69
KEMAMPUAN MENABUNG MASYARAKAT DAN KETERKAITANNYA TERHADAP KINERJA MAKRO EKONOMI PROVINSI LAMPUNG
(TINJAUAN KASUS PERIODE 2005-2009)
Oleh: Januar Hertanto
Dosen Tidak Tetap IBI Darmajaya Januarhertanto68@gmail.com
ABSTRACT
This study describes the relationship and the impact of changes in income, inflation, and interest rates with the ability to save in the community, where saving is one of the indicators of well-being including in this case is also a tool used to make investments in order to build a country. Saving is used by government investment, which in turn can be allocated to run the building, which also is a component of capital structure, resulting from such development can move the wheels of national economy and reducing unemployment.
In this study, we can find the main issues regarding increasing commodity prices (inflation), interest rates, and the average income of society that affect the amount of public savings. At the end of the discussion can be concluded and the result that there is a positive relationship between the average income of the community (GDP), interest rates, and inflation on the ability of people to save.
Keywords: Gross Domestic Income, Interest Rates, Inflation, and the Short-Term Savings
ABSTRAK
Penelitian ini menjelaskan hubungan dan dampak dari perubahan pendapatan, tingkat inflasi, dan suku bunga dengan kemampuan menabung pada masyarakat, dimana tabungan merupakan salah satu indicator kesejahteraan termasuk dalam hal ini juga merupakan alat yang digunakan untuk melakukan investasi dalam rangka membangun suatu Negara. Tabungan merupakan investasi yang digunakan oleh pemerintah yang pada akhirnya dapat dialokasikan untuk menjalankan roda pembangunan, yang sekaligus merupakan komponen struktur modal, sehingga dari pembangunan tersebut dapat menggerakan roda perokonomian nasional sekaligus mengurangi pengaggguran.
Dalam penelitian ini, dapat kita temukan permasalahan utama mengenai peningkatan harga-harga barang (inflasi), suku bunga, dan pendapatan rata-rata masyarakat yang berpengaruh pada jumlah tabungan masyarakat. Pada akhir pembahasan dapat disimpulkan dan diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendapatan rata-rata masyarakat (PDB), suku bunga, dan inflasi terhadap kemampuan masyarakat untuk menabung.
Kata kunci: Pendapatan Domestic Bruto, Suku Bunga, Tingkat Inflasi, dan Tabungan Jangka Pendek
PENDAHULUAN
Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat adalah tabungan (saving)
yang dimiliki oleh masyrakat secara
umum yang sekaligus merupakan
70 untuk pembiayaan pembangunan. Baik itu Dalam hal ini pembangunan yang merupakan dasar untuk mecapai tujuan tersebut dibutuhkan struktur pemodalan yang kuat, dan salah satu alat yang digunakan adalah simpanan (saving) baik itu berupa simpanan jangka panjang (time deposit) maupun berupa simpanan jangka pendek yaitu: giro (demand deposit ) dan tabungan (saving deposit).
Deposito (time deposit) adalah
simpanan yang dapat diambil
berdasarkan jangka waktu yang telah ditentukan oleh pihak Bank. Demand deposit adalah simpanan yang setiap saat dapat digunakan dengan menggunakan warkat penarikan berupa cek atau bilyet
giro. Sedangkan tabungan (saving
deposit) pada hakikatnya sama seperti time deposit tetapi yang membedakan hanya waktu pengambilannya yang dapat diambil kapan saja.
Jika ditelaah lebih lanjut, simpanan merupakan dana segar yang selanjutnya
dapat dialokasikan bagi berbagai
investasi yang menghasilkan output yang lebih besar. Dengan adanya invesatsi-investsi tersebut tentu akan berguna bagi sektor pembangunan yang menghasilkan peluang bagi kesempatan kerja yang lebih luas untuk masyarakat. Mengingat begitu besarnya peranan sektor keuangan bagi
pembangunan masyarakat, maka tidak
dapat dipungkiri bahwa lembaga
keuangan baik perbankan maupun
non-perbankan juga secara langsung
menopang pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini lebih dipertegas lagi bahwa peranan lembaga keuangan baik bank maupun non- bank merupakan lembaga yang berguna untuk memobilisasi simpanan jangka pendek
maupun jangka panjang. Sebagai
lembaga yang berperan dalam
pembangunan yang berfungsi
menghimpun dana masyarakat yang berguna dalam pembangunan sektor
ekonomi tidaklah terlepas dari
kemampuan masyarakat dalam
menabung, akan tetapi kemampuan tersebut biasanya bergantung sekali pada tingkat pendapatan perkapita (netto) yang dihasilkan oleh masyarakat setempat dan tidak menutup kemungkinan pada suku bunga yang berlaku pada saat itu. Begitupula dalam suatu negara termasuk
Indonesia yang keadaanya cukup
merepresentasikan bahwa tingkat
pendapatan masyarakat akan
mencerminkan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan secara langsung melalui jumlah simpanan yang ada dan tersedia guna mendukung sektor pembangunan ekonomi setempat. Hal ini dapat terlihat
71
pada tabel perkembangan jumlah
simpanan, Gross Domestic Product at curret price masyarakat yang merupakan jumlah keseluruhan pendapatan bersih yang diterima masyarakat dan tingkat suku bunga di Indonesia sebagai berikut:
Tabel 1:Perkembangan Pendapatan Perkapita Periode 2005-2009 (dalam
rupiah)
Sumber: Bank Indonesia (2009) Tabel 2: Tingkat Inflasi Harga
Barang-Barang Pokok Periode 2000-2009
Sumber: Bank Indonesia dan BPS (2009) Dari tabel diatas terlihat bahwa selama periode tersebut tingkat inflasi atas barang-barang kebutuhan pokok
masyarakat mengalami fluktuatif.
Terlebih pada tahun 2005 dan 2008 yang
menunjukan bahwa tingkat inflasi masih diatas 10 persen, ini disebabkan karena
pada tahun-tahun tersebut inflasi
meningkat disebabkan karena efek dan pengaruh atas kenaikan harga BBM yang menyebakan ikut naiknya harga barang-barang konsumsi pada tahun 2005, dan adanya krisis keuangan global yang
cukup mempengaruhi perekonomian,
meskipun secara fundamental
perekonomian Indonesia masih stabil. Tingkat inflasi yang terjadi tersebut dipicu oleh banyaknya uang masyarakat yang beredar sehingga akhirnya akan berpengaruh pada saving (tabungan) masyarakat. Karena pendapatan yang diperoleh masyarakat sebagian besar digunakan untuk konsumsi, sehingga saving (tabungan) berkurang dengan sendirinya. Hal ini berdampak kepada
perkembangan dunia usaha yang
mengandalkan pada dana masyarakat yang disimpan di Bank-Bank, sehingga berdampak pula pada kemampuan Bank dalam menyalurkan kredit bagi dunia usaha. Tentu saja pengaruh ini pada akhirnya akan berakibat pada kemajuan pembangunan ekonomi.
