6 BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka
Untuk menjawab permasalahan penelitian mengenai bagaimana kebijakan pemerintah Indonesia dalam pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing pada masa kepemimpinan Joko Widodo pada tahun 2014 – 2019, penulis menggunakan 2 konsep dan 1 teori sebagai landasan analisis dalam penelitian ini. Penjelasan dari konsep dan teori tersebut adalah sebagai berikut.
2.1.1 Illegal, Unreported, Unregulated Fishing
Dalam International Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate IUUF (IPOA- IUUF) pada tahun 2001 (dalam Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2016: 4-6) yang
dikategorikan sebagai tindakan Illegal Fishing adalah sebagai berikut.
1. Kegiatan perikanan tanpa memiliki izin resmi dari negara-negara bersangkutan atau tidak sesuai dengan hukum dan undang-undangnya, baik yang dilakukan oleh kapal lokal maupun kapal asing.
2. Kegiatan perikanan yang menggunakan kapal berbendera suatu organisasi pengelolaan perikanan regional, namun bertentangan dengan peraturan dalam organisasi bersangkutan.
3. Pengelolaan perikanan yang tidak sesuai dengan hukum nasional, regional, atau internasional.
4. Pencurian ikan di wilayah laut negara tetangga.
Sedangkan tindakan yang tergolong dalam tindakan Unreported Fishing adalah sebagai berikut.
1. Kegiatan perikanan tanpa adanya laporan atau tidak sesuai peraturan yang diatur oleh pemerintah nasional terkait pelaporan kegiatan perikanan.
2. Kegiatan perikanan di wilayah laut Regional Fisheries Management Organization (RFMO) tanpa adanya laporan sesuai ketentuan dan prosedur pelaporan dari organisasi
yang bersangkutan.
Kemudian tindakan yang tercakup dalam tindakan Unregulated Fishing adalah sebagai berikut.
7 1. Kegiatan perikanan di wilayah laut RFMO namun menggunakan kapal berbendera
negara non-anggota organisasi tersebut.
2. Melakukan kegiatan perikanan di wilayah laut yang belum diatur dalam pengelolaan dan konservasinya serta dengan prosedur yang tidak sesuai dengan hukum internasional dalam melakukan pengelolaan dan konservasi sumber daya laut.
Terdapat 3 modus yang paling sering ditemukan dalam kasus praktik IUUF.
Pertama, memanfaatkan flag of convenience. Tindakan ini dilakukan dengan mendaftarkan kapal dengan kebangsaan negara asing dengan beberapa tujuan, seperti meminimalisir biaya operasi kapal, mendapatkan kelonggaran dalam pengawasan, dan dapat menghindari berbagai kewajiban. Terlebih lagi, tindakan ini dapat dilakukan hanya dengan biaya US$1.000 dalam kurun waktu 24 jam. Kedua, penggunaan port of convience. Tindakan ini dilakukan dengan sengaja mendaratkan hasil tangkapan di pelabuhan-pelabuhan yang minim dalam pengawasannya. Ketiga, transhipment atau alih muat di laut. Dengan melakukan tindakan ini, membuka kesempatan untuk menyembunyikan hasil tangkapan ilegal atau dipindahkan ke kapal lain (Santosa, 2019:
26). Praktik IUUF memberikan dampak yang cukup memprihatinkan. Dampak-dampak tersebut berupa berkurangnya pasokan ikan tangkap yang kemudian dapat berpengaruh terhadap produktivitas ikan budidaya, kerusakan parah pada terumbu karang yang diakibatkan bottom trawling dan destructive fishing. Terumbu karang hingga saat ini telah hilang sebanyak 50% dari seluruh dunia, 90% dari stok ikan dunia sedang berada dalam situasi overexplotation, sekitar 30% rumput laut di dunia telah menghilang, dan juga sebanyak 5 triliun potongan sampah plastik bertebaran di perairan dunia (WWF, 2015 dalam Santosa, 2019: 6).
2.1.2 Teori Konstruktivisme
Pemikiran yang mendasari Teori Konstruktivisme adalah pemikiran dari Alexander Wendt yang mengungkapkan bahwa konstruksi-konstruksi sosial yang diciptakan oleh berbagai aktor menentukan adanya dinamika politik internasional.
Negara yang menjadi salah satu aktor dalam hubungan internasional memiliki identitas yang terbentuk dari konstruksi sosial dan bersifat saling mempengaruhi satu sama lain.
