BAB VI
ANALISIS ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
6.1. Umum
Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya telah diperoleh fakta bahwa lokasi tapak telah layak dibangun gedung kantor. Namun dengan keterbatasan lahan yang ada maka diperlukan analisis untuk memilih konsep massa bangunan yang akan direkomendasikan, apakah dengan menggabungkan seluruh Dinas/Badan yang ada saat ini pada satu bangunan (satu Massa) atau mempertahankan masing-masing Dinas/Badan satu bangunan (banyak massa). Pada dasarnya konsep satu massa bangunan maupun banyak massa memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga memerlukan suatu analisis yang valid berdasarkan beberapa parameter atau aspek yang menguntungkan maupun merugikan.
Mengingat banyaknya parameter yang berperan dalam penentuan konsep massa bangunan yang paling penguntungkan, maka diperlukan suatu metode analisis yang dapat mengakomodir parameter – parameter yang ada. Pada studi ini dipakai metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Prof.Thomas L.Saaty.
6.2. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan metode yang dikembangkan oleh Prof.
Thomas L.Saaty dan pertama kali dipublikasikan pada tahun 1980. Metode ini dapat memecahkan masalah yang komplek walaupun kriteria dan alternatif yang diambil cukup banyak. Kompleksitas ini diartikan karena disebabkan struktur masalah yang belum jelas.
Metode AHP adalah suatu teknik pengambilan keputusan yang memasukkan kriteria ganda baik yang bersifat nyata maupun tidak nyata, kuantitatif maupun kualitatif yang memperhitungkan juga adanya konflik ataupun perbedaan-perbedaan pendapat. Pemakaian
metode AHP telah digunakan secara meluas dalam berbagai bidang, seperti teknik, manajemen, dan bisnis. Selain itu metode AHP juga telah dipakai oleh para analis untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam penentuan kebijakannya.
Ada beberapa kelebihan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ini dibandingkan metode lainnya :
1. Dapat menentukan prioritas kebijakan dengan penilaian kuantitatif dan juga dengan penilaian kualitatif. AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif.
2. Dapat mengurangi ambiguitas tujuan dan mengurangi potensi konflik antara tujuan, kriteria/spesifikasi, dan target pencapaian. AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif. AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami.
3. Dapat mengidentifikasi tujuan tersembunyi yang mungkin bertentangan satu sama lain yang ditunjukkan dengan bobot dari masing-masing kriteria.
4. Dapat mengidentifikasi kriteria yang digunakan dalam beberapa tingkat. AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa. AHP juga dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier.
5. Memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap penilaian kriteria. AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas.
6. Mempunyai analisis konsistensi sehingga penilaian yang tidak konsisten dapat diminimalkan hingga sampai rasio toleransi 10 %. AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas.
7. Dapat mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga orang mampu memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
8. Dapat menggabungkan hasil penilaian yang berbeda dan tidak mengharuskan adanya suatu konsensus.
9. Dapat membuat orang mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan dan menyaring definisi dari suatu permasalahan.
Disamping kelebihan-kelebihan yang dimiliki, metode AHP juga memiliki kelemahan dalam system analisisnya, seperti :
1. Model AHP memiliki ketergantungan pada input utamanya. Input utama ini adalah persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli.
Model dapat menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru.
2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.
Untuk mengantisipasi kelemahan point 1 dalam metode AHP, maka penentuan atau subjek analisis adalah tenaga ahli yang memahami tentang bidang yang dianalisis. dalam hal ini adalah studi kelayakan pembangunan gedung kantor. Juga memahami parameter yang ditinjau dalam hubungannya dengan pemilihan kebijakan konsep massa bangunan yang diusulkan. Dengan demikian hal yang perlu dicermati adalah tingkat konsistensi yang tidak melebihi 10 %.
6.2.1. Tahapan AHP
Dalam metode AHP dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Kadarsyah Suryadi dan Ali Ramdhani, 1998) :
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita pecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya kita kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya.
Permasalahan dalam studi ini adalah sudah tidak cukupnya ruang kantor tempat pegawai bekerja dan kurangnya lahan parkir yang tersedia untuk melayani kendaraan yang berasal dari pegawai maupun dari masyarakat yang datang karena kompleks perkantoran adalah kantor pelayanan public.
2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama.
Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai
intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan).
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya.
Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi, mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mungkin dan mampu menganalisis kepekaan prioritas secara keseluruhan untuk perubahan pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi.Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Melakukan Mendefinisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.
Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1.Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen.Hasil perbandingan tersebut diisikan pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Skala perbandingan perbandingan berpasangan dan maknanya yang diperkenalkan oleh Saaty dapat dilihat pada tabel 6.1.