Dari tabel 2 terlihat bahwa selama periode tersebut tingkat inflasi atas
barang-barang kebutuhan pokok
72 Terlebih pada tahun 2005 dan 2008 yang menunjukan bahwa tingkat inflasi masih diatas 10 persen, ini disebabkan karena
pada tahun-tahun tersebut inflasi
meningkat disebabkan karena efek dan pengaruh atas kenaikan harga BBM yang menyebakan ikut naiknya harga barang-barang konsumsi pada tahun 2005, dan adanya krisis keuangan global yang
cukup mempengaruhi perekonomian,
meskipun secara fundamental
perekonomian Indonesia masih stabil. Tingkat inflasi yang terjadi tersebut dipicu oleh banyaknya uang masyarakat yang beredar sehingga akhirnya akan berpengaruh pada saving (tabungan) masyarakat. Karena pendapatan yang diperoleh masyarakat sebagian besar digunakan untuk konsumsi, sehingga saving (tabungan) berkurang dengan sendirinya. Hal ini berdampak kepada
perkembangan dunia usaha yang
mengandalkan pada dana masyarakat yang disimpan di Bank-Bank, sehingga berdampak pula pada kemampuan Bank dalam menyalurkan kredit bagi dunia usaha. Tentu saja pengaruh ini pada akhirnya akan berakibat pada kemajuan pembangunan ekonomi.
Seperti diketahui peningkatan
kegiatan ekonomi adalah penting dalam
rangka meningkatkan taraf hidup
masyarakat melalui pemerataan
pendapatan serta pemerataan kesempatan kerja kepada masyarakat yang pada
akhirnya akan meningkatkan
pembangunan ekonomi nasional, akan
tetapi yang terjadi secara makro
hubungan antara kesempatan kerja
terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat tidaklah sejalan terlebih lagi semenjak Indonesia mengalami berbagai krisis yang menganggu fundamental ekonomi nasional sejak tahun 1997 dan juga adanya krisis keuangan global pada tahun 2008. Krisis yang dialami oleh Indonesia tahun 1997 pada akhirnya berpengaruh pada kegiatan pembangunan yang pada dasarnya mengandalkan dana masyarakat yang dihimpun oleh pihak
perbankan. Dana masyarakat yang
dihimpun itulah yang nantinya akan
menggerakan roda perekonomian
sekaligus pembangunan nasional melalui dana masyarakat baik jangka panjang maupun jangka pendek. Secara makro
fenomena yang terjadi akan
menimbulkan multiplier effect yang saling terkait satu sama lain.
Pendapatan yang diterima
masyarakat selain digunakan untuk
dikonsumsi dan sebagiannya disimpan sebagai tabungan (saving). Menurut teori ekonomi makro dikenal Marginal
73 Propensity to Save (MPS) atau hasrat
batas untuk menbung merupakan
perbandingan antara bertambahnya
saving dengan pertambahan pendapatan yang akan meningkatkan pertambahan saving tersebut, dan Marginal Propensity to Consume (MPC) atau hasrat batas
untuk menkonsumsi merupakan
perbandingan antara perubahan konsumsi dengan besarnya perubahan konsumsi tersebut (Samuelson, 2002:578). Semakin besar pendapatan yang diperoleh maka
semakin besar pula bagian dari
pendapatan tersebut yang disisihkan
untuk menabung. Sehingga dalam
menumbuhkan keinginan masyarakat
untuk menabung tidak terlepas dari
besarnya pendapatan yang dimiliki
masyarakat. Dalam hal pembentukan tabungan (saving deposit) selain faktor pendapatan perkapita, tingkat bunga juga
mempengaruhi besarnya keinginan
masyarakat untuk menabung. Dari tabel 1 diketahui bahwa pendapatan perkapita
selama kurun waktu 2000-2008
mengalami kenaikan akan tetapi hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan kemakmuran karena terlihat pada tabel 2 tingkat inflasi dari harga-harga barang pokok mengalami peningkatan yang cukup drastis. Sehingga, jika kita kaitkan dengan fakta dapat dikatakan bahwa
salah satu permasalahan yang sering
muncul adalah pada saat tingkat
pendapatan riil masyarakat mengalami penurunan yang salah satunya disebabkan oleh kenaikan berbagai harga barang (inflasi) sehingga mempengaruhi jumlah simpanan masyarakat
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Dornbusch dan Fischer
(2001:356), tabungan adalah sama
dengan pendapatan dikurangi konsumsi.
Hal ini berarti disamping fungsi
konsumsi masih ada suatu fungsi
tabungan yang bebas dan menganggap bahwa jumlah konsumsi dan tabungan adalah jumlah pendapatan.
Fungsi tabungan tersebut adalah: S = Y - C
= Y - ( Ĉ + c Y ) = - Ĉ + ( i - c ) Y
Dari persamaan diatas, bahwa tabungan adalah fungsi dari tingkat
pendapatan karena hasrat batas
menabung, s = 1 – c , adalah positif. Bila hasrat mengkonsumsi , c, adalah 0,80 berarti bahwa 80 persen dari tambahan
atas pendapatan digunakan untuk
konsumsi. Dan bila hasrat batas
menabung, s, adalah 0,20, ini berarti bahwa sisa yang terbesar 20 persen dari tambahan atas pendapatannya digunakan untuk menabung. Definisi lain yang
74
senada juga dikemukakan oelh
Samuelson dan Nordhaus (2000: 589) yang menyatakan bahwa tabungan adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikonsumsikan. Dan itu berarti bahwa
tabungan sama dengan jumlah
pendapatan dikurangi dengan jumlah konsumsi.