Identitas dipahami sebagai bagaimana aktor memahami siapa diri mereka, yang kemudian akan menentukan apa saja yang menjadi kepentingan yang dimiliki aktor tersebut. Kemudian dari kepentingan tersebut akan menghasilkan tindakan yang dilakukan oleh negara untuk mencapainya. Sehingga perlu dipahami bahwa tindakan dan
8 identitas suatu negara selalu bersifat selaras atau sejalan, karena apabila bertentangan akan memunculkan kebingungan mengenai kepastian identitas suatu negara (Burchill, 2005: 197 dalam Munawar, 2018: 881).
Gambar 2.1 Pola hubungan Identitas, Tindakan, Kepentingan dalam Konstruktivisme
Gambar di atas menjelaskan mengenai bagaimana pola hubungan antara identitas (identity), kepentingan (interest), dan tindakan (action). Identitas suatu negara melahirkan adanya kepentingan, kepentingan yang kemudian mendorong negara untuk mengambil tindakan untuk mencapai kepentingan tersebut, dan dari tindakan tersebut turut membentuk identitas negara. Perlu dipahami bahwa identitas yang terbentuk dari tindakan suatu negara dapat bersifat multi-gagasan, artinya dari identitas suatu negara dari tindakan yang dilakukan dapat berbeda-beda dari negara lain yang memberikan identitas pada negara tersebut (Munawar, 2018: 881-882).
Selain mengenai identitas, teori Konstruktivisme berbicara mengenai norma sosial yang diartikan sebagai “standar perilaku yang sesuai untuk aktor dengan identitas yang diberikan” (Katzenstein, 1996: 5, dalam Mukti 2017: 45). Sehingga aktor dengan identitasnya masing-masing diharapkan untuk dapat mematuhi norma-norma sosial tersebut. Proses ini disebut juga sebagai ‘the logic of appropriateness’, yaitu aktor akan berperilaku atau mengambil suatu tindakan dan kebijakan tertentu karena tindakan dan kebijakan tersebut sesuai dengan apa yang menjadi identitasnya. Teori Konstruktivisme menyajikan penjelasan alternatif untuk perisitiwa dalam hubungan internasional yang lebih luas, dengan menunjukkan bahwa perilaku suatu negara tidak hanya ditentukan oleh kekayaan, kondisi geografis, dan power saja melainkan juga ditentukan oleh identitas dan kepentingan (Mukti, 2017: 51).
9 2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang telah didapatkan oleh penulis yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Muh. Risnain, berupa jurnal penelitian yang berjudul “Rekonsepsi Model Pencegahan dan Pemberantasan Illegal Fishing di Indonesia”. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana usaha-usaha pemerintah dalam rangka mencegah dan memberantas Illegal Fishing di Indonesia, baik usaha yang dilakukan oleh pemerintah secara mandiri maupun dengan menjalankan kerja sama dan perjanjian dengan negara-negara tetangga.
Penelitian tersebut menyampaikan bahwa usaha pencegahan yang sudah dilaksanakan termasuk langkah yang komprehensif, terkoordinasi, dan sejalan dengan visi Indonesia sebagai negara maritim yang menjadikan laut sebagai masa depan bangsa. Upaya yang dilakukan didukung dengan beberapa hal, seperti kelembagaan, kerja sama internasional, pendekatan multi-door, dan koordinasi satgas pusat dan daerah.
Perbedaan antara penelitian oleh Risnain dan penelitian ini, dalam penelitian oleh Risnain dalam menjelaskan upaya dan kebijakan pemerintah Indonesia dalam pemberantasan IUUF pada masa kepemimpinan Joko Widodo dari berbagai sisi, yaitu adanya kelembagaan, kerja sama internasional, pendekatan multi-door, dan koordinasi satgas pusat dan daerah.
Sedangkan penelitian ini hanya berfokus pada tiga kebijakan yang terbentuk pada masa kepemimpinan Joko Widodo tahun 2014 hingga 2019 dalam pemberantasan IUUF, yaitu kebijakan penenggelaman kapal pelaku, kebijakan pelarangan transhipment, dan melakukan diplomasi maritim.
Penelitian terdahulu selanjutnya yang didapatkan peneliti adalah jurnal penelitian yang berjudul “Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Menanggulangi Illegal Fishing pada Tahun 2014-2015” oleh T. Muhammad Almuzzamil. Penelitian ini membahas mengenai kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia untuk menghadapi berbagai kasus IUUF di wilayah perairan negara. Sebelum masuk pada bagian pembahasannya, Almuzzamil menjelaskan terlebih dahulu 3 wilayah perairan Indonesia yang terjadi dalam kurun waktu tersebut, yaitu Selat Malaka, Kalimantan Utara, dan Perairan Natuna. Rumusan masalah dari peneltian ini adalah menjelaskan kebijakan pemerintahan, struktur birokrasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan sumber daya manusia dalam menanggulangi kasus illegal fishing.
