Unggul

Ciherang 0,21 0,17 0,19 0,30 0,19 0,21

Mekongga 0,20 0,16 0,18 0,19 0,22 0,19

Inpari 42 0,23 0,19 0,20 0,15 0,20 0,19

Inpari 33 0,11 0,13 0,20 0,15 0,16 0,15

Situbagendit 0,22 0,32 0,20 0,19 0,20 0,22

Gambar 4.7 Histogram Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Kualitas Bibit yang Dinormalkan

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35

Ciherang Mekongga Inpari 42 Inpari 33 Situbagendit

(40)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4) Menghitung nilai eigen value maksimum ( ) yang didapatkan dengan

menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan eigen vector.

Perhitungan eigen value maksimum ( ) sebagai berikut:

( ) ( ) ( ) ( )

( )

5) Menghitung nilai indeks konsistensi. Karena dalam penelitian ini terdapat 5 alternatif jadi matriks berordo 5, maka nilai indeks konsistensi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

( ) ( )

( )

( ) Untuk n = 5 maka RI = 1,12 (Tabel 2.3) maka :

Karena CR ˂ 0,100 maka hasil perhitungan kriteria kualitas bibit adalah konsisten.

4.5 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Mudah Diperoleh Bibit

Berikut langkah-langkah untuk menghitung faktor evaluasi pada kriteria mudah diperoleh bibit sebagai berikut:

1) Menyusun data pemilihan bibit padi unggul pada Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal pada matriks perbandingan berpasangan sebagai tabel berikut : Tabel 4.10 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Mudah

Diperoleh Bibit Harga Bibit

Pemilihan Bibit Padi Unggul Kec. Siabu kab Mandailing Natal

Ciherang Mekongga Inpari 42

Inpari 33

Situbage ndit

Bibit Padi Unggul

Ciherang 1 1,10 1,14 1,23 1,29

Mekongga 1/1,10 1 1,11 0,86 1,57

Inpari 42 1/1,14 1/1,11 1 1,26 0,87

Inpari 33 1/1,23 1/0,89 1/1,26 1 0,71

Situbagendit 1/1,29 1/1,57 1/0,87 1/71 1

(41)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2) Menyederhanakan pembobotan dengan menjumlahkan nilai pada masing-

masing kolom matriks sebagai berikut :

∑ [ ]

Keterangan:

Jk = Jumlah kolom setiap kriteria

Maka didapat hasil dari perhitungan dilihat pada tabel 4.11

Tabel 4.11 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Mudah Diperoleh Bibit yang Disederhanakan

Harga Bibit

Pemilihan Bibit Padi Unggul Kec. Siabu kab Mandailing Natal

Ciherang Mekongga Inpari 42

Inpari 33

Situbage ndit

Bibit Padi Unggul

Ciherang 1,00 1,10 1,14 1,23 1,29

Mekongga 0,90 1,00 1,11 0,86 1,57

Inpari 42 0,87 0,90 1,00 1,26 0,87

Inpari 33 0,81 1,12 0,79 1,00 0,71

Situbagendit 0,77 0,63 1,14 1,40 1,00

∑ 4,35 4,75 5,18 5,75 5,44

Gambar 4.8 Grafik Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Mudah Diperoleh Bibit yang Disederhanakan

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8

Ciherang Mekongga Inpari 42 Inpari 33 Situbagendit

(42)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3) Menormalkan pembobotan dengan membagi nilai masing-masing sel pada tabel 4.11 dengan jumlah masing-masing kolomnya, maka diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai eigen vector dihasilkan dari rata-rata bobot relatif untuk setiap baris.

Sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut:

[ ] Keterangan

= Nilai elemen setiap kolom kriteria

= Jumlah kolom setiap kriteria = Elemen Matriks

Maka didapat hasil dari perhitungan dilihat pada tabel 4.12

Tabel 4.12 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Mudah Diperoleh Bibit yang Dinormalkan

Harga Bibit

Pemilihan Bibit Padi Unggul Kec. Siabu

kab Mandailing Natal Eigen Vektor Ciheran

g

Mekongg a

Inpari 42

Inpari 33

Situbage ndit

Bibit Padi Unggul

Ciherang 0,22 0,23 0,22 0,21 0,23 0,22

Mekongga 0,20 0,21 0,21 0,14 0,28 0,20

Inpari 42 0,20 0,18 0,19 0,21 0,15 0,22

Inpari 33 0,18 0,23 0,15 0,17 0,13 0,18

Situbagendit 0,17 0,13 0,22 0,24 0,18 0,18

Gambar 4.9 Histogram Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Mudah Diperoleh Bibit yang Dinormalkan

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

Ciherang Mekongga Inpari 42 Inpari 33 Situbagendit

(43)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4) Menghitung nilai eigen value maksimum ( ) yang didapatkan dengan

menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan eigen vector.