Dengan adanya tambahan
pendapatan maka sebagian dari tambahan pendapatan tersebut digunakan untuk konsumsiatau dengan istilah khusus yang disebut Marginal Propensity to Consume
(MPC). Hasrat batas konsumsi
mempunyai bayangan yang disebut dengan hasrat bantas menabung atau Marginal Propensity to Save (MPS). MPS adalah bagian dari setiap tambahan
pendapatan yang digunakan untuk
tambahan tabungan (Samuelson dan Nordhaus, 2000: 570). MPC dan MPS
saling berkaitan karena pendapatan
adalah konsumsi ditambah dengan
tabungan. Ini berarti bahwa setiap
tambahan pendapatan terbagi atas
tambahan konsumsi dan tambahan
tabungan. Bila MPC sebesar 0,85 maka MPS pasti sebesar 0,15. Itulah sebabnya mengapa jumlah MPC dan MPS akan
selalu sama dengan sati, atau:
MPS = 1 - MPC
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa fungsi tabungan menghubungkan
jumlah tabungan dengan jumlah
pendapatan. Karena jumlah yang
ditabung adalah sama halnya dengan
yang tidak dikonsumsikan, maka
tabungan + konsumsi = pendapatan disposable (Samuelson dan Nordhaus, 2000: 574). Dari dua definisi diatas jelaslah bahwa tabungan adalah bagian dari pendapatan yang tidak digunakan
untuk konsumsi. Pendapatan yang
diperoleh sebagian digunakan untuk konsumsi dan sebagiannya dipergunakan untuk menabung. Perubahan tabungan
akibat dari perubahan pendapatan
dinamakan hasrat batas untuk menabung atau Marginal Propensity to Save (MPS), yaitu perbandingan antara bertambahnya pendapatn nasional yang mengakibatkan
bertambahnya tabungan (saving),
Sehingga dapat dituliskan rumusnya sebagai berikut:
s = MPS, S = tabungan, ΔS
s = MPS = --- ΔY
Keterangan: Y = pendapatan nasional Δ = perubahan
Sedangkan Marginal Propensity to Consume (MPC) atau hasrat batas berkonsumsi merupakan perbandingan
75 antara besarnya perubahan pendapatan nasional yang mengakintakan adanya
perubahan konsumsi, dapat ditulis
sebagai berikut:
ΔC ,
c = MPC = --- ΔY keterangan: Y = Pendapatan nasional , Δ = perubahan
c = MPC , C = Konsumsi Hubungan antara MPS dan MPC dapat dituliskan sebagai berikut:
MPS + MPC = 1
Ini diperoleh dari : Y = C + S Dimana: Y = pendapatan nasional , C = Konsumsi, S = Tabungan Sehingga jika: ΔY = ΔC + ΔS ΔY = ΔC + ΔS ΔY = ΔY 1 = ΔS + ΔC ΔY ΔY 1 = MPS + MPC
Apabila pendapatan bertambah
sebagian digunakan untuk konsumsi dan sebagian lagi ditabung, dengan demikian diperoleh C < dS/dY < I , dengan dS sebagai perubahan tabungan dan dY sebagai perubahan pendapatan. Angka Marginal Propensity to Consume (MPC) pada umumnya lebih kecil daripada satu, akan tetapi lebih besar daripada setengah
(Gregor N Mankiw, 2000: 722). Dan
yang pastinya bahwa Marginal
Propensity to Consume mempunyai tanda positif berarti bahwa pendapatan akan mengakibatkan bertambahnya konsumsi. Angka MPC yang lebih kecil daripada satu, menunjukkan bahwa tambahan pendapatan yang diterima seseorang tidak
seluruhnya dipergunakan untuk
konsumsi, melainkan sebagian dari
tambahan pendapatan yang diperoleh disisihkan sebagai tabungan (saving). Sedangkan angka MPC yang lebih besar daripada setengah menunjukkan bahwa
penggunaan tambahan pendapatan
sebagian besar digunakan untuk
menambah besarnya konsumsi dan
sisanya yaitu jumlahnya kecil merupakan sebagai tambahan saving. Menurut para ahli ekonomi klasik, tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Sehingga pada
tingkat bunga yang lebih tinggi
masyarakat akan cenderung untuk
mengurangi pengeluaran konsumsinya guna menambah tabungan.
Kurva Sm merupakan kurva
tabungan. Pada tingkat bunga sebesar 6 persen, jumlah tabungan adalah So dan tabungan bertamabah sebesar S1 pada saat tingkat bunga mencapai 12 persen. Dengan demikian semakin tinggi tingkat bunga maka semakin banyak jumlah
76 tabungan. Dengan adanya tabungan tersebut tidak berarti bahwa dana tersebut tidak beredar, tetapi dipinjamkan (dalam bentuk kredit) kepada pengusaha untuk pembiayaan investasinya. Penabung akan mendapatkan bunga sebagai imbalan atau
tabungannya, sedangkan pengusaha
membayar bunga sesuai dengan bunga yang ditetapkan atas pinjaman kredit tersebut. Menurut ekonomi klasik ,
tingkat bunga ditentukan oleh
keseimbangan antara keinginan untuk
menabung dengan keinginan untuk
melakukan investasi (Nopirin, 1993:152). Gambar 1
Hubungan Antara Tingkat Bunga dan Tabungan (Teori Klasik)
Sumber: Sadono Sukirno, 1998
Untuk lebih jelasnya, hubungan antara tabungan dan investasi terhadap tingkat
bunga yang dilihat pada gambar 2 sebagai berikut:
Gambar 2
Hubungan Tabungan dan Investasi Terhadap Tingkat Bunga (Teori Klasik) tabungan investasi i investasi 0 Jumlah yg ditabung dan diinvestasikan Sumber: Nopirin (1993:158)
Keseimbangan tingkat bunga
berada pada titik i0, dimana jumlah tabungan sama dengan jumlah investasi. Apabila tingkat bunga naik dari i0 menjadi i1 , maka jumlah tabungan melebihi keinginan untuk melakukan investasi, sehingga persaingan untuk meminjamkan dana akan semakin tinggi, dan apabila tingkat bunga dibawah i0 maka akan terjadi persaingan dalam memperoleh dana karena sumber dana relatif kecil. Dengan demikian semakin tinggi tingkat bunga, maka keinginan untuk melakukan investasi justru semakin
rendah. Ini karena tingkat bunga
dianggap sebagai biaya modal (cost of capital) dalam investasi tersebut. Sebaliknya, bila tingkat bunga semakin 12 10 8 6 4 2 0 So S1 Sm Jumlah Tabungan Ting kat b u n ga (% ) Ting kat Bu n ga I1 I0
77 rendah, maka pengusaha akan cenderung untuk melakukan investasi, karena beban biaya modal juga semakin kecil, atau dengan kata lain bila Marginal Efficiency of Capital (MEC) lebih besar daripada tingkat bunga maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi. Dan bila MEC lebih kecil daripada tingkat bunga maka pengusaha cenderung untuk menabung. Dapat disimpulkan bahwa tingkat bunga menurut teori ekonomi klasik ditentukan oleh titik
keseimbangan antara tabungan dan
investasi. Tingkat bunga akan mengalami fluktuasi, sehingga keinginan masyarakat untuk menabung akan sama dengan keinginan untuk berinvestasi. Berbeda halnya dengan pandangan ekonomi klasik yang menyatakan bahwa tingkat bunga adalah faktor yang paling berepengaruh terhadap tabungan, maka pandangan ekonomi modern lebih memandang pendapatan sebagai faktor yang paling
berpengaruh terhadap tabungan.