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya.
Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.
6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan Vektor Eigen merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai mencapai tujuan. Penghitungan dilakukan lewat cara
menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai- nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata.
Tabel 6.1. Skala Perbandingan Berpasangan
Nilai Intensitas Keterangan
1 Kedua elemen sama pentingnya, Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yanga lainnya, Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya, Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya
7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya, Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek.
9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya, Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan, Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan
Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j , maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i Sumber : Prof.Thomas L.Saaty, 1980
8. Memeriksa konsistensi hirarki.
Yang diukur dalam AHP adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi (Consistency Index (CI). Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi (Consistency Ratio, CR) diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 %. Selanjutnya Consistency Ratio (CR) dinyatakan dengan persamaan: CR =
CI/RI, dengan RI (Random Index), yang tergantung dari jumlah unsur dalam matrik (=n) menurut tabel berikut :
Tabel 6.2. Nilai RI (Random Index) terhadap n (data)
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0,0 0,0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,51
Sumber : Prof.Thomas L.Saaty, 1980
6.2.2. Prinsip Dasar dan Aksioma AHP AHP didasarkan atas 3 prinsip dasar yaitu :
1. Dekomposisi
Dengan prinsip ini struktur masalah yang kompleks dibagi menjadi bagian-bagian secara hierarki. Tujuan didefinisikan dari yang umum sampai khusus. Dalam bentuk yang paling sederhana struktur akan dibandingkan tujuan, kriteria dan level alternatif. Tiap himpunan alternatif mungkin akan dibagi lebih jauh menjadi tingkatan yang lebih detail, mencakup lebih banyak kriteria yang lain. Level paling atas dari hirarki merupakan tujuan yang terdiri atas satu elemen. Level berikutnya mungkin mengandung beberapa elemen, di mana elemen-elemen tersebut bisa dibandingkan, memiliki kepentingan yang hampir sama dan tidak memiliki perbedaan yang terlalu mencolok. Jika perbedaan terlalu besar harus dibuatkan level yang baru.
2. Perbandingan penilaian/pertimbangan (comparative judgments).
Dengan prinsip ini akan dibangun perbandingan berpasangan dari semua elemen yang ada dengan tujuan menghasilkan skala kepentingan relatif dari elemen.
Penilaian menghasilkan skala penilaian yang berupa angka. Perbandingan berpasangan dalam bentuk matriks jika dikombinasikan akan menghasilkan prioritas.
3. Sintesa Prioritas
Sintesa prioritas dilakukan dengan mengalikan prioritas lokal dengan prioritas dari kriteria bersangkutan di level atasnya dan menambahkannya ke tiap elemen dalam level yang dipengaruhi kriteria. Hasilnya berupa gabungan atau dikenal dengan prioritas global yang kemudian digunakan untuk memboboti prioritas lokal dari elemen di level terendah sesuai dengan kriterianya.
AHP didasarkan atas 3 aksioma utama yaitu : 1. Aksioma Resiprokal
Aksioma ini menyatakan jika PC (EA,EB) adalah sebuah perbandingan berpasangan antara elemen A dan elemen B, dengan memperhitungkan C sebagai elemen parent,
menunjukkan berapa kali lebih banyak properti yang dimiliki elemen A terhadap B, maka PC (EB,EA) = 1/PC (EA,EB). Misalnya jika A 5 kali lebih besar daripada B, maka B=1/5 A.
2. Aksioma Homogenitas
Aksioma ini menyatakan bahwa elemen yang dibandingkan tidak berbeda terlalu jauh.Jika perbedaan terlalu besar, hasil yang didapatkan mengandung nilai kesalahan yang tinggi.Ketika hirarki dibangun, kita harus berusaha mengatur elemen-elemen agar elemen tersebut tidak menghasilkan hasil dengan akurasi rendah dan inkonsistensi tinggi.
3. Aksioma Ketergantungan
Aksioma ini menyatakan bahwa prioritas elemen dalam hirarki tidak bergantung pada elemen level di bawahnya. Aksioma ini membuat kita bisa menerapkan prinsip komposisi hirarki.
6.3. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang melandasi analisis penentuan konsep massa bangunan pembangunan gedung kantor di Kompleks Perkantoran Jl. AH Nasution No. 17 Kelurahan Pangkalan Mansyur Kecamatan Medan Johor Kota Medan, adalah berdasarkan survey dan observasi lapangan pada lokasi tapak, data sekunder jumlah pegawai dari Dinas/badan terkait, dokumentasi, hasil kajian pustaka secara teori dan fakta yang bermanfaat sebagai alur pemikiran sistim analisis keputusan dalam konsep massa bangunan yang diusulkan.