Perhitungan eigen value maksimum ( ) sebagai berikut:

( ) ( ) ( ) ( )

( )

5) Menghitung nilai indeks konsistensi. Karena dalam penelitian ini terdapat 5 alternatif jadi matriks berordo 5, maka nilai indeks konsistensi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

( ) ( )

( )

( )

Untuk n = 5 maka RI = 1,12 (Tabel 2.3) maka :

Karena CR ˂ 0,100 maka hasil perhitungan kriteria Mudah diperoleh bibit adalah konsisten.

4.6 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Rasa Beras

Berikut langkah-langkah untuk menghitung faktor evaluasi pada kriteria mudah diperoleh bibit sebagai berikut:

1) Menyusun data pemilihan bibit padi unggul pada Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal pada matriks perbandingan berpasangan sebagai tabel berikut :

Tabel 4.13 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Rasa Beras

Harga Bibit

Pemilihan Bibit Padi Unggul Kec. Siabu kab Mandailing Natal

Ciherang Mekongga Inpari 42

Inpari 33

Situbage ndit

Bibit Padi Unggul

Ciherang 1 1,33 1,20 0,91 0,93

Mekongga 1/1,33 1 1,13 0,94 1,19

Inpari 42 1/1,20 1/1,13 1 1,10 1,21

Inpari 33 1/0,91 1/0.94 1/1,10 1 1,05

Situbagendit 1/0.93 1/1,19 1/1,21 1/1,05 1

(44)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2) Menyederhanakan pembobotan dengan menjumlahkan nilai pada masing-

masing kolom matriks sebagai berikut :

∑ [ ]

Keterangan:

Jk = Jumlah kolom setiap kriteria

Maka didapat hasil dari perhitungan dilihat pada tabel 4.14

Tabel 4.14 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Rasa Beras yang Disederhanakan

Harga Bibit

Pemilihan Bibit Padi Unggul Kec. Siabu kab Mandailing Natal

Ciherang Mekongga Inpari 42

Inpari 33

Situbage ndit

Bibit Padi Unggul

Ciherang 1,00 1,33 1,20 0,91 0,93

Mekongga 0,75 1,00 1,13 0,94 1,19

Inpari 42 0,83 0,88 1,00 1,10 1,21

Inpari 33 1,09 1,06 0,90 1,00 1,05

Situbagendit 1,07 0,84 0,82 0,95 1,00

∑ 4,74 5,11 5,05 4,9 5,38

Gambar 4.10 Grafik Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Rasa Beras yang Disederhanakan

3) Menormalkan pembobotan dengan membagi nilai masing-masing sel pada tabel 4.14 dengan jumlah masing-masing kolomnya, maka diperoleh bobot relatif

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

Ciherang Mekongga Inpari 42 Inpari 33 Situbagendit

(45)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang dinormalkan. Nilai eigen vector dihasilkan dari rata-rata bobot relatif untuk setiap baris.

Sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut:

[ ] Keterangan

= Nilai elemen setiap kolom kriteria

= Jumlah kolom setiap kriteria = Elemen Matriks

Maka didapat hasil dari perhitungan dilihat pada tabel 4.15

Tabel 4.15 Matriks Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Rasa Beras yang Dinormalkan

Harga Bibit

Pemilihan Bibit Padi Unggul Kec. Siabu kab

Mandailing Natal Eigen

Vektor Ciheran

g

Mekongg a

Inpari 42

Inpari 33

Situbagend it

Bibit Padi Unggul

Ciherang 0,21 0,26 0,23 0,18 0,17 0,21

Mekongga 0,15 0,19 0,22 0,19 0,22 0,24

Inpari 42 0,17 0,17 0,19 0,22 0,22 0,19

Inpari 33 0,22 0,20 0,17 0,20 0,19 0,19

Situbagend

it 0,22 0,16 0,16 0,19 0,18 0,18

Gambar 4.11 Histogram Faktor Evaluasi Hirarki untuk Kriteria Rasa Beras yang Dinormalkan

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

Ciherang Mekongga Inpari 42 Inpari 33 Situbagendit

(46)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4) Menghitung nilai eigen value maksimum ( ) yang didapatkan dengan

menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan eigen vector.