Hubungan antara tabungan dan
pendapatan nasional dapat dijelaskan melalui gambar 3 sebagai berikut:
Gambar dibawah menunjukan , pada tingkat pendapatan yang sangat rendah akan terjadi dissaving karena
konsumsi lebih tinggi daripada
pendapatan. Pada gambar di atas
dissaving tersebut sebesar –So terjadi pada tingkat pendapatan sebesar Yo. Pada pendapatan sebesar Y1 tabungan adalah sama dengan nol berarti tidak
terdapat tabungan. Bila pendapatan
meningkat sebesar Y2 maka terjadi peningkata tabungan sebesar S1. Dengan demikian tabungan menurut pandangan ekonomi modern sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.
Gambar 3.
Hubungan antara Tabungan dan Pendapatan Nasional (Pandangan
Ekonomi Modern)
Sumber: Sadono Sukirno (1999)
Untuk lebih menjelaskan teori tabungan menurut pandangan ekonomi moder maka berikut ini adalah pendapat maupun asumsi yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi modern. Sedangkan menurut menyatakan bahwa tabungan merupakan hasil dari faktor pendapatan
dikurangi faktor konsumsi. Karena
berubahnya pola konsumsi masyarakat tidak secepat perubahan yang terjadi pada pola pendapatan, maka tabungan akan
Y1 Yo 0 -So Y2 S S1 S Pendapat an nasional Tabu n gan
78 meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat tersebut. Fungsi
tabungan menurut Keynes melalui
“Absolute Income Theory: dapat
disimpulkan sebagai berikut (Shapiro, 1974):
a. Avarage Propensity to Consume (APC) akan berkurang seiring dengan meningkatnya pendapatan. Hal ini terjadi karena APC diperoleh dari 1 – APS (Avarage Propensity to Save). APC ini diperoleh dari besarnya konsumsi dibagi dengan pendapatan, sedangkan APS diperoleh dengan cara membagi besarnya saving dengan pendapatan, sehingga apabila pendapatan naik maka APC akan
menurun sedangkan APS akan
meningkat.
b. Dengan semakin
meningkatnya kelas pendapatan, maka APC akan semakin berkurang sehingga APS akan bertambah. Hal ini disebabkan karena semakin besarnya pendapatan
seseorang maka pengeluaran untuk
memenuhi kebutuhannya akan berkurang sehingga lebih banyak bagian dari pendapatan yang dapat ditabungkan.
c. Karena APC menurun, maka akan terjadi MPC < APC. Dengan demikian seiring dengan meningkatnya pendapatan maka MPC akan menurun dan MPS akan meningkat.
d. MPC akan selalu positif
namun lebih kecil daripada 1. Hal ini terjadi karena MPC + MPS = 1
Dari penjelasan tersebut diatas terlihat Keynes melakukan pendekatan
mengenai tabungan dari faktor
pendapatan dan bukan dari faktor tingkat bunga seperti halnya pada teori ekonomi
klasik. Hal ini karena Keynes
berpendapat bahwa tabungan merupakan fungsi dari konsumsi yang dipengaruhi oleh pendapatan. Sedangkan Milton Friedman dalam teorinya, menggunakan pendekatan yang hampir sama dilakukan oleh Keynes. Perbedaan intinya adalah Friedman tidak melihat dari pendapatan yang benar-benar diterima pada saat ini
(Measure Current Income), tetapi
meninjau dari sudut pandang pendapatan yang permanen. Oleh sebab itu teori Friedman lebih poluler dikenal dengan “Permanent Income Theory”. Pendapatan
permanen didefinisikan sebagai
pendapatan dalam jangka panjang atau dalam kurun waktu yang lama. Tetapi perkiraan pendapatan jangka panjang tidak dapat ditentukan, maka terdapat
kesukaran dalam menganalisisnya.
Namun hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan salah satu pendapatan dalam
tahun tertentu sebagai pendapatan
79 Menurut Friedman bahwa konsumsi permanen dari seorang konsumen atau suatu masyarakat mempunyai hubungan yang positif dan proporsional dengan pendapatannya. Secara matematis dapat ditulis:
Cp = kYp , Dimana: Cp adalah
konsumsi permanen , Yp adalah
pendapatan permanen
K adalah angka konstan yang
menunjukan bagian dari pendapatan
permanen yang dikonsumsi, berarti
bahwa 0 < k < 1.
Karena untuk mengukur
pendapatan permanen seseorang atau masyarakat sangatlah sulit, untuk itu
Friedman membedakan antara
pendapatan permanen dengan pendapatan yang benar-benar terjadi (Measured Current Income). Hubungan antara pendapatan dan konsumsi yang benar-benar terjadi dengan pendapatan dan konsumsi permanen serta pendapatan dan konsumsi sementara (Transitory) adalah:
Ym = Yp + Ytr Cm = Cp + Ctr Dimana:
Ym adalah pendapatan yang benar-benar terjadi , Cm adalah konsumsi yang benar-benar yang terjadi
Yp adalah pendapatan permanen, Cp adalah konsumsi permanen, Ytr adalah pendapatan transitori
Ctr adalah konsumsi transitori. Sehingga
model tabungan menurut Friedman
adalah sebagai berikut:
St = a + b1 Yp + b2 Ytr Dimana, St adalah tabungan nasional dalam periode t , Yp adalah pendapatan permanen , Ytr adalah pendapatan transitori.
Diketahui bahwa pendapatan
transitory diperoleh dari selisih antara pendapatan yang benar-benar terjadi dengan pendapatan permanen. Seperti halnya Keynes dan Friedman, Ando dan
Modligiani serta Brumberg juga
melakukan pendekatan terhadap tabungan dengan melihat faktor pendapatan. Tetapi disini mereka melihat faktor pendapaan dari sudut pandang siklus hidup atau “Life Cycle Hypothesis:. Tujuan dari para ahli ekonomi tersebut adalah untuk melihat pola tabungan dari sisi kelompok umur, yaitu: Siklus anak-anak (tidak produktif), Siklus dewasa (produktif), dan Siklus masa pensiun (tidak produktif)
Dengan adanya ketiga siklus
tersebut dapat diketahui pada kelompok
umur yang sama yang dapat
80
matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:
Spop = a + b ( Ydpop ), Dimana diketahui Spop adalah tabungan perkapita menurut kelompok umur, dan Ydpop adalah pendapatan perkapita menurut kelompok umur.