Dalam membicarakan kebijakan, Almuzzamil menjelaskan 2 kebijakan, yaitu kebijakan pelarangan transhipment dan peneggelaman kapal pelaku pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia. Pada bagian kesimpulan, Almuzzamil mengatakan bahwa upaya pemerintah yang sudah dilakukan untuk menanggulangi illegal fishing pada tahun 2014 – 2015 adalah
10 membentuk tim atau badan khusus untuk menangani illegal fishing dalam stuktur birokrasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, melakukan penguatan perundang-undangan, dan juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Almuzzamil dengan penelitian ini adalah kebijakan yang dibahas. Kebijakan yang dibahas dalam penelitian oleh Almuzzamil sebanyak 2 kebijakan, yaitu kebijakan pelarangan transhipment dan kebijakan penenggelaman kapal pelaku pencuri ikan. Sedangkan dalam penelitian ini, akan membahas 3 kebijakan, yaitu kebijakan penenggelaman kapal asing pencuri ikan, kebijakan pelarangan transhipment, dan melakukan diplomasi maritim. Selain itu, penelitian hanya terfokus pada ketiga kebijakan tersebut, tidak membahas mengenai struktur birokrasi Kementerian Kelautan dan Perikanan dan penguatan sumber daya manusia seperti pada penelitian oleh Almuzzamil. Perbedaan selanjutnya adalah batasan waktu, penelitian ini memiliki batasan waktu 2014 – 2019, sedangkan penelitian oleh Almuzzamil adalah 2014 – 2015. Perbedaan lainnya adalah teori yang digunakan penelitian ini adalah teori Konstruktivisme, sedangkan penelitian oleh Almuzzamil adalah teori State Building dan teori Birokrasi.
Penelitian terdahulu selanjutnya adalah jurnal penelitian yang ditulis Simela Vitor Muhamad dengan judul “Illegal Fihsing di Perairan Indonesia: Permasalahan dan Upaya Penanganannya secara Bilateral di Kawasan”. Dalam penelitian oleh Muhamad, membahas mengenai upaya-upaya bilateral yang Indonesia lakukan dengan berbagai negara untuk menangani illegal fishing di wilayah perairan Indonesia. Kerja sama bilateral yang dibahas adalah kerja sama dengan negara Thailand, Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Pada bagian kesimpulan, Muhamad menjelaskan bahwa untuk menangani tingginya kasus illegal fishing di perairan Indonesia, diperlukan adanya kerja sama bilateral terutama dengan negara-negara tetangga yang memiliki nelayan-nelayan yang secara ilegal memasuki dan menangkap ikan di perairan Indonesia. Namun, Muhamad juga menjelaskan bahwa kerja sama bilateral masih belum dapat mengatasi isu ini dengan optimal. Hal ini dikarenakan ketidakseriusan dan pertentangan kepentingan nasional dari negara-negara yang terlibat kerja sama bilateral dengan Indonesia, sehingga penanganan ilegal fishing ini tidak dengan semudah itu mendapatkan titik terang. Oleh sebab itu, kerja sama bilateral yang sudah dilakukan oleh Indonesia dengan keempat negara tersebut perlu dikembangkan dan implementasi secara nyata dan tegas.
Penelitian ini dan penelitian oleh Muhamad memiliki persamaan membahas mengenai seputar penanganan IUUF di perairan Indonesia. Perbedaannya adalah upaya Indonesia yang
11 dibahas, penelitian Muhammad membahas mengenai bentuk kerja sama bilateral antara Indonesia dengan 4 negara tetangga sedangkan penelitian ini membahas mengenai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menangani kasus IUUF di perairan Indonesia. Selain itu, pembahasan dalam penelitian oleh Muhammad dimulai pada tahun 2010, sedangkan penelitian ini akan membatasi pada tahun 2014 hingga tahun 2019.