Perhitungan eigen value maksimum ( ) sebagai berikut:

( ) ( ) ( ) ( )

( )

5) Menghitung nilai indeks konsistensi. Karena dalam penelitian ini terdapat 5 alternatif jadi matriks berordo 5, maka nilai indeks konsistensi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

( ) ( )

( )

( )

Untuk n = 5 maka RI = 1,12 (Tabel 2.3) maka :

Karena CR ˂ 0,100 maka hasil perhitungan kriteria rasa beras adalah konsisten.

4.7 Perhitungan Total Ranking/Prioritas Global 4.7.1 Faktor Evaluasi Global

Dari seluruh evaluasi yang dilakukan terhadap keempat kriteria, yakni harga bibit, kualitas bibit, mudah diperoleh bibit dan rasa beras. Langkah sekanjutnya mengalikan dengan vektor prioritas yang didapat dari eigen vector tiap kriteria untuk memperoleh prioritas global.

Dengan demikian, diperoleh tabel hubungan antara kriteria dan alternatif.

(47)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.16 Hubungan Antara Kriteria dan Alternatif

Kriteria Harga Bibit

Kualitas Bibit

Mudah diperoleh

Bibit Rasa Beras

Ciherang 0,2 0,21 0,22 0,21

Mekongga 0,22 0,19 0,20 0,24

Inpari 42 0,19 0,19 0,22 0,19

Inpari 33 0,17 0,15 0,18 0,19

Situbagendit 0,24 0,22 0,18 0,18

Gambar 4.12 Histogram Hubungan Antara Kriteria dan Alternatif

Hubungan antara kriteria dan alternatif dapat disajikan dalam bentuk matriks sebagai bekut:

[

]

Dengan:

A = Matriks hubungan antara kriteria dan alternatif 4.7.2 Total Ranking

Untuk mencari total ranking masing-masing alternatif dari proses seleksi adalah dengan cara mengalikan faktor evaluasi masing-masing alternatif dengan faktor bobot kriteria yaitu dengan mengalikan matriks dari tabel 4.16 dengan matriks dari tabel 4.3. sehingga dapat digambarkan dalam bentuk matriks sebagai berikut :

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

Harga Bibit Kualitas Bibit

Mudah diperoleh Bibit Rasa Beras

Gambar

Gambar 2.1 Prosedur Analytical Hierarchy Proces
Gambar 2.2 Bentuk Struktur Decomposition
Tabel 2.1 Skala Saaty untuk Perbandingan Berpasangan
Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.16 Menyusun Matriks Perbandingan Berpasangan pada Sub Kriteria Surat Rekomendasi

Tabel 5.25 Matriks Perbandingan Berpasangan Alternatif Terhadap Kriteria Price

a) Matriks Perbandingan Berpasangan Pada tahap ini akan dilakukan penilaian perbandingan berpasangan alternatif tipe fondasi yaitu fondasi tiang beton pratekan

Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan 11 Tabel 2.2 Skala untuk Perbandingan Berpasangan 11 Tabel 2.3 Nilai Random Index (RI) 17 Tabel 3.1 Data Proyek Pembangunan

Sehingga sistem yang dibuat dengan menggunakan metode AHP-SAW dapat diterapkan sebagai pendukung pengambilan keputusan dalam penentuan varietas padi yang unggul.. Kata Kunci:

Berdasarkan data perbandingan hasil keputusan antara sistem dan ahli, maka tingkat akurasi dari sistem pendukung keputusan pemilihan penanaman varietas unggul padi

Hasil dari penilaian tersebut akan diperlihatkan dalam bentuk matriks pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa

Sehingga sistem yang dibuat dengan menggunakan metode AHP-SAW dapat diterapkan sebagai pendukung pengambilan keputusan dalam penentuan varietas padi yang unggul.. Kata