Menurut James Duesenberry
pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan oleh pendapatan tertinggi yang pernah dicapai oleh masyarakat tersebut. Seperti halnya dengan teori Keynes, menurut Duesenberry apabila terjadi penurunan pendapatan, maka
konsumsi juga akan mengalami
penurunan. Jadi untuk mempertahankan agar tingkat konsumsi itu agar tetap tinggi, maka besarnya saving atau tabungan harus dikurangi, dan bila pendapatan kembali meningkat maka saving juga akan meningkat tetapi tidak sebesar peningkatan yang terjadi pada saving.
METODE PENELITIAN
Untuk melakukan penelitian ini maka peneliti melakukan 2 analisis data yang terdiri dari analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
1) Kualitatif
Metode ini digunakan dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan
teori seperti: teori Klasik, teori modern,
teori Keynes, teori Friedman, dan teori
Duesenberry yang kemudian akan
dibandingkan dengan Kenyataan yang ada
2) Kuantitatif.
Adapun metode ini dilakukan dengan menggunakan:
a. Regresi Linier Berganda (Multiple regression)
Menurut Gujarrati (2001: 724)
regresi linier berfungsi untuk
menganalisa hubungan antara variabel bebas (dependent) terhadap variabel terikat (independent).
Rumus: y = α + βx1 + βx2 + βx2 + e , dimana:
Y = variabel dependent dalam hal ini adalah Simpanan masyarakat (dalam hal
ini berupa simpanan jangka
pendek/saving deposit dan α = konstanta , β = koefisien yg mengikat variabel x , X1 = pendapat riil perkapita , X2 = tingkat suku bunga yang berlaku, X3 = tingkat inflasi harga-harga barang , e = error term
b. Korelasi Pearson
Digunakan untuk mengetahui
berapa besar pengaruh antara variabel dependent terhadap indepent, Gujaratti (2001 : 459), terdapat 2 hubungan yang akan muncul yaitu hubungan positif
81 umumnya akan diikuti kenaikan variabel y begitupula sebaliknya jika variabel x turun maka variabel y akan ikut
mengalami penurunan, sedangkan
hubungan yang ke-2 adalah, hubungan yang negatif artinya jika kenaikan x pada umumnya akan diikuti penurunan pada variabel y dan sebaliknya. Dimana hubungan ke-2 tersebut nantinya akan dapat dililhat pada diagram scatter atau diagram pencar yaitu gambar grafik yang menggambarkan titik-titik dari variabel x pada sumbu axis (horizontal) dan variabel y pada sumbu ordinat (vertikal)
Rumus: r = Σ xi.yi √ Σ xi². Σ yi² Keterangan:
r = nilai korelasi antara variabel y dan variabel x
Xi = variabel independent dalam hal ini adalah pendapatan perkapita masyarakat, suku bunga yang berlaku, dan inflasi harga-harga barang, Yi = variabel dependent dalam hal ini adalah simpanan masyarakat
Metode korelasi ini akan menghasilkan nilai r (coeffisien correlation) yang nilainya yaitu: -1 =< r =< 1 (artinya koefisien korelasi terkecil adalah -1 dan terbesar adalah 1).
Dan dari Korelasi Pearson tersebut dapat diperoleh nilai Determinasi (r square),
yang bertujuan untuk mengetahui
besarnya pengaruh antara variabel bebas dan dan variabel terikat.
Rumus: r² = (r. r ) . 100% c. Uji Hipotesis :
a) Uji t (Uji parameter)
Uji ini digunakan untuk melihat
hubungan yang mungkin terjadi anatar variabel bebas dengan variabel terikat
dengan menguji pada tingkat
kepercayaan 95% atau ά = 0,05. Jika diperoleh thitung > t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, sedangkan jika diperoleh thitung < ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima
b) Uji F (uji determinant) Pada dasarnya uji ini menggunakan alat uji Fisher (F test), yang tujuannya untuk mengetahui hubungan secara keseluruhan antara variabel bebas dengan variabel terikat pada tingkat kepercayaan 95% atau ά = 0,05. Sehigga nantinya uji tersebut akan diperoleh dua kemungkinan yaitu:
1. Jika Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima
2. Jika Fhitung < F tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak
PEMBAHASAN
Untuk mengetahui besarnya
82 terhadap variabel independent (x) sesuai dengan tujuan penulis diatas maka akan digunakan alat analisis regresi linier berganda. Adapun bentuk persamaannya adalah:
y = α + βx1 + βx2 + βx3 + e Dengan mempergunakan SPSS dalam menghitung hasil dari regresi tersebut (lihat lampiran ) sebagai berikut :
Y = 314.621,6 + 0,382 X1 – 15.863,3 X2 (6.807)* (-0,753)*
+ 42.619,64 X3 (3.378)*
Dari persamaan regresi diatas dapat diintpretasikan bahwa Y sebagai varibel terikat (dependent variabel) dalam hal ini
adalah besarnya jumlah
tabungan/simpanan masyrakat Lampung terpengaruh pada 3 variabel yaitu perubahan jumlah sebesar 0.382 variabel bebas (independent variable) pendapatan perkapita (X1) masyarakatnya ditambah dengan perubahan sebesar -15.863,3 jumlah variable bebas (independent variable) suku bunga perbankan (X2) ditambah dengan variabel inflasi (X3) sebesar 42.619,63 ditambah nilai konstan sebesar 314.621,6. Dimana varibel-variabel bebas tersebut apabila dikalikan dengan dengan masing-masing perubahan maka akan diperoleh sebagai berikut:
Tabel 3: Hasil Perhitungan Jumlah Tabungan/Simpanan dalam tiap tahun Periode 2005-2009 Tahun X1 X2 X3 C Y 2005 1,988,822 -133,410.35 72,765.70 314,621.60 2,442,798.82 2006 2,178,878 -202,257.08 729,222.04 314,621.60 3,020,464.91 2007 2,363,327 -154,667.18 281,289.62 314,621.60 2,804,571.09 2008 2,178,878 -202,257.08 729,222.04 314,621.60 3,020,464.91 2009 2,363,327 -154,667.18 281,289.62 314,621.60 2,804,571.09
Sumber: Data diolah (2013)
Sedangkan berdasarkan
perhitungan regresi diatas maka diperoleh
nilai koefisien dari masing-masing
variabel (X1 dan X2) maka diperoleh sebesar 6.807 untuk koefisien variabel X1; -0,753 untuk koefisien variabel X2; dan 3,378 untuk koefisien variabel X3 dimana df = 7 dan dengan α = 0,05. Dari perhitungan didapat bahwa 1) R (korelasi) = 0,977
Artinya hubungan antara variabel bebas tabungan/simpanan masyarakat Lampung terhadapa variabel terikat pendapatan perkapita dan suku bunga di Lampung adalah sebesar 97,7 persen, dan ini menunjukan bahwa hubungan antara
kedua variabel tersebut secara
keseluruhan adalah cukup besar.