Subyek studi untuk metode Analitychal Hierarchy Process (AHP) ini adalah beberapa tenaga ahli yang memiliki berbagai latar belakang disiplin ilmu, yang memiliki kualifikasi Ahli Teknik Sipil, Ahli Perencanaan Wilayah & Kota, Ahli Lingkungan serta Ahli Arsitektur.
Pemilihan konsep massa bangunan selalu memperhatikan kompleksitas kriteria-kriteria atau parameter dan pilihan alternatif-alternatif solusi yang akan diterapkan pada perencanaan.
Hal ini menyebabkan adanya kecenderungan semakin rumitnya persoalan yang harus dikaji dan diselesaikan terkait dengan pemilihan solusi pengembangan massa bangunan.
Pada kondisi ini, solusi yang ideal dapat diperoleh dengan melakukan analisis antar parameter untuk mendapatkan tujuan terbaik yang masih diterima oleh pengambil keputusan (decision maker). Untuk itu diperlukan suatu strategi dan prosedur yang
sistimatis untuk analisis dan evaluasi berbagai alternatif penyelesaian persoalan yang mungkin dapat ditempuh.
Proses pengambilan keputusan dalam hal ini merupakan proses penyelesaian permasalahan pembangunan gedung kantor yang representatif, dengan pemilihan beberapa alternatif pada cakupan pertimbangan permasalahan yang kompleks. Proses ini dimulai dengan identifikasi persoalan secara berurutan. Selanjutnya adalah menetapkan parameter dan melakukan kuantifikasi tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang telah ditetapkan akan menentukan langkah atau tindakan untuk memperoleh penyelesaian persoalan.
Metode AHP untuk pengambilan keputusan ini berperan dalam menstrukturkan parameter- parameter yang ada untuk suatu masalah pengambilan keputusan dengan banyak parameter. Pengambilan keputusan perlu menentukan tingkat kepentingan antara parameter-parameter yang ada dengan membandingkan semua kombinasi kriteria yang mungkin. Selanjutnya disusun suatu matrik hubungan relatif nilai kepentingan dari kriteria- kriteria yang ada. Selanjutnya urutan prioritas dari parameter disusun dengan mencari eigenvektor matrik tersebut.
Tiap alternatif diuji konsekuensi-konsekuensi (outcomes) yang ditimbulkan kemudian dinilai dengan masing-masing kriteria. Sehingga tiap alternatif mempunyai nilai untuk semua kriteria. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan dengan bobot kriteria tersebut dari hasil analisis eigen vektormatriks hubungan relatif nilai kepentingan diatas. Jumlah nilai setelah perkalian ini adalah nilai akhir alternatif tindakan tersebut. Pengambilan keputusan selanjutnya memilih alternatif tindakan yang paling tinggi nilainya.
6.3.1. Parameter-parameter Pemilihan Massa Bangunan
Adapun parameter-parameter yang digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan, adalah sebagai berikut :
1. Kondisi Lahan 2. Tata Ruang 3. Konstruksi 4. Estetika Kota 5. Aksesibilitas
6. Penyelesaian Masalah
7. Dampak Lingkungan
Sebelum masuk pada konsep massa bangunan perlu didefinisikan terlebih dahulu masing – masing parameter yang ditetapkan agar tidak menimbulkan salah penafsiran dalam hasil analisis yang diperoleh :
1. Kondisi Lahan, parameter ini meliputi luas lahan, kondisi topografi lahan, status lahan.
2. Tata Ruang, parameter ini meliputi aspek kebijakan berdasarkan kesesuaian dengan tata ruang dalam hal ini : Garis Sempadan Bangunan (GSB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), dan Koefisien dasar Hijau (KDH).
3. Konstruksi, parameter ini meliputi jenis pondasi yang dipakai, jenis struktur bangunan atas (beton bertulang, baja, kayu, komposit).
4. Estetika Kota, parameter ini meliputi model bangunan dan fungsi arsitektur bangunan yang dapat menambah landmark kota.
5. Aksesibilitas, parameter ini meliputi kemudahan dalam mencapai bangunan dan ruang dalam bangunan, sirkulasi kendaraan yang simple, dan kenyamanan dalam parkir.
6. Penyelesaian masalah, parameter ini meliputi luas ruang kerja bagi pegawai, lahan parkir yang cukup dan fasilitas pendukung yang tersedia.