Penelitian terdahulu selanjutnya adalah berupa jurnal penelitian karya M. Riqi Isnurhadi dengan judul “Sekurtisasi Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUUF) di Perairan Indonesia di Era Pemerintahan Joko Widodo”. Dalam penelitian ini, Isnurhadi membahas mengenai upaya pengamanan yang dijalankan oleh pemerintahan Joko Widodo dalam pengamanan perairan Indonesia dari praktik illegal fishing yang melibatkan elemen TNI-AL, Polri, BAKAMLA, serta Kejaksaan Republik Indonesia melalui Perpres No. 15 Tahun 2015. Penelitian ini memiliki 2 poin dalam pembahasannya, yaitu proses sekuritisasi isu IUUF di masa pemerintahan Joko Widodo dan faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya upaya sekuritisasi tersebut. Kebijakan yang disinggung Isnurhadi dalam penelitiannya adalah kebijakan penenggelaman kapal pelaku IUUF. Pada bagian kesimpulan, Isnurhadi menuliskan bahwa upaya sekuritisasi yang dilakukan pada masa pemerintahan Joko Widodo cukup besar.
Hal tersebut dapat terlihat dari speech act yang dilakukan Susi Pudjiastuti selaku Menteri Kelautan dan Perikanan mendapatkan respon positif dari masyarakat untuk berkontribusi dalam pemberantasan IUUF. Hal ini membuat isu IUUF berhasil diangkat menjadi salah satu isu keamanan dan menjadi perhatian utama pemerintahan Indonesia.
Penelitian Isnurhadi ini memiliki sedikit kesamaan dengan penelitian ini. Pada dasarnya, keduanya membahas mengenai upaya pemerintah Indonesia pada masa kepemimpinan Joko Widodo dalam pemberantasan praktik illegal fishing. Perbedaannya adalah pada pembahasannya. Penelitian Isnurhadi terfokus pada bidang sekuritisasi sehingga kebijakan yang disinggung hanya kebijakan penenggelaman kapal pelaku, sedangkan penelitian ini membahas 3 kebijakan Indonesia dalam menanggapi isu IUUF. Selain itu, penelitian Isnurhadi sebagai landasan penelitiannya menggunakan konsep keamanan sedangkan penelitian ini menggunakan konsep Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF) dan teori Konstruktivisme.
Penelitian terdahulu yang terakhir adalah jurnal penelitian dengan judul “Upaya Pemerintah Indonesia dalam Menanggulangi Illegal Fishing di Kepulauan Riau 2010- 2015” oleh Bobby Bella Alamsyah. Dalam penelitiannya, Alamsyah berawal dari membahas
12 mengenai kondisi perairan di Kepulauan Riau yang kemudian dilanjutkan dengan isu illegal fishing di lokasi tersebut. Kunci pembahasan dari penelitian Alamsyah adalah upaya pemerintah Indonesia dalam menanggulangi isu illegal fishing di Kepulauan Riau. Upaya yang disebutkan adalah penggunaan Vessel Monitoring System (VMS), pengawasan perairan, dan penegakan hukum. Selain itu, Alamsyah juga memberikan hambatan-hambatan apa saja yang ditemukan dalam upaya-upaya tersebut. Kesimpulannya adalah upaya yang dilakukan dalam kurun waktu tersebut sudah cukup efektif namun terdapat beberapa hal penting yang terlewatkan untuk mendapatkan pencapaian maksimal dalam penanggulangan illegal fishing di Kepulauan Riau.
Penelitian Alamsyah menggunakan konsep dan teori yang sama dengan penelitian ini, yaitu teori Kebijakan Publik dan konsep Illegal, Unreported, and Uregulated Fishing (IUUF).
Hal yang menjadi pembeda adalah upaya pemerintah yang dijelaskan. Penelitian ini membahas 3 kebijakan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi IUUF. Selain itu, penelitian ini tidak membahas upaya dan kebijakan yang diterapkan hanya pada 1 daerah saja, melainkan yang diterapkan secara nasional. Hal yang juga menjadi perbedaan adalah batasan berupa kurun waktu yang digunakan. Penelitian milik Alamsyah menggunakan kurun waktu 2010-2015, sedangkan penelitian ini menggunakan kurun waktu 2014-2019.
13 2.3 Kerangka Pikir
Gambar 2.2 Kerangka Pikir
Dalam penelitian ini, penulis akan memberikan gambaran terlebih dahulu mengenai bagaimana tingkatan terjadinya praktik IUUF di perairan Indonesia. Kemudian masuk pada masa kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia sejak tahun 2014, penulis akan memberikan gambaran mengenai kebijakan dan keputusan apa saja yang diambil Joko Widodo bersama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta penerapannya dalam upaya pemberantasan IUUF di Indonesia sejak tahun 2014 hingga tahun 2019. Terdapat 3 kebijakan yang akan dibahas, yaitu kebijakan penenggelaman kapal asing pencuri ikan, kebijakan pelarangan transhipment, dan melakukan diplomasi maritim. Penelitian ini dalam pembahasannya menggunakan teori Konstruktivisme sebagai dasar analisisnya.