2) R square ( R²) = 0,955 (determinasi)
83 Artinya hubungan antara variabel Y terhadap variabel X1 dan X2 secara keseluruhan adalah sebesar 95,5 persen dan sisanya yaitu sebesar 0,045 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain misalnya faktor promosi Bank, regulasi, dan lain-lain.
3) Uji Hipotesis a. Uji Parameter (uji t)
Pengujian ini menggunakan uji parameter (uji t), dimaksudkan untuk melihat hubungan yang mungkin terjadi antar variabel bebas (independent) dengan variabel terikat (dependent) dengan pengujian satu pihak pada tingkat kepercayaan 95 persen atau α = 0,05. Nilai pengujian dapat dilihat pada tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 4: Nilai Uji statistik t pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan df = 7 Variabel terikat Variabel bebas T hitung t tabel kesimpulan
Simpanan Pendapatan 6.807 1,895 tolak Ho
Simpanan Suku bunga -0.753 1,895 terima Ho
Simpanan Inflasi 3.378 1,895 tolak Ho
Sumber: Data diolah (20013)
Berdasarkan nilai t hitung dan nilai t tabel pada tabel diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
i. Variabel Pendapatan perkapita (X1) Diperoleh: Ho : b1 = 0 dan Ha : b1 > 0
Pada tingkat kepercayaan 95 persen ternyata nilai t hitung > t tabel yang berarti bahwa Ho ditolak da Ha diterima. ii. Variabel Interest Tabungan (X2) Diperoleh: Ho: b2 = 0 dan Ha : b2 < 0 Pada tingkat kepercayaan 95 persen ternyata nilai t hitung < t tabel yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak.
iii. Variabel Tingkat Inflasi (X3)
Diperoleh: Ho : b3 = 0 dan Ha : b3 < 0 Pada tingkat kepercayaan 95 persen ternyata nilai t hitung > t tabel yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. b. Uji Determinan (Uji F)
Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan alat uji Fischer (F test),
dimaksudkan untuk mengetahui
keberadaan hubungan secara keseluruhan antara variabel bebas dengan variabel terikat pada tingkat kepercayaan 95 persen atau α = 0,05. Nilai uji tersebut dapat dilihat pada tabel 7 sebagai berikut: Berdasarkan nilai F hitungan dan F tabel sesuai dengan tabel dibawah, bahwa: F hitung = 28,01dan F tabel = 4,74 Maka nilai tersebut menunjukan bahwa F hitung > F tabel yang berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima.
84 Tabel 5: Nilai Uji statistik F pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan df1 =3 dan df2 = 4 Variabel terikat Variabel bebas F Hitung F Tabel Y X1 + X2+ X3 28,01 4,74 Ho tolak Ha terima
Sumber: data diolah, 2013
Dari hasil perhitungan yang
dilakukan untuk menganalisis tingkat kemampuan masyarakat untuk menabung dalam jangka pendek (tabungan/saving deposit) di Indonesia maka diperoleh nilai koefisen determinasi (R²) sebesar 0,955 dimana pada uji F menunjukan bahwa secara keseluruhan variabel pendapatan perkapita, variabel inflasi, dan variabel suku bunga mempengaruhi variabel kemampuan masyarakat untuk menabung memiliki pengaruh yang cukup besar. Hal ini berarti bahwa besarnya pendapatan perkapita dan suku
bunga secara bersama-sama
mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk menabung dalam jangka pendek sebesar 95,5 persen dan sisanya debesar 4,5 persen dipengaruhi faktor lain di luar
model. Secara parsial keberartian
hubungan serta besarnya pengaruh yang diberikan oleh masing-masing variabel
bebas terhadap variabel terikat dapat dijelaskan sebagai berikut;
a. Implikasi Variabel Pendapatan
Perkapita (X1)
Berdasarkan hasil uji parameter uji t yang telah dilkukan, ternyata t hitung untuk variabel pendapatan perkapita berbeda nyata dengan nol pada tingkat
kepercayaan 95 persen. Hal ini
menunjukan bahwa secara statistik
pendapatan perkapita mempunyai
pengaruh positif antara variabel kemampuan masyarakat untuk menabung dalam jangka pendek dengan pendapatan perkapita disebabkan karena dengan
semakin meningkatnya pendapatan
perkapita suatu masyarakat (tabel 7) dari tahun ke tahun akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menabung dalam jangka pendek. Meskipun menurut Friedman bahwa pendapatan tidak dilihat
pada pendapatan yang benar-benar
diterima saat ini, tetapi meninjau pada
sudut pandang pendapatan yang
permanen. Ini berarti bahwa konsumsi
permanen dari seorang konsumen
mempunyai hubungan yang positif dan proporsional dengan pendapatannya.
Dari hasil perhitungan terlihat bahwa besarnya pengaruh perkembangan
pendapatan perkapita terhadap
85 dalam jangka pendek di Indonesia adalah sebesar 0,0687 persen, ini berarti setiap perubahan kenaikan pendapatan perkapita sebesar 1 persen akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menabung dalam jangka pendek sebesar 0,0687 persen. Jadi MPS akan mengalami kenaikan sebesar 0,0687 persen pada saat pendapatan perkapita meningkat. Sesuai
dengan teori Keynes yang telah
dikemukan pada bab-bab sebelumnya, apabila pendapatan meningkat maka APC (Avarage Propensity to Consume) akan berkurang dan APS (Avarage Propensity to Save) akan bertambah Demikian halnya dengan hasrat batas konsumsi (MPC) karena MPC <APC maka MPC akan mengalami penurunan, sebaliknya hasrat batas untuk menabung (MPS) akan
mengalami peningkatan. Dengan
demikian semakin meningkatnya
pendapatan perkapita akan
mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk menabung yang semakin besar
pula, dan ini ditandai dengan
meningkatnya jumlah simpanan jangka pendek dari tahun ke tahun. Berdasarkan
hal tersebut diatas berarti bahwa
hubungan yang terjadi antara pendapatan perkapita dengan kemampuan masyarakat untuk menabung dalam jangka pendek
sangat mendukung hipotesis yang
menyatakan adanya hubungan yang positif antara kedua variabel tersebut meskipun besarnya pengaruh tersebut memang sangat kecil yaitu hanya 0,00382 persen.