7. Dampak lingkungan, parameter ini meliputi kebisingan, iklim, angin & polusi serta hujan.
6.3.2. Alternatif - Alternatif Konsep Massa Bangunan
Alternatif-alternatif konsep massa bangunan untuk menyelesaikan permasalahan studi adalah dengan :
1. Konsep Satu Massa Bangunan 2. Konsep Dua Massa Bangunan 3. Konsep Banyak Massa Bangunan
6.3.3. Pembuatan Struktur Hirarki Model AHP
Tingkat atau hirarki prioritas pembangunan gedung kantor pada kompleks perkantoran adalah ukuran kualitatif untuk menentukan pilihan terbaik alternatif penanganan berdasarkan pertimbangan aspek-aspek yang telah ditentukan. Tujuan akhir analisis model
adalah pengambilan kebijakan untuk menghasilkan keputusan yang terbaik dalam hal pemilihan konsep massa bangunan berdasarkan parameter yang ada.
6.4. Analisis Hasil dan Pembahasan
6.4.1. Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison)
Bobot masing-masing tingkatan parameter diperoleh/diisi oleh tenaga ahli yang berperan sebagai responden yang memiliki kompetensi dibidang sesuai dengan lingkup pekerjaan ini.
Matriks Pembobotan Berpasangan terhadap parameter-parameter yang ditentukan diperlihatkan pada tabel berikut.
Tabel 6.3. Matriks Pembobotan Berpasangan terhadap Parameter-Parameter (Pairwise Comparison Matrix)
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.4. Matriks Pembobotan Berpasangan terhadap Parameter-Parameter (Pairwise Comparison Matrix) dengan Eigen Priority Vector
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.5. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) Kondisi Lahan – Massa Bangunan.
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.6. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) Kondisi Lahan – Massa Bangunan dengan Eigen Priority Vector
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.7. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) Tata Ruang - Massa Bangunan.
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.8. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) ) Tata Ruang - Massa Bangunan dengan Eigen Priority Vector
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.9. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) Konstruksi - Massa Bangunan.
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.10. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) Konstruksi - Massa Bangunan dengan Eigen Priority Vector
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.11. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) Estetika Kota - Massa Bangunan
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.12. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) Estetika Kota - Massa Bangunan dengan Eigen Priority Vector
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.13. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) Aksesibilitas - Massa Bangunan.
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.14. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) Aksesibilitas - Massa Bangunan dengan Eigen Priority Vector
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.15. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) Penyelesaian Masalah - Massa Bangunan.
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.16. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) Penyelesaian Masalah - Massa Bangunan dengan Eigen Priority Vector
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.17. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) Dampak Lingkungan - Massa Bangunan.
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.18. Matriks Pembobotan Berpasangan (Pairwise Comparison Matrix) Dampak Lingkungan - Massa Bangunan dengan Eigen Priority Vector
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.19. Overall Composite Weight
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.20. Composite Weight Parameter dan Massa Bangunan
Sumber : Analisis Konsultan 2016
6.4.2. Konsistensi AHP
Berdasarkan perhitungan matriks berpasangan pada tabel 6.3. hingga tabel 6.18, memperlihatkan bahwa Consistensi rasio untuk Matriks Pembobotan Berpasangan terhadap parameter-parameter yang dipilih adalah 7,06 %. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian skala prioritas terhadap parameter-parameter yang ada relatif konsisten, karena belum melewati batas maksimum 10%.
Berdasarkan perhitungan matriks pada tabel 6.19, memperlihatkan bahwa parameter Ketersediaan Lahan merupakan prioritas tertinggi seperti ditunjukkan pada Tabel 6.21 dan
berdasarkan Tabel 6.20, memperlihatkan bahwa Konsep Satu massa Bangunan merupakan prioritas tertinggi untuk pembangunan gedung kantor seperti ditunjukkan pada Tabel 7.20.
Tabel 6.21. Urutan Prioritas yang dipertimbangkan terhadap parameter.
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Tabel 6.22. Urutan Prioritas Konsep massa Bangunan Pembangunan Gedung Kantor.
Sumber : Analisis Konsultan 2016
Parameter Ketersediaan Lahan terpilih menjadi prioritas pertama untuk diselesaikan, hal ini dapat diterima bahwa untuk membangun suatu gedung kantor maka ketersediaan lahan merupakan prasyarat untuk terwujudnya suatu pembangunan. Setelah ketersediaan lahan dipenuhi maka parameter tata ruang dan penyelesaian masalah menjadi prioritas untuk dipenuhi. Setelah parameter-parameter tersebut dipenuhi maka pembangunan gedung kantor di kompleks perkantoran dilaksanakan dengan konsep satu massa bangunan untuk dilaksanakan.