b. Implikasi Variabel interest (X2) Berdasarkan hasil uji parameter (uji t) yang telah dilakukan, ternyata t hitung untuk variabel suku bunga tabungan ternyata tidak berbeda nyata dengan nol. Ini berarti bahwa secara statistik banhwa tingkat bunga tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap keinginan masyarakat untuk menabung dalam jangka pendek. Dari hasil perhitungan terlihat besarnya
pengaruh fluktuasi tingkat bunga
terhadap kemampuan masyarakat untuk menabung dalam jangka pendek di
Indonesia adalah sebesar -0,00753
persen. Ini berarti bahwa setiap
perubahan kenaikan tingkat bunga
sebesar satu persen akan mengakibatkan turunnya kemampuan masyarakat untuk menabung dalam jangka pendek sebesar
0,00753 persen. Bila dibandingkan
dengan jumlah simpanan jangka pendek (tabel 4) yang mengalami perkembangan rata-rata sebesar 11 persen per tahun
seolah-olah adamya ketidakselarasan
dengan hasil perhitungan statistik. Padahal perkembangan rata-rata jumlah simpanan jangka pendek yang sebesar 11
86
persen tersebut sudah mengalami
penurunan. Andaikan tidak terjadi
penurunan sebesar 0,00753 persen, maka perkembangan rata-rata jumlah simpanan jangka pendek tersebut lebih besar daripada 11 persen.
Seperti yang kita kethui bahwa ada tiga motif yang mendasari sesorang
dalam memegan kas seperti yang
dikemukan oleh Keynes (Nopirin, 1993: 132-139) yaitu:
1. Permintaan uang untuk transaksi.
Keynes menyatakan bahwa
permintaan uang kas untuk tujuan transaksi tergantung pada pendapatan, semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin besar pula keinginan masyarakat
akan uang kas untuk transaksi.
Masyarakat yang tingkat pendapatannya tinggi biasanya melakukan transaksi yang
lebih banyak dibandingkan dengan
masyarakat yang pendapatannya lebih rendah.
2. Permintaan uang untuk spekulasi Permintaan uang untuk tujuan spekulasi menurut Keynes ditentukan oleh tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga maka semakin rendah kemampuan masyarakat akan uang kas
untuk tujuan spekulasi. Hal ini
disebabkan:
- Apabila tingkat bunga naik maka ongkos memgang uang kas akan semakin besar, sehingga keinginan masyarakat akan uang kas semakin kecil. Sebaliknya apabila tingkat bunga semakin rendah maka kemampuan masyarakat untuk menyimpan uang kas akan semakin tinggi.
- Masyarakat menganggap akan adanya tingkat bunga yang normal
berdasarkan pengalaman-pengalaman
tingkat bunga yang telah terjadi. Tingkat bunga normal artinya suatu tingkat bunga yang diharapkan akan kembali ketingkat normal ketika terjadi perubahan.
3. Permintaan uang untuk berjaga-jaga
Permintaan uang untuk
berjaga-jaga diperlukan karena pada
kenyataannya dunia perekonomian
mengalami ketidakpastian (uncertain). Besarnya uang yang diperlukan untuk berjaga-jaga ini ditentukan oleh besar kecilnya transaksi yang akan dilakukan. Dengan adanya ketiga motif tersebut, maka terjadinya pengaruh yang tidak nyata dan negatif antara tingkat bunga dengan kemampuan masyarakat untuk menabung dalam jangka pendek yang disebabkan karena tidak adanya motif
spekulasi dalam memutuskan
87 menbung. Sehingga walaupun tingkat bunga tabungan mengalami fluktuasi tidak akan mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk menabung. Itulah sebabnya mengapa perkembangan jumlah simpanan jangka pendek khususnya dalam bentuk tabungan di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang cukup pesat, walaupun tingkat bunga mengalami fluktuasi.
Dengan demikian motif masyarakat untuk menyimpan uang dalam bentuk tabungan (saving deposit) adalah bersifat sementara (transitory) serta memegang uang kasnya digunakan untuk melakukan
transaksi walaupun berjaga-jaga.
Menabung dalam bentuk tabungan
berfungsi sebagai aktiva yang mudah di uangkan (tunai), yaitu dapat segera diuangkan dalam waktu yang singkat. Jadi bila sewaktu-waktu diperlukan untuk suatu kepentingan (transaksi ekonomi) dapat mudah diuangkan. Berdasarkan hal tersebut diatas berarti bahwa hubungan yang terjadi antara perubahan tingkat bunga terhadap kemampuan masyarakat untuk menabung dalam jangka pendek
tidak mendukung hipotesis yang
menyatakan adanya hubungan anatara kedua variabel tersebut, atau dengan kata lain hubungan tersebut tidak signifikan dan negatif.
c. Implikasi Varabel Tingkat Inflasi (X3)
Sedangkan berdasarkan uji
parameter ditemukan hasil bahwa
ternyata t hitung untuk variabel tingkat inflasi memiliki pengaruh nyata dan positif terhadap kemampuan masyarakat Lampung dalam menbung jangka pendek. Selain itu dari hasil perhitungan diperoleh besarnya pengaruh antara tingkat inflasi
dengan kemampuan masyarakat
Lampung untuk menabung dalam jangka pendek adalah sebesar 0,0338 persen, dan berarti bahwa setiap perubahan kenaikan harga-harga barang pokok sebesar satu persen akan mengakibatkan naiknya kemampuan menabung jangka pendek
pada masyarakat Lampung sebesar
0,0338 persen. Pada tabel 2 terlihat bahwa tingkat harga barang-barang pokok mengalami fluktuatif akan tetapi jika kita bandingkan dengan tabel 4 yang
menunjukan perkembangan tabungan
masyaraka (saving deposit) terlihat setiap tahunnya mengalami peningkatan dengan rata-rata 11 persen selama periode tersebut maka kita setuju dengan teori
Keynes yang menyatakan bahwa
meskipun tingkat pendapatan masyarakat
meningkat akan tetapi perubahan
peningkatan konsumsi masyarakat relatif kecil, karena pola konsumsi masyarakat
88 tidak akan berubah sehingga pendapatan masyarakat masih dapat dialokasikan untuk menabung. Selain itu menurut Keynes juga dikatakan bahwa dengan semaikn besanya pendapatan, maka APC (Average Propensity to Consume) akan
semakin berkurang sehingga APS
(Average Propensity to Save) akan semakin bertambah. Hal ini disebabkan semakin besarnya pendapatan sesorang maka pengeluaran untuk memenuhi kebutuhannya akan berkurang sehingga akan lebih banyak bagian dari pendapatan yang akan ditabungkan.
SIMPULAN
Dari hasil perhitungan dan
pengujian hipotesis serta analisis statistik dan pembahasan mengenai pengaruh pendapatan perkapita, tingkat bunga, dan tingkat inflasi terhadap kemampuan masyarakat untuk menabung dalam
jangka pendek (dalam bentuk
tabungan/saving deposit) selama periode tahun 2005-2009 dapat disimpulkan bahwa:
a. Secara parsial pendapatan perkapita
berpengaruh nyata dan positif
terhadap kemampuan menabung
masyarakat dalam jangka pendek, ini berarti mendukung hipotesis yang diajukan dan secara statistik berbeda
secara berarti dari nol meskipun
besarnya pengaruh sangat kecil
dengan hasil 0,00382 persen. Sesuai dengan teori Keynes bahwa dengan
semakin besarnya pendapatan
masyarakat maka semakin besar
kemampuan masyarakat untuk
menabung.
b. Secara parsial hubungan antara
tingkat bunga dengan kemampuan masyarakat untuk menabung jangka pendek di Indonesia tidak dapat
menunjang hipotesis yang
menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara kedua variabel tersebut, ternyata dari hasil perhitungan diperoleh hasil bahwa hubungan antara keduanya adalah nyata dan negatif dengan hasil -0,00753. Akan tetapi sesuai dengan teori yang ada menurut Keynes (Nopirin, 1993 : 132-139) bahwa salah satu motif masyarakat terhadap uang adalah motif untuk berjaga-jaga
terhadap situasi ketidakpastian
(uncertain), dari hasil yang diperoleh dari perhitungan dapat mendukung
teori tersebut bahwa dalam
perkembangan angka simpanan
jangka pendek (tabel 4) yang semakin
meningkat dalam tiap tahun
89 menabung adalah dilatarbelakangi oleh motif berjaga-jaga terhadap ketidakpastian.
c. Secara parsial hubungan antara
tingkat inflasi dan kemampuan
masyarakat dalam menabung adalah nyata dan positif dengan hasil 0,0338 persen. Dan hasil tersebut mendukung hipotesis yang menyatakan sama dengan hasil pengujian. Meskipun beberapa teori menyatakan bahwa pada waktu keadaan mengalami peningkatan inflasi maka kemampuan
masyarakat untuk menabung
cenderung berkurang karena dengan kenaikan tersebut maka pendapatan
yang diperoleh akan cenderung
digunakan untuk dikonsumsikan
sehingga pendapatan yang nantinya dapat digunakan untuk menabung akan dialihkan untuk menkonsumsi. Akan tetapi menurut teori Keynes justru sebaliknya bahwa meskipun tingkat inflasi cenderung naik apabila pendapatan masyarakat meningkat maka saving pun akan meningkat
karena jumlah konsumsi tidak
berpengaruh besar terhadap
berkurangnya pendapatan yang
diperuntukan untuk saving tersebut. Dalam hal ini kecenderungan dari
hasil perhitungan dengan teori
Keynes tersebut saling mendukung (meskipun pada akhirnya diperlukan
penelitian lanjutan untuk
membuktikan teori tersebut terhadap keadaan).
d. Secara keseluruhan pendapatan
perkapita, tingkat bunga, dan tingkat inflasi memberikan pengaruh yang
positif terhadap kemampuan
masyarakat Lampung dalam
menabung jangka pendek, hal ini disebabkan karena tidak adanya motif
spekulasi dalam memutuskan
keinginan masyarakat untuk
menabung. Sehingga walaupun
tingkat bunga tabungan mengalami fluktuasi tidak akan mempengaruhi
kemampuan masyarakat dalam
menabung. Itulah sebabnya mengapa
perkembangan junlah simpanan
jangka pendek khususnya dalam bentuk simpanan/tabungan (saving deposit) di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang cukup pesat, meskipun tingkat bunga
dan tingkat inflasi mengalami
fluktuasi. Dengan demikian motif, minat dan kemampuan masyarakat untuk menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan (saving deposit) adalah bersifat sementara (transitory)
90 digunakan untuk melakukan transaksi
maupun berjaga-jaga. Menabung
dalam bentuk tabungan berfungsi sebagai aktiva mudah tunai, yaitu dapat dijadikan uang tunai dalam
waktu yang singkat. Jadi bila
sewaktu-waktu diperlukan untuk
suatu kepentingan (transaksi
ekonomi) dapat mudah untuk
diuangkan. Berdasarkan hal tersebut
diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa hasil perhitungan mendukung hipotesis bahwa terdapat hubungan
yang positif antara pendapatan
perkapita, tingkat suku bunga, dan tingkat inflasi terhadap kemampuan masyarakat dalam menabung jangka pendek dengan besarnya pengaruh adalah 95,5 persen dan sisanya sebesar 0,045 persen dipengaruhi oleh faktor lain-faktor lain diluar model.
DAFTAR PUSTAKA
Dajan, Anto. 1990. Pengantar Metode Statistik Jilid II. Penerbit LP3ES, Jakarta
Dornbusch, Rudiger, dan Fischer,
Stanley. 1995. Ekonomi Makro. Edisi 6, Terjemahan; Penerbit Erlangga, Jakarta
Gujaratti, Damodar; 2001, Econometrics, 6th edition; Tornton Press
Irwanda, M Suparmoko. 1988. Ekonomi Pembangunan. Edisi 4. Penerbit Liberty. Yogyakarta
Iswardono. 1993. Uang dan Bank. Edisi 4. Penerbit BPFE. Yogyakarta Mankiw, Gregor. 2002. Economics. 17th
Edition
Nopirin. 1993. Ekonomi Moneter Buku I. Edisi 3. Penerbit BPFE. Yogyakarta Partadiredja, Ace. 1987. Pengantar Ekonomika. Edisi 5. Penerbit BPFE. Yogyakarta
P. Todaro, Michael. 1987. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ke-tiga. Penerbit Ghalia. Jakarta
R., Soediyono. 1990. Ekonomi Makro; Pengantar Ananlisis Pendapatan Nasional. Edisi ke-5. Penerbit Liberty. Yogyakarta
R. Soediyono. 1985. Ekonomi Makro: Analisis IS-LM dan Permintaan Penwaran Agregat. Edisi 3. Penerbit Liberty. Yogyakarta Samuelson, Paul A., dan D. Nordhaus,
William. 2005. Ekonomi. Edisi ke-17. Terjemahan. Penerbit Erlangga
Sukirno, Sadono. 1998. Ekonomi
Pembangunan. Proses Masalah dan
Dasar Kebijaksanaan. Penerbit
LPFE-UI. Jakarta
Sukirno, Sadono. 2004. Pengantar Teori Mikroekonomi. Penerbit LPFE-UI. Jakarta